Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Filsafat Hukum yang
berjudul “Filsafat Hukum Aliran Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies)”. Sholawat
serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari
zaman kegelapan hingga zaman yang terang-benderang seperti saat ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Indra Rahmatullah, S.HI., M.H selaku
dosen mata kuliah Filsafat Hukum yang telah memberikan tugas ini sehingga kita mendapat
ilmu. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah mendukung
untuk terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan senang hati. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
II
DAFTAR ISI
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Critical Legal Studies merupakan sebuah gerakan yang muncul pada tahun
tujuh puluhan di Amerika Serikat. Gerakan ini merupakan kelanjutan dari aliran
hukum realisme Amerika yang menginginkan suatu pendekatan yang berbeda dalam
memahami hukum, tidak hanya seperti pemahaman selama ini yang bersifat Socratis.
Beberapa nama yang menjadi penggerak GSHK adalah Roberto Unger, Duncan
Kennedy, Karl Klare, Peter Gabel, Mark Tushnet, Kelman, David trubeck, Horowitz,
dan yang lainnya. Critical Legal Studies oleh Ifdhal Kasim diterjemahkan dengan
istilah bahasa Indonesia Gerakan Studi Hukum Kritis (GSHK). Istilah yang akan
digunakan dalam tulisan ini selanjutnya adalah Gerakan Studi Hukum Kritis disingkat
GSHK.
Perbedaan utama antara GSHK dengan pemikiran hukum lain yang tradisional
adalah bahwa GSHK menolak pemisahan antara rasionalitas hukum dan perdebatan
politik. Tidak ada pembedaan model logika hukum; hukum adalah politik denga baju
yang berbeda. Hukum hanya ada dalam suatu ideologi. GSHK menempatkan fungsi
pengadilan dalam memahami hukum sebagai perhatian utama.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu Critical Legal Studies (CLS).
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah Critical Legal Studies (CLS).
3. Untuk mengetahui bagaimana aktualisasi CLS dalam hukum keluarga .
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Critical Legal Studies (CLS).
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Indra Rahmatullah, “Filsafat Hukum Aliran Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies); Konsep dan
Aktualisasinya Dalam Hukum Indonesia”. Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan. Vol. 5 No. 3 2021, hlm. 2
2
pada teori yang memiliki daya pengaruh terhadap transformasi sosial yang praktis
(Masnun Tahir, 2014: 203).
Menurut N.D. White tujuan CLS ini untuk mendeligitimasi klaim kebenaran,
membongkar kuasa dan dominasi untuk membentuk sistem yang adil dan setara,
sehingga doktrin-doktrin hukum yang telah terbentuk dapat direkonstruksi untuk
mencerminkan pluralisme nilai yang ada,“It is the aim of the critical lawyers to
delegitimate this claim to the truth, to reveal it as an exercise of power and domination,
and to reveal a fairer and more equitable system (Hikmahanto Juwana, 2001: 7-8).”
Unger menyatakan, “…the result of the CLS attacks on formalism and objectivism is
to discredit, once and for all, the conception of a system of social types with a built in
institutional structure.”2
CSL merupakan sebuah pemikiran hukum sebagai penolakan terhadap pikiran-
pikiran hukum tradisional Barat yang dominan. Aliran CSL lahir di Amerika sekitar
tahun 1970-an. Aliran ini mencoba menentang paradigma liberal yang melekat kuat
dalam studi-studi hukum/jurisprudence di Amerika yang intinya adalah negara hukum
(rule of law). Rule of law menurut aliran ini hanyalah fiksi belaka, tidak pernah menjadi
kenyataan, karena hukum tidak pernah netral, lepas dari kepentingan politik dan hukum
moderen berwatak liberal.
Gerakan Studi Hukum Kritis dan Pemikiran Hukum Amerika Sampai tahun
1850, pendapat umum menyatakan bahwa hakim memutus perkara dengan
menggunakan pertimbangan kebijakan (instrumental view). Mulai pada tahun 1890,
pandangan yang dianut kemudian adalah bahwa hakim memutuskan perkara dengan
penerapan suatu peraturan tersendiri yang tepat. Setelah tahun 1937, paham hukum
realis berpendapat bahwa pencarian obyektivitas, dan sistem pemikiran hukum yang
tidak memihak adalah ilusi semata. Gerakan kaum realis menciptakan
ketidakpercayaan terhadap peradilan dan menambah kekuasaan pakar dan aparat
negara. Menurut kaum realis, hukum dan moralitas itu terpisah. Sementara paham
kontemporer menyatakan bahwa antara hukum dan moralitas memiliki hubungan yang
erat. Hukum adalah suatu ilmu moral dan hakim memutus sebagai seorang aparat
2
Indra Rahmatullah, Filsafat Hukum Aliran Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies); Konsep dan
Aktualisasinya Dalam Hukum Indonesia,’ADALAH Buletin Hukum dan Keadilan Volume 5 Nomor 3 (2021)
3
moral. Ronald Dworkin dan Posner menemukan moralitas yang berada dalam hukum
kebiasaan.3
3
Muchamad Ali Safa‟at, GERAKAN STUDI HUKUM KRITIS (Critical Legal Studies Movement),
http://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/Studi-Hukum-Kritis.pdf
4
Donny Danardono, Critical Legal Studies: Posisi Teori dan Kritik, Kisi Hukum Majalah Ilmiah Hukum, Vol. 14
No.1, 2015, h.2.
5
Donny Danardono, Critical Legal Studies: Posisi Teori dan Kritik, Kisi Hukum Majalah Ilmiah Hukum, Vol. 14
No.1, 2015, h.2
4
hukum modern yang liberal.6 Kritik atas liberalisme ini dikemukakan oleh Unger yang
menurutnya liberalism itu menghasilkan perubahan moral individu dan politik
masyarakat modern yang berbahaya. Liberalisme membengkokkan moral, intelektual,
dan sisi spiritual seseorang. Maka Unger memberikan kritik yang menyeluruh. Ia
mengemukakan struktur mendalam dalam liberalism ada 6 prinsip yaitu: 1) rasionalitas
dan hawa nafsu, 2) keinginan yang sewenang-wenang, 3) analisis, 4) aturan-aturan dan
nilai-nilai, 5) nilai subjektif, dan 6) individualism.7 Dia menunjukkan antitomi yang ada
antara rasiionalitas dan hawa nafsu, antara aturan dan nilai. Untuk menyelesaikan
antitomi tersebut, ada dua jalan, yaitu:
6
I Gede Atmaja, Filsafat Hukum: Dimensi Tematis dan Historis, (Malang: Setara Press), 2013, h. 184.
7
Roberto M.Unger, Gerakan Hukum Kritis, (Critical Legal Studies), diterjemahkan oleh Ifdhal Kasim, (Jakarta:
ELSAM), 1999.
8
Indra Rahmatullah, Filsafat Hukum Aliran Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies; Konsep dan Aktualisasinya
dalam Hukum Indonesia, ‘Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, Vol. 5, Nomor 3, 2021. h.3-4.
5
Pemikiran CLS terletak pada kenyataan bahwa hukum adalah politik (law is
politcs) sehingga CLS menolak dan menyerang keyakinan para positivis dalam ilmu
hukum. CLS mengkritik hukum yang berlaku karena telah memihak ke politik dan tidak
pernah netral.9
Doktrin hukum yang selama ini terbentuk sebenarnya lebih berpihak pada mereka yang
mempunyai kekuatan (power) sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum itu cacat dari
lahir karena cenderung berpihak dan subjektif demi kepentingan golongan tertentu.
Menurut aliran CLS ini ada 2 kepentingan dalam pembentukan undang-undang, yaitu:
1) kepentingan relasi kekuasaan (power), dan 2) kepentingan relasi pasar (ekonomi).
Sehingga banyak undang-undang yang dibuat Negara mengikuti kemauan orang-orang
yang secar ageopolotik dekat dengan kekuasaan dan ketentuan undang-undang yang
dibuat sesuai dengan selera mereka. Mahfud MD juga mengungkapkan bahwa adanya
kaitan antara hukum dan politik, karena hukum merupakan variable yang bergantung
dengan variable politik. Jadi, warna hukum akan bergantung pada politik yang sedang
berkuasa, jika sistem politiknya otoriter maja hukumnya bersifat represif dan
sebaliknya jika sistem politik berkarakter demokratis maka produk hukumnya
responsive.10
Sedangkan relasi ekonomi adalah setiap proses pembentukan undang-undang
selalu diiming-imingi dengan keuntungan materi oleh kaum kapitalis yang mendukung
pembuatan undang-undang. Jadi dengan adanya kepentingan dan motif ekonomi serta
materi serta keuntungan sehingga berkepentingan terhadap undang-undang tersebut dan
mengabaikan kepentingan rakyat banyak. CLS juga tidak mempercayai adanya
netralitas dari putusan hakim karena hakim ini kebanyakan menganut aliran realisme
hukum yang ternyata juga belum bisa memberikan keadilan karena bisa jadi putusannya
tidak objektif yang disebabkan oleh pengaruh latar belakang kehidupannya. 11
CLS juga memiliki karakter menggugat teori, doktrin atau asas-asas seperti
netralitas hukum (neutrality of law), otonomi hukum (autonomy of law), dan
pemisahan hukum dengan politik (law politics distinction). CLS juga mengkritik
terhadap persamaan di hadapan hukum (equality before the law). CLS mencurigai
9
Indra Rahmatullah, Filsafat Hukum Aliran Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies; Konsep dan Aktualisasinya
dalam Hukum Indonesia, ‘Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, Vol. 5, Nomor 3, 2021. h.4.
10
Indra Rahmatullah, Filsafat Hukum Aliran Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies; Konsep dan
Aktualisasinya dalam Hukum Indonesia, ‘Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, Vol. 5, Nomor 3, 2021. h.5.
11
Indra Rahmatullah, Filsafat Hukum Aliran Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies; Konsep dan
Aktualisasinya dalam Hukum Indonesia, ‘Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, Vol. 5, Nomor 3, 2021. h.5.
6
prinsip ini karena setiap proses pembuatan hukum pasti didominasi oleh kaum elit dan
merugikan kaum strata bawah.
Selain mengkritik positivism, liberalism dan realism hukum , CLS juga
mengkritik objektivitas hukum, dan menurut tradisi liberal hukum itu bersifat objektif
dan netral, namun menurut CLS hukum itu tidak netral dan tidak objekif arena hukum
juga dipengaruhi proses interaksi sosial politik yang mendasarinya sehingga
terekonstruksi secara sosial.
Untuk merealisasikan semua hal di atas, aliran CLS menggunakan 3 metode
yaitu: trashing, deconstruction, genealogy. 12
- Trashing: teknik untuk mematahkan atau menolak pemikiran hukum yang
telah terbentuk. Dilakukan dengan tujuan untk menunjukkan kontradiksi dan
kesimpulan yang bersifat sepihak berdasarkan asumsi yang meragukan.
- Deconstruction: teknik untuk membongkar pemikiran hukum yang telah
terbentuk dengan tujuan adanya dilakukannya rekonstrusi pemikiran hukum.
- Genealogy: penggunaan sejarah dalam menyampaikan argumentasi,
digunakan karena interpretasi sejarah didominasi oleh yang memiliki
kekuatan. Tujuan teknik memperkuat suatu konstruksi hukum yang akan
dibuat.
Dalam perkembangannya, CLS makin menujukkan identitasnya sebagai sebuah
madzhab yang menampung berbagai aliran hukum penentang formalism hukum atau
positivism hukum. CLS hadir dengan watak yang berbeda, CLS di Kanada didominasi
oleh Filsafat Hukum Marxis, sementara di Amerika Serikat oleh Postmodernisme. CLS
yang mengenggap hukum tidak terpisah dari politik, tentu juga menamapung gerakan
pluralism hukum. Sebab, gerakan pluralism hukum memungkinkan berbagai norma
dan aturan yang secara tradisional tidak dikategorikan sebagai hukum Negara ambil
bagian dalam penyelesaian kasus. Bahkan berbagai norma dan aturan non-hukum
tersebut turut mengubah norma hukum.13
12
Indra Rahmatullah, Filsafat Hukum Aliran Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies; Konsep dan
Aktualisasinya dalam Hukum Indonesia, ‘Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, Vol. 5, Nomor 3, 2021. h.6-7.
13
Donny Danardono, Critical Legal Studies: Posisi Teori dan Kritik, Kisi Hukum Majalah Ilmiah Hukum, Vol. 14
No.1, 2015, h.3.
7
D. Kritik terhadap Critical Legal Studies (CLS)
Tokoh yang mengkritik Aliran CLS ini adalah Habermas (1929) generasi kedua
teori kritis madzhab Frankfurt sebuah madzhab yang juga diikuti oleh CLS, adalah
seorang pengkritik keras terhadap CLS. Bagi Habermas, CLS gagal menawarkan
argumentasi yang rasional tentang terkaitnya hukum moral-politik. CLS hanya sukses
dalam membongkar berbagai kontradiksi dari anggapan tentang terpisahnya hukum
dari moral dan politik yang ada di madzhab Formalisme hukum, tapi mereka gagal
dalam menunjukkan bagaimana keputusan hukum berbeda dari keputusan politik pada
saat mereka menganggap hukum tidak terpisah dari politik.14
Kelebihan critical legal studies terdiri dari berbagai macam pemikiran yang
dikemukakan oleh banyak ahli hukum. Pemikiran-pemikiran tersebut bervariasi dari
pemikiran yang bercirikan marxian ortodok sampai pada pemikiran post-modern. Ada
beberapa kesepahaman antara pemikiran-pemikiran tersebut, yaitu ketidakpercayaan
terhadap netralitas hukum, struktur sosial yang hierarkhis dan didominasi ideologi
kelompok tertentu, dan keinginan untuk merombak struktur sosial.
Kekritisan critical legal studies dalam memahami realitas sosial dan tata hukum
serta komitmen untuk mengembangkan teori hukum berdasarkan praksis sosial untuk
merombak struktur sosial yang hierarkhis adalah kelebihan utama critical legal studies.
Kekuatan ini diwujudkan dalam bentuk analitis kritis terhadap tata hukum, nilai-nilai
dan rasio-rasio hukum yang digunakan oleh para hakim yang selama ini disebut netral
dan benar secara obyektif.
Kelebihan lain dari critical legal studies adalah perhatiannya yang sangat besar
terhadap pengakuan individu sebagai subyek kehendak utama dalam tatanan sosial.
Kelebihan ini seperti membangkitkan kembali pandangan eksistensialis Kant-ian yang
akhir-akhir tergerus oleh gelombang modern dan industri sehingga menimbulkan
keterasingan individu subyektif karena tersedot arus budaya massa yang abstrak.
Namun teori ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Sebagaimana pemikiran kritis,
apabila tidak digunakan secara tepat dengan mengingat tujuan dan batas penggunaan,
14
Donny Danardono, Critical Legal Studies: Posisi Teori dan Kritik, Kisi Hukum Majalah Ilmiah Hukum, Vol. 14
No.1, 2015, h.4.
8
kritisisme bisa berujung pada nihilisme. Atau paling tidak terjebak pada lingkaran kritik
tanpa ujung dalam tingkatan wacana sehingga melupakan tugas praktis terhadap
masyarakat.
Kelemahan lain adalah dari sifat asli pemikiran kritis yang selalu dalam dirinya
sendiri melakukan dekonstruksi sehingga perubahan dan gejolak selalu terjadi. Padahal
realitas masyarakat selalu cenderung mempertahankan nilai-nilai dan tatanan lama dan
hanya mengijinkan perubahan yang tidak terasa. Akibatnya critical legal studies sangat
sulit menjadi mainstream pembangunan hukum. Tugas utama critical legal studies
adalah melancarkan kritik untuk perubahan yang dilakukan oleh orang lain.15
15
Ash-shidiqqi, E. A. (2021). Rule of Law dalam Perspektif Critical Legal Studies. Amnesti Jurnal Hukum, 3(1).
16
Q.S An-Nisa’ [4] :3 dan akhir ayat 129
9
7. Laki-laki mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada perempuan (Q.S. al-Baqarah
[2]: 228).
8. Aturan pemberlakuan hijab (pemisahan perempuan dari pergaulan seharihari dan ketika
keluar dari rumah mereka harus menutup rapat tubuh mereka).
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
Rahmatullah, Indra. 2021. Filsafat Hukum Aliran Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies;
Konsep dan Aktualisasinya dalam Hukum Indonesia, ‘Adalah: Buletin Hukum dan
Keadilan, Vol. 5, Nomor 3.
Atmaja, I Gede. 2013. Filsafat Hukum: Dimensi Tematis dan Historis, (Malang: Setara
Press).
Danardono, Donny. 2015. Critical Legal Studies: Posisi Teori dan Kritik, Kisi Hukum Majalah
Ilmiah Hukum, Vol. 14 No.1.
M.Unger, Roberto. 1999. Gerakan Hukum Kritis, (Critical Legal Studies). diterjemahkan oleh
Ifdhal Kasim, (Jakarta: ELSAM).
Safa’at, Muchamad Ali. 2012. GERAKAN STUDI HUKUM KRITIS (Critical Legal Studies
Movement), http://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/Studi-Hukum-Kritis.pdf.
Ash-shidiqqi, E. A. 2021. Rule of Law dalam Perspektif Critical Legal Studies. Amnesti
Jurnal Hukum.
12