Lembar Jawaban Karin - Teori Hukum - Unsurya
Lembar Jawaban Karin - Teori Hukum - Unsurya
2 3 1 1 8 3 0 1 9
Nomor Induk Mahasiswa Paraf Mahasiswa
DIAH RATNA KARINA
Nama Mahasiswa
HUKUM MAGISTER HUKUM
Fakultas Program Studi
TEORI HUKUM – KELAS F
Mata Kuliah Paraf Dosen
Dr._NIRU_ANITA_SINAGA_SH_MH
Dosen Pengampu
Istilah Teori Hukum Postmodeernis muncul di Awal abad ke-19. Penggunaan teori sosial dan
budaya dalam perkembangan hukum saat ini memiliki peran yang sangat penting dan
signifikan. Perkembangan hukum yang terjadi tidak terlepas dari pengaruh teori-teori
sosial dan budaya yang ada. Teori sosial dan budaya sendiri dapat diartikan sebagai
Pada saat ini, penggunaan teori-teori sosial dan budaya dalam perkembangan hukum lebih
perubahan fundamental. Perubahan ini memiliki dampak yang sangat penting bagi
perkembangan hukum, tidak hanya dari sudut pandang bahasa, tetapi juga menyangkut
substansi yang ada. Dengan adanya penggunaan teori-teori sosial dan budaya, maka
pengembangan hukum dapat lebih luas dan lebih akurat sesuai dengan konteks
Salah satu contoh penggunaan teori sosial dan budaya dalam perkembangan hukum saat ini
adalah melalui konsep pluralisme hukum. Konsep ini mencoba untuk memahami dan
mengakomodasi berbagai budaya dan kepercayaan yang ada dalam masyarakat. Dengan
adanya pengakuan terhadap pluralisme hukum, maka hukum dapat lebih berpihak dan
Selain itu, beberapa teori sosial dan budaya yang muncul saat ini juga bukan semata-mata
sebagai reaksi terhadap teori yang ada sebelumnya. Namun, mereka juga mencoba
memberikan pandangan baru yang berbeda dari dominasi dan hegemoni teori yang sudah
mapan. Hal ini sejalan dengan esensi dari postmodernisme yang mencoba
mendekonstruksi modernisme dan menolak status quo serta menolak modernisme menuju
postmodern afirmatif. Dengan demikian, penggunaan teori-teori ini dalam konteks hukum
Teori sosial dan budaya juga mempengaruhi perkembangan hukum melalui konsep-konsep
seperti konstruksi sosial, teori feminis, teori kritis, dan sebagainya. Konsep konstruksi
sosial menganggap bahwa hukum adalah hasil dari proses sosial dan bukan sesuatu yang
bersifat objektif. Sementara teori feminis lebih menekankan pada kesetaraan gender
dalam hukum dan menolak diskriminasi terhadap perempuan. Adanya pengaruh dari teori-
teori ini membuat hukum menjadi lebih inklusif dan memperhatikan berbagai aspek yang
Penggunaan teori sosial dan budaya dalam perkembangan hukum saat ini memiliki peranan
yang sangat penting. Penggunaan teori-teori ini dapat memperkaya dan memperluas
pemahaman kita tentang hukum, serta membuat hukum menjadi lebih relevan dengan
konteks masyarakat yang beragam. Namun, tentu saja penggunaan teori-teori ini juga
perlu diimbangi dengan pemahaman yang mendalam dan implementasi yang tepat, sehingga
dapat memberikan dampak yang positif bagi perkembangan hukum secara keseluruhan.
Selain itu, pada paruh pertama abad ke-20, muncul berbagai disiplin ilmu, aliran, serta
doktrin baru yang umumnya radikal, termasuk aliran postmodern. Semua faktor ini
Teori Hukum Postmodernis muncul sebagai respons terhadap kritik terhadap aliran
Modernisme yang dianggap gagal dalam mencapai tujuannya yang mulia untuk
mensejahterakan umat manusia. Aliran Modernisme pada saat itu dianggap telah merusak
tatanan kehidupan dan tidak mampu memenuhi prinsip dan pola pikir kaum modernis.
Selain itu, fenomena abad modern juga menunjukkan ketidaksesuaian dengan prinsip-
Penelitian dan konferensi yang dilakukan oleh beberapa akademisi, seperti yang
diselenggarakan oleh Sekolah Hukum Bucerius di Jerman pada Oktober 2017, turut
membahas tentang tantangan hukum di era postmodernisme dan antara positivisme dan
Teori Hukum Postmodernis muncul sebagai alternatif pemikiran yang mencoba untuk
memberikan pandangan dan pendekatan baru dalam memahami dan menerapkan hukum di
era postmodernisme
Inti dari Critical Legal Studies (CLS) adalah pandangan bahwa hukum tidak bersifat netral,
tetapi sebaliknya, muncul dari hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Penganut aliran ini
meyakini bahwa logika dan struktur hukum tidak dapat dipahami tanpa
Menurut mereka, hukum bukanlah entitas yang terpisah dari realitas kekuasaan dan
struktur sosial, melainkan merupakan alat yang digunakan oleh kelompok yang berkuasa
untuk mempertahankan dan memperkuat posisi mereka. Dengan kata lain, hukum bukanlah
suatu kebenaran objektif, tetapi lebih merupakan hasil dari kepentingan dan konflik di
dalam masyarakat. Penganut CLS berpendapat bahwa hukum sering kali digunakan untuk
karena itu, mereka menekankan perlunya menganalisis hukum dalam konteks struktur
kekuasaan untuk memahami implikasi politis dan sosialnya. Dengan menggali asal-usul
hukum dan memeriksa hubungannya dengan struktur sosial, penganut CLS berupaya
mengungkap dan mengkritisi dimensi kekuasaan yang tersembunyi dalam sistem hukum.
fundamental tentang siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan oleh hukum, serta
bagaimana hukum dapat menjadi instrumen perubahan sosial yang lebih adil.
terletak pada pandangan bahwa hukum bukanlah suatu entitas netral, tetapi merupakan alat
yang digunakan oleh mereka yang memiliki kekayaan dan kekuasaan untuk menjalankan
seperangkat aturan yang objektif, melainkan sebuah instrumen yang dikuasai oleh
kelompok yang berkuasa untuk mempertahankan dan memperkuat posisi sosio-ekonomi
mereka. Penganut CLS meyakini bahwa kekayaan dan kekuasaan memainkan peran sentral
dalam membentuk dan mengarahkan perkembangan hukum. Mereka yang kaya dan kuat
sambil pada saat yang sama menekan atau menindas kelompok yang lebih lemah.
Dalam konteks ini, hukum dipandang sebagai refleksi dari ketidaksetaraan dan konflik
kepentingan dalam masyarakat. Penganut CLS menyoroti bagaimana hukum sering kali
menguntungkan elit. Mereka menekankan bahwa analisis hukum tidak bisa dilepaskan dari
konteks sosial dan politik di mana hukum itu berkembang. Oleh karena itu, memahami
penganut CLS mendorong sebuah pandangan kritis terhadap hukum, menantang asumsi-
asumsi yang mendasarinya, dan mendorong untuk transformasi hukum agar lebih adil dan
Kritik terhadap hukum dan sistem hukum yang ada. CLS menekankan bahwa hukum bukanlah
suatu entitas netral dan objektif, tetapi dipengaruhi oleh kekuatan politik, sosial, dan
dan dominasi dalam masyarakat. Mereka menolak pandangan tradisional bahwa hukum
adalah alat untuk mencapai keadilan, melainkan melihat hukum sebagai alat kontrol dan
pemelihara kekuasaan yang ada. Inti dari Critical Legal Studies (CLS) adalah kritik
terhadap cara tradisional dalam memahami dan menerapkan hukum. CLS muncul pada
tahun 1970-an di Amerika Serikat sebagai gerakan intelektual dalam ilmu hukum yang
menantang ortodoksi hukum dominan pada saat itu. Gerakan ini didasarkan pada gagasan
bahwa hukum bukanlah semata-mata tentang objektivitas dan netralitas, tetapi juga
merupakan produk dari kuasa dan kepentingan politik, ekonomi, dan sosial.
CLS berargumen bahwa hukum tercermin dalam distribusi kekuasaan yang tidak adil,
dengan mementingkan golongan elit dan menjaga status quo kekuasaan sosial. Mereka
juga menolak pandangan bahwa hukum dapat diterapkan dengan obyektif dan netral, dan
dan membentuk masyarakat. CLS mengkritik asumsi-asumsi dasar dalam teori hukum,
seperti rasionalitas hukum, perbedaan antara hukum positif dan hukum moral, serta nilai-
Lebih lanjut, CLS menyatakan bahwa hukum dapat digunakan sebagai alat dalam
pemerebutan kekuasaan oleh berbagai kelompok sosial yang saling bersaing. Mereka
Dalam hal ini, CLS ingin mencapai transformasi sosial melalui kritisisme terhadap hukum
Melalui pendekatan kritis ini, CLS berusaha untuk membangun kesadaran akan sifat politik
dari hukum dan menyuarakan kebebasan individu, keadilan sosial, dan emansipasi kolektif.
sistem hukum, serta mengadvokasi perubahan melalui proses sosial dan politik.
CLS juga menyoroti bahwa hukum sering kali memihak kepada kelompok yang berkuasa,
seperti kelas atas, ras tertentu, atau gender tertentu. Mereka menekankan pentingnya
memahami konteks sosial, politik, dan ekonomi dalam menafsirkan dan menerapkan
hukum. CLS juga menyoroti bahwa hukum sering kali tidak mampu mengatasi
diskriminasi sistemik.
Pendekatan CLS juga menekankan pentingnya mempertanyakan otoritas hukum dan menggali
implikasi kekuasaan dalam hukum. Mereka menyoroti bahwa hukum tidak hanya tentang
aturan yang ada, tetapi juga tentang proses pembentukan aturan tersebut. CLS berusaha
untuk mengembangkan pemahaman yang lebih kritis tentang hukum dan mendorong
Jelaskan maksudnya!
Menurut Teori Hukum Pembangunan yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja,
hukum di Indonesia memiliki peran yang lebih luas daripada sekadar menjamin kepastian,
ketertiban, dan keadilan. Dalam konteks masyarakat yang sedang membangun, hukum
juga berfungsi sebagai sarana pembaharuan atau "law as a tool of social engineering."
Pandangan ini mengisyaratkan bahwa hukum bukan hanya sebagai instrumen pengaturan,
tetapi juga sebagai alat untuk mengarahkan perubahan sosial yang positif. Dengan kata
peran hukum sebagai sarana pembangunan. Ini mencakup upaya pembaruan hukum, di
yang terus berkembang. Selain itu, pendidikan hukum juga dianggap sebagai aspek
hukum dapat menciptakan partisipasi yang lebih aktif dalam proses pembangunan,
Pandangan ini mencerminkan gagasan bahwa hukum bukanlah entitas statis, melainkan
masyarakat dapat lebih efektif merespons perubahan zaman dan menghadapi tantangan
sebagai kekuatan positif dalam membentuk perubahan sosial yang berkelanjutan dan
fungsi hukum dalam masyarakat Indonesia yang sedang membangun tidak hanya terbatas
pada menjamin kepastian, ketertiban, dan keadilan, tetapi juga sebagai sarana
pembaharuan atau sarana pembangunan masyarakat. Maksud dari "law as a tool of social
engineering" adalah bahwa hukum memiliki peran aktif dalam menciptakan perubahan
Dalam Teori Hukum Pembangunan yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, fungsi
hukum dalam masyarakat Indonesia yang sedang membangun tidak hanya terbatas pada
menjamin kepastian, ketertiban, dan keadilan semata. Namun, hukum juga dianggap
Dalam konteks ini, Mochtar Kusumaatmadja menekankan bahwa hukum dapat digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan sosial, ekonomi, dan politik yang lebih
luas. Hukum menjadi salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengubah dan
dalam regulasi ekonomi, perlindungan lingkungan, penegakan hak asasi manusia, dan
pemberdayaan masyarakat. Melalui undang-undang dan kebijakan hukum yang disusun dan
dilaksanakan, hukum dapat berfungsi sebagai alat yang mendorong perubahan sosial
positif.
hukum yang sesuai dengan aspirasi pembangunan masyarakat, hukum dapat menjadi
Dengan demikian, "law as a tool of social engineering" menggambarkan konsep bahwa hukum
bukan hanya sebagai perangkat legalitas semata, tetapi juga sebagai instrumen yang
masyarakat Indonesia yang sedang membangun. Pentingnya peran hukum dalam proses
dapat dipisahkan dari peran dan kontribusi hukum sebagai sarana yang mendukung
4.Jelaskan beberapa prinsip dan inti tentang Teori Hukum Progresif Satjipto
Rahardjo.
Teori Hukum Progresif yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo memiliki beberapa prinsip
dan inti yang menjadi landasan pandangannya terhadap hukum. Teori Hukum Progresif
yang dikembangkan oleh Satjipto Rahardjo mendasarkan diri pada keprihatinan terhadap
kontribusi yang dianggap rendah dari ilmu hukum di Indonesia dalam memberikan
pencerahan bagi bangsa, khususnya dalam mengatasi krisis yang melibatkan bidang
hukum. Inti dari Hukum Progresif ini terletak pada keyakinan bahwa hukum harus
memiliki peran yang lebih proaktif dan konstruktif dalam menyelesaikan masalah sosial
yang kompleks.
Prinsip pertama dari Teori Hukum Progresif adalah kesadaran akan keterbatasan hukum
formalistik dan mekanistik seringkali tidak mampu menanggapi dengan adekuat dinamika
dan kompleksitas masalah sosial. Oleh karena itu, Hukum Progresif menekankan perlunya
penyesuaian dan pengembangan hukum agar dapat lebih responsif terhadap kebutuhan
masyarakat.
Prinsip kedua adalah pandangan bahwa hukum bukanlah entitas yang terpisah dari realitas
sosial dan seharusnya dapat memainkan peran yang lebih progresif dalam pembangunan
masyarakat. Hukum tidak hanya dipandang sebagai alat pengaturan dan penegakan,
melainkan juga sebagai instrumen untuk mewujudkan perubahan sosial yang positif. Dalam
konteks ini, Hukum Progresif menciptakan ruang bagi hukum untuk menjadi motor
Satjipto Rahardjo juga menekankan pada pentingnya peran hakim sebagai agen perubahan.
Hakim dianggap tidak hanya sebagai penafsir pasif hukum, melainkan sebagai individu
yang memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa hukum berfungsi sebagai
instrumen perubahan yang positif. Oleh karena itu, Hukum Progresif mengajak para
penegak hukum untuk berperan aktif dalam membentuk masyarakat yang lebih adil dan
berkeadilan.
Teori Hukum Progresif yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo mengusung prinsip-prinsip
yang mengubah paradigma tradisional hukum. Inti dari teori ini terletak pada pemahaman
bahwa hukum tidak pernah mencapai batas akhir yang pasti, melainkan senantiasa
bergerak dan gelisah dalam mencari kebenaran yang lebih dalam. Prinsip pertama dalam
teori ini adalah pengakuan terhadap sifat dinamis hukum, di mana hukum tidak dapat
dipandang sebagai suatu entitas statis yang terpisah dari perkembangan masyarakat.
Sebaliknya, hukum dipandang sebagai entitas yang senantiasa berkembang seiring dengan
pentingnya untuk melihat hukum sebagai suatu proses yang terus-menerus mencari
kebenaran yang lebih baik. Prinsip kedua adalah pemahaman bahwa hukum harus
memposisikan dirinya sebagai alat untuk mencapai kebenaran yang lebih dalam dan bukan
sekadar sebagai peraturan yang bersifat formalistik. Dalam kerangka ini, Hukum
Progresif memotivasi untuk menggali nilai-nilai keadilan yang mendasar dan mengarahkan
Pandangan ini memunculkan prinsip ketiga, yaitu peran yang kritis dari para penegak hukum,
semata pelaksana hukum, tetapi juga sebagai agen perubahan yang dapat membawa
dampak positif terhadap masyarakat. Dengan menyadari kompleksitas hukum dan konteks
sosialnya, hakim diharapkan dapat berkontribusi dalam mewujudkan keadilan yang lebih
substansial.
5.Menurut Teori Hukum Integratif (Romli Atmasasmita) konsep hukum dapat dipahami
sebagai sistem norme system of normi, sebagai sistem perilaku (system of behavior)
dan sebagai sistem nilai (system of values) yang merupakan bagian dari aktivitas
Menurut Teori Hukum Integratif yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita, konsep hukum
dapat dipahami sebagai sistem norma (system of norms), sistem perilaku (system of
behavior), dan sistem nilai (system of values) yang merupakan bagian dari aktivitas
Pertama, konsep hukum sebagai sistem norma mengacu pada aturan-aturan yang diakui dan
tertulis maupun yang tidak tertulis, serta kebiasaan dan tradisi yang berlaku dalam
Kedua, konsep hukum sebagai sistem perilaku merujuk pada bagaimana hukum
mempengaruhi dan mengatur perilaku manusia dalam masyarakat. Hukum tidak hanya
berfungsi sebagai aturan yang harus dipatuhi, tetapi juga sebagai pendorong dan
pengatur tindakan manusia. Melalui hukum, masyarakat diarahkan untuk melakukan
tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai yang diakui dan dihormati oleh masyarakat.
Ketiga, konsep hukum sebagai sistem nilai menunjukkan bahwa hukum tidak dapat
dipisahkan dari nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat pada waktu dan tempat
tertentu. Nilai-nilai ini mencerminkan keyakinan, budaya, dan prinsip yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat. Hukum tidak hanya mencerminkan nilai-nilai ini, tetapi juga
Secara keseluruhan, Teori Hukum Integratif menggambarkan konsep hukum sebagai sistem
norma, sistem perilaku, dan sistem nilai yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama
lain. Hukum tidak dapat dipahami secara terpisah dari konteks sosial, budaya, dan nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat. Hukum merupakan instrumen yang digunakan untuk