Anda di halaman 1dari 32

RESUME MONITORING

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

DOSEN PEMBIMBING :
Winarko, SKM, M.Kes
Demes Nurmayanti, ST, M.Kes

DISUSUN OLEH :
Ilmi Mufidah
D4-3A
P27833321028

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV SANITASI LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
TAHUN 2022
MONITORING LINGKUNGAN FAKTOR FISIKA
Faktor Fisika
Faktor Fisika adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas Tenaga Kerja yang bersifat
fisika, disebabkan oleh penggunaan mesin, peralatan, bahan dan kondisi lingkungan di sekitar
Tempat Kerja yang dapat menyebabkan gangguan dan penyakit akibat kerja pada Tenaga Kerja,
meliputi Iklim Kerja, Kebisingan, Getaran, radiasi gelombang mikro, Radiasi Ultra Ungu (Ultra
Violet), radiasi Medan Magnet Statis, tekanan udara dan Pencahayaan.
PENGUKURAN PENCAHAYAAN (SNI No 16-7062-2019)
Persiapan Pengukuran SNI 16-7062-2019

a. Pastikan baterai alat lux meter memiliki daya yang cukup untuk melakukan pengukuran.
b. Pastikan lux meter berfungsi dengan baik.
c. Pastikan lux meter terkalibrasi oleh laboratorium kalibrasi yang terakreditasi.
d. Siapkan alat bantu ukur dimensi ruangan (meteran), formulir pengukuran dan denah tempat
kerja yang akan diukur.
Langkah – langkah pengukuran SNI 16-7062-2019
Pengukuran intensitas pencahayaan dilakukan sebagai berikut:
a) Hidupkan lux meter
b) Pastikan rentang skala pada lux meter sesuai dengan intensitas pencahayaan yang diukur
c) Buka penutup sensor
d) Lakukan pengecekan antara, pastikan pembacaan yang muncul di layar menunjukkan
angka nol saat ditutup rapat
e) Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik untuk pengukuran
intensitas pencahayaan umum atau pencahayaan setempat
f) Lakukan pengukuran dengan ketinggian sensor alat 0.8 m dari lantai untuk pengukuran
intensitas pencahayaan umum
g) Baca hasil pengukuran pada layar setelah menunggu beberapa saat sehingga di dapat nilai
angka yang stabil
h) Lakukan pengukuran pada titik yang sama sebanyak 3 kali
i) Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan untuk intensitas pencahayaan umum
seperti pada lampiran C, dan untuk intensitas pencahayaan setempat seperti pada lampiran
D
j) Matikan lux meter setelah selesai dilakukan pengukuran intensitas pencahayaan
Sikap pengambilan sample SNI 16-7062-2019
 Sensor diletakkan sejajar dengan permukaan yang akan diukur
 Petugas memposisikan diri sedemikian rupa agar tidak menghalangi cahaya yang jatuh ke
sensor lux meter
 Petugas tidak menggunakan pakaian yang dapat memantulkan cahaya yang dapat
mempengaruhi hasil pengukuran.
Penentuan Titik Pengukuran pencahayaan Umum SNI 16-7062-2019
 Luas ruangan kurang dari 50 m2
 Jumlah titik pengukuran dihitung dengan mempertimbangkan bahwa satu titik
pengukuran mewakili area maksimal 3 m2. Titik pengukuran merupakan titik temu
antara dua garis diagonal panjang dan lebar ruangan.
 Panjang x lebar ruangan = max 3 m2 (se “persegi” mungkin, as square as possible)
maksimal = 1,732m
Pencahayaan Umum SNI 16-7062-2019
 2 Luas ruangan antara 50 m2 sampai 100 m2
 Jumlah titik pengukuran minimal 25 titik, titik pengukuran merupakan titik temu antara
dua garis diagonal panjang dan lebar ruangan.
 3 Luas ruangan lebih dari 100 m2
 Jumlah titik pengukuran minimal 36 titik, titik pengukuran merupakan titik temu antara
dua garis diagonal panjang dan lebar ruangan.
Penerangan Umum SNI 16-7062-2004
 Ruang ukuran < 10 m2 perpotongan diagonal per 1 m2
 Ruang ukuran 10 - 100 m2 perpotongan diagonal per 3 m2
 Ruang ukuran > 100 m2 perpotongan diagonal per 6 m2
GETARAN (SNI 7186:2021)
Getaran : gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan
keseimbangannya
Percepatan : Laju perubahan

KecepatanFrekuensi : Jumlah getaran

per detik Jenis Paparan Getaran

Whole Body Vibration (WBV) : Getaran yang mengenai seluruh tubuh, seperti pada pengemudi
alat berat, orang yang bekerja pada lantai yang bergetar (platform), dll
PENGUKURAN
ALAT UKUR :

1 Persiapan : Pilih alat, Cek kelengkapan Kalibrasi, SOP, SNI, Form sampling
2 Sampling : Penetapan titik ukur, Pengukuran,
3 Pengolahan Data : Evaluasi, Rekomendasi
(SNI 7186:2021) Pengukuran dan Evaluasi Paparan Getaran Pada Seluruh Tubuh Pekerja
Prinsip Kerja Pengukuran Whole body Vibration
 Percepatan getaran diukur dengan alat vibration meter pada posisi kerja duduk selama
rentang waktu tertentu.
 Getaran diterima oleh transduser dan diubah menjadi sinyal listrik yang dikuatkan
oleh amplifier diteruskan pada layar.
 Getaran diukur berdasarkan arah sistem koordinat pada titik dimana getaran merambat
ke tubuh
Persyaratan pengukuran
a) Vibrasimeter dalam kondisi baik dan harus terkalibrasi oleh laboratorium kalibrasi
yang terakreditasi.
b) Pengukuran disesuaikan dengan posisi kerja pekerja yang terpapar getaran seluruh tubuh
yang terdiri dari posisi kerja duduk, berdiri atau berbaring.
c) Pengukuran dilakukan pada semua posisi kerja dan jenis pekerjaan yang memiliki
paparan getaran.
d) Penyesuaian arah sumbu x, y dan z untuk setiap posisi kerja yang diukur
Metode Pengukuran
• Alat ukur (peralatan)
Peralatan yang digunakan untuk mengukur pemaparan getaran seluruh tubuh adalah
vibrasimeter yang terdiri dari:
o Unit utama vibrasimeter (a)
o Kabel penghubung akselerometer dengan unit utama. (b)
o Akselerometer tergabung dengan adaptor berbentuk piringan (c)

Pelaksanaan pengukuran
a) Posisi subjek saat pengukuran
o Menduduki bantalan rangkaian akselerometer bila posisi kerja duduk,
o Menginjak bantalan rangkaian akselerometer bila
o posisi kerja berdiri
o Menindih rangkaian akselerometer dengan punggung bila posisi kerja berbaring.
 Akselerometer juga dapat diempatkan di bawah pelvis (bokong)
atau di bawah kepala
b) Letakan vibrasimeter sedemikian rupa pada posisi yang aman dan tidak mengganggu
aktivitas pekerja. Apabila memungkinkan operator dapat mengoperasikan langsung alat
vibrasimeter tersebut selama pengukuran.
c) Aktifkan vibrasimeter dan lakukan pengukuran sesuai dengan durasi pengukuran.
 Lama pengukuran untuk getaran dengan sinyal acak stasioner adalah minimal 108
detik - Pengukuran dilakukan minimal 2 kali untuk getaran yang konstan.
 Untuk getaran kejut, periode pengukuran paling sedikit 4 kali sesuai dengan siklus
fluktuasi getaran.
d) Pastikan vibrasimeter sudah berhenti mengukur, lalu ambil akselerometer dari posisi
pengukuran, setelah pengukuran selesai
e) Baca hasil pengukuran pada monitor unit utama atau unggah data ke komputer.
f) Catat hasil pengukuran dalam formulir (lampiran B). Untuk alat yang dapat menyimpan
dan mencetak data hasil pengukuran, maka hasil cetakan data dapat digunakan sebagai
pelengkap formulir.
Standar & Regulasi
• Permenaker 05 Tahun 2018 (Efek kesehatan)

• Paparan dengan nilai VDV


• Hasil pengukuran dibandingkan dengan mengacu pada nilai TLV ACGIH yaitu 17
m/dt 1,75 dan untuk Action Limit yaitu 8,5 m/dt1,75
• Reaksi Kenyamanan

berdasarkan pada persepsi pekerja, sehingga terjadi rentang standar (kisaran nilai)
kenyamanan yang bervariasi
• Persepsi
Untuk persepsi nilai getaran rata rata pada nilai getaran 0,015 m/detik2, tetapi pada
umumnya berada pada rentang 0,01 - 0,02 m/detik2
• Motion Sickness
Motion sickness dosis vibration dengan nilai getaran 1,5 m/detik1,5

Interpretasi
Paparan dalam waktu 8 jam :

 Interpretasi hasil pengukuran dimaksudkan untuk membandingkan nilai paparan getaran


seluruh tubuh dibandingkan dengan nilai ambang batas sesuai peraturan yang berlaku.
 Interpretasi hasil pengukuran dilakukan dengan memperhatikan hasil pengukuran paparan
getaran seluruh tubuh serta jumlah waktu paparan per hari kerja tersebut dalam 8 jam kerja.
 Hasil pengukuran diperoleh dari pengukuran yang telah dilakukan, lama waktu pekerja
terpapar dapat diperoleh berdasarkan informasi dari pekerja, pengawas atau manajemen
yang terkait.
 Perhitungan paparan dalam waktu 8 jam menggunakan formula sbb:

o aw Adalah besarnya getaran (m/detik²) pada sumbu yang diukur tertinggi, Termasuk
faktor pembobotan, k=1.4, untuk sumbu x dan y
o T waktu paparan aktual dalam jam getaran sebesar aw
o T0 Adalah referensi (standar) paparan durasi delapan jam.
Pengukuran Iklim Kerja & Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja
 Metode pengukuran iklim kerja SNI 7061:2019
 Metoda pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja SNI 7231:2009
Iklim kerja
Lingkup pengukuran

1. Mengukur suhu lingkungan kerja


a. Iklim kerja panas
Pengukuran dan evaluasi iklim kerja panas dengan parameter indeks suhu basah
dan bola (ISBB) à SNI 7061:2019
b. Iklim kerja dingin
Pengukuran dan evaluasi iklim kerja dingin dengan parameter temperatur ekuivalen
2. Parameter yang diukur meliputi:
a. Suhu udara
1) Suhu kering
2) Suhu basah
3) Suhu radian
b. Kelembapan
c. Kecepatan aliran udara (angin)
3. Kategori lingkungan kerja meliputi:
a. Lingkungan kerja indoor
Lingkungan kerja yang karena karakteristik bangunan atau lokasinya sehingga
tidak terpajan secara langsung oleh cahaya matahari
b. Lingkungan kerja outdoor
Lingkungan kerja yang karena karakteristik bangunan atau lokasinya sehingga
terpajan secara langsung oleh cahaya matahari

Tujuan pengukuran
Tujuan pengukuran iklim kerja (lingkungan kerja) meliputi:
1. Mengetahui temperatur/suhu lingkungan kerja
2. Mengetahui potensi risiko kesehatan pada pekerja akibat kondisi iklim kerja (pekerja
berisiko)
3. Mengetahui tingkat pemenuhan regulasi atau NAB
4. Evaluasi program pengendalian yang telah dilakukan
5. Masukan untuk pengembangan program perbaikan
Ruang Lingkup SNI 7061:2019
Metode pengukuran dan evaluasi iklim kerja panas dengan parameter indeks suhu basah dan
bola (ISBB)
Metode pengukuran dan evaluasi iklim kerja dingin dengan parameter temperatur ekuivalen
Pengukuran Iklim Kerja (SNI 7061:2019)
 Prinsip
 Pengukuran iklim kerja dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang dapat
menghasilkan indikator pengukuran yang mencakup suhu basah alami, suhu kering,
suhu bola, kelembapan dan kecepatan aliran udara.
 Hasil pengukuran suhu lingkungan kerja dinyatakan dalam ISBB untuk iklim kerja
panas dan ekuivalen suhu dingin untuk iklim kerja dingin.
 Peralatan
 Alat-alat yang dipakai harus terkalibrasi oleh laboratorium yang terakreditasi.
 Peralatan pengukuran iklim kerja terdiri atas alat ukur dan perlengkapan
pengukuran
Alat Ukur
a) Alat Konvensional
alat ukur iklim kerja yang terdiri atas termometer suhu kering, suhu basah alami dan suhu
bola, yang pembacaannya dilakukan secara terpisah dan perhitungan iklim kerja ISBB
dilakukan dengan rumus yang terdapat pada dokumen ini.
b) Alat Digital
alat ukur yang memperagakan suatu pengukuran dalam bentuk angka sebagai pengganti
jarum penunjuk pada skala kontinyu dalam alat ukur analog

Prosedur
1. Penentuan titik pengukuran
Titik pengukuran iklim kerja ditentukan dengan memperhatikan:
a) Terdapat sumber panas atau dingin seperti mesin, proses, dan lain-lain.
b) Merupakan area yang terpajan panas seperti terpajan oleh matahari
c) Terdapat aktivitas kerja atau ada orang yang bekerja.
2. Persiapan
a) Persiapan formulir dan denah
• Operator/teknisi menyiapkan denah area kerja yang akan diukur
guna menentukan titik pengukuran yang tepat (contoh lampiran D)
• Menyiapkan formular pencatatan yang diperlukan (contoh lampiran
E dan F)
b) Persiapan alat ukur
• Operator/teknisi memastikan peralatan yang akan digunakan
(konvensional/digital) lengkap dan berfungsi dengan baik, dan
sesuaikan pengaturan menu (setting) pengukuran pada alat (digital)
• Pastikan sertifikat kalibrasi alat masih berlaku
• Mempersipakan alat ukur kecepatan angin
• Mempersiapkan perlengkapan pengukuran lainnya (tripod, baterai,
dll)
3. Pengukuran
a) Persyaratan
 Pengukuran dilaksanakan pada kondisi kerja normal.
 Kondisi lingkungan yang diukur tidak membahayakan bagi
operator/teknisi maupun alat seperti hujan, angin kencang, ombak,
proses produksi dan kondisi lingkungan yang berisiko lainnya.
 Pengukuran tidak boleh mengganggu aktivitas pekerjaan.
b) Langkah-langkah Pengukuran iklim kerja panas menggunakan alat
digital :
1) Letakkan alat pengukur iklim kerja pada titik pengukuran dengan
mengatur ketinggian sensor alat sesuai posisi kerja mayoritas pekerja
(posisi berdiri sekitar 1,00 m dan posisi duduk sekitar 0,60 m).
2) Aktifkan alat ukur dengan menekan tombol on dan biarkan selama
minimal 10 menit untuk penyesuaian terhadap suhu lingkungan kerja.
3) Mulai pengukuran iklim kerja dengan mengaktifkan perekaman selama
30 menit.
4) Untuk alat yang tidak dapat merekam maka pembacaan hasil pengukuran
dilakukan setiap 5 menit selama 30 menit.
5) Untuk lingkungan kerja yang dipengaruhi oleh matahari langsung maka
pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali (pagi, siang, sore) atau pengukuran
dilakukan pada kondisi iklim kerja yang paling dirasa panasoleh pekerja.
6) Nonaktifkan fungsi perekaman.
7) Apabila akan dilakukan pengukuran pada titik berikutnya, maka ulangi
mulai dari langkah kedua.
8) Lakukan unggah data apabila pengukuran telah selesai.
c) Langkah-langkah Pengukuran IKLIM KERJA DINGIN
1. Letakkan termometer suhu kering pada titik pengukuran dengan mengatur
ketinggian termometer sesuai posisi kerja mayoritas pekerja (posisi berdiri
sekitar 1,00 m dan posisi duduk sekitar 0,60 m).
2. Tempatkan alat ukur di titik pengukuran selama 20 menit untuk
penyesuaian terhadap suhu lingkungan kerja.
3. Lakukan pembacaan hasil pengukuran setiap 5 menit sebanyak 6 kali
pembacaan dan catat dalam formulir yang disediakan (lampiran F).
4. Apabila akan dilakukan pengukuran pada titik selanjutnya, maka ulangi
mulai dari langkah (1).
5. Lakukan pengukuran kecepatan angin atau aliran udara.
4. Pembacaan dan Perhitungan Hasil
Pembacaan dan Perhitungan Hasil Pengukuran
a. Iklim Kerja Panas (Alat Digital)

Hasil pengukuran dapat dibaca dengan mencetak data pengukuran yang


terekam di dalam alat ukur atau tercatat dalam formulir (lampiran E).
Hasil pengukuran yang dicatat mencakup, namun tidak terbatas pada :
b. Rata-rata indeks ISBB
c. Rata-rata kelembapan relatif
d. Rata-rata kecepatan angin
b. Iklim kerja dingin
 Hasil pengukuran ekuivalen suhu dingin dapat dibaca dengan mencetak
data pengukuran yang terekam di dalam alat ukur atau tercatat dalam
formulir (lampiran F).
 Ekivalen suhu dingin merupakan kombinasi matriks antara suhu kering dan
kecepatan angin.
 Pembacaan matriks ekivalen suhu dingin mengacu pada Peraturan
Perundang- undangan yang berlaku (lampiran C).
Data yang Diperlukan Untuk Evaluasi Iklim Kerja Panas
1. Hasil ukur ISBB adalah hasil ukur yang diperoleh dengan mengikuti prosedur pengukuran
di atas.
2. Informasi beban kerja. Beban kerja ditentukan berdasarkan laju metabolik dengan
merujuk pedoman teknis penerapan K3 lingkungan kerja peraturan perundang- undangan
yang berlaku.
3. Pola kerja/pola pajanan, Pola kerja/pola pajanan merupakan pengaturan waktu kerja di
lingkungan kerja panas dengan waktu istirahat dalam setiap jamnya. Pola kerja/pola
pajanan dikategorikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Jenis pakaian, Jenis pakaian yang digunakan oleh pekerja
Kebisingan
Tipe Kebisingan
 Constant (steady) noise : Kebisingan yang mempunyai sound level relatif konstan (fluktuasi level
relatif sangat kecil)
 Fluctuating noise (non-steady) noise : Kebisingan yang mempunyai sound pressure level
berfluktuasi bermakna
 Continuous noise : Kebisingan yang terjadi terus menerus dalam satuan waktu tertentu
 Intermitten noise : Kebisingan yang terjadi tidak continue/terputus-putus dalam satuan waktu
tertentu
 Impulsive noise : Kebisingan yang terjadi dengan kenaikan dan penurunan sound pressure level
yang dalam waktu kurang dari 1 detik
 Random noise : Kebisingan terdiri dari multi level baik amplitudo maupun frekuensi yang terjadi
tidak beraturan (acak) dalam satuan waktu tertentu
Kebisingan yang membahayakan, dapat mempengaruhi fungsi pendengaran terutama jenis:
• Continuous Noise di atas 85 dBA yang memajani pendengaran selama 8 jam kerja terus
menerus.
• Impulse Noise (Impact Noise) di atas 140 dBA yang memajani pendengaran meskipun
sesaat.
Lingkup Pengukuran Kebisingan
1. Pengukuran bising lingkungan kerja (Intensitas bising)
a) Sumber bising
• Pengukuran di area sumber bising (mesin, proses kerja yang bising, dll)
• Titik pengukuran dilakukan pada jarak ± 1 meter atau disesuaikan dengan
kondisi di lapangan
b) Area kerja yang bising
• Pengukuran dilakukan pada area yang terpajan bising, yaitu area yang terjangkau oleh
bising
• Lebih diutamakan area yang bising dan tempat dilakukannya aktivitas pekerja
2. Pekerja yang berisiko (dosis pajanan bising)
• Pekerja yang terpajan oleh bising atau melakukan pekerjaan yang mengeluarkan
bising
3. Parameter Pengukuran bising lingkungan kerja (Intensitas bising)
a) SPL - Sound Pressure Level merupakan tingkat energi bising dalam satuan dB pada
pembobotan atau filter tertentu. Nilai yang ditampilkan adalah nilai maksimal dari
periode pengukuran.
b) LEQ - Tingkat suara terintegrasi/rata-rata yang terakumulasi dengan exchange rate
3 dB.
c) LAVG - Jenis pengukuran yang sama dengan LEQ, kecuali bila menggunakan
exchange rate 4, 5 atau 6 dB.
a) TWA - Time Weighted Average. Tingkat rata-rata terakumulasi selama pengukuran
yang dihitung dengan waktu integrasi delapan jam.
a) LMAX – Nilai maksimum SPL.
b) LMIN – Nilai minimum SPL.
c) Frekuensi bising
f) Karakteristik lingkungan kerja
a) Reverberant field, kondisi lingkungan kerja yang tidak bebas dan memiliki
beberapa media pantul seperti dinding, dll
b) Free field (Area terbuka), kondisi lingkungan kerja yang bebas, terbuka dan tidak
ada media yang dapat memantulkan suara/bunyi.
Tujuan pengukuran kebisingan (lingkungan kerja) meliputi:
1. Mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerja (mapping dan/atau kontur)
2. Mengetahui potensi risiko kesehatan pada pekerja akibat kondisi iklim kerja (pekerja
berisiko)
3. Mengetahui tingkat pemenuhan regulasi atau NAB
4. Evaluasi program pengendalian yang telah dilakukan
5. Masukan untuk pengembangan program perbaikan
Strategi pengukuran
1. Jumlah dan letak/lokasi titik pengukuran
• Jumlah titik pengukuran disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan
kerja
• Titik pengukuran meliputi sumber dan area kerja yang terpapar
• Kriteria/pertimbangan penentuan titik pengukuran
• Terdapat sumber/proses yang mengeluarkan bising
• Area kerja yang terpapar oleh bising yang berasal dari sumber/proses lain
• Terdapat pekerja yang beraktivitas pada area atau lokasi tersebut
2. Waktu dan durasi pengukuran (Lingkungan kerja)
• Waktu pengukuran disesuaikan dengan waktu kerja
• Durasi pengukuran
1. Sesuai dengan tujuan pengukuran :
1. Mapping / kontur à mengukur SPL setiap titik selama minimal 3
menit
2. Membandingkan tingkat kebisingan lingkungan dengan NAB:
1. Kebisingan bersifat kontinyu dan steady
2. Waktu paparan diketahui
3. Pengukuran dilakukan selama 15 menit
4. Menggunakan parameter LEQ, LAVG, atau TWA
3. Pengaturan alat (setting) yang digunakan umumnya adalah: (Untuk kebisingan yang
umumnya terdapat di industri)
• Range pengukuran : 70 – 140 dB
• Exchange rate : 3 dB
• Pembobotan frekuensi : Filter A
• Response : Slow (Impulse gunakan respon F / Fast)
Alat Ukur dan Hasil pengukuran
• Pengukuran lingkungan
• Menggunakan Sound level meter
• Octave band analyser untuk mengukur frekuensi
• Mengukur Intensitas bising (SPL)
• Output berupa noise mapping atau noise contour
• Pengukuran pada pekerja
• Menggunakan Noise dosimeter
• Mengukur dosis pajanan bising (Leq, TWA, Dosis)
• Output berupa dosis pajanan bising (persentase)
Metode pengukuran kebisingan (SNI 7231:2009)
• Prosedur pengukuran
a. Hidupkan alat ukur intensitas kebisingan.
b. Periksa kondisi baterei, pastikan bahwa keadaan power dalam kondisi baik.
c. Pastikan skala pembobotan à Gunakan Filter A
d. Sesuaikan pembobotan waktu respon alat ukur dengan karakteristik sumber bunyi
yang diukur (S untuk sumber bunyi relatif konstan atau F untuk sumber bunyi
kejut).
e. Posisikan mikropon alat ukur setinggi posisi telinga manusia yang ada di tempat
kerja. Hindari terjadinya refleksi bunyi dari tubuh atau penghalang sumber bunyi.
f. Arahkan mikrofon alat ukur dengan sumber bunyi sesuai dengan karakteristik
mikrofon
1. mikrofon tegak lurus dengan sumber bunyi à area bebas
2. 70o untuk mikrofon mengukur inciden secara random
3. 80o untuk mikrofon yang bertekanan.
g. Pilih tingkat tekanan bunyi (SPL) atau tingkat tekanan bunyi sinambung setara
(Leq) Sesuaikan dengan tujuan pengukuran.
h. Catatlah hasil pengukuran intensitas kebisingan pada lembar data sampling
(Lampiran A).
MONITORING FAKTOR KIMIA

Penggunaan Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia dalam lingkungan kerja dapat dibagi dalam 3 kelompok:


1. Industri Kimia yaitu industri yang mengolah dan menghasilkan bahan-bahan kimia.
Misalnya: industri pupuk, asam sulfat, soda, pestisida.
2. Industri pengguna bahan kimia yaitu industri yang mempergunakan bahan kimia sebagai
bahan pembantu proses. Misalnya: industri textile, kulit, kertas, pelapisan listrik
3. Laboratorium yaitu tempat kegiatan untuk uji mutu, penelitian, pengembangan serta
pendidikan.Laboratorium banyak dipunyai oleh industri, lembaga litbang, perusahaan jasa,
RS dan peguruan tinggi.
Klasifikasi Bahan Kimia
 Menurut Bentuknya:
1. Partikel
Setiap titik-titik cairan atau debu yang mendispersi di udara dan berukuran sangat
lembut sehingga kecepatan jatuh rendah relatif stabil tersuspensi di udara. Yang
termasuk golongan partikel:
a) Debu (Kekuatan mekanis-Alami)
b) Mist (Penyemprotan-Pembuihan)
c) Fume (Peleburan logam)
d) Asap / smoke (Partikel karbon < 0,5 mikron bercampur senyawa HC) pembakaran
tak sempurna)
e) Kabut/fog (titik-titik air mengembun di udara)
f) Smog (gabungan smoke fog)
2. Non Partikel
a) Gas bentuk fluida elastis yg mengisi seluruh ruangan pd suhu & Tekanan normal
b) Uap air, Uap minyak dll.
Jalan Masuk Zat Kimia Ke Dalam Tubuh
Zat-zat kimia dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui:
1. Saluran pencernaan (tertelan)
2. Kulit (Kontak dengan kulit)
3. Saluran pernapasan (terhirup)
Faktor yang mempengaruhi Tingkat Bahaya suatu zat kimia
1. Toksisitas
Toksisitas memperhitungkan berat dan lamanya suatu efek berlangsung
2. Dosis
Dosis tergantung dari konsentrasi bahan kimia yang terpapar dan lamanya pemaparan
3. Respon individu
misalnya: usia, status kesehatan, kebiasaan merokok, status gizi, aktivitas fisik
Monitoring di Tempat Kerja
1. Mengetahui secara Kuantitatif & Kualitatif
2. Keseuaian dengan standart
3. Dasar Perencanaan penyediaan alat kendali
4. Membantu penyelidikan/ pembuktian PAK
5. Merencanakan APD yang sesuai
6. Menilai efektifitas alat kendali yang di pergunakan
Cara Pengukuran Gas / Uap
1. Direct Reading
Pada umumnya peralatan ini sangat sederhana dan mudah untuk dibawa. Jenis peralatan
ini terdapat 2 metode:
1) Metode tube detector
2) Metode gas monitor
Jenis Peralatan:
1) Electrochemical detectors
2) Colorimatric type devices
3) Spectrometric
4) Ionisation detectors
5) Gas Chromatography
2. Indirect reading
Monitoring gas / uap dengan menggunakan peralatan indirect reading ini sedikit rumit serta
diperlukan adanya suatu ketrampilan karena dalam analisanya diperlukan sarana
laboratorium.
Tipe peralatan ini ada 3 metode yaitu:
1) Metode Absorbsi / Impinger
2) Metode sampling bottle
3) Metode adsorbs
Pengukuran Kadar Debu
1. Metode filtrasi
Prinsip metode ini adalah udara dialirkan melalui suatu filter paper dengan bantuan pompa
hisap (suction pump). Contoh debu yang terkumpul selanjutnya dapat dilakukan:
1) Penimbangan: hanya untuk diketahui beratnya.
2) Mikroskopi: untuk diketahui jumlah partikel atau seratnya
3) Analisa kimia: untuk diketahui unsur kimiawinya/persenyawaannya.
2. Metode penyerapan / absorbs
Sejumlah volume udara yang mengandung debu dialirkan melalui media penyerap,
biasanya berupa larutan. Dengan metode ini selanjutnya dapat dianalisa untuk diketahui
unsur-unsur atau senyawa kimianya. Metode ini tidak cocok untuk mengetahui berat
maupun jumlahnya.
Dust sampler dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Personal dust sampler
2) Low Volume Dust Sampler
3) High Volume Dust Sampler
Preparasi Untuk Analisis
1. Media Cair
2. Adsorbent Padat
Analisa Sampel
Sampel yang telah dikumpulkan, dipreparasi dan dianalisa sesuai dengan metode yang digunakan.
Kebanyakan metode yang digunakan adalah:
Analit Metode
Analisa Logam AAS
Uap Organik GC
Debu Gravimetri
Fiber Microscopy
Gas-gas Colorimetri –UV/Visible Spektrometri

Penilaian F-KIMIA
Secara sederhana adalah kegiatan penilaian dengan cara membandingkan nilai-nilai / kadar yg
diperoleh dari hasil sampling dengan standar yang berlaku.
Pengendalian:
1. Teknis / Operasional
1) Eliminasi
2) Substitusi
3) Otomatisasi
4) Isolasi
5) Ventilasi
 Dilution ventilation
 Local exhaust ventilation
2. Administratif/ Organisasi
1) Identifikasi,
2) Pelabelan, MSDS
3) Kerapian & Kebersihan
4) SOP
5) Monitoring
6) Pemeriksaan Kesehatan
7) Pengumpulan Catatan
8) Training
3. Alat Pelindung Diri (APD)
1) Alat pelindung mata
2) Alat pelindung tangan
3) Alat pelindung pernafasan
4) Alat pelindung kaki
5) Pakaian pelindung
Kendala Yang Dihadapi:
1. Ketidaknyamanan APD pada awalnya.
2. Tidak Terbiasa.
3. Kurang Tegaknya Disiplin
4. OHS Officer kurang Tegas
5. Rendahnya Pemahaman T.K.
6. Cenderung tadak dipakai
7. Perlindungan semu (pekerja terpapar bahaya bila tidak cocok, tidak dipakai dengan benar)
PENGUJIAN LINGKUNGAN KERJA FAKTOR KIMIA
TUGAS DAN KEWENANGAN AHLI K3 LINGKUNGAN KERJA
 Mematuhi peraturan perundang-undangan dan standar yang telah ditetapkan;
 Melaporkan pada atasan langsung mengenai kondisi pelaksanaan pengukuran,pengendalian
lingkungan kerja, dan penerapan Higiene Sanitasi;
 Bertanggungjawab atas hasil pelaksanaan pengukuran, pengendalian
 lingkungan kerja, dan penerapan Higiene Sanitasi di Tempat Kerja;
 membantu Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan Kerja dalam melaksanakan
pemeriksaaan dan Pengujian K3 Lingkungan Kerja; dan
 melaksanakan kode etik profesi.
Setiap Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Lingkungan Kerja wajib dilakukan
Pemeriksaan dan/atau Pengujian.
• Pemeriksaan merupakan kegiatan mengamati, menganalisis, membandingkan, dan
mengevaluasi kondisi Lingkungan Kerja untuk memastikan terpenuhinya persyaratan
• Pengujian merupakan kegiatan pengetesan dan pengukuran kondisi Lingkungan Kerja
yang bersumber dari alat, bahan, dan proses kerja untuk mengetahui tingkat konsentrasi
dan pajanan terhadap Tenaga Kerja untuk memastikan terpenuhinya persyaratan

JENIS PEMERIKSAAN DAN ATAU PENGUJIAN


1. Pertama untuk mengidentifikasi potensi bahaya Lingkungan Kerja di Tempat Kerja
meliputi:
a. area kerja dengan pajanan Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor Biologi, Faktor
Ergonomi, dan Faktor Psikologi;
b. KUDR; dan
c. Sarana dan fasilitas Sanitasi.
2. Berkala dilakukan secara eksternal paling sedikit 1 (satu) tahun sekali atau sesuai dengan
penilaian risiko atau ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi sda.
3. Ulang dilakukan apabila hasil Pemeriksaan dan/atau Pengujian sebelumnya baik secara
internal maupun eksternal terdapat keraguan.
4. Khusus dilakukan setelah kecelakaan kerja atau laporan dugaan tingkat pajanan di atas
NAB
PENGUKURAN LINGKUNGAN KERJA DILAKUKAN OLEH PIHAK MANA?
1. Internal:
untuk mengukur besaran pajanan sesuai dengan risiko Lingkungan Kerja dan tidak menggugurkan
kewajiban Tempat Kerja untuk melakukan pengukuran dengan pihak eksternal dilakukan oleh
personil K3 bidang Lingkungan Kerja.
2. Eksternal:
1. Unit Pelaksana Teknis Pengawasan Ketenagakerjaan (Pengawas Ketenagakerjaan
Spesialis K3 Lingkungan Kerja)
2. Direktorat Bina Keselamatan dan Kesehatan Kerja beserta Unit Pelaksana Teknis
Bidang K3 (Penguji K3)
3. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang membidangi pelayanan Pengujian
K3(Penguji K3)
4. Lembaga lain yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Menteri (Ahli K3 Lingkungan
Kerja)
DEFINISI HIGIENE INDUSTRI
Ilmu, seni dan teknologi dalam melakukan:
1. Antisipasi
2. Rekognisi
3. Evaluasi, dan
4. Pengendalian
terhadap:
Bahaya atau faktor-faktor lingkungan atau stressors yang ada di tempat kerja yang dapat
menyebabkan sakit, menurunkan derajat kesehatan dankesejahteraan, atau kenyamanan dan
inefisiensi karyawan atau penduduk di suatu komunitas
AKTIVITAS YANG MENGHASILKAN BAHAYA FAKTOR KIMIA
• Grinding, sawing, sanding, cutting, crushing (menghasilkan kontaminan debu / partikulat)
• Proses Pembakaran
• Proses Melting (menghasilkan kontaminan fume dan oksida)
• Spraying, painting (menghasilkan uap dan mist pelarut)
• Proses treatment of metal surface,seperti pickling, etching, cleaning (menghasilkan uap,
mist, gas)
TEKNIK PENGUKURAN BERDASARKAN PENEMPATAN PENGAMBILAN SAMPEL
1. Stationer
Mengetahui kadar paparan pada sumber (lingkungan kerja)
2. Personal
Mengetahui kadar paparan yang diterima oleh pekerja
Syarat Pemilihan Alat Ukur Yang Sesuai:
 Sesuai dengan metode uji
 Alat bisa dikalibrasi
 Akurasi dan Sensitivitas Tinggi
 Interferensi kecil dan selektif
 Praktis dan Efisien
PENGUJIAN DEBU DI TEMPAT KERJA
GRAVIMETRI

Analisis gravimetri atau analisis kuantitatif berdasarkan berat adalah suatu proses pengisolasian
dan penimbangan suatu unsur atau senyawa tertentu dalam kondisi semurni mungkin.
1. Dust Personal
2. Debu Total di Tempat Kerja
3. Direct Reading
SUMARRY SAMPLING

Personal Aerosol Monitor


Industry’s smallest, portable, battery-operated, data-logging, light-scattering laser photometer that
provides immediate access to aerosol mass concentration readings within a worker’s breathing
zone.
Aerosol Monitor
 Aerosol monitors adalah alat ukur aerosol secara realtime dengan prinsip light-scattering
laser photometer
 Range deteksii partikelnya: 0.1-10 μm
 Pompa Internal memungkinkan kita untuk mengukur aerosol dengan ukuran berikut:
 New impactors: PM10, PM4, PM2.5, and PM1.0
 Cyclone: 10 mm Dorr-Oliver Cyclone
Teknik Pengendalian Bahaya (Hazzard Control)
1. Elimination
Menghilangkan faktor bahaya di tempat kerja atau area kerja. Menghentikan proses
pekerjaan yang menimbulkan bahaya.
2. Substitution / Reduction
Menurunkan tingkat bahaya di area kerja.Mengganti peralatan, metode kerja.
3. Engineering Control / Rekayasa
Melakukan rekayasa atau modifikasi, untuk mengurangi paparan bahaya dari sumbernya.
Modifikasi Alat, Peralatan, menambahkan Exhaust/Ventilasi, memberikan sekat atau
pengaman, Fume Hood.
4. Administrative Control
Pengendalian Administrasi tidak menghilangkan bahaya, hanya mencegah personal
terpapar bahaya. Pembuatan SOP, Training Pekerja, Shift kerja, Pembuatan Tanda Bahaya
5. PPE (Personal Protective Equipment)/APD (Alat Pelindung Diri)
Penggunaan alat pelindung diri. Menggunakan masker, respirator, earplug, coverall.
MONITORING KESEHATAN KERJA

Teknik Pemeriksaan Audiometri Di Tempat Kerja

 Tujuan .
Membuat audiogram hasil pemeriksaan audiometri tenaga kerja dengan memberikan nada
murni pada hantaran udara
 Standar Acuan .
ANSI 3.6-1969 , R 1973 tentang spesifikasi audiometer .
Manfaat pemeriksaan audiometri monitoring
1. Sebagai bagian dari program pemeriksaan awal perusahaan mempunyai data awal tingkat
ambang dengar haker dasar evaluasi pemeriksaan. Berkala
2. Menentukan efektivitas program konservasi pendengaran
Prosedur Pemeriksaan .
Hindari paparan bising ( termasuk musik ) selama 16 jam sebelum dilakukan
pemeriksaan
 Lakukan pemeriksaan telinga luar apakah ada sumbatan ( contoh.serumen ) konsultasi dr
. THT
 Ruang pemeriksaan kedap suara maksimal 40 dB SPL
 Alat audiometer terkalibraasi
 Pemeriksa / operator mengerti cara penggunaan sabar dan telaten
Tahapan Pemeriksaan
1. Berikan instruksi dengan jelas - jika mendengar nada / bunyi dari earphone respon
dengan cara menekan tombol respon atau angkat tangan
2. Letakkan earphone sesuai lubang telinga ( merah kanan , biru / hitam kiri )
3. Periksa telinga yang lebih baik pendengarannya ( telinga kanan ) -tekan tombol nada
4. Mulai pemeriksaan pada frekwensi 1000 Hz
5. Tekan tombol nada mulai 0 dB dan tingkatkan intensitas secara bertahap , lepaskan nada
bila terdapat respon
6. Turunkan intensitas 10 dB lebih rendah dan berikan nada pendek ( selama 1 detik )
7. Jika ada respon , ulangi prosedur diatas sampai orang yang diperiksa tidak merespon
8. Tingkatkan intensitas 5 dB lebih tinggi dan berikan nada pendek 3 ( tiga ) kali
9. Jika terdapat 1 respon , ulangi prosedur diatas sehingga orang yang diperiksa
memberikan 2 respon dari 3 nada pendek yang diberikan
10. Turunkan intensitas 5 dB lebih rendah dan berikan nada pendek 3 ( tiga ) kali
11. Tingkat intensitas terendah yang memberikan 2 respon dari 3 nada pendek yang diberikan
diambil sebagai tingkat ambang pendengaran
12. Catat tingkat ambang dengar pada audiogram ( tanda lingkaran merah u / telinga kanan ,
tanda silang biru u / telinga kiri )
13. Selanjutnya periksa pada frekwensi 2000 Hz . 3000 Hz , 4000 Hz , dan 6000 Hz dengan
prosedur yang sama , kemudian ulangi pada frekwensi 1000 Hz ( jika hasil tidak sama
ulangi pemeriksaan )
14. Kemudian periksa pada frekwensi 500 Hz dengan prosedur yang sama is
15. Periksa telinga satunya dengan prosedur yang sama
16. Lepaskan earphone , catat tingkat ambang dengar rata - rata di audiogram , Jika
ditemukan kelainan pendengaran harus diperiksa ulang ( lebih lanjut )
Pelaporan
1. Identifikasi meliputi identifikasi perusahaan . tenaga kerja , petugas , peralatan , kondisi
dan waktu pelaksanaan
2. Hasil Pengujian , berupa audiogram yang menunjukkan tingkat ambang dengar tenaga
kerja .
3. Interpretasi . Bila terdapat penurunan rerata daya dengar > 10 dB pada frekwensi tinggi
atau > 15 dB pada salah satu frekwensi dibandingkan dengan data awal , maka hal
tersebut menunjukkan adanya gangguan pendengaran akibat paparan bising

ALAT PEMERIKSA WAKTU REAKSI REAKSI TIMER L77 LAKASSIDAYA


Pengertian

Alat Pemeriksa Waktu Reaksl adalah alat untuk mengetahui waktu yang diperlukan antara
pemberian rangsang dan respons yang ditimbulkan oleh rangsang balk yang berupa rangsang suara
maupun rangsang cahaya yang ditampilkan secara digital..
Waktu reaksi
Waktu reaksi merupakan indikator untuk mengukur kelelahan kerja. Dengan waktu respon
terhadap rangsang cahaya atau suara dari tenaga kerja setelah bekerja minimal 4 jam
Tujuan Pengukuran
Tujuan pengukuran waktu reaksi adalah untuk menentukan waktu yang diperlukan antara
pemberian rangsang sampai timbulnya respon terhadap rangsang tersebut,yang dalam hal ini
berupa rangsang suara, rangsang cahaya.
Prosedur pengukuran
• Subyek yang akan diukur duduk dengan tenang
• Subyek menekan tombol respon jika mendengar atau melihat rangsang cahaya dari alat
• Ulangi pengukuran sampai 20 kali.
• Subyek yang akan diperiksa diminta siap menekan TOMBOL TEKAN SUBYEK/
MOUSE.
• Pemeriksa menekan TOMBOL MULAI
• Setelah subyek menekan TOMBOL TEKAN SUBYEK / MOUSE pada penampil,
langsung tertera angka waktu reaksi dengan satuan milidentik.
Penilaian
Setelah diperoleh angka waktu reaksi 20 kal (angka I sampal XX), angka ke I sampal ke V dan
XVI sampal XX diabaikan. Angka ke VI sampel dengan XVI dijumlah dan dirata-rata untuk
memperoleh angka / nilal waktu reaksi saat itu. ANGKA NORMAL - 150.0-240.0 milidetik
 Cara penggunaan alat
 Hidupkan alat dengan menekan tombol tombot ON/OFF pada ON.
 Reset angka sehingga menunjukkan 000,0 dengan menekan TOMBOL NOL
 Pilih rangsang suara atau cahaya yang menekan TOMBOL SUARA atau TOMBOL
PEMERIKSAAN FAAL PARU SPIROMETRI
Spirometri

Suatu metode untuk mengukur volume dan kapasitas paru paru dengan cara merekam secara grafis
dan digital . Alat yang digunakan untuk pemeriksaan spirometri disebut dengan SPIROMETER
Tujuan pemeriksaan spirometri
 Menilai status faal paru ( normal , restriksi , obstruksi , campuran)
 Penelitian dalam populasi / Lingkungan kerja yg mempunyai risiko PAK
 Menilai manfaat pengobatan Memantau perjalanan penyakit
Persiapan alat
 Spirometer : terkalibrasi
 Alat pengukur TB , BB
 Penjepit Hidung ( nose clip )
 Mouth Piece
Cara pemeriksaan
 Subjek berdiri / duduk
 Melakukan manuver setelah keadaan steady state
 Pemeriksaan dilakukan sampai didapat 3 hasil yang dapat diterima dan dua diantaranya
reproduksibel
Hasil yang dapat diterima
 Permulaan uji harus baik inspirasi penuh dan ekspirasi dg usaha maksimal dan tidak ragu
- ragu )
 Tidak batuk selama detik pertama
 Pemeriksaan selesai Waktu ekspirasi minimal 3 detik
 Grafik flow - volume mempunyai puncak

Pemeriksaan Kesegeran Jasmani Menggunakan Bangku Harvard Step Test (HST)


Pengertian HST :
Tes Harvard adalah salah satu jenis tes stress jantung untuk mendeteksi atau mendiagnosa
penyakit kardiovaskuler. Tes ini juga baik digunakan dalam penilaian kebugaran, dan kemampuan
untuk pulih dari kerja berat. Semakin cepat jantung berdaptasi (kembali normal), semakin baik
kebugaran tubuh (Nurmila, 2008).
Tujuan HST
1. Untuk memilih tenaga kerja dengan kesegaran jasmani , prima yang diperlukan
untuk pekerjaan tertentu(menentukan kapasitas kerja)
2. Untuk mengetahui indeks kebugaran jasmani seseorang
PROSEDUR KERJA
I. Alat
Alat Utama:
1. Bangku test dengan ukuran tinggi 19 inci untuk pria, dan 17 inchi untuk wanita
2. Stetoskop
3. Stopwatch
4. Metronome
5. Alat tulis untuk mencatat
Pendukung:
1. Ruangan dengan ventilasi cukup dan suhu sejuk
2. Pakaian olahraga dan sepatu olahraga (tidak mutlak)
II. Tenaga Pelaksana
Selama tes, didampingi tenaga medis atau paramedis
III. Persiapan
- Sehari sebelumnya, coba cukup istirahat, tidak melakukan kegiatan fisik berat
- Tidak amakan kenyang sebelum tes, makan terakhir 1½ jam sebelum tes
-Tidak memakai zat perangsang stamina atau minuman keras
- Pemberitahuan tentang tes serta peragaan sebelumnya
IV. Pelaksanaan
- Tenaga pelaksana menyiapkan alat yang akan dipakai, waktu diatur 5 menit
- Orang coba yang akan dites berdiri menghadap bangku tes dalam keadaan siap menerima
aba-aba mulai, dan mendengarkan detak metronome dengan frekuensi 120 kali per menit
- Diberi aba-aba untuk menaikkan salah satu kaki keatas bangku tepat pada detakan
metronome, dan menempatkan kaki lainnya keatas bangku disamping kaki pertama sesui
detak metronome berikutnya, punggung dan kedua lutut saat naik diatas bangku harus
lurus
- Pada detak metronome berikutnya, kaki pertama melangkah turun, diikuti kaki lainnya,
demikian seterusnya sesuai irama metronome sampai waktu 5 menit
- Setelah waktu 5 menit, diberi aba-aba selesai, orang coba segera duduk diaras bangku tes.
Stelah 1 menit istirahat, pelaksana menghitung denyut nack dengan stopwatch selama 30
detik, sebanyak 3 kali. Saat menghitung denyut nadi setelah I menit istirahat:
1. 1 s/d 1 ½ menit
2. 2/82% menit
3. 3/d 3% menit
DASAR TANGGAP DARURAT

 Definisi Bencana & Keadaan Darurat


Bencana/Disaster adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh alam
dan/atau faktor non alam maupun manusia, yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. (UU no. 24
th 2007)
 Keadaan DARURAT
Keadaan darurat adalah situasi/kondisi/kejadian yang tidak normal
⚫ Terjadi tiba-tiba
⚫ Mengganggu kegiatan/organisasi/kumunitas
⚫ Perlu segera ditanggulangi
Keadaan darurat dapat berubah menjadi bencana (disaster) yang mengakibatkan banyak
korban atau kerusakan
II. DEFINISI
⚫ Emergency : suatu keadaan tidak normal/tidak diinginkan yang terjadi pada suatu
tempat/kegiatan, yang cenderung membahayakan bagi manusia,
⚫ ERP (Emergency Response Plan : Usaha perencanaan yang dilakukan termasuk Tata
cara/pedoman kerja dalam menanggulangi suatu keadaan darurat dengan memanfaatkan
sumber tenaga dan sarana yang tersedia untuk menanggulangi akibat dan suatu kondisi
yang tidak normal dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi kerugian yang lebih
besar.
 Upaya Penanggulangan Keadaan Darurat
adalah serangkaian upaya dan kegiatan untuk memperkecil terjadinya dampak
negatif akibat kecelakaan teknologi /bencana/keadaan darurat yang meliputi :
o pencegahan (prevention)
o penjinaan (mitigation)
o kesiapsiagaan (preparadness)
o kesigapan / response
o rehabilitasi (rehabilitation)
o rekonstruksi (reconstruction)

 Kebijakan, Standar dan Prosedur


 Kebijakan, Standart dan Prosedur harus dibuat dan dikomunikasikan kepada seluruh
karyawan maupun komponen yang terlibat dalam suatu kegiatan
 Standart dan Prosedur dibuat tersendiri atau bagian dari Standart/Prosedur
Penanggulangan Keadaan Darurat termasuk prosedur komunikasi
 Standar dan prosedur di komunikasikan
 Standar dan Prosedur selalu di review dan di up date
 Kelemahan-kelemahan menyangkut tempat, kejadian dan konsekuensi
o Catatan Sejarah, kejadian apa saja yang pernah terjadi, berapa korban dll
o Kondisi Geografis, dimana kegiatan berlangsung
o Teknologi, bagaimana jika terjadi kesalahan dalam teknologi
o Fasilitas-fasilitas Fisik yang ada, apa bahayanya dan bagaimana cara
penanggulangannya
o Peraturan, apa persyaratan legal yang harus dipenuhi
 Kegiatan yang berpotensi menimbulkan kondisi darurat dari awal sampai akhir
kegiatan
o Fasilitas/area terbatas
o Kemungkinan ledakan
o Kemungkinan gedung runtuh
o Chemical/Biologycal release dll
DASAR EVAKUASI
 Pengertian
adalah usaha penyelamatan diri dari suatu keadaan darurat oleh seseorang atau
sekelompok orang yang tidak terlibat langsung dalam tindakan penanggulangan untuk
keluar meloloskan diri menuju ketempat aman sementara atau aman mutlak
 Tujuan umum evakuasi
 mencegah atau membatasi jatuhnya korban manusia dan atau timbulnya bahaya
terhadap kesehatan manusia , berikut tatanan sosialnya serta kerusakan pisik dalam
menciptakan lingkungan yang aman dalam masyarakat
 memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya industri dan langkah –
langkah penanggulangannya dalam upaya mengurangi resiko bencana
 mengadakan pengkajian , meningkatkan kesadaran masyarakat serta melibatkan dlm
pengembangan,uji coba latihan penanggulangan

 Kemitraan dalam penanggulangan


o pemerintah
o industri
o industri lainnya
o masyarakat setempat

 Tipe rute sarana penyelamatan diri


 sarana untuk langsung menuju tempat terbuka
 melalui koridor atau gang
 melalui terowongan untuk tangga kedap asap
 Unsur sarana penyelamatan diri
1. horisontal : pintu, koridor, jembatan, dan balkom.
2. vertikal : tangga, spiral, tegak, agak tg.
3. umum : lereng lerengan, jendela, penerangan sekunder ,exit atap, sarana khusus.
4. tangga : anak tangga max 16 buah
-lebar anak tangga max 10”
-tinggi anak tangga max 7”
 Pedoman Perencanaan Rute Penyelamat
1. Klasifikasi hunian
• Resiko ringan
• Resiko sedang
• Resiko berat
2. Lamanya waktu keluar
• Resiko ringan = 3 menit
• Resiko sedang = 2,5 menit
• Resiko berat = 2 menit
3. Panjang Jarak tempuh
• Resiko ringan = 30 meter
• Resiko sedang = 20 meter
• Resiko berat = 15 meter
4.Lebar Pintu Keluar
• Keadaan normal, jumlah rata-rata yang keluar 1 baris tunggal tiap menit 60
orang. Dalam perencanaan diperhitungkan 40 orang/menit
• Lebar unit exit dilalui tiap satu baris tunggal ditetapkan minimal 21” (55
cm)

 BACK DRAFT
Masuknya oksigen secara tiba-tiba pada suatu ruangan tertutup pada tahap kebakaran
mulai surut dengan kondisi material bahan bakar masih cukup banyak dan oksigen
kurang, sehingga mengakibatkan ledakan dari arah sumber masuknya oksigen tersebut
 Tanda-Tanda Back Draft
• Panas Pintu dan pegangannya
• Asap dari bukaan
• Asap masuk kembali melalui bukaan
• Suara mendesis atau raungan
 Metoda pemadaman kebakaran
• Cooling
• Smothering
• Starvation
• Breaking Chain Reaction

FIRE DETECTOR & FIRE ALARM

 Jenis detector berdasarkan tanggapan terhadap kebakaran


• Detektor Panas ( Heat detector )
• Detektor Asap ( Smoke detector )
• Detektor Nyala ( Flame detector )
• Detektor Gas ( Gas detector )

 Titik panggil manual


titik panggil manual adalah suatu alat yang bekerjanya secara manual untuk
mengaktifkan isyarat adanya kebakaran yang berupa :
1. titik panggil manual secara tuas ( full down )
2. titik panggil manual secara tombol tekan ( push buttom )
 Alarm kebakaran
alarm kebakaran adalah komponen dari sistim yang memberikan isyarat atau tanda
adanya suatu kebakaran yang dapat berupa :
• audible alarm ( alarm kebakaran yang memberikan tanda/isyarat yang berupa bunyi
khusus
• visible alarm ( alarm kebakaran yang memberikan tanda/isyarat yang tertangkap
oleh pandangan mata secara jelas
 Panel indikator kebakaran
• panel indikator kebakaran dapat terdiri dari satu panel kontrol utama, atau satu
panel kontrol dengan satu atau beberapa panel banmtu.
 Panel bantu (announciater panel)
• panel bantu harus dilengkapi dengan lampu indikator petunjuk adanya tegangan kerja
yang normal serta diagram sirkit bagian sistem yang bersangkutan
• ruang dalam panel harus cukup memberikan keleluasaan pekerjaan pemasangan dan
pemeliharaan instalasi dengan konstruksi panel yang kuat secara mekanis, termis
dan elektris
• panel bantu harus ditempatkan dalam bangunan ditempat yang aman, mudah dilihat
dan mudah dicapai dari ruangan utama dan harus mempunyai minimum ruang
bebas 1 meter di depannya
 Catu daya
• catu daya harus mempunyai 2 buah sumber energi listrik :
b. listrik pln atau emergency generator
c. beterai
 Sambungan dengan sistem lain
sistem deteksi dan alarm kebakaran dapat dihubungkan dengan sistem lain sepanjang
berhubungan dengan kepentingan proteksi kebakaran antara lain :
• flow switch sprinkler
• sistem tekanan udara pada tangga darurat
• sistem pemadam kebakaran otomatik
• sistem ac, lift dan sebagainya
 Rangkaian Pemasangan Detektor
Ada 2 macam pemasangan rangkaian :
1. Rangkaian terbuka
Rangkaian ini mempunyai sistem hubungan paralel.
2. Rangkaian tertutup
Rangkaian ini mempunyai sistem hubungan seri.

Anda mungkin juga menyukai