Anda di halaman 1dari 32

Review Jurnal Mengenai food taboos

JURNAL PERTAMA

Judul :
Food taboos and suggestions among Madurese pregnant women: a qualitative study
Penulis:
Rian Diana, Riris D. Rachmayanti, Faisal Anwar, Ali Khomsan, Dyan F. Christianti,
Rendra Kusuma.
Nama jurnal :
Journal of Ethnic Foods
Tahun :
2018
Vol.hml :
5. 246-253

Latar Belakang
Kehamilan merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan ibu dan bayi.
Rendahnya status gizi ibu selama kehamilan dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur, berat
badan lahir rendah, dan kurang optimalnya tumbuh kembang anak. Faktor budaya seperti
kepercayaan, nilai, norma, pengetahuan, pantangan makanan, anjuran makanan, adat istiadat, dan
praktik yang berhubungan dengan konsumsi makanan ibu hamil serta kondisi sosial ekonomi
mempengaruhi status gizi ibu. Ada kepercayaan bahwa larangan dan tabu ada untuk melindungi
kesehatan ibu dan bayinya, tetapi pantangan makanan juga dapat meningkatkan risiko
kekurangan protein, lemak, vitamin A, kalsium, dan zat besi pada ibu hamil. Kepercayaan
terhadap mitos dan pantangan terkait makanan tertentu masih ada di Jawa Timur, khususnya di
Pulau Madura. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pantangan
dan anjuran makanan di kalangan ibu hamil Madura.

Metode Penelitian
Lokasi :
Penelitian ini dilakukan di Sumenep, Pulau Madura, Indonesia, dari Januari 2017 sampai
Maret 2018.
Desain penelitian :
Studi kualitatif
Informan :
ibu hamil, dukun bersalin (dukun), dan tokoh masyarakat menggunakan wawancara
mendalam dan focus group discussion (FGD).
Analisis data :
Data kualitatif dikumpulkan dalam bentuk gambar dan rekaman. Wawancara dan FGD
dilakukan dalam bahasa Madura dan bahasa Indonesia kemudian ditranskrip ke dalam bahasa
Inggris. Peneliti memeriksa rekaman dan membandingkannya dengan transkrip.

Hasil Penelitian

Makanan hewani
Jenis makanan laut seperti cumi-cumi, udang, ikan pari, dan gurita dianggap tabu bagi
semua ibu hamil di segala usia kehamilan. Jenis makanan laut ini diyakini berbahaya bagi
kehamilan dan persalinan. Kebanyakan orang percaya dan mengikuti pantangan makanan selama
beberapa generasi. Namun, mereka tidak tahu alas an melakukannya atau filosofi di baliknya.
Beberapa dukun mengatakan, “Para tetua mengatakan bahwa udang dan cumi tidak boleh
dikonsumsi [ibu hamil]” (JU, 50 tahun). “Itu diyakini oleh orang-orang di masa lalu … Itu terjadi
pada pasien ibuku… Dikatakan bahwa ibu hamil tidak boleh mengkonsumsi blenadhen (ikan),
udang, dan cumi-cumi, itu tidak boleh” (SU, 49 tahun).
Selain itu, udang merupakan hewan yang hidup di dasar laut dan suka bersembunyi di
pasir. Berdasarkan teori ini, orang menganggap bahwa janin ibu hamil yang mengonsumsi udang
suka bersembunyi; oleh karena itu, bayi tidak akan keluar selama proses persalinan, sehingga
menyulitkan proses ini. Keyakinan lain terkait dampak udang adalah bahwa makanan ini dapat
membuat bayi lemas saat persalinan, bayi akan keluar masuk jalan lahir, atau bayi tidak akan
keluar saat proses persalinan atau saat ibu mengejan.
Cumi-cumi merupakan salah satu hewan yang berjalan mundur saat bergerak. Hal ini
dinilai berdampak buruk bagi ibu hamil. Meski sudah ada informasi dari petugas kesehatan
tentang pantangan makanan ini, ibu hamil dan dukun masih percaya tabu dan ibu hamil
menghindari mengkonsumsinya. “Orang Madura bilang cumi-cumi berjalan mundur, jadi takut
bayinya tidak keluar, mundur seperti cumi-cumi. Ini didasarkan pada kebiasaan di sini. Saya
tidak tahu dalam masalah medis. Tapi kabarnya tidak akan terjadi” (RA, 29 tahun)
Tabu ikan pari memiliki filosofi yang mirip dengan udang. Ikan pari dianggap sebagai
ikan yang suka bersembunyi, sehingga masyarakat beranggapan bahwa konsumsi ikan pari oleh
ibu hamil dapat membuat bayi bersembunyi selama proses persalinan, yang berarti bayi tidak
mau keluar saat melahirkan. Gurita memiliki tentakel yang dianggap lengket; Oleh karena itu,
bagi ibu hamil yang mengonsumsi gurita, dikhawatirkan plasenta akan menempel di rahim.
Konsumsi makanan tinggi lemak dari hewan, seperti bakso dan jeroan, juga tidak diperbolehkan.
Makanan tinggi lemak dari hewan dipercaya membuat bayi yang baru lahir lebih gemuk.

Sayur –sayuran
Ada beberapa sayuran yang diyakini memiliki efek tidak baik atau bahkan bisa
membahayakan ibu jika dikonsumsi saat hamil. Oleh karena itu, larangan sayuran tertentu
diterapkan untuk ibu hamil. Masyarakat Madura, khususnya Sumenep, menilai kangkung,
terong, kol, pelepah pisang, dan cabai tidak baik dikonsumsi ibu hamil.
Berdasarkan filosofi ini, masyarakat Sumenep percaya bahwa jika ibu hamil memakan
terong, maka janin akan terbungkus selaput tebal seperti terong. Hal ini tentunya dapat
memperpanjang durasi proses persalinan dan mengakibatkan sulitnya persalinan. Selain itu,
terong juga dianggap dapat mempengaruhi janin dengan membuatnya menjadi kecil dan
berwarna biru. Konsumsi kangkung oleh ibu hamil dianggap dapat menyebabkan kelahiran
kembar siam atau pendarahan saat ibu bersalin dan kesulitan saat melahirkan serta berujung pada
kelahiran bayi besar.
Perbungaan atau pelepah pisang dipercaya dapat membuat janin kecil atau mengecil.
Selain itu Cabai juga dianggap sebagai makanan yang tabu bagi ibu hamil karena dianggap
membuat bayi kotor, sakit, dan mudah menangis.

Buah-buahan
Ibu hamil tidak diperbolehkan mengkonsumsi beberapa jenis buah buahan karena
dikhawatirkan akan keguguran. Konsumsi buahbuahan sepertikedondong, nanas, buah ular,
semangka, durian, dan rambutan oleh ibu hamil tidak diperbolehkan. Alasan yang diberikan
terkait dengan rasa takut akan keguguran dan rasa panas yang ditimbulkan di perut dengan
mengkonsumsi buah-buahan tersebut. Kedondong dan nanas kebanyakan dihindari oleh ibu
hamil. Kedondong sebagian besar dihindari pada trimester ketiga, sedangkan nanas dihindari
pada trimester pertama dan kedua.“Kedondong. Kabarnya akan keluar darah saat melahirkan
[jika ibu hamil mengkonsumsi kedondong]” (IN, 20 tahun).
Nanas dianggap tabu untuk dikonsumsi pada trimester pertama hingga awal trimester
kedua bagi ibu hamil karena dapat menyebabkan keguguran. Sebagian orang beranggapan bahwa
mengonsumsi nanas di akhir kehamilan juga dapat membahayakan ibu dan bayi. Hal ini
didasarkan pada filosofi bahwa nanas menghasilkan panas, sehingga dapat menyebabkan
keguguran atau melahirkan. Selain itu, Rambutan dan salak dipercaya dapat membatasi jalan
lahir, mempersulit persalinan, dan menyebabkan pendarahan saat melahirkan.

Minuman
di Sumenep, masyarakat memiliki kepercayaan khusus terkait konsumsi es atau minuman
dingin oleh ibu hamil. Sebagian besar masyarakat Sumenep percaya bahwa minuman es
berbahaya bagi ibu hamil Hal ini dinilai dapat menimbulkan komplikasi pada ibu saat
melahirkan. Ibu yang terus mengkonsumsi air es atau air dingin diyakini memiliki kandungan
yang sangat subur sehingga berdampak negatif bagi ibu dan bayi, misalnya bayi akan besar
sehingga mempersulit proses persalinan. Selain itu, ibu akan melahirkan bayi kembar siam atau
mengalami pendarahan saat proses persalinan.

Makanan lainnya
Ibu hamil, terutama pada trimester ketiga, menghindari mie goreng. Mie goreng (mie
instan) dihindari karena bumbunya dianggap tidak baik untuk bayi. Secara tradisional, orang
percaya bahwa wanita hamil tidak boleh mengonsumsi mie, tetapi mereka tidak tahu alas an
larangannya. Namun, beberapa orang masih menghindari konsumsi mie selama kehamilan.

Diskusi

Dalam penelitian ini, ada dua alasan utama pantangan makanan bagi ibu hamil yaitu alas
an kesehatan dan sosial budaya. Makanan tabu umumnya dihindari karena alasan kesehatan.
Wanita hamil menghindari beberapa makanan karena mereka percaya jika makanan itu dimakan,
itu akan menyebabkan masalah bagi ibu dan bayinya selama kehamilan atau persalinan.
Sedangkan makanan tabu yang dihindari karena alasan sosial budaya terutama didasarkan pada
sifat makanan tersebut. Sebagian besar pantangan makanan tidak memiliki penjelasan ilmiah,
namun ibu hamil tetap mematuhinya dan tidak mengkonsumsinya.

Dalam penelitian ini, cumi dan udang dianggap tabu bagi ibu hamil. Makanan laut ini
memiliki kandungan protein tinggi, tetapi juga mengandung kolesterol tinggi. Pada umumnya
ibu hamil tidak diperbolehkan makan terong karena dapat mempersulit proses persalinan
sehingga menyebabkan keriput dan lemas pada bayi. Padahal Terong mengandung vitamin A,
folat, dan zat besi yang dibutuhkan selama kehamilan. Selain itu, kandungan seratnya dapat
mengurangi masalah pencernaan, seperti sembelit.

Kedondong dan nanas kebanyakan dihindari oleh ibu hamil, tetapi sebenarnya buahnya
bisa dikonsumsi jika sudah matang dan dalam jumlah yang cukup. Buah mentah memiliki rasa
lebih asam, dan dapat mempengaruhi sistem pencernaan. Nanas merupakan sumber vitamin A,
B, dan C serta mineral seperti kalsium, fosfor, dan besi. Selain itu, nanas juga mengandung tanin,
kardenolida, dienolida, glikosida jantung, dan flavonoid. Enzim bromelain pada nanas dapat
digunakan untuk melunakkan daging dengan cara melepaskan ikatan protein. Oleh karena itu,
masyarakat tidak mengizinkan ibu hamil untuk mengkonsumsi nanas karena dianggap nanas juga
dapat melunakkan janin dalam kandungan sehingga menyebabkan keguguran. Penelitian Yakubu
dkk yang telah dilakukan dengan pemberian jus nanas pada mencit bunting tidak menunjukkan
kematian janin dan perdarahan pervaginam. Selain itu, nanas dengan dosis 250 dan 500 mg/kg
berat badan dapat meningkatkan konsentrasi serum progesteron dan estrogen pada tikus bunting.

Kesimpulan
Pengetahuan adat tentang anjuran makanan dapat menjadi informasi yang baik dalam
mendukung pendidikan gizi ibu hamil di Pulau Madura. Banyak ibu hamil menghindari makanan
yang dianggap tabu; Oleh karena itu, penting bagi tenaga kesehatan untuk mendorong makanan
yang disarankan yang terjangkau, banyak tersedia, dan memiliki kandungan gizi yang sama atau
lebih bergizi daripada makanan tabu.
JURNAL KEDUA

Judul :
Traditional food taboos and practices during pregnancy, postpartum recovery, and infant care of
Zulu women in northern KwaZulu-Natal
Penulis:
Mmbulaheni Ramulondi, Helene de Wet and Nontuthuko Rosemary Ntuli
Nama jurnal :
Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine
Tahun :
2021
Vol. hml:
17.15

Latar Belakang
Kehamilan membutuhkan diet sehat yang mencakup menyamakan asupan energi berupa
protein, vitamin dan mineral untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin. Namun, beberapa ibu
hamil sering kekurangan akses untuk diet sehat yang menyediakan peningkatan nutrisi mereka
persyaratan nasional karena beberapa pantangan makanan yang sering dipraktekkan di negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah. Tabu makanan adalah makanan dan minuman
yang orang-orang tidak mengkonsumsi untuk kepentingan agama, budaya, atau alasan gienic.
Dalam banyak budaya, keyakinan adalah bahwa menghindari asupan makanan tertentu (tabu
makanan) melindungi kesehatan ibu dan pengalaman mereka sendiri sebelumnya atau wanita
lain. Namun, hal ini dapat meningkatkan risiko kekurangan protein, lemak, vitamin A, kalsium,
dan zat besi pada ibu hamil.
Kesehatan ibu dan anak tidak dapat dipisahkan, sehingga apapun yang mempengaruhi
kesehatan ibu, biasanya mempengaruhi anak. Sejumlah pantangan makanan tradisional yang
dianut ibu hamil dibawa ke anak-anaknya setelah melahirkan. Praktek-praktek ini termasuk tidak
memberi anakanak makanan tertentu. Kebiasaan makan orang dipengaruhi oleh budaya dan
pekerjaan mereka. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan perbedaan yang tidak
signifikan dalam kepatuhan pantangan makanan antara orang yang memiliki dan mereka yang
tidak mengenyam pendidikan formal.
Sangat sedikit pengetahuan tentang pantangan makanan dan praktik wanita Zulu selama
kehamilan, periode postpartum, dan pemberian makan bayi yang didokumentasikan dalam
literatur. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi prevalensi pantangan makanan dan
menilai makanan yang dikonsumsi selama kehamilan, pemulihan pascapersalinan, dan
pemberian makan bayi, dan untuk menetapkan sejauh mana perempuan di masyarakat pedesaan
mematuhi pantangan makanan ini. Pengetahuan, sikap, dan praktik masyarakat adat terhadap
pemberian makan anak di wilayah studi tidak didokumentasikan sebelumnya.
Bahan dan Metode
Area studi
Penelitian dilakukan di Maputaland utara yang terletak di bagian timur laut KwaZulu-
Natal, salah satu dari Sembilan provinsi di Afrika Selatan. Wilayah ini didominasi oleh
orang-orang berbahasa isiZulu.
Pengumpulan data etnobotani
Survei dilakukan dengan wanita di daerah pedesaan Maputaland utara. Seratus empat
puluh kuesioner dilakukan antara periode 2017 dan 2020. Izin etis diterima dari Universitas
Zululand [UZREC 171110-030] sebelum survey dimulai. Izin tertulis dari tokoh masyarakat juga
diperoleh dari Dewan Adat Mashabane. Tanggapan terhadap kuesioner terstruktur yang
dirancang untuk penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara satu-satu, di mana peserta yang
diwawancarai dipilih secara purposive, berdasarkan pengalaman wanita dalam kehamilan,
pemulihan pascapersalinan, dan perawatan anak usia dini dan kesediaan untuk berbagi
pengetahuan dengan para peneliti.

Hasil Penelitian
Informasi sosio-demografis
Dari total 140 wanita yang diwawancarai dengan rentang usia 18 hingga 90 tahun,
persentase tertinggi (48%) peserta berasal dari kelompok paruh baya (31-50 tahun) diikuti oleh
kelompok usia lebih tua (51-90 tahun). Sebesar 31%, dan persentase terkecil (21%) berasal dari
kelompok usia termuda (18–30 tahun). Tingkat pendidikan di antara peserta sangat bervariasi,
dengan 84% pernah mengenyam pendidikan formal tertentu tetapi 16% sisanya tidak
mengenyam pendidikan formal. Tingkat pekerjaan juga bervariasi, di mana lebih dari separuh
peserta (52%) menganggur; 9% adalah wiraswasta; dan hanya 39% yang bekerja. Dari anak-anak
yang lahir dari peserta, sebanyak 34 (7%) lahir mati atau meninggal sebelum usia 2 tahun. Faktor
penyebab kematian ini mungkin termasuk prosedur medis yang tidak tepat karena 53% kematian
yang dilaporkan terjadi pada kehamilan yang melahirkan di rumah.

Menghindari makanan selama kehamilan


Meja 2 menunjukkan makanan yang dihindari oleh ibu hamil dari Maputaland utara.
Beberapa makanan seperti cabai (Capsicum spp.), telur, buah-buahan [oranye (jeruk sinensis
(L.)Osbeck), mangga (Mangifera indica L.), pepaya, naartjie (Citrus reticulata Blanco), persik
(Prunus persika (L.) Batsch)], dan butternut (Cucurbita moschata Duchesne ex Poir.) dihindari
karena diyakini mempengaruhi kesehatan janin, di mana sebagian besar beralasan makanan ini
mempengaruhi kulit bayi yang belum lahir; diikuti dengan kelahiran bayi tanpa rambut; dan
dapat menyebabkan penyakit kuning. Makanan seperti kacang-kacangan dan tomat (Solanum
lycopersicum L.) diketahui mempengaruhi ibu, bukan janin dan dihindari karena diyakini
menyebabkan mulas pada wanita hamil. Meskipun nasi (Oryza sativa L.) tidak mempengaruhi
kesehatan janin atau ibu, juga dihindari selama kehamilan karena mereka percaya bahwa itu
tidak memiliki nilai gizi untuk bayi.
Makanan yang dianjurkan selama kehamilan
Sayuran berdaun disebutkan oleh 51% peserta sebagai makanan yang paling
direkomendasikan dikonsumsi selama kehamilan. Alasan yang paling banyak disebutkan untuk
merekomendasikan makanan tertentu adalah bahwa mereka menghasilkan bayi yang sehat,
memberikan vitamin, serta meningkatkan dan membersihkan darah. Beberapa makanan
direkomendasikan karena memberikan ciri-ciri tertentu pada bayi. Ini termasuk konsumsi ikan,
yang membuat bayi menjadi pintar, sedangkan apel dipercaya dapat menghasilkan bayi dengan
mata putih. Beberapa makanan direkomendasikan karena juga membantu meringankan
persalinan.
Konsumsi dari Corchorus olitorius L.”igushe” (Sayuran berdaun berlendir) diketahui
membantu melebarkan rahim saat melahirkan. Telur mentah atau rebus juga dianjurkan untuk
memudahkan persalinan. Salah satu minuman menarik yang direkomendasikan selama
kehamilan adalah bir tradisional yang biasa dikenal denganijuba, yang dipercaya dapat membuat
bayi menjadi cantik dan warna kulitnya lebih cerah.

Pembatasan makanan untuk anak di bawah 2 tahun

Daging adalah makanan terkenal yang dilarang untuk anak di bawah 2 tahun. Alasan
yang paling sering dikemukakan untuk membatasi makanan tertentu adalah karena gigi/system
pencernaan anak tidak kuat, menyebabkan gigi busuk, dan dapat mengakibatkan malnutrisi.
Salah satu makanan yang menarik untuk dihindari adalah makanan yang asin karena dipercaya
bahwa garam masuk ke lutut bayi dan dapat menunda proses berjalan dan juga dapat menunda
perkembangan giginya.

Diskusi

Studi ini menunjukkan bahwa tabu makanan masih ada seiring dengan penggunaan
layanan kesehatan modern. Enam puluh empat persen dari peserta dalam penelitian ini masih
mempraktikkan pantangan makanan dan mengikuti anjuran tradisional selama kehamilan, masa
nifas, dan pemberian makan bayi. Mayoritas (96%) wanita yang diwawancarai dalam penelitian
ini menghadiri kelas antenatal. Pembatasan diet selama kehamilan Temuan kami (Tabel 1)
mengungkapkan bahwa tabu makanan budaya berarti bahwa wanita akan menghindari makanan
tertentu yang penting untuk kehamilan yang sehat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran, karena
hampir semua (96%) sampel peserta kami telah menghadiri klinik antenatal dan akan diberitahu
tentang persyaratan diet selama kehamilan.
Para wanita menyebut makanan umum dan bergizi—termasuk jeruk, mangga, naartjies,
pepaya, persik, butternut, dan telur—sebagai makanan yang secara tradisional dibatasi. Buah dan
sayuran berwarna kuning dan oranye harus dihindari, mereka menjelaskan, karena keyakinan
bahwa bayi akan lahir dengan penyakit kuning, suatu kondisi yang menyebabkan kulit dan mata
bayi menjadi kuning. Studi saat ini melaporkan penghindaran tradisional telur dalam kehamilan
untuk wanita Zulu, karena keyakinan bahwa bayi akan lahir tanpa rambut. Namun, ilmu
pengetahuan mengungkapkan bahwa telur menawarkan nilai yang baik untuk wanita hamil
dengan harga yang terjangkau, karena mereka menyediakan asam lemak esensial, protein, kolin,
vitamin A dan B.12, selenium, yodium, dan nutrisi penting pada tingkat di atas atau
dibandingkan dengan yang ditemukan dalam makanan sumber hewani lainnya.
Hampir dua pertiga (61%) dari peserta kami melaporkan keyakinan bahwa menghindari
cabai dan es selama kehamilan dapat mencegah kulit bayi mengalami luka bakar atau tanda gelap
atau ruam atau lecet sebelum lahir, diare pada ibu, bintik merah (ibala) di belakang kepala bayi,
dan menangis berlebihan. Namun, tidak ada bukti ilmiah yang ditemukan tentang efek samping
konsumsi cabai selama kehamilan. Sebaliknya, mereka adalah sumber vitamin A, C, dan E yang
hebat. Beberapa pantangan makanan tradisional Zulu yang dilaporkan dalam penelitian kami
bermanfaat bagi kesehatan dan harus diperkuat. Konsumsi permen, tebu (Saccharum officinarum
L.), jus komersial, makanan manis, dan madu, misalnya, juga dianggap tabu selama kehamilan
karena dapat menyebabkan bayi mengeluarkan banyak air liur dan juga menyebabkan eksim.
Rekomendasi makanan tradisional selama kehamilan Makanan yang diambil oleh peserta
dalam penelitian ini tidak menyediakan semua nutrisi penting yang dibutuhkan untuk kehamilan
yang sukses. Produk susu, daging, telur, kacangkacangan, dan polong-polongan kurang
direkomendasikan, sehingga dapat menyebabkan asupan beberapa nutrisi yang dibutuhkan tidak
mencukupi. Dalam studi saat ini, 51% dari peserta merekomendasikan sayuran berdaun untuk
dikonsumsi saat hamil karena mereka percaya itu memberikan vitamin, meningkatkan darah,
kesehatan pikiran, membangun tulang, dan meningkatkan pertumbuhan bayi. Namun, sebagian
wanita (21%) menganggap bahwa makan sayuran berdaun hijau adalah tabu karena mereka
percaya bahwa bayi akan lahir dengan air liur yang berlebihan, kulit terbakar atau bayi akan
memiliki tanda gelap pada kulit. Sayuran berdaun kaya akan zat besi dan folat. Zat besi
membentuk sel darah merah untuk ibu dan bayi. Ini membantu untuk membawa oksigen dalam
darah dari paru-paru ke jaringan.
Makanan kedua yang paling direkomendasikan oleh para peserta selama kehamilan
adalah buah-buahan yang diyakini dapat menghasilkan bayi yang sehat. Buah yang
direkomendasikan mencakup semua jenis buah kecuali yang dibatasi [mangga, naartjie, jeruk,
pepaya, persik]. Ikan juga dianjurkan selama kehamilan karena peserta percaya bahwa konsumsi
ikan membuat bayi pintar, wanita akan melahirkan dengan mudah seperti ikan berenang di air
dan juga memulihkan darah. Ikan merupakan sumber yang kaya protein, dan nutrisi lain yang
diperlukan untuk perkembangan saraf janin yang meliputi yodium, selenium, kolin, vitamin D,
zat besi, dan asam lemak n-3 rantai panjang.
Rekomendasi makanan tradisional selama pemulihan pascapersalinan
Makanan yang paling direkomendasikan dalam penelitian ini adalah bubur lunak (maize
meal), karena dipercaya dapat memulihkan kekuatan dan mendorong laktasi. Bubur lunak adalah
makanan curah dengan kepadatan nutrisi rendah, yang dibuat dengan mengencerkan tepung
jagung (Zea mays L.) dengan air untuk mendapatkan konsistensi tipis. Makanan kedua yang
paling banyak disebutkan diambil selama pemulihan pascapersalinan dalam penelitian ini adalah
buahbuahan dan sayuran untuk menambah dan memulihkan darah.
Makanan tabu pada bayi
Makanan terbatas yang paling umum dihindari pada anak kecil dalam penelitian ini
adalah daging. Itu dibatasi karena gigi mereka tidak kuat, mereka mungkin mendambakan daging
seumur hidup mereka atau mendambakan makanan anak-anak lain, dan bayi akan tumbuh aktif
secara seksual atau dapat menyebabkan diare dan cacingan. Produk hewani adalah satusatunya
makanan yang mengandung cukup zat besi, seng, kalsium dan riboflavin untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari untuk makanan pendamping, sementara antinutrisinya rendah.

Kesimpulan
Studi tersebut mengungkapkan bahwa tabu dan praktik makanan yang berkaitan dengan
kehamilan, pascapersalinan, dan periode menyusui bayi memang ada dan sejumlah besar wanita
Zulu di daerah pedesaan masih mempraktikkannya. Wanita mematuhi pantangan dan praktik
makanan ini karena alasan kesehatan dan sosial budaya. Keyakinan tentang efek merugikan dari
beberapa makanan tidak didukung oleh penelitian ilmiah. Tabu dan praktik makanan masih
berkontribusi terhadap nutrisi yang tidak sehat pada kehamilan dan anak usia dini. Sementara
mempraktikkan pantangan dan praktik makanan dapat membuat wanita terkena gizi buruk,
beberapa pantangan makanan juga berpotensi melindungi wanita dari makan yang tidak sehat.
JURNAL KETIGA

Judul :
Food taboos of malay pregnant women attending antenatal check-up at the maternal health clinic
in Kuala Lumpur
Penulis:
Maznorila Mohamad* and Chong Yee Ling
Nama jurnal :
Integrative Food, Nutrition and Metabolism
Tahun :
2016
Vol. hml:
3(1). 262-267

Latar Belakang
Tabu makanan umumnya dipraktikkan selama kehamilan di banyak budaya. Makanan
atau aktivitas tertentu tidak diperbolehkan selama kehamilan untuk melindungi bayi yang belum
lahir dan mencegah hasil negatif apa pun pada ibu. Diturunkan dari satu generasi ke generasi
lainnya, sebagian besar tabu ini didasarkan pada perilaku yang dipelajari, baik sebagian besar
diperoleh dengan instruksi dari orang tua dan anggota keluarga atau pengamatan dari kerabat
dekat dan teman yang mempraktikkannya. Dalam banyak budaya, tabu yang kuat membatasi
jumlah, atau jenis, makanan yang boleh dipilih oleh wanita hamil; misalnya makanan berprotein
sering ditolak ibu hamil di berbagai belahan Afrika dan banyak lagi populasi lain.
Di Malaysia, tabu serupa juga ada. Perawatan postpartum tradisional di Malaysia
dipraktikkan secara luas terlepas dari perbedaan sosio-demografis dan budaya. Para wanita di
masyarakat Malaysia menjalani masa kurungan selama 30 hingga 44 hari di mana kepatuhan
terhadap pembatasan makanan adalah salah satu praktik yang paling umum. Kehamilan adalah
tahap yang paling menuntut nutrisi dalam kehidupan seorang wanita. Tahap ini menuntut ekstra
kalori dan nutrisi penting yang dibutuhkan setiap hari untuk mendukung pertumbuhan janin.
Penghindaran makanan yang parah selama kehamilan dapat menghabiskan nutrisi penting tubuh
yang dapat mempengaruhi hasil kehamilan dan kelahiran.
Oleh karena itu, perhatian terhadap perilaku diet yang tepat dan asupan nutrisi yang tepat
sangat penting untuk kecukupan nutrisi bagi ibu dan janin. Kurangnya informasi yang akurat
mengenai asupan makanan ibu hamil dapat menjadi penghambat bagi peningkatan status gizinya.
Dengan demikian, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi pantangan
makanan pada ibu hamil Melayu, jenis pantangan makanan dan alasan penghindarannya.
Makalah ini akan menilai hubungan praktik tabu makanan dan pengaruhnya terhadap kenaikan
berat badan selama kehamilan wanita Melayu yang menghadiri pemeriksaan kehamilan di klinik
kesehatan ibu dan anak di Kuala Lumpur.
Metode Penelitian
Populasi sampel :
Sebanyak 104 wanita hamil Melayu dari semua trimester direkrut untuk penelitian ini
dari klinik kesehatan ibu dan anak.
Pengumpulan data:
Kuesioner dan wawancara
Analisis data:
Analisis data dianalisis menggunakan SPSS (Statistical Package for the Social Sciences)
Versi 20.0.

Hasil Penelitian

Hasil menunjukkan karakteristik sosio-demografis ibu hamil pada saat wawancara.


Lebih dari setengah (53,8%) subjek adalah wanita muda berusia antara 20-29 tahun, diikuti oleh
41,3% antara 30 - 39 tahun dan 4,8% berusia atau di atas 40 tahun. Usia rata-rata subjek adalah
30,0 ± 4,8 tahun, mulai dari 20 hingga 46 tahun.

Hasil menunjukkan bahwa 14,4% wanita menderita kekurangan energi kronis, tetapi
lebih dari setengahnya (52,9%) memiliki berat badan normal sebelum hamil. Namun, seperlima
(20,2%) dari mereka kelebihan berat badan dan persentase yang lebih kecil (12,5%) mengalami
obesitas. Status pertambahan berat badan subjek dikategorikan berdasarkan klasifikasi IOM 2009
dan disajikan pada Tabel 2. Sekitar 64,4% subjek memiliki tingkat kenaikan berat badan
mingguan yang tidak memadai dan 15,4% memiliki tingkat kenaikan berat badan mingguan yang
berlebihan.

Jenis makanan yang dihindari dan alasan yang berbeda untuk menghindari ini disajikan pada
Tabel 3. Makanan tabu yang paling umum adalah nanas (70,2%), diikuti oleh jus tebu (59,6%),
'makanan panas' (47,1%), minuman berkarbonasi ( 39,4%), 'tapai' atau beras ketan (33,7%),
rebung (18,3%), 'makanan dingin' (12,5%) dan lain-lain (35,6%).

Hubungan antara karakteristik sosio-demografis dan praktik tabu makanan, Ada


hubungan yang signifikan (p<0,05) antara praktik pantangan makanan dengan jumlah kehamilan
subjek penelitian (Tabel4). Namun usia subjek, tingkat pendidikan, pendapatan rumah tangga
bulanan dan IMT sebelum hamil tidak menunjukkan hubungan dengan penghindaran makanan
selama kehamilan (p>0,05).

Hubungan antara praktik tabu makanan dan penambahan berat badan, menunjukkan
hubungan yang signifikan antara pantangan makanan dan tingkat kenaikan berat badan pada ibu
hamil (p <0,05). Tentang 71,2% ibu hamil mengalami kenaikan berat badan yang tidak memadai,
8 (11,0%) mengalami kenaikan berat badan yang cukup dan 13 (17,8%) mengalami kenaikan
berat badan yang berlebihan selama kehamilan. Mereka yang tidak mematuhi praktik pantangan
makanan ternyata memiliki persentase kenaikan berat badan yang tidak memadai (51,6%) sedikit
lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang mempraktikkan pantangan makanan (71,2%).

Diskusi

Mayoritas subjek (70,2%) dalam penelitian ini menghindari setidaknya satu jenis
makanan saat hamil. Temuan ini jelas menunjukkan bahwa praktik penghindaran makanan masih
sangat banyak dipraktekkan di kalangan wanita Melayu hamil. Angka tersebut tampaknya lebih
tinggi daripada penelitian yang dilakukan pada orang Jawa di Indonesia (37%) meskipun Melayu
dan Jawa memiliki asal usul yang sama dan memiliki banyak budaya dan tradisi yang sama. Bagi
wanita Jawa, tabu utama selama kehamilan adalah tentang mengamati perilaku mereka daripada
asupan makanan mereka. Penelitian ini menemukan nanas sebagai makanan yang paling banyak
disebutkan dihindari karena efeknya yang menggagalkan. Orang Melayu percaya bahwa menelan
zat 'panas' seperti nanas; terutama yang mentah dapat menyebabkan kontraksi rahim yang kuat.

Diperkirakan bahwa prevalensi tabu makanan yang relatif tinggi yang diamati dalam
penelitian ini disebabkan oleh tingginya jumlah wanita pada kehamilan pertama atau kedua.
Kebanyakan wanita yang sedang hamil anak pertamanya biasanya terlalu khawatir dengan hasil
kehamilannya. Mereka mudah terpengaruh oleh pendapat dan saran yang diberikan oleh orang-
orang terdekatnya dan/atau oleh mereka yang sudah pernah mengalami kehamilan. Kebiasaan ini
terlihat jelas dalam penelitian ini dimana sebagian besar subjek (63,5%) mendapatkan informasi
tentang pantangan makanan dari anggota keluarganya.

Temuan peneliti menunjukkan sejumlah besar wanita hamil tidak mendapatkan referensi
silang] kenaikan berat badan mingguan yang direkomendasikan dan ada hubungan yang
signifikan antara pantangan makanan dan tingkat kenaikan berat badan mingguan di antara
wanita hamil (p<0,05). Rupanya persentase tidak mendapatkan kenaikan berat badan mingguan
yang direkomendasikan di antara mereka yang mempraktikkan pantangan makanan sedikit lebih
tinggi (71,2%) dibandingkan mereka yang tidak mengikuti praktik (51,6%). Temuan ini hampir
mirip dengan penelitian di Nigeria di mana mereka menemukan bahwa hampir tiga perempat
wanita hamil tidak mendapatkan cukup berat badan untuk memenuhi kenaikan berat badan
mingguan yang direkomendasikan karena kepercayaan tradisional untuk menghindari makanan
selama kehamilan daripada alasan kemiskinan yang lebih sering dikutip. dan tidak tersedianya
makanan.
Tingginya angka prevalensi pantangan makanan yang ditemukan dalam penelitian ini,
menggarisbawahi perlunya upaya lebih lanjut untuk mengedukasi calon ibu tentang pengetahuan
gizi selama pemeriksaan antenatal Penekanan harus diberikan pada pentingnya konsumsi buah
dan sayuran untuk mensuplai mikronutrien dan serat ke dalam tubuh. Edukasi gizi harus
dilakukan di semua Puskesmas untuk membantu ibu hamil memilih makanan yang lebih sehat
untuk memastikan ibu hamil memahami pentingnya gizi yang baik selama kehamilan.

Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa prevalensi pantangan makanan sangat tinggi dengan
kenaikan berat badan mingguan yang tidak memadai. Makanan yang paling umum dihindari ibu
hamil selama kehamilan adalah nanas karena efeknya yang gagal atau pendarahan yang
berlebihan selama persalinan atau bayi yang lahir dengan kelainan bentuk. Studi ini juga
menunjukkan bahwa ada hubungan antara praktik tabu makanan dan tingkat kenaikan berat
badan mingguan.

JURNAL KEEMPAT

Judul :
Food Taboos and Cultural Beliefs Influence Food Choice and Dietary Preferences among
Pregnant Women in the Eastern Cape, South Africa
Penulis:
Gamuchirai Chakona * and Charlie Shackleton
Nama jurnal :
Nutriens
Tahun :
2019
Vol. hml:
11. 2668

Latar Belakang
Status gizi dianggap sebagai indikator kunci pembangunan nasional karena penduduk
yang bergizi baik dan sehat dianggap sebagai kewajiban moral, sesuai dengan hak asasi manusia
dan merupakan prasyarat untuk pembangunan sosial, ekonomi dan manusia yang berkelanjutan.
Kesehatan yang buruk karena gizi yang terbatas mempengaruhi kesejahteraan individu dan
martabat manusia. Di Afrika sub-Sahara, kerawanan pangan dan malnutrisi tetap menjadi
tantangan utama, dengan wanita usia reproduksi (terutama wanita hamil) dan anak-anak di
bawah usia lima tahun berada pada risiko tinggi [2-5]. Banyak wanita di Afrika sub-Sahara tetap
secara khusus terpapar pada apa yang dikenal sebagai “kelaparan tersembunyi”. “Kelaparan
tersembunyi” adalah kurangnya, atau tidak memadainya asupan zat gizi mikro, yang
mengakibatkan berbagai jenis malnutrisi, seperti anemia dan defisiensi zat besi, vitamin A, dan
seng. diantara yang lain. Hal ini dapat terjadi bahkan dengan adanya asupan energi dan protein
yang cukup.
Di beberapa masyarakat di Afrika sub-Sahara, wanita dan anak-anak dilarang makan
makanan tertentu karena kepercayaan dan tabu etnis atau budaya, dan itu mungkin termasuk
makanan kaya mikronutrien. Tabu makanan dikenal dari hampir semua masyarakat manusia
sebagai seperangkat aturan yang sistematis tentang makanan atau kombinasi makanan mana
yang tidak boleh dikonsumsi. Namun, pantangan makanan sering menargetkan wanita hamil
untuk mencegah apa yang dianggap sebagai efek berbahaya dari makanan ini pada bayi yang
baru lahir. Meskipun masyarakat yang berbeda memiliki kepercayaan tradisional tentang
makanan berbahaya bagi wanita selama kehamilan, mereka juga memiliki makanan yang
dianggap bermanfaat karena berbagai alasan. Di beberapa masyarakat Afrika, wanita hamil, ibu
menyusui dan anak-anak didorong untuk mendiversifikasi makanan mereka melalui penggunaan
makanan liar untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dan meningkatkan perkembangan
anak.
Dengan lebih dari setengah populasi hidup dalam kemiskinan dan sepertiga dalam
kemiskinan ekstrim, sulit bagi banyak rumah tangga Afrika Selatan untuk membeli cukup
makanan berkualitas baik untuk memberi makan seluruh rumah tangga. Namun, jika makanan
tersedia di rumah tangga, determinan budaya dari apa yang dikonsumsi oleh ibu hamil dapat
melarang mereka dari makanan bergizi yang tersedia. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus
pada wanita hamil dan ibu di Lembah Sungai Kat di Afrika Selatan, mendokumentasikan
makanan tabu yang secara budaya dilarang untuk dimakan selama kehamilan dan alasannya

Bahan dan Metode

Area Studi
Penelitian dilakukan di lima pemukiman (Hertzog (32◦34kan38,07” S, 26◦42kan50,88”
E), Balfour (32◦32kan32,13” S, 26◦40kan23,06” E), Ekuphmuleni (32◦32kan50,78” S,
26◦39kan13,83” E), Blinkwater (32◦41kan 57,36” S, 26◦35kan14,42” E) dan Ntilini
(32◦41kan25,53” S, 26◦36kan21,42” E)) di sepanjang Lembah Sungai Kat di provinsi Eastern
Cape di Afrika Selatan.
Sampel
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari dan Maret 2018. Sebuah 'mixed suite'. alat
penelitian, termasuk teknik kuantitatif dan kualitatif, digunakan. Ini termasuk survei rumah
tangga untuk mengumpulkan data kuantitatif yang diperlukan untuk penelitian melalui kuesioner
dan diskusi kelompok terfokus, di mana data kualitatif juga dikumpulkan. (FGD )Diskusi
kelompok terfokus melengkapi survei rumah tangga.
FGD
Semua pertanyaan yang diajukan dalam FGD bersifat terbuka, dengan pertanyaan baru yang
muncul dari tanggapan yang diberikan, karena peserta dapat saling membangun ide dan
komentar satu sama lain. FGD mencari jawaban atas pertanyaan inti berikut:
1. Dalam budaya IsiXhosa, ketika seorang wanita hamil, apakah ada makanan tertentu
(herbal/tumbuhan/hewan) yang harus mereka makan untuk kepentingan ibu atau anak
yang belum lahir?
2. Apa manfaat kesehatan bagi ibu dan anak dengan mengikuti ini?
3. Apa yang terjadi jika ibu menghindari konsumsi makanan tersebut?
4. Apakah ada makanan tabu atau makanan tertentu (herbal/tumbuhan/hewan) yang tidak
boleh dikonsumsi oleh ibu hamil untuk kepentingan ibu atau janin?
5. Apakah kepercayaan budaya ini diikuti oleh wanita hamil di komunitas Anda?
6. Apa akibatnya bagi kesehatan ibu hamil dan anak jika keyakinan ini tidak diikuti?

Analisis data
Data dimasukkan dan dibersihkan menggunakan Microsoft Excel dan statistik deskriptif
diperoleh menggunakan Statistica versi 12 (StatSoft Inc., Tulsa, OK, USA).

Hasil
Dari semua 280 rumah tangga dengan wanita yang dikunjungi, 224 wanita setuju untuk
berpartisipasi dalam survei, mewakili 80% dari ukuran sampel yang diinginkan. Usia rata-rata
wanita ini adalah 35,8± 11,7 tahun dan 35 (16%) sedang hamil pada saat survei kami. Rata-rata
jumlah anak per rumah tangga adalah 3,1 ± 0,9 anak.

Kebiasaan Makanan dalam Kaitannya dengan Keyakinan Budaya dan Preferensi Diet

Sebanyak 37% wanita melaporkan bahwa mereka dianggap tidak mengonsumsi makanan
tabu saat hamil; dengan demikian, mengikuti budaya mereka. Sekitar 41% wanita mengikuti
beberapa preferensi diet pribadi (kebanyakan diatur oleh suka atau tidak suka, rasa, bau
makanan, alergi, perintah dokter, dll.)

Makanan Tabu
Makanan tabu yang paling umum dikenal di kalangan wanita hamil yang mengaku
mengikuti pantangan makanan di Lembah Sungai Kat termasuk jeruk, nartjies (C. unshiu), jus
jeruk dan minuman, ayam, kentang, ikan dan hewan liar (Gambar 1). Makanan seperti kacang-
kacangan, telur, semangka, labu dan butternut disebut-sebut sebagai makanan tabu selama
kehamilan tetapi hanya disebutkan oleh kurang dari 5% wanita.

Preferensi Diet

Sementara 41% responden menunjukkan bahwa konsumsi makanan mereka selama


kehamilan ditentukan oleh preferensi diet, sebagian besar makanan yang tidak mereka sukai
selama kehamilan merupakan bagian dari pantangan makanan. Misalnya, sekitar 26% dan 24%
wanita melaporkan bahwa mereka tidak suka makan ayam dan daging merah. Selanjutnya,
hewan liar dan kentang, yang juga berada di urutan teratas daftar makanan tabu, dilaporkan
bukan makanan favorit bagi sebagian wanita di Lembah Sungai Kat selama kehamilan.
FGD
Hasil FGD mengungkapkan semua makanan tabu yang disebutkan dalam survei dan
memberikan alasan yang sama untuk dilarang makan makanan tersebut. Ini termasuk ayam,
babon, monyet, duiker abu-abu atau merah, kijang, ikan, jeruk, kentang, sisa makanan (makanan
dari hari sebelumnya), jeroan, madu, kacangkacangan dan telur. Ada juga penekanan kuat pada
telur dan kacang-kacangan sebagai makanan tabu dari semua FGD, terutama yang dirasakan oleh
generasi yang lebih tua. Seorang nenek berusia 66 tahun dari Komunitas Ekuphumuleni. Ada
juga pantangan makanan baru yang muncul dari FGD yang tidak disebutkan dalam survei rumah
tangga. Misalnya, amahewu (minuman tradisional yang terbuat dari tepung, air, dan tepung)
dilarang selama kehamilan dalam budaya Xhosa, karena dianggap mempengaruhi kesehatan
bayi. Amahewu, seperti kentang, dianggap menyebabkan kesulitan bernapas dan masalah
perkembangan bicara pada anak.
Buah-buahan, seperti nanas, juga dinyatakan sebagai makanan terlarang selama
kehamilan dan ini disepakati di semua lokasi. Seorang nenek, 67 tahun dan dari Ntilini
menjelaskan, “Makan nanas saat hamil dapat menyebabkan bayi lahir buta,” Nanas dan madu
tidak boleh dimakan selama kehamilan karena jika dikonsumsi dapat menyebabkan bayi
mengalami ruam yang parahffikultus untuk pergi. jambu biji juga dilarang untuk ibu hamil,
seperti yang dikatakan oleh seorang wanita Blinkwater yang berusia 32 tahun,”Jambu biji
menyebabkan anak mengalami luka dan anak bisa lahir tanpa rambut.” Jus lidah buaya dan
komprei juga disebut-sebut sebagai tabu di komunitas Lembah Sungai Kat. Ini digunakan untuk
membersihkan perut tetapi dianggap berpotensi berbahaya selama kehamilan, karena produk ini
dapat membunuh janin atau menyebabkan kelahiran prematur atau keguguran.
Ada beberapa kepercayaan budaya selain pantangan makanan yang disebutkan dalam
diskusi yang dilarang dilakukan oleh ibu hamil. Misalnya, disebutkan dalam semua FGD bahwa
seorang wanita hamil tidak boleh berjalan di malam hari karena ia dapat menemukan obat-obatan
tradisional dari santet yang akan mengakibatkan keguguran atau kematian saat melahirkan.
“Seorang wanita hamil tidak boleh berjalan di malam hari karena dapat menemukan obat
tradisional yang dapat menyebabkan keguguran atau kematian saat melahirkan,” kata nenek
Hertzog. Namun, ibu hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi kuda kandungan secara teratur
untuk melindungi ibu dan bayi dari santet; dan minum air seni babon, karena ini dianggap
membantu ibu melahirkan dengan mudah tanpa menghadapi komplikasi apa pun.
Seperti yang dirasakan oleh generasi tua yang berpartisipasi dalam FGD, seorang ibu
hamil seharusnya meminum larutan dari tanaman yang dikenal sebagai isicakathi (Salvia scabra
L.f.) sejak kehamilan enam bulan sampai bayi lahir. Dianggap bahwa ibu hamil harus
meletakkan tanaman dalam wadah dengan air dan dia harus minum setengah cangkir air itu dua
kali sehari di pagi dan sore hari. Secara budaya, itu digunakan sebagai ukuran kesehatan bayi
yang belum lahir, sebagaimana ditentukan oleh cara tanaman itu tumbuh di dalam wadah.
Artinya, semakin sehat tanaman dan semakin baik pertumbuhannya, semakin baik kesehatan
janin, dan jika tanaman mati, janin diharapkan juga mati. berhasil.Selain itu, begitu anak lahir,
mereka diberi isicakathi, yang diekstraksi dari akar tanaman yang dimasukkan ke dalam air
mendidih untuk membuat larutan yang diminum bayi sebagai teh herbal. “Isicakathi diberikan
kepada bayi dan ini membantu mengatasi angin dan dahak yang keluar saat bayi batuk. Oleh
karena itu, tanaman obat ini membantu membersihkan dada bayi yang baru lahir agar tidak
lemasffeh dari penyakit ini. Itu juga membersihkan bayi sehingga tidak suffeh dari ruam dan
perut dibersihkan juga,” kata seorang nenek berusia 56 tahun dari Balfour.

Diskusi
Tabu makanan, terutama di kalangan wanita di sub-Sahara Afrika, telah diidentifikasi
sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kekurangan gizi ibu selama kehamilan.
Menurut kerangka konseptual UNICEF Food-Care Health, norma budaya, tabu, dan kepercayaan
berada dalam faktor kontekstual yang termasuk sebagai salah satu penyebab dasar malnutrisi.
Hal ini karena praktik gizi yang buruk, terutama selama kehamilan dan anak usia dini, dapat
memiliki konsekuensi yang nyata bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Di banyak
komunitas, ibu hamil harus mengikuti beberapa tabu dan praktik budaya, yang memengaruhi
makanan yang mereka makan; dengan demikian, membuat wanita lebih rentan terhadap beberapa
kekurangan mikronutrien, terutama vitamin A, folat, yodium, zat besi, kalsium dan seng, yang
semuanya penting selama kehamilan. Namun, ibu hamil membutuhkan variasi makanan kaya
energi dan kaya nutrisi, seperti produk hewani, buah-buahan dan sayuran untuk kesehatan ibu
dan janin yang sedang berkembang.
Studi ini telah menunjukkan tumpang tindih substansial antara makanan yang tidak
disukai dan makanan tabu, karena sebagian besar makanan yang disebutkan sebagai makanan
yang tidak disukai juga terdaftar sebagai makanan tabu. Misalnya, ayam, daging merah, hewan
liar, kentang, kacang-kacangan, butternut/labu, buah-buahan, ikan dan telur, yang merupakan
makanan tabu teratas, juga muncul sebagai makanan utama yang tidak disukai sebagian besar
wanita selama kehamilan. . Dengan demikian, kepercayaan budaya dan pantangan makanan di
Lembah Sungai Kat memiliki pengaruh kuat pada pilihan makanan dan perilaku konsumsi
makanan banyak wanita selama kehamilan. Misalnya, sebagian besar wanita di Lembah Sungai
Kat yang mengidentifikasi diri mereka sebagai “bukan pengikut budaya” memilih untuk tidak
mengonsumsi makanan yang dianggap sebagai makanan tabu di komunitas mereka.
Belum ada hubungan empiris yang dibangun antara konsumsi makanan yang terdaftar
sebagai makanan tabu dan konsekuensi tersebut di atas. Beberapa perempuan menganggap diri
mereka telah mengalami konsekuensi karena tidak mematuhi kepercayaan tradisional. Mereka
percaya bahwa banyak masalah kesehatan, seperti kurap dan gangguan sistem kekebalan anak-
anak di komunitas mereka terkait dengan konsumsi beberapa makanan tabu, seperti ikan,
kentang. dan buah persik oleh ibu hamil. Selain itu, konsumsi jus lidah buaya telah disebutkan
sebagai tabu yang melindungi ibu dan anak yang belum lahir, karena dapat menyebabkan aborsi
atau kelahiran prematur jika dikonsumsi selama kehamilan. Penggunaan tanaman untuk
memastikan perkembangan kehamilan yang baik dan memfasilitasi persalinan adalah praktik
yang sangat mapan di Afrika. Konsumsi rahim kuda dan minum air seni babon untuk
memperkuat kehamilan, menghindari keguguran atau persalinan yang belum matang dan
mempromosikan persalinan yang aman juga disebutkan dalam penelitian ini. Namun, tidak ada
dasar ilmiah yang diketahui untuk mendukung keyakinan ini dan sementara beberapa wanita
mengaku minum air seni babon, ini tampaknya scenario yang tidak mungkin dalam kenyataan.

Kesimpulan
Wanita hamil di negara berkembang dianggap rentan gizi, karena mereka sering
mengalami tingkat stres gizi yang berbeda, dan mereka yang mengikuti pantangan makanan
tradisional telah meningkatkan kemungkinan mengembangkan berbagai hasil kehamilan yang
negatif, termasuk kesehatan bayi yang terganggu. masa depan. Hal ini dapat dikurangi dengan
mendorong ibu hamil untuk mengonsumsi makanan yang beragam dan sehat dengan zat gizi
mikro esensial. Misalnya, mengadopsi pola makan yang beragam, lebih sehat dan lebih
berkelanjutan dengan penekanan pada buah-buahan, sayuran, dan makanan kaya protein yang
diproduksi secara lokal (kacang-kacangan, biji-bijian dan kacang-kacangan), dan dengan
memasukkan makanan hewani dalam jumlah terbatas, dapat secara signifikan meningkatkan gizi
ibu. Dan kesehatan bayi. Karena itu, ada peran pendidikan gizi bagi perempuan di Lembah
Sungai Kat karena hal ini secara signifikan meningkatkan pengetahuan gizi ibu hamil yang
menerimanya. Mengikuti pendidikan nutrisi yang sesuai dengan budaya mungkin merupakan
praktik perawatan yang penting bagi banyak wanita hamil di Lembah Sungai Kat, yang rentan
terhadap gizi buruk. Namun, memahami pantangan makanan di antara orang isiXhosa membantu
merancang program intervensi nutrisi yang tepat untuk komunitas Lembah Sungai Kat yang
menargetkan malnutrisi ibu dan anak dalam konteks budaya.

Kelebihan
Kekuatan penting adalah penggunaan metodologi campuran dengan sampel representatif
yang baik untuk menyelidiki pendorong pilihan makanan dan preferensi diet di Lembah Sungai
Kat. Hal ini memungkinkan untuk mereplikasi penelitian dengan orang IsiXhosa lainnya di
wilayah lain, dan dengan budaya berbeda lainnya di Afrika Selatan; dengan demikian,
memungkinkan perbandingan langsung di dalam dan di antara budaya. Kekuatan penting lainnya
dari penelitian ini adalah memberikan bukti yang lebih kuat untuk sebuah kesimpulan melalui
konvergensi dan penguatan temuan dari penelitian kualitatif dan kuantitatif yang menambah
wawasan dan meningkatkan pemahaman yang akan terlewatkan jika hanya menggunakan
metode tunggal. Misalnya, beberapa informasi tentang pantangan makanan seperti amahewu,
nanas, jambu biji dan penggunaan jamu lain serta konsekuensi yang dirasakan yang tidak
disebutkan selama survei rumah tangga terungkap selama FGD. Ini bisa, bagaimanapun,
meningkatkan generalisasi hasil studi kami karena kami menganggap pengetahuan yang lebih
lengkap diperlukan untuk menginformasikan teori dan praktek.

Kelemahan
Keterbatasan penting dari penelitian kami adalah melakukan penelitian di lima desa kecil
di bawah satu kabupaten/kota di provinsi Eastern Cape, yang mungkin tidak mewakili seluruh
provinsi dan/negara. Keyakinan budaya mungkin juga berdampak pada hasil kami, karena
beberapa wanita konservatif dan enggan berbicara tentang keyakinan makanan dan praktik diet
mereka selama kehamilan, karena hal ini dianggap mengekspos budaya mereka, terutama kepada
seseorang yang dianggap sebagai orang asing. Hal ini mungkin menyebabkan rendahnya
partisipasi perempuan dalam praktik budaya dan penggunaan tanaman obat/herbal selama
kehamilan. Oleh karena itu, hasil kami perlu ditafsirkan dengan mempertimbangkan kelebihan
dan keterbatasan tersebut.

JURNAL KELIMA

Judul :
Determinants of Food Taboos in the Pregnant Women of the Awabel District, East Gojjam Zone,
Amhara Regional State in Ethiopia
Penulis:
Wollelaw Getnet, Wubie Aycheh, and Taddele Tessema
Nama jurnal :
Hindawi ; Advances in Public Health
Tahun :
2018
Vol. hml:
18. 6 pages

Latar Belakang
Tabu makanan di kalangan wanita hamil bervariasi dari budaya ke budaya dan
masyarakat ke masyarakat terutama di pedesaan. Ibu hamil yang mempraktikkan pantangan
makanan memiliki signifikansi pada berat badan yang lebih rendah dan bayi yang tidak sehat.
Masalah utama tabu makanan adalah mencegah wanita hamil mengakses diet seimbang, yang
mengakibatkan tingginya prevalensi berat badan lahir rendah dan membahayakan ibu dan bayi.
Tujuh persen kecacatan terutama kehilangan penglihatan dan kelainan bentuk anggota tubuh
diyakini disebabkan oleh pantangan makanan. Tabu makanan berpengaruh pada status gizi
anakanak dan wanita di Ethiopia.
Setiap negara di dunia memiliki pantangan makanan karena berbagai faktor seperti
budaya, norma, dan agama. Tabu makanan juga berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan dari
waktu ke waktu. Setiap agama memiliki pantangan makanannya masingmasing. Tabu makanan
selama kehamilan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti konseling diet, apakah menghadiri
klinik antenatal care (ANC) atau tidak, usia yang lebih muda, status pendidikan yang kurang, dan
wanita multipara dan hamil. Budaya dan kepercayaan juga mempengaruhi pola makan ibu
selama kehamilan.
Studi yang dilakukan di Ghana berfokus pada kebiasaan makan ibu hamil tetapi belum
membahas asupan nutrisi tertentu; khususnya mikronutrien berpengaruh pada kehamilan dan
mengakibatkan komplikasi atau tidak. Bukti yang konsisten mendukung fakta bahwa status dan
kebiasaan diet wanita Ethiopia selama kehamilan dan asupan nutrisi dinilai.

Bahan dan Metode

Wilayah Studi, Setting, dan Periode.Penelitian


dilakukan di distrik Awabel, Zona Gojjam Timur, Wilayah Amhara, Ethiopia. Distrik
Awabel berjarak 40 km dari Debre Markos di Tenggara dan 259 km dari Addis Ababa di Barat
Laut dan 306 km dari Bahir Dar di Barat Daya. Kabupaten ini memiliki 5 kebeles perkotaan dan
15 pedesaan, enam puskesmas, dan satu rumah sakit kabupaten. Ini memiliki 137.000 total
populasi. Penelitian dilakukan dari tanggal 15 April hingga 17 Mei 2016.

Desain Studi dan Populasi.


Studi cross-sectional berbasis institusi dilakukan di antara wanita yang menghadiri ANC
tindak lanjut dari semua lembaga kesehatan pemerintah dikabupaten.

Ukuran Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel.


Penentuan ukuran sampel digunakan dengan asumsi tingkat kepercayaan =95%, nilai
kritis Z=1,96 (dari tingkat signifikansi =5%), dan derajat presisi=0,05, dengan mengambil
proporsi 49,8% dari studi distrik Shashmene tentang pantangan makanan. Kemudian ukuran
sampel dihitung dengan menggunakan rumus proporsi populasi tunggal.
n0= (SHai/2)2. P (1-p)/W2= (1,96)2. (0,498). (0,502)/ (0,05)2=384, di mana nHai adalah
ukuran sampel dihitung sebagai berikut. Karena populasi sasaran di wilayah studi kurang dari
10.000 (yaitu, 1250), kami menggunakan rumus n=n0/1 + nHai/N, di mana N adalah jumlah ibu
hamil: =384/ (1 + 384/1250) =293. Kemudian kita dapat mengambil/menambahkan 5% untuk
tingkat nonresponse 293* 5/ 100=14. Jadi, total ukuran sampel adalah 307.

Metode Pengumpulan Data.


Wawancara yang diberikan kuesioner bahasa Amharik yang telah diuji sebelumnya yang
disiapkan dalam bahasa Inggris digunakan.

Pengolahan dan Analisis Data.


Data diperiksa kelengkapan dan konsistensinya dan dimasukkan ke dalam Epi-Data versi
3.1 dan kemudian diekspor ke SPSS versi 20 untuk dianalisis. Analisis deskriptif dilakukan
untuk mengetahui besarnya pantangan makanan. Analisis regresi logistik bivariat yang dilakukan
untuk setiap variabel independen dengan hasil yang diinginkan pada p <0,05 dianggap signifikan
secara statistic.
Pertimbangan etis.
Studi ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan proposal oleh Universitas Debre
Markos, Komite Peninjauan Etika Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Izin tertulis
diperoleh dari Dinas Kesehatan Administrasi Awabel untuk Puskesmas Terpilih.

Hasil Penelitian

Karakteristik sosiodemografi.
Di antara 307 responden, data dikumpulkan dari 300 ibu hamil; ini membuat tingkat
respon 97,7%. Sekitar 87% responden beragama Kristen ortodoks dan 91% berasal dari etnis
Amhara. Sekitar 50% ibu hamil buta huruf dan 79,4% ibu hamil tinggal di pedesaan.

Makanan Tabu Selama Kehamilan.


Dua puluh tujuh persen responden menghindari tiga atau lebih makanan/minuman selama
kehamilan. Dua belas makanan dan/atau minuman dilarang oleh peserta penelitian.

Buah-buahan dan sayur-sayuran.


Buah dan sayuran tertentu yang dilarang selama kehamilan seperti pisang 107 (35,7%),
cengkeh 96 (32%), kubis 73 (24,3%), dan tebu 133 (44,3%). Ibu hamil percaya bahwa alasan
tabu adalah ketika mereka mengonsumsi pisang, ada sesuatu yang menempel di kepala janin,
bumbu cengkeh membakar janin, kubis mengganggu janin, dan tebu meningkatkan cairan mani.
Sereal dan Diet Asin.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sereal adalah pantangan seperti biji rami
(16,3%), labu (42,7%), nug (32,3%), gandum (28,3%), kacang tanah (13,7%), dan makanan asin
(11, 7%).

Minuman.
Minuman seperti kopi (19%), teh (18,7%), coca (16,3%), dan bubur (34%) dibatasi
karena dapat membakar janin dan menyebabkan kelainan dan minuman coca menyebabkan
aborsi. Makanan ini dibatasi oleh alasan berikut: pisang (percaya bahwa ada sesuatu yang
menempel di kepala), bumbu cengkeh (membakar janin), kubis (mengganggu janin), dan tebu
(meningkatkan cairan saat melahirkan); kopi dan teh dibatasi karena membakar janin dan
menyebabkan kelainan; minuman koka menyebabkan aborsi; labu dan kacang tanah
meningkatkan berat janin sehingga sulit untuk melahirkan. Sebagian besar ibu hamil
menghindari makanan karena plester di kepala janin, membuat bayi gemuk, sulit melahirkan,
takut aborsi, dan kelainan janin.

Penentu Tabu Makanan pada Ibu Hamil.


Ibu hamil usia 20-24 tahun sebanyak 2,97 kali lebih cenderung mengembangkan
pantangan makanan dibandingkan dengan usia antara 15 dan 19 tahun.

Diskusi
Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa 27% dari peserta penelitian memiliki
pantangan makanan yang kurang dari proporsi pantangan makanan dalam berbagai penelitian
yang dilakukan, di distrik Shashmene (49,8%). Lebih dari tiga perempat (82,1%) peserta di
North Costal Paradesh dan hampir setengah (48%) peserta di Surendran agar memiliki pantangan
makanan yang lebih tinggi dari temuan kami. Berdasarkan penelitian ini, pisang belum dimakan
oleh 107 (35,7%) ibu hamil yang tidak sebanding dengan penelitian yang dilakukan di Hydya
Zone (8,6%). Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan wilayah studi, budaya, dan
waktu.
Kacang tanah dalam penelitian ini adalah 13,7% yang sejalan dengan penelitian yang
dilakukan di Shashmene (13,6%).Dalam analisis regresi multivariat, usia ibu secara signifikan
berhubungan dengan pantangan makanan. Seiring bertambahnya usia ibu, adopsi pantangan
makanan meningkat. Ibu hamil usia 20-24 tahun sebanyak 2,97 kali. Kehadiran ANC peserta
penelitian sebelumnya secara signifikan terkait dengan pantangan makanan. Ibu hamil yang
belum pernah melakukan pemeriksaan ANC di fasilitas kesehatan adalah 2,33 kali lebih
mungkin mengembangkan pantangan makanan dibandingkan dengan ibu hamil yang pernah
melakukan ANC. Hasil ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan di Shashmene.

Kesimpulan
Proporsi pantangan makanan yang rendah di wilayah studi dan dan anak-anak,” Lembar
Fakta No 23, jilid. 10, 1997. diwajibkan untuk menghindari makanan tertentu karena pandangan
budaya dan tradisional. Wanita yang berusia lanjut, berpenghasilan rendah, dan belum pernah
mengikuti ANC sebelumnya, lebih banyak mempraktikkan pantangan makanan. Makanan dan
minuman yang dihindari selama kehamilan adalah biji rami, kubis, pisang, tebu, labu/duba, nug,
teh, kopi, bubur, minuman coca, kacang tanah, cengkih, dan makanan asin. Alasan menghindari
makanan yang terpampang di kepala janin, bayi gemuk, takut aborsi, dan kelainan janin. Usia
ibu, pendapatan, dan riwayat ANC memiliki hubungan yang signifikan dengan pantangan
makanan.
JURNAL TAMBAHAN

JURNAL KEENAM

Judul :
Hubungan Sosial Budaya Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa
Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun 2020
Penulis:
Irviani Ibrahim, Syamsul Alam, Andi Syamsiah Adha,Yusma Indah Jayadi, Muhammad Fadlan
Nama jurnal :
Al Gizzai: Public Health Nutrition Journal
Tahun :
2021
Vol. No:
Vol. 1, No. 1

Latar Belakang
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
gizi. Kejadian balita stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di
dunia saat ini. Pada tahun 2017, 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami
stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka
stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Sedangkan data prevalensi balita stunting yang
dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga
dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-
rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4% (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2018, Kabupaten Enrekang, prevalensi
stunting pada tahun 2016 sebesar 29,38% (12,15% sangat pendek dan 17,23% pendek) kemudian
turun pada tahun 2018 menjadi 24,7% (7,4% sangat pendek dan 17,3% pendek). Hasil data PSG
menunjukkan bahwa dari 13 kecamatan di Kabupaten Enrekang diketahui bahwa kecamatan
yang memiliki prevalensi stunting tertinggi pada tahun 2018 yaitu Kecamatan Baraka sebesar
45,1% (27,3% pendek dan 17,8% sangat pendek) dari 1.359 balita. Bulan februari tahun 2017,
menunjukkan prevalensi stunting sebesar 39,1% (10,9% sangat pendek dan 28,2% pendek) dari
1.537 balita. Hal ini menunjukkan prevalensi stunting di Kecamatan Baraka mengalami kenaikan
dari 39,1% menjadi 45,1%. Sementara Desa Bone-Bone yang terletak di Kecamatan Baraka
merupakan daerah paling banyak balita penderita stunting yang mencapai 61,29 persen (Dinkes
Kabupaten Enrekang, 2018).
Balita usia 24-59 bulan termasuk dalam golongan masyarakat kelompok rentan gizi
(kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi), sedangkan pada saat itu
mereka sedang mengalami proses pertumbuhan yang relatif pesat (Ratih, 2014). Gangguan
pertumbuhan linear atau stunting, terjadi terutama dalam 2 sampai 3 tahun pertama kehidupan
dan merupakan cerminan dari efek interaksi antara kurangnya asupan energi dan asupan gizi,
serta infeksi
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Hubungan Sosial Budaya Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa
Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun 2020”.

Metode Penelitian
Jenis penelitian : Penelitian Kuantitatif
Desain : cross sectional
Sumber Data : data primer dan sekunder
Sasaran Penelitian (Populasi/Sampel/Subjek Penelitian) : Seluruh balita yang berusia 24-59
bulan di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang, Teknik pengambilan sampel
yang digunakan pada pebelitian ini adalah total sampling.
Teknik Analisis Data : Analisis data menggunakan aplikasi SPSS dan WHO Antro, analisis
bivariat. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji statistik chi-square.

Hasil Penelitian
Hubungan Sosial Budaya dengan Kejadian Stunting

Hubungan Kepercayaan makanan dengan Kejadian Stunting

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kejadian Stunting


Hubungan Pengasuhan Anak Dengan Kejadian Stunting

Pembahasan

Hubungan Sosial Budaya dengan Kejadian Stunting


Berdasarkan hasil bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil p=0,281
(p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sosial budaya dengan
kejadian stunting. Pada hasil penelitian ini yang termasuk dalam kategori baik pada aspek social
budaya menunjukkan 23 balita (76,7.%) mengalami stunting dan sebanyak 7 balita (23,3%) tidak
mengalami stunting. Sedangkan pada kategori kurang pada aspek sosial budaya ditemukan 2
balita (50,0%) yang mengalami stunting dan 2 balita (50,0%) tidak mengalami stunting.
Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan, ternyata setelah diliat
dari pola asuh khususnya praktik pemberian makan pada balita masih ada ibu yang memberikan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) sebelum umur 6 bulan.Ini menggambarkan bahwa ibu
sudah mengetahui pemberian MP ASI sebelum 6 bulan itu tidak benar, namun secara praktik itu
tidak dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bawa ibu yang memberikan MP ASI
sebelum 6 bulan diakibatkan karena ibu yang juga merupakan seorang petani sehinnga waktu
untuk menyusui kurang dan solusinya adalah pemberian susu formula.
Hubungan Kepercayaan Makanan dengan Kejadian Stunting
Berdasarkan hasil bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil p=0,089
(p<0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan makanan
dengan kejadian stunting. Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua balita yang
memiliki pantangan makanan mengalami stunting, sedangkan yang tidak memiliki pantangan
makanan 19 balita (70,4%) menalami stuntingdan 8 (29,6%) balita tidak mengalami stunting.
Meskipun dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan, tetapi ditemukan bahwa
ada beberapa orang tua yang tidak memberikan/dipantangkan makanan tertentu kepda anaknya.
Jenis makanan yang paling banyak di pantangkan kepada anak adalah daging dan sayur, dimana
diketahui bhwa daging memiliki kandungan gizi protein yang tinggi.
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kejadian Stunting
Berdasarkan hasil bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil p=0,050
(p<0,05) yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan
kejadian stunting. Pada hasil penelitian ini yang termasuk dalam kategori baik pada dukungan
keluarga menunjukkan 12 balita (60,0.%) mengalami stunting dan sebanyak 8 balita (40,0%)
tidak mengalami stunting. Sedangkan pada kategori kurang pada dukungan keluarga ditemukan
13 balita (92,9%) mengalami stunting dan 1 balita (7,1%) tidak mengalami stunting. Hsil
penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Basuki (2009) bahwa dukungan
keluarga yang diperlukan yaitu dukungan informasi dan instrumental sehingga keluarga mampu
menyediakan waktu, biaya dan mencari informasi tentang kesehatan balita agar dapat
memberikan perlakukan yang baik dan benar dalam menangani masalah kesehatan keluarga
khususnya bayi dan balita.
Hubungan Pola Pengasuhan Balita Dengan Kejadian Stunting
Berdasarkan hasil bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil p=1.000
(p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengasuhan anak dengan
kejadian stunting. Pada hasil penelitian ini yang termasuk dalam kategori baik pada pengasuhan
anak menunjukkan 23 balita (71,9.%) mengalami stunting dan sebanyak 9 balita (28,1%) tidak
mengalami stunting. Sedangkan pada kategori kurang pada pengasuhan anak ditemukan 2 balita
(100%) yang semunaya mengalami stunting. Pola asuh ibu memiliki peran dalam kejadia
stunting pada balita karena asupan makanan pada balita sepenuhnya diatur oleh ibunya. Ibu
dengan pola asuh baik akan cenderung memiliki balita dengan status gizi yang lebih baik
daripada ibu dengan pola asuh yang kurang. Namun dalam penelitian ini ibu dengan pola asuh
yang baik belum tentu memiliki balita dengan masalah stunting yang lebih kecil daripada ibu
dengan pola asuh yang kurang.Hal ini bisa jadi dikarenakan meskipun pola asuh ibu baik,pada
keluarga miskin terdapat keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga pola
asuh ibu tidak memengaruhi terjadinya masalah stunting.
Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan sosial budaya dengan
kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten
Enrekang Tahun 2020. Tidak terdapat hubungan Kepercayaan Makanan dengan kejadian
stunting pada balita usia 24-59 bulan di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten
Enrekang Tahun 2020. Terdapat hubungan dukungan keluarga dengan kejadian stunting pada
balita usia 24-59 bulan di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun
2020. Tidak terdapat hubungan pengasuhan anak dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59
bulan di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun 2020.

JURNAL KETUJUH

Judul :
Cultural traditional and special rituals related to the healthin Bugis Ethnics Indonesia
Penulis:
M.Fais Satrianegara, Hamdan Juhannis, Abd. Lagu Madjid HR, Habibi, Sukfitrianty, Syamsul
Alam.
Nama jurnal :
Gac Sanit.
Tahun :
2021
Vol. No:
35(S1):S56–S58

Latar Belakang
Indonesia terkenal dengan berbagai suku dan budayanya, di Provinsi Sulawesi Selatan
terdapat empat suku besar yaitu Toraja, Mandar, Makassar, dan Bugis. Suku Toraja didominasi
oleh masyarakat Kristen dengan menganutAluk Todolo keyakinan. Sedangkan suku Makassar
dan Bugis mayoritas beragama Islam dan di antaranya adalahpatuntung (Kajang) dan Tolotong
(Sidrap). Perilaku yang berkembang dalam masyarakat merupakan kontribusi dari perilaku
masyarakat sebelumnya yang diwariskan kepada generasi mendatang, seperti ritual, magis,
kepentingan keagamaan sebagai simbol atau simbol status pembukaan pekerjaan antar tempat
disebut modernisasi, pemenuhan kebutuhan individu dan kelompok termasuk ritual. , perlakuan
manusia terhadap lingkungan, pengolahan lingkungan alam untuk mencapai tujuan, penghidupan
dan kepercayaan, benda-benda yang dibuat dan digunakan sebagai pertahanan hidup terhadap
lingkungan, penciptaan alat untuk memelihara kesehatan, dan produksi untuk melindungi diri
sendiri.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin melakukan kajian mendalam terkait ritual
dan kesehatan pada Suku Towani Tolotang dan Amma Toa Kajang. Masyarakat Towani
Tolotang menarik untuk dikaji karena menganut suatu sistem sosial dari konsep agama yang
mereka pahami yang menjadikan agama sebagai dasar pola kehidupan social dalam masyarakat
dan sebagai ukuran baik buruknya dalam kehidupan bermasyarakat. Terlepas dari dinamika
komunitas ini yang selalu didera sinisme dan dianggap konservatif, mereka tetap bertahan
dengan pemahamannya, salah satunya adalah paradigma hidup sehat. Mereka masih
mempertahankan keyakinan tentang bagaimana seseorang dapat menjaga kesehatan, minum
obat, dan mencegah penyakit. Merujuk pada esensi budaya Suku Towani Tolotang dan Suku
Amma Toa Kajang, nilai-nilai budaya merupakan bagian integral dari keberadaannya sebagai
upaya untuk menciptakan kehidupan yang sehat dan merupakan bagian dari budaya yang
ditemukan secara universal. Dari struktur budaya yang dimiliki, kesehatan masyarakat dapat
ditelusuri, yaitu melalui ritual khusus yang berkembang pada Suku Towani Tolotang dan Suku
Amma Toa Kajang.

Metode Penelitian
Jenis penelitian : penelitian kualitatif
Desain : etnografi yang juga didukung dengan pendekatan fenomenologis.
Informan : suku Tolotang dan Ammatoa

Hasil Penelitian
Informasi diperoleh dari Amma (Ammatoa/pemimpin) di Ammatoa
Masyarakat Towani Tolotang Sidrap terkenal dengan ritual perrynyameng yang diadakan
di Gunung Lowa setiap bulan Januari dengan tujuan mendapatkan perlindungan, kebahagiaan
dan kesehatan. Tidak ada ciri khusus yang membedakan masyarakat ini dengan masyarakat
sekitarnya yang mayoritas penduduknya Bugis, bahkan mereka juga tetap mempertahankan
identitasnya sebagai orang Bugis. Namun, mereka memiliki keyakinan yang berbeda dengan
warga lain yang mayoritas beragama Islam. Secara keseluruhan, kepercayaan Tolotang memiliki
pengaruh yang kuat, atau bahkan mendominasi cara hidup penganutnya, termasuk budaya dan
sistem sosialnya.
Informasi diperoleh dari Uwa (Uwatta/pemimpin) di Tolotang
Ritual tradisional di sini, biasa disebut perrynyameng di Gunung Lowa, biasanya
dilakukan di Ja dan kesehatan dari Dewata Seawae. Penjelasan lain dari informan adalah mereka
juga memiliki kebiasaan tidak memakai sandal saat melakukan ritual adat, dan memiliki
kebiasaan mandi subuh. Ini adalah kebiasaan turun temurun di sini. Subuh – subuh kami mandi,
membasuh badan baru kami ke sawah. Di sini juga ada ritual untuk kita pergi ke gunung dengan
jalan kaki tanpa memakai sendal, mungkin itu yang membuat kita sehat (Inf. 012, Dha,
perempuan 51 tahun).

Diskusi
Studi tentang ritual memiliki sejarah yang kaya dalam literature antropologis, sosiologis,
dan psikologis, dengan fokus khusus pada efek interpersonal ritual. Penelitian sebelumnya telah
mengidentifikasi konsekuensi fungsional dan disfungsional dari ritual kelompok.11–13 Sosio
Antropologi memiliki pandangan tentang pentingnya pendekatan budaya. Kebudayaan itu sendiri
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan menggunakan simbol, bahasa, seni,
dan ritual yang dilakukan dalam bentuk kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, latar belakang budaya
memiliki pengaruh penting terhadap berbagai aspek kehidupan manusia (keyakinan, perilaku,
persepsi, emosi, bahasa, agama, ritual, struktur keluarga, pola makan, pakaian, sikap terhadap
penyakit, dll). Selanjutnya hal-hal tersebut tentunya akan mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat dan pola pelayanan kesehatan yang putus asa di masyarakat.

Kesimpulan

Persepsi tentang konsep penyakit, kesehatan, dan keragaman jenis ritual yang digunakan
untuk mengusir penyakit terbentuk melalui proses sosialisasi yang secara turun temurun diyakini
dan diyakini kebenarannya. Diperlukan program kesehatan dengan pelibatan masyarakat sesuai
dengan adat istiadat tanpa mengurangi esensi kesehatan masyarakat dalam memelihara,
meningkatkan, dan melindungi kesehatan dan lingkungan berdasarkan kelembagaan budaya
setempat. Fokus dari program ini adalah menangani kebiasaan buruk yang menyebabkan
gangguan kesehatan dan penanganan partisipasi.
Daftar Pustaka

Chakona, G., & Shackleton, C. (2019). Food taboos and cultural beliefs influence food choice
and dietary preferences among pregnant women in the eastern cape, South Africa.
Nutrients, 11(11), 2668.(4)

Diana, R., Rachmayanti, R. D., Anwar, F., Khomsan, A., Christianti, D. F., & Kusuma, R.
(2018). Food taboos and suggestions among Madurese pregnant women: a qualitative
study. Journal of Ethnic Foods, 5(4), 246-253.(1)

Getnet, W., Aycheh, W., & Tessema, T. (2018). Determinants of food taboos in the pregnant
women of the awabel district, east gojjam zone, amhara regional state in Ethiopia.
Advances in Public Health, 2018.(5)

Ibrahim, I. A., Alam, S., Adha, A. S., Jayadi, Y. I., & Fadlan, M. (2021). Hubungan Sosial
Budaya Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa Bone-Bone
Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun 2020. Al Gizzai: Public Health Nutrition
Journal, 1(1), 16-26.

Mohamad, M., & Ling, C. Y. (2016). Food taboos of Malay pregnant women attending antenatal
check-up at the maternal health clinic in Kuala Lumpur. Integrative Food, Nutrition and
Metabolism, 3(1), 262-267.(3)

Ramulondi, M., de Wet, H., & Ntuli, N. R. (2021). Traditional food taboos and practices during
pregnancy, postpartum recovery, and infant care of Zulu women in northern KwaZulu-
Natal. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 17(1), 1-19.(2)

Satrianegara, M. F., Juhannis, H., Lagu, A. M. H., & Alam, S. (2021). Cultural traditional and
special rituals related to the health in Bugis Ethnics Indonesia. Gaceta Sanitaria, 35, S56-
S58.

Anda mungkin juga menyukai