Anda di halaman 1dari 88

MODUL 2

MEKANISME RUJUKAN PELAYANAN TIM PENDAMPING


KELUARGA

Training Of Trainer (TOT)


Pelatihan Teknis Tim Pendamping Keluarga (TPK)
dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting bagi
Fasilitator Tingkat Provinsi melalui E-Learning

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana


Februari 2022
Hak Cipta @2022

PERANGKAT
PELATIHAN TEKNIS TRAINING OF TRAINER (ToT)
TIM PENDAMPING KELUARGA
DALAM UPAYA PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING
TAHUN 2022

MODUL 2
MEKANISME RUJUKAN PELAYANAN
TIM PENDAMPING KELUARGA

Tim Penyusun :
Sondang Ratna Utari, S.E, M.M
I Made Yudhistira Dwipayama, S. Psi, M. Psi

Reviewer :
Kukuh Dwi Setiawan, S. Sos, M. Si

Tim Editor Teknis :


Wikan Arista Dewi, S. Psi
Muliani Pandjaitan, S. Pd

Diterbitkan oleh :
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPENDUDUKAN DAN KB
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Jl. Permata No. 1 Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur 13650
PO. BOX : 296 JKT 13013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah
dan karunia - Nya, Penyusunan Perangkat Diklat Training of
Trainers (TOT) Pelatihan Teknis Tim Pendamping Keluarga
dalam Percepatan Penurunan Stunting dapat diselesaikan
dengan baik. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan
dan Keluarga Berencana dengan berbagai komponen di BKKBN
Pusat dan lintas sektor telah menyusun perangkat pembelajaran
ini dalam rangka mempersiapkan SDM yang kompeten guna
memfasilitasi dan memberikan informasi mengenai Tim Pendamping Keluarga dalam
Percepatan Penurunan Stunting.

Sebagaimana yang kita ketahui, peran keluarga merupakan hal yang perlu dioptimalkan
dalam membentuk generasi yang berkualitas dan berkarakter. Saat ini salah satu
persoalan yang perlu menjadi perhatian dalam membentuk generasi yang berkualitas
adalah adanya resiko stunting. Mengingat sangat diperlukannya intervensi pemerintah
untuk menghindarkan generasi yang akan datang dari kondisi stunting, Presiden
Republik Indonesia, Joko Widodo memberikan amanat melalui Peraturan Presiden
Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Berdasarkan Perpres tersebut, BKKBN ditugaskan sebagai koordinator pelaksana


percepatan penurunan stunting di lapangan. Kepala BKKBN dalam berbagai kesempatan
memberikan penegasan bahwa peran keluarga harus dioptimalkan sebagai entitas
utama dalam pencegahan stunting. Keluarga perlu memperhatikan periode 1000 Hari
Pertama Kehidupan (HPK) sangat penting dan menjadi prioritas utama, dimulai dari 270
hari masa kehamilan hingga 730 hari setelah lahir. Hal ini membuat peran keluarga harus
dioptimalkan sebagai pelopor awal dalam pencegahan stunting. Untuk mengoptimalkan
peran keluarga, salah satunya dilakukan proses intervensi dalam bentuk pendampingan

i
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
petugas BKKBN yang bersinergi dengan Kader PKK, Kader KB maupun bidan, yang
disebut sebagai pendamping keluarga.

Diharapkan dengan adanya pendampingan keluarga ini, upaya untuk melakukan


Percepatan Penurunan Stunting dapat terlaksana dengan baik. Oleh sebab itulah maka
Pusdiklat Kependudukan dan KB membangun perangkat pembelajaran ini sebagai acuan
pengelolaan pelatihan untuk menyelenggarakan Training of Trainers (TOT) Pelatihan
Teknis Tim Pendamping Keluarga dalam Percepatan Penurunan Stunting Fasilitator
Tingkat Provinsi. Dengan mengacu kepada perangkat pembelajaran ini diharapkan
penyelenggaraan pelatihan dapat dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh pihak yang
telah berkontribusi dalam penyusunan perangkat pembelajaran ini. Semoga segala
upaya kita untuk meningkatkan kualitas pelatihan dapat berkontribusi dalam
pembangunan keluarga Indonesia yang berkualitas. Semoga Tuhan Yang Masa Esa
memberikan berkah-Nya terhadap setiap kegiatan yang kita lakukan.

Jakarta, Maret 2022


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Kependudukan dan Keluarga Berencana,

Dr. Drs. Lalu Makripuddin, M.S

ii
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
SAMBUTAN

Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Perangkat Diklat Training of
Trainers (TOT) Pelatihan Teknis Tim Pendamping Keluarga
dalam Percepatan Penurunan Stunting ini dapat disusun sesuai
harapan kita bersama. Perangkat pelatihan ini diharapkan dapat
menjadi sumber referensi bagi para pendamping keluarga dalam
pelaksanaan peran dan fungsinya di lapangan. Merujuk pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020 - 2024, diberi mandat untuk
berpartisipasi dalam mensukseskan terhadap 2 (dua) dari 7 (tujuh) Agenda
Pembangunan/Prioritas Nasional (PN) pada RPJMN IV 2020 - 2024, yaitu untuk
meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Berkualitas dan Berdaya Saing, serta
mendukung Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan. SDM yang berkualitas dan
berdaya saing, yaitu SDM yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan
berkarakter.

Saat ini persoalan terkait SDM yang perlu mendapatkan intervensi segera adalah
stunting. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo memberikan amanat melalui
Peraturan Presiden Nomor: 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Berdasarkan Perpres RI tersebut, BKKBN ditugaskan sebagai koordinator pelaksanaan
percepatan penurunan stunting di lapangan. Dalam upaya penurunan stunting peran
keluarga merupakan sesuatu yang perlu dioptimalkan. Keluarga perlu memperhatikan
periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dalam pencegahan stunting dan perlu
didampingi oleh pendampingan petugas BKKBN yang bersinergi dengan Kader PKK,
Kader KB maupun bidan, yang disebut sebagai pendamping keluarga.

iii
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Kami harapkan perangkat pelatihan ini dijadikan sebagai acuan pengelolaan pelatihan
untuk menyelenggarakan Training of Trainers (TOT) Pelatihan Teknis Tim Pendamping
Keluarga dalam Percepatan Penurunan Stunting Fasilitator Tingkat Provinsi. Akhirnya,
kepada Tim Penulis serta kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan
komitmennya, sehingga perangkat pelatihan ini tersusun dengan baik, maka saya
ucapkan terima kasih.

Jakarta, Maret 2022


Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan,

Prof. Rizal Damanik, PhD

iv
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
SAMBUTAN ............................................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iv

v
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
vi
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen utama dalam
pembangunan Nasional. Bukan hanya kuantitasnya namun lebih penting lagi
adalah kualitas SDM sebagai aset dan modal bangsa Indonesia untuk menjadi
negara maju dan dapat bersaing dengan negara lainnya. Namun
kenyataannya, menurut laporan Indeks Pembangunan Manusia yang dirilis
setiap tahunnya secara global oleh United Nation Development
Programme (UNDP), tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat ke 107 dari
189 negara. Untuk meraih peringkat yang lebih baik, maka perlu banyak upaya
yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia. Dalam pembangunan manusia,
Indonesia mempunyai permasalahan pendidikan, ekonomi dan juga
kesehatan yang sangat mempengaruhi kualitas SDM yang ada. Hal ini sesuai
dengan Undang Undang RI No.52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang bertujuan untuk
membentuk keluarga yang berkualitas dan menyiapkan SDM yang andal. Dari
sisi kesehatan, Indonesia masih mempunyai permasalahan stunting.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan


Penurunan Stunting, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan
anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan
panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Secara lebih teknis, stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status gizi
pada anak menurut TB/U dengan hasil nilai Z Score = < -2
Standar Deviasi yang menunjukan keadaan tubuh yang pendek atau sangat
pendek hasil dari gagal pertumbuhan. Keadaan gagalnya pertumbuhan anak

1 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
akibat kekurangan gizi kronis yang terjadi dalam masa yang panjang, terutama
pada 1000 hari pertama kehidupannya (1000 HPK).
Sesuai hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 30.8 persen
atau sekitar 7 juta balita menderita stunting. Saat ini, prevelensi stunting
dari tahun ke tahun cenderung fluktuatif, 37,2 meningkat dari 35,6 persen di
tahun 2007, 36,8 persen di tahun 2010, persen di tahun 2013 dan mulai
menurun menjadi 30,8 persen di tahun 2018 serta kembali turun menjadi
27,7 persen pada tahun 2019. Namun demikian, disparitas yang lebar antar
provinsi serta rerata penurunan yang masih cukup lambat merupakan
tantangan dalam kerangka perecepatan penurunan stunting menjadi 14
persen pada tahun 2024.

Sejak awal tahun 2021, Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional


(BKKBN) selaku pengemban amanat Presiden Republik Indonesia dalam
program Percepatan Penurunan Stunting, telah melakukan terobosan telah
menyusun Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi
Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021 –
2024. Demikian juga dalam hal penyiapan Tim Pendamping Keluarga dalam
Percepatan Penurunan Stunting, Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Kependudukan dan Keluarga Berencana, BKKBN telah juga Menyusun
Kurikulum Pelatihan Teknis Pendampingan Keluarga dalam Percepatan
Penurunan Stunting. Dan melaksanakan Training of Trainers Pelatihan Teknis
Tim Pendamping Keluarga dalam Percepatan Penurunan Stunting bagi
Widyaiswara dan fasilitator dari unsur BKKBN, PKK dan Bidan dari tiap
provinsi yang ditujukan untuk melatih Tim Pendamping Keluarga yang ada
diseluruh Indonesia.

Diawal tahun 2022 ini, setelah melaksanakan evaluasi, maka Pusdiklat


merasa perlu adanya pengembangan kurikulum baru yang lebih spesifik yaitu
TOT Pelatihan Teknis Tim Pendamping Keluarga dalam Upaya Percepatan
Penurunan Stunting bagi Fasilitator Tingkat Provinsi melalui E-Learning yang
2 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
didalamnya terdapat Modul Mekanisme Rujukan Pelayanan Tim
Pendamping Keluarga agar pelaksanaan pendampingan keluarga, apabila
terdapat permasalahan dalam penyiapan pernikahan, kehamilan dan bayi lahir
hingga usia 59 bulan, tim pendamping keluarga dapat mengetahui bagaimana
mekanisme rujukan yang harus dilakukan agar tidak terjadi kasus stunting.

B. Deskripsi Singkat

Modul Mekanisme Rujukan Pelayanan Tim Pendamping Keluarga ini


membahas tentang konsep dasar stunting, keluarga berisiko stunting,
intervensi terintegrasi (Spesifik dan Sensitif) dan konvergensi percepatan
penurunan stunting, pelayanan fasilitasi bantuan sosial serta mekanisme
Rujukan Pelayanan.

C. Manfaat Modul

Modul ini Modul ini diharapkan bermanfaat bagi para peserta diklat untuk
membekali pemahaman peserta pelatihan dalam melakukan rujukan
pelayanan dalam mengatasi permasalahan selama pelaksanaan
pendampingan keluarga.

D. Standar Kompetensi

1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan mampu
memahami rujukan pelayanan yang tepat pada pelaksanaan
pendampingan keluarga dalam percepatan penurunan stunting.

2. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan dapat:
a. Menjelaskan konsep dasar stunting
b. Menjelaskan keluarga berisiko stunting
c. Menjelaskan intervensi terintegrasi
d. Menjelaskan mekanisme rujukan pelayanan

3 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

1. Materi Pokok
a. Konsep Dasar Stunting
b. Intervensi Spesifik dan Sensitif
c. Keluarga Berisiko Stunting
d. Mekanisme Rujukan Pelayanan

2. Sub Materi Pokok


a. Konsep Dasar Stunting
1) Pengertian Stunting
2) Ciri-ciri Stunting
3) Penyebab Stunting
4) Dampak Stunting
b. Keluarga Berisiko Stunting
1) Pengertian Keluarga Berisiko Stunting
2) Klaster Keluarga Berisiko Stunting
c. Intervensi Terintegrasi
1) Intervensi Terintegrasi
2) Konvergensi Palayanan Intervensi Spesifik dan Sensitif
d. Mekanisme Rujukan Pelayanan Pendampingan Keluarga
1) Peran TPK dalam Penapisan dan Pendampingan
Keluarga
2) Pelayanan Fasilitasi Intervensi oleh TPK
3) Mekanisme Rujukan Tim Pelayanan Pendampingan
Keluarga

4 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
F. Petunjuk Belajar

Untuk mencapai hasil pembelajaran, peserta diklat perlu mengikuti beberapa


petunjuk antara lain sebagai berikut:

1. Berdo’alah terlebih dahulu sebelum memulai pembelajaran, agar


mampu menyerap dan mencapai tujuan pembelajaran di dalam modul
ini.
2. Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan belajar
1 (satu) dan seterusnya. Sebelum Anda benar-benar paham tentang
materi pada tahap awal, jangan membaca materi pada halaman
berikutnya. Lakukan pengulangan pada halaman tersebut sampai Anda
benar-benar memahaminya.
3. Jika Anda mengalami kesulitan dalam memahami materi pada halaman
atau sub bahasan tertentu, diskusikan dengan teman Anda atau
fasilitator yang sekiranya dapat membantu untuk memahami materi
modul ini.
4. Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan belajar
sebaiknya Anda mengerjakan latihan dengan menjawab soal-soal yang
sudah disediakan.
5. Jika Anda masih belum bisa menjawab, lakukan pengulangan untuk
hingga Anda benar-benar bisa mengerjakan latihan.
6. Akhiri proses belajar dengan berdo’a kembali.

5 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BAB II
KONSEP DASAR STUNTING

Indikator Hasil Belajar:


Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan dapat
menjelaskan konsep dasar stunting.

A. Pengertian Stunting

Stunting merupakan kata yang sering kita dengar sehari-hari. Terlebih jika kita
memperhatikan tumbuh kembang bayi dibawah umur 3 (tiga) tahun (Baduta).
Menurut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan
Penurunan Stunting, Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan
anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan
panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Secara lebih teknis, Stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status gizi
pada anak menurut TB/U dengan hasil nilai Z Score = < -2
Standar Deviasi yang menunjukan keadaan tubuh yang pendek atau sangat
pendek hasil dari gagal pertumbuhan.

Menurut Peraturan BKKBN RI Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi


Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021 –
2024 menyebutkan bahwa Stunting adalah adalah gangguan pertumbuhan
dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang,
yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar
yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang Kesehatan.

6 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Maksud dari kekurangan gizi kronis adalah terjadi kekurangan gizi secara terus
menerus dalam jangka waktu Panjang. Kondisi bayi yang mengalami
kekurangan gizi terus menerus ini akan menyebabkan kondisi makin
memburuk terlebih jika diikuti dengan infeksi berulang. Hal tersebut
menjadikan tumbuh kembang bayi terganggu baik secara fisik maupun non fisik.
Dalam jangka pendek anak Stunting terhambat perkembangan kognitif atau
kecerdasannya, dalam jangka panjang, Stunting berpotensi membuat postur
tubuh tumbuh tidak optimal, meningkatkan risiko kegemukan (obesitas), mudah
sakit dan penurunan kesehatan reproduksi. Perkembangan kognitif dan
tumbuh-kembang fisik yang tidak optimal akan menyebabkan kurang
berprestasi di sekolah dan tidak optimal produktivitas kerjanya dimasa
mendatang.

B. Ciri-Ciri Stunting

Setelah kita memahami pengertian Stunting, maka kita akan mempelajari


tentang ciri-ciri stunting. Banyak yang tidak tahu kalau anak pendek adalah
tanda dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan tubuh si kecil.
Terlebih lagi, jika kondisi ini dialami oleh anak yang masih di bawah usia 2
tahun dan harus segera ditangani dengan segera dan tepat. Anak masuk ke
dalam kategori Stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan
angka di bawah -2 standar deviasi (SD). Penilaian status gizi yang satu ini
biasanya menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari World Health
Organization (WHO)

Tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal merupakan
akibat dari kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama. Hal
tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak terhambat
sehingga mengakibatkan dirinya tergolong Stunting. Jadi singkatnya, anak
dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami Stunting. Kondisi ini
hanya terjadi ketika asupan nutrisi harian anak kurang sehingga memengaruhi
perkembangan tinggi badannya.

7 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Perlu dipahami bahwa tidak semua anak balita yang berperawakan pendek
mengalami Stunting. Masalah kesehatan ini merupakan keadaan tubuh yang
sangat pendek dilihat dari standar baku pengukuran tinggi badan menurut usia
berdasarkan standar World Health Organization (WHO). Menurut Kemenkes
RI, balita bisa diketahui Stunting bila sudah diukur panjang atau tinggi
badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini
berada pada kisaran di bawah normal.

Seorang anak dapat dikatakan Stunting atau tidak, bergantung pada hasil
pengukuran tersebut di atas. Jadi tidak hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa
pengukuran tubuh. Selain lebih pendek, terdapat ciri-ciri lain sebagai berikut:
1. Pertumbuhan melambat.
2. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya.
3. Pertumbuhan gigi terlambat.
4. Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya.
5. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan
kontak mata terhadap orang di sekitarnya.
6. Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
7. Perkembangantubuhanakterhambat,seperti telat menarche (menstruasi
pertama anak perempuan).
8. Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.

Sementara, untuk tahu apakah tinggi anak normal atau tidak, Orangtua harus
secara rutin memeriksakannya ke pelayanan kesehatan terdekat. Orangtua
bisa membawa si kecil ke dokter, bidan, posyandu, atau pun puskesmas setiap
bulan.

Tabel berikut merupakan dstandar tumbuh kembang fisik anak normal sesuai
usianya, berdasarkan standar yang disarankan oleh World Health
Organization (WHO).

8 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Tabel 2.1
Berat Badan Bayi Lahir

Berat badan normal bayi baru lahir berbeda antara bayi laki-laki dan
perempuan.
a. Bayi yang berada antara batas normal bawah dan batas normal
atas (Laki-laki: 2.5 s/d 3.9 kg / Perempuan: 2.4 s/d 3.9
kg) termasuk dalam berat badan normal sesuai usianya.
b. Bayi yang beratnya berada di bawah batas normal bawah (Laki-
laki: < 2.5 kg / Perempuan: < 2.4 kg) termasuk underweight(berat
badan kurang)
c. Bayi yang beratnya berada di bawah nilai underweight (Laki-laki:
< 2.1 kg / Perempuan: < 2 kg) harus memperoleh penanganan
dari dokter(kemungkinan besar terjadi gizi buruk)
d. Bayi yang beratnya berada di atas batas atas normal termasuk
overweight (Laki-laki: > 4.4 kg / Perempuan: > 4.2 kg)(kelebihan
berat badan). Lakukanlah diet untuk menurunkan berat badan.
e. Bayi yang beratnya berada di atas nilai overweight (Laki-laki: > 5
kg / Perempuan: > 4.8 kg) harus diwaspadai sebagai gejala
obesitas.

9 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Tabel 2.2
Tinggi Badan / Panjang Badan Bayi Lahir

Tabel 2.3
Lingkar Kepala Bayi Lahir

10 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
C. Penyebab Stunting

Mari kita mempelajari penyebab stunting, agar kita dapat menghindari hal
tersebut. Berbagai faktor penyebab terjadinya stunting, misalnya asupan gizi
yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi lahir prematur, serta
berat badan lahir rendah (BBLR). Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak
ini biasanya tidak hanya terjadi setelah ia lahir saja. Melainkan bisa dimulai
sejak ia masih di dalam kandungan. Berikut beberapa hal yang menjadi
penyebab Stunting pada anak. Penyebab Stunting dikarenakan beberapa hal:
1. Kurang asupan gizi selama hamil
World Health Organization (WHO) sebagai Badan Kesehatan Dunia,
menyatakan bahwa sekitar 20 persen kejadian Stunting sudah terjadi saat
bayi masih berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh asupan
ibu selama hamil yang kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi
yang diterima janin cenderung sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di dalam
kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran. Oleh
karena itu, penting untuk mencukupi berbagai nutrisi penting selama
hamil.
2. Kebutuhan Gizi Anak Kurang tercukupi
Kebutuhan gizi anak yang kurang tercukupi, kondisi ini juga bisa terjadi
akibat makanan balita saat masih di bawah usia 2 tahun yang tidak
tercukupi. Entah posisi menyusui yang kurang tepat, tidak diberikan ASI
eksklusif, ataupun MPASI (makanan pendamping ASI) yang diberikan
kurang mengandung zat gizi yang berkualitas.

Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan juga bisa
menjadi salah satu faktor utama penyebab Stunting. Khususnya asupan
makanan yang mengandung zinc, zat besi, serta protein ketika anak masih
berusia balita. Melansir dari buku Gizi Anak dan Remaja, kejadian ini umumnya
sudah mulai berkembang saat anak berusia 3 bulan. Proses perkembangan
tersebut lambat laun mulai melambat ketika anak berusia 3 tahun. Setelah itu,
grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur (TB/U), terus bergerak

11 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
mengikuti kurva standar tapi dengan posisi berada di bawah. Ada
sedikitperbedaan kondisi Stunting yang dialami oleh kelompok usia 2-3 tahun
dan anak dengan usia lebih dari 3 tahun.
Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun, rendahnya pengukuran grafik
tinggi badan menurut usia (TB/U) bisa menggambarkan proses Stunting yang
sedang berlangsung. Sementara, pada anak yang berusia lebih dari itu, kondisi
tersebut menunjukkan kalau kegagalan pertumbuhan anak memang telah
terjadi. Selain itu, sudah disebutkan di atas, ada beberapa faktor lain yang
menyebabkan Stunting pada anak, yaitu:
a. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat
hamil, dan setelah melahirkan.
b. Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan
kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan).
c. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
d. Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.
Untuk mencegahnya, ibu hamil perlu menghindari faktor di atas.

Sesuai pemaparan Bapak Kepala BKKBN tentang Peran TPK dalam PPS,
Desember 2021, disampaikan bahwa stunting disebabkan oleh faktor
multidimensi, dan diperlukan intervensi paling menentukan pada 1000 HPK.
Faktor multidimensi tersebut antara lain:
1. Praktik Pengasuhan yang tidak baik
Praktik pengasuhan yang tidak baik dikarenakan:
a. Kurangnya pengetahuan tentang Kesehatan dan gizi sebelum dan
pada masa kehamilan.
b. 30% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI Eksklusif
c. 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan
Pendamping ASI
2. Kurangnya Akses ke makanan bergizi
a. Mengakibatkan 1 dari 3 Ibu hamil anemia
b. Ada pemahaman bahwa makanan bergizi dianggap mahal
3. Terbatasnya layanan Kesehatan termasuk layanan Ante natal care (ANC),
post natal dan pembelajaran dini yang berkualitas

12 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
a. 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di Pendidikan anak usia
dini
b. 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang
memadai
c. Menurunnya tingkat kehadiran anak di posyandu
d. Tidak mendapat akses yg memadai ke layanan imunisasi
4. Kurangnya Akses Air Bersih dan Sanitasi
a. 1 dari 5 rumah tangga masih buang air besar di ruang terbuka
b. 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih

Terjadinya stunting dimulai dari pra konsepsi khususnya pada remaja puteri dan
Wanita Usia Subur (WUS) dengan proses sebagai berikut:
1. Mulai dari pra konsepsi
a. Ketika seorang remaja puteri sudah mengalami kurang gizi dan
anemia.
b. Pada saat hamil tidak mendapatkan asupan gizi yang mencukupi.
c. Ibu yang hidup dilingkungan dengan sanitasi dan kesehatan
lingkungan yang kurang memadai.
2. Remaja Puteri (15 – 19 tahun)
Menurut Riskesdas 2018, terdapat 36,3% remaja puteri mempunyai
kondisi berisiko kurang energi kronik.
3. WUS (15 – 49 tahun)
Menurut Riskesdas 2018, terdapat:
a. 33,5% WUS hamil dengan risiko kurang energi kronik
b. 37,1% WUS mengalami anemia

D. Dampak Stunting

Jika kita menemui kasus stunting, maka dapat kita perhatikan bahwa kasus
tersebut memberikan dampak yang sangat luar biasa pada anak yang
mengalami stunting dan bisa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak secara keseluruhan.

13 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Stunting yang tidak ditangani dengan baik sedini mungkin berdampak:

1. Dampak jangka pendek:


a. Terganggunya perkembangan otak.
b. Kecerdasan berkurang.
c. Gangguan pertumbuhan fisik.
d. Gangguan metabolism dalam tubuh.

2. Dampak jangka Panjang


a. Menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar.
b. Menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terpapar penyakit.
c. Meningkatnya risiko memiliki penyakit diabetes, obesitas, penyakit
jantung, pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia
tua.

Ketika sudah dewasa nanti, anak dengan tubuh pendek akan memiliki tingkat
produktivitas yang rendah dan sulit bersaing di dalam dunia kerja. Bagi anak
perempuan yang mengalami Stunting, ia berisiko untuk mengalami masalah
kesehatan dan perkembangan pada keturunannya saat sudah dewasa. Hal
tersebut biasanya terjadi pada wanita dewasa dengan tinggi badan kurang dari
145 cm karena mengalami Stunting sejak kecil. Pasalnya, ibu hamil yang
bertubuh pendek di bawah rata-rata (maternal Stunting) akan mengalam i
perlambatan aliran darah ke janin serta pertumbuhan rahim dan plasenta.
Bukan tidak mungkin, kondisi tersebut akan berdampak buruk pada kondisi bayi
yang dilahirkan.

Bayi yang lahir dari ibu dengan tinggi badan di bawah rata-rata berisik o
mengalami komplikasi medis yang serius, bahkan pertumbuhan yang
terhambat. Perkembangan saraf dan kemampuan intelektual bayi tersebut
bisa terhambat disertai dengan tinggi badan anak tidak sesuai usia.
Selayaknya Stunting yang berlangsung sejak kecil, bayi dengan kondisi
tersebut juga akan terus mengalami hal yang sama sampai ia beranjak
dewasa.

14 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
E. Rangkuman

Menurut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan


Penurunan Stunting, Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang
ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang
ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

Ciri-ciri anak mengalami Stunting antara lain: Pertumbuhan melambat; Wajah


tampak lebih muda dari anak seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat; Performa
buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya; Usia 8-10 tahun anak
menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di
sekitarnya; Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun;
Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi
pertama anak perempuan); Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.

Penyebab Stunting pada anak adalah: Kurang asupan gizi selama hamil;
Kebutuhan Gizi Anak Kurang tercukupi. Selain itu terdapat penyebab lainnya,
yaitu: Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan
setelah melahirkan; Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan
kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan); Kurangnya akses air bersih dan
sanitasi; Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.

Dampak Stunting jangka pendek, yaitu: Terganggunya perkembangan otak;


Kecerdasan berkurang; Gangguan pertumbuhan fisik; Gangguan metabolism e
dalam tubuh. Sedangkan dampak Stunting jangka Panjang, adalah: Menurunnya
kemampuan kognitif dan prestasi belajar; Menurunnya kekebalan tubuh sehingga
mudah terpapar penyakit; Meningkatnya risiko memiliki penyakit diabetes,
obesitas, penyakit jantung, pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada
usia tua.

15 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
F. Latihan

Jawablah pertanyaaan di bawah ini dengan baik dan benar!


1. Jelaskan Pengertian Stunting!
2. Mengapa memperhatikan 1000 HPK itu sangat penting, jelaskan!
3. Jelaskan Ciri-ciri Stunting!
4. Jelaskan Penyebab Stunting!
5. Jelaskan Dampak Stunting!

G. Test Formatif

Untuk mengevaluasi hasil belajar Anda diakhir Bab ini, maka jawablah
pertanyaan tersebut dengan memilih jawaban yang paling benar!
1. Yang menjadi dasar pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting adalah:
a. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2021
b. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2020
c. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2019
d. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021
e. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020

2. Ciri-ciri anak mengalami Stunting, antara lain:


a. Pertumbuhan melambat; Wajah tampak lebih muda dari anak
seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat; Performa buruk pada
kemampuan fokus dan memori belajarnya
b. Pertumbuhan melambat; Wajah tampak lebih muda dari anak
seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat; Performa bagus pada
kemampuan fokus dan memori belajarnya
c. Pertumbuhan melambat; Wajah tampak lebih muda dari anak
seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat; diusia 8 – 10 tahun
cenderung ceria
d. Pertumbuhan melambat; Wajah tampak lebih muda dari anak
seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat; selalu melakukan kontak
mata saat berbicara

16 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
e. Pertumbuhan melambat; Wajah tampak lebih muda dari anak
seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat; Peekembangan kognitif
cepat

3. Penyebab Stunting karena:


a. Kurang asupan gizi selama hamil; Kebutuhan Gizi Anak Kurang
tercukupi, Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil,
saat hamil, dan setelah melahirkan; akses pelayanan Kesehatan
yang baik
b. Kurang asupan gizi selama hamil; Kebutuhan Gizi Anak Kurang
tercukupi, Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil,
saat hamil, dan setelah melahirkan; Kurangnya akses air bersih dan
sanitasi
c. Kurang asupan gizi selama hamil; Kebutuhan Gizi Anak tercukupi,
Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan
kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan);
d. Kurang asupan gizi selama hamil; Kebutuhan Gizi Anak Kurang
tercukupi, Ibu mudah mengakses pengetahuan mengenai gizi
sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan; Terbatasny a
akses pelayanan kesehatan
e. Kurang asupan gizi selama hamil; Kebutuhan Gizi Anak Kurang
tercukupi, akses air bersih dan sanitasi terpenuhi; Masih kurangnya
akses makanan bergizi karena tergolong mahal

4. Sejak pertama kali terjadinya pembuahan, atau terbentuknya janin dalam


kandungan, hingga buah hati berusia 2 tahun merupakan momen yang
tepat untuk membangun fondasi kesehatan jangka panjang, biasa
disebut dengan:
a. Siklus kehidupan
b. Masa kanak-kanak

17 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
c. 7 Aspek Perkembangan Anak
d. 1001 tumbuh kembang anak
e. 1000 HPK

5. Dampak Stunting adalah


a. Terganggunya perkembangan otak; Kecerdasan berkurang;
Gangguan pertumbuhan fisik; Gangguan metabolism dalam tubuh.
Menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terpapar penyakit
b. Terganggunya perkembangan otak; Kecerdasan berkurang;
Gangguan pertumbuhan fisik; Gangguan metabolisme dalam tubuh.
Tahan terhadap serangan penyakit
c. Terganggunya perkembangan otak; Gangguan pertumbuhan fisik
tapi kecerdasan tidak terganggu; Menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah terpapar penyakit
d. Perkembangan otak normal; Kecerdasan berkurang; Gangguan
pertumbuhan fisik; Gangguan metabolisme dalam tubuh.
Menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terpapar penyakit
e. Terganggunya perkembangan otak; Gangguan pertumbuhan fisik;
metabolisme dalam tubuh normal. Menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah terpapar penyakit.

H. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah mengerjakan Tes Formatif pada BAB II ini, silahkan Saudara nilai hasil
dari tes tersebut dan cocokkan dengan kunci jawaban yang tersedia dalam
modul ini. Apabila Saudara dapat menjawab 5 soal dengan benar, maka
Saudara dianggap menguasai Pokok Bahasan ini, dan Saudara dapat
melanjutkan ke BAB berikutnya, namun demikian apabila jawaban benar
Saudara belum mencapai 4 soal, sebaiknya Saudara perlu kembali mendalam i
Pokok Bahasan tersebut dengan lebih baik.

18 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BAB III

KELUARGA BERISIKO STUNTING

Indikato r Hasil Belajar:

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat


menjelaskan tentang keluarga berisiko stunting

Pendampingan Keluarga dalam upaya percepatan penurunan stunting, kita harus


mengetahui keluarga yang menpunyai risiko kasus stunting. Bapak Kepala BKKBN
mengatakan, “Mengenali Keluarga Berisiko Stunting itu penting. Jadi keluarga mana
yang melahirkan Stunting itu harus dikenali dan harus didampingi”.

Sudah kita ketahui bahwa 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) seseorang
merupakan saat yang mempunyai kemungkinan risiko stunting. Sehingga diperlukan
perhatian bagaimana sebelum terjadi kehamilan harus disiapkan dan selama
kehamilan harus dijaga Kesehatan dan asupan gizinya serta setelah lahir dan selama
usia 23 bulan dan perlu pemantauan hingga usia 5 tahun. Dengan harapan dapat
menghindari kasus stunting pada anak yang lahir.

A. Pengertian Keluarga Berisiko Stunting

Kita sudah mengetahui bahwa yang mempunyai risiko stunting adalah seseorang
dalam 1000 HPKnya dalam arti keluarga yang memiliki remaja putri atau calon
pengantin, keluarga yang mempunyai ibu hamil dan keluarga yang mempunyai
bayi hingga usia 23 bulan. Sesuai hasil pengembangan definisi operasional
keluarga keluarga berisiko stunting yang dilakukan oleh Direktorat Perencanaan
Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional yang bekerjasama dengan IPB, 2021, yang dimaksud

19 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
dengan Keluarga berisiko stunting adalah keluarga yang memiliki satu atau
lebih faktor risiko stunting, yaitu:
1. keluarga dengan anak remaja puteri/calon pengantin
2. keluarga dengan Ibu Hamil
3. keluarga dengan anak usia 0 (nol)-23 (dua puluh tiga) bulan
4. keluarga dengan anak usia 24 (dua puluh empat)-59 (lima puluh
sembilan) bulan
keluarga diatas bisa berasal dari keluarga dengan pendapatan rend a h /
miskin (berstatus pra sejahtera) , pendidikan orang tua rendah (SD atau
SMP) terutama isteri, mempunyai anak balita ≥ 2 dan atau anak ≥ 3,
lingkungan dan sanitasi buruk, dan tidak mempunyai akses air bersih.

B. Klaster Keluarga Berisiko Stunting

Keluarga Berisiko Stunting, berdasarkan klasternya dibagi menjadi:


1. Klaster Keluarga dengan remaja puteri/ Calon Pengantin
Klaster Keluarga dengan calon pengantin merupakan keluarga yang
mempunyai remaja puteri yang menjadi calon pengantin. Keluarga
hendaknya memperhatikan betul yang harus dilakukan oleh remaja
puteri yang menjadi calon pengantin. Demikian juga dengan Tim
Pendamping Keluarga, harus selalu memantau tentang pemenuhan
nutrisi serta pemberian tablet tambahan yang diperlukan misalnya zat
besi dan asam folat.

Dari klaster keluarga dengan calon pengantin dapat diketahui tingkatan


risiko yang dihadapi, yaitu:
a. Risiko Tinggi
Dikatakan Klaster keluarga dengan calon pengantin yang
berisiko tinggi apabila calon pengantin menunjukkan salah satu
ciri:
1) Catin perempuan mengidap anemia;

20 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
2) Catin Perempuan KEK (IMT <20 dan atau LILA <23,5
cm);
3) Catin perempuan berumur < 19 tahun

Dan disertai dengan salah satu kondisi:

1) Berasal dari keluarga pra-sejahtera (miskin);


2) Mempunyai pendidikan rendah (≤ SMP);
3) Tinggal dirumah/lingkungan dengan sanitasi buruk
(rumah tidak layak huni)
4) Tidak mempunyai akses terhadap air bersih

b. Risiko Sedang
Dikatakan Klaster keluarga dengan calon pengantin yang
berisiko tinggi apabila calon pengantin menunjukkan salah satu
ciri:
1) Catin Perempuan mengidap anemia,
2) 2. Catin Perempuan KEK (IMT < 20 dan atau LILA 23,5
cm)
3) Catin Perempuan berumur < 19 tahun
Atau keluarga Catin yang:

1) Berasal dari keluarga pra-sejahtera (miskin);


2) Mempunyai pendidikan rendah (≤ SMP);
3) Tinggal dirumah/lingkungan dengan sanitasi buruk
(rumah tidak layak huni)
4) Tidak mempunyai akses terhadap air bersih

c. Risiko Rendah
Dikategorikan berisiko rendah jika Catin tidak mengidap anemia,
mempunyai IMT > 20 dan atau LILA > 23,5 cm, berasal dari
keluarga sejahtera, berpendidikan tinggi (> SMP), serta tinggal
dilingkungan dengan sanitasi baik dan mempunyai akses
terhadap air bersih.

21 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
2. Klaster Keluarga dengan Ibu Hamil
a. Risiko Tinggi
Dikategorikan berisiko tinggi jika ibu hamil sedikitny a
menunjukkan salah satu ciri;
1) mengidap anemia
2) Kekurangan Energi Kronis (IMT <20 dan atau LILA <23,5
cm),
3) umur <20 tahun atau umur >35 tahun,
4) jarak kehamilan dengan kelahiran sebelumnya sangat
dekat (< 2 tahun) dan atau kehamilan kembar,
5) pertambahan berat badan selama kehamilan tidak sesuai
(< 9 kg),
6) memiliki penyakit penyerta,
dan disertai dengan salah satu kondisi;
1) Keluarga pra-sejahtera (miskin)
2) Mempunyai pendidikan rendah (≤ SMP)
3) Keluarga tinggal dirumah/lingkungan dengan sanitasi
buruk (rumah tidak layak huni)
4) Keluarga tidak mempunyai akses terhadap air bersih

b. Risiko Sedang
Dikategorikan berisiko sedang jika ibu hamil sedikitny a
menunjukkan salah satu ciri;
1) mengidap anemia
2) Kekurangan Energi Kronis (IMT <20 dan atau LILA <23,5
cm),
3) umur <20 tahun atau umur >35 tahun,
4) jarak kehamilan dengan kelahiran sebelumnya sangat
dekat (< 2 tahun) dan atau kehamilan kembar,
5) pertambahan berat badan selama kehamilan tidak sesuai
(< 9 kg),
6) memiliki penyakit penyerta,

22 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
atau keluarga ibu hamil yang:
1) Keluarga pra-sejahtera (miskin)
2) Mempunyai pendidikan rendah (≤ SMP)
3) Keluarga tinggal dirumah/lingkungan dengan sanitasi
buruk (rumah tidak layak huni)
4) Keluarga tidak mempunyai akses terhadap air bersih

c. Risiko Rendah
Dikategorikan berisiko rendah ika jika ibu hamil tidak mengidap
anemia, tidak KEK (IMT > 20 dan LILA > 23,5 cm), umur pada
waktu hamil 20 – 35 tahun, jarak dengan kehamilan sebelumny a
≥ 2 tahun, bukan kehamilan kembar, pertambahan berat badan
sesuai umur kehamilan, tidak memiliki penyakit penyerta,
berstatus keluarga sejahtera, berpendidikan tinggi, serta tinggal
dilingkungan dengan sanitasi baik dan mempunyai akses
terhadap air bersih.

3. Klaster Keluarga dengan Anak usia 0 – 23 bulan


a. Risiko Tinggi
Dikategorikan berisiko tinggi jika anak usia 0 – 23 bulan sedikitny a
menunjukkan salah satu ciri;
1) Berat Badan Bayi Lahir Rendah <2,5 kg,
2) Panjang badan saat lahir <48 cm,
3) Kelahiran prematur,
4) Lahir bayi kembar,
5) tidak mendapat asi eksklusif,
6) memiliki penyakit infeksi kronis,
7) gizi kurang dan atau gizi buruk (TB/BB),
8) imunisasi tidak lengkap
dan disertai dengan salah satu kondisi;
1) Keluarga pra-sejahtera (miskin)
2) Keluarga dengan jumlah Balita ≥ 2
23 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
3) Keluarga dengan pendidikan ibu rendah (≤ SMP)

4) Keluarga tinggal dirumah/lingkungan dengan sanitasi


buruk (rumah tidak layak huni)
5) Keluarga tidak mempunyai akses terhadap air bersih

b. Risiko Sedang
Dikategorikan berisiko tinggi jika anak usia 0 – 23 bulan
menunjukkan salah satu ciri;
1) Berat Badan Bayi Lahir Rendah <2,5 kg,
2) Panjang badan saat lahir <48 cm,
3) Kelahiran prematur,
4) Lahir bayi kembar,
5) tidak mendapat asi eksklusif,
6) memiliki penyakit infeksi kronis,
7) gizi kurang dan atau gizi buruk (TB/BB),
8) imunisasi tidak lengkap
atau keluarga dengan anak usia 0 – 23 bulan berasal dari;
1) Keluarga pra-sejahtera (miskin)
2) Keluarga dengan jumlah Balita ≥ 2
3) Keluarga dengan pendidikan ibu rendah (≤ SMP)
4) Keluarga tinggal dirumah/lingkungan dengan sanitasi
buruk (rumah tidak layak huni)
5) Keluarga tidak mempunyai akses terhadap air bersih

c. Risiko Rendah
Dikategorikan berisiko rendah jika anak usia 0-24 bulan dengan
berat bayi lahir > 2,5 kg, panjang badan saat lahir > 48 cm, tidak
lahir premature, tidak kembar, tidak memiliki penyakit infeksi
kronis, tidak gizi buruk dan gizi kurang, tumbuh kembang normal,
imunisasi lengkap berasal dari keluarga sejahtera, berpendidik an
tinggi, serta tinggal dilingkungan dengan sanitasi baik dan
mempunyai akses terhadap air bersih.

24 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
4. Klaster Keluarga dengan Anak usia 24 – 59 bulan
a. Risiko Tinggi
Dikategorikan berisiko tinggi jika anak usia 24 – 59 bulan
sedikitnya menunjukkan salah satu ciri;
1) memiliki penyakit infeksi kronis,
2) gizi kurang dan atau gizi buruk (TB/BB),
3) imunisasi dasar tidak lengkap
dan disertai dengan anak usia 24 – 59 bulan berasal dari:
1) Keluarga pra-sejahtera (miskin)
2) Keluarga dengan jumlah Balita ≥ 2
3) Keluarga dengan pendidikan ibu rendah (≤ SMP)
4) Keluarga tinggal dirumah/lingkungan dengan sanitasi
buruk (rumah tidak layak huni)
5) Keluarga tidak mempunyai akses terhadap air bersih

b. Risiko Sedang
Dikategorikan berisiko sedang jika anak usia 24 – 59 bulan
sedikitnya menunjukkan salah satu ciri;
1) memiliki penyakit infeksi kronis,
2) gizi kurang dan atau gizi buruk (TB/BB),
3) imunisasi dasar tidak lengkap
atau anak usia 24 – 59 bulan berasal dari
1) Keluarga pra-sejahtera (miskin)
2) Keluarga dengan jumlah Balita ≥ 2
3) Keluarga dengan pendidikan ibu rendah (≤ SMP)
4) Keluarga tinggal dirumah/lingkungan dengan sanitasi
buruk (rumah tidak layak huni)
5) Keluarga tidak mempunyai akses terhadap air bersih

25 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
c. Risiko Rendah
Dikategorikan berisiko rendah jika anak usia 24 – 59 bulan dengan
tumbuh kembang sesuai dengan umur, tidak memiliki penyakit
infeksi kronis, tidak gizi buruk dan gizi kurang, imunisasi dasar
lengkap berasal dari keluarga sejahtera, berpendidikan tinggi,
serta tinggal dilingkungan dengan sanitasi baik dan mempunyai
akses terhadap air bersih.

Setelah mengetahui sasaran pendampingan terdapat keluarga berisik o


stunting, maka TPK dapat menentukan langkah tindak lanjut, misalnya
melakukan rujukan.

C. Rangkuman

Seseorang mempunyai risiko stunting adalah seseorang dalam 1000 HPK.


Sesuai hasil pengembangan definisi operasional keluarga keluarga berisik o
stunting yang dilakukan oleh Direktorat Perencanaan Pengendalian Penduduk
BKKBN yang bekerjasama dengan IPB, 2021, yang dimaksud dengan
Keluarga berisiko stunting adalah keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor
risiko stunting, yaitu: keluarga dengan remaja puteri/calon pengantin;
keluarga dengan Ibu Hamil; keluarga dengan anak usia 0 (nol)-23 (dua puluh
tiga) bulan dan keluarga dengan anak usia 24 (dua puluh empat)-59 (lima
puluh sembilan) bulan, yang mana keempat klaster keluarga diatas berasal
dari keluarga dengan pendapatan rendah/ miskin (berstatus pra sejahtera) ,
pendidikan orang tua rendah (SD atau SMP) terutama isteri, mempunyai anak
balita ≥ 2 dan atau anak ≥ 3, lingkungan dan sanitasi buruk, dan tidak
mempunyai akses air bersih. Empat klaster keluarga berisiko stunting ini
mempunyai kategori berisiko tinggi, sedang dan rendah.
Setelah mengetahui sasaran pendampingan terdapat keluarga berisik o
stunting, maka TPK dapat menentukan langkah tindak lanjut, misalnya
melakukan rujukan.

26 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
D. Latihan

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!


1. Siapa yang mempunyai risiko stunting?
2. Jelaskan pengertian keluarga berisiko stunting!
3. Sebutkan klaster keluarga berisiko stunting!

4. Sebutkan saja kriteria kondisi keluarga yang menyebabkan keluarga


berisiko stunting!
5. Berilah contoh dan jelaskan salah satu keluarga berisiko stunting yang
dikatakan dalam risiko tinggi!

E. Tes Formatif

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih jawaban yang paling


benar!
1. Seseorang mempunyai risiko stunting pada:
a. Seumur hidupnya
b. Pada saat didalam kandungan
c. Pada saat dilahirkan
d. Pada saat remaja
e. Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan

2. Keluarga yang bukan termasuk dalam keluarga berisiko stunting adalah:


a. Keluarga dengan remaja puteri/ calon pengantin (Anemia/ KEK)
b. Keluarga dengan ibu hamil (Anemia/ KEK)
c. Keluarga dengan anak usia 0 – 23 bulan (lambat tumbuh
kembangnya)
d. Keluarga dengan anak usia 24 – 59 bulan (lambat tumbuh
kembangnya)
e. Keluarga dengan UKP perempuan 21 tahun dan laki-laki 25
tahun

27 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
3. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan dengan tumbuh kembang
sesuai dengan umur, tidak memiliki penyakit infeksi kronis, tidak gizi buruk
dan gizi kurang, imunisasi dasar lengkap berasal dari keluarga sejahtera,
berpendidikan tinggi, serta tinggal dilingkungan dengan sanitasi baik dan
mempunyai akses terhadap air bersih dapat dikatakan sebagai:
a. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan yang biasa saja.
b. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan yang berisiko stunting
tinggi.

c. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan yang berisiko stunting


sedang.
d. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan yang berisiko stunting
rendah.
e. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan yang berada.

4. Yang melakukan pendampingan keluarga berisiko stunting adalah:


a. Tim Pendamping Keluarga
b. Tim Pendamping Musiman
c. Tim Pendamping Risiko Stunting
d. Tim Pendamping Prioritas
e. Tim Pendamping pengentasan kemiskinan

5. Apa manfaat mengetahui kondisi keluarga berisiko stunting?


a. Dapat membuat laporan dengan rapi
b. Dapat menentukan langkah tindak lanjut
c. Dapat mengetahui beratnya mendidik masyarakat
d. Dapat menjadi bahan membuat video tik tok
e. Dapat menjadi bahan gosip dengan tetangga

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah mengerjakan Tes Formatif pada BAB III ini, silahkan Saudara nilai
hasil dari tes tersebut dan cocokkan dengan kunci jawaban yang tersedia
dalam modul ini. Apabila Saudara dapat menjawab 5 soal dengan benar, maka
Saudara dianggap menguasai Pokok Bahasan ini, dan Saudara dapat

28 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
melanjutkan ke BAB berikutnya, namun demikian apabila jawaban benar
Saudara belum mencapai 4 soal, sebaiknya Saudara perlu kembali mendalami
Pokok Bahasan tersebut dengan lebih baik.

29 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BAB IV

INT ERVENSI T ERINT EGRASI

Indikato r Hasil Belajar:


Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
menjelaskan tentang intervensi terintegrasi (Spesifik dan Sensitif) dan
konvergensi percepatan penurunan stunting.

A. Intervensi Terintegrasi

Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu,


mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Pengalaman global
menunjukkan bahwa penyelenggaraan intervensi yang terpadu untuk
menyasar kelompok prioritas di lokasi prioritas merupakan kunci
keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh kembang anak, dan pencegahan
stunting.

1. Intervensi Spesifik
Intervensi spesifik adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi
penyebab langsung terjadinya stunting, meliputi: 1) Kecukupan asupan
makanan dan gizi; 2) Pemberian makan, perawatan dan pola asuh; dan 3)
Pengobatan infeksi/penyakit.

Terdapat tiga kelompok intervensi gizi spesifik:


a. Intervensi prioritas
Intervensi prioritas yaitu intervensi yang diidentifikasi memiliki
dampak paling besar pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk
menjangkau semua sasaran prioritas.

30 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
b. Intervensi pendukung
Intervensi pendukung yaitu intervensi yang berdampak pada
masalah gizi dan kesehatan lain yang terkait stunting dan
diprioritaskan setelah intervensi prioritas dilakukan.
c. Intervensi prioritas sesuai kondisi tertentu
Intervensi prioritas sesuai kondisi tertentu yaitu intervensi yang
diperlukan sesuai dengan kondisi tertentu, termasuk saat darurat
bencana (program gizi darurat).

Tabel 4.1
Intervensi Gizi Spesifik Percepatan Pencegahan Stuntin g

KELOMPOK INTERVENSI INT ERVENSI INTERVENSI


SASARAN PRIORITAS PENDUKU N G PRIORITAS
SESUAI
KONDISI
TERTENTU
Remaja Puteri/ Suplementasi tablet
Calon Pengantin tambah darah
Ibu hamil Pemberian Suplementasi Perlindungan dari
makanan kalsium Malaria
tambahan bagi ibu hami l Pemeriksaan Pencegahan HIV
dari kelompok miskin / kehamilan
Kurang Energi Kronik
(KEK)

Ibu menyusui Promosi dan konseling Suplementasi Pencegahan


dan anak 0-23 menyusui kapsul vitamin kecacingan
bulan Promosi dan konseling A Suplementasi
pemberian makan bayi
dan anak (PMBA) taburia
Tata laksana gizi buruk Imunisasi
Pemberian makanan Suplementasi
tambahan pemulihan zinc
bagi anak kurus untuk
Pemantauan dan promosi pengobatan
pertumbuhan diare Manajemen

31 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Anak 24-59 Tata laksana gizi buruk Suplementasi Pencega han
bulan Pemberian kapsul vitamin kecacingan
makanan A Suplementasi
tambahan taburia
pemulihan bagi Suplementasi
anak kurus zinc
Pemantauan dan untuk
promosi pengobat
pertumbuhan an diare
Manajemen
terpadu

Sumber: Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting, 2018-2024

2. Intervensi Sensitif
Intervensi Sensitif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi
penyebab tidak langsung terjadinya Stunting. Intervensi gizi sensitif
mencakup: (a) Peningkatan akses pangan bergizi; (b) Peningkatan
kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak; (c)
Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; dan (d)
Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi. Intervensi gizi
sensitif umumnya dilaksanakan di luar Kementerian Kesehatan.
Sasaran intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat
umum. Intervensi dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan
sebagaimana tercantum di dalam Tabel 4.1 Program/kegiatan intervensi
di dalam tabel tersebut dapat ditambah dan disesuaikan dengan kondisi
masyarakat setempat.

32 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Tabel 4.2
Intervensi Gizi Sensitif Percepatan Pencegahan Stunting

PROGRAM KETERSED IA AN
INTERVENSI SENSITIF

Peningkatan penyediaan Akses air minum yang aman


air
Akses sanitasi yang layak
minum dan sanitasi
Peningkatan akses dan Akses pelayanan Keluarga Berencana (KB)
Kualitas pelayanan gizi Akses Jaminan Keseh atan (JKN)
dan kesehatan Akses bantuan uang tunai untuk keluarga kurang
mampu (PKH)
Peningkatan kesadaran, Penyebarluasan informasi melalui berbagai media
Komitmen dan praktik Penyediaan konseling perubahan perilaku antar
pribadi
pengasu han dan gizi ibu
Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua
dan anak
Penyediaan akses Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
promosi stimulasi anak usia dini, dan pemantauan
tumbuh-k em bang anak
Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi
Peningkatan akses Akses bantuan pangan non tunai (BPNT) untuk
pangan Bergizi keluarga kurang
mampu
Akses fortifikasi bahan pangan utama (garam,
tepung terigu, minyak goreng)
Akses kegiatan Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL) Penguatan
regulasi mengenai label dan iklan
Sumber: Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting, 2018-2024

B. Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting

Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu,


mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Pengalaman global
menunjukkan bahwa penyelenggaraan intervensi yang terpadu untuk
menyasar kelompok prioritas di lokasi prioritas merupakan kunci
33 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh kembang anak, dan pencegahan
stunting.
Upaya percepatan pencegahan stunting akan lebih efektif apabila intervensi
gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif dilakukan secara konvergen.
Konvergensi penyampaian layanan membutuhkan keterpaduan proses
perencanaan, penganggaran, dan pemantauan program/kegiatan pemerintah
secara lintas sektor untuk memastikan tersedianya setiap layanan intervensi
gizi spesifik kepada keluarga sasaran prioritas dan intervensi gizi sensitif
untuk semua kelompok masyarakat, terutama masyarakat miskin.

Dengan kata lain, konvergensi didefinisikan sebagai sebuah pendekatan


intervensi yang dilakukan secara terkoordinir, terpadu, dan bersama-sam a
pada target sasaran wilayah geografis dan rumah tangga prioritas untuk
mencegah stunting. Penyelenggaraan intervensi secara konvergen dilakukan
dengan menggabungkan atau mengintegrasikan berbagai sumber daya
untuk mencapai tujuan bersama.

Upaya konvergensi akan terwujud apabila:


1. Program/kegiatan Nasional, daerah, dan desa sebagai penyedia
layanan intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif dilaksanakan secara
terpadu dan terintegrasi sesuai kewenangan.
1. Layanan dari setiap intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif tersedia
dan dapat diakses bagi kelompok masyarakat yang membutuhkan,
terutama rumah tangga 1.000 HPK (ibu hamil, ibu menyusui dan anak
usia 0-23 bulan).
2. Kelompok sasaran prioritas menggunakan dan mendapatkan manfaat
dari layanan tersebut.
Upaya konvergensi percepatan pencegahan stunting dilaksanakan mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi program/
kegiatan.

34 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Pada tahap perencanaan, konvergensi diarahkan pada upaya penajam an
proses perencanaan dan penganggaran regular yang berbasis data dan
informasi faktual agar program dan kegiatan yang disusun lebih tepat sasaran
melalui: (i) pelaksanaan analisis situasi awal; (ii) pelaksanaan rembuk
stunting; dan (iii) penyusunan rencana kerja. Analisis situasi awal dan rembuk
stunting dilakukan untuk mengetahui kondisi stunting di wilayah
kabupaten/kota, penyebab utama, dan identifikasi program/kegiatan yang
selama ini sudahdilakukan. Dari analisis ini diharapkan dapat menentukan
program/kegiatan, kelompok sasaran, sumber pendanaan2 dan lokasi
upaya percepatan pencegahan stunting di daerah, yang kemudian
diterjemahkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana
Kerja Organisasi Perangkat daerah (OPD) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).

Pada tahap pelaksanaan, konvergensi diarahkan pada upay a untuk


melaksanakan intervensi gizi spesifik dan sensitif secara bersama dan
terpadu di lokasi yang telah disepakati bersama, termasuk didalamny a
mendorong penggunaan dana desa untuk percepatan pencegahan stunting
dan mobilisasi Kader Pembangunan Manusia (KPM). Sedangkan pada tahap
pemantauan dan evaluasi, konvergensi dilakukan melalui pelaksanaan
pemantauan yang dilakukan bersama dengan menggunakan mekanisme
dan indikator yang terkoordinasikan dengan baik secara berkelanjutan.
Sehingga hasil pemantauan dan evaluasi dapat dijadikan acuan bagi semua
pihak yang terkait untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan upaya
percepatan pencegahan stunting dan memberikan masukan bagi tahap
perencanaan dan penganggaran selanjutnya.

C. Rangkuman

Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu, mencakup


intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Intervensi spesifik adalah kegiatan
yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab langsung terjadinya stunting,
meliputi: 1) Kecukupan asupan makanan dan gizi; 2) Pemberian makan,
perawatan dan pola asuh; dan 3) Pengobatan infeksi/penyakit. Terdapat tiga
kelompok intervensi gizi spesifik: intervensi prioritas; intervensi pendukung dan
35 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
intervensi sesuai kondisi tertentu. Intervensi Sensitif adalah kegiatan yang
dilaksanakan untuk mengatasi penyebab tidak langsung terjadinya stunting.
Intervensi gizi sensitif mencakup: (a) Peningkatan akses pangan bergizi;
(b) Peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan
anak; (c) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; dan
(d) Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi. Intervensi gizi
sensitif umumnya dilaksanakan di luar Kementerian Kesehatan. Upaya
percepatan pencegahan stunting akan lebih efektif apabila intervensi gizi
spesifik dan intervensi gizi sensitif dilakukan secara konvergen. Konvergensi
penyampaian layanan membutuhkan keterpaduan proses perencanaan,
penganggaran, dan pemantauan program/kegiatan pemerintah secara lintas
sektor untuk memastikan tersedianya setiap layanan intervensi gizi spesifik
kepada keluarga sasaran prioritas dan intervensi gizi sensitif untuk
semua kelompok masyarakat, terutama masyarakat miskin.

D. Latihan

Jawablah pertanyaan berikut dengan jawaban yang benar!


1. Dalam pencegahan stunting diperlukan intervensi terintegrasi,
jelaskan tentang intervensi spesifik!
2. Jelaskan tentang intervensi sensitive!
3. Sebutkan dan jelaskan tiga kelompok intervensi gizi spesifik!
4. Jelaskan tentang kovergensi percepatan pencegahan stunting!
5. Jelaskan tahap pemantauan dan evaluasi pada konvergensi
percepatan pencegahan stunting!

E. Tes Formatif

1. Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu,


mencakup:
a. intervensi gizi spesifik dan gizi anak
b. intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif

c. intervensi pemenuhan protein nabati


d. intervensi imunisasi lengkap
e. intervensi pemberian vitamin A

36 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
2. Intervensi prioritas; intervensi pendukung dan intervensi sesuai kondisi
tertentu, merupakan kelompok dari:
a. Intervensi gizi seimbang
b. Intervensi Sensitif
c. Intervensi Spesifik
d. Intervensi Tunggal
e. Intervensi menyeluruh

3. Layanan dari setiap intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif tersedia
dan dapat diakses bagi kelompok masyarakat yang membutuhkan,
terutama rumah tangga 1.000 HPK (ibu hamil, ibu menyusui dan
anak usia 0-23 bulan) merupakan:
a. Salah satu syarat keberhasilan pelaksanaan konvergensi PPS
b. Satu-satunya program di Kementerian/ Lembaga
c. Program prioritas di kelompok kegiatan
d. Wacana omong kosong dan harus diabaikan
e. Semua jawaban benar

4. Upaya konvergensi percepatan pencegahan stunting dilaksanakan


melalui tahapan:
a. Awal, Proses dan Akhir
b. Input, Proses dan Output
c. Pembukaan, Pelaksanaan dan Penutup
d. Perencanaan, Pelaksanaan dan Monev
e. Need assessment, Analisis dan Tindak lanjut

5. Peningkatan akses pangan bergizi merupakan bagian dari:


a. Intervensi Spesifik
b. Intervensi Sensitif
c. Intervensi Preventif
d. Intervensi Promotif
e. Intervensi Kuratif

37 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah mengerjakan Tes Formatif pada BAB IV ini, silahkan Saudara nilai
hasil dari tes tersebut dan cocokkan dengan kunci jawaban yang tersedia
dalam modul ini. Apabila Saudara dapat menjawab 5 soal dengan benar, maka
Saudara dianggap menguasai Pokok Bahasan ini, dan Saudara dapat
melanjutkan ke BAB berikutnya, namun demikian apabila jawaban benar
Saudara belum mencapai 4 soal, sebaiknya Saudara perlu kembali mendalam i
Pokok Bahasan tersebut dengan lebih baik.

38 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BAB V

MEKANISME RUJUKAN PELAYANAN T IM


PENDAMPING KELUARGA

Indikato r Hasil Belajar:

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat


menjelaskan mekanisme rujukan pelayanan oleh tim pendamping keluarga

A. Peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) dalam Penapisan dan


Pendampingan Keluarga

Tim Pendamping Keluarga yang terdiri dari Bidan, Kader PKK dan Kader KB
mempunyai peran sesuai tugas masing-masing. Dalam pendampingan
keluarga berkelanjutan mulai dari calon pengantin, Pasangan Usia Subur,
masa kehamilan, masa nifas dan kepada bayi baru lahir 0-59 bulan dapat kita
ketahui peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) sebagai berikut:

1. Calon Pengantin (Catin)


a. Skrining kelayakan menikah 3 bulan sebelum hari H dengan mencatat
umur dan mengukur Tinggi Badan, Berat Badan, lingkar lengan atas
(LiLA) dan HB, terdiri 2 kategori
1) Lolos skrining berarti layak menikah.
2) Tidak lolos skrining perlu pendampingan ketat.
Jika tidak lolos skrining, diberi waktu koreksi selama 3 bulan, laporkan
hasil akhir (terkoreksi atau belum).

2. Pasangan Usia Subur (PUS)


a. Skrining kelayakan calon ibu hamil, terdiri dari 2 kategori:
1) Calon ibu hamil sehat (berasal dari yang lolos skrining dan yang
terkoreksi).

39 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
2) Calon ibu hamil dengan penyulit (berasal dari yang belum
terkoreksi).
b. Melakukan pendampingan dan memberikan pelayanan kontrasepsi
untuk menunda kehamilan (pil atau kondom).

3. Masa Kehamilan
a. Pendampingan pada semua ibu hamil dengan melakukan skrining awal
dengan mengindetifikakasi risiko 4T (4 Terlalu: Terlalu muda, Terlalu
tua, Terlalu dekat dan Terlalu banyak), Hb, status gizi KEK/Obes
berdasar Indeks Massa Tubuh (IMT) dan atau lingkar lengan atas
(LiLA) serta penyakit penyerta, terdiri dari 3 kategori:
1) Kehamilan Sehat
2) Kehamilan Patologis (penyakit penyerta)
3) Kehamilan Risiko Stunting (spesifik: anemia, KEK, 4T)
b. Pendampingan ketat pada kehamilan Risiko Stunting dan Kehamilan
Patologis masif 8-10 kali selama kehamilan, terintegrasi dengan Tim
Antenatal Care (ANC) Puskesmas/Tingkat Kecamatan.
c. Pendampingan pada kehamilan sehat, dengan intensitas 6-8 kali,
terintegrasi dengan Tim Antenatal Care (ANC) Puskesmas/Tingkat
Kecamatan
d. Pendampingan ketat pada janin terindikasi Risiko Stunting, terdiri dari
2 kategori:
1) Janin Sehat
2) Janin Risiko Stunting (variabel: TBJ tidak sesuai usia kehamilan
(PJT), gemelli)
Deteksi dini setiap penyulit. Jangan sampai terlambat mendiagnosa, terlambat
merujuk dan akhirnya terlambat penanganan (bertujuan menekan angka kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Balita (AKB).

40 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
4. Masa Nifas
Memastikan KBPP, ASI eksklusif, imunisasi, asupan cukup gizi ibu menyusui,
serta tidak ada komplikasi masa nifas. Pastikan kunjungan Postnatal Care
(PNC).

5. Balita 0 - 59 bulan
a. 0-23 bulan
Skrining awal bayi baru lahir dengan mengukur Berat Badan
(BB), Panjang Badan (PB), Lingkar Kepala (LK), umur dalam
kandungan dan bayi kembar), terdiri dari 2 kategori:
1) Bayi Lahir Sehat.
Bayi lahir sehat dilakukan pendampingan tumbuh
kembang sampai umur 23 bulan.
2) Bayi Lahir Risiko Stunting (Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
Premature, Panjang Badan (PB) kurang dari 48 cm,
microchepali, hydrochepalus, gemeli).
Bayi 0-23 bulan dengan risiko Stunting dilakukan
pendampingan dan pelayanan sebagai berikut:

41 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Tabel 5.1
Bayi 0-23 bulan dengan Kondisi Risiko
Stunting
NO INDIKATOR SUMBER KONDISI PENDAMPINGAN
DATA BALITA DATA BERISIKO
STUNTING

Bayi lahir EPPGBM lahir kurang mendapatkan mendapatkan


kurang dari dari 2500 tata laksana fasilitasi
1.
2500 gram gram kesehatan rujukan
2. Bayi lahir EPPGBM lahir kurang mendapatkan mendapatkan
kurang dari dari 48 cmcm pendampingan fasilitasi
48 cm penyuluhan rujukan
3. Bayi usia 0 - EPPGBM tidak mendapatkan mendapatkan
6 bulan yang pendampingan fasilitasi
mendapatkan mendapatkan penyuluhan rujukan
ASI Ekslusif Asi Esklusif
4. Bayi usia 0 - EPPGBM tidak mendapatkan mendapatkan
11 bulan mendapatkan pendampingan fasilitasi
yang imunisasi penyuluhan rujukan
mendapatkan

imunisasi dasar
dasar lengkap
lengkap
5. Baduta usia EPPGBM tidak mendapatkan mendapatkan
6 - 23 bulan mendapatkan pendampingan fasilitasi
yang penyuluhan rujukan
mendapatkan MPASI
MPASI
6. Baduta usia EPPGBM mengalami mendapatkan mendapatkan
0 - 23 bulan infeksi kronis tata laksana fasilitasi
dengan (ISPA, kesehatan rujukan
infeksi kronis kecacingan,
diare)
7. Baduta 0 - 23 EPPGBM mengalami mendapatkan mendapatkan
bulan dengan gizi buruk tata laksana fasilitasi
gizi buruk gizi buruk rujukan
8. Baduta 0 - 23 EPPGBM mengalami mendapatkan mendapatkan
bulan dengan gizi kurang tata laksana fasilitasi
gizi kurang asupan gizi rujukan

*) e-PPGBM adalah Aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat

42 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
a. Anak usia 24-59
bulan
Pendampingan anak usia 24-59 bulan oleh Tim Pendamping
difokuskan pada pengasuhan dan pemantauan tumbuh
kembang balita agar optimal. Berikut kondisi risiko Stunting dan
pelaksanaan pendampingan Balita 24-59

Tabel 5.2
Balita 24 – 59 bulan dengan Kondisi Risiko Stunting

NO. INDIKATOR DATA SUMBER KONDISI PENDAMPINGAN


BALITA DATA BERISIKO
STUNTING
1. Balita 24-59 bulan Eppgbm mengalami mendapatkan mendapatkan
dengan infeksi infeksi kronis tata laksana fasilitasi
kronis (ISPA, kesehatan rujukan
kecacingan,
diare)
2. Balita 24-59 bulan Eppgbm mengalami gizi mendapatkan mendapatkan
dengan gizi buruk asupan gizi fasilitasi
kurang rujukan
3. Balita 24-59 bulan Eppgbm mengalami gizi mendapatkan mendapatkan
dengan gizi buruk kurang tata laksana fasilitasi
gizi buruk rujukan
4. Balita 0-59 bulan Eppgbm berat badan mendapatkan mendapatkan
dengan berat dan panjang stimulasi fasilitasi
badan dan badan/tinggi tumbuh rujukan
panjang/tinggi badan tidak kembang
badan sesuai sesuai usia
standar (sesuai
usia)
5. Balita 0-59 bulan KKA perkembangan mendapatkan mendapatkan
yang dipantau Online tidak sesuai stimulasi fasilitasi
perkembangannya usia perkembangan rujukan
sesuai standar
(sesuai usia)

*) e-PPGBM adalah Aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi


Berbasis Masyarakat

43 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Tim Pendamping Keluarga dalam pendampingan keluarga berperan
melakukan penapisan, sehingga dari penapisan tersebut dapat diketahui
apakah keluarga yang didampingi termasuk keluarga yang berisiko stunting
atau tidak. Untuk mengingatkan Kembali penapisan dan pendampingan
keluarga, dapat dilihat proses penapisan oleh TPK dibawah ini:
Gambar 5.1
Alur Penapisan dan Pendampingan Keluarga Berisiko Stunting

Sumber: Bahan Tayang “Peran TPK dalam PPS” yang disampaikan oleh
Kepala BKKBN, Desember 2021

Dari penapisan yang dilakukan TPK, jika terdapat klaster keluarga berisik o
stunting, maka TPK dapat melakukan tindak lanjut misalnya dengan
melakukan rujukan.

B. Pelayanan Fasilitasi Intervensi oleh TPK


Keluarga berisiko stunting adalah keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor
risiko stunting, yaitu:
1. keluarga dengan anak remaja puteri/calon pengantin
2. keluarga dengan Ibu Hamil
3. keluarga dengan anak usia 0 (nol)-23 (dua puluh tiga) bulan
4. keluarga dengan anak usia 24 (dua puluh empat)-59 (lima puluh
sembilan) bulan
yang mana keempat klaster keluarga tersebut berasal dari keluarga dengan
pendapatan rendah/ miskin (berstatus pra sejahtera) , pendidikan orang tua
44 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
rendah (SD atau SMP) terutama isteri, mempunyai anak balita ≥ 2 dan atau anak
≥ 3, lingkungan dan sanitasi buruk, dan tidak mempunyai akses air bersih.

Intervensi spesifik adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi


penyebab langsung terjadinya stunting, meliputi: 1) Kecukupan asupan makanan
dan gizi; 2) Pemberian makan, perawatan dan pola asuh; dan 3) Pengobatan
infeksi/penyakit.

Sesuai pada lampiran Perpres No. 72 Tahun 2021, layanan dalam intervensi
spesifik antara lain:
1. Tambahan asupan gizi bagi Ibu Hamil dengan KEK, penanggung jawab
Kementerian Kesehatan.
2. Pemberian 90 tablet tambah darah selama masa kehamilan pada ibu
hamil, penanggung jawab Kementerian Kesehatan
3. Pemberian Tablet tambah darah bagi remaja puteri, penanggung jawab
Kementerian Kesehatan
4. Pemberian ASI ekslusif pada bayi usia kurang dari 6 bulan, penanggung
jawab Kementerian Kesehatan.
5. Pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) bagi anak usia 6-23
bulan, penanggung jawab Kementerian Kesehatan.
6. Pemberian pelayanan tata laksana gizi buruk bagi anak berusia dibawah
lima tahun (Balita), penanggung jawab Kementerian Kesehatan
7. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia dibawah
lima tahun (Balita), penanggung jawab Kementerian Kesehatan
8. Pemberian asupan gizi bagi anak berusia dibawah lima tahun (Balita),
penanggung jawab Kementerian Kesehatan
9. Pemberian imunisasi dasar lengkap bagi anka dibawah usia lima tahun
(Balita), penanggung jawan Kementerian Kesehatan.

Sebagai contoh intervesi spesifiknya bagi keluarga berisiko stunting yang meliputi
kecukupan asupan makanan dan gizi, maka jika terdapat keluarga yang
mempunyai ibu hamil dengan kondisi KEK, maka TPK harus melakukan koordinasi
di lapangan terkait dengan pemberian asupan gizi bagi Ibu hamil dengan KEK
dengan intervensi gizi dengan petugas Kesehatan di Puskesmas. Kemudian

45 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
merujuk Ibu Hamil ke Fasilitas Kesehatan pertama (Polindes/ PUSTU/
PUSKESMAS). Bagi ibu hamil dengan KEK yang sudah menerima bantuan harus
diberikan KIE perubahan perilaku untuk memastikan bahwa ibu hamil tidak lagi
kekurangan energi kronis.

Bentuk pelayanan intervensi sensitif bagi seluruh keluarga berisiko stunting


yang meliputi peningkatan penyediaan air minum dan sanitasi; peningkatan akses
dan kualitas pelayanan gizi dan Kesehatan; peningkatan kesadaran, komitmen,
dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak ; serta meningkatan akses
pangan bergizi.

Sesuai pada lampiran Perpres No. 72 Tahun 2021, layanan dalam intervensi
sensitif, antara lain:
1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) pascapersalinan,
penanggungjawab BKKBN.
2. Pelayanan penurunan persentasi kehamilan yang tidak diinginkan,
penanggung jawab BKKBN.
3. Menyediakan akses pemeriksaan Kesehatan sebagai bagian dari
pelayanan nikah bagi calon PUS, penanggung jawab BKKBN.
4. Pelayanan akses air minum layak bagi rumah tangga di kabupaten/
Kota, penanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.
5. Pemberian akses sanitasi (air limbah domestik) layak di
kabupatenlkota lokasi prioritas bagi rumah tangga, penanggung jawab
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
6. Pemberian Jaminan Kesehatan Nasional bagi Penerima Bantuan
Iuran (PBI), penanggung jawab Kementerian Kesehatan.
7. Pendampingan bagi Keluarga berisiko stunting, penanggung jawab
BKKBN.
8. Bantuan tunai bersyarat bagi keluarga miskin, penanggung jawab
Kementerian Sosial.
9. Pemberian KIE tentang pemahaman stunting bagi keluarga,
penanggung jawab Kementerian Kesehatan.

46 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
10. Bantuan Sosial Pangan bagi keluarga miskin dan rentan, penanggung
jawab Kementerian Sosial.

11. Bantuan untuk program stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau
Open Defecation Free (ODF) bagi desa/ kelurahan, penanggung jawab
Kementerian Kesehatan.

Sebagai contoh intervesi sensitifnya adalah peningkatan penyediaan air


minum dan sanitasi, maka jika terdapat keluarga dengan kondisi tentang
sanitasi, misalnya belum mempunyai jamban, maka TPK harus melakukan
koordinasi di lapangan terkait dengan fasilitasi jamban sehat bagi keluarga
berisiko stunting dengan berkoordinasi dengan tim SBMT (Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat) dan TPK memfasilitasi dengan cara menghubungk an
keluarga berisiko stunting yang belum memiliki akses terhadap sanitasi yang
baik dengan Tim SBMT. Dan bagi keluarga yang sudah diberikan akses
sanitasi yang baik perlu dilakukan KIE Perubahan Perilaku untuk memastikan
bahwa keluarga yang bersangkutan telah memanfaatkan dengan baik. Jika
ternyata pelayanan bantuan harus melalui Dinas/ Instansi terkait, maka TPK
harus melapor ke Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat desa/
kelurahan untuk ditindaklanjuti.

Demikian juga Pelayanan bagi keluarga berisiko stunting dengan kondisi Pra
sejahtera/ miskin/ Pendidikan rendah/ Lingkungan dan sanitasi tidak layak/
terkendala akses air bersih. Bagi keluarga yang seperti ini, maka TPK harus
memberikan laporan kepada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS)
Tingkat Desa untuk ditindaklanjuti ke Dinas/ Instansi terkait.

C. Mekanisme Rujukan Pelayanan Tim Pendamping Keluarga

Setelah melakukan penapisan dan pendampingan keluarga, jika TPK mengetahui


kondisi keluarga berisiko stunting, apa yang harus dilakukan? Sesuai dengan
Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 12
Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka
Stunting Indonesia Tahun 2021 – 2024, maka TPK harus melakukan pelaporan

47 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
dan rujukan. Adapun mekanisme rujukan TPK jika terdapat keluarga berisiko
stunting dapat kita pelajari sebagai berikut:
1. Mekanisme Rujukan bagi Calon Pengantin
Mekanisme yang dimaksud adalah jika terdapat keluarga yang berisiko
stunting (dengan anemia/ KEK (IMT < 20 dan atau LILA < 23,5 cm)/ usia
dibawah 19 tahun). Mekanisme rujukan bagi Catin adalah:
a. Catin Anemia
Calon Pengantin akan mengisi Elsimil 3 (tiga bulan) sebelum
melangsungkan pernikahan. Dari data Elsimil, jika diketahui bahwa
calon pengantin mengalami anemia, maka TPK harus:
1) Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dengan
chat di Elsimil/ chat melalui WA/ Melakukan kunjungan rumah. Isi
pesan KIE adalah Kesehatan Reproduksi (KESPRO) khususnya
mencegah dan mengatasi anemia.
2) Memberikan rujukan ke fasilitas kesehatan pertama, yaitu
Polindes/ Pustu/ Puskesmas untuk mendapatkan tablet
tambah darah.
3) Memantau apakah tablet tambah darah diminum sesuai
aturan dengan melakukan chat di elsimil/ chat melalui WA/
melakukan kunjungan rumah.

Mekanisme rujukan yang dilakukan oleh TPK dapat dilihat pada


gambar dibawah ini:

Gambar 5.2
Mekanisme Rujukan Catin Anemia

48 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
b. Catin dengan KEK
Calon Pengantin akan mengisi Elsimil 3 (tiga bulan) sebelum
melangsungkan pernikahan. Dari data Elsimil, jika diketahui
bahwa calon pengantin mengalami KEK (IMT < 20 dan atau LILA
< 23,5 cm), maka TPK harus:
1) Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
dengan chat di Elsimil/ chat melalui WA/ Melakukan
kunjungan rumah. Isi pesan mengenai KESPRO dan KEK
(IMT < 20 dan atau LILA < 23,5 cm), asupan gizi seimbang,
program DAHSAT (Dapur sehat atasi stunting) dan pola
hidup sehat.
2) Melakukan
a) Pemberitahuan kepada catin agar mengakses informasi
tentang program DAHSAT (Dapur sehat atasi stunting)
melalui youtube channel, maupun dengan membaca
buku-buku seperti “Kumpulan Resep Pemanfaatan
Pangan Lokal Guna Percepatan Penurunan Stunting”
yang diterbitkan Pusdiklat KKB BKKBN.
b) Rujukan ke fasilitas kesehatan pertama, yaitu Polindes/
Pustu/ Puskesmas untuk mendapatkan Suplemen
makanan dan KIE tentang asupan gizi bagi catin.

49 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
3) Memantau apakah catin sudah menerapkan pola hidup sehat
dan mengkonsumsi menu makanan bergizi seimbang dengan
melakukan chat di elsimil/ chat melalui WA/ melakukan
kunjungan rumah.
Mekanisme rujukan yang dilakukan oleh TPK dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:

Gambar 5.3
Mekanisme Rujukan Catin dengan KEK

c. Catin kurang 19 tahun


Calon Pengantin akan mengisi Elsimil 3 (tiga bulan) sebelum
melangsungkan pernikahan. Dari data Elsimil, jika diketahui bahwa
calon pengantin berusia kurang dari 19 tahun, maka TPK harus:
1) Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dengan
chat di Elsimil/ chat melalui WA/ Melakukan kunjungan rumah
dengan chat di Elsimil/ chat melalui WA/ Melakukan
kunjungan rumah.

50 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Isi pesan mengenai Pendewasaan Usia Perkawinan,
Kesehatan Reproduksi, Perencanaan kehamilan (menunda
kehamilan) dan Alat dan obat kontrasepsi.
2) Memberikan rujukan ke fasilitas kesehatan pertama, yaitu
Polindes/ Pustu/ Puskesmas untuk mendapatkan KIE
tentang penundaan kehamilan dengan memakai alokon
bagi PUS yang belum berusia 21 tahun.
3) Memantau apakah catin sudah memahami tentang
Kesehatan reproduksi khususnya kapan tepat
merencanakan kehamilan (menunda kehamilan) dengan
melakukan chat di elsimil/ chat melalui WA/ kunjungan
rumah.
4) Setelah catin menikah, maka TPK harus memantau apakah
PUS menunda kehamilan dengan cara memakai alokon.
Mekanisme rujukan yang dilakukan oleh TPK dapat dilihat
pada gambar dibawah ini:

Gambar 5.4
Mekanisme Rujukan Catin dibawah 19 Tahun

2. Mekanisme Rujukan bagi Ibu Hamil dengan anemia/ KEK (IMT <20 dan
atau LILA <23,5 cm)

51 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Mekanisme rujukan bagi ibu hamil adalah sebagai berikut:
a. Ibu Hamil dengan Anemia
Ibu yang hamil sudah masuk pada aplikasi Elsimil, jika TPK mengetahui
terdapat kasus ibu Hamil yang Anemia, maka TPK harus:
1) Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
dengan chat di Elsimil/ chat melalui WA/ Melakukan
kunjungan rumah
2) Memberikan rujukan ke fasilitas kesehatan pertama, yaitu
Polindes/ Pustu/ Puskesmas untuk mendapatkan tablet tambah
darah dan untuk mendapatkan akses pelayanan Ante natal
care (ANC)
3) Memantau apakah tablet tambah darah diminum sesuai
aturan dengan melakukan chat di elsimil/ chat melalui WA/
melakukan kunjungan rumah untuk memastikan ibu hamil
meminum Tablet Tambah Darah (TTD) dan menerapkan pola
hidup sehat serta mendapatkan akses pelayanan Ante natal
care (ANC).
Mekanisme rujukan yang dilakukan oleh TPK dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:

Gambar 5.5
Mekanisme Rujukan Ibu Hamil Anemia

52 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
b. Ibu Hamil dengan KEK (IMT <20 dan atau LILA <23,5 cm)
1) Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi dengan chat
di Elsimil/ chat melalui WA/ Melakukan kunjungan rumah.
Isi pesan mengenai KEK, asupan gizi, program DAHSAT
(Dapur sehat atasi stunting) dan pola hidup sehat.
2) Melakukan
a) Pemberitahuan agar ibu hamil mengakses informasi
tentang DAHSAT (Dapur sehat atasi stunting) melalui
youtube channel, maupun dengan membaca buku-
buku seperti “Kumpulan Resep Pemanfaatan Pangan
Lokal Guna Percepatan Penurunan Stunting” yang
diterbitkan Pusdiklat KKB BKKBN.
b) Ke fasilitas kesehatan pertama, yaitu Polindes/ Pustu/
Puskesmas untuk mendapatkan Suplemen makanan
dan KIE tentang asupan gizi bagi ibu hamil dan
mendapatkan akses pelayanan Ante natal care
(ANC).
c) Memantau apakah ibu hamil sudah menerapkan pola
hidup sehat dengan melakukan chat di elsimil/ chat
melalui WA/ melakukan kunjungan rumah untuk
memastikan kondisi ibu hamil mengkonsumsi
suplemen makanan/ asupan makanan bergizi,
menerapkan pola hidup sehat dan mendapatkan
akses pelayanan Ante natal care (ANC).
Mekanisme rujukan yang dilakukan oleh TPK dapat dilihat
pada gambar dibawah ini:

Gambar 5.6
Mekanisme Rujukan Ibu Hamil dengan KEK

53 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
c. Mekanisme Rujukan bagi Ibu Hamil dengan penyakit penyerta
1) Melakukan Melakukan Komunikasi, Informasi dan
Edukasi dengan chat di Elsimil/ chat melalui WA/
Melakukan kunjungan rumah. Isi pesan tentang pola hidup
sehat, pentingnya pemeriksaan kehamilan dan persiapan
melahirkan.
2) Melakukan Rujukan ke PUSKESMAS untuk
mendapatkan pelayanan pemeriksaan terkait dengan
penyakit penyerta dan mendapatkan akses pelayanan
Ante natal care (ANC).
3) Memantau kondisi ibu hamil dengan penyakit penyerta,
apakah minum obat yang diresepkan oleh dokter dan
memastikan ibu hamil menerapkan pola hidup sehat dan
persiapan melahirkan serta mendapatkan akses Ante
natal care (ANC).

Mekanisme rujukan yang dilakukan oleh TPK dapat dilihat pada


gambar dibawah ini:

Gambar 5.7
Mekanisme Rujukan Ibu Hamil dengan Penyakit Penyerta

54 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
d. Mekanisme Rujukan bagi Ibu Hamil dengan kondisi normal
1) Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi dengan chat di
Elsimil/ chat melalui WA/ Melakukan kunjungan rumah. Isi
pesan tentang KESPRO, pola hidup sehat, pentingny a
pemeriksaan kehamilan dan persiapan melahirkan.
2) Merujuk ke PUSKESMAS untuk mendapatkan pelayanan
pemeriksaan kehamilan dan akses pelayanan Ante natal
care.
3) Memantau kondisi ibu hamil apakah memeriksakan
kehamilan secara rutin dan memastikan ibu hamil menerapkan
pola hidup sehat dan mendapatkan akses pelayanan Ante natal
care (ANC).

Mekanisme rujukan yang dilakukan oleh TPK dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Gambar 5.8
Mekanisme Rujukan Ibu Hamil dengan kondisi Normal

55 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
3. Mekanisme Rujukan bagi Anak usia 0 – 59 bulan dengan
pertumbuhan yang lambat (PB/ TB dan BB rendah)/ perkembangan
anak lambat (tidak dapat melakukan tugas perkembangan anak sesuai
umurnya). Mekanisme rujukan bagi Baduta dan Balita adalah sebagai
berikut:
a. Mekanisme Rujukan bagi Anak Usia 0 – 59 bulan
dengan pertumbuhan yang lambat (PB/ TB dan BB rendah).
1) Melakukan chat melalui WA/ komunikasi langsung di
kelompok kegiatan POSYANDU/ kunjungan rumah. Isi
pesannya adalah tentang tumbuh kembang balita, asupan
gizi seimbang, ASI dan MPASI.
2) Melakukan rujukan ke POSYANDU. Setelah di meja 1
dilakukan pendaftaran, meja 2 dilakukan pengukuran TB
dan BB, meja 3 dilakukan Pencatatan, maka dapat
diketahui status gizi si Anak maka Ibu harus ke meja 4 untuk
mendapatkan pelayanan penyuluhan gizi dan ke meja 5
untuk mendapatkan pelayanan Kesehatan. Mendapatkan
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan mendapatkan
Vitamin A serta mendapatkan pelayanan imunisasi lengkap.
Jika diperlukan pelayanan yang lebih, maka kader
POSYANDU akan merujuk ke PUSKESMAS.

56 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
3) Memantau dengan melakukan chat melalui WA/ menemui
keuarga berisiko stunting ini di POSYANDU/ kunjungan
rumah.
Mekanisme rujukan yang dilakukan oleh Tim Pendamping Keluarga
(TPK) dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 5.9
Mekanisme Rujukan Anak 0 – 59 bulan dengan
Pertumbuhan Lambat (TB dan BB rendah)

b. Mekanisme Rujukan bagi Anak Usia 0 – 59 bulan dengan


perkembangan yang lambat (tidak dapat melakukan tugas
perkembangan anak sesuai umurnya)
1) Melakukan chat melalui WA/ komunikasi langsung di
kelompok kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB)/ kunjungan
rumah. Isi pesannya adalah tentang tumbuh kembang balita
dan pola asuh anak, pola hidup sehat, ASI dan MPASI serta

57 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
pentingnya ikut serta dalam kegiatan BKB jika orangtua si
anak belum ikut kegiatan di kelompok BKB.
2) Melakukan rujukan ke Kelompok Kegiatan BKB. Untuk
mendapatkan mendaftarkan diri dan untuk mendapatkan
KIE tentang tumbuh kembang anak dan pola asuh anak.
Anak distimulus dengan Alat Permainan Edukatif (APE)
3) Jika diketahui perkembangan anak memang membutuhkan
penanganan yang lebih lanjut, maka Tim Pendamping
Keluarga (TPK) atau Kader BKB harus merujuk ke fasilitas
Kesehatan yaitu PUSKESMAS atau merujuk ke Pusat
Pelayanan Keluarga Sejahtera sesuai dengan kebutuhan si
anak.

Mekanisme rujukan yang dilakukan oleh Tim Pendamping Keluarga


(TPK) dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 5.10
Mekanisme Rujukan Anak 0 – 59 bulan
dengan Perkembangan Lambat
(Tidak dapat melakukan Tugas Perkembangan Anak sesuai
umurnya)

58 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
4. Mekanisme Rujukan bagi Keluarga Berisiko Stunting dengan kondisi Pra
sejahtera/ miskin/ Pendidikan rendah/ Lingkungan dan sanitasi tidak
layak/ terkendala akses air bersih.
Permasalahan karena pra sejahtera/ miskin/ penghasilan rendah bisa
dirujuk ke kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor
(UPPKA).

Permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan bantuan dari


kementerian yang berada pada level dinas di kabupaten/ kota, maka Tim
Pendamping Keluarga (TPK) akan melaporkan ke Tim Percepatan
Penurunan Stunting (TPPS) tingkat desa/ kelurahan.
Mekanisme rujukan yang dilakukan oleh Tim Pendamping Keluarga
(TPK) dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 5.11
Mekanisme Rujukan bagi Keluarga Berisiko Stunting dengan
kondisi Pra sejahtera/ miskin/ Pendidikan rendah/ Lingkungan dan
sanitasi tidak layak/ terkendala akses air bersih

59 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
D. Rangkuman

Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari Bidan, Kader PKK dan
Kader KB mempunyai peran sesuai tugas masing-masing. Pendampingan
keluarga berkelanjutan dilakukan mulai dari calon pengantin, Pasangan Usia
Subur, masa kehamilan, masa nifas dan kepada bayi baru lahir 0-59 bulan.
Tim Pendamping Keluarga dalam pendampingan keluarga berperan
melakukan penapisan, sehingga dari penapisan tersebut dapat diketahui
apakah keluarga yang didampingi termasuk keluarga yang berisiko stunting
atau tidak.

Keluarga berisiko stunting adalah keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor
risiko stunting, yaitu: 1) keluarga dengan anak remaja puteri/calon pengantin;
2) keluarga dengan Ibu Hamil; 3)keluarga dengan anak usia 0 (nol)-23 (dua
puluh tiga) bulan; 4) keluarga dengan anak usia 24 (dua puluh empat)-59 (lima
puluh sembilan) bulan.

Setelah melakukan penapisan dan pendampingan keluarga, jika Tim


Pendamping Keluarga (TPK) mengetahui kondisi keluarga berisiko stunting,
maka sesuai dengan Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional
Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021 – 2024, maka
TPK harus melakukan pelayanan spesifik maupun sensitif serta melakukan
pelaporan dan rujukan. Mekanisme rujukan disesuaikan dengan
permasalahan keluarga berisiko stunting yang ditemui.

E. Latihan

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!


1. Jelaskan peran Tim Pendamping Keluarga!
2. Mengapa perlu ada pelayanan intervensi spesifik dan sensitiv e?
Jelaskan!
3. Sebutkan 5 bentuk intervensi spesifik dan siapa penanggung jawabnya!
4. Sebutkan 5 bentuk intervensi sensitive dan siapa penanggung jawabnya!

60 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
5. Apa yang Anda ketahui tentang Mekanisme Rujukan TPK? Jelaskan!

F. Tes Formatif

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih jawaban yang paling benar!
1. Tim Pendamping Keluarga dalam Percepatan Penurunan Stunting, terdiri
dari:
a. Kader Posyandu, Kader PKK dan Kader KB
b. Tokoh Agama, Kader PKK dan Tokoh Masyarakat
c. Kepala Urusan Pemerintah, Kader PKK dan Kader BKB
d. Ketua Karang Taruna, Kader PKK dan Kader Posyandu
e. Bidan, Kader PKK dan Kader KB

2. Pendampingan berkelanjutan, Tim Pendamping Keluarga memulai


perannya:
a. Dari calon pengantin, Pasangan Usia Subur, masa kehamilan,
masa nifas dan kepada bayi baru lahir 0-59 bulan
b. Dari bayi dalam kandungan, Anak Usia 0 – 23 bulan dan Anak
Usia 24 – 59 bulan
c. Dari persiapan kehamilan, ibu hamil, perkembangan janin hingga
melahirkan
d. Dari pernikahan, Pasangan usia Subur, persiapan kehamilan,
masa kehamilan dan melahirkan
e. Dari kehamilan dan paska melahirkan, anak usia 0 – 23 bulan dan
anak usia 24 – 59 bulan

3. Bantuan tunai bersyarat bagi keluarga miskin, termasuk dalam:


a. Intervensi spesifik
b. Intervensi sensitif
c. Intervensi daerah
d. Intervensi tunggal
e. Intervensi mandiri

61 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
4. Untuk mengetahui adanya permasalahan keluarga berisiko stunting
peran yang dilakukan Tim Pendamping Keluarga (TPK) adalah:
a. Melakukan penapisan dan pendampingan
b. Melakukan pencatatan dan pelaporan
c. Melakukan monitoring dan evaluasi
d. Melakukan evaluasi dan analisis
e. Melakukan analisis dan rujukan

5. Ketika intervensi yang dilakukan harus melalui Dinas/ Instansi terkait,


maka Tim Pendamping Keluarga (TPK) harus:
a. Mengulangi kunjungan rumah hingga 3 (tiga) kali
b. Meminta keluarga berisiko stunting untuk sabar
c. Meminta Ketua RT untuk memberikan bantuan
d. Mendampingi dengan memberikan sedekah seikhlasnya
e. Mencatat dan melaporkan ke TPPS tingkat desa/ kelurahan

G. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah mengerjakan Tes Formatif pada BAB V ini, silahkan Saudara nilai hasil
dari tes tersebut dan cocokkan dengan kunci jawaban yang tersedia dalam
modul ini. Apabila Saudara dapat menjawab seluruh soal dengan benar, maka
Saudara dianggap menguasai Pokok Bahasan ini. Silahkan saudara lanjutkan
menyelesaikan Bab Penutup dalam modul ini.

62 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BAB VI PENUT UP

A. Kesimpulan

Menurut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan


Penurunan Stunting, Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang
ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang
ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

Ciri-ciri anak mengalami Stunting antara lain: Pertumbuhan melambat; Wajah


tampak lebih muda dari anak seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat;
Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya; Usia 8-10
tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata
terhadap orang di sekitarnya; Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung
menurun; Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche
(menstruasi pertama anak perempuan); Anak mudah terserang berbagai
penyakit infeksi.

Penyebab Stunting pada anak adalah: Kurang asupan gizi selama hamil;
Kebutuhan Gizi Anak Kurang tercukupi. Selain itu terdapat penyebab lainnya,
yaitu: Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil,
dan setelah melahirkan; Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk
layanan kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan); Kurangnya akses air
bersih dan sanitasi; Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong
mahal.

Dampak Stunting jangka pendek, yaitu: Terganggunya perkembangan otak;


Kecerdasan berkurang; Gangguan pertumbuhan fisik; Gangguan metabolism e
dalam tubuh. Sedangkan dampak Stunting jangka Panjang, adalah: Menurunnya

63 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
kemampuan kognitif dan prestasi belajar; Menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah terpapar penyakit; Meningkatnya risik o memiliki penyakit
diabetes, obesitas, penyakit jantung, pembuluh darah, kanker, stroke dan
disabilitas pada usia tua.

Seseorang mempunyai risiko stunting adalah seseorang dalam 1000 HPK.


Keluarga berisiko stunting adalah keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor
risiko stunting, yaitu: keluarga dengan remaja puteri/calon pengantin;
keluarga dengan Ibu Hamil; keluarga dengan anak usia 0 (nol)-23 (dua puluh
tiga) bulan dan keluarga dengan anak usia 24 (dua puluh empat)-59 (lima
puluh sembilan) bulan, yang mana keempat klaster keluarga diatas berasal
dari keluarga dengan pendapatan rendah/ miskin (berstatus pra sejahtera) ,
pendidikan orang tua rendah (SD atau SMP) terutama isteri, mempunyai anak
balita ≥ 2 dan atau anak ≥ 3, lingkungan dan sanitasi buruk, dan tidak
mempunyai akses air bersih. Empat klaster keluarga berisiko stunting ini
mempunyai kategori berisiko tinggi, sedang dan rendah.

Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu,


mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitive. Upaya percepatan
pencegahan stunting akan lebih efektif apabila intervensi gizi spesifik dan
intervensi gizi sensitif dilakukan secara konvergen. Konvergensi penyampaian
layanan membutuhkan keterpaduan proses perencanaan, penganggaran, dan
pemantauan program/kegiatan pemerintah secara lintas sektor untuk
memastikan tersedianya setiap layanan intervensi gizi spesifik kepada
keluarga sasaran prioritas dan intervensi gizi sensitif untuk semua kelompok
masyarakat, terutama masyarakat miskin.

Tim Pendamping Keluarga dalam pendampingan keluarga berperan


melakukan penapisan, sehingga dari penapisan tersebut dapat diketahui
apakah keluarga yang didampingi termasuk keluarga yang berisiko stunting
atau tidak.

Keluarga berisiko stunting adalah keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor
risiko stunting, yaitu: 1) keluarga dengan anak remaja puteri/calon pengantin;
64 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
2) keluarga dengan Ibu Hamil; 3)keluarga dengan anak usia 0 (nol)-23 (dua
puluh tiga) bulan; 4) keluarga dengan anak usia 24 (dua puluh empat)-59 (lima
puluh sembilan) bulan.

Setelah melakukan penapisan dan pendampingan keluarga, jika TPK


mengetahui kondisi keluarga berisiko stunting, maka TPK harus melakukan
pelayanan spesifik maupun sensitif serta melak ukan pelaporan dan rujukan.
Mekanisme rujukan disesuaikan dengan permasalahan keluarga berisik o
stunting yang ditemui.

B. Evaluasi

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!


1. Jelaskan Pengertian Stunting!
2. Mengapa memperhatikan 1000 HPK itu sangat penting, jelaskan!
3. Jelaskan Ciri-ciri Stunting!
4. Jelaskan Penyebab Stunting!
5. Jelaskan Dampak Stunting!
6. Siapa yang mempunyai risiko stunting?
7. Jelaskan pengertian keluarga berisiko stunting!
8. Sebutkan klaster keluarga berisiko stunting!
9. Sebutkan saja kriteria kondisi keluarga yang menyebabkan keluarga
berisiko stunting!
10. Berilah contoh dan jelaskan salah satu keluarga berisiko stunting yang
dikatakan dalam risiko tinggi!
11. Dalam pencegahan stunting diperlukan intervensi terintegrasi, jelaskan
tentang intervensi spesifik!
12. Jelaskan tentang intervensi sensitive!
13. Sebutkan dan jelaskan tiga kelompok intervensi gizi spesifik!
14. Jelaskan tentang kovergensi percepatan pencegahan stunting!
15. Jelaskan tahap pemantauan dan evaluasi pada konvergensi
percepatan pencegahan stunting!

65 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
16. Jelaskan peran Tim Pendamping Keluarga!

17. Mengapa perlu ada pelayanan intervensi spesifik dan sensitive?


Jelaskan!
18. Sebutkan 5 bentuk intervensi spesifik dan siapa penanggung jawabnya!
19. Sebutkan 5 bentuk intervensi sensitive dan siapa penanggung
jawabnya!
20. Apa yang Anda ketahui tentang Mekanisme Rujukan TPK? Jelaskan!

C. Test Sumatif

Untuk mengevaluasi hasil belajar Anda di akhir pembelajaran, maka jawablah


pertanyaan dibawah dengan memilih jawaban yang paling benar!
1. Yang menjadi dasar pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting adalah:
a. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2021
b. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2020
c. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2019
d. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021
e. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020

2. Ciri-ciri anak mengalami Stunting, antara lain:


a. Pertumbuhan melambat; Wajah tampak lebih muda dari anak
seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat; Performa buruk pada
kemampuan fokus dan memori belajarnya
b. Pertumbuhan melambat; Wajah tampak lebih muda dari anak
seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat; Performa bagus pada
kemampuan fokus dan memori belajarnya
c. Pertumbuhan melambat; Wajah tampak lebih muda dari anak
seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat; diusia 8 – 10 tahun
cenderung ceria
d. Pertumbuhan melambat; Wajah tampak lebih muda dari anak
seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat; selalu melakukan kontak
mata saat berbicara

66 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
e. Pertumbuhan melambat; Wajah tampak lebih muda dari anak
seusianya; Pertumbuhan gigi terlambat; Peekembangan kognitif
cepat

3. Penyebab Stunting karena:


a. Kurang asupan gizi selama hamil; Kebutuhan Gizi Anak Kurang
tercukupi, Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum
hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan; akses pelayanan
Kesehatan yang baik
b. Kurang asupan gizi selama hamil; Kebutuhan Gizi Anak Kurang
tercukupi, Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum
hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan; Kurangnya akses air
bersih dan sanitasi
c. Kurang asupan gizi selama hamil; Kebutuhan Gizi Anak tercukupi,
Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan
kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan);
d. Kurang asupan gizi selama hamil; Kebutuhan Gizi Anak Kurang
tercukupi, Ibu mudah mengakses pengetahuan mengenai gizi
sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan; Terbatasny a
akses pelayanan kesehatan
e. Kurang asupan gizi selama hamil; Kebutuhan Gizi Anak Kurang
tercukupi, akses air bersih dan sanitasi terpenuhi; Masih kurangnya
akses makanan bergizi karena tergolong mahal

4. Sejak pertama kali terjadinya pembuahan, atau terbentuknya janin dalam


kandungan, hingga buah hati berusia 2 tahun merupakan momen yang
tepat untuk membangun fondasi kesehatan jangka panjang, biasa
disebut dengan:
a. Siklus kehidupan
b. Masa kanak-kanak
c. 7 Aspek Perkembangan Anak
d. 1001 tumbuh kembang anak
e. 1000 HPK

67 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
5. Dampak Stunting adalah
a. Terganggunya perkembangan otak; Kecerdasan berkurang;
Gangguan pertumbuhan fisik; Gangguan metabolism dalam tubuh.
Menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terpapar penyakit
b. Terganggunya perkembangan otak; Kecerdasan berkurang;
Gangguan pertumbuhan fisik; Gangguan metabolisme dalam tubuh.
Tahan terhadap serangan penyakit
c. Terganggunya perkembangan otak; Gangguan pertumbuhan fisik
tapi kecerdasan tidak terganggu; Menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah terpapar penyakit
d. Perkembangan otak normal; Kecerdasan berkurang; Gangguan
pertumbuhan fisik; Gangguan metabolisme dalam tubuh.
Menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terpapar penyakit
e. Terganggunya perkembangan otak; Gangguan pertumbuhan fisik;
metabolisme dalam tubuh normal. Menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah terpapar penyakit

6. Seseorang mempunyai risiko stunting pada:


a. Seumur hidupnya
b. Pada saat didalam kandungan
c. Pada saat dilahirkan
d. Pada saat remaja
e. Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan

7. Keluarga yang bukan termasuk dalam keluarga berisiko stunting adalah:


a. Keluarga dengan remaja puteri/ calon pengantin (Anemia/ KEK)
b. Keluarga dengan ibu hamil (Anemia/ KEK)
c. Keluarga dengan anak usia 0 – 23 bulan (lambat tumbuh
kembangnya)
d. Keluarga dengan anak usia 24 – 59 bulan (lambat tumbuh
kembangnya)
e. Keluarga dengan UKP perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun
68 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
8. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan dengan tumbuh kembang
sesuai dengan umur, tidak memiliki penyakit infeksi kronis, tidak gizi buruk
dan gizi kurang, imunisasi dasar lengkap berasal dari keluarga sejahtera,
berpendidikan tinggi, serta tinggal dilingkungan dengan sanitasi baik dan
mempunyai akses terhadap air bersih dapat dikatakan sebagai:
a. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan yang biasa saja.
b. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan yang berisiko stunting
tinggi.
c. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan yang berisiko stunting
sedang.
d. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan yang berisiko stunting
rendah.
e. Keluarga dengan anak usia 24 sd 59 bulan yang berada.

9. Yang melakukan pendampingan keluarga berisiko stunting adalah:


a. Tim Pendamping Keluarga
b. Tim Pendamping Musiman
c. Tim Pendamping Risiko Stunting
d. Tim Pendamping Prioritas
e. Tim Pendamping pengentasan kemiskinan

10. Apa manfaat mengetahui kondisi keluarga berisiko stunting?


a. Dapat membuat laporan dengan rapi
b. Dapat menentukan langkah tindak lanjut
c. Dapat mengetahui beratnya mendidik masyarakat
d. Dapat menjadi bahan membuat video tik tok
e. Dapat menjadi bahan gosip dengan tetangga

69 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
11. Tim Pendamping Keluarga dalam Percepatan Penurunan Stunting, terdiri
dari:
a. Kader Posyandu, Kader PKK dan Kader KB
b. Tokoh Agama, Kader PKK dan Tokoh Masyarakat
c. Kepala Urusan Pemerintah, Kader PKK dan Kader BKB

d. Ketua Karang Taruna, Kader PKK dan Kader Posyandu


e. Bidan, Kader PKK dan Kader KB

12. Pendampingan berkelanjutan, Tim Pendamping Keluarga memulai


perannya:
a. Dari calon pengantin, Pasangan Usia Subur, masa kehamilan,
masa nifas dan kepada bayi baru lahir 0-59 bulan
b. Dari bayi dalam kandungan, Anak Usia 0 – 23 bulan dan Anak
Usia 24 – 59 bulan
c. Dari persiapan kehamilan, ibu hamil, perkembangan janin hingga
melahirkan
d. Dari pernikahan, Pasangan usia Subur, persiapan kehamilan,
masa kehamilan dan melahirkan
e. Dari kehamilan dan paska melahirkan, anak usia 0 – 23 bulan dan
anak usia 24 – 59 bulan

13. Bantuan tunai bersyarat bagi keluarga miskin, termasuk dalam:


a. Intervensi spesifik
b. Intervensi sensitif
c. Intervensi daerah
d. Intervensi tunggal
e. Intervensi mandiri

70 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
14. Untuk mengetahui adanya permasalahan keluarga berisiko stunting peran
yang dilakukan TPK adalah:
a. Melakukan penapisan dan pendampingan
b. Melakukan pencatatan dan pelaporan
c. Melakukan monitoring dan evaluasi
d. Melakukan evaluasi dan analisis
e. Melakukan analisis dan rujukan

15. Ketika intervensi yang dilakukan harus melalui Dinas/ Instansi terkait, maka
TPK harus:
a. Mengulangi kunjungan rumah hingga 3 (tiga) kali
b. Meminta keluarga berisiko stunting untuk sabar
c. Meminta Ketua RT untuk memberikan bantuan
d. Mendampingi dengan memberikan sedekah seikhlasnya
e. Mencatat dan melaporkan ke TPPS tingkat desa/ kelurahan

16. Tim Pendamping Keluarga dalam Percepatan Penurunan Stunting, terdiri


dari:
a. Kader Posyandu, Kader PKK dan Kader KB
b. Tokoh Agama, Kader PKK dan Tokoh Masyarakat
c. Kepala Urusan Pemerintah, Kader PKK dan Kader BKB
d. Ketua Karang Taruna, Kader PKK dan Kader Posyandu
e. Bidan, Kader PKK dan Kader KB

17. Pendampingan berkelanjutan, Tim Pendamping Keluarga memulai


perannya:
a. Dari calon pengantin, Pasangan Usia Subur, masa kehamilan,
masa nifas dan kepada bayi baru lahir 0-59 bulan
b. Dari bayi dalam kandungan, Anak Usia 0 – 23 bulan dan Anak
Usia 24 – 59 bulan
c. Dari persiapan kehamilan, ibu hamil, perkembangan janin hingga
melahirkan
d. Dari pernikahan, Pasangan usia Subur, persiapan kehamilan,
masa kehamilan dan melahirkan

71 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
e. Dari kehamilan dan paska melahirkan, anak usia 0 – 23 bulan dan
anak usia 24 – 59 bulan

18. Bantuan tunai bersyarat bagi keluarga miskin, termasuk dalam:


a. Intervensi spesifik

b. Intervensi sensitif
c. Intervensi daerah
d. Intervensi tunggal
e. Intervensi mandiri

19. Untuk mengetahui adanya permasalahan keluarga berisiko stunting peran


yang dilakukan TPK adalah:
a. Melakukan penapisan dan pendampingan
b. Melakukan pencatatan dan pelaporan
c. Melakukan monitoring dan evaluasi
d. Melakukan evaluasi dan analisis
e. Melakukan analisis dan rujukan

20. Ketika intervensi yang dilakukan harus melalui Dinas/ Instansi terkait, maka
TPK harus:
a. Mengulangi kunjungan rumah hingga 3 (tiga) kali
b. Meminta keluarga berisiko stunting untuk sabar
c. Meminta Ketua RT untuk memberikan bantuan
d. Mendampingi dengan memberikan sedekah seikhlasnya
e. Mencatat dan melaporkan ke TPPS tingkat desa/ kelurahan

D. Kunci Jawaban

1. Formatif
BAB II BAB III BAB IV BAB V
1. d 1. e 1. e 1. e
2. a 2. e 2. a 2. a
3. b 3. d 3. b 3. b
4. e 4. a 4. a 4. a
5. a 5. b 5. e 5. e

72 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
2. Sumatif
NO. JAWAB NO. JAWAB NO. JAWAB NO. JAWAB
1. d 6. e 11. e 16. e
2. a 7. e 12. a 17. a
3. b 8. d 13. b 18. b
4. e 9. a 14. a 19. a
5. a 10. b 15. e 20. e

73 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
DAFT AR PUST AKA

Sumber Undang-Undang dan Peraturan:


BKKBN, UU RI No.52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga.

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan


Stunting.

Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional No. 12


Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan
Angka Stunting Indonesia Tahun 2021 – 2024.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014


tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.

Sumber Buku dan naskah:


BAPPENAS, 2018, Pedoman Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di
Kabupaten /Kota. Jakarta.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,


2018, Buku Saku Kader Pembangunan Manusia, Memastikan
Konvergensi Penanganan Stunting Desa. Jakarta.

Kementerian Koordinator Bidang Kemanusiaan dan Kebudayaan, 2019,


Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018 – 2024.
Jakarta.

74 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
TNP2K, 2018, Panduan Konvergensi Program/ Kegiatan PPS. Jakarta.

75 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Direktorat Perencanaan dan Pengendalian Penduduk, IPB, 2021, Naskah
Singkat, Pengembangan Definisi Operasional Keluarga Berisiko
Stunting. Jakarta.

BKKBN, 2021, Bahan Tayang “Peran TPK dalam PPS” yang disampaikan
oleh Kepala BKKBN. Jakarta.

Sumber Website:
Tirta Citradi, CNBC Indonesia, Duh, Indeks Pembangunan Manusia RI No
107 dari 189 Negara! 16 Desember 2020
https://www.cnbcindonesia.com/news/20201216142816- 4-
209558/duh-indeks-pembangunan-manusia-ri-no- 107- dari- 189-
negara/2

Panduan Ibu, Berat Badan & Tinggi Normal Bayi Baru Lahir
https://www.panduanibu.com/bayi- 0-bulan- normal/

Antara, Mengenali keluarga berisiko stunting merupakan strategi penting, 29


Oktober 2021 https://www.antaranews.com/berita/2490437/mengenali-
keluarga-berisiko-stunting-merupakan-str ategi-penting

Aryuni Sita Heni Astuti, Dinkes Kabupaten Kulonprogo, Mengawal Kehamilan


Ibu Dengan ANC Terpadu Berkualitas
https://dinkes.kulonprogokab.go.id/detil/509/mengawal-kehamilan- ibu-
dengan-anc -terpadu-berkualitas

76 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BIODAT A PENULIS

Sondang Ratna Utari lahir tanggal 14 Januari tahun 1971


di Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri.
Mengawali Pendidikan SD di Sekolah Dasar Sukorejo,
Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kediri, kemudian
melanjutkan ditingkat SLTP di SMP Negeri 1 Kediri, dan
tingkat SLTA di SMA Negeri 1 Kediri. Pada tahun 1992
meraih sarjana S1 dariFakultas Ekonomi Jurusan
Manajemen, Universitas Jember dan pada tahun 2007
lulus S2 jurusan Manajemen Sumber Daya Manusia dari
STIE ABI, Surabaya. Karirnya di BKKBN berawal 1994 sebagai Penyuluh Keluarga
Berencana di Kota Blitar, 2003 beralih profesi menjadi Widyaiswara di Balatbang
BKKBN Provinsi JATIM. 2007 mutasi ke BKKBN Pusat sebagai widyaiswara di Pusat
Pelatihan dan Kerjasama Internasional. 2010 mutasi ke Pusat Pelatihan Gender dan
Peningkatan Kualitas Perempuan sebagai Widyaiswara, BKKBN Pusat dan pada
tahun 2011 mutasi ke Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga
Berencana, BKKBN sebagai Widyaiswara Ahli Madya dan berpengalaman melatih di
BKKBN dan instansi lain, BMKG, BNN, TNI, LEMSANEG, BIN, FK UNAIR, FKM
UNAIR, FK Hang Tuah, FK Wijaya Kusuma dan LSM/LSOM serta swasta baik
perusahaan nasional maupun asing. Juga sebagai Narasumber Seminar, Talkshow
tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Agustus 2017 dilantik menjadi
Kepala Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi di Perwakilan BKKBN Provinsi
KALBAR. April Tahun 2018 menjadi Kepala Bidang Latbang di Perwakilan BKKBN
Provinsi KALBAR. 17 Juli 2020 dilantik menjadi Widyaiswara Ahli Madya di BKKBN
Pusat hingga saat ini. Selama 28 tahun di BKKBN berkesempatan mengikuti berbagai
macam pendidikan dan pelatihan, di dalam dan luar negeri serta terlibat dalam
berbagai kegiatan di tingkat nasional dan internasional. Seorang seniman, sebagai

77 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
musisi, pencipta lagu, vokalis, pelukis dan koreografer yang berpengalaman hingga
manca negara. Email: sondangratna@gmail.com

78 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Anda mungkin juga menyukai