Anda di halaman 1dari 9

KEMENTERIAN PERTANIAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN


JALAN HARSONO RM NOMOR 3 PASAR MINGGU, JAKARTA 12550
KOTAK POS 1180/JKS, JAKARTA 12011
Telp. (021) 7815580-83, 7810090, 78847319 Fax. (021) 7815581-83, 78847319
Website : http://ditjenpkh.pertanian.go.id

Nomor : 02033/PK.310/F/03/2022 02 Maret 2022


Sifat : Penting
Lampiran : 1 Lembar
Hal : Surat Edaran Tindak Lanjut
Penetapan Wabah Lumpy Skin Disease (LSD) di
Prov. Riau

Kepada Yth.
(daftar terlampir)
di
Tempat
Menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 242./Kpts/PK.320/M/03/2022, tanggal
2 Maret 2022 tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Kulit Berbenjol Lumpy Skin Disease
(LSD) di Provinsi Riau (Kepmentan terlampir). Berdasarkan hal tersebut diatas, bersama ini
disampaikan beberapa hal yang harus segera ditindaklanjuti sebagai berikut:
A. Untuk Provinsi Riau yang ditetapkan sebagai daerah wabah sebagaimana Keputusan
Menteri Pertanian sebagaimana tersebut diatas, harus melakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut:

1. Gubernur atau Bupati/walikota dalam jangka waktu paling lambat 1 X 24 jam (satu kali
dua puluh empat jam) sejak ditetapkan suatu daerah Wabah oleh Menteri harus segera
melakukan penutupan wilayah dari lalu lintas dan produk hewan rentan (sapi,kerbau).
(amanat PP.47/2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan).

2. Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan atau otoritas veteriner
di kabupaten/kota agar melakukan tindakan pengendalian dan penanggulangan wabah
penyakit berupa:
a. Untuk mencegah semakin menyebar meluasnya kasus agar mengisolasi ternak yang
sakit atau terduga sakit, tidak dipindahkan/ diperdagangakan/ diperjualbelikan
(standstill order);
b. Melakukan tindakan vaksinasi, pemberian pengobatan obat supporting, antihistamin,
dan vitamin pada hewan rentan serta pengendalian vektor mekanis.
c. Pembuangan dan pemusnahan (Disposal) terhadap produk hewan yang
terkontaminasi dan material lain yang terinfeksi;
d. melakukan pengawasan lalu-lintas ternak sapi/kerbau dan produknya dari peternakan
atau lokakasi wabah;
e. Melakukan pemetaan lokasi wabah untuk bisa menetapkan zona tertular, zona control
dan zona surveilans;
f. Pembuatan posko respon cepat dalam rangka pelaporan, penanganan wabah seta
pengawasan lalu-lintas ternak sapi/kerbau dan produknya;
g. Disinfeksi (fasilitas, peralatan dan bahan lainnya) dan dekontaminasi;
h. tindakan penerapan biosekuriti peternakan (farm);
i. pengendalian vektor mekanis (lalat, nyamuk, caplak) dengan penyemprotan
insektisida untuk meminimalkan penularan virus secara mekanis;
j. Peningkatan surveilans (penelusuran dan surveilans untuk menentukan sumber
penularan infeksi);
k. Melarang pemasukan/perdagangan/jual beli ternak sapi/kerbau dan produknya dari
wilayah yang sedang ada kasus atau dugaan LSD.
l. Menghimbau kepada masyarakat/peternak untuk mengkandangkan ternaknya dan
tidak melepas ternak di padang pengembalaan untuk mencegah semakin meluas
kasus melalui kontak vektor mekanis dan melakukan penerapan biosecurity dan
pengendalian vektor mekanis.

3. Tindakan pelaporan, investigasi wabah, pengambilan dan pengiriman sampel, disposal,


dekontaminasi/desinfeksi, dan biosecurity farm yang sesuai dengan standard operating
procedur (SOP) di dalam pedoman rencana kontinjensi / Kesiapsiagaan Darurat Veteriner
Indonesia (KIATVETINDO) LSD dari Kementerian Pertanian.

4. Gubernur dan Bupati/walikota wajib mengalokasikan anggaran dalam pengendalian dan


penanggulangan wabah penyakit LSD baik melalui APBD I. APBD I atau serta sumber
anggaran lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

B. Wilayah di Provinsi Riau yang masih berstatus bebas penyakit Lumpy Skin Disease (LSD)
dan berbatasan langsung dan/atau memiliki lalulintas darat dengan wilayah Provinsi Riau
untuk sapi/kerbau dan produk hewan asal sapi/kerbau, harus melakukan tindakan:

1. Pengamatan dan pengidentifikasian


a. Mengidentifikasi kantung-kantung populasi peternakan sapi di masing-masing
kabupaten dan menyiapkan data hasil Identifikasi ke Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan (PKH);
b. Melakukan profiling (peternak, pedagang, penjual dan pengepul ternak sapi dan
kerbau) dan pemetaan risiko untuk wilayah sentra peternakan ternak sapi dan kerbau
serta membuat jalur risiko (Risk Pathways) lalu lintas ternak sapi/kerbau dan
produknya antar wilayah agar mempermudah melakukan deteksi dan respon dini;
c. Melakukan surveilans berbasis risiko untuk mendeteksi dini LSD;
d. Melaksanakan pengujian sampel terduga LSD yang dilakukan bekerjasama dengan
BVet Bukittinggi, BVet Medan dan BVet Lampung, BBlitvet;

2. Pencegahan
a. Pengawasan lalu lintas ternak sapi/kerbau dan produknya dari daerah tertular;
b. Melakukan pendampingan dan pembinaan kepada peternak sapi/kerbau;
(i) Berkomunikasi dan berkoordinasi dengan OPD Dinas
Kabupaten/Kota/Provinsi yang membidangi fungsi kesehatan
hewan/peternakan dan Balai Besar/Balai Veteriner (BBVet/BVet) di wilayah
kerjanya untuk surveilan deteksi dini, investigasi wabah dan pengambilan
specimen;
(ii) Untuk melaporan segera jika ada kasus kecurigaan LSD pada ternak
sapi/kerbaunya ke Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan
Hewan setempat;
(iii) Mengimplementasikan praktik dan penerapan prinsip-prinsip biosekuriti di
peternakan sapi/kerbau
c. Meningkatkan kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), kepada pemilik,
penggembala, pedagang, penjual dan pengepul ternak sapi/kerbau dengan populasi
ternak tinggi tentang bahaya dan kerugian akibat LSD dan upaya pencegahan dan
pengendalian LSD; penerapan biosekuriti; kontrol vektor; pelarangan membeli
sapi/kerbau dari wilayah yang sedang ada kasus LSD, dengan bahan KIE.

3. Pengamanan penyakit hewan;


a. Merespon setiap laporan kasus kesakitan ternak sapi/kerbau dengan kecurigaan
LSD;
b. Melaporkan kasus kesakitan ternak sapi dengan kecurigaan LSD ke ISIKHNAS;
c. Meningkatkan partisipasi aktif dan keterlibatan petugas lapang dalam melakukan
pelaporan ke iSIKHNAS.

C. Petugas Karantina Hewan wajib melakukan pengawasan maksimum media pembawa


penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) di tempat pemasukan dan tempat pengeluaran sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Demikian disampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan terima kasih.

Direktur Jenderal

Dr. Ir. Nasrullah, M.Sc.


NIP. 196602231993031001

Tembusan:
1. Menteri Pertanian Republik Indonesia;
2. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian;
3. Kepala Badan Karantina Pertanian;
Lampiran.
Nomor : 02033/PK.310/F/03/2022
Tanggal : 02 Maret 2022

Kepada Yth.

1. Gubernur Provinsi Riau;


2. Gubernur Provinsi Kepulauan Riau;
3. Gubernur Provinsi Sumatera Utara;
4. Gubernur Provinsi Sumatera Selatan;
5. Gubernur Provinsi Sumatera Barat;
6. Gubernur Provinsi Aceh;
7. Gubernur Provinsi Lampung;
8. Gubernur Provinsi Bangka Belitung;
9. Gubernur Provinsi Bengkulu;
10. Gubernur Provinsi Jambi;
11. Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau;
12. Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, Peternakan, dan Perikanan Kab. Indragiri
Hulu;
13. Kepala Dinas Peternakan Kab. Pelalawan;
14. Kepala Dinas Peternakan Kab. Kampar;
15. Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Dumai.
16. Kepala Dinas Dinas Peternakan Kab. Kuantan Singingi
17. Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Kab. Indragiri Hilir;
18. Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kab. Siak
19. Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Rokan Hulu;
20. Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Bengkalis;
21. Kepala Dinas Peternakan Kab. Rokan Hilir;
22. Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Kab. Kepulauan Meranti;
23. Kepala Dinas Pertanian Kota Pekanbaru;

Anda mungkin juga menyukai