Anda di halaman 1dari 46

I Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana


MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

Hak Cipta @ 2020

PERANGKAT
TRAINING OF TRAINER (ToT) PENCEGAHAN STUNTING MELALUI 1000 HPK DAN
PENGASUHAN ANAK USIA DINI PADA KELOMPOK BINA KELUARGA BALITA HOLISTIK
INTEGRATIF (BKB HI)

Edisi Pertama Tahun 2020

Tim Penyusun

Khaeri Marifah, M.Psi.T.


Afif Miftahul Majid, S.Sos.

Pengarah :
DR. Lalu Makripuddin, M.Si
Penanggung Jawab :
Dadi Ahmad Roswandi, M.Si
Editor :
Titi Yudaningsih, SE, MAB
Tim Teknis :
Mila Astari, S.Psi., M.M.
Yufi Winiastuti, SKM
Desnita Ekaratri, SS, MPH
Tri Aryadi, S.Psi.
Ratu Chaira Vielananda, S.Pd.
Sugeng

Diterbitkan oleh :
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPENDUDUKAN DAN KB
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Jl. Permata No. 1 Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur 13650
PO. BOX : 296 JKT 13013

II Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
KATA SAMBUTAN

P
uji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan hidayahNya, sehingga perangkat pembelajaran
Training Of Trainer (TOT) Pelatihan Teknis Bina Keluarga
Balita Holistik Integratif (BKB HI) dan Pencegahan Stunting bagi
Fasilitator Tingkat Provinsi yang merupakan program prioritas
nasional di lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) dapat diselesaikan.

Perlu kita pahami bersama bahwa pembangunan Sumber


Daya Manusia (SDM) harus dimulai sejak dalam kandungan,
karena saat itu proses pertumbuhan dan perkembangan
manusia sudah berlangsung, khususnya perkembangan otak.
Begitupun dalam keseluruhan siklus hidup manusia, masa di bawah usia lima tahun
(Balita) merupakan periode paling kritis karena pada masa tersebut proses tumbuh
kembang berlangsung sangat cepat. Masa tersebut adalah masa “emas” yang
apabila tidak dibina dengan baik akan menyebabkan gangguan perkembangan
emosi, sosial dan kecerdasan. Masa ini merupakan tahap awal pembentukan
dasar kemampuan, mental, intelektual dan moral yang menentukan sikap, nilai dan
perilaku di masa dewasa.

Orangtua sebagai pengasuh dan pendidik pertama dan utama diharapkan


dapat mengasuh anak balitanya dengan benar, bukan hanya melalui pemenuhan
kebutuhan anak akan kesehatan, gizi, akan tetapi juga perhatian, kasih sayang
dan rasa aman serta rangsangan terhadap mental, emosional, sosial, dan moral.
Mengingat sangat strategisnya posisi orangtua dalam mengasuh dan membina
tumbuh kembang anak, maka orangtua perlu meningkatkan pengetahuan
dan keterampilannya agar mampu melaksanakan pengasuhan secara optimal.
Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diperoleh orangtua antara lain
dengan mengikuti kegiatan Bina Keluarga Balita Holistik Integratif (BKB HI EMAS).

BKB HI-EMAS merupakan salah satu program inovasi strategi untuk


mengimplementasikan kegiatan Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan
dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dalam mendukung penurunan
stunting dan pencapaian target BKKBN. Keluarga dan anggota keluarga merupakan
sasaran utama kegiatan ini dengan melibatkan seluruh komponen dan organisasi
masyarakat dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup keluarga. Penyusunan

III Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

perangkat pembelajaran ini diharapkan dapat mendukung upaya mewujudkan


Keluarga Indonesia dan berkualitas dan berketahanan. Saya berharap perangkat
ini menjadi acuan utama dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan, orientasi dan
kegiatan sejenis di lingkungan BKKBN Pusat, Provinsi, Kab/Kota seluruh Indonesia.

Akhirnya, kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan


komitmennya dalam menyusun perangkat pembelajaran ini saya ucapkan terima
kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkah atas semua yang telah
kita lakukan.

Jakarta, Juni 2020

Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian


dan Pengembangan,

Prof. Rizal Damanik, PhD.

IV Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
KATA PENGANTAR

P
uji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah dan karunia-Nya, penyusunan perangkat
pembelajaran Training Of Trainer (TOT) Pelatihan Teknis
Bina Keluarga Balita Holistik Integratif (BKB HI) dan Pencegahan
Stunting bagi Fasilitator Tingkat Provinsi dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga


Berencana bekerjasama dengan Direktorat Bina Keluarga Balita
dan Anak menyusun perangkat pembelajaran ini dalam rangka
mempersiapkan SDM yang kompeten guna memfasilitasi dan
memberikan informasi kepada Keluarga Indonesia mengenai Pengasuhan Anak
Usia Dini dalam rangka Pencegahan Stunting melalui Kelompok BKB. Perangkat
pembelajaran ini adalah acuan pengelolaan pelatihan untuk menyelenggarakan
Training Of Trainer (TOT) Pelatihan Teknis Bina Keluarga Balita Holistik Integratif (BKB
HI) dan Pencegahan Stunting bagi Fasilitator Tingkat Provinsi. Dengan mengacu
kepada perangkat pembelajaran ini diharapkan setiap penyelenggaraan pelatihan
dapat dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, sehingga dapat
menghasilkan alumnus pelatihan yang berkualitas.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh
pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan perangkat pembelajaran ini.
Semoga segala upaya kita untuk meningkatkan kualitas pelatihan dapat berkontribusi
dalam pembangunan keluarga Indonesia yang berkualitas. Semoga Tuhan Yang
Masa Esa memberikan berkah-NYA terhadap setiap kegiatan yang kita lakukan.

Jakarta, Juni 2020

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan


Kependudukan dan KB,

DR. Lalu Makripuddin, M.Si

V Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN .....................................................................................................................I


KATA SAMBUTAN ...............................................................................................................III
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................V
DAFTAR ISI.............................................................................................................................VI

☼ BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................2


A.Latar Belakang ............................................................................................................3
B.Deskripsi Singkat...........................................................................................................3
C.Manfaat Modul ...........................................................................................................3
D.Tujuan Pembelajaran..................................................................................................3
E.Materi Pokok dan Sub Materi Pokok .........................................................................3
F.Petunjuk Belajar ..........................................................................................................4

☼ BAB II KONSEP DASAR KARAKTER ..............................................................................5


A.Pengertian Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini................................................6
B.Sejarah Pembentukan Karakter Sejak Dini............................................................... 7
C.Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini...................................................................8
D.Penanaman Nilai-Nilai dalam Pembentukan Karakter............................................9
E.Rangkuman...................................................................................................................9
F.Latihan ........................................................................................................................10

☼ BAB III PENGEMBANGAN KARAKTER ANAK SEJAK DINI ............................................11


A.Faktor Utama yang Mempengaruhi Pengembangan
Karakter Anak Sejak Dini .......................................................................................12
B.Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Pengembangan
Karakter Anak Sejak Dini .......................................................................................13
C.Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter
Anak Sejak Dini ........................................................................................................14
D.Rangkuman ...............................................................................................................23
E Latihan ........................................................................................................................23

☼ BAB IV SASARAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANAK SEJAK DINI........................... 24


A.Karakter Utama ....................................................................................................... 25
B.Sembilan (9) Pilar Karakter .......................................................................................26
C.Rangkuman............................................................................................................... 27
D. Latihan...................................................................................................................... 28

VI Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
☼ BAB V LANGKAH-LANGKAH PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEJAK DINI ..............29
A.Relaksasi ....................................................................................................................30
B.Membangun Tekad/ Kekuatan Afirmasi .................................................................30
C.Meningkatkan Kecerdasan Emosi dan Spiritual........................................................30
D.Membangun Pengalaman Positif ............................................................................31
E.Melatih Ketangguhan Sosial ....................................................................................32
F.Rangkuman ................................................................................................................32
G.Latihan .......................................................................................................................33

☼ BAB VI PENUTUP .............................................................................................................34


A. Kesimpulan ...............................................................................................................34
B. Evaluas........................................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................36

VII Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

MODUL
PEMBENTUKAN KARAKTER
SEJAK DINI

Tim Penyusun

Khaeri Marifah, M.Psi.T.


Afif Miftahul Majid, S.Sos.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPENDUDUKAN DAN KB


BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
TAHUN 2020

VIII Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BAB I
PENDAHULUAN
Indikator Hasil Belajar:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat
menjelaskan pengembangan karakter anak sejak dini

1 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

A. Latar Belakang
Dalam keseluruhan siklus hidup manusia, masa di bawah usia lima tahun (balita)
merupakan periode yang paling kritis dalam menentukan kualitas sumber daya
manusia, pada lima tahun pertama kehidupan manusia, proses tumbuh kembang
berjalan sangat cepat. Para ahli mengatakan bahwa masa balita disebut sebagai
masa emas (Golden Age Period). Pada masa tersebut, anak balita tidak dibina secara
baik dan optimal maka anak tersebut akan mengalami gangguan perkembangan
emosi, sosial, mental, intelektual, dan moral yang akan menentukan sikap serta
nilai pola perilaku seseorang di kemudian hari, oleh karena itu diperlukan Bina
Keluarga Balita (BKB) yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku orang tua (ayah dan ibu) serta anggota keluarga lainnya dalam mengasuh
dan membina tumbuh kembang anak balita sesuai dengan usia dan tahap
perkembangan yang harus dimiliki, baik dalam aspek fisik, kecerdasan, emosional,
maupun sosial agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi anak
yang sehat, cerdas, maju, mandiri dan berkualitas.

Pada Proyek Prioritas Nasional maka BKKBN diamanatkan untuk meningkatkan


kualitas pengasuhan anak usia dini melalui kelompok Bina Keluarga Balita (BKB)
dengan output Keluarga yang Memiliki Baduta terpapar 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK). Program Bina Keluarga Balita (BKB) sebagai salah satu bagian
program KKBPK, bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang
tua dan anggota keluarga lainnya dalam membina tumbuh kembang anak dimulai
sejak didalam kandungan melalui intervensi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan
hingga balita melalui rangsangan fisik, keterampilan, kecerdasan, emosional dan
sosial ekonomi dengan sebaik-baiknya sebagai bagian dari upaya mempersiapkan
keluarga berkualitas.

Bina Keluarga Balita sangat penting untuk diketahui oleh orangtua atau anggota
keluarga lainnya agar dapat melaksanakan fungsinya sebagai pendidik pertama
dan utama bagi anak balitanya. Walaupun secara naluriah orangtua telah
mengetahui tugas-tugas dan peranannya sehari-hari dirumah dalam keluarganya,
namun kadang-kadang keluarga atau masyarakat masih mempunyai kebiasaan-
kebiasaan atau norma-norma tertentu yang menghambat hubungan timbal balik
antara orangtua dan anak sehingga menyebabkan potensi seorang anak tidak
berkembang seluruhnya terutama pada pembentukkan karakter anak sejak dini.
Orang tua balita (ayah dan ibu) dan anggota keluarga lainnya dari anak balita yang
bergabung di dalam kelompok BKB bersama-sama kader memerlukan pengetahuan
dan keterampilan yang praktis untuk memudahkan dalam pembentukan karakter
anak sejak dini untuk mempersiapkan generasi penerus yang akan datang.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan SDM BKKBN


dalam Pengasuhan Anak Usia Dini dalam rangka pencegahan stunting, Pusdiklat

2 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
KKB bekerjasama dengan Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak menyusun modul
sebagai dasar dalam pelaksanaan Training of Trainer Pengasuhan Anak Usia Dini
dalam rangka pencegahan stunting melalui kelompok Bina Keluarga Balita.

B. Deskripsi Singkat
Modul Pembentukan Karakter Sejak Dini ini dimaksudkan untuk membekali para
peserta dalam membentuk karakter anak sejak dini. Modul ini membahas konsep
dasar tentang karakter, aspek-aspek perkembangan dalam pembentukkan karakter
anak sejak dini, serta cara membentuk karakter positif anak sejak dini.
Berdasarkan bekal pengetahuan dan keterampilan diharapkan orang tua dan
keluarga yang mempunyai balita mampu membentuk karakter anak sejak dini agar
anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi manusia
Indonesia berkualitas.

C. Manfaat Modul
Modul ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
peserta TOT dalam Pengasuhan Anak Usia Dini Dalam Rangka Pencegahan Stunting
melalui Kelompok Bina Keluarga Balita tentang konsep dasar pembentukan karakter
sejak dini, aspek-aspek perkembangan dalam pembentukkan karakter anak sejak
dini, serta cara membentuk karakter positif anak sejak dini.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah selesai pembelajaran peserta diharapkan mampu memahami
pembentukan karakter anak sejak dini.

2. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat:
a) Menjelaskan konsep dasar tentang karakter
b) Menjelaskan pengembangan karakter anak sejak dini
c) Menjelaskan sasaran pengembangan karakter anak sejak dini
d) Menjelaskan langkah-langkah pembentukkan karakter sejak dini

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


1. Konsep Dasar Karakter
1.1 Pengertian Pembentukkan Karakter Anak Sejak Dini
1.2 Sejarah Pembentukkan Karakter Anak sejak Dini
1.3. Pembentukkan Karakter Anak Sejak Dini
1.4. Penanaman Nilai-nilai dalam Pembentukkan Karakter
2. Pengembangan Karakter Anak Sejak Dini
2.1. Faktor Utama yang mempengaruhi Pengembangan Karakter

3 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

Anak Sejak Dini


2.2.Faktor Internal dan Eksternal yang mempengaruhi Pengembangan
Karakter Anak Sejak Dini
2.3.Faktor Lingkungan yang mempengaruhi Pengembangan Karakter
Sejak Dini
3. Sasaran Pengembangan Karakter Anak Sejak Dini
3.1. Karakter Utama
3.2. Sembilan Pilar Karakter
4. Langkah-langkah Pembentukkan Karakter Anak Sejak Dini
4.1. Relaksasi
4.2. Membangun Tekad/ Kekuatan Afirmasi
4.3. Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Spiritual
4.4. Membangun Pengalaman Positif

F. Petunjuk Belajar
Agar lebih efektif dan efisien dalam mempelajari modul ini, hendaknya anda
memperhatikan petunjuk belajar berikut :
1. Bacalah dan pelajarilah setiap uraian kegiatan belajar dalam bahan ajar ini
secara runtut, cermat dan teliti
2. Catatlah atau tandailah hal-hal yang peserta didik anggap penting
3. Apabila ada yang kurang jelas, coba diskusikan dengan peserta didik lain atau
tanyakan kepada fasiliaor atau cari sumber lain yang sesuai
4. Setelah Anda memahami uraian materi dalam setiap kegiatan belajar,
jawablah soal latihan yang tersedia.

4 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BAB II
KONSEP DASAR KARAKTER

5 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

A. Pengertian Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

Keberhasilan dalam pemahaman yang menyeluruh tentang perkembangan kar-


akter akan mengarahkan pada kemampuan dalam memahami sangat pentingnya
perkembangan karakter itu sendiri pada tahap awal usia perkembangan manu-
sia. Secara etimologi akar kata karakter dapat dilacak dari Bahasa latin “kharac-
ter” (latin) berarti instrument of marking, “charessein” (Prancis) berarti to engrove
(mengukir), “watek” (Jawa) berarti ciri wanci; “watak” (Indonesia) berarti sifat pem-
bawaan yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat, dan peringai.

Secara kaidah Bahasa maka Kamus besar Bahasa Indonesia (1995) mengartikan
istilah “karakter” sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang mem-
bedakan seseorang dari yang lain: tabiat, watak. Dalam istilah Inggris, karakter ber-
padanan dengan “character” yang dalam Oxford Advace Learner’s Dictionary of
Current English (2000) dapat diartikan: (1) All the qualities and features that make
a person, groups of people, and places different from others (semua baik kualitas
maupun ciri-ciri yang membuat seseorang, kelompok orang atau tempat berbeda
dari yang lain); (2) the way the something is, or a particular quality or peature that
a thing, an event or a place has (cara yang khas atau kekhasan yang dimiliki oleh
sesuatu, peristiwa atau tempat); (3) strong personal qualities such as the ability to
deal with difficult or dangerous situations (kualitas pribadi yang tangguh misalnya
kemampuan dalam menghadapi situasi yang sulit atau berbahaya).

Menurut ahli psikologi Piaget (1969) suatu karakter berfokus pada sumber perilaku
seseorang, dia mengatakan bahwa esensi karakter/moralitas menghormati aturan
dan yang bekerja pada prinsip-prinsip diinternalisasi (otonomi) mewakili tingkat yang
lebih tinggi moralitas daripada kinerja yang didasarkan pada aturan-aturan yang di-
paksakan oleh orang lain (heteronomy). Lickona (1991) mencoba untuk menghubu-
ngkan komponen psikologis dan perilaku ketika ia berkata bahwa karakter yang
baik terdiri dari tahu yang baik, menginginkan yang baik, dan melakukan yang baik
kebiasaan pikiran , hati kebiasaan, dan kebiasaan bertindak.

Berdasarkan uraian di atas maka karakter adalah ciri, sifat pembawaan yang
berfokus pada sumber perilaku seseorang yang mengarah pada arah yang baik,
positif didasarkan pada keinginan dirinya (autonomi) dalam hati, kebiasaan untuk
mematuhi aturan-aturan kehidupan yang telah terinternalisasi sebagai ciri kualitas
pribadi dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupannya.

Pembentukan karakter sejak dini adalah upaya untuk meningkatkan kualitas peri-
laku, sikap, dan moral seseorang sejak usia dini (bahkan dalam kandungan) sehing-
ga dapat mencapai tujuan hidup yang bermakna (BKKBN, 2006). Dengan demikian,
pembentukkan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana

6 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
yang salah, lebih dari itu pembentukan karakter menanamkan kebiasaan (habitu-
ation) tentang hal yang baik sehingga anak menjadi paham (domain kognitif) ten-
tang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik
dan biasa melakukannya (domain perilaku).

B. Sejarah Pembentukan Karakter Sejak Dini

Lebih dari dua ribu tahun yang lalu Cicero, seorang filosof dan negarawan Yunani,
menyatakan bahwa kesejahteraan suatu bangsa ditentukan oleh karakter warga
negaranya. Toynbee, seorang sejarawan Inggris bahkan menegaskan bahwa sem-
bilan belas dari dua puluh satu peradaban besar di muka bumi ini hancur bukan
karena penaklukan dari luar melainkan karena pelapukan moral dari dalam (Raka,
2011). Sejarah juga mencatat, salah satu isi pidato pembelaan Bung Karno di depan
Hakim Kolonial pada tahun 1930 dengan tegas menyatakan bahwa, jika bangsa In-
donesia ingin mencapai kekuasaan politik, yakni ingin merdeka; jika bangsa ini ingin
menjadi tuan di dalam rumah sendiri, maka ia harus mendidik diri sendiri, menjalan-
kan perwalian atas diri sendiri, berusaha dengan kebiasaan dan tenaga sendiri.

Pernyataan Bung Karno di atas menunjukkan bahwa salah satu karakter war-
ga negara Indonesia yang harus di bangun adalah karakter kemandirian sebagai
sebuah bangsa yang dapat terwujud dengan berusaha dan pembiasaan. Aristo-
teles menjelaskan bahwa karakter sangat erat hubungannya dengan kebiasaan
(habits). Lickona (1992) memperjelas dengan mengatakan bahwa untuk mendap-
atkan kararakter yang baik (good character) maka setiap warga negara harus mel-
akukan kebiasaan pikiran, kebiasaan hati dan kebiasaan dalam tindakan (habits of
mind, habits of heart and habits of action). Dalam sejarah Islam, sekitar 1500 tahun
yang lalu Nabi Muhammad SAW juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam
mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik
(good character) dimana ajaran pertamanya adalah kejujuran serta bagaimana
dapat membangun karakter yang baik.

Karakter sejak dini dibentuk melalui kebiasaan atau perilaku yang terbiasa (hab-
its). Perilaku yang terbiasa berasal dari tindakan pertama (action) yang dikendalikan
oleh cara berpikir (mindset). Langkah awal membangun karakter harus di mulai sejak
dini dengan cara membangun cara berpikir (mind seat) terlebih dahulu, sehingga
bisa tercipta kebiasaan berpikir yang baik, kebiasaan merasakan hal yang baik, ke-
biasaan berperilaku baik dan harapannya akhir adalah terbentuknya karakter yang
baik (good character).

7 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

C. Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

Ketika anak lahir telah dibekali oleh Tuhan dengan berbagai potensi genetis, teta-
pi lingkungan memberi peran sangat besar dalam pembentukan sikap kepribadian
dan pengembangan kemampuan anak. Selain itu jaringan otak manusia yang pal-
ing menentukan terjadi ketika anak masih berusia dini, dan usia 4 tahun pertama
merupakan usia yang paling rawan. Sebab itu, perlu diperhatikan seberapa jauh
anak merasa diperhatikan, diberi kebebasan atau kesempatan untuk mengekspresi-
kan ide-idenya, dihargai hasil karya atau prestasinya, didengar isi hatinya, tidak ada
paksaan atau tekanan, ancaman terhadap dirinya dan mendapatkan kasih sayang
penuh. Semangat belajar anak yang luar biasa perlu diimbangi dengan kesunggu-
han orang tua dalam menciptakan lingkungan yang responsif terhadap kebutuhan
anak-anak tersebut.

Di dalam ilmu pengetahuan kedokteran banyak disebutkan bahwa sel-sel ma-


nusia yang ada di kulit, otot, tulang, dan mata, akan mengalami pembaruan atau
perkembangan setiap tujuh tahun sekali, kecuali sel pusat syaraf. Perkembangan
sel pusat syaraf selesai pada usia 7 tahun. Begitu pula sel-sel otaknya berkembang
pada masa 1-7 tahun. Berubahnya sel-sel otak dan sel pusat syaraf, akan berubah
pula kepibadiannya. Untuk itu perilaku anak pun akan mengalami banyak peruba-
han setiap harinya. Hal ini merupakan rahmat Tuhan terhadap makhluknya dengan
tidak membebani taklif (perintah dan larangan agama) kepada orang yang belum
mukallaf, yaitu orang yang belum sempurna perkembangan dirinya. Ketika anak
beranjak dewasa, maka kepribadiannya makin kuat sesuai dengan kuatnya sel-sel
pusat syaraf yang sudah tidak lagi mengalami penambahan dan pengurangan wa-
laupun mengalami benturan atau sakit.

Jika anak diberi kebebasan untuk berbuat, maka akan membuat anak benar-be-
nar mandiri dan mampu mengendalikan dirinya sendiri. Namun sebaliknya jika anak
tidak diberikan kebebasan berbuat akan menjadikan dirinya tidak mandiri dan
menggantungkan dirinya kepada orang lain. Anak yang memiliki ketergantungan
pada orang lain karena orang tuanya terlalu protektif sehingga dalam benak anak
akan muncul rasa takut salah. Anak-anak yang tumbuh dalam tekanan-tekanan,
misalnya rasa takut, khawatir, tertekan, dan sebagainya ketika remajanya akan
merasakan suatu dorongan-dorongan agresif atau nakal yang menimbulkan efek
negatif. Mungkin anak itu kreatif tetapi kreatifitasnya menuju ke arah yang negatif
bahkan bisa ke arah anarkis. Tetapi jika anak-anak diperhatikan (care) bahkan sejak
masa bayi hingga muncul rasa semangat, maka petumbuhannya akan sangat tera-
tur sekali sehingga dia berpikir logis, lebih memperhatikan (care) kepada orang lain.

8 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
D. Penanaman Nilai-Nilai dalam Pembentukan Karakter

Pembentukan karakter dilakukan melalui penanaman nilai-nilai atau kebajikan


yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi
atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pembentukan
karakter sejak dini pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal
dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, serta nilai-
nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.
Menurut Kemendiknas (2010), nilai-nilai yang dikembangkan dalam pembentu-
kan karakter sejak dini terdiri dari empat sumber, yaitu: agama, pancasila, budaya,
dan tujuan pendidikan nasional. Pertama, nilai-nilai yang bersumber dari agama.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan
individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan keper-
cayaannya. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pembentukan karakter
anak sejak dini harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari ag-
ama. Kedua, nilai-nilai yang bersumber dari Pancasila. Negara kesatuan Republik
Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan
yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan di-
jabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur ke-
hidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pembentu-
kan karakter anak sejak dini bertujuan mempersiapkan anak menjadi warga negara
yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan me-
nerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara. Ketiga,
nilai-nilai yang bersumber dari budaya. Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada
manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang
diakui masyarakat itu.

Nilai-nilai budaya diatas dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap sua-
tu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Posisi budaya yang
demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi
sumber nilai dalam pembentukan karakter sejak dini. Keempat, nilai-nilai yang ber-
sumber dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional memuat berb-
agai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu,
tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pem-
bentukan karakter sejak dini.

E. Rangkuman

Karakter sejak dini dibentuk melalui kebiasaan atau perilaku yang terbiasa (hab-
its). Perilaku yang terbiasa berasal dari tindakan pertama (action) yang dikendalikan

9 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

oleh cara berpikir (mindset). Langkah awal membangun karakter harus di mulai se-
jak dini dengan cara membangun cara berpikir (mindset) terlebih dahulu, sehingga
bisa tercipta kebiasaan berpikir yang baik, kebiasaan merasakan hal yang baik, ke-
biasaan berperilaku baik dan harapannya akhir adalah terbentuknya karakter yang
baik (good character).

Jika anak diberi kebebasan untuk berbuat, maka akan membuat anak benar-be-
nar mandiri dan mampu mengendalikan dirinya sendiri. Namun sebaliknya jika anak
tidak diberikan kebebasan berbuat akan menjadikan dirinya tidak mandiri dan
menggantungkan dirinya kepada orang lain. Anak yang memiliki ketergantungan
pada orang lain karena orang tuanya terlalu protektif sehingga dalam benak anak
akan muncul rasa takut salah.

Pembentukan karakter sejak dini pada dasarnya adalah pengembangan nilai-


nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama,
budaya, serta nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. Pen-
didikan karakter yang berbasiskan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila men-
jadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan,
budaya, dan seni. Pembentukan karakter anak sejak dini bertujuan mempersiapkan
anak menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki
kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya
sebagai warga negara.

F. Latihan
Kerjakan soal latihan di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan pengertian pembentukan karakter sejak dini!
2. Jelaskan sejarah pembentukan karakter sejak dini?
Q
3. Mengapa pembentukan karakter perlu dilakukan sejak dini?

10 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BAB III
PENGEMBAGAN KARAKTER ANAK
SEJAK DINI
Indikator Hasil Belajar:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat
menjelaskan pengembangan karakter anak sejak dini

11 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

Pengembangan karakter anak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sal-
ing mempengaruhi. Banyak yang meyakini bahwa satu pertiga perubahan kepriba-
dian/karakter dipengaruhi oleh faktor genetik dan dua pertiga yang lain dipengaru-
hi oleh faktor lingkungan. Dengan demikian, faktor genetik bukanlah sebuah faktor
yang menghalangi pengaruh pendidikan dan pengembangan karakter. Jadi, se-
lain faktor genetik sebagai faktor yang berpengaruh juga terdapat beberapa faktor
lain, seperti pendidikan, kondisi keluarga, masyarakat, ekonomi, budaya, makanan,
udara, iklim, dan sebagainya. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dibahas
tentang beberapa faktor dalam pengembangan karakter anak sejak dini sebagai
berikut:

A. Faktor Utama yang Mempengaruhi Pengembangan


Karakter Anak Sejak Dini

Menurut Campbell dan Bond (1982) terdapat delapan faktor yang berpengaruh
dalam pengembangan karakter antara lain sebagai berikut:
1. Keturunan (Heredity)
Faktor keturunan menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi
perkembangan karakter seorang anak. Hal ini dinyatakan oleh pakar pendidikan
Indonesia Ki Hajar Dewantara, bahwa terdapat hal yang menetap dan tidak bisa
diubah oleh pendidikan, yaitu pembawaan atau yang dikenal dengan istilah kod-
rat diri (Solehudiin, 1997) sehingga seorang guru tidak mampu mengubah suatu
karakter anak yang merupakan bawaan sejak lahir.

2. Pengalaman Anak Usia Dini (Early Childhood Experience)


Pengalaman anak di usia dini atau pada masa kecil dapat menjadi suatu pen-
galaman yang akan tertanam dalam benak anak baik pengalaman yang bersi-
fat indah maupun buruk.

3. Model / teladan dari orang dewasa atau orang yang dianggap penting
Orang dewasa menjadi karakter yang sangat diidolakan oleh anak sehingga di
sinilah pentingnya teladan yang baik dari orang dewasa yang ada di sekitar ling-
kungan anak. Orang dewasa seperti nenek-kakek, ayah-ibu, paman-bibi, serta
guru dapat menajdi model atau teladan yang baik bagi anak.

4. Pengaruh Rekan atau Teman Sebaya (Peer Influence)


Teman sebaya memiliki pengaruh yang cukup kuat terutama bagi anak usia dini.
Pentingnya pengaruh teman sebaya menjadi dasar anak untuk mampu bersosial-
isasi sebagai mahluk sosial dan merupakan awal permulaan anak untuk mampu
diterima oleh teman-teman sebayanya. Beberapa aturan yang telah dibuat or-
angtua di rumah menjadi seringkali dilanggar oleh anak karena mereka sedang
asyik memiliki kebiasaan baru menyamakan diri dengan teman-temannya.

12 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
5. Kondisi Umum Fisik dan Lingkungan Sosial
Keadaan secara fisik individu anak maupun fisik dan lingkungan sosial anak akan
mempengaruhi pembentukkan karakter anak. Anak yang berasal dari lingkungan
fisik dan sosial baik maka terdapat kecenderungan berperilaku dengan citra fisik
yang asri, bersahabat, dan bersih, sedangkan anak yang berasal dari lingkungan
kumuh dan penuh kekerasan cenderung memiliki citra fisik yang kotor, lusuh, serta
berperilaku kasar.

6. Media Komunikasi (Communication Mass)


Media komunikasi cetak maupun elektronik merupakan hal sangat penting dalam
mempengaruhi karakter anak. Akses media yang mudah saat ini telah memba-
wa perubahan kebiasaan seorang anak dalam menyerap dan memproses apa
saja yang dilihat dan didengar untuk diproses sebagai pengalaman inderawin-
ya. Peran orangtua dan orang dewasa di rumah menjadi sangat penting untuk
mengarahkan dan menyeleksi tayangan media yang cocok untuk anak. Adan-
ya pendampingan untuk melihat tontonan dan mendengar informasi yang positif
mampu menciptakan perilaku yang positif pula.

7. Nilai atau materi yang diajarkan di lembaga pendidikan


Nilai dan materi yang diajarkan oleh lembaga pendidikan seperti sekolah di TK
atau PAUD dapat mempengaruhi pembentukkan karakter anak. Lembaga pen-
didikan mampu mempertemukan anak dengan guru dan teman sebaya, seh-
ingga anak akan mengenal standar perilaku. Lembaga pendidikan dipercaya
memiliki kelebihan dan potensi yang cukup kuat dalam membangun karakter
yang baik pada setiap anak.

8. Situasi khusus dan peran yang memancing berperilaku


Karakter mampu terbentuk melalui situasi dan kondisi tertentu yang mengarah
pada bagaimana situasi tertentu mampu menginspirasi seorang anak untuk ber-
perilaku baik. Para pendidik dalam menciptakan serta merancang situasi khusus
agar dapat merangsang anak dalam menanamkan karakter baik sehingga anak
dapat terus memperoleh contoh-contoh perilaku baik dan mengikutinya secara
terus menerus.

B. Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi


Pengembangan Karakter Anak Sejak Dini

Karakter seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendir-
inya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti yang dipaparkan sebelumnya, tetapi jika dikelompokkan menjadi dua ba-

13 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

gian, yaitu faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut dapat dijelaskan di
bawah ini:
1. Faktor Internal
Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh internal yang ber-
kaitan dengan faktor bawaan (nature) dan faktor yang ada di dalam diri sese-
orang. Berdasarkan para ahli psikologi perkembangan, setiap manusia memiliki
potensi bawaan yang akan terwujud setelah dilahirkan, termasuk potensi yang
terkait dengan karakter atau nilai-nilai kebajikan. Manusia pada dasarnya memili-
ki potensi kebajikan, namun potensi tersebut hanya dapat muncul apabila diikuti
pendidikan dan sosialisasi setelah manusia sejak dini dimulai pada saat kelahiran,
di keluarga, di sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas dan sangat penting
dalam pembentukkan karakter seorang anak.

2. Faktor Eksternal
Perkembangan karakter anak dipengaruhi oleh faktor luar diri dalam hal ini dipen-
garuhi oleh faktor luar diri dalam hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan (nur-
ture). Menurut Lichona (Megawangi, 2003) pendidikan karakter perlu dilakukan
sejak dini. Erikson (Hurlock, 1999) menggambarkan anak adalah awal manusia
menjadi manusia, yaitu masa dimana kebajikan berkembang secara perlahan
tapi pasti.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa karakter merupakan kualitas moral dan mental
seseorang yang pembentukkannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah-nature)
dan lingkungan (sosialisasi atau pendidikan-nurture). Potensi karakter yang baik di-
miliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus menerus dibina
melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini.

C. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pembentukan


Karakter Anak Sejak Dini

Pakar psikologi komunikasi Jalaluddin Rahmat dalam sebuah kesempatan pernah


mengatakan, ada tiga lingkungan yang sangat mempengaruhi kualitas mental dan
spiritual anak, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial
budaya yang berhubungan dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di
masyarakat, termasuk di dalamnya pengaruh televisi, buku dan media massa. Ket-
iga lingkungan tersebut saling menopang dalam mempengaruhi perkembangan
dan pembentukan karakter. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Raka (2011) yang
menyatakan bahwa pembentukan karakter dipengaruhi oleh faktor-faktor khas
yang ada dalam diri seseorang yang sering disebut faktor endogen dan oleh faktor
lingkungan atau yang sering disebut faktor eksogen. Dalam pembentukan karak-
ter anak difokuskan pada faktor pembentukan lingkungan, sebab faktor lingkungan
yang bisa direkayasa. Berikut diuraikan tiga faktor yang mempengaruhi pembentu-

14 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
kan karakter sejak dini, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkun-
gan sosial budaya.

1. Lingkungan Keluarga

Seorang anak dalam proses tumbuh kembangnya dipengaruhi pertama dan


langsung adalah oleh lingkungan keluarga, dan setelah itu oleh lingkungan di luar
keluarga. Membentuk kepribadian anak sejak dini meniscayakan peran keluarga
dalam pendidikan, sosialisasi, dan penanaman nilai. Keluarga harmonis adalah kelu-
arga yang dapat menciptakan generasi penerus yang berkualitas, berkarakter kuat,
sehingga menjadi pelaku-pelaku perubahan dalam lingkungan keluarga, bangsa,
bahkan dunia.

Mengutip Phillips, Azra (2010) menyarankan keluarga hendaknya menjadi school


of love, sekolah untuk kasih sayang. Keluarga sebagai school of love dapat disebut
sebagai madrasah mawaddah wa rahmah, tempat belajar yang penuh cinta sejati
dan kasih sayang. Keluarga merupakan basis dari ummah (bangsa); dan karena itu
keadaan keluarga sangat menentukan keadaan ummah itu sendiri. Bangsa terbaik
(khayr ummah) yang merupakan ummah wahidah (bangsa yang satu) dan ummah
wasath (bangsa yang moderat), hanya dapat terbentuk melalui keluarga yang dib-
angun dan dikembangkan atas dasar mawaddah wa rahmah.

Berdasarkan sebuah hadits, keluarga yang baik memiliki empat ciri. Pertama,
keluarga yang memiliki semangat (ghirah) dan kecintaan untuk mempelajari dan
menghayati ajaran-ajaran agama dengan sebaik-baiknya untuk kemudian menga-
malkan dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, keluarga
di mana setiap anggotanya saling menghormati dan menyayangi; saling asah dan
asuh. Ketiga, keluarga yang dari segi nafkah (konsumsi) tidak berlebih-lebihan; tidak
ngoyo atau tidak serakah dalam usaha mendapatkan nafkah; sederhana atau tidak
konsumtif dalam pembelanjaan. Keempat, keluarga yang sadar akan kelemahan
dan kekurangannya; dan karena itu selalu berusaha meningkatkan ilmu dan peng-
etahuan setiap anggota keluarganya melalui proses belajar dan pendidikan seumur
hidup (life long learning), min al-mahdi ila al-lahdi (Azra, 2010)

Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga ber-
pengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter anak. Perilaku ini men-
yangkut bagaimana kasih sayang, sentuhan, kelekatan emosi (emotional bonding)
orang tua terutama ibu, serta penanaman nilai-nilai. Kedua orang tua harus terlibat,
karena keterlibatan ayah dalam pengasuhan di masa kecil sampai usia remaja juga
menentukan pembentukan karakter anak.

Keluarga yang harmonis di mana ayah dan ibu saling berinteraksi dengan kasih

15 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

sayang dan selalu ada kebersamaan keluarga, akan memberikan suatu lingkungan
yang kondusif bagi pembentukan karakter anak. Keberhasilan orang tua membimb-
ing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan
kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak (Megawangi,
2004).

Peran ibu dalam mendidik anak-anaknya memang harus dilakukan sejak mere-
ka dilahirkan, bahkan sejak mereka masih di dalam kandungan. Ada sebuah ung-
kapan yang menyatakan bahwa wanita adalah tiang negara. Teori sosiologi juga
menegaskan bahwa keluarga adalah fondasi masyarakat. Artinya peran ibu dalam
keluarga sangat penting sekali dalam proses pembentukan kepribadian seorang
anak. Megawangi (2004) menyebutkan beberapa kebutuhan fundamental yang
harus dipenuhi seorang anak agar dapat berkepribadian baik, dan ini semua sangat
tergantung pada peran perempuan sebagai ibu.

Pertama, kebutuhan akan kelekatan psikologis (maternal bonding). Salah satu ke-
butuhan terpenting anak yang harus dipenuhi sejak lahir adalah kelekatan psikologis
yang erat dengan ibunya. Kelekatan psikologis ini penting agar anak dapat mem-
bentuk kepercayaan kepada orang lain (trust), merasa diri diperhatikan, dan me-
numbuhkan rasa aman. Hubungan yang erat dengan ibunya dalam tahun-tahun
pertama kehidupan akan menanamkan kapasitas besar untuk dapat mengadakan
hubungan yang baik dengan orang lain kelak ketika dewasa. Seorang ibu yang
dapat menciptakan ikatan emosional yang erat, dapat membentuk kepribadian
anak menjadi baik. Beberapa studi menunjukkan bahwa anak yang baik hubungan
dengan ibunya ketika bayi, akan dekat pula dengan ayah dan anggota keluarga
lainnya, dan selanjutnya anak akan berperilaku positif dan tidak agresif.
Kedua, kebutuhan rasa aman. Anak memerlukan lingkungan yang stabil dan
aman. Lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan em-
osi bayi. Begitu pula pengasuh yang berganti-ganti akan berpengaruh negatif pula.
Lingkungan yang tidak menyenangkan (penuh dengan stres) akan mempengaru-
hi kepribadian anak. Hubungan yang tidak baik antara pengasuh dan anak akan
meningkatkan kebutuhan protein anak, dan cenderung menurunkan nafsu makan
anak, sehingga asupan makanan menjadi lebih sedikit. Padahal anak memerlukan
makan yang lebih banyak ketika sedang stres. Sebaliknya lingkungan pengasuhan
yang menyenangkan akan meningkatkan aktifitas sistem organ-organ yang sedang
berkembang, dan selanjutnya daya serap gizi akan lebih baik, sehingga proses tum-
buh kembang bisa mejadi optimal.

Ketiga, kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental. Hal ini memerlukan perhatian
yang besar dari orang tuanya dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya.
Pakar pendidikan anak mengatakan bahwa seorang ibu yang sangat perhatian

16 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong,
dan berbicara kepada anaknya) di usia di bawah 6 bulan, akan mempengaruhi
sikap bayinya menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplor lingkungannya,
dan menjadikannya anak yang kreatif.

Kebutuhan dasar anak seperti yang diungkapkan di atas hanya dapat dipenuhi
oleh keluarga yang mempunyai nilai-nilai keluarga sakinah. Anak-anak yang bera-
da dalam keluarga seperti ini mendapatkan perlindungan, kasih sayang, pendidi-
kan moral dan disiplin yang baik dari orang tuanya. Hal ini menuntut peran dan
komitmen besar dari orang tuanya, terutama ibunya.

Lickona seperti dikutip Megawangi (2010) menyebutkan sepuluh gagasan utama


dalam membentuk karakter dalam keluarga. Pertama, moralitas penghormatan.
Hormat adalah kunci utama manusia untuk dapat hidup bermasyarakat terutama
dalam masyarakat yang plural. Penghormatan harus diberikan kepada diri sendi-
ri sebagai manusia, yaitu untuk menjaga diri agar tidak terlibat dalam perilaku
yang merusak diri. Kemudian hormat kepada orang lain sebagai sesama manusia
yang merupakan ciptaan Tuhan, walaupun berbeda suku, agama, dan pandan-
gan hidup, yaitu dengan tidak menyakiti sesama manusia baik fisik atau emosinya,
apalagi untuk mengambil nyawa sesama manusia. Juga hormat kepada lingkun-
gan hidup untuk tidak menyakiti hewan dan tanaman, dan senantiasa menjaga
lingkungan hidup. Setiap orang tua wajib mengajarkan kepada anak-anaknya prin-
sip hormat ini.

Kedua, perkembangan moralitas penghormatan berjalan secara bertahap. Anak-


anak tidak dapat langsung menjadi manusia bermoral, tetapi perlu proses sosialisasi
yang terus menerus dari orang tuanya. Mendidik anak memerlukan tingkat kesa-
baran tinggi, oleh karena itu memerlukan komitmen dari orang tuanya. Seperti haln-
ya perkembangan motorik dan intelektual yang terjadi secara bertahap dari masa
kecil sampai usia dewasa, perkembangan moral anak juga berjalan secara berta-
hap. Untuk itu orang tua perlu mengerti tahapan-tahapan perkembangan moral
anak, agar dapat menyesuaikan diri dengan fase umur anak.

Ketiga, mengajarkan prinsip saling menghormati. Anak-anak akan belajar


bagaimana menghormati orang lain kalau ia juga merasa dihormati. Orang tua
hendaknya menghormati anaknya sebagai manusia walaupun masih kecil. Cara
penghormatan orang tua yang diberikan kepada anaknya misalnya memberikan
aturan disiplin dengan mengajaknya berdiskusi tentang alasan-alasan rasional men-
gapa harus ada peraturan tersebut, juga dengan berbicara secara sopan. Adalah
hal biasa bagi anak kecil untuk tidak membalas penghormatan yang diberikan ke-
padanya, namun orang tua harus mengingatkannya. Misalnya seorang anak yang
meminta sesuatu kepada ibunya dengan cara berteriak, maka si ibu harus menase-

17 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

hatinya, “Mama ingin kamu tidak berteriak begitu, karena mama merasa tidak di-
hormati oleh kamu.”

Keempat, mengajarkan dengan contoh. Cara yang cukup efektif untuk men-
gajarkan anak adalah dengan memberikan contoh konkrit mengenai perilaku
bagaimana seharusnya, walaupun tidak dikatakan secara langsung. Misalnya den-
gan mengajak anak untuk menanam pohon di lingkungan sekitar rumahnya, atau
membantu orang-orang yang perlu bantuan. Bisa juga anak-anak dibacakan bu-
ku-buku yang mengandung pesan-pesan moral, karena tokoh dalam cerita dapat
menjadi contoh yang baik.

Kelima, mengajarkan dengan kata-kata. Selain penting mengajarkan dengan


contoh, mengatakan apa yang dicontohkan juga penting dilakukan. Anak perlu dit-
erangkan mengapa memanggil temannya dengan nama julukan yang buruk tidak
baik, karena akan menyakiti hatinya. Mengapa berbohong itu tidak bagus, karena
dapat merusak kepercayaan orang, dan sebagainya. Anak sangat perlu diterang-
kan tentang aspek agama dan spiritualitas, misalnya mengajarkan kecintaan kepa-
da Tuhan, dan kecintaan kepada Tuhan harus dimanifestasikan dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu dengan berbuat kebajikan. Mengajarkan penghormatan kepa-
da sesama makhluk hidup dapat membuat anak mengerti mengapa kita perlu
empati dan simpati kepada semua ciptaan Tuhan.

Keenam, mendorong anak untuk merefleksikan tindakannya. Ketika anak melaku-


kan sesuatu yang tidak baik, anak perlu didorong untuk berpikir tentang perbuatan-
nya, dan apa akibat yang dapat ditimbulkannya. Misalnya, ketika seorang anak
memukul kawannya, orang tua dapat berkata: “Lihat, bagaimana
perasaan anak itu sehingga ia menangis. Bagaimana kalau kamu diperlakukan
seperti itu?” Hal ini akan membuat anak untuk berfikir dan merefleksikan tindakannya,
dan belajar menempatkan dirinya kalau menjadi orang lain yang ia sakiti. Dengan
cara ini anak akan belajar berpikir mengenai konsekuensi dari tindakannya.

Ketujuh. Mengajarkan anak untuk mengemban tanggung jawab. Anak-anak


yang sejak kecil diberikan tanggung jawab akan berkembang menjadi anak yang
yang peduli terhadap orang lain. Sejak usia tiga tahun anak sudah bisa diberikan
tanggung jawab, misalnya membantu ibunya menaruh bantal pada tempatnya,
membersihkan meja makan, dan sebagainya. Tanggung jawab juga bisa diajarkan
orang tua dengan memperkenalkan pekerjaan sosial di luar rumah, misalnya
dengan mengajak anak pergi ke panti asuhan untuk memberikan sumbangan, kerja
bakti di lingkungan tempat tinggalnya, dan sebagainya.

Kedelapan, keseimbangan antara kebebasan dan kontrol. Mengutip Baumrind,


Megawangi (2004) menyebutkan tiga tipe orang tua dalam mengasuh dan men-

18 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
didik anaknya (parenting style). Pertama, orang tua yang permissive, yaitu yang
membiarkan anaknya untuk berperilaku apa saja tanpa arahan orang tua. Kedua,
orang tua yang otoriter, yaitu orang tua yang terlalu mengontrol anaknya, sehingga
anaknya tidak mempunyai kebebasan sama sekali. Ketiga, orang tua yang otorita-
tif, yaitu keseimbangan antara kebebasan dan kontrol. Tipe terakhir ini adalah tipe
yang dianggap terbaik. Orang tua akan bersikap tegas dalam memberikan aturan,
tetapi akan menerangkan alasan-alasannya, dan mau mendengar respons anak.
Anak diberikan kebebasan untuk menanyakan mengapa ia harus melakukan sesua-
tu, tetapi orang tua tidak menuruti begitu saja kemauan anak. Anak diberikan pili-
han untuk menentukan apa yang akan dilakukan sejauh masih dalam rambu-rambu
aturan yang berlaku. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang
mempunyai orang tua tipe ini berkembang menjadi anak-anak yang percaya diri,
bertanggung jawab, dan mandiri.

Kesembilan, cintai anak. Dasar dari pembentukan moral adalah cinta. Cinta
orang tua akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan karak-
ter, yaitu melalui lima cara. Pertama, anak yang mendapatkan cinta dan perhatian
hangat dari orang tuanya akan merasa bahwa dirinya berharga, yang selanjutnya
akan membuatnya percaya diri. Anak yang percaya diri akan mudah berteman
dan tidak mudah terpengaruh kepada hal-hal yang negatif. Kedua, orang tua yang
hangat dan penuh perhatian akan menjadi model bagi anak bagaimana seharusn-
ya memperlakukan orang lain. Seorang ayah yang mau mendengarkan keluh kesah
anaknya, dan memberikan dorongan dengan kasih sayang, akan membuat anakn-
ya meniru bagaimana seharusnya memberikan perhatian dan berempati terhadap
kesulitan orang. Ketiga, anak yang mempunyai hubungan emosional yang erat den-
gan orang tuanya akan berusaha berperilaku sesuai dengan harapan orang tuanya
menurut standar etika yang berlaku. Keempat, orang tua yang hangat dan penuh
perhatian akan memacu perkembangan moral anak kepada tahapan yang lebih
tinggi. Orang tua yang hangat dan penuh perhatian cenderung mempunyai anak
yang memperhatikan kebutuhan orang lain dibandingkan orang tua yang tidak
hangat yang anaknya cenderung berperilaku egois. Kelima, orang tua yang mem-
berikan cinta dan perhatian kepada anaknya akan membuat komunikasi antara
orang tua dan anak menjadi lancar dan terbuka. Apabila komunikasi baik, orang
tua dapat dengan mudah berbicara tentang moral dengan anaknya, dan mem-
berikan perspektif bagaimana seharusnya.

Kesepuluh, mengajarkan moral dan menciptakan keluarga bahagia secara ber-


samaan. Pendidikan moral dan usaha menciptakan keluarga bahagia adalah dua
sisi dari mata uang yang sama. Keluarga harus dapat mengelola konflik secara kon-
struktif, misalnya dengan menggunakan fairness approach (pendekatan berkead-
ilan). Pendekatan ini dapat dipakai ketika ada konflik antar anggota keluarga. Ada
tiga hal yang perlu diketahui dengan pendekatan ini; Pertama, dengan menum-

19 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

buhkan sikap saling pengertian (mutual understanding), yaitu dengan mendengar


perspektif orang lain yang terlibat dalam konflik sehingga dapat melihat kebenaran
dari berbagai sisi. Orang tua harus mendengarkan anaknya, dan bagaimana peras-
aannya, begitu pula anak harus mendengarkan keluhan dan mengetahui perasaan
orang tuanya. Kedua, dengan mencari solusi bersama secara musyawarah yang
disetujui oleh pihak-pihak yang sedang konflik. Ketiga, menindaklanjuti bagaimana
persetujuan yang telah dibuat bersama dijalankan, misalnya dengan melakukan
evaluasi. Dengan cara ini anak belajar untuk menggunakan diskusi, bukan kekua-
saan dalam mengelola konflik. Selain itu dapat mengajarkan anak nilai-nilai tanggu-
ng jawab, yaitu dengan mengajaknya sebagai partner dalam mencari solusi. Kelu-
arga yang dapat mengelola konflik secara baik, adalah keluarga bahagia.

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah sering disebut sebagai “a mini society”. Sebagai suatu masyarakat kecil,
sekolah merupakan cermin dari masyarakat di mana sekolah itu berada. Apa yang
terdapat dan terjadi di masyarakat, pada dasarnya terwujud juga dalam sekolah. Di
sekolah terdapat aturan-aturan yang mengikat para anggotanya, baik siswa mau-
pun guru. Ada norma-norma dalam pergaulan yang harus dipatuhi, terdapat in-
teraksi antara sesamanya baik secara individual maupun kelompok, terdapat konf-
lik-konflik interes baik nampak maupun tersembunyi.
Dalam proses “transfer of culture”, termasuk di dalamnya proses pembentukan
karakter, sikap, rasa dan juga intelektualitas, aspek sekolah sebagai “a mini society”
sangat penting artinya. Para ahli pendidikan mengatakan, sekolah merupakan ke-
hidupan riil anak didik itu sendiri, bukan hanya tempat mempersiapkan anak didik.
Pernyataan ini menekankan hendaknya sekolah diselenggarakan sedemikian rupa
sehingga betul-betul merupakan kehidupan riil anak didik itu sendiri. Implikasinya
anak didik merupakan subjek dari proses pendidikan.

Kehidupan sosial anak didik dalam masyarakat kecil tersebut merupakan dasar
dan sumber dari transformasi kehidupan. Peran paling penting dalam proses pen-
didikan bukanlah terletak pada aktifitas dan interaksi sosial anak didik itu sendiri. Per-
an guru menurut falsafah ini lebih banyak bersifat tut wuri handayani; memberikan
dorongan dan motivasi agar para anak didik mampu memperluas cara pandang,
untuk mengembangkan berbagai altematif dan pengambilan keputusan dalam ak-
tifitas kehidupan serta memperkuat kemauan untuk mendalami dan mengembang-
kan apa yang dipelajari dalam proses kehidupan itu. Guru melakukan usaha-usaha
dengan berbagai cara atau metoda, berbagai alat bantu, agar anak didik akan
membenarkan dan menerima nilai-nilai kebajikan, anak didik sendirilah yang mene-
mukan dan mengadopsi nilai-nilai yang ditargetkan oleh sekolah.

Lingkungan sekolah dengan demikian merupakan salah satu lingkungan sosial

20 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
yang dibutuhkan anak selain lingkungan bermain di sekitar rumah. Lingkungan se-
kolah pertama bagi anak berada dalam lingkungan playgroup dan kindergarten.
Lingkungan ini berfungsi memperluas kehidupan sosial anak dan tempat anak bela-
jar menyesuaikan diri terhadap bermacam-macam situasi. Oleh karena perkemban-
gan moral dan spiritual seseorang berjalan seiring dengan perkembangan kognitif-
nya, maka sekolah sebagai wahana pengembangan kognitif anak sangat penting
artinya dalam pembentukan karakter.

Mengingat pentingnya peran sekolah dalam pembentukan karakter anak, sistem


persekolahan harus lebih tanggap terhadap kebutuhan individu siswa. Iklim sekolah
harus menguntungkan untuk pelaksanaan proses pembentukan karakter. Sekolah
harus menumbuhkan sikap-sikap positif dalam diri siswa. Sekolah jangan lagi menjadi
lembaga yang hanya mencetak “tenaga kerja”, tapi lembaga yang menghasilkan
“manusia yang utuh” (the whole person). Konsep ini menekankan proses daripada
hasil. Dengan cara ini sekolah yang dijalani oleh anak bukan sekedar mendapatkan
ijazah, tapi proses pemberdayaan dan pembudayaan yang mengasyikkan. Pada
akhirnya, perlu ada upaya untuk mengembalikan kesadaran di kalangan masyar-
akat khususnya orang tua; pentingnya pencapaian tujuan jangka panjang dalam
pendidikan yakni terbentuknya karakter anak sebagai manifestasi manusia seutuhn-
ya. Keterlibatan orang tua dalam pengambilan keputusan sekolah, dengan demiki-
an, merupakan satu hal yang tidak dapat dinafikan.

Sekaitan dengan pembentukan karakter, Fidelis (2010) menganjurkan beberapa


langkah dalam pembentukan karakter anak di sekolah. Pertama, menciptakan ling-
kungan kelas yang memungkinkan anak-anak dapat menginternalisasi nilai-nilai so-
sial. Lingkungan kelas yang saling menerima, saling memberi dorongan positif, dan
bebas dari dehumanisasi. Kedua, menyediakan model karakter yang dapat dite-
ladani anak. Teladan sikap jauh lebih mengena daripada penjelasan, sebab anak
belajar dengan meniru.

Ketiga, memberi dorongan pada anak untuk berkreasi. Anak memiliki potensi dan
harus diberi kesempatan untuk mencoba sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
Keempat, menghargai nilai. Anak perlu diberi pujian bila melakukan perilaku yang
bernilai, dan lakukan teguran secara pribadi dengan berbasis nilai. Kelima, melatih
anak ketrampilan sosial. Anak perlu dilatih untuk berperilaku sopan pada orang lain,
mengelola konflik, serta mengembangkan relasi pribadi yang positif.

3. Lingkungan Sosial Budaya

Bronfenbrenner (dalam Fidelis, 2010) mengemukakan bahwa perilaku seseorang


dibentuk melalui berbagai konteks sosial di mana ia tinggal, dan orang-orang yang
mempengaruhi perkembangannya. Lima lingkungan sosial yang ikut membentuk

21 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

perilaku itu adalah mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosis-


tem. Mikrosistem merupakan lingkungan pertama yang mempengaruhi perilaku se-
orang anak, yakni mulai dalam lingkungan keluarga, teman sebaya, tetangga, dan
sekolah. Mesosistem merupakan lingkungan mikrosistem yang saling bertautan. Pen-
galaman anak di keluarga akan mempengaruhi sikap anak di sekolah.

Ekosistem merupakan lingkungan di mana anak tidak turut serta aktif, namun
lingkungan ini mempengaruhi kehidupan anak (misalnya keputusan pemerintah).
Makrosistem, lingkungan yang lebih luas dan sudah meliputi kultur, nilai, dan adat
istiadat di mana anak tinggal. Kronosistem merupakan lingkungan yang melibatkan
kondisi sosiohistoris dari perkembangan seseorang. Misalnya, anak sekarang tumbuh
dalam kronosistem yang kurang mendapat perhatian, tumbuh dalam pengaruh el-
ektronik yang massif, dan berbagai pengalaman historis (bencana, perceraian, dan
sebagainya).

Tayangan televisi merupakan salah satu perwujudan kronosistem yang perlu di-
waspadai dalam pembentukan karakter anak sejak dini. Ikatan Dokter Indonesia
pernah mengungkapkan fakta bahwa anak merupakan kelompok pemirsa yang
paling rawan terhadap dampak negatif tayangan televisi. Data tahun 2002 menge-
nai jumlah jam menonton televisi pada anak di Indonesia adalah sekitar 30-35 jam/
minggu atau 1560-1820 jam/ tahun . Angka ini jauh lebih besar dibanding jam bela-
jar di sekolah dasar. Tidak semua acara televisi aman untuk anak.

Anak-anak lebih bersifat pasif dalam berinteraksi dengan televisi, bahkan seringkali
mereka terhanyut dalam dramatisasi terhadap tayangan yang ada di dalamnya. Di
satu sisi televisi menjadi media informasi, namun di sisi lain televisi dapat menularkan
efek yang buruk bagi sikap, pola pikir, perilaku anak. Sebut saja misalnya, tayangan
pornografi dan kekerasan. Anak-anak yang masih rentan daya kritisnya, akan mu-
dah sekali terpengaruh dengan isi dan materi tayangan televisi yang ditontonnya,
dan pengaruhnya bisa terbawa sampai mereka dewasa.
Televisi telah menjadi media yang keberadaannya sangat ditentukan oleh kendali
pemakainya. Kebiasaan menonton televisi dapat membuat anak menjadi pemalu,
karena terisolasi dari pergaulannya dengan teman-teman sebaya lainnya. Hal itu
yang dapat mempengaruhi psikologis anak. Selain itu, pola menonton televisi yang
tidak terkontrol akan menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak. Usia anak
adalah usia di mana anak sedang mengembangkan segala kemampuannya sep-
erti kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain dan kemampuan
mengemukakan pendapat. Dampak lainnya, perilaku-perilaku yang dilihat di tele-
visi akan menjadi satu memori dalam diri anak dan akibatnya anak menjadi meniru
yang bisa berkembang menjadi karakter pribadinya di kemudian hari.

Memperhatikan dampak televisi yang demikian besar terhadap perkembangan

22 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
karakter anak, orang tua perlu menjembatani dalam hubungan antara anak den-
gan televisi. Anak-anak perlu didampingi dalam menonton televisi. Keberadaan
orang tua di samping anak pada saat menonton televisi dapat menjelaskan secara
langsung jika ada tayangan yang perlu diklarifikasi. Anak perlu diajak bicara tentang
tayangan yang dilihatnya. Ini penting agar anak dapat melihat tayangan televisi
secara kritis.

D. Rangkuman

Ada tiga lingkungan yang sangat mempengaruhi kualitas mental dan spiritual
anak, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial budaya
yang berhubungan dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di masyar-
akat, termasuk di dalamnya pengaruh televisi, buku dan media massa. Ketiga ling-
kungan tersebut saling menopang dalam mempengaruhi perkembangan dan pem-
bentukan karakter.

Orang tua perlu menjadi teladan yang penuh kasih sayang dalam lingkungan
keluarga. Dalam lingkungan sekolah orang tua perlu menjalin hubungan partisipa-
tif dengan guru dalam pembentukan karakter anak. Sementara dalam lingkungan
sosial budaya, utamanya dalam mengahadapi tayangan televisi orang tua perlu
menjadi pendamping yang mengajarkan anak untuk menjadi pemirsa kritis.

Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga ber-
pengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter anak. Perilaku ini men-
yangkut bagaimana kasih sayang, sentuhan, kelekatan emosi (emotional bonding)
orang tua terutama ibu, serta penanaman nilai-nilai. Kedua orang tua harus terlibat,
karena keterlibatan ayah dalam pengasuhan di masa kecil sampai usia remaja juga

Q
menentukan pembentukan karakter anak.

E. Latihan

Kerjakan soal latihan berikut dengan benar!


1. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter sejak dini!
2. Bagaimana sebaiknya peran orang tua dalam lingkungan keluarga?
3. Jelaskan faktor lingkungan sekolah dalam mempengaruhi pembentukan kar-
akter anak!
4. Jelaskan pengaruh tayangan televisi bagi anak!
5. Jelaskan peran orang tua dalam lingkungan sosial budaya!

23 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

BAB IV
SASARAN PENGEMBANGAN
KARAKTER ANAK SEJAK DINI
Indikator Hasil Belajar:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan
dapat menjelaskan sasaran pengembangan karakter anak sejak dini.

24 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Pengembangan karakter menimbulkan pertanyaan bahwa apa nilai karakter
yang dapat diseleksi dan dikembangkan pada anak sejak dini. Berdasarkan
berbagai pendapat para ahli maka karakter anak yang efektif dapat dipaparkan
sebagai berikut:

A. Karakter Utama

Berikut ini adalah beberapa nilai-nilai yang dikategorikan sebagai karakter utama
atau High Character yang dapat dicapai individu dalam upaya membangun
karakter diri (Kenneth, 2005) terdiri dari:

1. Kebijaksanaan, seorang anak mampu mencari dan menemukan ada nilai yang
lebih besar dari kecerdasan intelektual atau pengetahuan
2. Fidelity, karakter utama seseorang adalah seseorang akan berbuat sesuai dengan
keadaan dirinya apa adanya
3. Integritas, seseorang akan berbuat seperti yang ia katakan
4. Compassion, karakter utama seseorang adalah cara memperlakukan orang
lain dengan penuh kebajikan, kebijaksanaan, apa adanya serta integritas
sebagaimana ia juga ingin diperlakukan demikian oleh orang lain
5. Kejujuran, karakter utama seseorang adalah mereka akan mengatakan yang
sebenarnya dengan santun
6. Keadilan, karakter utama anak adalah berpegang utama pada kebenaran dan
memperbaiki kesalahan
7. Akuntabilitas, karakter untuk selalu mempertanggung jawabkan semua tugas
yang telah dilakukan
8. Respect, anak akan memperlakukan orang lain seperti layaknya harapan dia
diperlakukan oleh orang lain.
9. Terpercaya dan amanah, karakter utama seorang individu adalah tidak pernah
mengingkari janji
10. Excellence, karakter utama seseorang adalah melakukan yang terbaik setiap
hari di setiap kesempatan “do the best”
11. Semangat Kepemimpinan yang melayani orang lain, karakter utama seseorang
adalah mereka mengabdikan dirinya untuk orang yang berada di bawah
kepemimpinannya
12. Persatuan, membangun hubungan yang saling memiliki, menghargai, dan saling
membantu untuk mencapai tujuan bersama
13. Pemaaf, karena seseorang jauh dari sempurna maka karakter tertinggi seseorang
adalah rendah hati dan menerima kesalahan orang lain
14. Kemerdekaan, karakter utama seseorang adalah melayani hak-hak umum dan
menunaikan kewajiban mereka dengan bertanggung jawab
15. Pembelajar, karakter utama seseorang adalah belajar sepanjang hayat dan
senantiasa mencari hikmah dalam hidupnya

25 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

16. Mencari penasihat, karakter utama seseorang adalah mencari penasihat ketika
menghadapi konflik atau isu-isu yang membingungkan

B. Sembilan (9) Pilar Karakter

Indonesia Heritage Foundation merumuskan nilai-nilai yang patut diajarkan


kepada anak-anak untuk menjadikannya pribadi yang berkarakter dan disebut
sebagai “9 Pilar Karakter”, (Megawangi, 2004) yakni sebagai berikut:
1. Cinta Tuhan dan kebenaran
Anak sejak dini dibiasakan untuk mengenal sifat Tuhan dan melakukan komunikasi
(berdoa) dengan Tuhan. Pada anak usia dini mengenal Tuhan sebagai pencipta
yang Maha Hebat, Agung, dan sangat mengasihi

2. Bertanggung jawab, disiplin, dan mandiri


Sifat tanggung jawab, disiplin, dan mandiri dapat dilakukan sejak usia dini dengan
membiasakan melakukan tugas-tugas yang sederhana dan mudah dilakukan,
seperti mandi sendiri, membereskan mainan kembali atau membawa tasnya
sendiri ke sekolah

3. Amanah
Perilaku amanah adalah perilaku seseorang yang dapat dipercaya dan
diandalkan. Hal ini dapat dilatihkan sejak kecil dengan memberikan tugas
sederhana yang harus ia jaga atau selesaikan dengan baik. Sebagai contoh, Setiap
hari anak diberi tugas menyiram bunga setiap hari, ketika ia tidak melakukannya
sehingga bunganya akan mati, anak akan paham akibat dari perbuatannya,
serta pentingnya bertanggung jawab serta bersikap amanah.

4. Bersikap hormat dan santun


Bersikap hormat dan santun merupakan perilaku yang lahir dari ketulusan hati
dan menunjukkan keluhuran budi pemiliknya. Seseorang yang memiliki jiwa keras
dan kasar cenderung sulit beperilaku hormat dan sopan. Sikap hormat dan santun
juga merupakan ciri khas bangsa timur yang telah dikenal sejak zaman dahulu
dan sudah sepatutnya dibiasakan sejak dini

5. Memiliki rasa kasih sayang, kepedulian, dan mampu bekerja sama


Mengasihi sesama merupakan dasar dalam menjalin interaksi sosial yang sehat.
Hal ini dapat dibiasakan sejak kecil yang diawali oleh teladan orang tuanya.

6. Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah


Rasa percaya diri penting dimiliki anak untuk menumbuhkan keberanian dan
mengekspresikan dirinya dalam berbuat sesuatu. Ketidakpercayaan diri anak akan
mengakibatkan adanya hambatan dalam berprestasi dan mengaktualisasikan

26 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
dirinya, hal ini dipandang akan merugikan diri anak dalam mengoptimalisasikan
potensi dalam diri anak dalam mempersiapkan masa depan.

7. Memiliki rasa keadilan dan sikap kepemimpinan


Perilaku adil dapat dilatihkan sejak kecil melalui “sense of harmony” melalui alunan
musik. Musik akan membantu individu memiliki ketajaman proporsi dan harmoni
yang tepat dalam menilai sesuatu. Hal ini menjadi awal dalam kemampuan
anak berlaku adil dan menghadapi situasi-situasi yang perlu dinilai dalam arah
kepemimpinan nantinya.

8. Baik dan rendah hati


Perilaku baik dan rendah hati perlu dibiasakan sejak kecil. Anak perlu memahami
perbuatan baik adalah perilaku yang membuat dirinya damai juga melegakan
bagi orang lain.

9. Memiliki toleransi dan cinta damai


Toleransi terhadap perbedaan dan keragaman yang terus dipupuk dan dipelihara
dari generasi ke generasi. Para pendidik memiliki peran dalam menghidupkan
iklim toleransi dan cinta damai ini dalam kehidupan anak.

C. Rangkuman

Secara umum tujuan dan sasaran dalam pengembangan karakter anak sejak
dini memiliki arah yang dapat mengantarkan anak agar berkembang karakternya
secara optimal, maka diharapkan setiap pendidik dan orangtua sebaiknya mampu
membatasi diri tentang hal-hal yang dianggap paling tepat untuk dikembangkan
pada anak. Pembatasan ini penting dikuasai agar anak di dalam menyerap
pengalaman dan perilaku baru tidak merasa berat dengan adanya pertimbangan
dari beberapa hal sebelum menanamkan nilai-nilai karakter pada anak. Adapun
nilai-nilai karakter memiliki bobot dan fokus nilai karakter yang dianggap paling tepat
dan paling dibutuhkan oleh anak.

Berikut ini adalah beberapa nilai-nilai yang dikategorikan sebagai karakter utama
atau High Character yang dapat dicapai individu dalam upaya membangun
karakter diri (Kenneth, 2005) terdiri dari: 1) Kebijaksanaan, 2) Fidelity, 3) Integritas, 4)
Compassion, 5) Kejujuran, 6) Keadilan, 7) Akuntabilitas, 8) Respect, 9) Terpercaya dan
amanah, 10) Excellence, 11) Semangat Kepemimpinan, 12) Persatuan, 13) Pemaaf,
14) Kemerdekaan, 15) Pembelajar, 16) Mencari penasihat.

Indonesia Heritage Foundation merumuskan nilai-nilai yang patut diajarkan


kepada anak-anak untuk menjadikannya pribadi yang berkarakter dan disebut

27 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

sebagai “9 Pilar Karakter”, (Megawangi, 2004) yakni sebagai berikut: 1) Cinta Tuhan
dan kebenaran, 2) Bertanggung jawab, disiplin, dan mandiri, 3) Amanah, 4) Bersikap
hormat dan santun, 5) Memiliki rasa kasih sayang, kepedulian, dan mampu bekerja
sama, 6) Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah, 7) Memiliki rasa keadilan dan
sikap kepemimpinan, 8) Baik dan rendah hati, 9) Memiliki toleransi dan cinta damai.

Q
D. Latihan

Kerjakan Soal Latihan Berikut dengan Benar!


1. Jelaskan sasaran dan tujuan pengembangan karakter perlu dilakukan oleh
pendidik dan orangtua.
2. Sebutkan dan Jelaskan karakter utama yang dapat dicapai seorang individu
dalam membentuk karakter diri yang disebut sebagai High Character.
3. Sebutkan dan jelaskan nilai-nilai yang perlu dibangun pada anak-anak dalam
sembilan pilar karakter.

28 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BAB V
LANGKAH-LANGKAH
PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK
SEJAK DINI
Indikator Hasil Belajar:
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan dapat
menjelaskan langkah-langkah pembentukan karakter sejak dini.

29 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

Berbagai referensi mengungkapkan tentang pembentukan karakter. Agustian


(2002) menjelaskan tentang pembentukan karakter yang kesemuanya bermuara
pada pelaksanaan ibadah. Mengadaptasi pemikiran Agustian, berikut diuraikan
beberapa langkah pembentukan karakter sejak dini, yaitu: relaksasi, membangun
tekad/ afirmasi positif, meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual, memban-
gun pengalaman positif, serta melatih ketangguhan sosial.

A. Relaksasi

Relaksasi pada anak usia dini, dapat dilakukan antara lain, pada waktu menga-
jarkan anak tentang keimanan khususnya dalam hal mempercayai adanya Tuhan
Yang Maha Kuasa melalui kegiatan berdoa. Pada waktu mereka akan berdoa atau
menyampaikan keinginan/ harapannya kepada Tuhan, ingatkan bahwa agar apa
yang mereka minta dapat dikabulkan maka bacaan/doa harus dipahami dan di-
panjatkan dengan hati dan pikiran yang hanya tertuju kepada sang Maha Pencip-
ta.

Jika bacaan/ doa yang digunakan bukan dalam bahasa Indonesia, katakan
bahwa sambil dia mengucapkan doa hendaknya di dalam hati memahami makna
doa tersebut. Dengan berlatih demikian, secara perlahan-lahan anak diajarkan un-
tuk selalu mengenal dan mendengar hati nuraninya yang apabila dilakukan sejak
dini secara terus menerus akan dapat menstabilkan kecerdasan emosi dan spiritual.

B. Membangun Tekad/ Kekuatan Afirmasi

Membangun tekad adalah menyelaraskan antara nilai-nilai keimanan dengan


realitas kehidupan, atau disebut juga dengan ‘membangun kekuatan afirmasi’. Hal
itu dapat dikatakan suatu ikrar untuk bertindak sesuai dengan apa yang ada da-
lam pikiran, namun tetap dengan pertimbangan emosi yang matang. Untuk mem-
bangun kekuatan ini dapat dilakukan dengan meluangkan waktu beberapa menit
guna membuat pikiran menjadi rileks sehingga dapat memikirkan diri sendiri dan
lingkungan secara jernih. Kemudian membandingkan antara apa yang ada dalam
pikiran dengan kenyataan yang dihadapi, serta menyelaraskannya. Tekad yang
kuat memberikan kontribusi terhadap pembentukan karakter yang baik. Untuk mel-
atih integritas dan membentuk tekad kuat pada anak, yaitu yang berkaitan dengan
kesungguhan dan kejujuran, seyogyanya orang tua membiasakan anak untuk selalu
menyelesaikan tugasnya dengan benar dan tidak sekedar menyelesaikan tugas.

C. Meningkatkan Kecerdasan Emosi dan Spiritual

Para pakar kecerdasan emosional mengatakan bahwa kecerdasan intelektual

30 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
umumnya bersifat menetap namun tidak demikian halnya dengan kecerdasan em-
osi. Kemampuan mengenai hal ini dapat dikembangkan dan dipelajari kapan saja
dan oleh siapa saja, baik oleh mereka yang pemalu, pemarah, bersikap kaku bah-
kan mereka yang tidak memiliki kepekaan atau sulit bergurau dengan orang lain.
Kuncinya hanya satu, yaitu memiliki motivasi untuk berubah dan mau berupaya un-
tuk mempelajari dan menguasai kecakapan/kecerdasan emosi tersebut.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan, memahami dan se-


cara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, infor-
masi dan koneksi. Emosi yang ada pada diri seseorang merupakan bahan bakar
bagi otak untuk dapat melakukan penalaran yang tinggi. Dengan adanya emosi
dapat membangkitkan kreativitas, kolaborasi, inisiatif, dan transformasi serta meru-
pakan kekuatan penggerak. Sedangkan dengan penalaran logis dapat membantu
mengatasi dorongan-dorongan yang keliru dan menyelaraskannya, baik dengan
proses maupun teknologi secara manusiawi. Dari kenyataan yang ada, dapat diket-
ahui bahwa nilai-nilai dan watak dasar seseorang tidak berakar pada intelegensia
(intelligence quotient) tetapi pada kemampuan emosionalnya. Tolok ukur kecer-
dasan emosi antara lain integritas, komitmen, konsistensi, ketulusan/ keikhlasan dan
totalitas.

D. Membangun Pengalaman Positif

Pepatah mengatakan “pengalaman adalah guru yang paling baik”, namun pen-
galaman buruk/ menyeramkan atau yang menyedihkan/ mengharukan dapat mer-
upakan trauma pada seseorang, khususnya anak-anak. Jika seseorang mendapat-
kan pengalaman traumatis diperlukan waktu yang lama untuk memulihkan kondisi
kejiwaannya. Dapat dibayangkan bagaimana jadinya jika seorang anak mengala-
mi pengalaman traumatis yang berkepanjangan serta dalam waktu yang lama. Dia
akan mengalami guncangan jiwa yang hebat yang tentunya akan mempengaruhi
pandangan dan nilai-nilai yang dianutnya termasuk pola pikirnya dan bahkan dap-
at mempengaruhi karakternya.

Oleh karena itu, sangatlah penting memberikan pengalaman-pengalaman posi-


tif yang dapat menetralkan hati dan pikiran seseorang yang telah terkontaminasi
oleh pengalaman yang buruk dan tidak menyenangkan. Dalam upaya memban-
gun karakter anak sejak usia dini, orang tua harus selalu berupaya memberikan pen-
galaman yang memberikan rasa nyaman, membahagiakan dan menyenangkan
tatkala berinteraksi dengan anak. Kegiatan-kegiatan yang menyenangkan anak
pada umumnya dilakukan dengan cara bermain.

31 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

E. Melatih Ketangguhan Sosial

Pada dasarnya, manusia mempunyai kebutuhan untuk berinteraksi dan bersinergi


dengan orang/kelompok lain. Pemikiran kelompok dan sinergi akan menghasilkan
suatu pemikiran yang jauh lebih cerdas dan hasil yang lebih sempuma dibanding-
kan dengan pemikiran individual. Suatu kelompok yang terkoordinasi dengan baik
membutuhkan orang-orang yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi serta keter-
ampilan membaca dan mengelola hubungan. Hal ini semakin dirasakan pada era
globalisasi ini dengan meningkatnya kecepatan informasi, pengetahuan dan jarin-
gan kerja, sehingga kita semakin tergantung pada pemikiran kelompok lain.

Upaya membangun kecerdasan sosial ini dapat dilakukan sejak anak berusia bal-
ita, bahkan sejak bayi, dengan memberikan kesempatan dan membiasakan anak
untuk sering bertemu dengan orang lain di luar lingkungan keluarga. Biarkan mereka
berkenalan, berteman, dan bergaul dengan siapapun, namun tetap dalam bimbin-
gan serta pengawasan orang tua. Kegiatan bermain merupakan sesuatu yang san-
gat disenangi oleh anak-anak dan dapat dimanfaatkan sebagai arena untuk bela-
jar berinteraksi. Anak perlu dibiasakan untuk mengikuti permainan dalam kelompok.
Dengan melatih anak bermain dalam kelompok, maka akan memberi dan mening-
katkan kemampuan berpikir, bersosialisasi, dan bersinergi. Selain itu, untuk mengem-
bangkan kecerdasan sosial ini dapat pula diberikan latihan-latihan dengan cara
mengajak anak beribadah bersama. Melatih anak ibadah hendaknya dalam sua-
sana yang rileks. Mulailah dengan mengajaknya beribadah di rumah, kemudian di
tempat peribadatan di luar rumah dengan jumlah jamaah yang lebih besar.

F. Rangkuman

Beberapa langkah pembentukan karakter sejak dini, yaitu: relaksasi, membangun


tekad/ afirmasi positif, meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual, memban-
gun pengalaman positif, serta melatih ketangguhan sosial. Relaksasi pada anak usia
dini, dapat dilakukan antara lain, pada waktu mengajarkan anak tentang keima-
nan khususnya dalam hal mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Kuasa melalui
kegiatan berdoa.

Tekad yang kuat memberikan kontribusi terhadap pembentukan karakter yang


baik. Untuk melatih integritas dan membentuk tekad kuat pada anak, yaitu yang
berkaitan dengan kesungguhan dan kejujuran, seyogyanya orang tua membiasa-
kan anak untuk selalu menyelesaikan tugasnya dengan benar dan tidak sekedar
menyelesaikan tugas.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan, memahami dan se-


cara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, infor-

32 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
masi dan koneksi. Emosi yang ada pada diri seseorang merupakan bahan bakar
bagi otak untuk dapat melakukan penalaran yang tinggi.

G. Latihan

Kerjakan soal latihan di bawah ini dengan benar!


1. Sebutkan langkah-langkah dalam pembentukan karakter anak sejak dini!
2. Jelaskan langkah relaksasi dalam pembentukan karakter!
Q
3. Jelaskan langkah meningkatkan kecerdasan emosi dan spiritual!
4. Jelaskan langkah membangun pengalaman positif dalam pembentukan
karakter!
5. Jelaskan langkah melatih ketangguhan sosial dalam pembentukan karakter!

33 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Masa anak di bawah lima tahun merupakan masa emas (golden age period).
Pada masa tersebut perkembangan fisik, mental, dan sosial anak harus diupayakan
sungguh-sungguh, sebab akan menentukan karakter anak di kemudian hari. Upaya
pembinaan tumbuh kembang anak merupakan proses yang harus dimulai sejak
dini, bahkan sejak anak dalam kandungan.

Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam pembinaan tumbuh


kembang anak. Dalam hal ini keluarga membantu menumbuhkan rasa percaya
diri anak, menumbuhkan keinginan untuk mengembangkan pengetahuan dan ket-
erampilan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui keluarga, anak belajar mengem-
bangkan kemampuannya serta menyimak nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga.

Ada tiga lingkungan yang sangat mempengaruhi dalam pembentukan karakter,


yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial budaya yang
berhubungan dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di masyarakat, ter-
masuk di dalamnya pengaruh televisi, buku dan media massa. Ketiga lingkungan
tersebut saling menopang dalam mempengaruhi perkembangan dan pembentu-
kan karakter.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam pembentukan karakter sejak


dini, yaitu: relaksasi, membangun tekad/ afirmasi positif, meningkatkan kecerdasan
emosional dan spiritual, membangun pengalaman positif, serta melatih ketanggu-
han sosial.

34 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
B. Evaluasi

Guna mengukur pemahaman, peserta diharapkan dapat mengerjakan soal-soal


di bawah ini dengan benar!
Q
1. Jelaskan pengertian pembentukan karakter sejak dini!
2. Mengapa pembentukan karakter perlu dilakukan sejak dini?
3. Sebutkan enam tahap perkembangan moral Kohlberg!
4. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter sejak dini!
5. Bagaimana sebaiknya peran orang tua dalam lingkungan keluarga?
6. Jelaskan pengaruh tayangan televisi bagi anak!
7. Jelaskan peran orang tua dalam lingkungan sosial budaya!
8. Sebutkan langkah-langkah dalam pembentukan karakter anak sejak dini!
9. Jelaskan langkah membangun pengalaman positif dalam pembentukan
karakter!
10. Jelaskan langkah melatih ketangguhan sosial dalam pembentukan karakter!

35 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
MODUL | Pembentukan Karakter Anak Sejak Dini

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azumardi. 2010. Peran Gerakan Perempuan dalam Pembentukan Karakter.


Makalah Muktamar Aisyiyah

Agustian, AG., 2002. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual.
Jakarta: Arga Wijaya Persada

BKKBN, 2006. Membentuk Karakter Anak Melalui Kelompok Bina Keluarga Balita.
Jakarta: PULAP BKKBN

Fidelis, EW., 2010. Membangun Budaya Berbasis Nilai; Panduan Pelatihan bagi Trainer.
Jakarta: Grasindo

Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
Jakarta: Grasindo

Kemendiknas. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter Kementrian Pendidikan


Nasional. Jakarta: Kemendiknas

Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter; Solusi yang Tepat untuk Membangun
Bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation

Nugraha, Ali. Dkk. 2019. Buku Materi Pokok PAUD: Metode Pengembangan Sosial
Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka

Raka, Gede. dkk. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah; Dari Gagasan ke Tindakan.
Jakarta: Elex Media Komputindo.

Santrok, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5
Jilid 1. Jakarta: Erlangga

36 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Tahun 2020

38 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Anda mungkin juga menyukai