Oleh :
Beni Doris Sababak
Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologia
Email: benisababak23@gmail.com
Abstrak
Feminisme merupakan salah satu gerakan yang menelusuri persoalan-persoalan
gender. Seringkali persoalan gender mengacu pada ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang menjadi kesenjangan sosial dan politik.
Perbedaan yang akan membawa kaum hawa kepada posisi sub-ordinat. Sistem ekonomi dan
politik yang kemudian di pandangn diskriminatif terhadap posisi perempuan. Dalam banyak
persoalan hegemoni kaum patriarkhi, feminisme di pandang dapat membawa perubahan
terhadap persoalan sosial, politik, ekonomi dan keagamaan. Dalam paper ini lebih khusus
akan mengemukakan mengenai kritik teologi feminisme terhadap kaum patriarkhi dan
perempuan Asia berteologi feminis. Kaum perempuan yang dinilai tidak dapat berperan
dalam gereja dan masyarakat. Namun sebenarnya memiliki andil dalam sebuah perubahan.
Apabila ingin mengubah kedudukan perempuan, maka orang harus belajar teologi, Elizabeth
Schussler Fioenza.
Pengantar
Pembongkaran patriarki dalam perlawanan terhadap penindasan kaum hawa juga
melibatkan kaum adam dan kaum hawa. Penindasan ini terjadi karena kaum adam
menganggap diri lebih dominan dibandingkan kaum hawa. Dalam kejadian 2:22 “Dan dari
rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang perempuan,
lalu dibawahNya kepada manusia itu”, kaum adam akan beranggapan bahwa kedudukannya
lebih dominan di bandingkan kaum hawa. Tidak ada persamaan yang sederajat dalam
persekutuan-persekutuan religius. Pandangan dan kegiatan yang keliru akan struktur patriarki
yang tidak memberi peran wajar, bahkan penindasan terhadap kaum hawa.
Di Asia, kemajemukan religius menjadi ciri khas yang menuntut perhatian khusus,
selain kemiskinan yang sangat mendominasi, usaha-usaha kontekstualisasi hidup beriman dan
teologi bergerak sekitar dialog dan kerjasama antar iman dan agama dalam usaha mengatasi
kemiskinan. Berteologi dalam konteks Asia perlu memperhatikan bahwa Negara-negara di
Asia merupakan bekas jajahan Belanda (Kolonial), orang-orang Asia ingin mencapai jati diri
1
yang autentik dan integritas budaya dalam konteks modern, agama-agama yang lahir di Asia
telah membangun dan membentuk kesadaran moyoritas orang-orang Asia.
2
Metode Perempuan Asia Berteologi
Pertama, secara kontekstualisasi dengan tolak ukur pengalaman perempuan Asia dan
perjuangan mereka dalam membebaskan diri dari dunia yang dikua nsai oleh pater patriarkhi.
Mereka memahami diri mereka dengan menceritakan kisah hidup mereka. Sehingga mereka
mampu membangun realitas sosialnya. Kedua, New Biblical Hermeneutic, dikonfrontasikan
dengan pengalaman perempuan yang tertimpang dan terdiskriminasi. Dengan ini akan
menemukan pengalam perempuan yang tersembunyi dalam nats-nats Alkitab dan
mengkonfrontasikan dengan realitas perempuan saat ini. Ketiga,Religius and Cultural
Critique dengan cara mempertimbangkan bahwa Asia adalah plural dalam segala hal dan
memerlukan kekritisan yang ilmiah atas nilai-nilai tradisi dan budaya Asia. Mereka dapat
membedakan mana yang opresif dan mana yang membebaskan Keempat, menelusuri dan
menemukan nilai-nilai autentik spiritualitas perempuan, memisahkan warisan kearifan
spiritualitas khas perempuan yang memberdayakan dan membebaskan diri dari nilai-nilai
yang bersifat minoritas yang telah tertanaman dalam keyakinan mereka.
Perempuan Asia dapat berteologi sesuai dengan konteks. Dengan tidak melupakan
muatan lokal akan kebudayaan yang telah ada sejak dahulu. Mereka merefleksikan kehadiran
Tuhan melalui pengalam dalam kehidupannya. Berteologi dengan melihat sudut pandang dan
realitasnya, namun tidak melupakan Alkitab sebagai pedoman utama.
3
bagi semua umat Allah. Walau beberapa orang mengganggap hal itu merupakan sebuah
pemberontakan atau meniru orang-orang barat.
4
yang diakui sebagai “rasul”, kemudian ia juga memuji peranan pentiing Priskila bersama
suaminya, Akwila.
Bedasarkan kisah tersebut sepenuhnya perempuan tidak dapat dianggap kaum yang
lemah. Apa pun yang mengurangi kemanusiaan penuh perempuan harus dianggap bukan
merefleksikan Yang Ilahi atau relasi yang autentik dengan Ilahi atau kabar baik dari Penebus
yang autentik. System yang menampakkan a new order of human nature relation
menunjukkan bahwa perempuan merupakan mitra sejajar. Dalam Galatia 3:28 “Dalam hal ini
tidak ada orang Yahudi atau Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki
atau perempuan, karena kami adalah satu dalam Yesus Kristus”. Nats yang menjadi
pembaharuan dan pembebasan bagi setiap manusia. Setiap manusia telah menjadi satu dalam
kasih Yesus Kristus.
Penutup
Kesenjangan yang di alami oleh kaum perempuan kini telah memudar. Dengan
adanya gerakan-gerakan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Perempuan kini mulai
menghirup udara kebebasan, sebuah kemerdekaan setelah ketertimpangan. Mereka telah
percaya diri untuk mengungkap kehadiran Yesus di dalam diri mereka sendiri, agama-agama
asli, dan gerakan-gerakan politik duniawi. Lukisan baru tersebut ialah pandangan akan Yesus
sebagai pribadi yang melahirkan dan mengumpulkan anak-anaknya (PL dan PB).
5
Daftar Pustaka