Anda di halaman 1dari 6

Persepsi Melampaui Tanggal Penggunaan Narkoba di Jakarta Utara, Indonesia

Fonny Cokro, Sherly T. Arrang, Jonathan AN Solang, Pangestuning Sekarsari Jurusan Farmasi,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Atma Jaya Indonesia, Jakarta,
Indonesia

Abstrak

Beyond-Use Date (BUD) mengacu pada periode tidak aman konsumsi obat dan dihitung sejak
saat membuka paket utama. Sementara itu, Indonesia belum memiliki data terkait saat ini, dalam
hal kesadaran publik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai persepsi BUD
masyarakat Jakarta Utara dan peran apoteker dalam memberikan informasi yang relevan. Proses
pengumpulan data menggunakan wawancara semi struktural di 6 kecamatan di lokasi penelitian
antara September-November 2019, dilanjutkan dengan transkripsi data dan pengembangan
tematik. Berdasarkan 60 informan yang direkrut secara purposive sampling, diperoleh tiga tema,
yaitu sisa penyimpanan obat, kontribusi apoteker, dan kesadaran BUD. Selanjutnya, sekitar 97%
responden sama sekali tidak mengetahui materi pelajaran, sementara 100% menyangkal
memiliki segala bentuk sensitisasi dari apoteker. Persepsi 50% didasarkan pada tanggal
kedaluwarsa yang tertera pada obat. Ringkasnya, pandangan masyarakat Jakarta Utara
kemungkinan dipengaruhi oleh pengetahuan BUD yang sangat minim. Oleh karena itu, peran
apoteker dalam mengedukasi pasien dan masyarakat tampak sangat penting.

Kata kunci : Peracikan obat, stabilitas obat, persepsi, apoteker

Persepsi mengenai Beyond-Use Date Obat pada Masyarakat Jakarta Utara, Indonesia

Abstrak

Beyond-Use Date (BUD) merupakan waktu ketika sediaan obat tidak dapat digunakan lagi dan
dihitung berdasarkan waktu pembukaan kemasan sediaan primer. Sampai saat ini, tidak terdapat
data tentang pemahaman masyarakat Indonesia mengenai BUD. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat persepsi masyarakat Jakarta Utara mengenai BUD, serta mengetahui peran apoteker
dalam menyediakan informasi BUD. Data mengenai persepsi BUD diperoleh dari wawancara
semi terstruktur yang dilakukan di 6 kecamatan yang terletak di Jakarta Utara pada September–
November 2019, dan diikuti oleh proses transkripsi dan pengembangan tema. Dari 60 informan
yang direkrut secara purposive sampling, didapatkan tiga tema yaitu penyimpanan obat racikan,
kontribusi apoteker terkait BUD, dan pengenalan terhadap BUD. informan (97%) tidak
mengetahui tentang BUD, dan semua informan (100%) tidak pernah menerima informasi BUD
dari apoteker. sebagian dari informan memiliki persepsi bahwa BUD sama dengan masa
kadaluarsa yang ada di kemasan pabrik. Kami menyimpulkan bahwa persepsi masyakat Jakarta
Utara mengenai BUD dapat disebabkan oleh pengetahuan tentang BUD yang rendah, dan peran
apoteker dalam informasi dan mengedukasi pasien dan masyarakat mengenai BUD yang sangat
diperlukan.

Kata kunci: Apoteker, obat racikan, persepsi, ketepatan obat

Korespondensi: tepat. Fonny Cokro, M.Farm.Klin., Departemen Farmasi, Fakultas Kedokteran


dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 14440, Indonesia, email: fonny.cokro@atmajaya.ac.id Terkirim : 5 th Agustus 2020,
Diterima: 30 th Juli 2021, Diterbitkan: 30 th September 2021

Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 10, Edisi 3, September 2021

Pengantar

Formulasi obat ekstemporer adalah sediaan yang menggunakan teknik peracikan tradisional
untuk menghasilkan dosis tertentu secara spesifik untuk memenuhi kebutuhan individu tertentu,
yang dosisnya tidak tersedia secara komersial.1–3 Produk dermatologis adalah formulasi obat
ekstemporer yang paling sering dibuat. 2 Di Indonesia, jumlah resep formulasi obat ekstemporer
sangat banyak diterapkan. Andriani dkk. menemukan bahwa 13,04% resep adalah kapsul
peracikan tanpa persiapan, dan 44,88% di antaranya mengandung enam obat atau lebih. 4
Penggunaan formulasi obat ekstemporer lebih sering terjadi pada anak-anak. Fenomena ini
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu perlunya penyesuaian dosis obat dari bentuk dewasa yang
tersedia di pasaran, penolakan anak untuk mengambil bentuk padat, dan terbatasnya ketersediaan
formulasi obat di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan pedesaan.3, 5 Mufarrihah dkk.
menemukan bahwa 99,76% pasien anak menerima tablet yang dihancurkan, dan 27,24% di
antaranya mengandung lebih dari empat obat. 6

apkan berdasarkan waktu sediaan, stabilitas bahan aktif, dan batas sterilitas yang diizinkan,
dengan mempertimbangkan sifat bahan aktif dan mekanisme degradasinya, bentuk sediaan obat
dan komponennya, potensi proliferasi mikroba, jenis wadah, kondisi penyimpanan yang tepat
yang diperlukan untuk obat, dan durasi terapi yang diperlukan. 8,9

Berdasarkan uraian di atas, BUD merupakan sarana penting untuk memantau mutu obat yang
prima, menjamin khasiat dan keamanan obat. Penelitian ini menanyakan persepsi masyarakat di
Jakarta Utara, Indonesia, tentang BUD, khususnya pada sediaan preparat tidak steril.
Menurut United States Pharmacopeia (USP) dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian, BUD merupakan salah
satu informasi yang wajib ditambahkan pada label obat pasien. Apoteker perlu menasihati pasien
tentang cara penggunaan, cara menyimpan dan membuang obat, terutama mengenai BUD, terkait
penyimpanan obat dan pembuangan obat. 8,10 Berdasarkan survei cross-sectional di Indonesia,
hanya sekitar 43,75% apoteker yang mempraktikkan BUD tanpa informasi rinci tentang praktik
ini. 11 Oleh karena itu, kami juga ingin menilai persepsi masyarakat terhadap kontribusi
apoteker dalam memberikan informasi BUD terkait pelayanan persiapan obat ekstemporer.

Metode

Penelitian ini dilakukan mengikuti Deklarasi Helsinki tahun 1975. Telah ditinjau oleh komite
etik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Atma Jaya Indonesia (AJCUI)
dengan persetujuan izin etik no. 07/05/KEP-FKUAJ/2019.

Desain studi Kualitatif : dengan desain studi fenomenologi, diawali dengan rekaman
wawancara semi struktural, dilanjutkan dengan transkripsi data dan pengembangan tematik.

Tim peneliti : Wawancara dilakukan oleh seorang mahasiswa farmasi laki-laki dan seorang
perempuan. Masing-masing pewawancara telah dilatih oleh dua apoteker klinis profesional
dalam melakukan teknik wawancara yang baik. Pewawancara tidak memiliki hubungan dengan
masing-masing peserta.

Setting : Data dikumpulkan antara September dan November 2019. Data dikumpulkan di ruang
publik, misalnya: mall atau pusat perbelanjaan di seluruh kecamatan di Jakarta Utara, yaitu
Cilincing, Penjaringan, Kelapa Gading, Tanjung Priok, Pademangan, dan Koja. Semua
kecamatan diikutsertakan agar lebih mewakili Jakarta Utara.

Pengambilan : sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan nonprobability sampling,


yaitu purposive sampling. Sampel penelitian ini dikumpulkan berdasarkan kriteria inklusi hingga
mencapai kejenuhan data. Data yang dikumpulkan dari masing-masing kecamatan berjumlah
sepuluh informan, dengan jumlah 60 informan, dengan asumsi jumlah tersebut cukup untuk
mencapai kejenuhan data. Jumlah informan ini dianggap cukup untuk mewakili masyarakat yang
dinilai karena diperoleh hasil yang berulang dan serupa selama wawancara, yang menunjukkan
adanya kejenuhan data. Kriteria inklusi adalah penduduk yang berdomisili di Jakarta Utara dan
berusia lebih dari 18 tahun.

Pengumpulan data : Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Setiap
informan harus mengisi formulir rincian demografis dan menandatangani formulir persetujuan.
Sampel yang memenuhi semua kriteria inklusi menjadi informan, yang diwawancarai secara
semi struktural tatap muka menggunakan perekam suara. Data dikumpulkan sampai mencapai
kejenuhan data.

Wawancara : Penulis mengembangkan kerangka pertanyaan dari tinjauan pustaka yang


mendalam. Informan diberikan pertanyaan terbuka tentang bagaimana mereka menjaga formulasi
obat ekstemporer atau obat yang telah dirobek, informasi yang mereka dapatkan dari apoteker
saat pengadaan obat, pengetahuan mereka tentang tanggal habis pakai dan perbedaannya dengan
tanggal kadaluwarsa. . Proses verifikasi dilakukan selama wawancara, dan peneliti utama
membuat catatan lapangan setelah wawancara.

Analisis : Hasil wawancara ditranskrip kemudian dianalisis secara tematis oleh dua peneliti
secara mandiri, dilanjutkan dengan diskusi untuk mengatasi ketidaksesuaian. Pada bagian hasil,
tema-tema yang terdeteksi dari transkrip wawancara ditandai dengan penambahan kutipan.
Percakapan yang tidak perlu dipotong menggunakan tanda /…/. Tanda kurung siku digunakan
untuk mengakomodasi istilah yang tidak termasuk dalam bagian tema agar pembaca dapat
memahami percakapan. Tema-tema tersebut diterjemahkan dari Bahasa Indonesia ke Bahasa
Inggris, bukan kata demi kata, tetapi dengan arti yang sebenarnya, untuk meningkatkan
pemahaman percakapan.

Hasil : Sekitar sepuluh orang yang memenuhi syarat dari setiap kecamatan (Cilincing,
Penjaringan, Kelapa Gading, Tanjung Priok, Pademangan, dan Koja) dipilih sebagai informan,
sehingga total 60 informan yang hasil wawancaranya menunjukkan kejenuhan data. Di antara
informan, ada 48 laki-laki dan 12 perempuan. Mayoritas (n=37) informan berasal dari kelompok
umur 36 sampai dengan 55 tahun. Data kependudukan mereka disajikan pada Tabel 1. Setiap
informan ditanya tiga pertanyaan utama, dan jawabannya dikategorikan menjadi tiga tema
sebagai berikut:

Tema 1: Penyimpanan sisa obat Selama wawancara, informan ditanya tentang bagaimana
mereka menyimpan sisa obat (bila kemasan utama sudah robek) setelah sembuh total dari sakit.
Jawabannya mulai dari tidak menyimpan sisa obat hingga menyimpannya tanpa batas waktu.
Sebagian besar responden hanya menggunakan satu teknik penyimpanan obat untuk semua jenis
bentuk obat, baik tablet pecah, sirup, maupun krim/salep. Hal ini menunjukkan bahwa informan
memiliki pengetahuan yang rendah tentang penyimpanan obat yang benar.• Tidak menyimpan
sisa obat “Nah, kalau sudah sembuh total, sisa obat akan saya buang.”• Menyimpan sisa obat
tidak lebih dari dua minggu “Dua minggu paling lama. Setelah itu, aku akan membuangnya.”

• Menyimpan sisa obat tidak lebih dari satu bulan “Bagi saya, biasanya kami meminumnya
berkali-kali setiap hari. Jika obat-obatan tidak habis, kami akan menyimpannya setidaknya
selama sebulan. Ya [menyimpan obat-obatan], kalau-kalau kita masih membutuhkannya.”

• Menyimpan sisa obat tidak lebih dari tiga bulan


“Saya biasanya menyimpannya paling lama tiga bulan. Lebih lama dari itu, saya tidak
akan meminumnya lagi karena saya khawatir itu tidak efektif lagi. Saya menyimpannya [obat-
obatan yang tersisa]. /…/ Ya, kadang-kadang saya mengalami kekambuhan yang
mengharuskan saya untuk terus minum obat, tetapi jika tidak, saya tidak akan meminumnya
lagi.”

• Menyimpan sisa obat tidak lebih dari enam bulan

“Biasanya, saya menyimpannya selama enam bulan, dan saya tidak akan meminum obat
yang sudah disimpan lebih lama dari itu. Saya khawatir, yah, mereka tidak akan efektif lagi,
bagaimana saya tahu itu. Jika masih jauh dari batas waktu saya akan meminumnya lagi, tetapi
jika terlalu dekat dengan batas waktu saya tidak akan berani [mengambil sisa obat]. Saya
menyimpannya agar tetap dapat digunakan, untuk berjaga-jaga jika keluarga atau saudara laki-
laki atau perempuan saya atau paman saya membutuhkannya. Ya [untuk keluarga], misalnya,
saya batuk, dan saya minum obat yang efektif untuk itu dari layanan kesehatan masyarakat,
atau apa pun, saya dapat merekomendasikan obat itu, biarkan mereka minum obat itu.”

• Menjaga sisa obat sampai dengan tanggal kadaluarsa obat

“Tergantung tanggal kadaluarsanya. Ya, saya akan meminumnya [obat yang tersisa] lagi,
[tetapi] jika tidak efektif, saya akan pergi ke dokter lagi.”

Tema 2: Kontribusi Apoteker

Informan ditanya tentang apa yang dikatakan apoteker tentang penyimpanan obat. Semua
informan mengatakan apoteker tidak memberikan informasi BUD saat membeli obat. Sebagian
besar informasi yang diterima adalah tentang dosis dan frekuensi minum obat per hari.

• Apoteker tidak memberi tahu tentang penyimpanan obat

“Tidak pernah [beritahu saya apa-apa], hanya tentang cara menggunakannya, berapa kali sehari
saya harus meminumnya, tetapi [saya] tidak pernah diberitahu tentang berapa lama obat itu harus
disimpan.”

“Tidak [tidak pernah diberitahu oleh apoteker], ikuti saja petunjuk di kotak.”

“Jangan pernah [beri tahu saya apa pun]. Ketika saya membeli obat, saya hanya membelinya.
Setelah itu, itu saja.”

• Apoteker hanya menginformasikan tempat penyimpanan obat “Di apotek ya, mereka [apoteker]
bilang, [sirup] harus dikocok dulu, lalu dimasukkan ke kulkas. Saya tidak berpikir mereka
memberi tahu saya tentang cara menyimpan obat kapsul. ”
“Kadang-kadang mereka [apoteker] melakukannya, tetapi kadang-kadang tidak. Biasanya,
[mereka memberi tahu saya] tentang di mana menyimpan obat-obatan, di suhu kamar.”

Tema 3: Keakraban dengan BUD

Para informan ditanya tentang keakraban mereka dengan BUD. Secara keseluruhan 97% tidak
tahu tentang BUD. Sekitar 50% berpikir bahwa tanggal kedaluwarsa sama dengan BUD.

• Tidak tahu tentang BUD

“Yah, saya tidak tahu. Biasanya, saya hanya melihat tanggal kedaluwarsa.”

DAPUS

1. American Society of Health-System Apoteker. Pedoman ASHP tentang peracikan


sediaan steril. Am J Health-Syst Pharm. 2014;71(2):145–66. doi: 10.2146/sp140001
2. Alfan SD, Sinuraya RK, Kautsar AP, Abdulah R. Harapan konsumen terhadap kualitas
pelayanan yang diberikan oleh apoteker dalam praktek pengobatan sendiri dan faktor-
faktor yang terkait di Bandung, Indonesia. Kesehatan Masyarakat J Trop Med Asia
Tenggara. 2016;47(6):1379–84.
3. Hermansyah A, Sukorini AI, Setiawan CD, Priyandani Y. Konflik antara pekerjaan
profesional dan non profesional apoteker komunitas di Indonesia. Praktek Farmasi.
2012;10(1):33–9. doi: 10,43 21/s188636552012000100006
4. Wolf MS, Davis TC, Curtis LM, Bailey SC, Knox JP, Bergeron A, dkk. Label obat resep
yang berpusat pada pasien untuk mempromosikan penggunaan dan kepatuhan obat yang
tepat. J Gen Intern Med. 2016; 31(12):1482–9. doi: 10.1007/s11606-016 -3816-x
5. Patel MJ, Khan MS, Ali F, Kazmi Z, Riaz T, Awan S, dkk. Wawasan pasien dalam
menafsirkan resep dan label obat-studi cross sectional. PLoS Satu. 2013;8(6):e65019.
doi: 10.1371/journal.pone.0065019

Anda mungkin juga menyukai