Anda di halaman 1dari 4

Assalamualaikum waromahtulohi wabarokatu, syalom, om swastiastu, namo budaya, salam kebajikan.

Selama siang saya ucapkan kepada ibu


dosen kami yang terhormat, Ibu Aflah S.H., M.Hum selaku dosen hukum dagang lanjutan dan kepada teman-teman yang saya banggakan. Di
siang hari ini, kami kelompok 7 akan mempresentasikan hasil diskusi kami mengenai Hukum Pengangkutan. Namun, sebelum itu izinkanlah
saya untuk memperkenalkan teman-teman saya terlebih dahulu.

PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM HUKUM PENGANGKUTAN

Dalam hukum pengangkutan dikenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu tanggung jawab berdasarkan kesalahan (fault liability), tanggung
jawab berdasarkan praduga (presumption liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liability). Ketiga prinsip ini dapat dibedakan
dengan melihat pada masalah pembuktiannya, yaitu mengenai ada tidaknya kewajiban pembuktian dan kepada siapa beban pembuktian
dibebankan dalam proses penuntutan.

1. Prinsip Tanggung Jawab berdasarkan Kesalahan (Fault Liability)


Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan menyatakan, bahwa pengangkut yang dianggap bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh penumpang, pengirim/penerima barang atau pihak ketiga karena kesalahannya dalam melaksanakan pengangkutan.
Tuntutan terhadap tanggung jawab pengangkut atas kerugian tersebut dapat terpenuhi “jika kerugian dikarenakan kesalahan pengangkut”
dalam melaksanakan angkutan. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan bukan pada pengangkut. Sehingga pihak yang
dirugikan harus membuktikan bahwa kesalahan ada pada pengakut

Prinsip tanggung jawab ini berlaku umum seperti yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata tentang Perbuatan Melawan Hukum.
2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga (Presumption Liability)
Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga bersalah menyatakan, bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, kecuali jika pengangkut dapat membuktikan bahwa pengangkutan tersebut
sudah diselenggarakan secara patut dan layak. Apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari
kewajiban membayar ganti rugi.

Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup hanya menunjukkan
adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut.

3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability)


Prinsip Tanggung Jawab Multak menyatakan, bahwa pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam
pengangkutan yang diselenggarakan tanpa keharusan pembuktian ada atau t idaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal
beban pembuktian dan tidak mempersoalkan unsur kesalahan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan
apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat: “Pengangkut bertanggung jawab atas setiap
kerugian yang timbul karena perstiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini”.

Di Indonesia, Undang-Undang atau peraturan yang mengatur tentang pengangkutan baik secara darat, laut, maupun udara menganut
prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga (presumption liability). Hal ini terbukti antara lain dari ketentuan pasal-pasal berikut ini:

Pasal 468 (2) KUHD:


“Si pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian yang disebabkan karena barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat
diserahkannya, atau karena terjadi kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak diserahkannya barang atau
kerusakan tadi disebabkan oleh suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya, atau cacat dari pada
barang tersebut, atau oleh kesalahan dari si yang mengirimkannya.”

Pasal 477 KUHD


“Si pengangkut adalah bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang
diangkutnya, kecuali apabila dibuktikannya bahwa keterlambatan itu disebabkan oleh suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat
dicegah atau dihindarkannya”
 
 
 

Pasal 522 (2) KUHD


“Si pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya karena luka, yang didapat oleh si
penumpang karena pengangkutan itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa luka itu disebabkan oleh suatu kejadian yang selayaknya
tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya, ataupun karena salahnya si penumpang sendiri.”
 
 
PP No.20 Tahun 2010 temtamg Angkutan di Perairan (Pasal 181 (7))“
Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh
kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.”

Anda mungkin juga menyukai