Anda di halaman 1dari 18

a.

PENAHANAN

1) Pendahuluan
Dalam pembahasan sebelumnya hanya berfokus pada ruang lingkup
pembahasan yang berfokus pada wewenang aparat Polri dalam penyidikan,
namun dalam pembahasan tentang penahanan akan dibahas menyangkut
instansi penegak hukum lainnya, termasuk penuntut umum dan hakim atau
peradilan. Jadi masalah penahanan bukan hanya wewenang yang dimiliki oleh
penyidik saja (Polri), tapi juga meliputi wewenang yang diberikan undang-
undang kepada semua instansi dan tingkat peradilan (penuntut umum dan
hakim).

Masalah penahanan diatur dalam KUHAP, yaitu pada Bab V Bagian Kedua
dari Pasal 20 sampai dengan Pasal 31, kemudian dijumpai beberapa aturan-
aturan lainnya yang mengatur tentang penahanan. Untuk lebih jelasnya akan
dibahas masalah penahanan sebagaimana pembahasan selanjutnya.

2) Pengertian

Menurut Pasal 1 angka 21 KUHAP, bahwa yang dimaksud dengan penahanan


adalah “penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik,
atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

3) Tujuan Penahanan

Tujuan penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 KUHAP, antara lain


bahwa ”Penyidik/penyidik pembantu berwenang melakukan penahanan untuk
pemeriksaan penyelidikan/penyidikan kepada tersangka secara objektif dan
benar-benar mencapai hasil penyelidikan/penyidikan yang cukup memadai
untuk diteruskan kepada penuntut umum, dan selanjutnya akan dipergunakan
sebagai bahan pemeriksaan di depan persidangan.
4) Alasan atau Syarat-syarat dan Dasar Hukum Penahanan & Penahanan
Lanjutan

Dalam pembahasan tentang penangkapan, telah dibahas bahwa seseorang


yang diduga melakukan suatu perbuatan sebagai tindak pidana, maka
penyelidik/penyidik berwenang untuk menangkap orang tersebut, dan
berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHAP), maka proses
selanjutnya tersangka dapat dilakukan penahanan. Dalam proses penahanan
terhadap tersangka, maka harus memenuhi dua syarat, atau alasan yaitu syarat
syarat subjektif dan syarat objektif, sebagai berikut:

1) Syarat Subjektif

Adapun dimaksud syarat subjektif yaitu karena hanya tergantung pada


orang yang memerintahkan penahanan tadi, apakah syarat itu ada atau
tidak. Syarat subjektif sebagaimana

diatur di dalam:

a. Pasal 20 ayat (3) KUHP, yaitu:


Tersangka/terdakwa dikhawatirkan melarikan diri

b. Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan merusak/menghilangkan


barang bukti; dan

c. Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan melakukan lagi tindak pidana

Pasal 21 ayat (1) KUHAP, bahwa alasan penahanan dan penahanan


lanjutan yaitu ”Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan
terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan
yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan
melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau
mengulangi tindak pidana”.
2) Syarat Objektif
Adapun dimaksud syarat objektif yaitu syarat tersebut dapat diuji ada atau
tidak oleh orang lain. Syarat objektif sebagaimana diatur di dalam Pasal
21 ayat (4) KUHAP, bahwa penahanan tersebut hanya dapat dikenakan,
apabila: ”Terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak
pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak
pidana tersebut dalam hal :

a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
b. tindak pidana ancamannya kurang dari 5 tahun, tetapi sebagaimana
dimaksud dalam:

 KUHPidana, yaitu Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1),
Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379
a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506;

 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai,


terakhir diubah dengan Staatersebutlad Tahun 1931 Nomor 471), yaitu
Pasal 25 dan Pasal 26;

 Undang-undang RI No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, yaitu Pasal


85, 86, 87, dan Pasal 88;

 Undang-undang RI Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undangRI Nomor


8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), yaitu
Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4., yaitu antara lain tidak punya dokumen
imigrasi yang sah, atau orang yang memberikan pemondokan atau
bantuan kepada orang asing yang tidak mempunyai dokumen imigrasi
yang sah.

5) Prosedur Pelaksanaan Penahanan

Untuk melaksanakan penahanan terhadap tersangka/terdakwa, maka petugas


harus melengkapi dengan:

a. Surat perintah penahanan dari penyidik; atau

b. Surat perintah penahanan dari penuntut umum; atau

c. Surat penetapan dari Hakim yang memerintahkan penahanan itu

Maka pada saat penahanan itu akan dilaksanakan, maka surat perintah
penahanan dan penahanan lanjutan tersebut di atas harus diserahkan kepada
tersangka/terdakwa dan kepada keluarganya setelah penahanan dilaksanakan
(sebagai tembusan). Adapun surat perintah/penetapan penahanan berisikan

antara lain:

a. Identitas dari tersangka/terdakwa (nama lengkap, umur, pekerjaan, agama


dan alamat/tinggal);

b. Alasan penahanan;

c. Uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakakn atau didakwakan,


dan

d. Tempat di mana tersangka/terdakwa ditahan (Pasal 20 ayat (3) KUHAP).

6) Jenis-jenis & Tempat Pelaksanaan Penahanan


Penahanan terdiri dari beberapa jenis, yang dapat dibedakan dari persyaratan
atau penempatan tersangka/terdakwa ditahan. Adapun jenis penahan-an
sebagaimana menurut Pasal 22 KUHAP, yaitu:

1) Jenis penahanan dapat berupa :

a. penahanan rumah tahanan negara ; yaitu tersangka/terdakwa ditahan


dan ditempatkan di rumah tahanan negara (Rutan)

b. penahanan rumah;

c. penahanan kota.

2) Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah


kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan
terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di
sidang pengadilan.

3) Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman


tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa
melapor diri pada waktu yang ditentukan.

Selama tersangka belum dilimpahkan perkaranya ke penuntut umum,


maka tersangka dapat ditahan di kantor Kepolisian, demikian pula selama
penuntut umum belum dilimpahkan perkaranya ke pengadilan, maka dapat
ditahan di kantor Kejaksaan. Demikian pula tersangka/terdakwa dapat
pula ditahan/ditempatkan di lembaga pemasyarakatan selama belum ada
rumah tahanan negara yang tersedia.

7) Pejabat yang Berwewenang Melakukan Penahanan

Menurut Pasal 20 KUHAP, bahwa yang berwenang untuk


melakukan penahanan, adalah:

a. untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas


perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang
melakukan penahanan.

b. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan


penahanan atau penahanan lanjutan.

c. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan


penetapannya berwenang melakukan penahanan.

8) Lamanya & Perpanjangan Penahanan

1. Tingkat Penyidikan
Menurut Pasal 24 KUHAP, bahwa untuk perintah penahanan pada tingkat
penyidikan, dapat dilakukan atas:

1) Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari
(20 hari).

2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan


guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang
oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh
hari. (40 hari)

2. Tingkat Penuntutan

Menurut Pasal 25 KUHAP, bahwa ”untuk perintah

penahanan pada tingkat penuntutan, dapat dilakukan atas:


a. Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
(20 hari).

b. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan


guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang
oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang untuk paling lama tiga
puluh hari. (40 hari).

c. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum
berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan
sudah terpenuhi.

d. Setelah waktu enam puluh hari (60 hari) tersebut, penuntut umum
harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

3. Tingkat Pengadilan Negeri (Tingkat I)


Menurut Pasal 26 KUHAP, bahwa untuk perintah penahanan pada tingkat
pemeriksaan perkara di pengadilan negeri, dapat dilakukan atas.

a. Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 84, guna kepentingan pemeriksaan berwenang
mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh
hari. (30 hari).

b. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan


guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang
oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk paling lama
enam puluh hari. (60 hari).

c. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum
berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan
sudah terpenuhi.

d. Setelah waktu sembilan puluh hari (90 hari) walaupun perkara tersebut
belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi
hukum.

4. Tingkat Banding (Pegadilan Tinggi/Tingkat II)

Menurut Pasal 27 KUHAP, bahwa untuk perintah penahanan pada tingkat


pemeriksaan perkara di tingkat banding (pengadilan tinggi), dapat
dilakukan atas:

a. Hakim pengadilan tinggi yang mengadili perkara sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 87, guna kepentingan pemeriksaan banding
berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama
tiga puluh hari. (30 hari)

b. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan


guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang
oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling lama
enam puluh hari. (60 hari)

c. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum
berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan
sudah terpenuhi.

d. Setelah waktu sembilan puluh hari (90 hari) walaupun perkara tersebut
belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi
hukum.

5. Tingkat Kasasi (Mahkamah Agung)


Menurut Pasal 28 KUHAP, bahwa untuk perintah penahanan pada tingkat
pemeriksaan perkara di tingkat kasasi (Mahkamah Agung), dapat
dilakukan atas:

a. Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 88, guna kepentingan pemeriksaan kasasi
berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama
lima puluh hari. (50 hari)

b. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan


guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang
oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama enam puluh hari. (60
hari)

c. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum
berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan
sudah terpenuhi.

d. Setelah waktu seratus sepuluh hari (110 hari) walaupun perkara


tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan
demi hukum. Berdasarkan lamanya penahanan mulai dari tingkat
penyidikan sampai tingkat kasasi yaitu selama 400 hari (empat ratus
hari), maka jumlah tersebut akan segera dikurangi. (lihat bahasan
selanjutnya).

9) Perpanjangan Penahanan Istimewa

Kekecualian dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut dalam Pasal


24, 25, 26, 27, dan 28 KUHAP, guna kepentingan pemeriksaan11 penahanan
terhadap tersangka/terdakwa dapat diperpanjang dengan alasan yang patut dan
tidak dapat dihindarkan karena (Pasal 29 ayat (1) KUHAP):

a. Tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat,
yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau

b. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan


tahun atau lebih.

Maka perpanjangan penahanan padsa ayat (1), yaitu paling lama tiga puluh
hari (30 hari) dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat
diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh hari. (60 hari) (ayat 2)
Perpanjangan penahanan tersebut pada ayat (2) di atas, atas dasar permintaan
dan laporan pemeriksaan dalam tingkat :
a. penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri;

a. pemeriksaan di pengadilan negari diberikan oleh ketua pengadilan tinggi;

b. pemeriksaan banding-diberikan oleh Mahkamah Agung;

c. pemeriksaan kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung. Apabila


perpanjangan penahanan tersebut pada ayat (2) tersangka atau terdakwa
keberatan, maka keberatan dapat diajukan dalam tingkat (ayat (7):

a. penyidikan dan penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi;


b. pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada Ketua
Mahkamah Agung RI.

10) Prosedur dan Tata Cara Penahanan

Cara penahanan atau penahanan lanjutan, baik yang dilakukan oleh penyidik
maupun oleh penuntut umum serta oleh hakim ahíla dengan jalan memenuhi
ketentuan Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP, sebagai berikut:
a. Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut
umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat
perintah penahanan atau penetapan hakim.

Pelaksanaan kedua jenis penahanan terdapat perbedaan yaitu perbedaan


sebutan:

1. Apabila penyidik atau penuntut umum yang melakukan penahanan,


maka penyidik atau penuntut umum segera mengeluarkan atau
memberikan “surat perintah penahanan” tersangka, sedangkan

2. Hakim segera mengeluarkan atau mengeluarkan “surat penetapan


penahanan” kepada terdakwa.

b. Surat perintah penahanan atau surat penetapan penahanan, harus memuat


hal-hal:

 Itersangka atau terdakwa (nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin dan


tempat tingla/alamat).

 menyebutkan alasan penahanan yang dipersangkakan atau yang


didakwakan kepadanya, maksudnya sudah jelas, yakni agar yang
bersangkutan tahu mempersiapkan diri dalam melakukan pembelaan
dan juga u dentitas ntuk kepastian hukum.

 Tempat ia ditahan, hal inipun memberi kepastian hukum baik bagi


orang ditahan itu sendiri dan juga keluarganya

 Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau


penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
diberikan kepada keluarganya. (ayat (3))

11) Pengalihan Jenis Penahanan, yang Berwenang dan Prosedurnya


Perubahan status tahanan biasanya diajukan bagi tersangka/terdakwa ditahan
di rumah tahanan negara untuk menjadi tahanan kota atau tahanan rumah,
maka prosedurnya sebagaimana ditentukan Pasal 23 KUHAP, bahwa untuk
pengalihan jenis penahanan, yang berwenang dan prosedurnya, adalah:

a. Penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk


mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

b. Pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat


perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yang
tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta
keluarganya dan kepada instansi yang berkepentingan.

Dalam pengalihan jenis penahanan tetap dibuatkan perjanjnian sebagaimana


dalam penangguhan penahanan, cuma tampa jaminan baik jaminan uang atau
orang, dan dalam perjanjian tersebut lazimnya mencamtumkan syarat, bahwa:

1. Tersangka atau terdakwa tidak akan melarikan diri;


2. Tersangka atau terdakwa tidak akan menghilangkan barang bukti;

3. Tersangka atau terdakwa tidak akan mengulangi perbuatannya;

4. Tersangka atau terdakwa bersedia memenuhi panggilan untuk kepentingan


pemeriksaan (dalam semau tingkat pemeriksaan) atau tidak mempersulit jalan
pemeriksaan atau persidangan.

12) Penangguhan Penahanan

a. Pihak yang Berhak Mengajukan dan Pihak Yang Berwenang Memberikan


Penangguhan Penahanan Dalam pengajuan penangguhan penahanan
Menurut Pasal 31 KUHAP, bahwa dalam hal penangguhan penahanan
dapat dilakukan, yaitu:
1. Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut
umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat
mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang
atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan

2. Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-


waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka
atau terdakwa melanggar syarat sebagai-mana dimaksud dalam ayat
(1).Jadi pihak yang berhak mengajukan permintaan penangguhan
penahanan adalah tersangka atau terdakwa sendiri, atau keluarga
tersangka/terdakwa; sedangkan pihak yang bewenang memberikan
pepangguhan penahanan hádala penyidik atau penuntut umum atau
hakim sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Masa
penangguhan penahanan ini tidak termasuk masa status tahanan, oleh
karena itu padaa saat hukuman dijatuhkan kemudian, maka masa
penangguhan penahanan tidak dipotongkan atau dikurangi.

b. Jaminan Penangguhan Penahanan

1. Jaminan Uang

Apabila penangguhan diterima dengan jaminan uang atau orang


sebagaimana menurut Pasal 23 jo Pasal 31 ayat (1) KUHAP, maka
diadakan-lah perjanjian antara pejabat yang berwenang sesuai dengan
tingkat pemeriksaannya, dengan tersangka/ terdakwa atau penasihat
hukumnya, deserta syarat-syarat

syaratnya. Apabila jaminan berupa uang, maka uang jaimnan harus


jelas disebutkan dalam perjanjian, dan besarnya ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 35
PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

KUHAP, yaitu:
(1) Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan tinggkat pemeriksaan, disimpan
di kepaniteraan pengadilan negeri.

(2) Apabila tersangkut atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat
waktu 3 (tiga) bulan tidak ditemukan uang jaminan tersebut menjadi
milik negara dan disetor ke Kas Negara.Mengenai nilai uang yang
dijadikan jaminan, tidak ada ketentuan secara jelas tentang berapa
besarannya nilai uang yang dijadikan jaminan, maka besarnya nilai
uanh jaminan ditentukan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
tingkat pemeriksaannya.

Dalam menentukan besarnya uang jaminan itu ditetapkan oleh pejabat


yang berwenang, sesuai dengan tingkat pemeriksaan (lihat Pasal 35 ayat
(1) KUHAP). Pejabat yang berwenang, yang dimaksud oleh pasal
tersebut, adalah:

1. Penyidik di tingkat penyidikan;

2. Penuntut Umum di tingkat penuntutan; dan

3. Hakim di tingkat pemeriksaan di pengadilan.

Kemudian uang jaminan itu disimpan di kepaniteraan Pengadilan Negeri,


dan apabila tersangka/terdakwa melarikan diri dan setelah lewat 3 bulan
tidak ditemukan, maka uang jaminan itu menjadi milik Negara dan disetor
ke Kas Negara. Namun apabila setelah lewat waktu 3 bulan
tersangka/terdakwa tertangkap, maka uang jaminan itu tidak dapat diminta
kembali olehnya, sedangkan kepada tersangka/terdakwa yang tidak
melarikan diri, maka apabila perkaranya sudah selesai dan putusannya
telah berkekuatan hukum tetap, maka uang jaminan itu dikembalikan
kepadanya. Lebih lanjut tentang prosedur dan tata cara penangguhan
penahanan dengan jaminan uang sebagaimana yang dirumuskan dalam
angka 8 huruf a Lampiran Keputusan Menteri kehakiman RI No.
14.PW.07.03/1983.

2) Jaminan Orang
Demikian pula apabila jaminan berupa orang, maka identitas orang yang
menjadi jaminan tersebut secara jelas dicamtumkan dalam perjanjian,
dengan ketentuan sebagaimana diatur Pasal 36 KUHAP, bahwa apabila
terjadi sesuatu atas

tersangka atau terdakwa, yaitu:

(1) Dalam hal jaminan itu adalah orang dan tersangka atau terdakwa
melarikan diri maka setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak ditemukan,
penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.

(2) Uang yang dimaksud dalam ayat (1) harus disetor ke Kas Negera
melalui panitera pengadilan negeri.

(3) Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang


dimaksud ayat (1) jurusita menyita barang miliknya untuk dijual lelang
dan hasilya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.

Dalam hal penangguhan penahanan dengan jaminan orang, maka yang


menjadi penjamin dalam hal ini sebaiknya adalah keluarga terdekat dari
tersangka/terdakwa sendiri, seperti orang tua, anak, istgri, suami dan lain-
lain.Hal ini guna menghindarkan diri dari ancaman Pasal 221 KUHPidana,
apabila kemudian ternyata tersangka/ terdakwa melarikan diri (Pasal 221
ayat (2) KUHPidana).

Demikian juga kepada penasihat hukum dari tersangka/ terdakwa


hendaknya tidak menjadi penjamin, karena ia tidak kebal terhadap
ketentuan Pasal 221 KUHPidana. Apabila tersangka/terdakwa melarikan
diri dan lewat 3 bulan tidak dapat ditangkap kembali, maka penjamin
wajib membayar sejumlah uang yang jumlahnya telah ditentukan oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan (Pasal 36 PP
No. 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP). Apabila si penjamin
tidak dapat membayar sejumlah uang yang ditetapkan itu, maka Juru Sita
akan menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya akan
diseter ke Kas Negara melalui Panitera Pengadilan Negeri.

2. Tata cara Pengeluaran Tahanan karena penangguhan Penahanan

Tata cara pengeluaran tahanan karena penangguhan penahanan, sebagai-


mana diatur dalam Pasal 25 Peraturan Menteri kehakiman No.M.04. UM.
01.06/ 1983 tentang tata cara

pengeluaran tahanan karena penangguhan penahanan, yaitu:

a. pengeluaran tahanan karena penangguhan penahanan harus berdasarkan


surat perintah pengeluaran tahanan dari instansi yang menahan;

b. Kepala RUTAN, harus:

 Meneliti surat perintah pengeluaran tahanan dari instansi yang


menahan;

 Membuat berita acara pengeluaran tahanan dari RUTAN,


dan menyampaikan tembusan kepada isntansi yang menahan;

 Mencatat surat-surat penangguhan penahanan dan mengambil sidik


jari, tiga jari tengah dari tangan kiri tahanan yang bersangkutan ke
dalam register yang disediakan;

 Memberikan kesehatan tahanan yang bersangkutan kepada dokter


RUTAN, dan menyampaikan kepada isntasni yang menahan dan
kepada tahanan itu sendiri;

 Menyerahkan barang-barang milik tahanan yang ada dan ditipkan


kepada RUTAN dengan berita acara dan mencatat dalam register
yang disediakan.

3. Pencabutan Penangguhan Penahanan

Apabila pihak yang berwenang melakukan penahanan menurut Pasal 20


KUHAP, yaitu “untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik
pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dan untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan, dan untuk kepentingan pemeriksaan
hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan
penahanan, maka sebaliknya pencabutan penangguhan penahanan juga
hádala wewenang penyidik pembantu, penyidik, penuntut umum dan
hakim.

Namun dalam pencabutan penangguhan penahanan tidaklah dapat


dilakukan secara sewenang-wenang, sebab dalam pencabutan
penangguhan penahanan haruslah ada dasar alasannya untuk memberi
kelayakan bagi mereka untuk bertindak mencabut kembali penangguhan
penahanan. Hal ini telah diperingatkan Pasal 31 ayat (2) KUHAP, bahwa
“karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-
waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau
terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)”. Dalam
arti bahwa sepanjang terdakwa/ tersangka tidak melanggar syarat-syarat
penangguhan penahanan, maka tidak ada alasan bagi pejabat yang
bersangkutan untuk bertindak melakukan pencabutan penangguhan
penahanan.
13) Pengurangan atau Pemotongan masa Penahanan

Masa pengurangan atau pemotongan masa penahanan hanya dapat diberikan


pada pengalihan jenis penahanan (tahanan rumah atau kota) sebagaimana
diatur Pasal 21 ayat (4) dan (5) jo Pasal 22 KUHAP, sebagai berikut:

1. Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkanseluruhnya dari


pidana yang dijatuhkan. (ayat (4)).

2. penahanan di rumah tahanan negara, pengurangannya sama dengan jumlah


masa penahanan, yaitu 1 hari masa penahanan harus dikurangi secara
berbanding 1 hari dengan 1 hari.

3. Penahanan kota, pengurangan masa penahanannya sama dengan 1/5 X


jumlah masa penahanan kota yang telah dijalani, misalnya penahanan kota
selama 50 hari, maka jumlah pengurangan masa penahanan hádala 1/5 X
50 hari.

4. penahanan rumah, pengurangan masa penahanannya sama dengan 1/3 X


jumlah masa penahanan kota yang telah dijalani, misalnya penahanan kota
selama 50 hari, maka jumlah pengurangan masa penahanan hádala 1/3 X
50 hari.

Anda mungkin juga menyukai