Anda di halaman 1dari 10

Gangguan Pendengaran Okupasional

George A. Gates , MD & William W. Clark , PhD

Mekanisme pendengaran, selain sensitif terhadap stimulus suara, juga rentan terhadap kerusakan.
Banyak tempat kerja yang berbahaya bagi kesehatan pendengaran karena paparan (1) bising, (2)
trauma fisik, dan/ atau, (3) bahan beracun. Masing-masing elemen ini terbagi dalam sub bab
terpisah dalam bahasan ini. Sebagian besar bahasan difokuskan pada kerusakan akibat bising karena
jauh lebih banyak ditemukan dari jenis-jenis kerusakan pendengaran yang lain. Bagian akhir dalam
bab ini akan membahas beberapa aspek medikolegal dari gangguan pendengaran okupasional.

GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING


Gangguan pendengaran okupasional merupakan gangguan pendengaran akibat bising/ GPAB
(Noise-induced hearing loss/ NIHL) yang disebabkan oleh paparan bising dalam tingkat yang
berbahaya yang kronis pada tempat kerja. GPAB juga dapat terjadi dari tempat lain selain tempat
kerja (misal tempat rekreasi) dengan paparan bising yang berlebihan. Dikarenakan pola gangguan
pendengaran pada dasarnya serupa, membagi kerusakan kebisingan dari tempat kerja dan rekreasi
tetap menjadi tantangan tersendiri. GPAB mewakili sekitar 15% dari total beban sosial dalam
gangguan pendengaran di antara orang dewasa di Amerika. Orang dengan GPAB okupasional
mewakili kira-kira setengah dari jumlah tersebut, atau sekitar 2,5 juta orang dewasa; 2 juta lainnya
menderita GPAB dari kegiatan selain pekerjaan atau kegiatan pada waktu luang seperti berburu dan
tembak sasaran, mendengarkan musik dengan suara keras, atau terlibat dalam hobi atau kegiatan
rekreasi yang bising.
Terlepas dari perhatian yang cukup besar untuk membatasi kebisingan yang berlebih - dengan
penggunaan perlindungan pendengaran pribadi, teknik buatan untuk menurunkan tingkat
kebisingan, dan langkah-langkah kesehatan industri - gangguan pendengaran masih terjadi. Efek
penuaan pada sistem pendengaran mempersulit proses evaluasi meskipun tersedia pemeriksaan
berkala. Gangguan pendengaran traumatis di militer – baik GPAB dan trauma akustikus -
merupakan sumber yang meningkatkan kecacatan dan kompensasi pada veteran.
Tujuan dari bahasan ini untuk memberi tuntunan kepada klinisi yang mengevaluasi dan menangani
pasien dengan GPAB. Kami akan berfokus terutama pada diagnosis dan evaluasi, dengan informasi
terbaru dalam hal prevensi dan remediasi.

Latar Belakang
Kebisingan dapat didefinisikan sebagai suara keras yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, atau
berlebihan yang dialami oleh seseorang. Efek kronis dari paparan bising bervariasi dengan
karakteristik suara: kerusakan berhubungan dengan intensitas, durasi paparan, dan pola paparan
(paparan kontinyu lebih merusak dibandingkan paparan yang putus-putus pada durasi dan intensitas
yang sama). Paparan harian oleh bising yang berbahaya dalam waktu bertahun-tahun menghasilkan
kerusakan dengan karakteristik sensitivitas frekuensi dalam rentang 4-6kHz (Derajat kebisingan –
lihat Gambar 58-1).
Bentuk gangguan pendengaran okupasional yang kurang umum tetapi berpotensi merusak lebih
parah disebabkan oleh trauma akustik, dimana impuls bising dengan intensitas tinggi (misalnya
ledakan) secara fisik mengganggu beberapa atau seluruh bagian telinga yang menyebabkan
gangguan pendengaran segera dan tidak dapat kembali. Sebuah ledakan biasanya diikuti kekuatan >
140 dB pada skala A (dBA), dan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas. Kerusakan
dari alat peledak dengan improvisasi (Improvised Explosive Device/ IED) yang digunakan dalam
konflik militer saat ini seringkali sangat hebat dikarenakan tertahannya energi ledakan ketika
meledak di dalam kendaraan lapis baja. Trauma IED di militer sering dikaitkan dengan cedera otak
juga.
Otot stapedius berkontraksi secara refleks (refleks akustik) sebagai respons terhadap bising > 90
dB. Meskipun refleks akustik meredam transmisi suara, tetapi refleks ini paling efektif untuk
meredam bising pada frekuensi rendah. Waktu yang diperlukan antara paparan kebisingan terhadap
mulainya refleks adalah 25-150 ms yang membuatnya kurang efektif terhadap bising yang impulsif
dibandingkan dengan bising yang kontinyu. Orang tanpa refleks stapedius (sekitar 1-2% dari
populasi) lebih rentan terhadap kerusakan akibat bising dibandingkan dengan mereka yang
memiliki refleks tersebut. Terdapat beberapa cara untuk memanfaatkan refleks akustik dalam
perencanaan pengurangan GPAB. Salah satu contoh yang dapat dilakukan untuk memicu refleks
tersebut yaitu dengan memberikan suara latar belakang selama pencitraan resonansi magnetik
sebagai upaya untuk mengurangi paparan kebisingan dari proses pengisian energi pada magnet.

Patologi
GPAB dianggap sebagai hasil dari penipisan secara metabolik dari epitel sensorik koklea terutama
sel rambut luar dan neuron terkait. Kerusakan dimulai pertama kali pada kisaran 4-6 kHz di koklea
bergantung pada karakteristik resonansi kanalis akustikus ketimbang pada frekuensi kebisingan.
GPAB memiliki dua aspek: pergeseran ambang sementara (Temporary Treshold Shift/ TTS) dan
pergeseran ambang permanen (Permanent Treshold Shift/ PTS). TTS biasanya dialami setelah
paparan jangka pendek yang intens (seperti konser musik rock) dimana gangguan pendengaran akan
pulih dalam waktu beberapa hari. Paparan TTS berulang lama kelamaan dapat menyebabkan PTS.
Beberapa penelitian awal dari TTS diarahkan untuk mementukan apakah TTS dapat memprediksi
seseorang untuk mengalami PTS di kemudia hari atau tidak (yang kemudian didapatkan jawabannya
tidak) dan mekanismenya. Pujol dan Puel menjelaskan perubahan dari saraf ganglia spiral pada
sinaps neuron secara fisik akan keluar dari sel rambut dalam dan kemudian kembali menempel
dalam beberapa hari. Proses ini bertepatan dengan waktu jalannya TTS dan diduga diakibatkan oleh
toksisitas glutamat akibat overstimulasi.
Pada PTS klasik, perubahan tidak dapat kembali seperti semula termasuk hilangnya sel rambut luar,
degenerasi serabut saraf koklea, dan terbentuknya parut (daerah mati) pada organ korti.
Bagaimanapun, Kujawa dan Liberman telah membuktikan bahwa degenerasi neural akibat bising
yang ireversibel dapat terjadi pada ketidakadaan perubahan ambang pendengaran, dan lebih lanjut
lagi tanpa kehilangan sel rambut luar pada beberapa kasus.
Berbeda denga GPAB, trauma akustik menyebabkan kerusakan fisik segera pada telinga sebanding
dengan intensitas tekanannya. Suara impulsif berintensitas tinggi secara fisik dapat merusak
membran timpani, ossikel, membran telinga bagian dalam dan organ korti. Ruptur membran
timpani dapat menyerap sebagian energi yang seharusnya dapat diteruskan ke telinga bagian dalam.
Jenis ledakan ledakan ini semakin sering terjadi pada korban perang akibat IED yang banyak
digunakan pada konflik perang di Timur Tengah saat ini. Terdapat bukti dari penelitian
menggunakan hewan bahwa kerusakan tersebut menginisiasi kematian sel secara apoptosis dan
pelindung telinga (otoprotectant) secara teoritis dapat membatasi kerusakan. Studi pada manusia
untuk mengevaluasi kemungkinan ini sedang dilakukan.

Karakteristik Klinis dari Gangguan Dengar Akibat Bising Okupasional


Mengacu pada laporan Hearing Conservation Committee of the American College of Occupational
Medicine (ACOM) pada tahun 1987, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan seorang klinisi
dalam menegakkan diagnosis GPAB okupasional yaitu sebagai berikut: (1) paparan signifikan dari
bising okupasional yang berbahaya (rata-rata pada 90 dB di skala A (dBA)); (2) awal gangguan
pendengaran yang bertingkat; (3) gangguan pendengaran di kedua telinga yang simetris atau hampir
simetris; (4) gangguan pendengaran pada sekitar 4000 Hz, sering disebut sebagai gangguan
pendengaran "takik (notch)"; (5) Gangguan pendengaran okupasional tidaklah progresif setelah
terjadi kerusakan maksimal sekitar 10 sampai 12 tahun setelah paparan awal; (6) skor diskriminasi
normal atau mendekati normal; (7) jumlah maksimum gangguan pendengaran yang disebabkan oleh
paparan kebisingan okupasional terhadap suara paling keras adalah 40 dB pada frekuensi bicara dan
75 dB pada frekuensi yang lebih tinggi; (8) gangguan pendengaran okupasional tidak berkembang
begitu subjek dikeluarkan dari lingkungan yang bising.
Keberadaan elemen-elemen tersebut tidak serta merta mengarahkan pada kesimpulan diagnosis
gangguan pendengaran okupasional karena penyebab lain mungkin memiliki karakteristik serupa.
Di sisi lain, tidak adanya satu, atau lebih, dari faktor-faktor tersebut umumnya merupakan bukti dari
penyebab selain paparan kebisingan okupasional. Hal yang tidak ada pada laporan ACOM adalah:
(1) paparan kebisingan rekreasi yang sering terjadi bersamaan dengan paparan kebisingan
okupasional dan (2) hubungan interaksi perubahan usia pada GPAB.
Profil kebisingan audiometrik yang khas disusun oleh Cooper dan Owens (Gambar 58-2) sebagai
ambang batas nada murni dari 450 telinga pria dengan riwayat paparan kebisingan yang jelas.
Perhatikan bahwa ambang batas pada 8 kHz lebih baik dari pada 4-6 kHz. Dengan waktu (umur),
kedalaman takik berkurang dengan memburuknya ambang 8 kHz namun masih jelas pada sebagian
besar kasus. Gambar 58-3 menampilkan perubahan pada profil audiometrik dengan waktu pada
wanita yang bekerja dalam pembuatan rami/ goni (dibandingkan dengan kontrol yang disesuaikan
dengan usia). Studi epidemiologi klasik oleh Taylor dkk. ini belum bisa dilampaui.
Dalam evaluasi pasien dengan gangguan pendengaran okupasional, kondisi-kondisi dan faktor-
faktor berikut harus dipertimbangkan sebagai alternatif diagnosis atau kelainan yang menyertai:
1. Presbikusis (misal, gangguan pendengaran terkait usia);
2. Kecacatan pendengaran turunan yang menyebabkan degenerasi yang progresif;
3. Kelainan metabolik (seperti hipertensi, diabetes melitus, hiptiroidisme, gagal ginjal, penyakit
autoimun, hiperlipidemia, dan hiperkolesterolemia);
4. Merokok;
5. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh infeksi (misal, infeksi bakteri atau virus,
termasuk meningitis dan ensefalitis);
6. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh disfungsi sistem saraf pusat;
7. Gangguan pendengaran non organik (misal, gangguan pendengaran fungsional);
8. GPAB non okupasional.
Beberapa masalah otologis umum berikut perlu disingkirkan pada diagnosis banding GPAB
meskipun kebanyakan terjadi dengan kondisi unilateral seperti: gangguan pendengaran
sensorineural tiba-tiba, penyakit Meniere, dan tumor sudut serebelopontin. Pada umumnya
anamnesis yang akurat akan menyingkirkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, tetapi pengujian
khusus masih diperlukan.
EVALUASI PENDENGARAN
Dalam semua kasus yang dicurigai gangguan pendengaran okupasional, audiogram nada murni
lengkap dengan ambang penerimaan bicara (speech reception treshold/ SRT) dan skoring
pemahaman kata (word recognition scores/ WRS) harus dilakukan. Perlengkapan audiometrik
seharusnya telah dikalibrasi secara berkala untuk mengkonfirmasi standar dari American National
Standards Institute. Pemeriksaan ini dilakukan dalam 48 jam atau lebih setelah hari terakhir
bekerja.
Gangguan pendengaran fungsional sebaiknya selalu dipertimbangkan dalam mengevaluasi pasien
dengan keluhan GPAB. Meskipun beberapa pengujian digunakan untuk membantu membedakan
bentuk ini dengan gangguan pendengaran okupasional yang sebenarnya, terkadang keadaan tidaklah
jelas antara gangguan fungsional atau organik, atau gangguan fungsional yang didasari gangguan
organik. Oleh karena itu, pemeriksa memiliki tantangan dalam komponen-komponen yang terpisah.
Jika skor SRT berbeda lebih dari 10dB dari rata-rata nada murni (PTA) untuk frekuensi bicara, uji
tambahan perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan akan komponen non organik. Respon
auditorik batang otak dan emisi otoakustik akan normal pada kasus gangguan pendengaran
fungsional. Uji Stenger merupakan pengujian klasik untuk memperkirakan gangguan pendengaran
fungsional unilateral. Hal ini didasari dari prinsip bahwa jika nada pada frekuensi yang sama
diberikan pada kedua telinga, maka pasien hanya dapat mendengar nada yang lebih keras.

Pertimbagan Diagnostik
Pasien dengan GPAB seringkali mengeluhkan penurunan pendengaran secara bertahap, khususnya
dalam pembicaraan yang bersaing dengan kebisingan latar belakang, dan hampir semua mengatakan
disertai adanya tinitus. Kebisingan latar belakang mengambil porsi yang lebih besar dari spektrum
pendengaran dan lebih lanjut menimbulkan masalah dalam pemahaman bicara. Karena pasien
dengan GPAB memiliki gangguan frekuensi tinggi, mereka mengalami penurunan dalam suara
ucapan frekuensi tinggi (terutama konsonan) Gambar 58-1 dan saat mendengarkan orang dengan
suara yang sangat bernada tinggi (misalnya wanita dan anak-anak).
GPAB seringkali disertai dengan tinitus. Kebanyakan pasien menjelaskan suara nada frekuensi
tinggi (seperti berdering), tetapi terkadang dalam nada rendah (seperti berdengung, bertiup, atau
mendesis). Seringkali, frekuensi tinitus sesuai dengan frekuensi gangguan pendengaran yang
terlihat pada audiogram dan kira-kira 5 dB di atas ambang batas dalam kenyaringan. Tinitus dengan
tanpa elevasi ambang batas sekitar 3-6 kHz pada audiogram tidak mungkin terkait dengan paparan
kebisingan.
Atribut klinis dari GPAN okupasional telah dirangkum dalam kebijakan berdasarkan bukti yang
dinyatakan oleh American College of Occupational and Environmental Medicine (2002) sebagai
berikut.
1. Selalu sensorineural yang mempengaruhi sel rambut telinga bagian dalam.
2. Karena paparan pada umumnya simteris, maka gangguan pendengaran biasanta bilateral.
3. Biasanya, tanda pertama gangguan pendengaran akibat bising adalah “takik (notch)” dalam
audiogram pada 3000, 4000, atau 6000 Hz, dengan perbaikan pada 8000 Hz. Lokasi pasti
dari takik bergantung pada beberapa faktor termasuk frekuensi dari kebisingan yang
merusak dan panjang dari liang telinga. Oleh karena itu, pada gangguan pendengaran akibat
bising awal, rata-rata ambang batas pada 500, 1000, dan 2000 Hz lebih baik daripada rata-
rata pada 3000, 4000, dan 6000 Hz, dan pada tingkat pendengaran 8000 Hz biasanya lebih
baik dari bagian terdalam “takik” tersebut. “Takik” ini berlawanan dengan gangguan
pendengaran terkait usia yang selalu menghasilkan gangguan pendengaran frekuensi tinggi
tetapi dengan pola menurun tanpa perbaikan pada 8000 Hz.
4. Paparan bising sendiri biasanya tidak menghasilkan gangguan lebih dari 75 dB pada
frekuensi tinggi. Namun, orang dengan dasar gangguan terkait usia dapat memiliki ambang
batas yang meningkat.
5. Tingkat gangguan pendengaran karena paparan kebisingan kronis paling banyak terjadi
selama 10-15 tahun pertama paparan, dan menurun saat ambang batas pendengaran
meningkat. Hal ini berbeda dengan gangguan terkait usia, yang semakin cepat dari waktu ke
waktu.
6. Studi menunjukkan bahwa telinga yang terpapar sebelumnya tidaklah lebih peka terhadap
paparan kebisingan waktu yang akan datang dan gangguan pendengaran akibat bising tidak
berkembang (melebihi dari apa yang diharapkan dari penambahan pergeseran ambang
terkait usia) setelah paparan kebisingan dihentikan.
7. Dalam memperoleh riwayat paparan kebisingan, klinisi harus mengingat bahwa risiko
GPAB dianggap meningkat secara signifikan pada paparan kronis di atas 85 dBA untuk
rata-rata waktu 8 jam (Time-weighted average/ TWA). Secara umum, paparan kebisingan
terus menerus selama bertahun-tahun lebih merusak daripada paparan yang terputus-putus
yang memungkinkan telinga memiliki jeda untuk beristirahat. Namun, paparan singkat pada
tingkat kebisingan yang sangat tinggi dalam pekerjaan seperti konstruksi atau pemadam
kebakaran dapat menyebabkan gangguan yang signifikan dan tidak ada pengukuran untuk
memperkirakan efek kesehatan dari kebisingan yang terputus-putus. Ketika riwayat paparan
kebisingan menunjukkan adanya penggunaan alat pelindung dengar, klinisi juga harus
mengingat bahwa pada kenyataannya efek yang diberikan oleh pelindung pendengaran bisa
sangat bervariasi antar individu.
“Takik 4000 Hz” (Gambar 58-1) diduga terjadi terutama sebagai akibat dari posisi dasar sanggurdi
(Stapes) selama frekuensi tinggi di ujung membran basilar dan frekuensi resonansi liang telinga,
yang memperkuat suara frekuensi tinggi. Frekuensi yang lebih rendah dan lebih tinggi menjadi
terpengaruh setelah bertahun-tahun paparan kebisingan dan penurunan WRS yang signifikan tidak
akan terjadi sampai terpengaruhnya frekuensi <3000 Hz (Gambar 58-1). Asimetris yang ringan bisa
terdapat pada audiogram, terutama bila sumber kebisingan disamarkan (misalnya tembakan
senapan, mengemudi dengan jendela terbuka). Biasanya, telinga kiri memiliki ambang batas yang
lebih rendah pada orang dengan tangan kanan dominan.
Pernyataan ACOEM mengharuskan pemeriksaan ulang karena bukti yang baru ditemukan menjadi
perhatian pada masalah perkembangan GPAB setelah paparan dihentikan. Apakah perkembangan
dipandang sebagai "kerusakan" atau "penuaan yang dipercepat" belum terselesaikan. Jelas bahwa
kerusakan kebisingan tidak kembali seperti semula dan efek kerusakan akan diperparah dari waktu
ke waktu. Lebih lanjut, pentingnya kerusakan neuron primer tidak dinyatakan dalam pernyataan ini.
_ Takik frekuensi tinggi terdapat di daerah 4-6 kHz pada satu atau kedua telinga
_ Riwayat bahaya paparan bahaya yang masuk akal
_ Tingkat kerusakan dari waktu ke waktu sesuai dengan pola GPAB
_ Menyingkirkan penyebab lain dari gangguan frekuensi tinggi
Faktor Predisposisi
A. Kerentanan
Tampaknya ada variabel toleransi terhadap tingkat kebisingan yang tinggi. Dasar genetika dari
variabilitas ini telah dipelajari pada model hewan dengan hasil yang bertentangan. Sementara
kemungkinan risikonya adalah interaksi antara kerentanan genetik dan durasi dan intensitas paparan
kebisingan, parameter risiko ini belum sepenuhnya dapat ditentukan.
B. Presbikusis
GPAB dan presbikusis sering muncul berdampingan dalam populasi yang menua. Meskipun
penelitian telah menunjukkan bahwa efek gabungannya aditif seiring berjalannya waktu,
nampaknya efeknya tidak selaras dan penelitian dengan model hewan menunjukkan bahwa
variabilitas genetik merupakan faktor penting dalam menentukan apakah penuaan membuat telinga
lebih atau kurang rentan terhadap kerusakan akibat bising.
C. Ototoksisitas
Pemaparan bersamaan kebisingan dan obat-obatan ototoksik dapat memiliki potensi menyebabkan
gangguan pendengaran. Efek ini telah ditunjukkan pada cisplatin dan aminoglikosida. Diuretik loop
dan salisilat, bagaimanapun, belum secara definitif menunjukkan berpotensi untuk menyebabkan
gangguan pendengaran akibat bising.
4. Getaran
Terdapat bukti baru-baru ini bahwa getaran dapat berinteraksi dengan kebisingan dalam
menyebabkan TTS dan PTS. Namun mekanisme efek ini belum dipahami dengan baik.

ACOEM Noise and Hearing Conservation Committee Evidence-Based Statement: Noise Induced
Hearing Loss. American College of Occupational and Environmental Medicine, 2002. (Lists
essential elements in NIHL; widely quoted.)
Kujawa SG, Liberman MC. Adding insult to injury: cochlear nerve degeneration after “temporary”
noise-induced hearing loss. J Neurosci . 2009;29:14077–14085. (Provides new insights into the
relation of hair cell and neuronal loss secondary to noise exposure.)
Pujol R, Puel JL. Excitotoxicity, synaptic repair, and functional recovery in the mammalian
cochlea: a review of recent findings. Ann NY Acad Sci . 1999;884:249–254. (Demonstrates
physiologic basis for TTS.)
Taylor W, Pearson JC, Kell R et al. A pilot study of hearing loss and social handicap in female jute
weavers. Proc R Soc Med . 1967;60:1117–1121. (Classic study of NIHL in Scottish women that
displays the rate of loss over time from constant occupational noise levels.)

Talaksana
Karena tidak ada perawatan medis atau pembedahan yang dapat membalikkan efek GPAB,
pencegahan adalah kunci. Pencegahan mungkin memerlukan pendekatan kolaboratif yang
melibatkan orang-orang dengan latar belakang teknik akustik, kesehatan industri, otolaringologi,
dan audiologi untuk memeriksa tingkat kebisingan di berbagai lingkungan kerja dan merancang
program edukasi dan pemantauan untuk perlindungan pendengaran pribadi. Setelah diagnosis
ditetapkan dengan pemeriksaan otologis dan pemberian tes audiometrik, klinisi harus menjelaskan
kepada pasien mengenai kemungkinan konsekuensi dari paparan kebisingan yang terus menerus.
Penggunaan alat bantu merupakan rekomendasi untuk orang yang mengalami kesulitan dalam
mendengar. Kebutuhan individu dan lingkungan mempengaruhi keputusan untuk memilih jenis
bantuan yang digunakan. Pada gangguan pendengaran bilateral, alat bantu bilateral biasanya
memberikan rehabilitasi yang lebih memuaskan, kecuali ada bukti disfungsi pendengaran sentral, di
mana bantuan unilateral seringkali memberikan hasil yang lebih baik. Kriteria yang masuk akal
untuk rujukan evaluasi alat bantu dengar adalah SRT yang lebih besar dari 25 dB atau WRS yang
kurang dari 80% pada tingkat presentasi 50 dB di atas ambang batas. Terdapat beberapa kasus
dimana alat bantu dengar dapat direkomendasikan untuk membantu pasien mendengar dalam
keadaan khusus, seperti ceramah/ kuliah umum atau dalam situasi kelompok. Pada pasien dengan
gangguan pendengaran frekuensi tinggi dan pendengaran frekuensi rendah yang relatif normal, alat
bantu dengar umumnya sangat membantu mereka yang memiliki gangguan signifikan pada 2000
Hz.
Alat bantu pendengaran dasar saat ini adalah perangkat digital yang dapat diprogram dengan
peredam dan cetakan telinga yang terbuka. Evaluasi alat bantu dengar dilakukan untuk memilih alat
yang sesuai dan masa percobaan, dengan pasien mengenakan alat bantu dalam berbagai keadaan.
Sejumlah alat bantu dengar tersedia (FM dan inframerah) untuk meningkatkan pemahaman dalam
situasi tertentu. Kelas rehabilitasi Aural yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan pasien
dalam memahami pembicaraan juga dapat menolong dan biasanya tersedia di daerah perkotaan.
Tidak ada obat untuk menyembuhkan tinitus yang terkait dengan GPAB walaupun banyak tindakan
amelioratif tersedia. Dengan tidak adanya cedera telinga bagian dalam, tinitus biasanya berkurang
seiring dengan berjalannya waktu. Derajat tinitus yang bervariasi sering terjadi pada saat diam dan
hening. Bagi beberapa pasien yang menganggap tinitus sangat mengganggu, menimpa tinitus
dengan musik atau suara yang menyenangkan lainnya seringkali membantu. Pada pasien dengan
gangguan pendengaran yang signifikan, alat bantu yang tepat sangatlah membantu. Alat bantu
dengar yang dimodifikasi (penghilang tinitus) yang dirancang untuk menghasilkan suara yang
menimpa tinitus pada umumnya kurang berhasil. Terapi latihan ulang tinnitus telah banyak tersedia
untuk membantu orang mengatasi masalah tinitus mereka. Rujukan psikiatri mungkin diperlukan
untuk mengelola depresi dan kecemasan terkait yang umum terjadi pada orang yang "terganggu"
oleh tinitus mereka sendiri.

Prognosis
Perjalanan GPAB menunjukkan perubahan terbesar dalam 10 tahun pertama paparan dengan
bertambahnya sedikit demi sedikit gangguan seiring berlanjutnya paparan. Sebaliknya, gangguan
pendengaran terkait usia memiliki perjalanan yang meningkat seiring berjalannya waktu. Efek
gabungan usia pada efek gangguan akibat kebisingan tetap menjadi masalah kontroversial dalam
evaluasi kompensasi. Pola gangguan pendengaran pada penenun rami Skotlandia (lihat Gambar 58-
3) adalah demonstrasi klasik GPAB dari waktu ke waktu.
Teori standarnya adalah GPAB tidak berkembang setelah paparan kebisingan yang berbahaya
dihentikan. Memburuknya pendengaran setelah, katakanlah, pensiun biasanya dikaitkan dengan
penuaan (presbikusis), walaupun kondisi lain dapat menyebabkan perubahan tersebut. Presbikusis
dapat ditambahkan GPAB saat pasien bertambah tua. Namun, efeknya tidak sama. Karena sel yang
rusak akibat suatu sebab (misalnya, kebisingan) tidak dapat kembali rusak (misalnya akibat
penuaan), ada sedikit perubahan seiring dengan waktu dalam frekuensi "takik" namun sedikit lebih
banyak kerusakan dengan waktu dalam frekuensi yang berdekatan, khususnya, 3 kHz . (Gates dan
Kujawa). Apakah kerugian tersebut harus dikaitkan dengan konsekuensi dari gangguan akibat
bising atau penuaan yang dipercepat saat ini masih diperdebatkan.

Pencegahan GPAB
GPAB dapat dicegah dengan mengurangi kebisingan pada sumber melalui teknik pengontrolan,
membatasi pemaparan oleh kontrol administratif, dan menerapkan praktik perlindungan
pendengaran yang efektif untuk paparan yang tidak dapat atau tidak mungkin dihindari. Kunci
untuk semua upaya pencegahan adalah edukasi. Pekerja yang terpapar oleh kebisingan di tempat
kerja yang berbahaya perlu memahami bahwa pendengaran hanya dapat dilindungi dan dipelihara
jika upaya untuk mengurangi semua paparan berbahaya, tidak hanya di tempat kerja, dilakukan.

A. Peraturan Paparan Kebisingan Okupasional


Pemaparan kebisingan yang terkait dengan tempat kerja telah diketahui berabad-abad dapat
menghasilkan gangguan pendengaran. Sebenarnya, "ketulian Boilermakers" adalah istilah yang
diciptakan untuk menggambarkan gangguan pendengaran sensorineural bilateral yang sekarang
diketahui berhubungan dengan paparan bising okupasional yang berlebihan. Sebagian besar
berdasarkan data yang diperoleh melalui studi lapangan mengenai gangguan pendengaran pada
pekerja industri dan personil militer, Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan peraturan pada
tahun 1970an dan 1980an yang dirancang untuk melindungi pendengaran karyawan yang bekerja di
lingkungan yang bising. Peraturan utama adalah Standar Kebisingan Okupasional, yang diumumkan
oleh Administrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Occupational Safety and Helath
Administration/ OSHA) pada tahun 1972 dan diubah pada tahun 1983. Peraturan ini mencakup
pekerja di industri yang diatur oleh Departemen Tenaga Kerja; badan federal lainnya (Federasi
Administrasi Rel, Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Tambang, dll) memiliki peraturan yang
serupa dengan kunci utama peraturan OSHA.
Tingkat paparan maksimum yang diizinkan oleh OSHA untuk berbagai jangka waktu ditunjukkan
pada Tabel 58-1. Tingkat yang dinyatakan dalam tabel mewakili paparan kebisingan harian
maksimal yang diizinkan, atau "batas paparan yang diperbolehkan" (permissible exposure limit/
PEL), seperti yang ditentukan oleh OSHA dan agen federal lainnya. PEL untuk pemaparan 8 jam
disebut sebagai "criterion;" ini mencerminkan tingkat suara dalam dBA (desibel yang diukur
dengan jaringan penyaring A di tempat, yang mencapai PEL setelah 8 jam pemaparan. Perhatikan
bahwa untuk paparan yang berbeda dari 8 jam tingkat pemaparan harian yang diizinkan, tingkat
paparan yang diizinkan meningkat atau diturunkan sebesar 5 dB untuk setiap penurunan atau
kenaikan durasi paparan: sembilan puluh desibel diperbolehkan selama 8 jam setiap hari, 95 dB
selama 4 jam setiap hari, dll. Masing-masing paparan yang tercantum dalam Tabel mewakili
pemaparan TWA setara 90 dBA selama 8 jam. Menurut definisi, 8 jam TWA 90 dB mewakili 100%
“dosis” yang diizinkan.
Bila paparan kebisingan harian terdiri dari dua atau lebih periode paparan pada tingkat yang
berbeda, efeknya digabungkan dengan peraturan berikut:
C1 / T1 + C2 / T2 + ... + Cn / Tn
Dimana C adalah durasi paparan pada tingkat tertentu; dan T adalah durasi yang diizinkan pada
tingkat tersebut.
“Persen dosis yang diizinkan” kemudian dihitung dengan mengalikan hasilnya dengan 100%.
D = 100( C1/T1 + C2/T2 + … + Cn/Tn)
Semua paparan antara 80 dan 130 dBa memerlukan integrasi dalam perhitungan dosis. Paparan di
bawah rentang tersebut tidak dihitung dalam perhitungan paparan harian; ambang batas berkisar
antara 80 hingga 90 dBA pada berbagai regulasi. Sebagai contoh, memperhitungkan paparan bising
harian pada pekerja pabrik logam
Oleh karena itu, paparan karyawan ini tidak akan melebihi PEL OSHA. Dosis juga dapat dinyatakan
sebagai tingkat TWA dalam desibel dengan menghitung tingkat paparan 8 jam yang akan
menghasilkan dosis yang sama:
TWA = 16.61 log10 (dosis / 100) +90
= 16.61 Xlog (56.25 / 100) + 90 = 85.9dBA
Penting untuk diingat bahwa "dosis" dan "TWA" benar-benar mengacu pada pengukuran yang
sama: paparan setara 8 jam untuk durasi yang diukur atau kombinasi tingkat dan jangka waktu,
yang dinyatakan sebagai persen atau desibel.
Seperti perubahan yang ditetapkan pada tahun 1983, standar paparan kebisingan ketenagakerjaan
AS saat ini mengidentifikasi TWA 85 dBA, atau 50% dosis, sebagai "action level." Pekerja yang
tercakup dalam standar yang terpapar di atas action level harus diberi program konservasi
pendengaran yang efektif, termasuk evaluasi audiometrik tahunan, perlindungan pendengaran
pribadi jika diinginkan, dan program edukasi. Dengan paparan kebisingan harian sebesar 56,25%,
atau TWA di atas 85 dBA, pekerja pabrik logam yang dijelaskan harus mengikuti program
konservasi pendengaran dari perusahaan.
Batas paparan yang ditetapkan oleh OSHA secara empiris ditentukan dari data epidemiologi dan
laboratorium mengenai gangguan pendengaran akibat paparan bising dan dirancang untuk
melindungi karyawan agar tidak mengalami gangguan pendengaran setelah berkerja selama ini.
Batasan-batasan didapat dengan mengurangi persen pekerja yang mengalami gangguan
pendengaran sebagai fungsi tingkat paparan dari populasi kontrol tanpa paparan kerja. Persentase
yang dihasilkan adalah "percent risk" atau "percent additional risk" dari gangguan pendengaran
setelah, katakanlah, 40 tahun paparan, di atas dari yang diharapkan dari presbikusis saja.
Perkiraan percent risk bervariasi bergantung pada kriteria dan dasar data yang digunakan;
perkiraan yang diberikan dalam standar asli telah direvisi berdasarkan metode penyisipan statistik
modern oleh National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dan mendukung
kesimpulan bahwa PEL 90 dBA, dengan tingkat tindakan 85 dBA , jika ditegakkan, akan melindungi
93-96% populasi pekerja dari gangguan pendengaran akibat bising okupasional.
Pada tahun 1998, NIOSH merevisi rekomendasi pernyataan pada tahun 1972 bahwa batas paparan
yang diizinkan untuk kebisingan kerja ditetapkan pada paparan 85 dBA, dan menambahkan lebih
jauh lagi, bahwa eksposur dihitung dengan nilai 3 dB. Dengan kata lain, paparan harian pada 85
dBA mewakili dosis 100% dan dosisnya meningkat dua kali lipat atau terbagi dua untuk setiap
kenaikan atau penurunan 3 dB (seperti, 88 dBA = 200%, 82 dBA = 50%, dll). Batas paparan yang
direkomendasikan oleh NIOSH (REL) jauh lebih konservatif daripada standar OSHA, terutama untuk
pekerja yang terpapar pada tingkat tinggi untuk jangka waktu yang relatif singkat. Misalnya,
paparan OSHA PEL 56% pekerja logam (TWA = 85,8 dBA), seperti yang dijelaskan sebelumnya
adalah 292% REL (TWA = 89,7 dBA) dengan menggunakan batas NIOSH. Meskipun berbagai
kelompok telah merekomendasikan NIOSH REL sebagai standar federal yang sesuai selama
bertahun-tahun, namun perhitungan tersebut belum diadopsi oleh badan federal manapun
sebagai standar nasional.

Anda mungkin juga menyukai