Anda di halaman 1dari 16

Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

PENDAHULUAN

Secara historis zaman terus berkembang melalui hierarkis perkembangan yang terus
diiringi dengan perubahan sosial, dimana dua hal ini akan selalu beriringan. Keberadaan
manusia yang dasar pertamanya bebas menjadi hal yang problematik ketika ia hidup di
dalam komunitas sosial. Kemerdekaan ini akan berbenturan dengan kemerdekaan individu
lainnya bahkan dengan makhluk yang lain. Maka muncullah tata aturan, norma, nilai-nilai
yang menjadi kesepakatan universal yang ditaati. Di sinilah hukum muncul dalam peradaban
manusia untuk menjunjung tingi nilai-nilai kemanusiaan. Kemudian ketika hukum itu diberi
jawaban atau tanggapan berbeda-beda oleh para akademisi kemudian diikuti oleh
masyarakatnya, maka dari sinilah akan muncul aliran-aliran dalam hukum itu sendiri.

Munculnya aliran-aliran filsafat hukum dalam ranah filsafat sebenarnya tidak dapat
dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat pada umumnya. Sejarah perkembangan
filsafat memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam dalam menjamurnya aliran-aliran
filsafat berdasarkan tahapan periode perkembangan filsafat itu sendiri. Aliran-aliran filsafat
hukum yang dimaksud meliputi:

(1) Aliran Hukum Alam;

(2) Postivisme hukum;

3) Utilitarianisme;

(4) Mazhab Sejarah;

(5) Sociological Jurisprudence;

(6) Realisme Hukum;

(7) Freirechtslehre

Disini penulis akan sedikit memaparkan tentang 2 mazhab atau Aliran dalam Hukum
yaitu Mazhab Hukum Alam dan Mazhab Positivisme.

1
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

MAZHAB HUKUM ALAM

Ajaran hukum alam atau disebut juga dengan hukum kodrat memberikan pengertian
bahwa hukum adalah hukum yang berlaku universal dan abadi, cita-cita dari hukum alam
adalah menemukan keadilan yang mutlak (absolute justice). Hukum alam ada yang
bersumber dari Tuhan (irasional), dan ada yang bersumber dari akal manusia. Pemikiran
hukum alam yang berasal dari Tuhan dikembangkan oleh para pemikir skolastik pada abad
pertengahan seperti Thomas aquino, Gratianus, John Salisbury, Dante, Piere Dubois dan lain-
lain. Sedangkan para pendasar dari ajaran hukum alam yang bersumber dari akal manusia
adalah Hugo De Groot, Grotius, Christian Thomasius, Immanuel Kant, Fichte, Hegel, dan
Rudolf Stammler.1
Hukum alam juga dapat dilihat sebagai metode atau sebagai substansi. Hukum alam
sebagai metode adalah yang tertua yang dapat dikenali sejak zaman yang kuno sekali, sampai
kepada permulaan abad pertengahan. Ia memusatkan dirinya pada usaha untuk
menciptakan peraturan-peraturan yang mampu untuk menghadapi keadaan yang
berbedabeda. Dengan demikian ia tidak mengandung norma-norma sendiri, melainkan
hanya memberitahu tentang bagaimana membuat peraturan yang baik.2
Hukum alam sebagai substansi (isi) berisikan norma-norma. Peraturan-peraturan
dapat diciptakan dari asas-asas yang mutlak yang lazim dikenal sebagai peraturan hak-hak
asasi manusia. ciri hukum alam seperti ini merupakan ciri dari abad ke-17 dan ke-18, untuk
kemudian pada abad berikutnya digantikan oleh ajaran positivisme hukum.3
Mazhab hukum alam adalah mazhab yang tertua dalam sejarah pemikiran manusia
tentang hukum. Menurut mazhab ini selain daripada hukum positif (hukum yang beraku di
dalam masyarakat) yang merupakan buatan manusia, masih ada hukum lain yaitu hukum
yang berasal dari Tuhan, yang disebut dengan hukum alam. St. Thomas Aquino (1225 – 1274)

1
Sukarno Aburarea, Filsafat Hukum Teori dan Praktik (Jakarta: Kencana, 2014), 94-95.
2
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT CITRA ADITYA BAKTI, 2006), 260.
3
Ibid.

2
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

adalah filsuf terbesar dari aliran Scholastic berhasil membuat suatu dasar untuk hukum alam
yang berlaku bagi golongan katolik Roma, yang meskipun udah berabad – abad lamanya
masih diterima.
Aquino membedakan empat macam hukum, yaitu :
 Lex Azterna (Hukum Yang Abadi) yaitu akal keilahian (rasio Tuhan) yang menuntun
semua gerakan dan tindakan di alam semesta
 Lex Naturalis (Hukum Alam) yaitu penjelmaan Lex Azterna (hukum yang abadi) di
dalam akal pikiran manusia, yang memberikan pengarahan atau pengajaran kepada
manusia untuk membedakan baik dan buruk, berbuat yang baik dan meninggalkan
yang buruk
 Lex Livina (Hukum Ketuhanan) yaitu petunjuk – petunjuk khusus yang berasal dari
Tuhan (diwahyukan Tuhan) tentang bagaimana manusia itu harus menjalani
hidupnya, yang tercantum dalam perjanjian baru dan perjanjian lama
 Lex Humana (Hukum Kemanusiaan) yaitu hukum positif yang berlaku sungguh –
sungguh dalam masyarakat yang tercantum, misalnya dalam undang – undang

Pelajaran hukum alam yang rasionalitas mencapai puncak perkembangannya dalam teori
Immanuel Kant yang mengemukakan rasio murni / reine vernunft. Teori kant memiliki titik
inti yaitu asas bahwa pengetahuan manusia tentang gejala – hejala disekitarnya itu hanyalah
apa yang ia sendiri sadari tentunya yang menjadi corak dan sifat gejala – gejala tersebut. Sifat
dan corak yang sesungguhnya dari gejala – gejala itu tak pernah diketahui manusia.
W. Friedman menggambarkan fungsi – fungsi ajaran hukum alam sebagi berikut :
 Ajaran hukum alam telah dipergunakan sebagai sarana untuk merubah sistem hukum
Romawi kuno
 Ajaran hukum alam telah dipergunakan sebagai sarana untuk menyelesaikan, dalam
pertentangan antara pihak gereja dengan Kaisar – Kaisar Jerman pada abad
pertengahan
 Valitas hukum internasional telah ditanamkan atas dasar ajaran hukum alam

3
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

 Ajaran hukum alam telah dipergunakan oleh hakim – hakim Amerika Serikat untuk
menahan usaha – usaha lembaga legislatif untuk merubah dan memperketat
kebebasan individu, dengan cara menafsirkan konstitusi
 Ajaran hukum alam telah dipergunakan sebagai sarana untuk memperjuangkan
kebebasan individu dalam perlawanannya terhadap absolutisme.

Aliran hukum alam pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam:


(1) aliran hukum alam irasional,
(2) aliran hukum alam rasional.

Aliran hukum alam yang irasional berpandangan bahwa segala bentuk hukum yang
bersifat universal dan abadi bersumber dari Tuhan secara langsung. Sebaliknya, Aliran
Hukum Alam yang rasional berpendapat sumber dari hukum yang universal dan abadi itu
adalah rasio manusia. Gagasan yang termaktub dalam kedua pandangan hukum alam
menggambarkan bagaimana hukum alam diwujudkan sebagai bagian organik dan esensial
dalam hirarki nila-nilai hukum. Para pendukung aliran Hukum Alam yang irasional antara lain
adalah Thomas Aquinas, Jhon Salisbury, Dante, Piere Dubois, Marsilius Padua, dan Jhon
Wycliffe. Tokoh-tokoh aliran Hukum Alam yang rasional antara lain adalah Hugo de Groot
(Grotius). Cristian Thomasius, Immanuel Kant, dan Samuel von Pufendorf.4

Hukum alam merupakan hukum akal, karena dibangun oleh akal untuk mengatur
alam, di samping dialamatkan dan diterima oleh sifat rasional manusia. Hukum alam disebut
juga hukum external (lex aeterna) karena telah ada sejak awal adanya dunia, tidak diciptakan
dan abadi. Akhirnya, dinamakan hukum moral karena mengekspresikan prinsip-prinsip
moralitas.5

4
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2004, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 104.
5
Muhammad Muslehuddin, Philosophy of Islamic Law and the Orientalist: A Comparative Study of Islamic
Legal System, Cetakan ke-2, Alihbahasa: Yudian Wahyudi Asmin, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1997, hlm. 23.

4
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

Di sisi lain, hukum alam merupakan sumber terpenting dari material hukum. Hukum
alam sebenarnya terdiri dari prinsip-prinsip material hukum, yang tidak bergantung pada
kemauan manusia, tetapi berasal dari alam sendiri, dan merupakan dasar hukum positif.
Prinsip-prinsip ini harus diterapkan kepada kehidupan sosial melalui pembentukan teknis
hukum dan pembentukan yuridis hukum. Cicero mengatakan bahwa tidak ada satu hal yang
lebih penting untuk dipahami selain bahwa manusia dilahirkan bagi keadilan dan bahwa
hukum dan keadilan tidak ditentukan oleh pendapat manusia, tetapi ditentukan oleh hukum
alam.6
Hukum alam sesungguhnya merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori di
dalamnya. Berbagai anggapan dan pendapat yang dikategorikan kepada hukum alam
bermunculan dari masa ke masa. Istilah hukum alam ini ditangkap dalam berbagai arti oleh
berbagai kalangan pada masa yang berbeda. Dias, sebagaimana dikutip oleh Satjpto
Rahardjo menyebutkan bahwa:
a) hukum alam merupakan ideal-ideal yang menuntun perkembangan hukum dan
pelaksanaannya;
b) hukum alam sebagai suatu dasar dalam hukum yang bersifat moral, yang menjaga agar
jangan terjadi suatu pemisahan secara total antara “yang ada sekarang” dan “yang
seharusnya”;
c) hukum alam sebagai metode untuk menemukan hukum yang sempurna;
d) hukum alam adalah isi dari hukum yang sempurna, yang dapat dideduksikan melalui
akal;
e) hukum alam adalah suatu kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum.7

Hukum alam adalah hukum yang digambarkan belaku abadi sebagai hukum yang norma-
normanya berasal dari Tuhan Yang Maha Adil, dari alam semesta dan dari akal budi manusia,
sebagai hukum yang kekal dan abadi yang tidak terikat oleh waktu dan tempat sebagai
hukum yang menyalurkan kebenaran dan keadilan dalam tingkatan smutlak-mutlaknya

6
Lili Rasyidi, B. Arief Sidharta, (Penyunting), Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya, Cet. Kedua, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1994, hlm. 26-27.
7
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan V , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 261

5
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

kepada segenap umat manusia.8 Para pemikir terdahulu, umumnya menerima suatu hukum
yaitu hukum alam atau hukum kodrat. Berbeda dengan hukum positif sebagaimana diterima
oleh orang dewasa ini, hukum alam yang diterima sebagai hukum tersebut bersifat tidak
tertulis. Hukum alam ditanggapi tiap-tiap orang sebagai hukum oleh sebab menyatakan apa
yang termasuk alam manusia sendiri yaitu kodratnya.9 Madzhab ini dikembangkan oleh
beberapa pakar yang ada di zaman Yunani dan Romawi.
1. Madzhab Hukum Alam di Zaman Yunani
Orang Yunani pada mulanya (abad ke-5) masih bersifat primitive, yaitu hukum
dipandang sebagai suatu keharusan alamiah (nomos); baik semesta alam maupun hidup
semesta alam maupun hidup manusia. Namun pada abad ke -4 SM para filsuf mulai insaf
tentang peran manusia dalam mebentuk hukum, misalnya Socrates. Socrates menuntut
supaya para penegak hukum mengindahkan keadilan sebagai nilai yang melebihi
manusia. Demikian juga pendapat Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (348-322 SM)
yang mulai memepertimbangkan bahwa manakah aturan yang lebih adil yang harus
menjadi alat untuk mencapi tujuan hukum, walaupun mereka juga tetap mau tunduk
pada tuntutantuntutan alam sehingga zaman ini dikenal dengan zaman atau aliran
hukum alam. 10
2. Mazhan hukum alam dalam pemikiran di zaman Romawi
dimunculkan oleh pemikir-pemikir yang dipengaruhi oleh pikiran-pikiran yang
berkembang di Yunani terutama oleh pikiran Socrates, Plato dan Aristoteles. Salah satu
tokoh romawi yang banyak mengemukakan pemikirannya tentang hukum alam adalah
Cicero, seorang yuris dan negarawan. Cicero (105-43 BC) mengajarkan konsepnya
tentang a true law (hukum yang benar) yang disesuaikannya dengan right reason, serta
sesuai dengan alam dan menyebar di antara manusia dan sifatnya immutable dan
eternal. Hukum apapun harus bersumber dari a true law itu. Tokoh lain adalah Gaius
yang membedakan antara ius civile dan ius gentium . Ius civile adalah hukum yang

8
Lili Rasyidi , Filsafat Hukum, Mazhab dan Refleksinya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm 17
9
Huijbers, 1995, hlm 82.
10
Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm 47-48.

6
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

bersifat khusus pada suatu negara tertentu, sedangkan ius gentium adalah hukum yang
berlaku universal yang bersumber pada akal pemikiran manusia.11

Kedua zaman itu, Yunani dan Romawi mempunyai perbedaan konkret mengenai
pandangan terhadap hukum. Menurut pendapat Achmad Ali, pemikiran Yunani lebih bersifat
teoritis dan filosofis, sedangkan pemikiran Romawi lebih menitikberatkan pada hal-hal yang
praktis dan berkaitan dengan hukum positif. 12
Hukum alam sesungguhnya merupakan sebuah konsep yang mencakup banyak teori di
dalamnya. Berbagai anggapan dan pendapat yang dikelompokkan ke dalam hukum alam
bermunculan dari masa ke masa. Pada suatu saat hukum alam muncul dengan kuatnya, pada
saat lain diabaikan, tetapi yang pasti hukum alam tidak pernah mati. Hukum Alam adalah
hukum yang normanya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, dari alam semesta dan dari akal
budi manusia, karena ia digambarkan sebagai hukum yang berlaku abadi.13
Selanjutnya Messner menilai bahwa hukum positif sebagai hukum yang secara langsung
berdasar pada hukum alam. Atau dapat juga sebagai hukum yang secara tidak langsung
berdasar pada hukum alam, yaitu sejauh hukum itu dapat berlaku dari kekuasaan negara
yang disahkan oleh hukum alam. Jadi, hukum positif yang secara langsung berdasar pada
hukum alam mewajibkan dalam batin. Menurut Messner, termasuk juga hukum positif yang
secara tidak langsung berdasar pada hukum alam mewajibkan dalam batin juga. Dalam hal
ini, ia berbeda dengan Aquinas yang beranggapan bahwa hukum yang terakhir ini
merupakan ciptaan manusia belaka.14
Tokoh lain yang mempertahankan hukum alam dan menolak hukum positif adalah Emil
Brunner (1889-1966). Brunner mempunyai keyakinan yang kuat bahwatidak benar negara
berkuasa secara mutlak atas segala tingkah laku warganya. Oleh karena itu, ia menolak
sistem filsafat yang berhubungan dengannya, khususnya positivisme hukum. Tidak mungkin
hukum positif merupakan norma tertinggi bagi aturan hidup bersama. Perlu adanya suatu

11
Ibid, hlm 49
12
Ibid, hlm 49
13
Otje Salman, Filsafat Hukum: Perkembangan dan Dinamika Masalah, (Bandung :Refika Aditama), 2010,
hlm 63
14
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1982, hlm 255-256.

7
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

norma kritis, yang merupakan dasar hukum positif. Norma dasar dimaksud adalah hukum
alam.15
Sebenarnya Brunner tidak mempertentangkan antara hukum alam dengan hukum
positif. Menurutnya, hukum alam harus dianggap sebagai suatu ide normatif-kritis, yang
minta untuk diwujudkan dalam hukum positif negara. Hukum alam dianggap sebagai hukum
yang sah, tetapi hanya sebagai prinsip hukum yang mendapat kekuatan yuridisnya dalam
proses pembentukan hukum positif.

15
Ibid, hal 257.

8
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

MAZHAB POSITIVISME HUKUM (POSITIVISME / LEGITIMISME)

Positivisme adalah aliran pemikiran yang bekerja berdasarkan empirisme dalam


upaya untuk merespon keterbatasan yang diperlihatkan oleh filsafat spekulatif seperti yang
menonjol melalui aliran idealisme Jerman klasik, terutama Immanuel Kant. Sebagai aliran
pemikiran, positivisme pada mulanya dikembangkan sebagai sosiologi oleh Comte. Comte
terkenal dengan teorinya yang mengatakan bahwa kemajuan masyarakat berlangsung
menurut “hukum tiga stadium”, yaitu stadium teologis, stadium filsafat, dan stadium positif.
Positivisme sebagai sistem filsafat muncul pada kisaran abad ke 19. sistem ini
didasarkan pada beberapa prinsip bahwa sesuatu dipandang benar apabila ia tampil dalam
bentuk pengalaman, atau apabila ia sungguh-sungguh dapat dipastikan sebagai kenyataan,
atau apabila ia ditentukan melalui ilmu-ilmu pengetahuan apakah sesuatu yang dialami
merupakan sungguh-sungguh suatu kenyataan.16
Positivisme dalam pengertian modern adalah suatu sistem filsafat yang mengakui
hanya fakta-fakta positif dan fenomena-fenomena yang dapat diobservasi. Dengan
hubungan obyektif fakta-fakta ini dan hukum-hukum yang menentukannya, meninggalkan
semua penyelidikan menjadi sebab-sebab atau asal-usul tertinggi.17 Dengan kata lain,
positivisme merupakan sebuah sikap ilmiah, menolak spekulasispekulasi a priori, dan
berusaha membangun dirinya pada data pengalaman.
Positivisme hukum berpandangan bahwa hukum itu harus dapat dilihat dalam
ketentuan undang-undang, karena hanya dengan itulah ketentuan hukum itu dapat
diverifikasi. Adapun yang di luar undang-undang tidak dapat dimasukkan sebagai hukum
karena hal itu berada di luar hukum.18 Hukum harus dipisahkan dengan moral, walaupun
kalangan positivis mengakui bahwa fokus mengenai norma hukum sangat berkaitan dengan
disiplin moral, teologi, sosiolgi danpolitik yang mempengaruhi perkembangan sistem

16
Theo Huijbers, 1982, Op.Cit, hlm. 122
17
Muhammad Muslehuddin, Op.cit, hlm. 27.
18
Hans Kelsen. Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif. Nusa Media. Bandung. 2011. Hal. 5

9
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

hukum.19 Moral hanya dapat diterima dalam sistem hukum apabila diakui dan disahkan oleh
otoritas yang berkuasa dengan memberlakukannya sebagai hukum.20
Aliran legitimisme ini sangat mengagungkan hukum tertulis. Sehingga aliran ini
beranggapan tidak ada norma hukum di luar hukum positif. Semua persoalan dalam
masyarakat diatur dalam hukum tertulis.
Pandangan yang sangat mengagung – agungkan hukum tertulis pada positivisme
hukum ini pada hakikatnya merupakan penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan
yang menciptakan hukum tertulis itu. Sehingga dianggap kekuasaan itu adalah sumber
hukum dan kekuasaan adalah hukum.
Seorang pengikut positivisme, Hait, mengemukakan berbagai arti dari positivisme
tersebut sebagai berikut :
a. Hukuman adalah perintah
b. Analisis terhadap konsep – konsep hukum berbeda dengan studi sosiologis,
historis dan penilaian kritis
c. Keputusan – keputusan dapat didedukasi secara logis dari peraturan – peraturan
yang sudah ada lebih dulu, tanpa perlu menunjuk kepada tujuan – tujuan sosial,
kebijaksanaan dan moralitas
d. Penghukuman secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan oleh
penalaran asional, pembuktian dan pengujian
e. Hukum sebagaimana diundang – undangkan, ditetapkan, positium, harus
senantiasa dipisahkan dan sukum yang seharusnya diciptakan dan diinginkan

Dalam memutuskan suatu perkara, ajaran hukum alam mengutamakan keadilan


sedangkan positivisme hukum mengutamakan penemuan hakim, kepastian hukum. Aliran
positivisme sangat memajukan pelajaran hukum yang materialistis, akan tetapi akhir abad
19 dan permulaan abad 20 timbul kembali minat terhadap filsafat hukum. Dan pelajaran
hukum yang didasarkan kepada filsafat hukum yang menentang positivisme hukum dan

19
Ibid. Hans Kelsen: 2001. Hal. 5
20
Ibid.

10
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

pelajaran hukum materialistis. Diantara faktor yang penting yang mengakibatkan orientasi
kembali ke filsafat hukum ialah karena semakin dirasakannya dan disadarinya bahwa
kodifikasi – kodifikasi yang dibuat.
Pada bagian pertama abad 19, lebih jauh ketinggalan dibelakang perkembangan
masyarakat sejak bagian kedua abad 19 itu. Akibat legitimisme, hukum positif menjadi
sangat kaku dan tidak mampu menyelesaikan kesulitan – kesulitan sosial yang timbul di
dalam suatu masyarakat yang berkembang dan berubah dengan pesat.
Mazhab hukum positif menurut Hans Kelsen merupakan suatu teori tentang hukum
yang senyatanya dan tidak mempersoalkan senyatanya itu, yakni apakah senyatanya itu adil
atau tidak adil. Selain itu, dapat dikatakan bahwa hukum positif merupakan kebalikan dari
hukum alam. Sebab, mazhab ini mengidentikkan hukum dengan undang-undang. Satu-
satunya sumber hukum adalah undang-undang.21
Positivisme hukum ada dua bentuk, yaitu positivisme yuridis dan postivisme
sosiologis. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:22
a. Positivisme Yuridis Dalam perspektif positivisme yuridis,
hukum dipandang sebagi suatu gejala tersendiri yang perlu diolah secara ilmiah. Tujuan
positivisme yuridis adalah pembentukan struktur rasional system yuridis yang berlaku.
Dalam praksisnya konsep ini menurunkan suatu teori pembentukan hukum bersifat
professional yaitu hukum merupakan ciptaan para ahli hukum. Prinsip prinsip positivisme
yuridis adalah :
i. Hukum adalah sama dengan undang-undang.
ii. Tidak ada hubungan mutlak antara hukum dan moral. Hukum adalah ciptaan para ahli
hukum belaka
iii. Hukum adalah suatu closed logical system, untuk menafsirkan hukum tidak perlu
bimbingan norma sosial, politik dan moral cukup disimpulkan dari undang-undang.
Tokohnya adalah R. von Jhering dan John Austin.

21
Zainuddin Ali, op.cit, hlm 54
22
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2009), hlm 94-95.

11
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

b. Positivisme sosiologis Dalam perspektif positivisme sosiologis,


hukum dipandang sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Dengan demikian hukum
bersifat terbuka bagi kehidupan masyarakat. Keterbukaan tersebut menurut positivisme
sosiologis harus diselidiki melalui metode ilmiah. Tokohnya adalah Augus Comte yang
menciptakan ilmu pengetahuan baru yaitu, sosiologi. Mazhab yang juga dikenal sebagai
aliran hukum positif memandang perlu secara tegas memisahkan antara hukum dan
moral, yakni antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya, antara dassein dan
dassolen. Sebelum aliran ini lahir, terlebih dulu telah berkembang suatu pemikiran dalam
ilmu hukum yang disebut sebagai Legisme, yakni faham yang memandang tidak ada
hukum di luar undang-undang, atau satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang.

Positivisme hukum dibedakan dalam dua corak, yaitu:23


a. Aliran Hukum Positif Analistis.
Sarjana yang membahas secara komprehensif system positivisme hukum analitik adalah
John Austin, seorang yuris Inggris. Austin mendefinisikan hukum sebagai suatu aturan
yang ditentukan untuk membimbing mahluk berakal oleh makhluk berakal yang telah
memiliki kekuatan mengalahkannya. Sehingga karenanya hukum, yang dipisahkan dari
keadilan dan sebagai gantinya didasarkan pada ide baik dan buruk, dilandaskan pada
kekuasaan yang tertinggi. Semua hukum positif berasal dari pembuat hukum yang
sangat menentukan, sebagai yang berdaulat. Austin mendefinisikan penguasa sebagai
seorang manusia superiori yang menentukan, bukan dalam kebiasaan ketaatan dari
suatu masyarakat tertentu. Ia menjelaskn bahwa atasan itu mungkin seorang invidu,
sebuah lembaga, atau sekumpulan individu. Karakteristik hukum yang terpenting
menurut teori Austin terletak pada karakter imperatifnya. Hukum dipahami sebagai
suatu perintah dari penguasa. Menurut John Austin (1790-1859) hukum dibedakan
menjadi dua hal, yaitu:
i. Hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia.

23
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm 56-62.

12
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

ii. Hukum yang disusun dan dibuat oleh manusia, yang terdiri dari: Hukum dalam arti
yang sebenarnya. Jenis ini disebut sebagai hukum positif yang terdiri dari :
 Hukum dalam arti yang sebenarnya. Jenis ini disebut sebagai hukum positif yang
terdiri dari hukum yang dibuat penguasa, seperti: undangundang, peraturan
pemerintah, dan sebagainya, hukum yang dibuat atau disusun rakyat secara
individuil yang dipergunakan untuk melaksanakan hak-haknya, contoh hak wali
terhadap perwaliannya. Dalam konteks ini Austin membagi hukum ke dalam
empat unsur, meliputi; perintah (command) , sanksi (sanction), kewajiban (duty) ,
dan kedaulatan (sovereignty) . Sehingga ketentuan yang tidak memenuhi keempat
unsur tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hukum.
 Hukum dalam arti yang tidak sebenarnya, dalam arti hukum yang tidak memenuhi
persyaratan sebagai hukum, contoh: ketentuan-ketentuan dalam organisasi atau
perkumpulanperkumpulan.

b. Positivisme Pragmatik
Sebagai lawan dari teori Austin adalah gerakan kaum Realis Amerika yang disebut
Positisme Pragmatis, yang mempelajari hukum sebagai karya-karya dan fungsinya
bukan sebagai yang tertulis di atas kertas. Hal ini merupakan suatu pendekatan
pragmatis terhadap hukum yang mengarah pada akhir segala sesuatu hasil dari
akibat-akibatnya. Inti dari pendekatan ini pada problema-problema hukum adalah
tidak mengikuti apa yang tercatat di dalam kertas. Hal ini masih sangat bersifat
umum, oleh karenanya untuk mengkonkritkan apa yang ada dalam pikiran para realis
berbalik pada ilmuilmu pengetahuan yang mulai mengamati perilaku manusia dalam
masyarakat terutama ekonomi, kriminologi, sosiologi umum dan psikologi.24 Hukum
menurut Postivisme Pragmatik, harus ditentukan oleh fakta-fakta sosial yang berarti
sebuah konsepsi hukum dalam perubahan terus-menerus dan konsep masyarakat
yang berubah lebih cepat dibandingkan hukum. Kaum Positivisme Pragmatis

24
Fathurrahman Djamil, ibid,hlm 61.

13
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

mementingkan hukum seharusnya sedangkan teori Austin hanya mementingkan apa


hukum itu.

Menurut John Austin ada empat unsur penting untuk dinamakan sebagai sebuah
hukum, yaitu : perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan.25
Ketentuan-ketentuan yang tidak mengandung keempat unsur tersebut bukanlah
merupakan hukum positif melainkan hanyalah sebagai moral positif. Keempat unsur itu
kaitannya antara satu dengan lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut: unsur perintah
berarti bahwa satu pihak menghendaki orang lain melakukan kehendaknya, pihak yang
diperintah akan mengalami penderiataan jika perintah itu tidak dijalankan atau ditaati.
Perintah itu merupakan pembedaan kewajiban terhadap yang diperintah, dan yang terakhir
ini dapat terlaksana jika yang memerintah itu adalah pihak yang berdaulat.26
Dalam kaitannya dengan positivisme Hukum (Aliran Hukum Positif), maka dipandang
perlu memisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yag berlaku dan
hukum, yang seterusnya, antara das Sein dan das sollen). Dalam kacamata positivis, tiada
hukum lain kecuali perintah penguasa ((law is a command of the lewgivers). Bahkan, bagian
aliran Hukum Positif yang dikenal dengan nama Legisme, berpendapat lebih tegas, bahwa
hukum itu identik dengan undang-undang lebih tegas, bahwa hukum itu identik dengan
undang-undang.
Dalam aspek tertentu, positivisme hukum mendapat kritikan. Penggolongan yang dibuat
oleh Austin, yang mengkategorikan semua hukum sebagai perintah telah dikritik dari
berbagai sisi. Tokoh seperti Bryce, Dicey, dan Gray menganggap bahwa hak-hak privat,
undang-undang administratif, dan hukum-hukum deklaratori tidak dapat dikelompokkan
sebagai perintah. Selain itu, teori Austin tidak menawarkan solusi dalam menghadapi
interpretasi-interpretasi yang bertentangan dengan suatu keadaan atau preseden. Demikian
pula pemisahan antara hukum dan keadilan mendapat kecaman dari berbagai tokoh filsafat
hukum.

25
Abdul Ghafur Anshori, Op.cit, hal 93
26
Ibid., hal 96

14
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

Daftar Pustaka

Sukarno Aburarea, 2014, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Kencana, Jakarta

Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum ,PT CITRA ADITYA BAKTI, Bandung

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2004, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Muhammad Muslehuddin, Philosophy of Islamic Law and the Orientalist: A


Comparative Study of Islamic Legal System, 1997 , Cetakan ke-2, Alihbahasa: Yudian
Wahyudi Asmin, Tiara Wacana, Yogyakarta,

Lili Rasyidi, B. Arief Sidharta, 1994, (Penyunting), Filsafat Hukum Mazhab dan
Refleksinya, Cet. Kedua, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Zainuddin Ali,2006, Filsafat Hukum, Sinar Grafika, Jakarta

Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusa Media,
Bandung.

Abdul Ghofur Anshori, 2009, Filsafat Hukum, Gajah Mada University


Press,Yogyakarta
Fathurrahman Djamil,1997, Filsafat Hukum Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta

15
Mazhab Hukum Oleh : Vinna Lusiana SH

16

Anda mungkin juga menyukai