Anda di halaman 1dari 11

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Pada penelitian ini dilakukan pada 100 responden di Apotek Anugerah

Bluto Medika Wilayah Kecamatan Bluto Tahun 2023. Responden yang

digunakan di Apotek Anugerah Bluto Medika merupakan responden yang

mewakili lokasi penelitian, Waktu pengambilan data pada saat penelitian

disesuaikan dengan waktu operasional apotek. Pengambilan data dilakukan

dari hari Senin sampai hari Minggu dan dimulai dari jam 09.00 hingga

sekitar jam 21.00. Pengunjung umumnya lebih banyak datang pada jam

19.30 sampai 21.00 karena penelitian dilakukan di bulan ramadhan. Jumlah

pengunjung apotek cukup banyak setiap harinya, namun tidak semua

pengunjung bersedia untuk diwawancarai. Ada beberapa hal yang menjadi

alasan penolakan dari pengunjung, yaitu karena sedang terburu-buru, tidak

bersedia jika harus diwawancara dua kali untuk keperluan post-test. Dan

sering pula pengunjung datang dalam jumlah yang banyak pada saat

bersamaan, sehingga tidak semua pengunjung dapat dijangkau oleh

peneliti.

Responden yang telah diwawancara untuk pengambilan data pre-test

dan diberi leaflet, dihubungi dan diwawancara kembali 4 minggu berikutnya

untuk pengambilan data post-test. Wawancara bebas terpimpin tetap

dilakukan pada saat pottest, namun responden dihubungi melalui telepon.

Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa banyak didapati responden


yang pada saat pre-test menyatakan tidak bersedia diajak bertatap muka

kembali dengan alasan kesibukan pekerjaannya. Beberapa responden juga

tidak bersedia untuk dikunjungi langsung ke rumahnya. Oleh karena itu,

cara pengambilan data melalui telepon dianggap sebagai cara yang paling

memungkinkan bagi peneliti agar semua responden tetap dapat dihubungi

kembali untuk dilakukan post-test.

Post-test tidak selalu dapat dilakukan tepat pada 4 minggu setelah

pemberian leaflet seperti yang telah direncanakan semula. Sebelum hari

pelaksanaannya, diperoleh konfirmasi dari beberapa responden bahwa

mereka tidak dapat dihubungi di hari post-test yang ditentukan, namun

bersedia untuk dihubungi di hari lain. Oleh karena itu, pelaksanaan post-

test diberi tenggang waktu, dari 4 minggu menjadi 6 – 7 minggu setelah

pemberian leaflet.

Uji validitas dan reabilitas ini dilakukan pada 20 responden. Hasil uji

validitas menunjukkan nilai p < α (0,050) pada seluruh butir pertanyaan,

yang berarti terdapat korelasi antara variabel butir soal 1 hingga 9 dengan

variabel total. Nilai Cronbach’s Alpha yang diperoleh pada uji reliabilitas

juga menunjukkan nilai lebih besar dari 0,600, yaitu 0,910 untuk kuesioner

bagian ketiga dan 0,860 untuk kuesioner bagian keempat. Oleh karena

itu, kuesioner ini telah dapat dinyatakan valid dan reliabel.

Karakteristik responden menunjukkan hasil bahwa responden lebih

banyak laki-laki (64%) dibanding perempuan (36%). Seperti pada hasil

penelitian terdahulu “Tingkat Pengetahuan Pasien dan Rasionalitas

2
Swamedikasi di Apotek Kecamatan Colomadu” yang menyatakan bahwa

swamedikasi lebih banyak dilakukan oleh laki-laki (60,9%) dibanding

perempuan (39,1%). Hal ini dapat dikarenakan lebih banyak pengunjung

laki-laki yang bersedia untuk diwawancara dan bersedia mengisi kesioner

dibandingkan pengunjung perempuan.

Rentang umur 18-28 tahun (59%) merupakan kategori umur yang

paling banyak menjadi responden penelitian. Seperti pada hasil penelitian

terdahulu “Tingkat Pengetahuan Pasien dan Rasionalitas Swamedikasi di

Apotek Kecamatan Colomadu” yang menyatakan bahwa kategori umur

yang paling banyak menjadi responden yaitu 18-28 tahun (32,7%).

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Baran (2008), tercatat

bahwa pengunaan obat tanpa resep sering digunakan dikalangan anak muda.

Oleh karena itu, obat yang tergolong obat bebas, obat bebas terbatas, obat

wajib apotek lebih dipilih sebagai pengobatan penyakit ringan yang dialami

selama beraktivitas karena mudah didapatkan.

Responden didominasi dengan tingkat pendidikan terakhir yaitu SMA

(49%). Seperti pada hasil penelitian terdahulu “Tingkat Pengetahuan Pasien

dan Rasionalitas Swamedikasi di Tiga Apotek Kota Panyabungan” yang

menyatakan bahwa mayoritas pendidikan terakhir adalah SMA (58,2%).

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan konsumen

tentang penyakit dan informasi tentang obat yang digunakan dalam

pengobatan sendiri. Melalui faktor Pendidikan, diharapkan semakin tinggi

3
tingkat pengetahuan dan intelektualitas konsumen yang terlibat dalam

penelitian akan semakin tinggi (Villako et al., 2012).

Pekerjaan yang paling banyak yaitu kategori lain-lain (70%). Seperti

pada hasil penelitian terdahulu “Tingkat Pengetahuan Pasien dan

Rasionalitas Swamedikasi di Tiga Apotek Kota Panyabungan” pekerjaan

paling banyak yaitu kategori lain-lain (47,4%). Jenis pekerjaan merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan masyrakat. Selain itu jenis

pekerjaan berpengaruh juga terhadap cara pandang serta minat seseorang

terhadap produk obat tanpa resep yang digunakan (Mawaddah, 2018).

Gambaran swamedikasi yang dilakukan sebelum edukasi pengambilan

sampel pada kriteria inklusi yang sudah melakukan pengobatan

swamedikasi dalam waktu 3 bulan terakhir diperoleh bahwa responden

melakukan pengobatan swamedikasi sebanyak 2 kali (68%). Tempat yang

paling banyak dikunjungi oleh responden untuk membeli obat tanpa resep

yaitu apotek (74%) dan sebanyak (54%) responden memilih petugas

kesehatan sebagai sumber informasi yang dipercaya. Seperti pada hasil

penelitian terdahulu “Tingkat Pengetahuan Penggunaan Obat Rasional

Dalam Swamedikasi Pada Mahasiswa Farmasi IIK Bahkti Wiyata Kediri”.

Yang menyatakan bahwa mayoritas membeli obat di apotek (94%). Hal ini

dikarenakan obat yang dijual di apotek lebih terjamin kualitasnya dan

banyak jenis obat yang dapat diperoleh. Mayoritas responden lebih memilih

petugas kesehatan (68%) sebagai sumber informasi yang dipercaya.

4
Gambaran swamedikasi yang dilakukan setelah edukasi dalam waktu 4

mingggu diperoleh bahwa responden melakukan edukasi sebanyak 1 kali

(94%). Tempat yang paling banyak dikunjungi oleh responden untuk

membeli obat tanpa resep yaitu apotek (94%) dan sebanyak (68%)

responden memilih petugas kesehatan sebagai sumber informasi yang

dipercaya. Seperti pada hasil penelitian terdahulu “Tingkat Pengetahuan

Penggunaan Obat Rasional Dalam Swamedikasi Pada Mahasiswa Farmasi

IIK Bahkti Wiyata Kediri”. Yang menyatakan bahwa mayoritas membeli

obat di apotek (94%). Hal ini dikarenakan obat yang dijual di apotek lebih

terjamin kualitasnya dan banyak jenis obat yang dapat diperoleh. Mayoritas

responden lebih memilih petugas kesehatan (68%) sebagai sumber

informasi yang dipercaya.

Berdasarkan hasil pertanyaan nomor 1 tentang pengertian swamedikasi

pada tingkat pengetahuan, jumlah responden dengan jawaban benar (62%)

dan dengan jawaban tidak tahu (38%). Setelah diberikan edukasi mengalami

peningkatan skor pada jawaban benar yaitu sebesar 36% sehingga hasil

dengan jawaban benar setelah diberikan edukasi yaitu 98%. . Hasil ini sesuai

dengan hasil penelitian aswad (2019), yang menyatakan bahwa pengetahuan

masyarakat mengenai penegrtian swamedikasi memiliki pengetahuan yang

baik karena telah mengetahui definisi swamedikasi lebih besar dibandikan

dengan yang belum mengetahui definisi swamedikasi.

Item 2 yaitu mengenai tanda golongan obat dapat diketahui sebelum

diberikan edukasi dengan jawaban benar (26%), salah (16%), dan tidak tahu

5
(58%). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa responden belum

mamahami tanda golongan obat sehingga responden memiliki pengetahuan

kurang baik sebelum diberikan edukasi. Hasil ini sesuai dengan hasil

penelitian Supardi dan Notosiswoyo (2006), yang menyatakan bahwa

pengetahuan masyarakat mengenai tanda golongan obat masih terbatas.

Setelah diberikan edukasi dengan jawaban benar (98%) dan jawaban salah

(2%), dapat diketahui bahwa pengetahuan responden menjadi baik. Istilah

tanda golongan obat tersebut pernah didengar sebelumnya oleh sebagian

responden, namun pengertian dan penjelasannya tidak diingat.

Item 3 mengenai pemilihan obat, sebelum diberikan edukasi dengan

jawaban benar (52%), salah (10%), dan tidak tahu (38%). Seperti hasil

penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pengetahuan responden

mengenai pemilihan obat menjawab dengan tepat dalam pemilihan obat

sesuai dengan gejala penyakit (Afifah, 2019). Setelah diberikan edukasi

responden mengalami peningkatan dengan jawaban benar (95%). Namun,

setelah diberikan edukasi masih terdapat 5% responden yang menjawab

salah, hal ini dimungkinkan responden menjawab post-test mengingat

kembali jawaban pada saat menjawab pre-test.

Soal No. 4 mengenai kegunaan obat, sebagian besar responden

menjawab benar pada soal nomor 4. Sebelum diberikan edukasi dengan

jawaban benar (85%) dan tidak tahu (15%). Setelah diberikan edukasi

terdapat peningkatan dengan jawaban benar (98%). Namun masih terdapat

jawaban yang salah (1%) dan tidak tahu (1%). Dari data tersebut, kegunaan

6
dari obat yang disebutkan dapat dijawab dengan baik oleh sebagian besar

responden karena pernyataan ini merupakan dasarnya bahwa obat harus

digunakan sesuai dengan indikasinya. Penyakit seperti batuk, flu, demam,

dan nyeri yang dimaksud adalah penyakit yang umum dialami oleh

masyarakat (Depkes RI, 2006). Selain itu, nama obat yang dimaksud juga

merupakan obat yang umum digunakan, seperti paracetamol (Islam, 2007).

Dengan demikian, pertanyaan terkait pemilihan obat dan penggunaan obat

tersebut dapat dijawab dengan baik oleh sebagian besar responden.

Soal No. 5 yaitu batas lama pemakaian obat, sebelum dilakukan edukasi

dengan jawaban benar (37%), salah (19%), dan tidak tahu (44%). Dari hasil

tersebut dapat diketahui bahwa responden belum mamahami batas lama

pemakaian obat sehingga responden memiliki pengetahuan kurang baik.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Hidayati (2017), yang menyatakan

bahwa kurangnya pengetahuan responden dalam menyebutkan paracetamol

diminum sebagai obat demam tanpa resep dokter. Hal ini menunjukkan

bahwa responden tidak mengetahui indikasi penggunaan paracetamol.

Setelah diberikan edukasi terdapat peningkatan dengan jawaban benar

(86%). Namun masih terdapat jawaban yang salah (12%) dan tidak tahu

(2%), hal ini dimungkinkan responden menjawab post-test mengingat

kembali jawaban pada saat menjawab pre-test.

Pertanyaan No. 6 mengenai informasi dosis obat, sebelum dilakukan

edukasi dengan jawaban benar (26%), jawaban salah (14%), dan jawaban

tidak tahu (60%). Setelah diberikan edukasi terdapat peningkatan dengan

7
jawaban benar (69%), terdapat terdapat peningkatan pada jawaban salah

(29%) dan 2% dengan jawaban tidak tahu. Faktor pemahaman menjadi

penyebab tidak meningkatnya pengetahuan responden (Rantucci, 2009).

Seperti pada hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa

pengetahuan responden mengenai informasi dosis obat masih kurang

(Hemawati, 2012). Hasil tersebut diduga disebabkan oleh anggapan

sebagian responden bahwa obat bebas tidak memiliki aturan khusus

penggunaannya karena obat tersebut aman untuk diminum.

Pertanyaan No.7 mengenai aturan minum obat, sebagian besar

responden tidak tahu jawaban untuk soal nomor 7, sebelum dilakukan

edukasi dengan jawaban benar (20%), jawaban salah (4%) dan jawaban

tidak tahu (76%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden

mengenai aturan minum obat masih kurang. Hasil ini sesuai dengan hasil

penelitian Mawaddah (2018) yang menyatakan bahwa pengetahuan

masyarakat mengenai aturan minum obat paling rendah. Hal ini dikarenakan

berdasarkan hasil wawancara bahwa persepsi sebagian responden apabila

minum obat melebihi dosis dapat mempercepat penyembuhan.

Item 8 yaitu mengenai keterangan browsur obat dapat diketahui

sebelum dilakukan edukasi dengan jawaban benar (49%), salah (2%), dan

tidak tahu (49%). Setelah diberikan edukasi dengan jawaban benar (98%)

dan jawaban tidak tahu (2%), dapat diketahui bahwa dengan pemberian

edukasi pengetahuan responden menjadi baik. Berdasarkan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Supardi dan Notosiswoyo (2005)

8
masyarakat jarang membaca informasi pada kemasan obat karena

keterbatasan ekonomi, biasanya masyarakat hanya membeli satu sampai dua

tablet.

Item 9 yaitu mengenai cara penyimpanan obat dapat diketahui sebelum

dilakukan edukasi dengan jawaban benar (54%), salah (5%), dan tidak tahu

(41%). Seperti pada hasil penelitian sebelumnya cara penyimpanan obat

tergolong baik karena untuk mengurangi kesalahan dalam menggunakan

obat, obat harus disimpan pada kemasan asli dan diberi etiket yang jelas

(Sari, 2020). Setelah diberikan edukasi terdapat peningkatan terhadap

jawaban benar (98%) dan masih terdapat jawaban tidak tahu (2%). Dapat

diketahui bahwa dengan pemberian edukasi penggunaan obat swamedikasi

tentang cara menyimpan obat membuat pengetahuan responden menjadi

baik.

Untuk mengetahui perubahan tingkat pengetahuan, Nursalam (2016)

mengkategorikan pengetahuan menjadi tiga tingkat, yaitu baik, cukup, dan

kurang. Penggolongan kategori baik didapatkan dari hasil skor yang

menunjukkan 76%-100%, untuk kategori cukup yaitu 56-75% dan untuk

kategori kurang dari 56%. Sehingga berdasarkan kategori pengetahuan

menurut Nursalam didapat hasil dari penelitian, bahwa pengetahuan

responden sebelum pemberian edukasi yang memiliki pengetahuan kurang

(67%). Hal ini berarti pengunjung Apotek Anugerah Bluto Medika memiliki

pengetahuan yang kurang mengenai penggunaan obat swamedikasi namun

masih terdapat pengunjung Apotek Anugerah Bluto Medika yang memiliki

9
pengetahuan cukup (22%) dan baik (11%). Setelah diberikan edukasi

mengalami peningkatan skor pengetahuan yakni memiliki kategori baik

sebanyak (97%) namun masih memliki pengetahuan yang cukup sebanyak

(1%), dan kurang sebanyak (2%).

Berdasarkan hasil korelasi tingkat signifikansi diperoleh sebesar

0,337 dimana hasil tersebut lebih besar dari 0,05. Maka dapat dinyatakan

bahwa variabel pemberian edukasi dan tingkat pengetahuan penggunaan

obat swamedikasi (Nyeri, Flu, Demam, Batuk) pada Pengunjung Apotek

Anugerah Bluto Medika tidak diketemukan hubungan yang signifikan. Hal

ini menyatakan bahwa hipotesis tidak terdapat hubungan pemberian edukasi

penggunaan obat swamedikasi (Nyeri, Flu, demam, Batuk) terhadap tingkat

pengetahuan pengunjung Apotek Anugerah Bluto Medika.

B. Keterbatasan Penelitian

1. Materi yang diberikan melalui leaflet belum sempurna

Materi dalam leaflet yang digunakan dalam penelitian ini mungkin

belum sempurna dan mungkin terdapat kekurangan. Meski begitu,

penyusunan materi tetap berpedoman pada beberapa pedoman mengenai

swamedikasi dari kemenkes, sehingga materi leaflet diperoleh dari

sumber yang terpercaya.

2. Perbedaan cara pengambilan data antara pre-test dan post-test

Pengumpulan data pre-test dilakukan secara tatap muka, namun

pengumpulan data post-test dilakukan melalui telepon. Dengan

demikian, kedua data yang diperoleh sebenarnya sulit untuk

10
dibandingkan. Perbedaan metode tersebut dapat menyebabkan

kemungkinan pertanyaan tidak dijawab sendiri oleh responden. Cara

untuk memperkecil kemungkinan ini adalah memastikan terlebih dahulu

bahwa orang yang dihubungi adalah responden yang dituju.

3. Perbedaan pemberian edukasi pada setiap pasien

Pemberian edukasi dilakukan secara tatap muka dengan bantuan

media leaflet, namun karena keterbatasan waktu responden sehingga

tidak dapat memberikan penjelasan mengenai isi dari leaflet. Cara untuk

mencapai hasil efektif pemeberian edukasi harus dilakukan pembuatan

SOAP dan dipastikan bahwa responden membaca Kkembali leaflet yang

sudah diberikan oleh peneliti.

11

Anda mungkin juga menyukai