Anda di halaman 1dari 2

Aliran Hukum Kritis (Critical Legal Studies)

Aliran hukum kritis (critical legal studies) merupakan aliran/madzhab hukum terbaru.
Critical Legal Studies (CLS) adalah pemikiran hukum yang menolak dan tidak puas dengan
pemikiran aliran hukum liberal, yaitu teori hukum yang memiliki tradisi memisahkan hukum
dari politik dan menganggap bahwa hukum netral dari proses politik.1

Beberapa tokoh terkenal yang mendukung aliran hukum kritis ini termasuk Robert M.
Unger, Duncan Kennedy, Karl Klare, Peter Gabel, Mark Tushnet, dan Kelman. Aliran ini
menentang liberalisme yang berakar kuat pada yurisprudensi di Amerika dan tidak
mempercayai konsep negara hukum (rule of law). Menurut aliran ini, negara hukum hanyalah
fiksi belaka, tidak pernah menjadi kenyataan, karena hukum tidak pernah dipandang netral,
tidak terlepas dari kepentingan politik dan hukum modern yang liberal.2

Adapun hal yang melatarbelakangi critical legal studies didasarkan pada persepsi
bahwa hukum tidak mampu menjawab permasalahan yang ada. Critical legal studies menolak
perbedaan antara teori dan praktik serta perbedaan antara fakta (fact) dan nilai (value) yang
menjadi ciri liberalisme. Oleh karena itu, aliran ini menolak kemungkinan teori murni (pure
theory), tetapi lebih menekankan teori yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
perubahan sosial yang praktis.3 Bahkan, sebenarnya salah satu kritikan kaum critical legal
studies pada awal-awal perkembangannya adalah tentang perbedaan:

- Antara moral dan pengetahuan yang ilmiah (scientific knowledge);


- Antara fakta dan nilai (value);
- Antara alasan (reason) dan keinginan (desire).

Menurut N.D. White tujuan critical legal studies ini untuk mendeligitimasi klaim
kebenaran, membongkar kuasa dan dominasi untuk membentuk sistem yang adil dan setara,
sehingga doktrin-doktrin hukum yang telah terbentuk dapat direkonstruksi untuk
mencerminkan pluralisme nilai yang ada.4

Pemikiran critical legal studies terletak pada kenyataan bahwa hukum adalah politik
(law is politics) sehingga critical legal studies menolak dan menyerang keyakinan para

1
Indra Rahmatullah, Filsafat Hukum Aliran Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies), Jurnal Buletin Hukum
dan Keadilan, Vol. 5, No. 3, 2021, hlm. 2
2
I Dewa Gede Atmaja, Filsafat Hukum: Dimensi Tematis dan Historis. (Malang: Setara Press, 2013), hlm. 184
3
Masnun Tahir, Studi Hukum Kritis dalam Kajian Hukum Islam, Jurnal Hukum Islam, Vol. 13, No. 2, 2014,
hlm. 203
4
Indra Rahmatullah, Op.Cit, hlm. 3
positivis dalam ilmu hukum.5 Doktrin hukum yang selama ini terbentuk sebenarnya lebih
berpihak pada mereka yang mempunyai kekuatan (power) sehingga disimpulkan bahwa
hukum itu cacat sejak dilahirkan karena terbentuk melalui “pertempuran” politik yang
cenderung berpihak dan subyektif demi kepentingan golongan tertentu.

Di samping itu, pada prinsipnya, critical legal studies menolak anggapan ahli hukum
yang mengatakan bahwa:6

1. Hukum itu Objektif, artinya kenyataan adalah tempat berpijaknya hukum.


2. Hukum itu Sudah Tertentu, artinya hukum menyediakan jawaban yang pasti dan dapat
dimengerti.
3. Hukum itu Netral, artinya tidak memihak ke pihak tertentu.
4. Hukum itu Otonom, artinya tidak dipengaruhi oleh politik atau ilmu-ilmu lain.

Aliran critical legal studies ini justru mencoba menjawab tantangan zaman dengan
mendasari pemikirannya pada beberapa karakteristik umum sebagai berikut:7

1. Aliran critical legal studies ini mengkritik hukum yang sarat dan dominan dengan
ideologi tertentu.
2. Aliran critical legal studies ini mengkritik hukum yang berlaku yang nyatanya
memihak ke politik dan hukum seperti itu sama sekali tidak netral.
3. Aliran critical legal studies ini mempunyai komitmen yang besar terhadap kebebasan
individual dengan batasan-batasan tertentu. Karena itu, aliran ini banyak berhubungan
dengan emansipasi kemanusiaan.
4. Ajaran critical legal studies ini kurang mempercayai bentuk-bentuk kebenaran yang
abstrak dan pengetahuan yang benar-benar objektif. Karena itu, ajaran critical legal
studies ini menolak keras ajaran-ajaran dalam aliran positivisme hukum.

Aliran hukum kritis menginginkan satu pandangan berbeda dengan pandangan hukum
pada umumnya. Aliran ini tidak memusatkan peraturan perundangan yang dibuat oleh
penguasa tidak pula menganut pada hukum yang berkembang dalam masyarakat. Aliran ini
juga tidak peduli dengan teori-teori yang telah ada sekian lama dalam ranah keilmuan hukum
maupun dalam kehidupan masyarakat, semuanya bisa dilawan dan bisa dikritisi.
5
Ibid, hlm. 215
6
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012),
hlm. 211
Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, hlm. 132-133
7
Ibid, h. 210

Anda mungkin juga menyukai