Anda di halaman 1dari 8

PAPARAN FISIS

1. Kebisingan
a. Pengambilan Sampel
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996,
pengambilan sampel kebisingan dibagi menjadi dua cara sesuai dengan alat sound
level meter yang digunakan, antara lain:
1) Cara Sederhana, yaitu pengukuran kebisingan dengan alat sound level
meter biasa, dengan pembacaan yang dilakukan setiap 5 detik selama 10 menit,
untuk satu kali pengukuran. Pengukuran kebisingan dengan cara sederhana,
minimal dilakukan oleh 2 orang. Satu orang untuk melihat waktu dan
memberikan aba-aba pembacaan kebisingan setiap 5 detik. Lalu satu orang lagi
bertugas membaca dan mencatat hasil pengukuran kebisingan oleh sound level
meter.
2) Cara Langsung, yaitu pengukuran kebisingan dengan integrating sound level
meter yang mempunyai fasilitas data logger dan pengukuran L TM5. LTM5 adalah
rata-rata hasil pengukuran setiap 5 detik dalam 10 menit. Pengukuran kebisingan
dengan cara langsung ini dapat dilakukan oleh 1 orang saja, karena integrating
sound level meter tidak memerlukan pembacaan setiap 5 detik. Data hasil
pengukuran kebisingan sudah berbentuk softfile, sehingga memudahkan analisa
hasil pengukuran.
b. Cara Pengukuran
Pengukuran kebisingan dilakukan selama 24 jam (L SM), yang dibagi menjadi
aktifitas pada siang dan malam hari. Aktifitas pada siang hari ditentukan selama 16
jam (Ls) dalam selang waktu 06.00 – 22.00. Lalu pada malam hari ditentukan selama
8 jam (Lm) dalam selang waktu 22.00 – 06.00. Setiap pengukuran harus mewakili
aktifitas tertinggi pada selang waktu tertentu, dengan menetapkan paling sedikit 4
waktu pengukuran pada siang hari dan 3 waktu pengukuran pada malam hari.
Sebelum melakukan pengukuran kebisingan, diperlukan pemetaan lokasi
pengambilan sampel kebisingan terlebih dahulu, beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain:
 Lokasi sumber kebisingan
 Lokasi pengukuran sumber kebisingan
 Lokasi receptor (penerima) kebisingan
 Lokasi pengukuran sampel kebisingan di receptor.
 Topografi antara sumber kebisingan dengan receptor.
Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan di tempat terbuka, dan berjarak
3,5 meter dari dinding-dinding bangunan untuk menghindari pantulan suara.
Ketinggian sound level meter yang digunakan antara 1,2 -1,5 meter, sesuai dengan
rata-rata tinggi receptor kebisingan. Sound level meter memerlukan tripod untuk
mengurangi potensi pantulan bunyi oleh badan operator. Jarak dari operator ke sound
level meter minimal 0,5 meter, dengan beda tinggi antara sound level meter dengan
operator minimal 0,5 meter. Mikropon pada sound level meter juga perlu diarahkan
ke sumber kebisingan. Pengukuran tingkat kebisingan harus dilakukan pada cuaca
yang cerah, dengan kecepatan angin yang tidak terlalu besar. Sebagai pengaman,
pada mikropon harus selalu dipasang pelindung angin (wind-screen).
c. Batas Normalitas (Cut of Point)

2. Radiasi
a. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan pengukuran dan penelitian
langsung di dalam ruang pengujian yang dilengkapi dengan tanda radiasi, indikator
visual dan/atau audio yang menunjukkan bahwa pengujian Pesawat Sinar-X sedang
berlangsung, dan sisteminterlock.
b. Cara Pengukuran
Cara pengukuran radiasi dilakukan dengan mengarahkan detektor
Surveimeter Inspector ke daerah yang dipantau. Sebelum melakukan pengukuran di
daerah yang dipantau, terlebih dahulu dilakukan pengukuran paparan/laju dosis latar
(background), hasil pengukuran adalah angka yang terbaca pada display neHo
dikalikan dengan faktor kalibrasi, dalam satuan mR/jam ataupun uSv/hr.
c. Batas Normalitas (Cut of Point)
1) Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 15
Tahun 2015 Pasal 24, Nilai Batas Dosis untuk Pekerja Radiasi yaitu tidak
boleh melampaui:
 Dosis Efektif sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per tahun
ratarata selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
 Dosis Efektif sebesar 50 mSv (lima puluh milisievert) dalam 1 (satu)
tahun tertentu;
 Dosis Ekivalen untuk lensa mata sebesar 20 mSv (dua puluh
milisievert) per tahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut
dan 50 mSv (lima puluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun tertentu;
dan
 Dosis Ekivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv
(lima ratus milisievert) dalam 1 (satu) tahun.
2) Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 15
Tahun 2015 Pasal 25, Nilai Batas Dosis untuk Masyarakat yaitu tidak boleh
melampaui:
 Dosis Efektif sebesar 1 mSv (satu milisievert) dalam 1 (satu) tahun;
 Dosis Ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv (lima belas
milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan
 Dosis Ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv (lima puluh milisievert)
dalam 1 (satu) tahun.

3. Getaran
a. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan pengukuran langsung di
tempat pengukuran.
b. Cara Pengukuran
Cara untuk mengukur getaran, yaitu:
1) Getaran untuk Kenyamanan dan Kesehatan
a) Alat penangkap getaran dilelakkan pada lantai atau permukaan yang
bergetar, dan disambungkan ke alat ukur getaran yang dilengkapi
dengan filter;
b) Alat ukur dipasang pada besaran simpangan. Dalam hal alat: tidak
dilengkapi dengan fasilitas itu, dapat digunakan konversi besaran;
c) Pembacaan dan pencatatan dilakukan untuk setiap frekwensi 4 - 63
Hz atau dengan sapuan oleh alat pencatat getaran;
d) Hasil pengukuran sebanyak 13 data.
2) Getaran untuk Keutuhan Bangunan Cara pengukuran sama dengan
pengukuran getaran untuk kenyamanan dan kesahatan manusia, hanya
besaran yang dipakai ialah kecepatan getaran puncak (Peak velocity).

c. Batas Normalitas (Cut of Point)


PAPARAN KIMIA
1. Limbah industri
a. Pengambilan Sample
Untuk mengetahuinya, kita mengacu pada Lampiran VII Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan
Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan
Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh
Pemerintah Daerah (“PermenLH 30/2009”).
Lampiran VII Permen LH 30/2009 antara lain menjelaskan bahwa dalam
pengambilan sampel pada kegiatan pengawasan pengelolaan limbah B3 perlu
diperhatikan antara lain: mencatat kode sampel, titik pengambilan sampel, waktu
(tanggal dan jam), kondisi cuaca dan lainnya yang selanjutnya dimasukkan dalam
Berita Acara Pengambilan Sampel. Sampel limbah cair diambil berdasarkan cara
Integrated Sampling (Gabungan Tempat), artinya campuran contoh yang diambil dari
titik yang berbeda pada waktu yang sama, dengan volume yang sama (SNI
6989.59:2008
b. Cara pengukuran
Alat yang diperlukan untuk mengukur sample limbah antara lain: a) DO meter atau
peralatan untuk metode Winkler; b) pH meter; c) turbidimeter; d) konduktimeter; e)
termometer; dan f) 1 set alat pengukur debit.
Pengujian parameter lapangan yang dapat berubah dengan cepat, dilakukan langsung
setelah pengambilan contoh. Parameter tersebut antara lain; pH (SNI 06-6989.11-
2004), suhu (SNI 06-6989.23-2005), daya hantar listrik (SNI 06-6989.1-2004),
alkalinitas (SNI 06- 2420-1991), asiditas (SNI 06-2422-1991) dan oksigen terlarut (SNI
06-6989.14-2004).
Bila analisis tidak dapat segera dilakukan, maka perlu dilakukan penyaringan di
lapangan untuk pemeriksaan parameter yang terlarut. Cara penyaringan dapat dilakukan
sebagai berikut:
a) contoh yang akan disaring diambil sesuai keperluannya;
b) masukkan contoh tersebut ke dalam alat penyaring yang telah dilengkapi saringan
yang mempunyai ukuran pori 0,45 ìm dan saring sampai selesai;
c) air saringan ditampung dalam wadah yang telah disiapkan sesuai keperluannya.
Pengawetan contoh dilakukan apabila pemeriksaan tidak dapat langsung dilakukan
setelah pengambilan contoh.
c. Batas Normalitas (cut of point)
No Parameter Satuan Kadar maksimal metode
1 TSS mg/L 100 Gravimetri
2 TDS mg/L 500 Gravimetri
3 Amonia mg/L 0,3 Nessier
4 pH 7 (netral)
5 DO mg/L >5 Mod. Azida
6 BOD mg/L 20 Titrimetri
7 COD mg/L 30 Refluk tertutup

2. Logam berat
a. Pengambilan sampel
b. Cara Pengukuran
Analisa logam berat (Pb dan Cd) dalam air dilakukan dengan metode uji yang
mengacu pada SNI pengujian air dan limbah dengan metode Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) yang diuraikan sebagai berikut :
1)Penentuan kadar logam (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Air (SNI 6989:8:2009 dan SNI
6989:16:2009)
50 ml sampel air dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml dan ditambahkan 5 ml
HNO3 pekat, tutup dengan kaca arloji. Kemudian dipanaskan perlahan-lahan sampai
sisa volumenya 15 ml-20 ml. Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka
ditambahkan lagi 5 ml HNO3 pekat dan ditutup dengan kaca arloji kemudian
dipanaskan lagi (tidak mendidih). Proses ini dilakukan secara berulang sampai semua
logam terlarut, yag terlihat dari warna endapan sampel air menjadi agak putih atau
sampel air menjadi jernih. Setelah itu kaca arloji dibilas dan air bilasannya dimasukan
ke dalam gelas piala. Kemudian sampel air dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml dan
ditambahkan air akuades sampai tepat tanda tera lalu dihomogenkan. Setelah itu dibaca
serapannya dengan menggunakan alat AAS kemudian mencatat hasilnya.
c. Batas normalitas (cut of point)
Batas normalitas logam berat : MENLH Tahun 2004 (0,008 mg/l)
3. Amonia
a. Pengambilan Sample
Pengambilan sampel ditentukan dengan metode Purposive Sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012).
b. Cara pengukuran
Analisis sampel air mengacu pada APHA (2005) yang dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer UV mini-1240. Analisis sampel amonia dilakukanmetode phenate dan
diukur pada panjang gelombang 640 nm.
Langkah langkah:
Sampel uji sebanyak 10 mL dipipet ke dalam sample cell 25 mL. Lalu ditambahkan 0,4
mL larutan fenol, 0,4 mL larutan natrium nitropusida dan 1 mL larutan pengkosidasi.
Kemudian dihomogenkan dan ditunggu hingga 1 jam. Selanjutnya diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 640 nm.
c. Batas normalitas (cut of point)
Batas normalitas amonia menurut PP No. 82 Tahun 2001 kelas I yaitu kadar amonia < 0,5
mg/L.

Anda mungkin juga menyukai