Anda di halaman 1dari 5

Pulau Weh atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pulau Sabang terletak di kawasan paling barat

di Indonesia. Terletak di sebelah utara pantai barat provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, kurang
lebih 35 mil dari ibukota provinsi, Banda Aceh. Penduduk pulau ini berjumlah kurang lebih 24 ribu
jiwa. Mata pencaharian mayoritas penduduk setempat adalah nelayan dan pegawai negeri.
Beberapa tempat tujuan pariwisata di pulau ini antara lain adalah Iboih, Keuneukai, Gapang,
Ujong Kareung dan tempat pemandian air hangat Anoi Itam serta pantai sumur tiga. Taman laut di
pulau ini memiliki terumbu karang yang mengelilingi pulau kecil bernama Rubiah. Taman rekreasi
Iboih terletak di pantai barat pulau Weh. Taman tersebut memiliki hutan pantai dan hutan tropis
dataran rendah. Di daerah Ukong Murong (daerah sekitar Iboih), terdapat sebuah gunung berapi
kecil, air terjun dan gua yang dihuni oleh burung, kelelawar dan ular. Selain Keindahan bahari,
Pulau Weh memiliki tugu NOL Kilometer. Titik kilometer nol yang terdapat di pulau Weh ini
sebenarnya bukanlah merupakan titik paling barat Indonesia. Pulau yang terletak di ujung paling
barat Indonesia adalah Pulau Rondo. Namun dikarenakan pulau Rondo tidak berpenghuni, maka
tugu kilometer nol dibangun di pulau Weh.

Selamat Datang di Pulau Sabang

Kota Sabang terletak di pulau ini. Di pulau ini juga terdapat tugu kilometer nol sebagai tanda
kilometer nol sebagai hasil pengukuran dari Badang Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Tugu ini terletak di ujung barat pulau Weh dan diresmikan Wakil Presiden Try Sutrisno pada
tanggal 9 September 1997. Posisi tugu berada di atas bukit yang tubirnya berada persis di tepi
laut, 29 km dari pusat kota Sabang. Atau tepatnya, tugu itu berada di desa Iboih, kecamatan
Sukakarya Ujung Ba'u. Dari titik kilometer nol ini, seseorang bisa langsung melihat ke laut lepas.
Dapat dilihat juga tiga buah pulau kecil yang sebelum tsunami merupakan satu kesatuan. Pada
tahun 1970-an, pemerintah menetapkan Sabang sebagai salah satu pelabuhan bebas bea (free
trade zone) di Indonesia dan hal ini sempat membuka kegiatan di Sabang menjadi marak kembali.
Namun pada tahun 1986 status Sabang sebagai pelabuhan bebas bea dihapuskan dan kota ini
kembali menjadi kota nelayan. Sesuai dengan informasi yang saya terima dari penduduksekitar
satu-satunya kegiatan ekonomi, selain penangkapan ikan (nelayan), yang terdapat di Pulau Weh
adalah kerajinan perabotan dari rotan.

Untuk menuju Pulau Sabang, di tempuh dengan jarak ± 45 Menit dari Dermaga Ule Lheu Kota
Banda Aceh, dengan menggunakan Kapal Cepat dengan ,jam keberangkatan adalah jam 09.00
(Kapal Pulo Rondo) dan jam 15.00 (Kapal Baruna Duta) dengan tarif Ekonomi : Rp.60.000 dan VIP
Rp. 75.000. Atau bisa juga dengan Kapal Lambat KMP BRR dengan Biaya 25.000 Untuk kelas
Ekonomi dan 40.000 Kelas VIP. kalau saya milih yang ekonomi, lebih murah dan bisa di Dak
Kapal. Lebih asik menikmati suasana perjalanan. Dengan KMP BRR perjalanan di Tempuh sekitar 2
Jam. Setiba di Balohan (Dermaga Pulau Sabang), sudah menunggu beberapa angkutan umum
seperti taxi dan ompengan lain, untuk menuju kota sabang, perorang akan di pungut biaya
sebesar Rp. 30.000 kita akan diantar ke lokasi yang akan kita tuju. Untuk yang baru pertama kali
ke pulau ini, tidak usah kuatir, pengendara akan mengantar anda ke Hotel di pusat kota atau
tempat lain sesuai dengan keinginan kita. Tentu akan ada renegosiasi ulang untuk ongkos
antarnya.

Objek Wisata Pantai Gapang

Panorama Pantai Sumur 3

Keindahan Pantai Iboih


 

Pulau Weh (atau We) adalah pulau vulkanik kecil yang terletak di barat laut Pulau Sumatra. Pulau ini
pernah terhubung dengan Pulau Sumatra, namun kemudian terpisah oleh laut setelah meletusnya
gunung berapi terakhir kali pada zaman Pleistosen.[1] Pulau ini terletak diLaut Andaman. Kota
terbesar di Pulau Weh, Sabang, adalah kota yang terletak paling barat di Indonesia.

Pulau ini terkenal dengan ekosistemnya. Pemerintah Indonesia telah menetapkan wilayah sejauh
60 km² dari tepi pulau baik ke dalam maupun ke luar sebagai suaka alam. Hiu bermulut besar dapat
ditemukan di pantai pulau ini. Selain itu, pulau ini merupakan satu-satunya habitat katak yang
statusnya terancam, Bufo valhallae (genus Bufo). Terumbu karang di sekitar pulau diketahui sebagai
habitat berbagai spesies ikan.

Daftar isi

  [sembunyikan] 

 1 Geografi

 2 Penduduk

 3 Ekonomi

 4 Ekosistem

 5 Lihat pula

 6 Referensi

 7 Pranala luar
Geografi[sunting | sunting sumber]

Pemandangan ke arah Danau Aneuklaot di atas Sabang, Pulau Weh. Foto koleksi Tropenmuseum Amsterdam.
Pulau Weh terletak di Laut Andaman, tempat 2 kelompok kepulauan, yaitu Kepulauan
Nikobar dan Kepulauan Andaman, tersebar dalam satu garis dari Sumatra sampai lempeng Burma.
Laut Andaman terletak di lempeng tektonik kecil yang aktif. Sistem sesar yang kompleks
dankepulauan busur vulkanik telah terbentuk di sepanjang laut oleh pergerakan lempeng tektonik.[2]

Pulau ini terbentang sepanjang 15 kilometer (10 mil) di ujung paling utara dari Sumatra. Pulau ini
hanya pulau kecil dengan luas 156,3 km², tetapi memiliki banyak pegunungan. Puncak tertinggi pulau
ini adalah sebuah gunung berapi fumarolik dengan tinggi 617 meter (2024 kaki).[1]Letusan terakhir
gunung ini diperkirakan terjadi pada zaman Pleistosen. Sebagai akibat dari letusan ini, sebagian dari
gunung ini hancur, terisi dengan laut dan terbentuklah pulau yang terpisah.

Di kedalaman sembilan meter (29,5 kaki) dekat dari kota Sabang, fumarol bawah laut muncul dari
dasar laut.[3] Kerucut vulkanik dapat ditemui di hutan. Terdapat 3 daerah solfatara: satu terletak 750
meter bagian tenggara dari puncak dan yang lainnya terletak 5 km dan 11,5 km bagian barat laut dari
puncak di pantai barat teluk Lhok Perialakot.

Terdapat empat pulau kecil yang mengelilingi Pulau Weh: Klah, Rubiah, Seulako, dan Rondo. Di


antara keempatnya, Rubiah terkenal sebagai tempat pariwisata menyelam karena terumbu
karangnya. Rubiah menjadi tempat persinggahan warga Muslim Indonesia yang melaksanakan haji
laut untuk sebelum dan setelah ke Mekkah.[4]

Penduduk[sunting | sunting sumber]
Pulau Weh merupakan bagian dari provinsi Aceh. Sensus tahun 1993 menunjukan terdapat 24.700
penduduk di pulau ini.[5] Mayoritas dari populasi tersebut adalah suku Aceh dan
sisanya Minangkabau, Jawa, Batak, dan Tionghoa.[6] Tidak diketahui kapan pulau ini pertama kali
dihuni. Islam adalah agama utama, karena Aceh adalah provinsi khusus yang menetapkan
hukum Syariah. Namun, terdapat beberapa orang Kristen dan Buddha di pulau ini. Mereka
kebanyakan bersuku Jawa, Batak, dan Tionghoa.

Pada tanggal 26 Desember 2004 gempa bawah laut yang besar (9 skala Richter) terjadi di Laut
Andaman. Gempa ini memicu terjadinya serangkaian tsunami yang menewaskan sedikitnya 130.000
orang di Indonesia.[7] Pengaruh terhadap pulau Weh relatif kecil,[8] tetapi tidak diketahui berapa
banyak penduduk dari pulau itu yang tewas akibat gempa tersebut.

Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Lukisan pelabuhan Sabang tahun 1910.

Perekonomian Pulau Weh sebagian besar didominasi oleh agrikultur. Hasil utamanya


adalah cengkeh dan kelapa.[6] Tempat pembiakan ikan berskala kecil berada di wilayah tersebut, dan
nelayan secara besar-besaran menggunakan peledak dan sianida dalam memancing. Oleh sebab itu,
semenjak tahun 1982, suaka alam dibentuk oleh pemerintah Indonesia yang termasuk 34 km² di
daratan dan 26 km² di sekitar lautan.[5]
Dua kota utama di pulau ini adalah Sabang dan Balohan. Balohan adalah pelabuhan kapal feri yang
bertugas sebagai penghubung antara pulau Weh dan Banda Aceh di daratan Sumatra. Sabang
merupakan dermaga penting semenjak akhir abad ke-19, karena kota ini merupakan pintu masuk
ke selat Malaka.

SS Sumatra berlabuh di Sabang tahun 1895

Sebelum terusan Suez dibuka tahun 1869, kepulauan Indonesia dicapai melalui Selat


Sunda dariAfrika. Dari terusan Suez, jalur ke Indonesia lebih pendek melalui Selat Malaka. Karena
kealamian pelabuhan dengan air yang dalam dan dilindungi dengan baik, pemerintah Hindia
Belanda memutuskan untuk membuka Sabang sebagai dermaga.

Pada tahun 1883, dermaga Sabang dibuka untuk kapal berdermaga oleh Asosiasi Atjeh.[9] Awalnya,
pelabuhan tersebut dijadikan pangkalan batubarauntuk Angkatan Laut Kerajaan Belanda, tetapi
kemudian juga mengikutsertakan kapal pedagang untuk mengirim barang ekspor dari Sumatra utara.

Setiap tahunnya, 50.000 kapal melewati Selat Malaka.[10] Pada tahun 2000, pemerintah Indonesia
menyatakan Sabang sebagai Zona Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk mendapatkan
keuntungan dengan mendirikan pelabuhan tersebut sebagai pusat logistik untuk kapal luar negeri
yang melewati selat itu.[11] Prasarana untuk dermaga, pelabuhan, gudang dan fasilitas untuk mengisi
bahan bakar sedang dikembangkan.

Pulau Weh juga terkenal dengan ekoturismenya. Menyelam, mendaki gunung berapi dan resor pantai
adalah daya tarik utama dari pulau ini. Desa kecil Iboih, dikenal sebagai lokasi untuk berenang di
bawah laut. Beberapa meter dari Iboih adalah Rubiah, yang dikenal dengan terumbu karangnya.[12]

Ekosistem[sunting | sunting sumber]
Selama tahun 1997-1999, Conservation International melakukan survei terhadap terumbu karang di
wilayah tersebut.[5] Menurut survei, keanekaragaman terumbu relatif sedikit, tetapi keanekaragaman
spesies ikan sangat besar. Beberapa spesies ditemukan selama survey termasuk di
antaranya Pogonoperca ocellata, Chaetodon gardneri, Chaetodon xanthocephalus,Centropyge
flavipectoralis, Genicanthus caudovittatus, Halichoeres cosmetus, Stethojulis albovittatus, Scarus
enneacanthus, Scarus scaber dan Zebrasoma desjardinii.[5]
Gempa bumi di sekitar Aceh dan Laut Andaman tahun 2004

Pada 13 Maret 2004, spesimen langka dan tidak biasa dari spesies hiu bermulut besar, terdampar di
pantai Gapang.[13] Hiu bermulut besar memiliki mulut besar yang khas, hidung yang sangat pendek
dan lebar. Spesimen tersebut merupakan penemuan yang ke-21[13] (beberapa mengatakan ke-23[14])
dari spesiesnya sejak penemuannya pada tahun 1976. Hiu jantan yang berukuran panjang 1,7 meter
(5,58 kaki) dan memiliki berat 13,82 kg (30,5 pon) yang membeku dikirim ke Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk penelitian lebih lanjut. Sampai tahun 2006, hanya terdapat 36
penemuan hiu bermulut besar di Samudra Pasifik, Hindia, dan Atlantik.[15]

Gempa bumi dan tsunami tahun 2004 memengaruhi ekosistem di pulau tersebut.[16] Di desa Iboih,
petak tanaman bakau yang besar hancur. Puing dari daratan ditumpuk di karang-karang sekitarnya
sebagai akibat tsunami. Pada tahun 2005, sekitar 14.400 bibit bakau ditanam kembali untuk
menyelamatkan hutan bakau tersebut.[17]

Selain daripada ekosistem bawah laut, pulau Weh merupakan satu-satunya habitat dari spesies katak
yang terancam, bernama Bufo valhallae (genus "Bufo").[18] Spesies ini hanya dapat diketahui dari
ilustrasi dari pulau ini. Karena penggundulan hutan di pulau Weh, populasi dari spesies tersebut tidak
pasti.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

 Daftar gunung berapi di Indonesia


 Daftar pulau terluar Indonesia
Referensi[sunting | sunting sumber]

1. ^ a b c "Pulau Weh". Global Volcanism Program. Smithsonian Institution. Diakses 2006-11-16.

2. ^ Curray, J.R. (2005). "Tectonics and history of the Andaman Sea region". Journal of Asian Earth Sciences 25(1): 187–

232. doi:10.1016/j.jseaes.2004.09.001.

3. ^ "Pulau Weh Volcano, Indonesia". John Seach, an Australian volcanologist. Diakses 2006-11-23.

4. ^ "W

Anda mungkin juga menyukai