Bambang Endroyo Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang
(UNNES) Gedung E4, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Telp/fax. (024) 8508102
Abstract: Implementation of Occupational Health and Safety (K3), especially in the construction sector was still
bad. K3 in Indonesia is have the lowest rank in Asean. Various efforts have been made by government to reduce
occupational accidents to a minimum as possible. Accidents often occur were mostly caused by human factors,
about 85%. Construction Safety Implementation in the field depends on the attitude and the behavioral of the
participant of construction services. The attitude of K3 depends on many factors, among others - which will be
studied through this research - are: education, experience, certification, and corporate commitment. From these
various factors, educational factors correlated 0.30 (significance: 0.048) contribute to attitude of K3 , and was
another factor correlations were not significant. All these factors have only to give efectif contribution about to
0.213 (21.3%) of the attitude factor K3. It means that about of 78.7% which can not be explained and is a problem
to be studied again.
Abstrak: Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terutama di sektor konstruksi masih
memprihatinkan. K3 di Indonesia masih menduduki urutan terbawah di Asean. Berbagai upaya telah dilakukan
oleh pemerintah untuk menekan kecelakaan kerja menjadi se minimal mungkin. Kecelakaan yang sering terjadi
banyak diakibatkan oleh faktor manusia (human factor) yaitu sebesar 85%. Pelaksanaan K3 Konstruksi di
lapangan sangat tergantung dari sikap dan perilaku para pelaku jasa konstruksi. Sikap K3 sangat tergantung dari
banyak faktor, antara lain yang akan diungkap melalui penelitian ini adalah: pendidikan, pengalaman, sertifikasi,
dan komitmen perusahaan. Dari berbagai faktor tersebut, faktor pendidikan mempunyai korelasi 0,30 (signifikansi:
0,048) terhadap sikap K3, sedang faktor lainnya korelasinya tidak signifikan. Semua faktor tersebut hanya
memberi memiliki sumbangan efektif sebesar 0,213 (21,3%) terhadap faktor sikap K3. Hal itu menunjukkan
bahwa masih ada 78,7 % yang belum dapat dijelaskan dan merupakan masalah yang masih harus diupayakan
jawabnya.
Salah satu sektor yang memiliki resiko kemanusiaan, dan kerugian sosial (Koehn,1995;
tinggi tentang kecelakaan adalah sektor Tang SL, 2004). Menurut Levitt (1993), kerugian
konstruksi. Di sektor ini, 60.000 pekerja finansial adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
Faktor-faktor Yang Berperan Terhadap Peningkatan Sikap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ...... – Bambang
Endroyo 111
perusahaan untuk korban selain yang
memiliki sikap yang positif terhadap K3 dan
ditanggung asuransi, berkurangnya produksi,
selanjutnya mereka akan berperilaku positif pula
dan turunnya reputasi perusahaan. Kerugian
terhadap usaha-usaha peningkatan K3.
kemanusiaan adalah penderitaan korban dalam
Selanjutnya, dengan peningkatan perilaku K3
kaitan dengan luka, cacat, ketakutan, hilangnya
para pelaku jasa konstruksi,, akan didapat hasil
mata pencarian dan seterusnya. Kerugian sosial,
kerja konstruksi yang makin memenuhi syarat
adalah kerugian yang dipikul oleh masyarakat
keselamatan. Hal tersebut akan berdampak
antara lain bertambahnya beban pelayanan
kepada: (1) makin kecilnya angka kecelakaan
pemerintah seperti polisi, pemadam kebakaran,
khususnya di sektor konstruksi yang akan
layanan kesehatan, pengadilan, dan sebagainya.
menyumbang terhadap kecilnya angka
Oleh karena itu diperlukan peningkatan
kecelakaan secara nasional yang pada
perhatian, pemahaman dan pengembangan
muaranya akan menaikkan citra dunia terhadap
yang lebih serius di dalam keselamatan kerja,
pelaksanaan K3 di Indonesia. (2) kesejahteraan
agar dapat mengurangi kecelakaan kerja di
pekerja khususnya pekerja konstruksi makin
sektor konstruksi. Salah satu peningkatan yang
meningkat karena mereka lebih terjamin
akan dibahas di sini adalah tentang perilaku K3..
keselamatannya, yang pada muaranya dapat
Peningkatan perilaku K3 banyak meningkatkan produktivitas kerja serta efisiensi
tentang K3 yang cukup, seseorang akan diidentifikasikan adalah: (1) Tingginya angka
kecelakaan pada proyek konstruksi yang perlu pendidikan, tingkat pengalaman dan
perhatian dan penanganan secara sungguh- pelatihan, sertifikasi keahlian dan sertifikasi
bersumber karena perilaku K3 para pelaku jasa 2) Bagaimana sikap para pelaku jasa konstruk
konstruksi yang sekarang masih rendah (3) si di kota Semarang tentang K3?.
Rendahnya perilaku para pelaku jasa konstruksi 3) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
diduga bersumber dari rendahnya sikap positip sikap K3 bagi para pelaku jasa konstruksi di
sikap K3 bagi para pelaku jasa konstruksi (5) 4) Berapa besar kontribusi masing-masing faktor
peran dari faktor-faktor yang berperan secara 5) Bagaimana model (ideal) peningkatan sikap
diajukan pada penelitian ini adalah: Adapun lingkup penelitian ini adalah
1) Bagaimana potret para pelaku jasa konstruksi pada bidang: Teknik Sipil; peminatan:
di kota Semarang yang meliputi tingkat Manajemen Konstruksi; pada bidang kajian
TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Juli 2010, hal: 111 – 120
JURNAL 112
Manajemen Sumber Daya Manusia Jasa
maupun dalam jangka waktu panjang. Levitt
Konstruksi.
(1993) menyatakan bahwa keselamatan
dan kerugian lainnya (Efansyah, 2007). merupakan definisi yang lebih tepat karena (a)
keselamatan adalah bebas dari resiko buruk dapat diperbolehkan atau diterima dalam suatu
yang tak dapat diterima. Keselamatan dan kegiatan kerja dan (b) adanya perluasan lingkup
kesehatan kerja adalah kondisi dan faktor yang tinjauan, tidak hanya kepada pekerja/orang,
memberikan efek kesehatan dan kesejahteraan peralatan, dan lingkungan tetapi juga kepada
kerja. Selanjutnya The National Safety Council Konsep Penyebab Kecelakaan Konstruksi
pengendalian bahaya untuk mencapai suatu kan penyebab suatu kecelakaan, antara lain:
tingkat resiko yang dapat diterima. Suatu 1. Teori-teori individual, yang menganggap
bahaya digambarkan sebagai suatu aktivitas bahwa kecelakaan terjadi karena faktor
atau kondisi tak aman, yang jika tak individu pekerja. (a) The Accident-
terkendalikan dapat berperan terjadinya suatu Proneness Theory yang dikemukakan oleh
kecelakaan (Mitropoulos, 2005). Vernon pada tahun 1918 (Hinze, 1997). (b)
Selanjutnya, Suraji dan Bambang The Goals-Freedom-Alertness Theory
Endroyo (2009) menyatakan bahwa yang dikemukakan oleh Kerr pada tahun
ngaruhi respon seseorang terhadap semua terjadi reaksi berupa tindakan dalam bentuk
obyek (Thomas, 1979). Sikap adalah bentuk perubahan sikap, yang berarti bahwa stimulus
perasaan yang memihak (favourable) maupun telah diterima melalui proses perhatian,
tidak memihak (unfavourable) (Wikipedia, pengertian, dalam komponen kognisi dan afeksi.
Nasional Indonesia (1991) menyatakan bahwa perubahan sikap juga dipengaruhi oleh
sikap seseorang lebih banyak diperoleh melalui beberapa faktor penunjang dan faktor
proses belajar dari pada dengan pembawaan penghambat, antara lain: adanya harapan,
Sikap dapat dipelihara atau ditumbuhkan dan Dengan pengetahuan tentang K3 yang
dapat pula diperlemah. Ada tiga komponen cukup, seseorang akan memiliki sikap yang
yang terkandung dalam sikap yaitu komponen positif terhadap K3 dan selanjutnya ia akan
kognitif, komponen afektif dan komponen berperilaku positif pula terhadap usaha-usaha
komutatif. Komponen kognitif biasanya berupa peningkatan K3. Pembentukan sikap, seperti
kepercayaan, ide, konsep. Komponen afektif terlihat pada uraian di atas dipengaruhi pula
berupa perasaan, sedang komponen komutatif oleh banyak faktor. Oleh karena itu peranan
berupa kecenderungan bertingkah laku sesuai masing-masing faktor tersebut perlu diungkap
beberapa tahapan sebagai berikut. Tahapan 1. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat
pertama adalah stimulus disampaikan dan akan pendidikan dengan sikap K3 para pelaku
terjawab dengan adanya perhatian terhadap isi jasa konstruksi di kota Semarang
stimulus. Tahapan kedua terjadi suatu proses 2. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat
mengerti tentang konsep yang dibuat. Jika pengalaman dengan sikap K3 para pelaku
konsep ini tidak dimengerti maka tahap kedua jasa konstruksi di kota Semarang
Faktor-faktor Yang Berperan Terhadap Peningkatan Sikap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ...... – Bambang
Endroyo 115
3. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat
para praktisi yang bekerja pada perusahaan
sertifikasi dengan sikap K3 para pelaku jasa
konsultan dan praktisi yang bekerja pada
konstruksi di kota Semarang
kontraktor.
4. Ada korelasi yang signifikan antara
Adapun sampel penelitian ini diambil
komitmen perusahaan terdapap sikap K3
secara purposive sampel, artinya pengambilan
para pelaku jasa konstruksi di kota
sampel dengan alasan-alasan tertentu yang
Semarang
dikaitkan dengan kemampuan untuk memberi
5. Secara bersama-sama, tingkat pendidikan,
informasi yang relevan serta kedalaman data.
tingkat pengalaman, tingkat sertifikasi, dan
Walaupun sampel ini diambil purposive, namun
tingkat komitmen perusahaan mempunyai
tetap diusahakan dapat mewakili populasi
korelasi yang signifikan terhadap sikap K3
secara representatif. Agar diperoleh informasi
para pelaku jasa konstruksi di Semarang yang memadai, menurut Sukardi (2006), subyek
Dari tujuannya, jenis penelitian ini Waktu penelitian pada tahun 2008 dan
TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Juli 2010, hal: 111 – 120
JURNAL 116
Pengembangan Jasa Konstruksi) yang
data yang berhubungan dengan masalah
terregristasi, dan bukan sertifikat pelatihan.
penelitian.
5. Tingkat komitmen perusahaan adalah
2. Angket, yaitu menggunakan sejumlah
seberapa besar program perusahaan
pertanyaan untuk memperoleh informasi
terhadap program K3 yang dirasakan oleh
yang diperlukan dari responden. Angket ini
responden, antara lain implementasi
merupakan metode yang pokok dalam
peraturan dan undang-undang, pemberian
penelitian ini. Dalam hal ini akan dibuat
penghargaan dan hukuman, serta
angket berbentuk pilihan ganda, cek list,
diperolehnya sertifikasi perusahaan misalnya
maupun isian.
ISO 90001, ISO 14001, OHSAS 18001 dan
3. Observasi, yaitu mengamati pelaksanaan K3
lain-lain.
di proyek konstruksi. Metode ini untuk
3. Dilihat dari pelatihan yang diikuti, sebanyak bertindak untuk mau melaksanakan segala
29,7 % menyatakan sering mengikuti pelaksanaan kerja jasa konstruksi yang sesuai
pelatihan, 13,2% jarang mengikuti pelatihan, dengan ketentuan dan syarat keselamatan kerja
Faktor-faktor Yang Berperan Terhadap Peningkatan Sikap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ...... – Bambang
Endroyo 117
(K3). Dalam penelitian ini, sikap K3 dari pelaku
tentang pengertian K3 dan penerapan K3 di
jasa konstruksi di kota Semarang diukur dari
proyek konstruksi. Sedang metode kerja dipakai
pengetahuan tentang K3 dan metode kerja.
untuk mengukur kecenderungan bekerja dari
Yang termasuk dalam pengetahuan K3 adalah
responden sesuai dengan peraturan-peraturan
K3, yang menyangkut tentang pekerjaan sikap K3 yang menengah dan 0 % (tidak ada)
Dari analisis data, didapat hasil bahwa Namun ada hubungan yang signifikan
secara keseluruhan/bersama-sama, tidak ada antara tingkat pendidikan dengan sikap K3 para
hubungan yang signifikan antara faktor internal pelaku jasa konstruksi di Semarang. Hasil
pelaku jasa konstruksi (tingkat pendidikan, perhitungan, korelasi faktor pendidikan dengan
sikap K3 sebesar 0,300 (Sig: 0,048). Jadi
tingkat pengalaman, tingkat sertifikasi), dan
hipotesa nihil ditolak, dan hipotesa kerja
faktor eksternal (tingkat komitmen perusahaan)
diterima. Faktor-faktor internal yang lainnya
dengan sikap K3 para pelaku jasa konstruksi.
ternyata tidak ada hubungan yang signifikan
Hasil perhitungan F=1,690 (Sig: 0,184), R =
dengan sikap K3, bahkan kecenderungannya
0,461. Jadi hipotesis nol diterima dan hipotesa
negative. Hasil perhitungan mendapatkan angka
kerja ditolak.
korelasi berkisar dari -0,133 s/d -0,160 (dengan
Sig: 0,199 s/d 0,054). Jadi hipotesa nol diterima tidak ada hubungan yang signifikan antara
dan hipotesa kerja ditolak. Sedangkan faktor komitmen perusahaan dengan peningkatan
eksternal (yaitu komitmen perusahaan), hasil sikap pelaku jasa konstruksi di Jawa Tengah.
TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Juli 2010, hal: 111 – 120
JURNAL 118
Dilihat dari hubungan antar faktor:
sikap K3. Dengan kata lain masih banyak faktor
1. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat
yang berpengaruh terhadap sikap K3 yang
pendidikan pelaku jasa konstruksi dengan
belum dapat diidentifikasi.
sikap mereka terhadap K3, sebesar 0,300
(sig: 0,048)
Pembahasan
2. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat
Aspek internal para pelaku jasa
pendidikan pelaku jasa konstruksi dengan
konstruksi adalah: tingkat pendidikan, tingkat
tingkat sertifikasi yang dipunyai, sebesar
pengalaman, dan sertifikasi yang dimiliki.
0,323 (sig: 0,041).
Tingkat pendidikan para pelaku jasa konstruksi
3. Ada korelasi yang signifikan antara tingkat
di Semarang menunjukkan bahwa lebih dari
pengalaman pelaku jasa konstruksi dengan
66% telah berpendidikan S1. Hal itu menun-
tingkat sertifikasi mereka, sebesar 0,314
jukkan pula bahwa kualitas SDM kita telah
(Sig: 0,046)
menuju ke arah yang lebih baik. Selanjutnya
4. Ada korelasi yang signifikan antara
tingkat pengalaman merupakan variabel yang
komitmen perusahaan yang dirasakan oleh
berlaku apa adanya sesuai dengan kenyataan
para pelaku jasa konstruksi dengan pengala- yang ada. Adapun tentang sertifikat yang dimiliki,
man mereka,sebesar 0,480 (Sig: 0,004). terlihat bahwa lebih dari 85% pelaku jasa
5. Ada korelasi yang signifikan antara komit- konstruksi di Semarang telah memiliki sertifikat
men perusahaan yang dirasakan oleh para baik ketrampilan maupun keahlian.
pelaku jasa konstruksi dengan tingkat serti- Aspek eksternal para pelaku jasa kons-
fikasi yang dimiliki, sebesar 0,521(sig: 0,002). truksi dalam penelitian ini adalah komitmen
Adapun besarnya R2 adalah 0,213 perusahaan, yang meliputi penyediaan alat alat
berarti kesemua faktor-faktor tersebut di atas pelindung diri, sertifikasi perusahaan (OHSAS,
hanya dapat menjelaskan 21,3% saja terhadap ISO,SMK3 dll), penghargaan dan hukuman,
fasilitas kesehatan dan keikutsertaan dalam dimulai dari aspek pendidikan dan latihan.
memiliki komitmen yang tinggi dan 56,4% pengalaman, sertifikasi, komitmen perusahaan
kiranya masih perlu usaha agar lebih baik lagi. 0,213 (21,3%) terhadap faktor sikap K3. Hal itu
Dari semua variabel bebas yang diaju- menunjukkan bahwa masih ada 78,7 % yang
kan dalam penelitian ini, terlihat bahwa hanya belum dapat dijelaskan dan merupakan masalah
variable pendidikan dan latihan yang memiliki yang masih harus diupayakan jawabnya.
kolerasinya kecil (0,300). Hal ini sesuai dengan SIMPULAN DAN SARAN
penelitian, faktor pendidikan dan latihan meru- 1. Faktor pendidikan mempunyai peran yang
pakan isu penting untuk membangun budaya cukup signifikan terhadap sikap K3 pelaku
Faktor-faktor Yang Berperan Terhadap Peningkatan Sikap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ...... – Bambang
Endroyo 119
2. Faktor tingkat sertifikasi pelaku jasa
melalui aspek pendidikan.
konstruksi mempunyai korelasi yang
2. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk
signifikan baik terhadap tingkat pendidikan
mengungkap lebih jauh faktor-faktor lain
maupun tingkat pengalaman kerja mereka.
yang berperan terhadap sikap K3 para
3. Faktor tingkat sertifikasi juga mempunyai
pelaku jasa konstruksi di Semarang.
korelasi yang signifikan dengan komitmen
ILO-Jakarta (2006). Meningkatkan K3 Dalam Ledakan Suraji, Akhmad. ( 2001). Incorporating Construc- tability
Konstruksi Aceh. http://e-aceh- nias.org, tanggal 12 Juni Factors into Design for a Safe Construction Process.
2006.
Suraji, Akhmad dan Bambang Endroyo (2009).
Koehn, Enno et. al. (1995) Safety in Defeloping Kecelakaan Konstruksi: Teori dan Penga- laman Empirik.
Countries: Professional and Bureaucratic Problems. Buku Konstruksi Indone- sia. Jakarta: Departemen PU.
Journal of Construction Eng. and Manag. September
1995. Sudjana, Nana (1989). Cara Belajar Siswa Aktif. Dalam
Levitt, Raymond E and Nancy M Samelton (1993). Proses Belajar Mengajar.Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Construction Safety Management. New York: John Wiley
& Sons, Inc. Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Lee, A dan AH Karim (1992). Application of Expert
System ti Investigate Accident in Building Construction Sukardi (2006). Penelitian Kualitatif-Naturalistik dalam
Project. Bandung: Institut Teknologi Bandung Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Usaha Keluarga
Mitropoulos, Panagiotis et. al. (2005). System Suma’mur PK (1981). Keselamatan Kerja dan
Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung Agung
Model of Construction Accident Causation.
Journal of Construction Eng. and Manag. July
Tang, SL et al (2004). Costs Of Construction Accidents In
2005.
Sosial And Humannity Con- text. The Ninth East Asia
Pacific Con- ference on Structural Eng. and Const. ’04.
Pellicer, Eugenio and Keith R. Molenaar (2009)
TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2 Volume 12 – Juli 2010, hal: 111 – 120
JURNAL 120