Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Aliran Hukum Kritis dan Aliran Hukum Feminis

Guna untuk memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Sosiologi Hukum

Dosen Pembimbing : DR. Muhammad Shohibul Itmam, M.H.

Disusun oleh :
1. ALDI KURNIAWAN (2020110104)

FAKULTAS SYARIAH

HUKUM KELUARGA ISLAM

INSTITUS AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

Tahun Ajaran 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Tim Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
Nya yang telah dilimpahkan kepada Tim Penulis sehingga Tim Penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Aliran Hukum Kritus dan Aliran Hukum
Feminis”. Dalam makalah ini kami membahas mengenai bagaimana
mengidentifikasikan masalah tulisan, latar belakang, tujuan dan manfaat penulisan,
mengindentifikasi kerangka teori, formulasi isi tulisan dan bagaimana membuat
kesimpulan.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

Kudus, 29 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Hukum Kritis


B. Latar Belakang Lahirnya Aliran Hukum Kritis
C. Aliran Hukum Feminis Bagian Dari Aliran Hukum Kritis
D. Penerapan Aliran Hukum Kritis Dan Feminis Dalam Persoalan Kontemporer

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang begitu penting. Teori
memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum masalah yang kita
bicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri
sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna.
Teori, dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan
masalah yang dibicarakannya. Teori juga bisa mengandung subyektivitas, apalagi
berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup komplek seperti hukum. Oleh
karena itulah muncul berbagai aliran dalam ilmu hukum, sesuai dengan
pandangan orang-orang yang bergabung dalam aliran-aliran tersebut.
Salah satu teori dalam hukum yaitu aliran hukum kritis dan aliran hukum
feminism. Teori Hukum Kritis adalah teori yang berisi penentangan terhadap
norma-norma dan standard-standard di dalam teori dan praktek yang selama ini
telah diterima.
Teori hukum feminis, juga dikenal sebagai yurisprudensi feminis, adalah
pandangan yang melihat bahwa hukum berperan dalam menekankan subordinasi
wanita dan berupaya untuk mengamendemen posisi dan pendekatan hukum
terhadap wanita dan gender.

2. Rumusan Masalah
1. Pengertian Aliran Hukum Kritis
2. Latar Belakang Lahirnya Aliran Hukum Kritis
3. Aliran Hukum Feminis Bagian Dari Aliran Hukum Kritis
4. Penerapan Aliran Hukum Kritis Dan Feminis Dalam Persoalan Kontemporer
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dalam perkuliahan dan agar kami khususnya dan semua mahasiswa yang
membaca makalah ini pada umumnya mampu memahami tentang Sosiologi
Hukum.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Hukum Kritis


Pengertian Studi Hukum Kritis, antara lain dapat kita temukan di dalam
tulisan yang berjudul Critical Legal Studies: An Overview yang diterbitkan oleh
Legal Information Institute Cornell Law School. Di dalamnya, antara lain
disebutkan:
“Critical Legal Studies (CLS) is a theory that challenges and overturns
accepted norms and standards in legal theory and practice. Proponents of this
theory believe that logic and structure attributed to the law grow out of the
power relationship of the society. The law exists to support the interests of the
party or class that forms it and is merely a collection of beliefs and prejudices
that legitimize the injustice of society. The wealthy and the powerful use the law
as an instrument for oppression in order to maintain their place in hierarchy”
(“Critical Legal Studies (CLS) adalah teori yang menantang dan
menjungkirbalikkan norma dan standar yang diterima dalam teori dan praktik
hukum. Pendukung teori ini percaya bahwa logika dan struktur yang dikaitkan
dengan hukum tumbuh dari hubungan kekuasaan masyarakat. Hukum ada untuk
mendukung kepentingan partai atau kelas yang membentuknya dan hanya
merupakan kumpulan keyakinan dan prasangka yang melegitimasi ketidakadilan
masyarakat. Yang kaya dan yang berkuasa menggunakan hukum sebagai alat
penindasan untuk mempertahankan tempat mereka dalam hierarki”)

Dari definisi di atas maka dapat dinyatakan bahwa Studi Hukum Kritis
adalah teori yang berisi penentangan terhadap norma-norma dan standard-
standard di dalam teori dan praktek yang selama ini telah diterima. Penganut
Studi Hukum Kritis percaya bahwa logika-logika dan struktur hukum muncul
dari adanya power relationship dalam masyarakat.

Studi Hukum Kritis ialah, suatu penentangan terhadap norma yang dapat
menekankan hukum kepada masyarakat, sebab memang nanti pada sub bab
selanjutnya dalam sejarah munculnya Studi Hukum Kritis ini muncul pada saat
kultur politik yang radikal. Ketika munculnya Studi Hukum Kritis ini maka
barulah penolakan-penolakan dan perlawanan-perlawanan terjadi kepada norma-
norma yang sebelumnya telah diterima oleh masyarakat.1
Aliran critical legal studies memiliki beberapa karakterisik umum
sebagai berikut :2
1. Mengkritik hukum yang berlaku yang nyatanya memihak ke politik dan
sama sekali tidak netral.
2. Mengkritik hukum yang sarat dan dominan dengan ideologi tertentu.
3. Mempunyai komitmen yang besar terhadap kebebasan individual sesuai
dengan batasan-batasan tertentu. Karena itu aliran ini banyak berhubungan
dengan emansipasi kemanusiaan. Karena hal itulah, maka tidak
mengherankan apabila pada perkembangannya di kemudian hari Critical
Legal Studies ini melahirkan pula Feminist Legal Theory dan Critical Race
Theory.
4. Kurang mempercayai bentuk-bentuk kebenaran yang abstrak dan
pengetahuan yang benar-benar objekif. Karena itu, ajaran ini menolak
keras ajaran-ajaran dalam aliran positivisme hukum. Aliran critical legal
studies menolak unsur kebenaran objektif dari ilmu pengetahuan hukum,
dan menolak-pula kepercayaan terhadap unsur keadilan, ketertiban, dan
kepastian hukum yang objektif, sehingga mereka mengubah haluan hukum

1
https://ichwan86-kurnia.blogspot.com/2009/11/aliran-studi-hukum-kritis-cls.html di
akses 3/31/2022
2
Ibid., hlm.90
untuk kemudian digunakan sebagai alat untuk menciptakan emansipasi
dalam dunia politik, ekonomi, dan sosial budaya.
5. Menolak perbedaan antara teori dan praktek, dan menolak juga perbedaan
antara fakta dan nilai yang merupakan karakteristik dari paham liberal.
Dengan demikian aliran ini menolak kemungkinan teori murni (pure teory),
tetapi lebih menekankan pada teori yang memiliki daya pengaruh terhadap
transfomasi sosial yang praktis. Sejalan dengan hal itu, namun dalam
kalimat yang berbeda, Gary Minda dengan mengutip pendapat dari James
Boyle mengatakan bahwa, “Critical Legal Studies offered not merely a
theory of law, but a hopeful self conception of a politically active, socially
responsible [vision] of a noble calling”.

B. Latar Belakang Lahirnya Aliran Hukum Kritis


Gerakan Critical Legal Studies adalah suatu gerakan oleh akademisi hukum
beraliran kiri (leftist), tetapi kemudian dikembangkan juga oleh para praktisi
hukum. Gerakan ini lahi karena pembangkangan atas ketidakpuasan terhadap
teori dan praktek hukum yang ada pada dekade 1970-an, khususnya terhadap
teori dan praktek hukum dalam bidang-bidang sebagai berikut:
1. Terhadap pendidikan hukum.
2. Pengaruh politik yang sangat kuat terhadap dunia hukum.
3. Kegagalan peran hukum dalam menjawab permasalahan yang ada.

Gerakan Critical Legal Studies ini mulai eksis dalam dekade 1970-an
yang merupakan hasil dari suatu konfrensi tahun 1977 tentang Critical Legal
Studies di Amerika Serikat. Pada saat yang hampir bersamaan atau beberapa
waktu setelah itu, kelompok-kelompok ahli hukum dengan paham yang serupa
tetapi bervariasi dalam style, metode dan fokus, juga lahir secara terpisah dan
independen di beberapa negara lain seperti Amerika Serikat, seperti di Jerman,
Prancis, dan di beberapa negara lain. Di Inggris, gerakan Critical Legal Studies
ini dibentuk dalam konfrensi tentang Critical Legal Studies pada tahun 1984.

Pada konfrensi Critical Legal Studies tahun 1974 tersebut, diundang para
ahli hukum untuk membicarakan pendekatan yang kritis terhadap hukum,
mengingat kesenjangan yang besar antara hukum dalam teori (law in book)
dengan hukum dalam prektek (law in action), dan kegagalan hukum dalam
merespon masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat. Konfrensi yang
dianggap sebagai peletakan batu pertama bagi lahirnya gerakan Critical Legal
Studies tersebut dilakukan oleh suatu organizing committee yang beranggotakan
para ahli hukum sebagai berikut: Abel. Heller. Horwitz, Kennedy, Macaulay,
Rosenblatt, Trubek, Tushnet, Unger.
Gerakan Critical Legal Studies ini lahir dengan dilatarbelakangi oleh
kultur politik yang serba radikal dalam decade 1960-an. Meskipun gerakan-
gerakan demikian bervariasi dalam konsep, fokus dan metode yang
dipergunakan, dalam gerakan ini mengandung kesamaan-kesamaan tertentu,
terutama dalam hal protes terhadap tradisi dominan dari hukum yang ortodok
dalam bentuk tradisi hukum tertulis yang baku (black latter law). Akan tetapi,
dipihak lain pada waktu yang bersamaan, gerakan Critical Legal Studies juga
mengakui keterbatasan dari pendekatan Sociolegal terhadap hukum, yang
mencoba menggunakan bantuan ilmu-ilmu lain dalam menelaah hukum,
meskipun pendekatan Sociolegal tersebut sebenarnya untuk memecahkan
kebekuan pendekatan ortodok dari hukum yang bersifat black latter law tersebut.
C. Aliran Hukum Feminis Bagian Dari Aliran Hukum Kritis
Teori hukum feminis, juga dikenal sebagai yurisprudensi feminis, adalah
3
pandangan yang melihat bahwa hukum berperan dalam menekankan subordinasi

3
Scales, Ann (2006). Legal Feminism: Activism, Lawyering, and legal Theory. New York:
University Press.
wanita dan berupaya untuk mengamendemen posisi dan pendekatan hukum
terhadap wanita dan gender. 4
FLT merupakan aliran pemikiran hukum yang bernaung di bawah
paradigma Critical Theory et.al. Pertama, secara hakikat FLT merupakan aliran
pemikiran dalam filsafat hukum yang menyoroti kepada hukum yang dianggap
tidak adil dan diskriminatif terhadap perempuan. Dengan demikian, hukum di
sini merupakan realitas historis. Dalam aspek hakikat sebagaimana ontologi
paradigma Critical Theory et. al., hukum dalam sorotan FLT merupakan
serangkaian struktur, sebagai suatu realitas virtual atau historis yang merupakan
hasil proses panjang kristalisasi nilai-nilai politik, ekonomi, sosial, budaya, etnik,
gender, dan agama. Jadi realitas hukum yang virtual ini diterima seperti seolah-
olah benar, bahwa hukum yang ada itu adil untuk semua orang dan tidak
berpihak, padahal yang terjadi adalah sebuah proses panjang di mana hukum
dipengaruhi oleh budaya patriarki, pemahaman bias gender, termasuk agama,
dan yang paling dominan adalah politik yang menentukan hukum dikendalikan
oleh laki-laki.
Hakikat hukum dalam pandangan penganut FLT tidak bisa dilepaskan
dari pengaruh budaya patriarki, gender, termasuk agama yang secara turun-
temurun diyakini sebagai kebenaran terhadap pemaknaan hubungan antara laki-
laki dan perempuan, dalam hal ini konstruksi gender. Gender adalah suatu sifat
yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara
sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik,
emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan
perkasa. Sifat-sifat tersebut sebenarnya dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki
yang memiliki sifat emosional, lemah lembut, dan keibuan dan ada juga
perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Penerimaan realitas hubungan
antara laki-laki dan perempuan dalam mitos-mitos seperti itu adalah realitas yang
4
Fineman, Martha A. "Feminist Legal Theory" (PDF). Journal of Gender, Social Policy and
the Law. 13 (1): 13–32. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-03-04. Diakses
tanggal 25 April 2015.
terkristal dan diterima seperti seolah-olah benar oleh masyarakat, padahal
sejatinya tidak begitu.
Identifikasi paradigma yang menaungi FLT beranjak pada analisis
secara epistemologi. Dalam tabel paradigma menurut Guba dan Lincoln di atas,
epistemologi paradigma Critical Theory et. al. adalah transaksional/subjektivis.
Peneliti dan objek investigasi terkait secara interaktif, temuan dimediasi oleh
nilai yang dipegang semua pihak. Relasi ini sesuai dengan relasi antara seorang
feminis dengan hukum yang akan dikajinya, hubungannya subjektif karena peran
subyeknya akan lebih menentukan pemahaman. Dengan demikian ada interaksi
sedemikian rupa, bahwa pengalaman dan sudut pandang seorang feminis yang
akan menentukan bagaimana ia melihat hukum yang senantiasa tidak berpihak
pada perempuan tersebut.
Dalam analisis berikutnya, kita akan melihat bagaimana metodologi
paradigma Critical Theory et. al. apakah juga senafas dengan metode yang
digunakan oleh FLT dalam pengkajian hukumnya? Dalam tabel paradigma di
atas, metodologi dari paradigma Critical Theory et. al. adalah
dialogis/dialektikal. Ini bermakna ada 'dialog' antara peneliti dengan objek
investigasi, bersifat dialektikal : men-transformasi kemasa-bodohan dan kesalah-
pahaman menjadi kesadaran untuk mendobrak. Dalam metodenya, FLT juga
menggunakan metode tersebut untuk menyikapi realitas hukum yang ada. Ada
proses dialektikal dari seorang feminis terhadap hukum yang dipandang selalu
berpihak pada laki-laki. Para pemikir feminis ini berkehendak untuk mendobrak,
membongkar realitas hukum tersebut supaya hukum juga lebih memerhatikan
kepada perempuan, sekaligus juga mentransformasi kemasa-bodohan yang
selama ini terjadi, yaitu penerimaan secara take it for granted atas hukum yang
seolah benar tersebut. Penerimaan terhadap hukum yang dianggap imparsial dan
adil bagi semua orang melalui jargon-jargon positivisme selama ini merupakan
suatu proses panjang yang terkristalisasi, hukum seolah benar dan di'imani'
sedemikian rupa oleh para pengkaji hukum. Terhadap kondisi seperti ini, perlu
upaya pembongkaran melalui gerakan para aktivis dalam aksi-aksi demonstrasi
yang dilakukannya.
Melalui identifikasi di atas, terlihat jelas bahwa aliran FLT merupakan
salah satu aliran yang lahir dari filsafat induk paradigma Critical Theory et.
al.Secara ontologi, epistemologi, dan metodologi, FLT senafas dengan bangunan
paradigma Critical Theory et. al. Sebagaimana pengertian paradigma menurut
N.K. Denzin dan Lincoln, paradigma sebagai filsafat induk merupakan kerangka
berpikir utama yang melahirkan setiap pemikiran dan tindakan dari penganutnya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa setiap aliran pemikiran di dunia ini
terlahir dari paradigma tertentu, termasuk juga FLT yang berdiri sebagai aliran
Filsafat Hukum yang dilahirkan oleh orang-orang yang berparadigma Critical
Theory et. al. 5

D. Penerapan Aliran Hukum Kritis Dan Feminis Dalam Persoalan


Kontemporer
Penerapan aliran hukum kritis khususnya di Indonesia sebenarnya
sudah di lakukan periode orde baru (sebelum reformasi) dan pada masa
reformasi sekarang pada masa orde baru dengan di laksanakan kebijakan
pemerintah dalam deregulasi dan debirokrasi yang di implementasikan
kepentingan ekonomi untuk kesejahteraan dan pemerataan berbagai bidang
usaha di masyarakat, akan tetapi di dalam kebijakan tersebut yang tidak adil atau
merugikan masyarakat.
Sebagai contoh masalah undang undang penanaman modal yang lebih
menguntukan pemilik modal besar (investor) dengan mengabaikan kepentingan
nasional/rakyat Indonesia dalam jangka Panjang, misalnya kerusakan
lingkungan hidup yang tak terkendalikan. Undang undang ketenaga kerjaan atau
perburuhan yang menguntungkan para pengusaha, buruh di gaji kecil todak

5
Aditya Yuli Sulistyawan(2018). Feminist Legal Theory Dalam Telaah Paradigma: Suatu
PEMETAAN Filsafat Hukum. Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
sesuai dengan kebutuhan hidup dan posisi yang lemah sehingga dalam setiap
perselisihan buruh dengan pengusaha, maka buruh selalu dalam pihak yang
lemah dan tidak cukup mepunyai posisi tawar untuk membela hak haknya
karena dalam kondisi ekonomi yang lemah. Dalam hal ini kondisi kaum liberal
lebih Berjaya, sehingga prinsip hukum kritis tidak berjalan karena hukum tidak
mampu merubah tatanan sosial yang lebih tertib dan baik karena semuanya
diserahkan hukum pasar.
Dilain pihak dalam hal pembebasan tanah dan penguasaan tanah lebih
menguntungkan investor di banding pemilik tanah apalagi dengan dalim
pembangunan, maka tanah tersebut di bebaskan atau di dalihkan ke ihak pemilik
modal, dengan berbagai cara termasut menggunakan apparat/penguasa dengan
dalih kepentingan umum. Dengan cara ini rakyat sangat lemah kedudukannya,
karena semua kebijakan itu didasarkan perundan undang yang di dukung oleh
Lembaga yang membuat yaitu DPR dan pemerintah yang mungkin di
salahgunakan atau dimanipulatif. Perkembangan kebijakan tersebut sampai saat
ini terus berlangsung sehingga menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan
dan melibatkan kerawanan spsial dan keamanan. 6

Di Indonesia, isu feminisme dalam hukum masih belum terlalu


berkembang sebagaimana halnya di negara-negara Barat, dan baru populer
sekitar dasawarsa terakhir, pasca-reformasi politik Indonesia. Menurut Satjipto
Rahardjo
hukum sebagai perwujudan nilai-nilai mengandung arti bahwa kehadirannya
adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
masyarakatnya. Dengan demikian, hukum tidak merupakan institusi tekhnik
yang kosong moral dan steril terhadap moral.7 Para penganut aliran feminisme
ini, untuk membela hak haknya, khususnynya seorang perempuan.

6
Suparno, SH., MM. : Pokok Pokok Pemikiran Tentang Hukum Kritis Dan Aplikasinya Di
Indonesia.
7
Dr. M. Shohibul Itmam, M.H. : Positivasi Hukum Islam Di Indonesia, Hal 67-68
Salah satu perkara yang cukup erat kaitannya dengan isu feminisme
yaitu perkara perselisihan hubungan industrial antara para guru perempuan
Yayasan Kesejahteraan Karyawan Pertamina Dumai sebagai penggugat
melawan Yayasan Kesejahteraan Karyawan Pertamina (YKKP) Dumai sebagai
tergugat sebagaimana tercantum dalam putusan kasasi Mahkamah Agung No.
1604 K/Pdt/2004. Dalam perkara ini, sengketa timbul karena YKKP
memberlakukan modus diskriminatif kepada para guru perempuan tersebut, di
mana mereka tidak memperoleh hak-hak natural yang sama seperti yang
diperoleh pekerja laki-laki. Hal yang terjadi yaitu bahwa pekerja perempuan
walaupun sudah berkeluarga dan mempunyai anak tetap diperlakukan sebagai
pekerja berstatus lajang, jadi tidak memperoleh tunjangan bagi suami/anaknya,
sedangkan pekerja laki-laki yang sudah berkeluarga memperoleh tunjangan bagi
istri/anaknya. Hal ini merupakan bentuk ketidakadilan yang diskriminatif,
karena meniadakan hak natural kodrati perempuan sehingga terjadi
ketidaksetaraan gender.8
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim di antaranya
menyebutkan bahwa peraturan perusahaan YKKP yang mengatur diskriminasi
hak-hak pekerja wanita dan pria adalah tidak mempunyai kekuatan hukum
karena bertentangan dengan asas persamaan hak antar gender. Menurut
kodratnya, perempuan (seperti halnya laki-laki) akan berkeluarga, dan
perempuan (seperti halnya laki-laki) memiliki hak yang sama untuk bekerja dan
memperoleh penghidupan yang layak, sehingga perempuan dan laki-laki
memiliki hak yang sama untuk memperoleh fasilitas atas penghasilan dan
tunjangan pekerjaan tanpa adanya pembedaan yang bersifat diskriminasi jender.
Di sinilah terlihat penerapan feminist jurisprudence dalam putusan peradilan di
Indonesia, yaitu bahwa perbedaan jender tidak dapat dijadikan alasan perbedaan
pembayaran penghasilan atau tunjangan oleh perusahaan.

8
https://business-law.binus.ac.id/2014/05/27/implementasi-feminist-jurisprudence-
dalam-peradilan-indonesia/ di akses 1/4/2022
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Studi hukum kritis adalah teori yang berisi penentangan terhadap norma-
norma dan standard-standard di dalam teori dan praktek yang selama ini telah
diterima. Gerakan Critical Legal Studies adalah suatu gerakan oleh akademisi
hukum beraliran kiri (leftist), tetapi kemudian dikembangkan juga oleh para
praktisi hukum. Gerakan ini lahi karena pembangkangan atas ketidakpuasan
terhadap teori dan praktek hukum yang ada pada dekade 1970-an, khususnya
terhadap teori dan praktek hukum dalam bidang-bidang sebagai berikut:Terhadap
pendidikan hukum, Pengaruh politik yang sangat kuat terhadap dunia hukum,
Kegagalan peran hukum dalam menjawab permasalahan yang ada.Teori hukum
feminis, juga dikenal sebagai yurisprudensi feminis, adalah pandangan yang
melihat bahwa hukum berperan dalam menekankan subordinasi wanita dan
berupaya untuk mengamendemen posisi dan pendekatan hukum terhadap wanita
dan gender.
Di Indonesia dalam masalah teori hukum kritis contoh masalah undang
undang penanaman modal yang lebih menguntukan pemilik modal besar
(investor) dengan mengabaikan kepentingan nasional/rakyat Indonesia dalam
jangka Panjang, misalnya kerusakan lingkungan hidup yang tak terkendalikan.
Kasus dalam aliran hukum feminism seperti sengketa YKKP
memberlakukan modus diskriminatif kepada para guru perempuan tersebut, di
mana mereka tidak memperoleh hak-hak natural yang sama seperti yang
diperoleh pekerja laki-laki. Hal yang terjadi yaitu bahwa pekerja perempuan
walaupun sudah berkeluarga dan mempunyai anak tetap diperlakukan sebagai
pekerja berstatus lajang, jadi tidak memperoleh tunjangan bagi suami/anaknya,
sedangkan pekerja laki-laki yang sudah berkeluarga memperoleh tunjangan bagi
istri/anaknya. Hal ini merupakan bentuk ketidakadilan yang diskriminatif, karena
meniadakan hak natural kodrati perempuan sehingga terjadi ketidaksetaraan
gender.
B. SARAN
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penulis menyadari bahwa
jika masih terdapat kesalahan, baik yang berkenaan dengan materi maupun teknik
pengetikan. Maka dari itu, kami memohon kritik dan saran kepada para pembaca,
karena kritik dan saran tersebut sangat berguna bagi kami kedepannya.
Demikianlah makalah dari kami, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, baik
bagi pembaca maupun bagi penulis. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran
pembaca karena bisa digunakan untuk memperbaiki pembuatan makalah kedepan
menjadi lebih baik.
Kami mengucapkan terima kasih atas partisipasinya dan kami memohon maaf
apabila terdapat kesalahan baik dalam penyampaian materi maupun pembuatan
makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. M. Shohibul Itmam, M.H. : Positivasi Hukum Islam Di Indonesia, Hal 67-68

https://ichwan86-kurnia.blogspot.com/2009/11/aliran-studi-hukum-kritis-
cls.html di akses 3/31/2022

Ibid., hlm.90

Scales, Ann (2006). Legal Feminism: Activism, Lawyering, and legal Theory.
New York: University Press.

Fineman, Martha A. "Feminist Legal Theory" (PDF). Journal of Gender,


Social Policy and the Law. 13 (1): 13–32. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal
2016-03-04. Diakses tanggal 25 April 2015.

Aditya Yuli Sulistyawan(2018). Feminist Legal Theory Dalam Telaah


Paradigma: Suatu PEMETAAN Filsafat Hukum. Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro

Suparno, SH., MM. : Pokok Pokok Pemikiran Tentang Hukum Kritis Dan
Aplikasinya Di Indonesia.

https://business-law.binus.ac.id/2014/05/27/implementasi-feminist-
jurisprudence-dalam-peradilan-indonesia/ di akses 1/4/2022

Anda mungkin juga menyukai