Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM

HASIL HUTAN BUKAN KAYU


OBSERVASI PRODUKSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU

OLEH:

SEFEARIFIN ZEGA
CCA 117 006

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2018
I. PEMBAHASAN

1.1 Riwayat Industri


Industri pembuatan kerjinan tangan hasil hutan bukan kayu terletak di Jl.
Kapuas Seberang I, Kelurahan Dahirang Kecamatan Kapuas Hilir Kabupaten
Kapuas. Industri ini dikelola oleh dua keluarga yang merupakan kakak beradik.
Selain mengelola industri sendiri, mereka juga membuka toko masing-masing
tenpat penjualan hasil kerajinan tersebut.

Gambar 1. UD. Erwin Gambar 2. UD. Souvenir Antik


UD. Erwin merupaka salah satu usaha penghasil kerajinan tangan hasil
hutan bukan kayu yang berdiri sejak 1984. Usaha ini didirikan oleh sebuah
keluarga yang melakuka produksi sendiri. Untuk melakukan produksi usaha ini
mendapat bahan baku dari Pangkalan Bun. Namun, istri dari pemilik usaha ini
mengatakan bahwa sejak 10 tahun terakhir usaha ini berhenti untuk memproduksi
kerajinan tangan hasil hutan bukan kayu karena bahan baku tidak dapat ditemukan
lagi di daerah Pangkalan Bun. Hal ini dipengaruhi oleh pembukaan lahan kelapa
sawit yang hampir secara menyeluruh daerah tersebut.
Sedangkan UD. Souvenir Antik merupakan usaha yang dikelola oleh
saudara kandung dari pemilik UD. Erwin. Pemilik usaha ini bernama Edi
Bambang. Pak Edi telah menggeluti usaha ini sejak 1971 silam. Menurut
informasi dari pemilik usaha, bahan baku yang di dapat berasal dari beberapa
daerah yakni Kandui, Muara Teweh, dan Pangkalan Bun. Usaha ini memiliki
karyawan sebanyak 25 orang.
1.2 Proses Produksi
Untuk memproduksi kerajinan ini, bahan yang diperlukan adalah rotan
dan getah nyatu serta air panas. Sedangkan alat yang dibutuhkan dala proses
pembutannya adalah kompor ringing dengan cara pengambilan bahan baku
dilakukan dengan ditebang, dikuliti, dan dipukuli. Pemukulan pada bahan baku
yang diperoleh bertujuan untuk mendapatkan getah yang lebih banyak.
Awalnya, bahan baku yang sudah di dapat terlebih dahulu dimasak atau
direbus dengan air lalu dibersihkan menggunakan air. Setelah itu, bahan yang
telah dimasak tadi dan menjadi lembek lalu diinjak dibentuk dengan pola
membulat dan melakukan pewarnaan menggunakan pewarna kesumba kue
(pewarna). Selanjutnya, untuk merekatkan digunakan air panas untuk membentuk
produk dengan keadaan bahan baku sudah bersih. Biasanya pembuatan produk
dilakukan di rumah masing-masing karyawan dan membutuhkan waktu
pengerjaan sekitar 2-10 hari.

1.3 Hasil Produksi


Adapun hasil produksi yang telah jadi adalah berbagai macam souvenir
seperti tameng, mandau, gantungan kunci, tas, kapal pajangan, sumpit, tombak,
lunju, dan talawang.

Gambar 3. Lawung Gambar 4. Kapal Pajangan

Gambar 5. Mandau Gambar 6. Tameng


Gambar 7. Tudung Gambar 8. Replika patung Prajurit Dayak

Salah satu hal yang menarik untuk dibahas adalah bentuk kapal pajangan
yang memiliki bentuk kepala naga (ciri bangsa Cina) pada ujungnya. Sedangkan
pada kenyataannya, lambang khas suku dayak merupakan gambar kepala burung
tingang. Setelah yang punya usaha diwawancara, informasi yang didapat ialah
perubahan kepala burung menjadi kepala naga pada pajangan kapal ialah besarnya
permintaan pasar dengan bentuk kepala naga. Hal ini tidak dapat dipungkiri
supaya mendapat keutungan yang lumayan.
Pada umumnya, corak kepala burung pada kapal memiliki arti tersendiri.
Arti tersebut sudah lama menjadi tradisi suku Dayak sejak dahulu kala. Menurut
mereka bahwa burung akan membawa roh orang yang sudah mati. Dengan begitu,
kapal atau perahu yang dibuat terdapat bentuk kecil dari Sandung (tempat
menaruh tulang-tulang orang yang sudah mati).

1.4 Pemasaran
Pemasaran hasil produksi dari hasil hutan bukan kayu ini dilakukan di
berbagai daerah. Biasanya hasil produksi ini didistribusikan di beberapa tempat
seperti Martapura, Banjarmasin, Samarinda bahkan sampai ke daerah Jakarta.
Harga 1 kg getah nyatu berkisar Rp200.000. Dari hasil penjualan
produksi ini, karyawan dapat memperoleh upah sebesar Rp5.000.000/bulan.
Sedangkan, pengelola atau pemiliknya dapat meraih keuntungan sebesar
Rp40.000.000/bulan.
II. PENUTUP

2.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan setelah observasi adalah sebagai berikut:
1. Hasil Hutan Bukan Kayu memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
2. Terhambatnya produktivitas pembuatan kerajinan tangan di Kecamatan
Kapuas Hilir dikarenakan peralihan lahan menjadi lahan kelapa sawit
dibeberapa tempat sehingga bahan baku sulit untuk didapatkan.

2.2 Saran
Dalam menanggulangi terhambatnya prduktivitas hasil hutan bukan kayu
ini, ada baiknya pemerintah mengambil langkah tepat dengan merancang atau
melakukan suatu tindakan supaya usaha yang memanfaatkan hasil hutan bukan
kayu dapat memiliki produktivitas secara berkelanjutan.

Sumber : (https://www.zegahutan.com)

Anda mungkin juga menyukai