DOSEN MUDA
Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementrian Pendidikan Nasional, sesuai deangan
Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen Muda Tahun Anggaran 2011
Nomor: 2159/H11/LK-PNBP/2011 Tanggal 18 Mei 2011
Secara umum konsep kimia mempunyai dua aspek, yaitu makroskopis dan
mikroskopis. Hasil pembelajaran akan optimal jika metode pembelajaran yang
diajarkan mengacu pada kedua aspek ini, sehingga siswa mendapatkan pemahaman
yang utuh tentang suatu konsep (Fajaroh, 2002). Aspek makroskopis ini merupakan
fenomena yang dapat diindera oleh mata melalui eksperimen atau pengalaman
sehari-hari, misalnya perubahan wujud zat, korosi besi, dan lain-lain. Dalam
pendekatan mikroskopis, konsep yang ditetapkan oleh para pakar digunakan untuk
menjelaskan suatu peristiwa abstrak, misalnya proses ionisasi, interaksi antar
molekul, dan lain-lain. Konsep yang bersifat mikroskopis cenderung lebih sulit
dipahami dibandingkan dengan konsep makroskopis. Ini disebabkan karena untuk
memahami konsep abstrak diperlukan kemampuan intelektual yang tinggi, yang oleh
Piaget disebut sebagai kemampuan berpikir formal.
Penelitian yang dilakukan oleh Nakhleh (1992) menunjukkan bahwa kesalahan
konsep terjadi pada hampir semua pokok bahasan materi kimia. Kesalahan konsep
itu terutama terjadi pada konsep-konsep yang abstrak seperti sifat partikel materi,
perubahan fase, perubahan kimia, kesetimbangan, gaya antarmolekuler dan
persamaan kimia. Persamaan reaksi menurut Sidauruk (2006) merupakan jembatan
untuk mempelajari seluruh konsep kimia. Hal ini berarti persamaan reaksi adalah
salah satu konsep dasar kimia yang diperlukan dalam memahami konsep-konsep
kimia yang lebih kompleks. Kesalahan konsep yang terjadi pada siswa dapat berasal
dari berbagai sumber.
Sehubungan dengan penjelasan sebelumnya, penelitian ini menjadi perlu
karena kesalahan konsep yang dialami oleh seorang calon guru memberi dampak
ii
iii
domino. Apabila seorang calon guru mengalami satu kesalahan konsep, maka
kesalahan tersebut akan ditularkan kepada siswanya di kemudian hari. Kesalahan
konsep yang dialami siswa tidak cukup diperbaiki hanya dengan membaca buku,
meskipun dalam waktu lama. Proses munculnya kesalahan konsep pada seseorang
merupakan akibat dari proses panjang yang bersifat konsisten dan psikologis. Oleh
karena itu proses perbaikannya membutuhkan waktu lama.
Memperhatikan begitu besar akibat yang ditimbulkan oleh dan sulitnya
memperbaiki kesalahan konsep, maka pilihan terbaik sesungguhnya adalah langkah
pencegahan yang dilakukan sedini mungkin. Langkah tersebut dapat dimulai dari
institusi pendidikan tenaga keguruan melalui upaya identifikasi kesalahan konsep
pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Unsyiah. Upaya ini juga
termasuk dalam rangkaian mempersiapkan industri hulu pendidikan yang
diharapkan lebih berhasil guna dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia dan di Aceh khususnya.
Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui kesalahan konsep
mahasiswa pada materi persamaan reaksi level mikroskopis, maka penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian diskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah
mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah Kajian Masalah Pembelajaran
Kimia sebanyak 25 mahasiswa.
: jawaban mahasiswa
74% mahasiswa ditemukan belum memahami konsep dan hanya 22% yang telah
paham konsep persamaan ion bersih.
Mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep tingkat mikroskopis pada
konsep koefisien reaksi ada 2 orang (8%). Pada soal nomor 4 dan 11 ini, mereka
menggambarkan molekul O2 sebagai dua atom yang terpisah, padahal seharusnya
digambarkan secara berhimpit.
: jawaban mahasiswa
Pada konsep ini ditemukan sebanyak 54% mahasiswa belum paham dan hanya 38%
mahasiswa yang sudah paham.
Soal yang menguji kesalahan konsep tingkat mikroskopis untuk konsep nama-
nama zat yang terlibat reaksi adalah soal nomor 5 dan 12. Mahasiswa yang sudah
paham dan yang belum paham sama besar yaitu masing-amsing 50%.
Kesalahan konsep tentang ukuran kation diuji dengan menggunakan soal
nomor 6 dan 13. Pada konsep ukuran kation ini, ditemukan sebanyak 2 (8%)
mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep level mikroskopis. Kesalahan konsep
terjadi dalam penggambaran ukuran kation. Secara mikroskopis mahasiswa
menjawab ukuran kation sama dengan ukuran atom-nya. Padahal seharusnya ukuran
kation lebih kecil dari pada ukuran atomnya karena kation telah melepas elektron
(Chang, 2005). Justru 76% mahasiswa tidak paham dengan konsep ukuran kation
dan hanya 16% mahasiswa yang sudah paham.
Kesalahan konsep tentang ukuran anion diuji dengan soal nomor 7 dan 14.
Tidak satupun mahasiswa mengalami kesalahan konsep level mikroskopis. Pada
konsep ini 66% mahasiswa belum paham dan 34% mahasiswa sudah paham.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa hanya 5 mahasiswa yang mengalami kesalahan
konsep tingkat mikroskopis. Konsep yang salah dipahami oleh para mahasiswa yaitu
Koifisen Reaksi, Ukuran Kation, dan Persamaan Ion Bersih. Perlu dilakukan
penelitian lanjutan dengan permasalahan bagaimana mengatasi kesalahan konsep
yang terjadi pada mahasiswa calon guru.
SUMMARY
In general chemical concepts have two aspects, namely the macroscopic and
microscopic. Learning outcomes are optimal when referring to teaching methods
taught on both these aspects, so that students gain a thorough understanding of a
concept (Fajaroh, 2002). Macroscopic aspect of this is a phenomenon that can be
sensed by the eye through experiment or experience of everyday life, such as
changes in states of matter, iron corrosion, and others. In the microscopic approach,
a concept defined by the experts used to describe an abstract event, such as the
ionization process, the interaction between molecules, and others. The concept of a
microscopic nature tend to be more elusive than the macroscopic concepts. This is
because to understand abstract concepts required high intellectual ability, which
Piaget called formal thinking abilities.
In fact, many students who successfully solve mathematical problems but do
not understand the concept of chemical due to just memorize the formula (Smith and
Metz: 1996)). Students tend to memorize only the overview (level) microscopic
descriptions are abstract in the form of words. As a result, students are unable to
imagine how the process and structure of a substance that has a reaction. This
suggests that some students fail to understand the concepts at the microscopic level.
Research conducted by Sholehudin, et al (2009) proved that there is a strong and
positive relationship between enhancement of understanding the microscopic level
with an increase in students' concept. The higher the students' understanding of the
microscopic level the higher the mastery of the concept
Research conducted by Nakhleh (1992) showed that the concept of error
occurs in almost all of the subject matter of chemistry. Misconception that mainly
occurs in the abstract concepts such as particle properties of matter, phase changes,
chemical changes, equilibrium, force antarmolekuler and chemical equations.
vi
vii
: Answers to student
74% of students found to have not understood the concept and only 22% who had
understood the concept of net ionic equation.
Students who have misconceptions on the concept of the microscopic level
there is a reaction coefficient of 2 people (8%). In question number 4 and 11, they
describe the molecular O2 as two separate atoms, when they should be depicted
ix
coincide.
: Answers to student
In this concept has been found as much as 54% of students do not understand and
only 38% of students who already understand.
Questions test the concept of error microscopic level to the concept of the
names of the substances involved the reaction is a matter of numbers 5 and 12.
Students who already know and who do not understand as much of their amsing
50%.
Misconceptions about the size of the cations were tested using about number
6 and 13. On the concept of the size of these cations, found as many as 2 (8%) of
students who have misconceptions microscopic level. Error occurs in the depiction
of the concept of cation size. In the microscopic size of the cation of students
answered the same as its atomic size. When it should be the size of the cation is
smaller than the size of the atom as a cation has released electrons (Chang, 2005).
Precisely 76% of students are not familiar with the concept of cation size and only
16% of students who already understand.
Misconceptions about the size of the anions tested with the question number
7 and 14. None of the students had misconceptions microscopic level. In this concept
66% of students do not understand and 34% of the students already understand.
From the survey results revealed that only 5 students who have
misconceptions microscopic level. The concept is one that is understood by students
Coefisien reaction, Cation Size, and Net Ion Eq. Further research needs to be done
with the problems of how to resolve errors that occur in students the concept of
prospective teachers.
PRAKATA
Inti dari ilmu kimia adalah reaksi kimia. Reaksi kimia dikomunikasikan
dalam persamaan reaksi. Berdasarkan pertimbangan ini, peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang: ANALISIS KESALAHAN KONSEP LEVEL MIKROSKOPIS
YANG DIALAMI MAHASISWA TINGKAT AKHIR FKIP PRODI.KIMIA
UNSYIAH PADA MATERI PERSAMAAN REAKSI. Melalui penelitian ini
diharapkan teridentifikasi kesalahan konsep level mikroskopis dari mahasiswa calon
guru. Untuk selanjutnya, dapat direncanakan cara mengatasi kesalahan konsep
tersebut.
1. Pengelola DIPA Unsyiah yang telah mendanai penelitian ini melalui anggaran
penelitian dosen muda
2. Rektor Universitas Syiah Kuala, Ketua Lembaga Penelitian Unsyiah, Dekan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan Ketua Program Studi Kimia yang
telah memfasilitasi peneliti.
3. Berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian pelaksanaan penelitian.
Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian yang tertuang dalam laporan ini
masih belum sempurna atau sesuai dengan harapan pembaca. Oleh karena itu,
peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan di
masa akan datang.
November 2011
Peneliti
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. i
RINGKASAN ..................................................................................................... ii
SUMMARY ........................................................................................................ vi
PRAKATA .. x
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah .... 1
LAMPIRAN........................................................................................................ 30
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemahaman merupakan salah satu faktor penting dalam belajar. Menurut
Nakhleh (1992:191) kesulitan-kesulitan dalam memahami konsep-konsep dasar akan
menghambat siswa dan mahasiswa dalam mengkaitkan konsep-konsep dasar tersebut
dengan konsep-konsep lain yang berhubungan. Kondisi ini memungkinkan
timbulnya pemahaman yang salah terhadap suatu konsep. Kesalahan yang terjadi
secara terus menerus dan bersifat konsisten disebut kesalahan konsep
(misconception) (Berg, 1991).
Secara umum konsep kimia mempunyai dua aspek, yaitu makroskopis dan
mikroskopis. Hasil pembelajaran akan optimal jika metode pembelajaran yang
diajarkan mengacu pada kedua aspek ini, sehingga siswa mendapatkan pemahaman
yang utuh tentang suatu konsep (Fajaroh, 2002). Aspek makroskopis ini merupakan
fenomena yang dapat diindera oleh mata melalui eksperimen atau pengalaman
sehari-hari, misalnya perubahan wujud zat, korosi besi, dan lain-lain. Dalam
pendekatan mikroskopis, konsep yang ditetapkan oleh para pakar digunakan untuk
menjelaskan suatu peristiwa abstrak, misalnya proses ionisasi, interaksi antar
molekul, dan lain-lain. Konsep yang bersifat mikroskopis cenderung lebih sulit
dipahami dibandingkan dengan konsep makroskopis. Ini disebabkan karena untuk
memahami konsep abstrak diperlukan kemampuan intelektual yang tinggi, yang oleh
Piaget disebut sebagai kemampuan berpikir formal.
Pada kenyataannya, banyak siswa yang berhasil memecahkan soal matematis
tetapi tidak memahami konsep kimianya karena hanya menghafal rumusnya (Smith
dan Metz: 1996)). Siswa cenderung hanya menghafal gambaran (level) mikroskopik
yang bersifat abstrak dalam bentuk deskripsi kata-kata. Akibatnya, siswa tidak
mampu untuk membayangkan bagaimana proses dan struktur dari suatu zat yang
mengalami reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian siswa gagal memahami
konsep pada level mikroskopis. Penelitian yang dilakukan oleh Sholehudin, dkk
(2009) membuktikan bahwa ada hubungan yang kuat dan positif antara peningkatan
pemahaman level mikroskopik dengan peningkatan konsep siswa. Semakin tinggi
1
2
merupakan akibat dari proses panjang yang bersifat konsisten dan psikologis. Oleh
karena itu proses perbaikannya membutuhkan waktu lama.
Memperhatikan begitu besar akibat yang ditimbulkan oleh dan sulitnya
memperbaiki kesalahan konsep, maka pilihan terbaik sesungguhnya adalah langkah
pencegahan yang dilakukan sedini mungkin. Langkah tersebut dapat dimulai dari
institusi pendidikan tenaga keguruan melalui upaya identifikasi kesalahan konsep
pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Unsyiah. Upaya ini juga
termasuk dalam rangkaian mempersiapkan industri hulu pendidikan yang
diharapkan lebih berhasil guna dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia dan di Aceh khususnya.
BAB II PERUMUSAN MASALAH
2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dikemukakan masalah penelitian
sebagai berikut.
1. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kesalahan konsep
materi persamaan reaksi level mikroskopis
2. Materi dibatasi pada konsep-konsep Persamaan reaksi yang meliputi hukum-
hukum dasar kimia.
4
5
6
7
Persamaan reaksi adalah salah satu konsep dasar dalam ilmu kimia yang
diperlukan dalam memahami konsep yang lebih kompleks. Hal ini mengingat bahwa
inti dari ilmu kimia adalah reaksi kimia. Reaksi kimia dinyatakan dalam persamaan
kimia.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan selama ini, dapat diduga
bahwa kesalahan konsep materi persamaan reaksi kimia level mikroskopis juga
dialami oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Unsyiah. Kegagalan
mahasiswa dalam menerangkan konsep- sifat fisika dan sifat kimia suatu zat secara
benar dan tepat dapat menjadi indikasi adanya kesalahan konsep. Oleh karena itu
identifikasi kesalahan konsep dapat dijadikan sebagai dasar dalam pembelajaran dan
sebagai dasar dalam upaya perbaikannya.
Jumlah atom sebelum reaksi sama dengan jumlah atom setelah reaksi. Hal ini
menunjukkan berlaku hukum kekekalan massa. Pada prinsipnya, reaksi kimia adalah
suatu perubahan yang melibatkan pemutusan dan pembentukan ikatan kimia. Reaksi
kimia merupakan proses zat tertentu menjadi zat baru. Reaksi kimia secara
sederhana dikomunikasikan melalui persamaan reaksi. Dapat dikatakan bahwa
persamaan reaksi adalah standar untuk menggambarakan reaksi kimia.
Ilmu kimia tidak lepas dari eksperimen dan laboratorium. Ilmu kimia berasal
dari eksperimen yang dilakukan di laboratorium. Hasil ekperimen disebut fakta.
8
Fakta-fakta hasil eksperimen yang teratur dirumuskan dalam kalimat singkat disebut
hukum ilmiah. Misalnya, jika seseorang menjatuhkan sebuah batu, maka batu itu
akan jatuh ke bawah. Hal ini dapat diperkirakan dari hukum grivitasi. Paparan
umum yang mencoba menjelaskan mengapa percobaan tertentu bisa berhasil disebut
hipotesis. Ketika hipotesis diterima kebenarannya oleh komunitas ilmiah, maka
hipotesis itu disebut teori (Goldberg, 2004: 7). Jadi untuk menjelaskan hukum ilmiah
diperlukan suatu teori ilmiah.
Dari data di atas massa molekul hidrogen dan massa molekul oksigen sebagai
reaktan mempunyai massa yang sama dengan massa H2O pada produk. Kekekalan
massa mempunyai makna yang sejalan dengan ungkapan materi tidak dapat
diciptakan atau dimusnahkan. Achmad (1996: 2) memberikan ungkapan lain tentang
kekekalan massa dalam versi modern yaitu perubahan massa tidak dapat dideteksi
dalam setiap reaksi kimia.
Hukum kekekalan massa juga dapat terlihat pada setiap persamaan reaksi.
Dalam persamaan reaksi kimia menyatakan zat-zat yang terlibat sebelum dan
sesudah reaksi kimia, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dinyatakan. Hal ini
9
menunjukkan bahwa pada prinsipnya, reaksi kimia adalah suatu perubahan materi
yang melibatkan pemutusan dan pembentukan ikatan kimia.
Contoh Soal dan Penyelesaiannya
Seorang siswa memanaskan 112 g serbuk besi dengan 70 g serbuk belerang. Ia
mendapati bahwa senyawa besi sulfida yang terbentuk adalah 176 g, sedangkan
sisanya adalah besi yag tidak bereaksi sebanyak 6,0 g. Tunjukkan dengan
perhitungan apakah eksperimen tersebut memenuhi hukum kekekalan massa.
Jawab
Persamaan Reaksi: Fe (s) + S (s) FeS (s), benarkah padat dengan padat dapat
bereaksi?
Massa sebelum reaksi Massa Sesudah reaksi
Besi (g) Belerang (g) Besi sulfida Zat sisa
112 70 176 6
Hukum Proust menyatakan pada setiap reaksi kimia, massa zat yang
bereaksi dengan sejumlah tertentu zat lain, selalu tetap, atau suatu senyawa murni
selalu terdiri atas unsur-unsur yang sama, yang tergabung dalam perbandingan
tertentu. Hal ini berarti perbandingan massa unsur-unsur dalam senyawa selalu tetap.
Ini dikenal dengan hukum perbandingan tetap.
Berikut Tabel yang menunjukkan perbandingan H dan O dalam air selalu tetap
10
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa perbandingan massa Hidrogen dan
Oksigen dalam H2O selalu tetap yaitu 1:8.
Dari tabel di atas perbandingan unsur oksigen dalam dua senyawa berbanding
sederhana dan bulat. Hal ini berarti sesuai dengan hukum Dalton
Contoh 2 dan penyelesaiannya
Tunjukkan data berikut sesuai dengan hukum Dalton
Senyawa Unsur 1 Unsur 2 Unsur 3
Senyawa 1 29,1% 40,5% 30,4%
Senyawa 2 32,4% 22,6% 45,0%
(GoldBerg, 2001 : 37)
Penyelesaiannya
Pertama kita harus membuat asumsi bahwa massa setiap senyawa 100 g, sehingga
setiap persen unsur sama dengan massa unsur tersebut. Kemudian jadikanlah satu
unsur pada kedua senyawa mempunyai massa yang sama. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara membagi massa semua unsur dalam senyawa yang sama dengan salah
12
satu massa unsur, umumnya dibagi dengan massa unsur yang paling kecil. Untuk
lebih jelasnya, pahamilah tabel penyelesaian berikut.
Unsur 1 Unsur 2 Unsur 3
Senyawa 1 29,1 g/29,1= 1,00 g 40,5 g/29,1 = 1,39 g 30,4 g/29,1 = 1,04 g
Senyawa 2 32,4g/32,4=1,00 g 22,6 g/32,4 =0,698 g 45,0 g/32,4 = 1,39 g
Cara 1 :
Jika pada senyawa CO massa C-nya 75 g, maka massa oksigen dalam senyawa CO
tersebut adalah
75 ( )
57,14 ( )
42, 86 ( )
13
= 99,99 g O
Sehingga diperoleh perbandingan massa hidrogen (CH4) dan oksigen (CO), dengan
massa C 75 g adalah
H : O = 25 : 99,99 = 1: 4
Dalam H2O perbandingan massa H dan massa O adalah 11,11 : 88,89 = 1 : 8 (sesuai
hukum Proust). Rasio 1: 4 dan 1: 8 merupakan suatu kelipatan dengan faktor pengali
2.
1 1
=2
4 8
Cara 2:
Jika massa C pada kedua senyawa di atas dijadikan 42, 8 g maka akan diperoleh
hasil yang sama. Massa hidrogen pada CH4 dengan massa C 42,8 g adalah
42,86 ( )
25 ( )
75 ( )
= 14,287 g
Sehingga diperoleh perbandingan massa hidrogen (CH4) dan oksigen (CO), dengan
massa C 42,86 g adalah
H (CH4) : O (CO) = 14,287 : 57,14 = 1: 4
Dalam H2O perbandingan massa H dan massa O adalah 11,11 : 88,89 = 1 : 8 (sesuai
hukum Proust) atau
H(H2O) : O(H2O) = 1:8
Rasio 1: 4 dan 1: 8 merupakan suatu kelipatan dengan faktor pengali 2.
1 1
=2
4 8
14
adalah 1,008, karena 1,008 g hydrogen dapat bereksi dengan 8,000 g oksigen
membentuk H2O. Massa ekivalen ekivalen unsure O adalah 8,000, karena 8,000 g
oksigen dapat bereaksi dengan 1,008 g H membentuk molekul air.
Perbandingan massa unsure-unsur dalam senyawa
CO2 C O
Ingat: 12,012 g 32 g
C + O2 CO2 3,003 8,000
15
CO C O
Ingat: 12,012 g 16 g
C+ O2 CO 6,005 (2 3,003) 8,000
Jawab
Massa oksida 2,535 g
Massa logam 2,040 g
Massa oksigen 0,495 g
Massa ekivalen logam adalah banyaknya logam yang bereaksi dengan 8 g oksigen
Massa ekivalen logam = 2,040 = 32,9
,
Dalam hal ini 2 volum hydrogen bereaksi dengan 1 volum oksigen menghasilkan 2
volum air
Contoh Soal dan penyelesaiannya
Amonia dapat dibuat melalui reaksi N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g)
Jika 60 liter gas nitrogen direaksikan dengan 240 liter gas hydrogen yang diukur
pada tekanan dan suhu sama, maka volume gas ammonia yang dihasilkan adalah
Jawab
Sesuai dengan hukum Gay Lussac dan persamaan reaksi perbandingan volum gas
nitrogen, gas hydrogen dan gas ammonia adalah 1 : 3 : 2
Sehingga untuk 60 liter gas nitrogen akan tepat bereaksi dengan 180 liter gas
hydrogen menghasilkan 120 liter gas ammonia. Hasil ini dapat diihat dari
perhitungan berikut:
Gas hydrogen yang dapat bereaksi dengan 60 liter gasa nitrogen adalah
17
= 60 = 180
Rapat uap =
18
Massa molekul =
Rapat uap =
terpisah. Zat padat, cairan murni, senyawa dalam wujud gas, dan elektrolit lemah
tidak dituliskan sebagai ion-ion yang terpisah.
Dalam persamaan ion ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: (Catatan hanya
untuk pelarut air)
1. Zat elektrolit kuat terurai dalam air secara sempurna
2. Semua garam, kecuali yang sukar larut dalam air
3. Untuk asam lemah atau basa lemah dianggap tidak terurai dalam air
Misalnya,
Tuliskan persamaan ion lengkap dan ion bersih berikut:
CO2(g) + NaOH(aq) Na2CO3(aq) + H2O(l)
NaOH, tergolong elektrolit kuat, dituliskan sebagai ion-ion yang Na2CO3 terpisah.
Ion Na+ terdapat dalam reaktan dan produk disebut sebagai ion spectator
(penonton). Ion Penonton dalam persamaan ion bersih dapat dihiliangkan atau tidak
ditulis.
Manfaat persamaan ion membantu mempermudah dalam hitungan kimia,
mengingat jumlah ion terkadang berbeda dengan jumlah senyawanya. Untuk
senyawa ion yang tidak dapat larut dalam air tidak ditulis sebagai ion-ion secara
terpisah dalam persamaan ion. Misalnya AgCl, Hg2Cl2, PbCl2, CuCl, BaSO4,
PbSO4, SrSO4 dan sebagian oksida basa. Daftar kelarutan dalam air berbagai jenis
garam dan basa pada
20
Reaktan yang pertama kali habis digunakan pada reaksi kimia, lawannya: pereaksi
berlebih (Excess reagent)
2NO(g) + O2(g) 2NO2(g)
Diketahui awalnya, awalnya NO = 8 mol, O2 = 7 mol
Satu cara untuk menentukan yang mana dari kedua reaktan tersebut yang merupakan
pereaksi pembatas yaitu dengan menghitung mol NO2 (produk) yang terbentuk
berdasarkan jumlah mol pada keadaan awal NO dan O2. Berdasarkan definisi, kita
ketahui bahwa hanya pereaksi pembatas yang akan menghasilkan produk dalam
jumlah yang lebih kecil.
Dimulai dengan 8 mol NO.
21
= 14
Karena NO menghasilkan NO2 dalam jumlah yang lebih kecil, jadi yang menjadi
pereaksi pembatas adalah senyawa NO. Dalam stoikiometri pereaksi pembatas
adalah tahap 1. Selanjutnya penentuan jumlah reaktan dan produk.
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
22
BAB V METODE PENELITIAN
23
24
Kemungkinan
Nomor
Konsep Jawaban benar jawaban
Soal
miskonsepsi
1 cIII aI/bII
Persamaan reaksi setara
8 bII cI/aIII
2 aI bII/cIII
Persamaan ion lengkap
9 cII aIII/bI
3 bIII aII/cI
Persamaan ion bersih
10 aII bIII/cI
4 aIII bII/cI
Koefisien reaksi
11 bI aII/cIII
6 bII aIII/cI
Ukuran kation
13 aIII bI/cII
7 aI bIII/cII
Ukuran anion
14 cIII aII/bI
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas
ditetapkan berdasarkan penilaian dan pertimbangan 2 dosen bidang studi kimia FKIP
Unsyiah. yaitu Drs. Rusman, M.Si dan Dr. Ibnu Khaldun, M.Si. Dari perhitungan
diperoleh rata-rata persentase skor 2 sebesar 92,86%. Oleh karena itu instrument
25
penelitian dinyatakan valid dan layak digunakan. Pemberian skor 2 untuk setiap
butir soal yang susunan kalimatnya sudah komunikatif dan mengandung konsep
yang akan diukur.
Uji reliabilitas dilakukan pada tanggal 3 dan 4 Nopember 2011 pada
mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah Kajian Buku Ajar Kimia 2,
sebanyak 3 kelas. Metode yang digunakan untuk mengetahui reliabilitas tes dalam
penelitian ini adalah belah dua genap ganjil. Hasil korelasi menggunakan rumus
produk moment adalah 0,82. Harga rxy = 0,800 1,00 adalah sangat tinggi (Riduwan,
2003:228)
Tes identifikasi kesalahan konsep yang diberikan pada mahasiswa FKIP
Unsyiah pada tanggal 11 Nopember 2011. jam 14.00- 15.00 WIB. Analisis
dilakukan untuk mengetahui kesalahan konsep yang dialami oleh mahasiswa pada
level mikroskopis. Apabila mahasiswa menjawab benar pada bagian pertama
(option) dan menjawab salah pada bagian kedua secara konsisten untuk beberapa
soal dengan konseptual yang sama maka mahasiswa tersebut dapat diidentifikasi
sebagai mahasiswa yang mengalami kesalahan konsep khususnya pada materi
persamaan reaksi level mikroskopis (Peterson et al, 1986).
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
26
27
: jawaban mahasiswa
74% mahasiswa ditemukan belum memahami konsep dan hanya 22% yang telah paham
konsep persamaan ion bersih.
: jawaban mahasiswa
Pada konsep ini ditemukan sebanyak 54% mahasiswa belum paham dan hanya 38%
mahasiswa yang sudah paham.
26
27
: jawaban mahasiswa
74% mahasiswa ditemukan belum memahami konsep dan hanya 22% yang telah paham
konsep persamaan ion bersih.
: jawaban mahasiswa
Pada konsep ini ditemukan sebanyak 54% mahasiswa belum paham dan hanya 38%
mahasiswa yang sudah paham.
7.1 Simpulan
7.2 Saran
29
DAFTAR RUJUKAN
Birk, J.P. & Kurtz, M.J. 1999. Effect of Experience on Retention and Elimination of
Misconceptions about Molecular Structure and Bonding. Journal of
Chemical Education, 76(1): 124-128.
Chang, R., 2005. Chemistry. Boston, MgGraw Hill Higher Education.
Effendy. 2006. Teori VSEPR Kepolaran, dan Gaya Antarmolekul Edisi 2. Malang:
Bayumedia
Effendy. 2008. Ikatan Ionik dan Cacat cacat pada Kristal Ionik edisi 2. Malang:
Bayumedia
Gabel, D.L , Samuel, K.V. & Hunn. 1987. Understanding the Particulate Nature of
Matter. Journal of Chemical Education, 64(8): 695-697.
Nakhleh, M.B. 1992. Why Some Students Dont Learn Chemistry. Journal of
Chemical Education, 69(3):191-195.
Peterson, R.F., Treagust, D.F & Garnett, P. 1986. Identification of Secondary
Students Misconceptions of Covalent Bonding and Structure Concepts
Using a Diagnostic Instrument. Research in Science Education, 16: 40-48.
Pikoli, M. 2003. Kajian Kesalahan Konsep dalam Materi Ikatan Kovalen
Mahasiswa Program Studi pendidikan Kimia FKIP Universitas Haluoleo.
Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Pinarbasi,T., Sozbilir, M. & Canpolat, N. 2009.Prospective Chemistry Teachers
Misconceptions about Colligative Properties: Boiling Point Elevation and
Freezing Point Depression, Chem.Educ.Res.Pract.10, 273-280
Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistik. Bandung: Alfabeta.
Treagust, D.F. 1988. Development and Use of Diagnostic tests to Evaluate Students
Misconceptions in Science. International Journal of Science Education,
10(2): 159-169.
30