Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA PADA LANSIA

A. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat
(2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia
lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Lansia
merupakan periode akhir dari rentang kehidupan manusia. Melewati masa ini,
lansia memiliki kesempatan untuk berkembang mencapai pribadi yang lebih
baik dan semakin matang. Lansia adalah periode dimana organisme telah
mencapai massa keemasan dan kejayaannya dalam ukuran, fungsi, dan juga
beberapa telah menunjukkan kemundurannya sejalan dengan berjalannya waktu
(Suardiman, 2011).
Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yakni suatu
periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang
lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang lebih bermanfaat. Usia
enam puluh biasanya dipandang sebagai garis pemisah antara usia madya dan
usia lanjut. Selain itu, usia enam puluh digunakan sebagai usia pensiun dan
sebagai tanda dimulainya usia lanjut.

B. Karakteristik Lansia
Seperti halnya periode dalam rentang kehidupan seseorang, usia lanjut
ditandai dengan adanya perubahan fisik dan psikologis tertentu. Menurut
Hurlock (1980) ciri-ciri usia lanjut (lansia) dapat menentukan sampai sejauh
mana pria atau wanita akan melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk.
Berikut di uraikan beberapa karakteristik usia lanjut :
1. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Periode selama usia lanjut, ketika kemunduran fisik dan mental
terjadi secara perlahan dan bertahap. Kemunduran itu sebagian datang dari
faktor fisik dan sebagian lagi dari faktor psikologis. Penyebab kemunduran
dari faktor itu merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena
penyakit khusus. Kemunduran dapat juga mempunyai penyebab psikologis.
2. Perbedaan individual pada efek menua
Orang menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat
bawaan yang berbeda, sosio ekonomi dan latar pendidikan yang berbeda dan
pola hidup yang berbeda. Bila perbedaan tersebut bertambah sesuai dengan
usia, maka perbedaan tersebut akan membuat orang bereaksi secara berbeda
terhadap situasi yang sama
3. Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda
Pada waktu usia anak mencapai remaja, menilai usia lanjut dalam
acara yang sama dengan cara penilaian orang dewasa, yaitu dalam hal
penampilan diri dan apa yang dapat dan tidak dapat mereka lakukan.
4. Berbagai stereotipe orang lanjut usia
Terdapat banyak stereotipe orang lanjut usia dan banyak kepercayaan
tradisional tentang kemampuan fisik danmental. Stereotipe yang paling
umum yaitu : pertama, cenderung melukiskan usia lanjut sebagai usia yang
tidak menyenangkan. Kedua, orang yang berusia lanjut sering diberi tanda
dan diartikan orang secara tidak menyenangkan.
5. Sikap sosial tehadap usia lanjut
Pendapat klise tentang usia lanjut mempunyai pengaruh besar
terhadap sikap sosial. Arti penting tentang sikap terhadap usia lanjut
mempengaruhi cara memperlakukan orang usia lanjut
6. Orang usia lanjut mempunyai status kelompok minoritas
Walaupun ada fakta bahwa jumlah orang usia lanjut bertambah
banyak, tetapi status mereka dalam kelompok minoritas, yaitu suatu status
yang dalam beberapa hal mengecualikan mereka untuk berinteraksi dengan
kelompok lain dan memberinya sedikit kekuasaan atau bahkan tidak
memperoleh kekuasaan apapun.
7. Menua membutuhkan perubahan peran
Sama seperti orang dewasa madya harus belajar memainkan peranan
baru demikian juga bagi yang berusia lanjut. Karena perubahan kekuatan,
kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik, para orang berusia lanjut tidak
dapat lagi bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dalam berbagai
bidang
8. Penyesuaian yang buruk merupakan ciri-ciri usia lanjut
Orang usia lanjut cenderung sebagai kelompok yang lebih banyak
menyesuaikan diri secara buruk ketimbang orang yang lebih muda. Butler
(dalam Hurlock, 1980) mengemukakan sebagai berikut : semakin hilangnya
status karena kegiatan sosial didominasi oleh orang yang lebih muda,
keinginan untuk melindungi keuangan mereka untuk istrinya dan keinginan
untuk menghindari beberapa rasa sakit atau keadaan yang tak berdaya.

C. Beberapa Masalah, Gangguan atau Penyimpangan yang Sering Terjadi Pada


Lansia
1. Demensia
Demensia adalah suatu gangguan intelektual/daya ingat yang
umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang
yang berusia > 65 tahun. Di Indonesia sering menganggap bahwa demensia
ini merupakan gejala yang normal pada setiap orang tua. Namun kenyataan
bahwa suatu anggapan atau persepsi yang salah bahwa setiap orang tua
mengalami gangguan atau penurunan daya ingat adalah suatu proses yang
normal saja. Anggapan ini harus dihilangkan dari pandangan masyarakat
kita yang salah.
Faktor resiko yang sering menyebabkan lanjut usia terkena demensia adalah:
usia, riwayat keluarga, jenis kelamin perempuan. Demensia merupakan
suatu penyakit degeneratif primer pada susunan sistem saraf pusat dan
merupakan penyakit vaskuler.
2. Depresi
Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam problem
lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi tetapi suatu
keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang dihadapi lansia
yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada lansia dengan orang
dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik. Gejala
utama yaitu afek depresi, kehilangan minat, berkurangnya energi (mudah
lelah). Gejala lain : konsentrasi dan perhatian berkurang, kurang percaya
diri, sering merasa bersalah, pesimis, gangguan pada tidur, gangguan nafsu
makan.
Berdasarkan gejala di atas, depresi pada lansia dapat dibedakan beberapa
bentuk berdasarkan berat ringannya:
a. Depresi ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak terganggu.
b. Depresi sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak terganggu.
c. Depresi berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat terganggu.

Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor


psikologik, sosial dan biologik.

a. Biologik: sel saraf yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis seperti
hipertensi, DM, stroke, keterbatasan gerak, gangguan
pendengaran/penglihatan.
b. Sosial: kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi
sosial.
c. Psikologis: kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak
terselesai.
3. Skizofrenia
Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir/dewasa muda
dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia
lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal adalah adanya
skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat. Sekurang-kurangnya satu gejala
berikut:
4. Gangguan Delusi
usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat terjadi
kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering yaitu:
waham kejar dan waham somatik. Pencetus terjadinya gangguan delusi
adalah: Kematian pasangan, isolasi sosial, finansial yang tidak baik,
penyakit medis, kecacatan, gangguan pengelihatan/pendengaran
Pada gangguan delusi terdapat jenis lain yang onset lambat yang dikenal
sebagai parafrenia yang timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai
demensia. Terapi yang dapat diberikan yaitu: psikoterapi yang dikombinasi
dengan farmakoterapi.
5. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia,
gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres
akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada
lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia
kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih,
menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial
menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi
secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis.
Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya.
Orang mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan
kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas (“Erik
Erikson”). Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam
perkembangan kecemasan setelah suatu stressor yang berat.
Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca
traumatik karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. Terapi
dapat disesuaikan secara individu tergantung beratnya dan dapat diberikan
obat anti anxietas seperti: hydroxyzine, Buspirone.
6. Gangguan Somatiform
Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan
apada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis adalah
berhati-hati. Untuk mententramkan pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik
ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memliki penyakit yang
mematikan.Terapi pada gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis
dan farmakologis.
7. Gangguan Tidur
Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan
dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur. Fenomena yang sering
dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda adalah: gangguan tidur,
mengantuk siang hari, tidur sejenak di siang hari, pemakaian obat hipnotik.
Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan
dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi
dibanding dewasa muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan
fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada lansia adalah insomnia.
Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan
lingkungan. Ganguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye
movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga termasuk
adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut.
Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak
terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur.
Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan konsolidasi yang
menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia.

D. Penanganan dan Pencegahan Penyimpangan Pada Usia Lansia


Sekalipun angka kejadian bunuh diri pada lansia tidak sebanyak pada
dewasa muda, kita tetap harus waspada karena setiap penderita depresi
umumnya memiliki kecenderungan untuk bunuh diri. Selain itu, depresi pada
lansia juga dapat memperparah perjalanan penyakit kronis yang lain. Oleh
karena itu, depresi pada lansia tidak boleh dianggap remeh.
Apabila kita menemui orang tua dengan gejala-gejala di atas, apalagi pada
orang tua yang telah lama menderita penyakit kronis, ada baiknya kita juga
menyarankan mereka untuk memeriksakan kesehatan jiwanya. Jika benar bahwa
mereka menderita depresi, mereka bisa diberikan terapi yang sesuai seperti
psikoterapi, menghadiri kelompok dukungan, atau diberikan pengobatan yang
sesuai.
Kendati demikian, kejadian depresi pada lansia bukannya tidak dapat
dicegah. Mempertahankan gaya hidup sehat dengan berolahraga ringan setiap
hari, mengonsumsi makanan-makanan bergizi, serta menjaga aktivitas sosial
dapat melindungi lansia dari resiko depresi. Tidak hanya itu, dukungan
emosional dari keluarga juga merupakan faktor pelindung yang sangat penting
untuk mencegah depresi pada lansia.
Apabila kita memiliki orang tua atau kakek-nenek, terutama yang hidup
sendiri, tidak ada salahnya jika kita sering-sering bertanya kabar atau
mengunjungi mereka. Suasana kekeluargaan, bahkan sedikit perhatian, akan
memberi secercah kebahagiaan pada hati para lansia dan menghindarkan mereka
dari depresi.
Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan
terjadinya penyimpangan pada usia lansia
1. Pendekatan psikologis
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa
bentuk-bentuk pendekatan psikologis yang diberikan dari pihak panti griya
sehat bahagia kepada lansia berupa intensitas komunikasi perawat dengan
lansia dan self talk. Di panti griya sehatbahagia perawat dan dokter
menciptakan kedekatan dengan pasien dengan tujuan membina hubungan
saling percaya kepada pasien agar merasakankenyamanan tinggal di panti
yang mampu menimbulkan rasa penerimaan diri lansia dalam menjalani
hidup di masa senjanya serta membantu lansia untuk mengarah atau
mengeksporasi pada alternatif penyelesaian masalah yang sesuai dengan
kondisi pribadi dan lingkungan.
2. Pendekatan medis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan yang merujuk pada
pendekatan medis yang berupa pemberian obat penenang juga diterapkan
oleh pihak panti. Pendekatan secara medis merupakan suatu pendekatan
yang dilakukan untuk menurunkan tingkat depresi dengan bantuan beberapa
jenis obat antidepresan. Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk
mengobati kondisi serius yang dikarenakan depresi (Yuniastuti, 2013). Obat
antidepresan dapat membantu penderita depresi dalam mencegah kumat dan
kambuh saat digunakan dalam jangka panjang (Sydney&South Western
Sydney LHD mental Health Service, 2009).
3. Pendekatan spiritual
Pendekatan spiritual yang diterapkan melalui pendekatan kepada
Tuhan. Hal tersebut memiliki tujuan salah satunya adalah untuk menunjang
perkembangan dan kesembuhan pasien karena menurut Razak, Mokhtar &
Sulaiman(2013) peranan penanganan spiritual juga mampu menyembuhkan
gangguan psikologis yang dilakukan secara sistematis dengan berdasarkan
pada keimanan dan kedekatan kepada Allah SWT.Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Suparmi(dalam Rohman, 2009) mengungkapkan bahwa
pasien depresi yang berada di beberapa rumah sakit di kota Jakarta belum
cukup mendapatkan perhatian dalam aspek spiritual. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anandarajah (2001) yang
mengungkapkan bahwa di Negara Amerika Serikat 94% pasien dengan
gangguan jiwa meyakini kesehatan spiritual membawa dampak baik bagi
kesehatan jiwa.
4. Pendekatan Fisik
Jenis penanganan yang diterapkan oleh pihak panti yang tergolong
dalam pendekatan fisik adalah fisioterapi. Fisioterapi adalah bentuk
pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok
untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi
tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara
manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis),
pelatihan fungsi, dan komunikasi (Depkes RI, 2007). Hal ini sependapat
dengan pendapat Samudro (2013) yang mengungkapkan bahwa pada
fisioterapi terdapat pergerakan-pergerakan berupa gerakan lengan, tangan
dan kepala. Hal berbeda dengan yang diungkapkan oleh Yulinda (2009)
bahwa terapi yang dalam pelaksanaannya terapi dengan menggunakan
gerakan-gerakan aktif maupun pasif lebih disebut sebagai terapi latihan.

E. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Lansia


1. Pengkajian
Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu biologis,
psikologis, dan sosiokultural yang beruhubungan dengan proses penuaan
yang terkadang membuat kesulitan dalam mengidentifikasi masalah
keperawatan. Pengkajian perawatan total dapat mengidentifikasi gangguan
primer. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil observasi pada perilaku
pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.
a. Wawancara, dalam wawancara ini meliputi riwayat: pernah mengalami
perubahan fungsi mental sebelumnya. Kaji adanya demensia, dengan
alat-alat yang sudah distandardisasi (Mini mental status exam/MMSE)
hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat penting
untuk wawancara yang positif kepada pasien lansia. lansia mungkin
merasa kesulitan, merasa terancam dan bingung di tempat yang baru atau
dengan tekanan. lingkungan yang nyaman akan membantu pasien tenang
dan fokus terhadap pembicaraan.
b. Keterampilan Komunikasi Terapeutik, perawat membuka wawancara
dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama
wawancara. erikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab,
berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung,
duduk dan menyentuk pasien.
c. Setting wawancara, tempat yang baru dan asing akan membuat pasien
merasa cemas dan takut. lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus
dibuat senyaman mungkin, lingkuangan harus dimodifikasi sesuai
dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi
atau perubahan kemampuan penglihatan. kata yang dihasilkan dari
wawancara pengkajian harus dievaluasi dengan cermat. Perawat harus
mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang
lain yang sangat mengenal pasien. Perawat harus memperhatikan kondisi
fisik pasien pada waktu wawancara dan faktor lain yang dapat
mempengaruhi status, seperti pengobatan media, nutrisi atau tingkat
cemas.
d. Fungsi Kognitif, status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan
jiwa lansia karena beberapa hal termasuk :
1) Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
2) adanya gejala klinik confusion dan depresi.
3) frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion
4) Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan
keterbatasan kognitif .
e. Status Afektif, status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang
penting. Kebutuhan termasuk skala depresi. seseorang yang sedang sakit,
khususnya pada leher, kepala, punggung atau perut dengan sejarah
penyebab fisik. gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat badan,
paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak untuk makan
atau minum dengan konsekuensi perawatan selama kehidupan. Sakit
fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. beberapa penyakit yang
berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan tiroid, kanker,
khususnya kanker lambung, pankreas, dan otak, penyakit Parkinson, dan
stroke. Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam
perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan
gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Fika
mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan
rumah. hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat
mengurangi kecemasan pada lansia.
f. Activities Of Daily Living, pengkajian kebutuhan perawatan diri
seharihari(ADL) sangat penting dalam menentukan kemampuan pasien
untuk bebas. (ADL)mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan
aktifitas toilet& merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam
untuk membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien
dalam menjalankaN ADL.
g. Activities Of Daily Living, pengkajian kebutuhan perawatan diri
seharihari(ADL) sangat penting dalam menentukan kemampuan pasien
untuk bebas. (ADL)mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan
aktifitas toilet& merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam
untuk membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien
dalam menjalankaN ADL.
memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan monitor makan.
Perawat harus secara rutin mengevaluasi kebutuhan diet pasien.
Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam secara perseorangan
termasuk pola makan rutin, waktu dalam sehari untuk makan, ukuran
porsi, makanan kesukaan dan yang tidak disukai.
h. Dukungan sosiaL, dukungan positif sangat penting untuk memelihara
perasaan sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien lansia.
latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang sangat penting
dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus mengkaji
dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan rumah, rumah sakit, atau
di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Keluarga dan teman dapat
membantu dalam mengurangi shock dan stres di rumah sakit.
i. Interaksi Pasien- Keluarga, peningkatan harapan hidup, penurunan angka
kelahiran, dan tingginya harapan hidup untuk semua wanita yang
berakibat pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam
pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia. Kebanyakan lansia
memiliki waktu yang terbatas untuk berhubungan dengn anaknya. )
asalah perilaku pada lansia kemungkinan hasil dari ketiakmampuan
keluarga untuk menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada
anggota keluarga yang sudah dewasa.

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


Beberapa diagnosa keperawatan yang sering muncul pada asuhan
keperawatan jiwa lansia adalah sebagai berikut :

Anda mungkin juga menyukai