PERANGKAT
PELATIHAN TEKNIS TRAINING OF TRAINER (ToT)
TIM PENDAMPING KELUARGA
DALAM UPAYA PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING
TAHUN 2022
MODUL 2
MEKANISME RUJUKAN PELAYANAN
TIM PENDAMPING KELUARGA
Tim Penyusun :
Sondang Ratna Utari, S.E, M.M
I Made Yudhistira Dwipayama, S. Psi, M. Psi
Reviewer :
Kukuh Dwi Setiawan, S. Sos, M. Si
Diterbitkan oleh :
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPENDUDUKAN DAN KB
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Jl. Permata No. 1 Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur 13650
PO. BOX : 296 JKT 13013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah
dan karunia - Nya, Penyusunan Perangkat Diklat Training of
Trainers (TOT) Pelatihan Teknis Tim Pendamping Keluarga
dalam Percepatan Penurunan Stunting dapat diselesaikan
dengan baik. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan
dan Keluarga Berencana dengan berbagai komponen di BKKBN
Pusat dan lintas sektor telah menyusun perangkat pembelajaran
ini dalam rangka mempersiapkan SDM yang kompeten guna
memfasilitasi dan memberikan informasi mengenai Tim Pendamping Keluarga dalam
Percepatan Penurunan Stunting.
Sebagaimana yang kita ketahui, peran keluarga merupakan hal yang perlu dioptimalkan
dalam membentuk generasi yang berkualitas dan berkarakter. Saat ini salah satu
persoalan yang perlu menjadi perhatian dalam membentuk generasi yang berkualitas
adalah adanya resiko stunting. Mengingat sangat diperlukannya intervensi pemerintah
untuk menghindarkan generasi yang akan datang dari kondisi stunting, Presiden
Republik Indonesia, Joko Widodo memberikan amanat melalui Peraturan Presiden
Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
i
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
petugas BKKBN yang bersinergi dengan Kader PKK, Kader KB maupun bidan, yang
disebut sebagai pendamping keluarga.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh pihak yang
telah berkontribusi dalam penyusunan perangkat pembelajaran ini. Semoga segala
upaya kita untuk meningkatkan kualitas pelatihan dapat berkontribusi dalam
pembangunan keluarga Indonesia yang berkualitas. Semoga Tuhan Yang Masa Esa
memberikan berkah-Nya terhadap setiap kegiatan yang kita lakukan.
ii
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
SAMBUTAN
Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Perangkat Diklat Training of
Trainers (TOT) Pelatihan Teknis Tim Pendamping Keluarga
dalam Percepatan Penurunan Stunting ini dapat disusun sesuai
harapan kita bersama. Perangkat pelatihan ini diharapkan dapat
menjadi sumber referensi bagi para pendamping keluarga dalam
pelaksanaan peran dan fungsinya di lapangan. Merujuk pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020 - 2024, diberi mandat untuk
berpartisipasi dalam mensukseskan terhadap 2 (dua) dari 7 (tujuh) Agenda
Pembangunan/Prioritas Nasional (PN) pada RPJMN IV 2020 - 2024, yaitu untuk
meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Berkualitas dan Berdaya Saing, serta
mendukung Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan. SDM yang berkualitas dan
berdaya saing, yaitu SDM yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan
berkarakter.
Saat ini persoalan terkait SDM yang perlu mendapatkan intervensi segera adalah
stunting. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo memberikan amanat melalui
Peraturan Presiden Nomor: 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Berdasarkan Perpres RI tersebut, BKKBN ditugaskan sebagai koordinator pelaksanaan
percepatan penurunan stunting di lapangan. Dalam upaya penurunan stunting peran
keluarga merupakan sesuatu yang perlu dioptimalkan. Keluarga perlu memperhatikan
periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dalam pencegahan stunting dan perlu
didampingi oleh pendampingan petugas BKKBN yang bersinergi dengan Kader PKK,
Kader KB maupun bidan, yang disebut sebagai pendamping keluarga.
iii
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Kami harapkan perangkat pelatihan ini dijadikan sebagai acuan pengelolaan pelatihan
untuk menyelenggarakan Training of Trainers (TOT) Pelatihan Teknis Tim Pendamping
Keluarga dalam Percepatan Penurunan Stunting Fasilitator Tingkat Provinsi. Akhirnya,
kepada Tim Penulis serta kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan
komitmennya, sehingga perangkat pelatihan ini tersusun dengan baik, maka saya
ucapkan terima kasih.
iv
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
SAMBUTAN ............................................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iv
v
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
vi
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen utama dalam
pembangunan Nasional. Bukan hanya kuantitasnya namun lebih penting lagi
adalah kualitas SDM sebagai aset dan modal bangsa Indonesia untuk menjadi
negara maju dan dapat bersaing dengan negara lainnya. Namun
kenyataannya, menurut laporan Indeks Pembangunan Manusia yang dirilis
setiap tahunnya secara global oleh United Nation Development
Programme (UNDP), tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat ke 107 dari
189 negara. Untuk meraih peringkat yang lebih baik, maka perlu banyak upaya
yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia. Dalam pembangunan manusia,
Indonesia mempunyai permasalahan pendidikan, ekonomi dan juga
kesehatan yang sangat mempengaruhi kualitas SDM yang ada. Hal ini sesuai
dengan Undang Undang RI No.52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang bertujuan untuk
membentuk keluarga yang berkualitas dan menyiapkan SDM yang andal. Dari
sisi kesehatan, Indonesia masih mempunyai permasalahan stunting.
B. Deskripsi Singkat
C. Manfaat Modul
Modul ini Modul ini diharapkan bermanfaat bagi para peserta diklat untuk
membekali pemahaman peserta pelatihan dalam melakukan rujukan
pelayanan dalam mengatasi permasalahan selama pelaksanaan
pendampingan keluarga.
D. Standar Kompetensi
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan mampu
memahami rujukan pelayanan yang tepat pada pelaksanaan
pendampingan keluarga dalam percepatan penurunan stunting.
1. Materi Pokok
a. Konsep Dasar Stunting
b. Intervensi Spesifik dan Sensitif
c. Keluarga Berisiko Stunting
d. Mekanisme Rujukan Pelayanan
A. Pengertian Stunting
Stunting merupakan kata yang sering kita dengar sehari-hari. Terlebih jika kita
memperhatikan tumbuh kembang bayi dibawah umur 3 (tiga) tahun (Baduta).
Menurut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan
Penurunan Stunting, Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan
anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan
panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Secara lebih teknis, Stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status gizi
pada anak menurut TB/U dengan hasil nilai Z Score = < -2
Standar Deviasi yang menunjukan keadaan tubuh yang pendek atau sangat
pendek hasil dari gagal pertumbuhan.
B. Ciri-Ciri Stunting
Tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal merupakan
akibat dari kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama. Hal
tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak terhambat
sehingga mengakibatkan dirinya tergolong Stunting. Jadi singkatnya, anak
dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami Stunting. Kondisi ini
hanya terjadi ketika asupan nutrisi harian anak kurang sehingga memengaruhi
perkembangan tinggi badannya.
Seorang anak dapat dikatakan Stunting atau tidak, bergantung pada hasil
pengukuran tersebut di atas. Jadi tidak hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa
pengukuran tubuh. Selain lebih pendek, terdapat ciri-ciri lain sebagai berikut:
1. Pertumbuhan melambat.
2. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya.
3. Pertumbuhan gigi terlambat.
4. Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya.
5. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan
kontak mata terhadap orang di sekitarnya.
6. Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
7. Perkembangantubuhanakterhambat,seperti telat menarche (menstruasi
pertama anak perempuan).
8. Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
Sementara, untuk tahu apakah tinggi anak normal atau tidak, Orangtua harus
secara rutin memeriksakannya ke pelayanan kesehatan terdekat. Orangtua
bisa membawa si kecil ke dokter, bidan, posyandu, atau pun puskesmas setiap
bulan.
Tabel berikut merupakan dstandar tumbuh kembang fisik anak normal sesuai
usianya, berdasarkan standar yang disarankan oleh World Health
Organization (WHO).
Berat badan normal bayi baru lahir berbeda antara bayi laki-laki dan
perempuan.
a. Bayi yang berada antara batas normal bawah dan batas normal
atas (Laki-laki: 2.5 s/d 3.9 kg / Perempuan: 2.4 s/d 3.9
kg) termasuk dalam berat badan normal sesuai usianya.
b. Bayi yang beratnya berada di bawah batas normal bawah (Laki-
laki: < 2.5 kg / Perempuan: < 2.4 kg) termasuk underweight(berat
badan kurang)
c. Bayi yang beratnya berada di bawah nilai underweight (Laki-laki:
< 2.1 kg / Perempuan: < 2 kg) harus memperoleh penanganan
dari dokter(kemungkinan besar terjadi gizi buruk)
d. Bayi yang beratnya berada di atas batas atas normal termasuk
overweight (Laki-laki: > 4.4 kg / Perempuan: > 4.2 kg)(kelebihan
berat badan). Lakukanlah diet untuk menurunkan berat badan.
e. Bayi yang beratnya berada di atas nilai overweight (Laki-laki: > 5
kg / Perempuan: > 4.8 kg) harus diwaspadai sebagai gejala
obesitas.
Tabel 2.3
Lingkar Kepala Bayi Lahir
Mari kita mempelajari penyebab stunting, agar kita dapat menghindari hal
tersebut. Berbagai faktor penyebab terjadinya stunting, misalnya asupan gizi
yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi lahir prematur, serta
berat badan lahir rendah (BBLR). Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak
ini biasanya tidak hanya terjadi setelah ia lahir saja. Melainkan bisa dimulai
sejak ia masih di dalam kandungan. Berikut beberapa hal yang menjadi
penyebab Stunting pada anak. Penyebab Stunting dikarenakan beberapa hal:
1. Kurang asupan gizi selama hamil
World Health Organization (WHO) sebagai Badan Kesehatan Dunia,
menyatakan bahwa sekitar 20 persen kejadian Stunting sudah terjadi saat
bayi masih berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh asupan
ibu selama hamil yang kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi
yang diterima janin cenderung sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di dalam
kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran. Oleh
karena itu, penting untuk mencukupi berbagai nutrisi penting selama
hamil.
2. Kebutuhan Gizi Anak Kurang tercukupi
Kebutuhan gizi anak yang kurang tercukupi, kondisi ini juga bisa terjadi
akibat makanan balita saat masih di bawah usia 2 tahun yang tidak
tercukupi. Entah posisi menyusui yang kurang tepat, tidak diberikan ASI
eksklusif, ataupun MPASI (makanan pendamping ASI) yang diberikan
kurang mengandung zat gizi yang berkualitas.
Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan juga bisa
menjadi salah satu faktor utama penyebab Stunting. Khususnya asupan
makanan yang mengandung zinc, zat besi, serta protein ketika anak masih
berusia balita. Melansir dari buku Gizi Anak dan Remaja, kejadian ini umumnya
sudah mulai berkembang saat anak berusia 3 bulan. Proses perkembangan
tersebut lambat laun mulai melambat ketika anak berusia 3 tahun. Setelah itu,
grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur (TB/U), terus bergerak
Sesuai pemaparan Bapak Kepala BKKBN tentang Peran TPK dalam PPS,
Desember 2021, disampaikan bahwa stunting disebabkan oleh faktor
multidimensi, dan diperlukan intervensi paling menentukan pada 1000 HPK.
Faktor multidimensi tersebut antara lain:
1. Praktik Pengasuhan yang tidak baik
Praktik pengasuhan yang tidak baik dikarenakan:
a. Kurangnya pengetahuan tentang Kesehatan dan gizi sebelum dan
pada masa kehamilan.
b. 30% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI Eksklusif
c. 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan
Pendamping ASI
2. Kurangnya Akses ke makanan bergizi
a. Mengakibatkan 1 dari 3 Ibu hamil anemia
b. Ada pemahaman bahwa makanan bergizi dianggap mahal
3. Terbatasnya layanan Kesehatan termasuk layanan Ante natal care (ANC),
post natal dan pembelajaran dini yang berkualitas
Terjadinya stunting dimulai dari pra konsepsi khususnya pada remaja puteri dan
Wanita Usia Subur (WUS) dengan proses sebagai berikut:
1. Mulai dari pra konsepsi
a. Ketika seorang remaja puteri sudah mengalami kurang gizi dan
anemia.
b. Pada saat hamil tidak mendapatkan asupan gizi yang mencukupi.
c. Ibu yang hidup dilingkungan dengan sanitasi dan kesehatan
lingkungan yang kurang memadai.
2. Remaja Puteri (15 – 19 tahun)
Menurut Riskesdas 2018, terdapat 36,3% remaja puteri mempunyai
kondisi berisiko kurang energi kronik.
3. WUS (15 – 49 tahun)
Menurut Riskesdas 2018, terdapat:
a. 33,5% WUS hamil dengan risiko kurang energi kronik
b. 37,1% WUS mengalami anemia
D. Dampak Stunting
Jika kita menemui kasus stunting, maka dapat kita perhatikan bahwa kasus
tersebut memberikan dampak yang sangat luar biasa pada anak yang
mengalami stunting dan bisa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak secara keseluruhan.
Ketika sudah dewasa nanti, anak dengan tubuh pendek akan memiliki tingkat
produktivitas yang rendah dan sulit bersaing di dalam dunia kerja. Bagi anak
perempuan yang mengalami Stunting, ia berisiko untuk mengalami masalah
kesehatan dan perkembangan pada keturunannya saat sudah dewasa. Hal
tersebut biasanya terjadi pada wanita dewasa dengan tinggi badan kurang dari
145 cm karena mengalami Stunting sejak kecil. Pasalnya, ibu hamil yang
bertubuh pendek di bawah rata-rata (maternal Stunting) akan mengalam i
perlambatan aliran darah ke janin serta pertumbuhan rahim dan plasenta.
Bukan tidak mungkin, kondisi tersebut akan berdampak buruk pada kondisi bayi
yang dilahirkan.
Bayi yang lahir dari ibu dengan tinggi badan di bawah rata-rata berisik o
mengalami komplikasi medis yang serius, bahkan pertumbuhan yang
terhambat. Perkembangan saraf dan kemampuan intelektual bayi tersebut
bisa terhambat disertai dengan tinggi badan anak tidak sesuai usia.
Selayaknya Stunting yang berlangsung sejak kecil, bayi dengan kondisi
tersebut juga akan terus mengalami hal yang sama sampai ia beranjak
dewasa.
Penyebab Stunting pada anak adalah: Kurang asupan gizi selama hamil;
Kebutuhan Gizi Anak Kurang tercukupi. Selain itu terdapat penyebab lainnya,
yaitu: Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan
setelah melahirkan; Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan
kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan); Kurangnya akses air bersih dan
sanitasi; Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.
G. Test Formatif
Untuk mengevaluasi hasil belajar Anda diakhir Bab ini, maka jawablah
pertanyaan tersebut dengan memilih jawaban yang paling benar!
1. Yang menjadi dasar pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting adalah:
a. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2021
b. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2020
c. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2019
d. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021
e. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020
Setelah mengerjakan Tes Formatif pada BAB II ini, silahkan Saudara nilai hasil
dari tes tersebut dan cocokkan dengan kunci jawaban yang tersedia dalam
modul ini. Apabila Saudara dapat menjawab 5 soal dengan benar, maka
Saudara dianggap menguasai Pokok Bahasan ini, dan Saudara dapat
melanjutkan ke BAB berikutnya, namun demikian apabila jawaban benar
Saudara belum mencapai 4 soal, sebaiknya Saudara perlu kembali mendalam i
Pokok Bahasan tersebut dengan lebih baik.
Sudah kita ketahui bahwa 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) seseorang
merupakan saat yang mempunyai kemungkinan risiko stunting. Sehingga diperlukan
perhatian bagaimana sebelum terjadi kehamilan harus disiapkan dan selama
kehamilan harus dijaga Kesehatan dan asupan gizinya serta setelah lahir dan selama
usia 23 bulan dan perlu pemantauan hingga usia 5 tahun. Dengan harapan dapat
menghindari kasus stunting pada anak yang lahir.
Kita sudah mengetahui bahwa yang mempunyai risiko stunting adalah seseorang
dalam 1000 HPKnya dalam arti keluarga yang memiliki remaja putri atau calon
pengantin, keluarga yang mempunyai ibu hamil dan keluarga yang mempunyai
bayi hingga usia 23 bulan. Sesuai hasil pengembangan definisi operasional
keluarga keluarga berisiko stunting yang dilakukan oleh Direktorat Perencanaan
Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional yang bekerjasama dengan IPB, 2021, yang dimaksud
b. Risiko Sedang
Dikatakan Klaster keluarga dengan calon pengantin yang
berisiko tinggi apabila calon pengantin menunjukkan salah satu
ciri:
1) Catin Perempuan mengidap anemia,
2) 2. Catin Perempuan KEK (IMT < 20 dan atau LILA 23,5
cm)
3) Catin Perempuan berumur < 19 tahun
Atau keluarga Catin yang:
c. Risiko Rendah
Dikategorikan berisiko rendah jika Catin tidak mengidap anemia,
mempunyai IMT > 20 dan atau LILA > 23,5 cm, berasal dari
keluarga sejahtera, berpendidikan tinggi (> SMP), serta tinggal
dilingkungan dengan sanitasi baik dan mempunyai akses
terhadap air bersih.
b. Risiko Sedang
Dikategorikan berisiko sedang jika ibu hamil sedikitny a
menunjukkan salah satu ciri;
1) mengidap anemia
2) Kekurangan Energi Kronis (IMT <20 dan atau LILA <23,5
cm),
3) umur <20 tahun atau umur >35 tahun,
4) jarak kehamilan dengan kelahiran sebelumnya sangat
dekat (< 2 tahun) dan atau kehamilan kembar,
5) pertambahan berat badan selama kehamilan tidak sesuai
(< 9 kg),
6) memiliki penyakit penyerta,
c. Risiko Rendah
Dikategorikan berisiko rendah ika jika ibu hamil tidak mengidap
anemia, tidak KEK (IMT > 20 dan LILA > 23,5 cm), umur pada
waktu hamil 20 – 35 tahun, jarak dengan kehamilan sebelumny a
≥ 2 tahun, bukan kehamilan kembar, pertambahan berat badan
sesuai umur kehamilan, tidak memiliki penyakit penyerta,
berstatus keluarga sejahtera, berpendidikan tinggi, serta tinggal
dilingkungan dengan sanitasi baik dan mempunyai akses
terhadap air bersih.
b. Risiko Sedang
Dikategorikan berisiko tinggi jika anak usia 0 – 23 bulan
menunjukkan salah satu ciri;
1) Berat Badan Bayi Lahir Rendah <2,5 kg,
2) Panjang badan saat lahir <48 cm,
3) Kelahiran prematur,
4) Lahir bayi kembar,
5) tidak mendapat asi eksklusif,
6) memiliki penyakit infeksi kronis,
7) gizi kurang dan atau gizi buruk (TB/BB),
8) imunisasi tidak lengkap
atau keluarga dengan anak usia 0 – 23 bulan berasal dari;
1) Keluarga pra-sejahtera (miskin)
2) Keluarga dengan jumlah Balita ≥ 2
3) Keluarga dengan pendidikan ibu rendah (≤ SMP)
4) Keluarga tinggal dirumah/lingkungan dengan sanitasi
buruk (rumah tidak layak huni)
5) Keluarga tidak mempunyai akses terhadap air bersih
c. Risiko Rendah
Dikategorikan berisiko rendah jika anak usia 0-24 bulan dengan
berat bayi lahir > 2,5 kg, panjang badan saat lahir > 48 cm, tidak
lahir premature, tidak kembar, tidak memiliki penyakit infeksi
kronis, tidak gizi buruk dan gizi kurang, tumbuh kembang normal,
imunisasi lengkap berasal dari keluarga sejahtera, berpendidik an
tinggi, serta tinggal dilingkungan dengan sanitasi baik dan
mempunyai akses terhadap air bersih.
b. Risiko Sedang
Dikategorikan berisiko sedang jika anak usia 24 – 59 bulan
sedikitnya menunjukkan salah satu ciri;
1) memiliki penyakit infeksi kronis,
2) gizi kurang dan atau gizi buruk (TB/BB),
3) imunisasi dasar tidak lengkap
atau anak usia 24 – 59 bulan berasal dari
1) Keluarga pra-sejahtera (miskin)
2) Keluarga dengan jumlah Balita ≥ 2
3) Keluarga dengan pendidikan ibu rendah (≤ SMP)
4) Keluarga tinggal dirumah/lingkungan dengan sanitasi
buruk (rumah tidak layak huni)
5) Keluarga tidak mempunyai akses terhadap air bersih
C. Rangkuman
E. Tes Formatif
Setelah mengerjakan Tes Formatif pada BAB III ini, silahkan Saudara nilai
hasil dari tes tersebut dan cocokkan dengan kunci jawaban yang tersedia
dalam modul ini. Apabila Saudara dapat menjawab 5 soal dengan benar, maka
Saudara dianggap menguasai Pokok Bahasan ini, dan Saudara dapat
A. Intervensi Terintegrasi
1. Intervensi Spesifik
Intervensi spesifik adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi
penyebab langsung terjadinya stunting, meliputi: 1) Kecukupan asupan
makanan dan gizi; 2) Pemberian makan, perawatan dan pola asuh; dan 3)
Pengobatan infeksi/penyakit.
Tabel 4.1
Intervensi Gizi Spesifik Percepatan Pencegahan Stuntin g
2. Intervensi Sensitif
Intervensi Sensitif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi
penyebab tidak langsung terjadinya Stunting. Intervensi gizi sensitif
mencakup: (a) Peningkatan akses pangan bergizi; (b) Peningkatan
kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak; (c)
Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; dan (d)
Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi. Intervensi gizi
sensitif umumnya dilaksanakan di luar Kementerian Kesehatan.
Sasaran intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat
umum. Intervensi dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan
sebagaimana tercantum di dalam Tabel 4.1 Program/kegiatan intervensi
di dalam tabel tersebut dapat ditambah dan disesuaikan dengan kondisi
masyarakat setempat.
PROGRAM KETERSED IA AN
INTERVENSI SENSITIF
C. Rangkuman
D. Latihan
E. Tes Formatif
3. Layanan dari setiap intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif tersedia
dan dapat diakses bagi kelompok masyarakat yang membutuhkan,
terutama rumah tangga 1.000 HPK (ibu hamil, ibu menyusui dan
anak usia 0-23 bulan) merupakan:
a. Salah satu syarat keberhasilan pelaksanaan konvergensi PPS
b. Satu-satunya program di Kementerian/ Lembaga
c. Program prioritas di kelompok kegiatan
d. Wacana omong kosong dan harus diabaikan
e. Semua jawaban benar
Setelah mengerjakan Tes Formatif pada BAB IV ini, silahkan Saudara nilai
hasil dari tes tersebut dan cocokkan dengan kunci jawaban yang tersedia
dalam modul ini. Apabila Saudara dapat menjawab 5 soal dengan benar, maka
Saudara dianggap menguasai Pokok Bahasan ini, dan Saudara dapat
melanjutkan ke BAB berikutnya, namun demikian apabila jawaban benar
Saudara belum mencapai 4 soal, sebaiknya Saudara perlu kembali mendalam i
Pokok Bahasan tersebut dengan lebih baik.
Tim Pendamping Keluarga yang terdiri dari Bidan, Kader PKK dan Kader KB
mempunyai peran sesuai tugas masing-masing. Dalam pendampingan
keluarga berkelanjutan mulai dari calon pengantin, Pasangan Usia Subur,
masa kehamilan, masa nifas dan kepada bayi baru lahir 0-59 bulan dapat kita
ketahui peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) sebagai berikut:
3. Masa Kehamilan
a. Pendampingan pada semua ibu hamil dengan melakukan skrining awal
dengan mengindetifikakasi risiko 4T (4 Terlalu: Terlalu muda, Terlalu
tua, Terlalu dekat dan Terlalu banyak), Hb, status gizi KEK/Obes
berdasar Indeks Massa Tubuh (IMT) dan atau lingkar lengan atas
(LiLA) serta penyakit penyerta, terdiri dari 3 kategori:
1) Kehamilan Sehat
2) Kehamilan Patologis (penyakit penyerta)
3) Kehamilan Risiko Stunting (spesifik: anemia, KEK, 4T)
b. Pendampingan ketat pada kehamilan Risiko Stunting dan Kehamilan
Patologis masif 8-10 kali selama kehamilan, terintegrasi dengan Tim
Antenatal Care (ANC) Puskesmas/Tingkat Kecamatan.
c. Pendampingan pada kehamilan sehat, dengan intensitas 6-8 kali,
terintegrasi dengan Tim Antenatal Care (ANC) Puskesmas/Tingkat
Kecamatan
d. Pendampingan ketat pada janin terindikasi Risiko Stunting, terdiri dari
2 kategori:
1) Janin Sehat
2) Janin Risiko Stunting (variabel: TBJ tidak sesuai usia kehamilan
(PJT), gemelli)
Deteksi dini setiap penyulit. Jangan sampai terlambat mendiagnosa, terlambat
merujuk dan akhirnya terlambat penanganan (bertujuan menekan angka kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Balita (AKB).
5. Balita 0 - 59 bulan
a. 0-23 bulan
Skrining awal bayi baru lahir dengan mengukur Berat Badan
(BB), Panjang Badan (PB), Lingkar Kepala (LK), umur dalam
kandungan dan bayi kembar), terdiri dari 2 kategori:
1) Bayi Lahir Sehat.
Bayi lahir sehat dilakukan pendampingan tumbuh
kembang sampai umur 23 bulan.
2) Bayi Lahir Risiko Stunting (Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
Premature, Panjang Badan (PB) kurang dari 48 cm,
microchepali, hydrochepalus, gemeli).
Bayi 0-23 bulan dengan risiko Stunting dilakukan
pendampingan dan pelayanan sebagai berikut:
imunisasi dasar
dasar lengkap
lengkap
5. Baduta usia EPPGBM tidak mendapatkan mendapatkan
6 - 23 bulan mendapatkan pendampingan fasilitasi
yang penyuluhan rujukan
mendapatkan MPASI
MPASI
6. Baduta usia EPPGBM mengalami mendapatkan mendapatkan
0 - 23 bulan infeksi kronis tata laksana fasilitasi
dengan (ISPA, kesehatan rujukan
infeksi kronis kecacingan,
diare)
7. Baduta 0 - 23 EPPGBM mengalami mendapatkan mendapatkan
bulan dengan gizi buruk tata laksana fasilitasi
gizi buruk gizi buruk rujukan
8. Baduta 0 - 23 EPPGBM mengalami mendapatkan mendapatkan
bulan dengan gizi kurang tata laksana fasilitasi
gizi kurang asupan gizi rujukan
*) e-PPGBM adalah Aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat
Tabel 5.2
Balita 24 – 59 bulan dengan Kondisi Risiko Stunting
Sumber: Bahan Tayang “Peran TPK dalam PPS” yang disampaikan oleh
Kepala BKKBN, Desember 2021
Dari penapisan yang dilakukan TPK, jika terdapat klaster keluarga berisik o
stunting, maka TPK dapat melakukan tindak lanjut misalnya dengan
melakukan rujukan.
Sesuai pada lampiran Perpres No. 72 Tahun 2021, layanan dalam intervensi
spesifik antara lain:
1. Tambahan asupan gizi bagi Ibu Hamil dengan KEK, penanggung jawab
Kementerian Kesehatan.
2. Pemberian 90 tablet tambah darah selama masa kehamilan pada ibu
hamil, penanggung jawab Kementerian Kesehatan
3. Pemberian Tablet tambah darah bagi remaja puteri, penanggung jawab
Kementerian Kesehatan
4. Pemberian ASI ekslusif pada bayi usia kurang dari 6 bulan, penanggung
jawab Kementerian Kesehatan.
5. Pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) bagi anak usia 6-23
bulan, penanggung jawab Kementerian Kesehatan.
6. Pemberian pelayanan tata laksana gizi buruk bagi anak berusia dibawah
lima tahun (Balita), penanggung jawab Kementerian Kesehatan
7. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia dibawah
lima tahun (Balita), penanggung jawab Kementerian Kesehatan
8. Pemberian asupan gizi bagi anak berusia dibawah lima tahun (Balita),
penanggung jawab Kementerian Kesehatan
9. Pemberian imunisasi dasar lengkap bagi anka dibawah usia lima tahun
(Balita), penanggung jawan Kementerian Kesehatan.
Sebagai contoh intervesi spesifiknya bagi keluarga berisiko stunting yang meliputi
kecukupan asupan makanan dan gizi, maka jika terdapat keluarga yang
mempunyai ibu hamil dengan kondisi KEK, maka TPK harus melakukan koordinasi
di lapangan terkait dengan pemberian asupan gizi bagi Ibu hamil dengan KEK
dengan intervensi gizi dengan petugas Kesehatan di Puskesmas. Kemudian
Sesuai pada lampiran Perpres No. 72 Tahun 2021, layanan dalam intervensi
sensitif, antara lain:
1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) pascapersalinan,
penanggungjawab BKKBN.
2. Pelayanan penurunan persentasi kehamilan yang tidak diinginkan,
penanggung jawab BKKBN.
3. Menyediakan akses pemeriksaan Kesehatan sebagai bagian dari
pelayanan nikah bagi calon PUS, penanggung jawab BKKBN.
4. Pelayanan akses air minum layak bagi rumah tangga di kabupaten/
Kota, penanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.
5. Pemberian akses sanitasi (air limbah domestik) layak di
kabupatenlkota lokasi prioritas bagi rumah tangga, penanggung jawab
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
6. Pemberian Jaminan Kesehatan Nasional bagi Penerima Bantuan
Iuran (PBI), penanggung jawab Kementerian Kesehatan.
7. Pendampingan bagi Keluarga berisiko stunting, penanggung jawab
BKKBN.
8. Bantuan tunai bersyarat bagi keluarga miskin, penanggung jawab
Kementerian Sosial.
9. Pemberian KIE tentang pemahaman stunting bagi keluarga,
penanggung jawab Kementerian Kesehatan.
11. Bantuan untuk program stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau
Open Defecation Free (ODF) bagi desa/ kelurahan, penanggung jawab
Kementerian Kesehatan.
Demikian juga Pelayanan bagi keluarga berisiko stunting dengan kondisi Pra
sejahtera/ miskin/ Pendidikan rendah/ Lingkungan dan sanitasi tidak layak/
terkendala akses air bersih. Bagi keluarga yang seperti ini, maka TPK harus
memberikan laporan kepada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS)
Tingkat Desa untuk ditindaklanjuti ke Dinas/ Instansi terkait.
Gambar 5.2
Mekanisme Rujukan Catin Anemia
Gambar 5.3
Mekanisme Rujukan Catin dengan KEK
Gambar 5.4
Mekanisme Rujukan Catin dibawah 19 Tahun
2. Mekanisme Rujukan bagi Ibu Hamil dengan anemia/ KEK (IMT <20 dan
atau LILA <23,5 cm)
Gambar 5.5
Mekanisme Rujukan Ibu Hamil Anemia
Gambar 5.6
Mekanisme Rujukan Ibu Hamil dengan KEK
Gambar 5.7
Mekanisme Rujukan Ibu Hamil dengan Penyakit Penyerta
Mekanisme rujukan yang dilakukan oleh TPK dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Gambar 5.8
Mekanisme Rujukan Ibu Hamil dengan kondisi Normal
Gambar 5.9
Mekanisme Rujukan Anak 0 – 59 bulan dengan
Pertumbuhan Lambat (TB dan BB rendah)
Gambar 5.10
Mekanisme Rujukan Anak 0 – 59 bulan
dengan Perkembangan Lambat
(Tidak dapat melakukan Tugas Perkembangan Anak sesuai
umurnya)
Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari Bidan, Kader PKK dan
Kader KB mempunyai peran sesuai tugas masing-masing. Pendampingan
keluarga berkelanjutan dilakukan mulai dari calon pengantin, Pasangan Usia
Subur, masa kehamilan, masa nifas dan kepada bayi baru lahir 0-59 bulan.
Tim Pendamping Keluarga dalam pendampingan keluarga berperan
melakukan penapisan, sehingga dari penapisan tersebut dapat diketahui
apakah keluarga yang didampingi termasuk keluarga yang berisiko stunting
atau tidak.
Keluarga berisiko stunting adalah keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor
risiko stunting, yaitu: 1) keluarga dengan anak remaja puteri/calon pengantin;
2) keluarga dengan Ibu Hamil; 3)keluarga dengan anak usia 0 (nol)-23 (dua
puluh tiga) bulan; 4) keluarga dengan anak usia 24 (dua puluh empat)-59 (lima
puluh sembilan) bulan.
E. Latihan
F. Tes Formatif
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih jawaban yang paling benar!
1. Tim Pendamping Keluarga dalam Percepatan Penurunan Stunting, terdiri
dari:
a. Kader Posyandu, Kader PKK dan Kader KB
b. Tokoh Agama, Kader PKK dan Tokoh Masyarakat
c. Kepala Urusan Pemerintah, Kader PKK dan Kader BKB
d. Ketua Karang Taruna, Kader PKK dan Kader Posyandu
e. Bidan, Kader PKK dan Kader KB
Setelah mengerjakan Tes Formatif pada BAB V ini, silahkan Saudara nilai hasil
dari tes tersebut dan cocokkan dengan kunci jawaban yang tersedia dalam
modul ini. Apabila Saudara dapat menjawab seluruh soal dengan benar, maka
Saudara dianggap menguasai Pokok Bahasan ini. Silahkan saudara lanjutkan
menyelesaikan Bab Penutup dalam modul ini.
A. Kesimpulan
Penyebab Stunting pada anak adalah: Kurang asupan gizi selama hamil;
Kebutuhan Gizi Anak Kurang tercukupi. Selain itu terdapat penyebab lainnya,
yaitu: Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil,
dan setelah melahirkan; Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk
layanan kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan); Kurangnya akses air
bersih dan sanitasi; Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong
mahal.
Keluarga berisiko stunting adalah keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor
risiko stunting, yaitu: 1) keluarga dengan anak remaja puteri/calon pengantin;
64 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
2) keluarga dengan Ibu Hamil; 3)keluarga dengan anak usia 0 (nol)-23 (dua
puluh tiga) bulan; 4) keluarga dengan anak usia 24 (dua puluh empat)-59 (lima
puluh sembilan) bulan.
B. Evaluasi
C. Test Sumatif
15. Ketika intervensi yang dilakukan harus melalui Dinas/ Instansi terkait, maka
TPK harus:
a. Mengulangi kunjungan rumah hingga 3 (tiga) kali
b. Meminta keluarga berisiko stunting untuk sabar
c. Meminta Ketua RT untuk memberikan bantuan
d. Mendampingi dengan memberikan sedekah seikhlasnya
e. Mencatat dan melaporkan ke TPPS tingkat desa/ kelurahan
b. Intervensi sensitif
c. Intervensi daerah
d. Intervensi tunggal
e. Intervensi mandiri
20. Ketika intervensi yang dilakukan harus melalui Dinas/ Instansi terkait, maka
TPK harus:
a. Mengulangi kunjungan rumah hingga 3 (tiga) kali
b. Meminta keluarga berisiko stunting untuk sabar
c. Meminta Ketua RT untuk memberikan bantuan
d. Mendampingi dengan memberikan sedekah seikhlasnya
e. Mencatat dan melaporkan ke TPPS tingkat desa/ kelurahan
D. Kunci Jawaban
1. Formatif
BAB II BAB III BAB IV BAB V
1. d 1. e 1. e 1. e
2. a 2. e 2. a 2. a
3. b 3. d 3. b 3. b
4. e 4. a 4. a 4. a
5. a 5. b 5. e 5. e
BKKBN, 2021, Bahan Tayang “Peran TPK dalam PPS” yang disampaikan
oleh Kepala BKKBN. Jakarta.
Sumber Website:
Tirta Citradi, CNBC Indonesia, Duh, Indeks Pembangunan Manusia RI No
107 dari 189 Negara! 16 Desember 2020
https://www.cnbcindonesia.com/news/20201216142816- 4-
209558/duh-indeks-pembangunan-manusia-ri-no- 107- dari- 189-
negara/2
Panduan Ibu, Berat Badan & Tinggi Normal Bayi Baru Lahir
https://www.panduanibu.com/bayi- 0-bulan- normal/