Anda di halaman 1dari 6

CRITICAL JOURNAL REVIEW

“TEKNIK EVALUASI EKONOMI”

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Ekonomi Kesehatan

Dosen Pengampu: Rapotan Hasibuan, S.K.M., M.Kes

Disusun Oleh: Syafira Fajri Haqsyah (0801192017)

Kelas : IKM 5 Semester V

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2021
Jurnal Analisis Titik Impas (Break Even Point)

I. Identitas Jurnal
Judul Artikel : BISNIS & BIROKRASI : Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi
Judul jurnal : Penetapan Target Premi Asuransi Jiwa Syariah untuk untuk Mencapai
Titik Impas dengan Pendekatan Model Profit Testing
Penulis : Sugeng Soedibjo, Rachma Fitriati
Tahun terbit : November 2011
Sumber database : Google Scholar
Alamat URL : https://scholarhub.ui.ac.id/jbb
Tanggal akses : 7 Desember 2021

II. Ringkasan artikel/hasil penelitian


Tujuan Penelitian penelitian ini dilakukan untuk menganalisis cara menetapkan target premi
agar tercapai titik impas (break even point) yang mengacu pada produk-
produk asuransi yang dipasarkan dari akad-akad asuransi yang diterapkan.
Subjek Penelitian Perusahaan asuransi syari’ah
Metode Penelitian Penelitian dengan pendekatan kuantitatif ini menggunakan model Profit
Testing (Hare dan McCutcheon,1996; Mungall,1993), yaitu model matematis
yang berupa proses iterasi dari keseimbangan cash flow antara sumber
pendapatan dengan sumber pengeluaran perusahaan pada setiap tahun
produksi.
Analisis -
Penelitian
Hasil Penelitian Pertama, pencapaian portofolio premi dalam mencapai titik impas sangat
tergantung pada jenis produk yang dipasarkan, biaya operasional, hasil
investasi, dan tingkat resiko calon peserta asuransi. Kedua, berdasarkan
analisa profit testing dan sensitivitas, produk asuransi jenis Tabarru’
menghasilkan titik impas dan indikator profitabilitas lebih baik dari pada
produk yang mempunyai unsur tabungan. Namun demikian jumlah portofolio
peserta produk Tabarru’ harus besar agar dapat menutup segala biaya. Ketiga,
pencapaian target portofolio peserta dari produk tabungan membutuhkan
jumlah populasi yang lebih kecil mengingat premi untuk produk tabungan ini
jauh lebih mahal dibandingkan dengan produk Tabarru’. Keempat, setiap unit
pemasaran membutuhkan biaya operasional per tahun antara Rp 247.500.000
hingga Rp 302.500.000. Untuk produk Tabarru’, unit pemasaran akan
mencapai titik impas pada selang 3,60 tahun sampai 5,26 tahun. Sementara
produk Tabungan akan mencapai titik impas pada selang 3,91 tahun sampai
5,47 tahun. Kelima, faktor mortalita untuk produk Tabarru’ memilki tingkat
kepekaan yang kuat dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya yaitu hasil
investasi dan biaya, sedangkan untuk produk Tabungan faktor yang paling
sensitif adalah perubahan hasil investasi. Keenam, tingkat pengembalian dan
profit marjin produk Tabarru’ lebih baik dibandingkan dengan produk
tabungan.

III. Keunggulan penelitian


 Penelitian ini sangat terinci, berbobot dan jelas
 Adanya hasil dari peneliti-peneliti sebelumnya yang juga mempunyai tipe penelitian sejenis
sehingga dapat menjadi bahan banding peneliti.
 Perhitungannya sangat teliti dan akurat
IV. Kelemahan penelitian
 Menyatukan metode penelitian dalam paragraf, sehingga menyulitkan pembaca
 Seharusnya dibuat beberapa poin.
V. Implikasi terhadap:
a) Teori
Titik impas (break even point) merupakan tingkat aktivitas di mana suatu organisasi tidak
mendapat laba dan juga tidak menderita rugi. Dalam suatu grafik, titik impas dapat ditemukan
pada titik perpotongan garis pendapatan dan garis total biaya. Titik impas berada pada posisi
total pendapatan sama dengan total biaya atau sebagai tingkat penjualan dimana 8 total margin
kontribusi sama dengan total biaya tetap. L.M. Samryn (2013:174) Menurut Kasmir, Break
Event Point (BEP) merupakan salah satu analisis keuangan yang sangat penting dalam
perencanaan Perhitungan perancangan laba (profit planning). Perhitungan break even point
lebih sering digunakan apabila perusahaan ingin mengeluarkan suatu produk baru. Artinya
dalam memproduksi produk baru tertentu berkaitan dengan masalah biaya yang harus
dikeluarkan, kemudian penentuan harga jual serta jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi
atau dijual ke konsumen.

b) Pembangunan di Indonesia
Dari perspektif ekonomi, Perkembangan perolehan premi asuransi syariah di Indonesia sampai
tahun 2006 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar rata-rata 45,17%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sampai dengan bulan Juni 2006 total perolehan premi
asuransi syariah sebesar Rp 231,524 miliar. Namun secara makro, kontribusi premi asuransi
syariah hanya menyumbangkan sebesar 1,5% dari target premi asuransi nasional. Dibandingkan
dengan negara lain yang penduduknya mayoritas muslim, diperkirakan bahwa peranan asuransi
syariah di Indonesia, seharusnya dapat memberikan sumbangan terhadap target perolehan premi
nasional sekurang-kurangnya sebesar 10% (Majalah Proteksi, 2006).
Peningkatan pendapatan premi asuransi jiwa ini sangat tergantung pada iklim perekonomian
nasional yang memungkinkan peningkatan pendapatan per kapita penduduk dan peranan
industri asuransi dalam memobilisasi dana masyarakat untuk bersaing dengan industri keuangan
lainnya.

c) Pembahasan dan Analisis


Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan tahun 2003-2005, diperoleh
sejumlah hasil. Pada awal berdirinya perusahaan tahun 2003 biaya umum dan
administrasimasih relatifrendah, yaitu sebesar Rp 256.845.793,71. Hal ini dikarenakan oleh
masih terbatasnya jumlah sumber daya manusia, baik aparat penjualan maupun pegawai
organik. Sarana kantor masih sangat terbatas dan jumlah kantor cabang yang dibuka baru satu
kantor cabang. Pada tahun 2004 biaya umum dan administrasi mengalami kenaikan sebesar Rp
1.269.274.728,60 atau kenaikan 394,17%dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan kebijakan
perusahaan untuk menambah sarana dan sumber daya beberapa kota besar. Pada tahun 2005
terjadi perluasan jaringan distribusi dengan membentuk tujuh departemen pemasaran korporasi
yang dikhususkan untuk memasarkan produk-produk asuransi kumpulan secara korporasi. Hal
ini mengakibatkan peningkatan jumlah biaya umum dan administrasi menjadi Rp
3.144.030.197,23 atau terjadi peningkatan sebesar 147,75% dari tahun 2004.

VI. Kesimpulan dan saran


Dari penjabaran sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, pencapaian portofolio
premi dalam mencapai titik impas sangat tergantung pada jenis produk yang dipasarkan, biaya
operasional, hasil investasi, dan tingkat resiko calon peserta asuransi. Kedua, berdasarkan
analisa profit testing dan sensitivitas, produk asuransi jenis Tabarru’ menghasilkan titik impas
dan indikator profitabilitas lebih baik dari pada produk yang mempunyai unsur tabungan.
Namun demikian jumlah portofolio peserta produk Tabarru’ harus besar agar dapat menutup
segala biaya. Ketiga, pencapaian target portofolio peserta dari produk tabungan membutuhkan
jumlah populasi yang lebih kecil mengingat premi untuk produk tabungan ini jauh lebih mahal
dibandingkan dengan produk Tabarru’. Keempat, setiap unit pemasaran membutuhkan biaya
operasional per tahun antara Rp 247.500.000 hingga Rp 302.500.000. Untuk produk Tabarru’,
unit pemasaran akan mencapai titik impas pada selang 3,60 tahun sampai 5,26 tahun. Sementara
produk Tabungan akan mencapai titik impas pada selang 3,91 tahun sampai 5,47 tahun. Kelima,
faktor mortalita untuk produk Tabarru’ memilki tingkat kepekaan yang kuat dibandingkan
dengan faktor-faktor lainnya yaitu hasil investasi dan biaya, sedangkan untuk produk Tabungan
faktor yang paling sensitif adalah perubahan hasil investasi. Keenam, tingkat pengembalian dan
profit marjin produk Tabarru’ lebih baik dibandingkan dengan produk tabungan.
VII. Pustaka
Soedibjo, S., & Fitriati, R. (2011). Penetapan Target Premi Asuransi Jiwa Syariah untuk
Mencapai Titik Impas dengan Pendekatan Model Profit Testing. BISNIS & BIROKRASI: Jurnal
Ilmu Administrasi dan Organisasi, 16(2), 1.
Jurnal Analisis Biaya Manfaat (Cost Benefit Analysis)

I. Identitas Jurnal
Judul Artikel : Analisis Ekonomi Veteriner dan Analisis Kebijakan
Judul jurnal : Analisis Biaya Manfaat: Dua Skenario dalam Penanganan Penyakit Kecacingan
Sebagai Penyebab Kematian Pedet di Kecamatan Kota Mukomuko, Kabupaten
Mukomuko, Bengkulu
Penulis : Guntoro, Tri dan Sanjaya, F
Tahun terbit : 2019
Sumber database : Google Scholar
Alamat URL : http://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/9009
Tanggal akses : 7 Desember 2021

II. Ringkasan artikel/hasil penelitian


Tujuan Penelitian Tujuan dari kajian ini adalah menilai kegiatan pemberian obat cacing saja
dibandingkan dengan pemberian obat cacing dan pembuatan kandang induk
dan anak mana yang lebih menguntungkan dalam memberikan kesembuhan
dilihat dari Analisis Biaya Manfaat dengan melihat (NPV, BCR dan IRR)
Subjek Penelitian petugas peternakan dan kesehatan hewan yang ada dilokasi kajian.
Metode Penelitian melalui tahapan-tahapan yang runut yang masing-masing akan mengantarkan
kepada tahapan berikutnya secara berkesinambungan. Tahapan-tahapan atau
langkah pembuatan ABM adalah sebagai berikut: perumusan masalah;
Identifikasi alternatif pemecahan masalah; Pencarian, analisis, dan
interpretasi informasi; Identifikasi kelompok sasaran dan pemanfaat;
Menafsirkan biaya dan manfaat; Penyusutan dari biaya dan manfaat;
Menafsirkan resiko dan ketidak-pastian; Memilih kriteria pengambilan
keputusan; dan Rekomendasi.
Analisis Setidaknya, ada tiga metode untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu
Penelitian proyek yaitu nilai bersih sekarang (NPV = net present value benefi t), Internal
Rate of Return (IRR) dan perbandingan manfaat biaya (BCR = benefi t-cost
ratio). Hasil perhitungan Analisis Biaya Manfaat intervensi pemberian obat
cacing dengan Diskonto 5% dengan asumsi kesembuhan (asumsi tahun 2:
90%; tahun 3: 92%).
Hasil Penelitian dengan hanya memberikan obat cacing dengan asumsi kesembuhan terhadap
kecacingan tahun pertama 60 % dan tahun kedua 70% memiliki nilai NPV Rp
595.739.268,- (Positif, proyek diterima), BCR 3,88 (memberikan manfaat 3,8
kali) dan IRR 296% (sangat layak) berarti proyek ini bisa dilakukan karena
memberikan keuntungan. Selain itu memberikan obat cacing ditambah
dengan pembuatan kandang induk dan anak, dengan asumsi kesembuhan
terhadap kecacingan tahun pertama 90 % dan tahun kedua 92% memiliki nilai
NPV Rp 613.495.104,- (Positif, proyek diterima), BCR 2.28 (memberikan
manfaat 2,28 kali) dan IRR 154.07 % (layak) berarti proyek ini bisa dilakukan
karena memberikan keuntungan.

III. Keunggulan penelitian


 Penelitian ini sangat terinci, berbobot dan jelas
 Adanya hasil dari peneliti-peneliti sebelumnya yang juga mempunyai tipe penelitian sejenis
sehingga dapat menjadi bahan banding peneliti.
 Penelitian dilakukan didaerah jauh dari ibukota sehingga tempat penelitian tersebut jadi
lebih diperhatikan.
IV. Kelemahan penelitian
 Terlalu singkat, tidak ada penjabaran lebih lanjut.
V. Implikasi terhadap:
a) Teori
Analisis Biaya-Manfaat (CBA) adalah proses menggunakan teori, data, dan model untuk
menguji produk, pengorbanan, dan kegiatan untuk menilai tujuan yang relevan dan solusi
alternatif (Womer, Bougnol, Dula, & Retzlaff-Roberts, 2006 dalam Misuraca, 2014). Dalam
cost benefit analysis, input (biaya) dan output (hasil program) dikuantifikasi berdasarkan nilai
uang. Dengan demikian, akan mudah menentukan apakah hasil dari sebuah program (output)
sebanding dengan investasi yang dilakukan.

b) Pembangunan di Indonesia
Sistem pemeliharaan sapi di Kabupaten Muko-Muko umumnya masih dilakukan secara
ekstensif dan semi intensif. Sistem pemeliharaan sapi yang masih tergolong tradisional seperti
inilah yang rentan terhadap infeksi dari berbagai macam penyakit. Keadaan ini mengakibatkan
kerugian yang cukup besar dan berpengaruh terhadap pendapatan peternak. Kerugian akibat
adanya infeksi penyakit diantaranya adalah terjadinya penurunan hasil produksi akibat
terhambatnya pertumbuhan ternak serta bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan untuk
pengobatan ternak yang terinfeksi penyakit (Subronto,2007). Penyakit yang sering diabaikan
oleh peternak adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit cacing. Dari segi perhitungan
ekonomi, penyakit pada sapi yang diakibatkan oleh parasit cacing mengakibatkan kerugian
yang sangat tinggi bagi peternak. Jika kerugian terjadi, maka itu juga berpengaruh dengan nasib
masyarakat di Indonesia itu sendiri.

c) Pembahasan dan Analisis


Menurut Sayuti (2007) mengatakan bahwa musim kemarau sangat berhubungan dengan tingkat
kejadian cacingan yang cukup rendah karena pada musim kemarau dapat mengganggu
perjalanan siklus hidup cacing, kondisi tanah yang kering dan atmosfer yang cukup panas
menyebabkan feses cepat mengering sehingga telur cacing menjadi rusak dan mati. Berbeda
dengan yang terjadi pada musim hujan atau kondisi lingkungan lembab dan basah karena
manajemen pemeliharaan yang kurang baik. Kondisi tersebut menjadi media yang cocok untuk
perkembangan telur cacing menjadi bentuk yang siap masuk ke dalam tubuh sapi sehingga
terjadi tingkat cacingan yang cukup tinggi pada musim hujan. Menurut Mohammed (2008)
bahwa keadaan alam Indonesia dengan curah hujan dan kelembaban yang tinggi, dan ditunjang
pula oleh sifatnya yang hemaprodit akan mempercepat perkembangbiakan cacing. cacing
mutlak membutuhkan air dalam keadaan tergenang untuk melangsungkan daur
perkembangannya (Suweta, 1985).

VI. Kesimpulan dan saran


Dengan keterbatasan sumber daya maka kita bisa memilih dengan skenario satu atau skenario
dua untuk menurunkan angka kematian pedet pada sapi dengan pemeliharaan tradisional.
Analisia biaya dan manfaat sangat bermanfaat untuk memandu pengambil kebijakan apabila
ukuran yang diperhitungkan adalah berapa besar tingkat efi siensi yang ditimbulkan, dengan
perkataan lain, analisa biaya-manfaat ini sangat memperhitungkan untung rugi melalui ukuran
nilai uang, oleh karenanya memerlukan kecermatan dan tingkat berfi kir yang sangat rasional.

VII. Pustaka
Guntoro, T., & Sanjaya, F. Analisis Biaya dan Manfaat: Dua Skenario dalam Penanganan
Penyakit Kecacingan sebagai Penyebab Kematian Pedet di Kecamatan Kota Mukomuko,
Kabupaten Mukomuko, Bengkulu.

Anda mungkin juga menyukai