Anda di halaman 1dari 39

1

PEDOMAN UMUM

PERLINDUNGAN KESEHATAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2010

DAFTAR ISI
Sambutan Dirjen Bina Kesmas ......................................................................i Daftar Isi ..........................................................................................................ii Kata pengantar (DBKA)..................................................................................iii Daftar singkatan .............................................................................................iv 2

Daftar Bagan ....................................................................................................v Daftar Matrik ...................................................................................................vi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................... B. Tujuan ...................................................................................... C. Sasaran .................................................................................... D. Pengertian ................................................................................ E. Ruang Lingkup ......................................................................... F. Dasar Hukum ...........................................................................

BAB II. ANALISA SITUASI KESEHATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS A. Situasi Anak Berkebutuhan Khusus ......................................... 1 Masalah Kesehatan pada anak korban kekerasan ............. 2 Masalah Kesehatan pada anak dengan kecacatan ............ 3 Masalah Kesehatan pada anak berhadapan dengan hukum di lapas/rutan ........................................................... 4 Masalah Kesehatan pada anak jalanan/pekerja anak ........ 5 Masalah Kesehatan pada anak dari kelompok minoritas dan terisolasi ... B. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan ................ C. Sumber Daya Manusia (SDM) ................................................. BAB III. STRATEGI OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN A. Strategi operasional ................................................................. B. Pola Pembinaan ....................................................................... C Pelayanan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus ................. BAB IV. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PROGRAM A Pencatatan dan pelaporan ..................................................... B. Monitoring Evaluasi ............................................................... BAB V INDIKATOR .................................................................................... BAB VI PENUTUP ....................................................................................... Daftar Pustaka ............................................................................................... Lampiran ........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Program bina kesehatan perlindungan anak merupakan bagian dari 3

program bina kesehatan anak yang berbasis pada hak-hak anak sebagaimana penjabaran dari Konvensi Hak-Hak Anak oleh PBB dan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak sebagai ciptaan Tuhan memiliki hak asasi sebagai individu yang harus dihargai, dipelihara dan dijamin oleh keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Anak mengalami proses tumbuh kembang yang dimulai sejak dari dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Setiap tahapan proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri khas tersendiri, sehingga jika terjadi masalah pada salah satu tahapan tumbuh kembang tersebut akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Tidak semua anak mengalami proses tumbuh kembang secara wajar sehingga terdapat anak yang memerlukan penanganan secara khusus. Menurut WHO, diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Di Indonesia, belum ada data akurat tentang jumlah dan kondisi anak berkebutuhan khusus, namun berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007, terdapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia, dimana sekitar 8,3 juta jiwa diantaranya adalah anak berkebutuhan khusus. Masalah kesehatan pada anak berkebutuhan khusus dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu : 1) Masalah kesehatan yang dibawa sejak lahir atau kelainan kongenital seperti Down Syndrome, Cerebral Palsy, Hypotiroid Kongenital, anak dengan Autis, dan kecacatan lainnya. 2) Masalah kesehatan yang didapat akibat kondisi tertentu seperti terjadinya kekerasan dan penelantaran pada anak, dan konsekuensi terjadinya pelanggaran hukum. Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang selanjutnya berdampak terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia. Undang Undang Perlindungan Anak mengamanatkan bahwa pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab antara lain untuk memenuhi hak anak terhadap pelayananan kesehatan. Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan tersebut perlu dikembangkan berbagai kegiatan program di Puskesmas melalui pendekatan berbasis hak dan tahapan tumbuh kembang anak yang mudah di akses. Program tersebut dilaksanakan berdasarkan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Dalam rangka pengembangan program kesehatan anak, Direktorat Bina Kesehatan Anak menyusun Pedoman Umum Pembinaan Perlindungan Kesehatan bagi anak berkebutuhan khusus yang akan menjadi panduan bagi Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dan Puskesmas dan jaringannya untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan 4

kesehatan bagi anak berkebutuhan khusus.

B. TUJUAN
Tujuan Umum Meningkatkan jangkauan dan kualitas perlindungan kesehatan bagi anak berkebutuhan khusus. Tujuan Khusus : 1 Tersedianya acuan bagi tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan bagi : a. Anak korban kekerasan dan penelantaran termasuk Eksploitasi Seksual Anak (ESA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). b. Anak dengan kecacatan. c. Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) di Lapas/Rutan d. Anak jalanan / Pekerja Anak e. Anak dari kelompok minoritas/terisolasi/terasing 2. Meningkatnya jejaring kerjasama pelayanan kesehatan bagi anak berkebutuhan khusus.

C. SASARAN
Sasaran Langsung : Tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan Sasaran Tidak Langsung : Pengelola program pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus di Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Lintas Program dan Lintas Sektor Terkait Organisasi Masyarakat, Organisasi Profesi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kelompok / komunitas peduli Anak Berkebutuhan Khusus

1. 2. 3. 4.

D. Pengertian
1. Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar dan anak yang akibat keadaan tertentu mengalami kekerasan, penelantaran termasuk eksploitasi seksual dan anak korban TPPO, Anak Berhadapan dengan Hukum di Lapas/Rutan, di Jalanan/pekerja anak, anak dari kelompok minoritas/terisolasi/terasing yang memerlukan penanganan secara khusus. 2. Anak Didik Pemasyarakatan (andikpas) adalah: Anak Pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di lapas anak, paling lama sampai berumur 18 tahun. Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan 5

diserahkan kepada 6negara untuk dididik dan ditempatkan di lapas anak paling lama sampai berumur 18 tahun. Anak Sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di lapas anak paling lama sampai berumur 18 tahun. 3. Anak dengan kecacatan adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar (UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). 4. Kekerasan Terhadap Anak (KtA) adalah semua bentuk tindakan/perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi termasuk eksploitasi seks anak dan anak korban TPPO yang mengakibatkan cidera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab,kepercayaan atau kekuasaan. 5. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang undang nomor 21 th 2007 6. Kelompok Minoritas adalah kelompok yang dilihat dari jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk lainnya dari negara bersangkutan dalam posisi yang tidak dominan. 7. Kelompok Masyarakat Terasing atau Komunitas Adat Terpencil adalah kelompok orang yang hidup dalam kesatuan kesatuan sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik nasional. 8. Pelayanan Kesehatan adalah upaya di bidang kesehatan yang meliputi berbagai upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. 9. Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) adalah unit yang dapat memberikan pelayanan kesehatan, misalnya puskesmas dan jaringannya, Posyandu, Poskesdes/Polindes, Poliklinik/Balai Pengobatan Swasta, serta Rumah Sakit 9. Rujukan Medis adalah pengiriman penderita ke fasilitas kesehatan yang memiliki kemampuan lebih tinggi dalam tatalaksana medis. 10. Rujukan Non Medis adalah pengiriman anak korban/penderita ke fasilitas pelayanan yang lebih mampu dalam penanganan masalah psikososial, hukum 6dan rehabilitasi 6sosial. 11. Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) / Pusat Krisis Terpadu (PKT) adalah tempat dilaksanakannya pelayanan korban kekerasan baik di Rumah 6

Sakit Umum atau Rumah Sakit Polri. 12. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) adalah pusat kegiatan terpadu yang menyediakan pelayanan bagi masyarakat terutama perempuan dan anak korban kekerasan melalui wahana operasional pemberdayaan perempuan untuk mewujutkan kesetaraan dan keadilan gender yang dikelola oleh masyarakat dengan pemerintah melalui pelayanan fisik, informasi, rujukan, konsultasi dan berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak. 13. Kemitraan adalah suatu strategi bersama antara sektor Pemerintah dan Non Pemerintah yang terintegrasi atas dasar prinsip prinsip kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan dalam melaksanakan suatu program/kegiatan secara efektif dan efisien sesuai bidang, kondisi dan kemampuan masing masing, sehingga hasil yang dicapai menjadi lebih optimal. 14. Jejaring adalah suatu hubungan kerjasama antara 2 pihak atau lebih berdasarkan prinsip kemitraan untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati sesuai peran, tanggung jawab dan fungsi masing-masing.

E.

Ruang lingkup

Program Kesehatan anak berkebutuhan khusus mencakup pembinaan kesehatan bagi : a. Anak Korban Kekerasan (KtA) dan penelantaran termasuk Eksploitasi Seksual Anak (ESA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). b. Anak dengan kecacatan. c. Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Lapas/Rutan d. Anak jalanan / pekerja anak e. Anak dari kelompok minoritas/terisolasi/terasing

F. Dasar Hukum
1. 2. 3. 4. 5. 6. Undang Undang Dasar 1945 pasal 27, pasal 28B, pasal 28 H. Undang Undang No. 4 tahun 1974 tentang kesejahteraan anak. Undang Undang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Undang Undang No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat. Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang Undang No. 1 tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 Concerning The Prohibition And Immediate Action To Elimination Of The Worst Form Of Child Labour. 7. Undang Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 8. Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 32 Ayat 1 dan 2 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus) 9. Undang Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga 10. Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran 11. Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 7

12. Undang Undang No.13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban 13. Undang Undang No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdaganan Orang (TPPO). 14. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 15. Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah sakit. 16. Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Penyandang 8cacat 17. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan Pelaksanaan, Wewenang, Tugas dan Tanggungjawab Perawatan Tahanan 18. Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 1999 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan 19. Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 1999 tentang Syarat syarat dan Tatacara Pelaksanaan, Wewenang, Tugas dan Tanggungjawab Perawatan Tahanan. 20. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan 21. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 01 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. 22. Keputusan Presiden No. 87 Tahun 2002 tentang Rencana 8Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak 23. Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana 8Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak 24. Inpres nomor 3 tahun 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan. 25. Keputusan Bersama Menteri Kehakiman RI dan Menteri Kesehatan RI no. M01-UM.01.06 tahun 1987; No. 65/Menkes/SKB/II/1987 tentang Pembinaan Upaya Kesehatan Masyarakat di Rumah Tahanan dan Lembaga Pemasyarakatan 26. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.02/PK.04.10 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan 27. SKB 4 Menteri Nomor 1/U/SKB/2003, Nomor 1067 / Menkes / SKB /VII/2003, Nomor MA/230A/2003,Nomor 26 tahun 2003, tentang Pembinaan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah. 28. Kesepakatan Bersama Antara Menteri Pemberdayaan Perempuan RI No. 14/Men PP/Dep V/X/2002; Menteri Kesehatan RI No. 1329/Menkes/SKB/X/2002; Menteri Sosial RI No. 75/Huk/2002; Kepala Kepolisian Negara RI No. B/3048/X/2002 tentang Pelayanan Terpadu terhadap korban Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan. 29. Kesepakatan Bersama Antara Departemen Sosial RI No. 12/PRS2/KPTS/2009; Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No.M.HH.04.HM.03.02 Th 2009; Departemen Pendidikan Nasional RI No. 11/XII/KB/2009; Departemen Kesehatan RI No 1220/Menkes/SKB/XII/2009; Departemen Agama RI No 8

06/XII/2009; Kepala Kepolisian Negara RI No. B/43/XII/2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak Berhadapan Deangan Hukum. 30. Keputusan Menkes Nomor 316/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Tahun 2009 31. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pelayanan Kesehatan 32. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat 33. Surat Edaran Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat No: HK.02.04/B III / 2141/10 tentang pemantauan Pencapaian target kesehatan Anak terkait Inpres no 3 tahun 2010

BAB II ANALISA SITUASI KESEHATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


A. Situasi Anak Berkebutuhan Khusus Tidak semua anak beruntung dilahirkan secara normal, sebagian diantaranya lahir dengan kelainan bawaan dan ada yang mengalami kekerasan/trauma, atau kecelakaan sehingga menyebabkan kecacatan. Tidak semua anak dapat tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan keluarganya secara utuh, akan tetapi akibat keadaan tertentu anak tinggal di Panti Asuhan, Rumah Singgah, Lapas/Rutan, atau terpaksa bekerja dan menjadi anak jalanan. Selain itu karena kondisi geografis dan pengaruh sosial budaya anak berada pada kelompok minoritas/terisolasi/terasing. Kelompok anak anak tersebut memerlukan penanganan secara spesifik melalui berbagai program dalam rangka meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidupnya. Setiap anak diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapannya. Pada anak berkebutuhan khusus terjadi gangguan dalam proses tumbuh kembang baik secara fisik maupun emosional yang akan berpengaruh langsung maupun tidak langsung pada perkembangannya. Pada dasarnya masing-masing sasaran anak berkebutuhan khusus memiliki permasalahan kesehatan yang berbeda-beda. Masalah kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus dapat digambarkan melalui data sebagai berikut : 1. Masalah kesehatan pada anak korban kekerasan: Anak korban kekerasan tidak hanya mengalami trauma fisik, namun juga mengalami trauma psikis/mental yang dapat berakibat buruk pada proses tumbuh kembang anak. Dampaknya bervariasi dari yang ringan sampai berat bahkan dapat berakibat pada kematian, yang akan 9

terlihat langsung dan mungkin terlihat setelah beberapa waktu kemudian (dampak jangka panjang). Seringkali yang menjadi masalah adalah tidak terdeteksinya trauma psikis, karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan petugas untuk menggali lebih jauh kondisi psikis anak korban kekerasan. Data Komisi Nasional Perlindungan Anak menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi peningkatan kasus Kekerasan Terhadap Anak (KtA) yang cukup tajam. Pada tahun 2005 kasus kekerasan fisik meningkat dari 223 menjadi 247 pada tahun 2006, kasus kekerasan psikis 176 menjadi 450, kasus kekerasan seksual 327 menjadi 426 sedangkan kasus penelantaran 15 menjadi 131. Selain itu terlihat adanya peningkatan modus dan tingkat kekerasan seperti kasus pemerkosaan pada anak dibawah usia 10 tahun dan atau dengan disertai adanya pembunuhan serta semakin bervariasi bentuk kekerasan yang terjadi. Data dari Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Anak (ESA) pada tahun 2008 menyatakan bahwa sekitar 150.000 anak Indonesia menjadi korban pelacuran dan pornografi, 70% diantaranya adalah anak usia 14-16 tahun baik anak yang berada di pedesaan maupun di perkotaan dan siswa sekolah. 2. Masalah kesehatan pada anak dengan kecacatan: Anak berkelainan/anak dengan kecacatan merupakan anak yang paling rentan terhadap masalah kesehatan karena : a. Lebih berisiko mendapat kekerasan dari orangtua/lingkungannya akibat dari kelainan/kecacatan tersebut. b. Mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan gizi. c. Ketidakmampuan anak dalam kebersihan perorangan (kebersihan mulut, kebersihan alat reproduksi, dll) d. Cenderung berperilaku berisiko. Belum ada angka yang jelas tentang anak dengan kecacatan di Indonesia, oleh karena penelitian tentang anak dengan kecacatan masih sangat kurang. Data yang diperoleh dari Susenas 2001 yaitu bayi kurang dari 1 tahun berjumlah 29,9%, anak umur 1 4 tahun berjumlah 32,8%, anak umur 5 14 tahun berjumlah 30,1% menderita satu kecacatan atau lebih. Kementerian Sosial pada tahun 2006 (data pusdatin) mencatat bahwa terdapat 295.763 anak dengan kecacatan. Jenis kecacatan yang banyak terjadi adalah tuna daksa (35,8%); tuna netra (17%); tuna rungu (14,27%); tuna grahita (12,15%) dan lain lain (kurang dari 7%). Selain itu hasil Riskesdas tahun 2007 telah mengindikasikan adanya kematian bayi usia 7 sd 28 hari akibat kelainan kongenital sebesar 18,1% yang masih perlu ditelusuri lebih lanjut. Ditemukan disabilitas sangat bermasalah sebesar 19,5 % pada kelompok usia diatas 15 tahun, artinya bisa diasumsikan bahwa adanya keterlambatan dalam deteksi dan intervensi kelainan tumbuh kembang bayi dan balita. Data yang diperoleh dari divisi tumbuh kembang anak di tujuh Rumah Sakit pendidikan di Indonesia, menunjukan terdapat 5 kelainan terbanyak, yaitu ; keterlambatan bicara, keterlambatan motorik, Down Syndrome, Cerebral 10

Palsy dan Global Development Delay (GDD). Di samping itu, terdapat gangguan kesulitan belajar, Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) termasuk Autis. Dewasa ini telah terbentuk kelompok-kelompok yang peduli terhadap anak berkebutuhan khusus yang tumbuh di kota-kota besar seperti Forum Komunikasi Keluarga Dengan Anak Cacat (FKKDAC) yang telah terbentuk di 25 Provinsi, kelompok peduli autis, Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome (POTADS), dll. Kelompok-kelompok tersebut umumnya berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke atas yang mampu memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan. Sedangkan di lingkungan masyarakat di kota-kota kecil atau pedesaan masih terdapat sebagian besar anak dengan kecacatan yang belum memperoleh akses pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. 3. Masalah kesehatan pada anak berhadapan dengan hukum di Lapas / Rutan: Masalah kesehatan yang banyak ditemukan hampir seluruhnya berkaitan dengan rendahnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja, rendahnya kualitas kesehatan lingkungan dan tidak kondusifnya kondisi lingkungan psikososial seperti Bullying Berdasarkan data UNICEF tahun 2000 bahwa setiap tahun terdapat 5.000 anak bermasalah dengan hukum, dimana hanya 10 % yang mendapat pelayanan hukum, psikososial dan kesehatan. Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan bahwa pada tahun 2008 jumlah tahanan anak dalah 2019 orang yang terdiri dari 1838 laki-laki dan 181 perempuan; jumlah anak didik pemasyarakatan (andikpas) adalah 2282 orang yang terdiri dari 2161 laki-laki dan 121 perempuan. Pada akhir tahun 2009 tercatat jumlah andikpas sebanyak 7397 orang yang terdiri dari anak tahanan 3606, narapidana 3735 dan anak negara 56 orang. 4. Masalah kesehatan pada anak Jalanan dan pekerja anak: Kelompok umur remaja merupakan bagian terbesar dari kelompok anak jalanan (usia 14 18 tahun), sehingga masalah kesehatan pada anak jalanan adalah masalah perilaku remaja yaitu kebiasaan merokok, menggunakan NAPZA, seks bebas dan masalah kesehatan reproduksi seperti Infeksi menular seksual (IMS/PMS) dan HIV/AIDS. Data dari Direktorat Bina Kesehatan Kerja Kemenkes tahun 2005 menunjukkan bahwa masih terdapat anak yang bekerja di sektor informal yaitu sebanyak 1% dari jumlah seluruh pekerja di Indonesia. 5. Masalah kesehatan terisolasi/terasing. pada anak dari kelompok minoritas/

Kondisi geografis dan sosial budaya masyarakat yang beragam di 11

Indonesia menyebabkan adanya daerah yang terisolasi dan masyarakatnya terikat pada budaya, adat dan aturan setempat secara turun temurun, yang sebagian diantaranya tidak mau/menolak untuk mendapatkan pengetahuan baru termasuk pelayanan kesehatan. Kelompok masyarakat ini masih terbelenggu dengan adat istiadat dan kepercayaan turun temurun, sehingga cara penanganan masalah kesehatan anak masih sangat tradisional dan mengikuti ajaran atau petunjuk orang yang dianggap sebagai panutan di masyarakat seperti tokoh adat, tokoh agama dan kepala suku. Sebagai akibat, kondisi tumbuh kembang anak masih memprihatinkan sehingga memerlukan upaya khusus dalam penanganan masalah kesehatan anak. B. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan 1. Puskesmas dan jaringannya Pada umumnya puskesmas dan jaringannya telah dilengkapi dengan alat alat kesehatan dan obat obatan untuk menyelenggarakan 6 (enam) upaya kesehatan wajib puskesmas yaitu pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) / Keluarga Berencana (KB), Gizi, Pemberantasan Penyakit (P2), Kesehatan lingkungan, Promosi kesehatan dan Pengobatan. Sedangkan program perlindungan kesehatan anak berkebutuhan khusus merupakan upaya pengembangan program yang dilaksanakan di puskesmas tertentu dan memerlukan fasilitas secara spesifik, seperti: a. Tenaga terlatih/terorientasi terhadap program perlindungan kesehatan anak berkebutuhan khusus. b. Sarana pendukung seperti ruang konseling/wawancara, instrumen diagnostik dan alat bantu untuk koreksi kelainan yang ditemukan. c. Buku buku pedoman tentang program perlindungan kesehatan anak berkebutuhan khusus. d. Format pencatatan dan pelaporan.

2. Pelayanan rujukan di Rumah Sakit, Klinik tumbuh kembang Pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus memerlukan penanganan spesialistik/subspesialistik di Rumah Sakit/Klinik tumbuh kembang, namun belum semua rumah sakit mengembangkan diri menjadi Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) yang mensyaratkan adanya klinik tumbuh kembang. Sedangkan pelayanan rehabilitasi medik telah menjadi salah satu dari 4 pelayanan penunjang dalam Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Selama ini pelayanan di tingkat rumah sakit/klinik tumbuh kembang 12

belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik terhadap pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus. Dalam hal ini untuk rujukan kasus KtA, belum semua Rumah Sakit rujukan menangani kasus sesuai dengan SOP yang telah ditentukan, yaitu diperlukan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) / Pusat Krisis Terpadu (PKT). 3. Pelayanan Kesehatan di Klinik Lapas / Rutan Untuk memberikan Pelayanan kesehatan bagi anak didik di Lapas/ Rutan perlu mempersiapkan Klinik / Unit Pelayanan Kesehatan dan perawatan. Agar dapat memberikan pelayanan kesehatan di Lapas/ Rutan, tenaga kesehatan perlu memiliki persyaratan dan perizinan sesuai peraturan yang berlaku. Pelayanan Kesehatan yang diberikan meliputi: a. Poliklinik umum, poliklinik gigi dan ruang perawatan. b. Pelayanan konseling terutama di Lapas termasuk Voluntary Counceling Test (VCT). c. Laboratorium sederhana d. Pembinaan PHBS Untuk ini diperlukan tersedianya tenaga terampil, buku buku pedoman teknis serta format pencatatan dan pelaporan. (sesuai buku pedoman pelayanan kesehatan anak di Lapas/Rutan) C. Sumber Daya Manusia Masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan SDM kesehatan dengan realisasi pemenuhan yng diusulkan. Terdapat kekurangan di hampir semua jenis tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi, dokter spesialis, bidan, perawat, analis, gizi, radiologi dan tenaga laboratorium. Hal ini sudah diantisipasi dengan pengangkatan pegawai kontrak namun tergantung pada kemampuan APBD di daerah. Dengan kata lain, pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus belum terlaksana sesuai standar. Untuk penguatan sistem Pelayanan diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus. Puskesmas yang memiliki lapas/rutan diwilayah kerjanya memberikan pelayanan kesehatan bagi anak berhadapan dengan hukum di lapas/rutan tersebut. Untuk ini diperlukan suatu kemitraan antara Puskesmas dengan lapas/rutan. Dalam perjanjian kersama tersebut perlu adanya kesepakatan dalam penyediaan tenaga trampil.

13

BAB III

STRATEGI OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN


Pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus merupakan bagian dari pembinaan kesehatan anak secara keseluruhan. Arah kebijakan pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus difokuskan pada upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup anak dalam rangka pemenuhan hak-hak anak. Pembinaan kesehatan tersebut harus diselenggarakan sama dan setara dengan anak-anak pada umumnya agar setiap anak memperoleh akses pelayanan kesehatan secara komprehensif dan berkualitas sesuai haknya. Mengingat kompleksnya masalah terkait kesehatan yang dihadapi anak berkebutuhan khusus, pelaksanaan pelayanan dimaksud harus dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu dan menggalang partisipasi masyarakat dalam bentuk kemitraan. A. STRATEGI OPERASIONAL Strategi yang digunakan untuk pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus dalam rangka menerapkan pokok kebijakan meliputi : 1. Meningkatkan akses anak berkebutuhan khusus terhadap pelayanan kesehatan berkualitas 2. Meningkatkan kerjasama Lintas Program, Lintas Sektor, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi profesi terkait dan pihak swasta dalam bentuk jejaring kemitraan. 3. Menggerakkan dan memberdayakan keluarga/masyarakat 4. Meningkatkan sistem informasi, monitoring dan evaluasi 5. Meningkatkan pembiayaan pelayanan kesehatan B. POLA PEMBINAAN Pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus sama seperti pembinaan kesehatan pada umumnya, yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Peningkatan akses pelayanan berkualitas bagi anak berkebutuhan khusus, dapat diwujudkan antara lain melalui peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), perluasan penyediaan layanan di Puskesmas dan jaringannya, pengembangan dan pemantapan rujukan, peningkatan sistim pencatatan, pelaporan, monitoring dan evaluasi serta memantapkan jejaring kemitraan. Berdasarkan analisa situasi, permasalahan anak berkebutuhan khusus sangat beragam dan penanganannya melibatkan berbagai unsur terkait baik 14

pemerintah maupun LSM, pihak swasta dan organisasi profesi. Oleh karena itu, dalam upaya pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus perlu dikembangkan strategi operasional yang tepat. Pola pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus dapat dilihat pada bagan alur sebagai berikut

BAGAN I

POLA PEMBINAAN ANAK KHUSUS


BAYI
Skrining
BAL ITA
SDIDTK

USIA SEKOLAH

REMAJA
2.Potensi otak

Di tingkat pelayanan dasar, puskesmas melakukan pembinaan kesehatan anak berkebutuhan khusus melalui pelayanan secara komprehensif dengan pendekatan terhadap kelompok sasaran di institusi, seperti SLB / Sekolah Inklusi, Panti, Lapas/Rutan, Rumah Singgah/Shelter/Rumah Aman dan di masyarakat seperti Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (RBM), pada kelompok minoritas/terisolasi/terasing, kelompok/yayasan peduli Autis, Down Syndrome, dan sebagainya. Pelayanan di tingkat rujukan, meliputi rujukan medis dan non-medis. Pelayanan rujukan medis, dilakukan secara berjenjang dalam sistim rujukan nasional. Pada kasus KTA, korban dapat dirujuk ke PPT/PKT di RSUD/RS POLRI/RS Swasta. Bagi anak berkelainan/anak dengan kecacatan dapat dirujuk ke divisi tumbuh kembang anak Rumah Sakit dan Klinik Tumbuh Kembang Anak. Pelayanan rujukan non-medis, dilakukan melalui kerjasama dengan lintas sektor terkait dalam jejaring kemitraan, antara lain Lembaga Bantuan Hukum,

GENETIK/ CACAT BAWAAN


GANGGUAN YG DIDAPAT/DAMPAK

Skrining 1.Kesehatan
YANKES KOMPREHENSIF OLEH PUSKESMAS

ANAK DENGAN KECACATAN

DI SLB DI PANTI
KEL.MASY/RBM

RUJUKAN MEDIS RUJUKAN SOSIAL

ANAK KORBAN KEKERASAN DAN TPPO

ANAK DI JALANAN, PEKERJA ANAK

KERJASAMA LINSEK
UPAYA PEMBER DAYAAN MASY

ANAK KELOMPOK MINORITAS/ TERISOLASI

ANAK DI LAPAS/RUTAN

15

Rumah Singgah/Shelter/Rumah Aman, Panti, Yayasan Sayap Ibu, Panti Sosial Anak/Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA). Penanganan pelayanan anak berkebutuhan khusus tidak mungkin dilaksanakan hanya oleh sektor kesehatan saja karena masalahnya yang multi komplek sehingga harus menggunakan pendekatan multidisiplin yang melibatkan multisektor. Oleh karena itu, agar penanganan didukung oleh semua pihak sesuai tugas pokok, fungsi dan tanggungjawabnya, perlu dikembangkan kemitraan dalam penanganan anak berkebutuhan khusus yang melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder). Agar kemitraan lebih efektif dibutuhkan suatu jejaring yang didukung oleh semua mitra. Mekanisme pengembangan kemitraan dapat memanfaatkan forum komunikasi yang sudah ada, memanfaatkan kegiatan kemitraan yang sudah berjalan misalnya: TP UKS, pokja HIV, pokja DBD, satgas rabies atau membentuk forum kemitraan baru. Ada 2 jenis jejaring, antara lain : 1. Jejaring pelayanan medis Jejaring pelayanan kesehatan mencakup unsur pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas), pelayanan kesehatan rujukan (Rumah Sakit), penanggungjawab pelayanan kesehatan (Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Provinsi) dan masyarakat (misalnya Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat, Posyandu/Poskesdes dan lain-lain) yang mengacu pada Buku Pedoman Rujukan Puskesmas yang sudah ada. 2. Jejaring pelayanan nonmedis. Jejaring pelayanan nonmedis mencakup aspek hukum, psikoedukatif dan sosiobudaya di tingkat dasar dan rujukannya yang melibatkan shelter/ rumah aman/ pendampingan, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) dan lain-lain. Instansi, lembaga dan organisasi yang terlibat dalam jejaring dan peranannya dapat dilihat pada matrik dibawah ini: Matriks 1: Jejaring dan peranannya. Jejaring dari Sektor Pemerintah LINTAS SEKTOR/ LINTAS PROGRAM SEKTOR PEMERINTAHAN Pemda PERAN

1. A

Dukungan politis berupa Perda/ SK/ Surat Edaran, Sumber daya, dana dalam penanggulangan Anak Berkebutuhan Khusus. 16

Dinkes

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pemuda dan Olah raga, Dinas Pemberdayaan Masyarakat

Penanganan pelayanan kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus di tingkat dasar dan rujukannya. Adanya keterpaduan pelaksanaan program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Sosialisasi program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Perlindungan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Adanya keterpaduan pelaksanaan program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Sosialisasi program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Pembinaan peningkatan peran pusat kegiatan belajar formal maupun non formal untuk Anak Berkebutuhan Khusus Adanya keterpaduan pelaksanaan program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Sosialisasi program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Pembinaan peningkatan peran organisasi social bidang kesejahteraan anak untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Adanya pelaksanaan case finding Anak Berkebutuhan Khusus Adanya keterpaduan pelaksanaan program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Sosialisasi program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Pembinaan moral Anak Berkebutuhan Khusus Pendidikan agama dengan fokus penanggulangan perilaku beresiko antara lain napza, kebebasan sex, KTA Adanya keterpaduan pelaksanaan program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Sosialisasi program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Pembinaan penbingkatan peran 17

Dinas Pendidikan

Dinas Sosial

Kanwil Depag

Dinas Transmigrasi dan

Tenaga Kerja

Aparat Penegak Hukum Kepolisian Kejaksaan TNI

Balai Latihan Kerja untuk keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja Anak Berkebutuhan Khusus. Adanya keterpaduan pelaksanaan program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Sosialisasi program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Bekerjasama dengan Sektor Pemerintah dan Sektor lainnya dalam penanganan masalah Anak Berkebutuhan Khusus Adanya keterpaduan pelaksanaan program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Sosialisasi program untuk Anak Berkebutuhan Khusus.

2. A

SEKTOR NON PEMERINTAHAN SWASTA LBH LSM Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Bekerjasama dengan Sektor Pemerintah dan Sektor lainnya dalam penanggulangan Anak Berkebutuhan Khusus, sesuai peran dan fungsi masing-masing. Adanya keterpaduan pelaksanaan program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Sosialisasi program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Bekerjasama dengan Sektor Pemerintah dan Sektor lainnya dalam pananganan medis untuk Anak Berkebutuhan Khusus ditingkat dan rujukan maupun rujukan timbal balik Adanya keterpaduan pelaksanaan program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Sosialisasi program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Bekerjasama dengan Sektor Pemerintah dan Sektor lainnya dalam hal sosialisasi, promosi yang terkait dengan Anak Berkebutuhan Khusus Adanya keterpaduan pelaksanaan program untuk Anak Berkebutuhan Khusus. 18

LEMBAGA PROFESI IDI IDAI POGI PPNI IBI PERDOSRI IFI, dll

MEDIA MASSA TV, Radio, Koran, Majalah Website

Sosialisasi program untuk Anak Berkebutuhan Khusus.

Pembinaan pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus meliputi : 1. Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Pada Korban Kekerasan terhadap Anak (KtA) Penanganan kasus KtA menggunakan pendekatan multidisiplin melalui pelayanan medis, medikolegal dan psikososial. Selama ini korban KtA ditangani secara medis sesuai protap di semua fasilitas kesehatan sebagai kasus trauma fisik . Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi korban KtA dikembangkan Puskesmas Mampu Tatalaksana Kasus KtP/A dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) / Pusat Krisis Terpadu (PKT) di Rumah Sakit Umum Daerah, Rumah Sakit Bhayangkara dan Rumah Sakit lainnya untuk pelayanan rujukan. Pelayanan medikolegal-psikososial bertujuan untuk memperoleh bantuan hukum, sosial dan pendampingan melalui kerjasama dengan semua Lintas Sektor terkait, termasuk LSM dan Organisasi Profesi. 2. Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Anak dengan Kecacatan Sebagian besar (90%) anak penyandang cacat berada di masyarakat dan kurang lebih 10% yang mengikuti pendidikan di SLB/Sekolah Inklusi dan berada di Panti. Oleh karena itu pola pembinaan kesehatan bagi anak dengan kecacatan perlu dilakukan dengan pendekatan : a. Berbasis masyarakat, yaitu melalui upaya pemberdayaan masyarakat/keluarga yang dikenal dengan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM). b. di SLB/sekolah inklusi dan pelayanan di Panti 3. Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Anak Berhadapan dengan Hukum di Lapas/Rutan Pembinaan kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan (Andikpas) di Lapas/Rutan dapat dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan di poliklinik Lapas/Rutan atau melalui sistem pelayanan kesehatan yang ada yaitu pelayanan strata pertama (puskesmas) dan Pelayanan rujukan (Rumah Sakit). Jenis dan prosedur tetap (protap) pelayanan mengacu pada Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Lapas/Rutan bagi Petugas Kesehatan. 4. Pembinaan Kesehatan Anak Jalanan/Pekerja Anak Kecenderungan meningkatnya anak yang bekerja di sektor informal dan di jalanan disebabkan oleh masalah sosial sebagai dampak dari krisis ekonomi. Anak yang bekerja di jalanan dan di sektor informal rentan terhadap masalah kesehatan yang berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti merokok, penyalahgunaan NAPZA, infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS, dampak akibat hubungan 19

kerja seperti terjadinya kekerasan fisik dan emosional serta penyakit akibat kerja seperti dampak menghirup lem, CO2 dan lain-lain. Upaya penanganan kesehatan anak jalanan / pekerja anak melalui pendekatan multidisiplin dengan lintas program dan sektor terkait termasuk organisasi profesi dan LSM. 5. Pembinaan/Pelayanan Kesehatan Anak Kelompok Minoritas dan Terisolasi/Terasing Pembinaan pelayanan kesehatan pada anak dari kelompok minoritas pada prinsipnya dilakukan dengan tetap memberikan kebebasan kepada mereka dalam kepercayaan dan menjalankan budaya nya sesuai dengan kondisi setempat. Pelayanan yang diberikan melalui pendekatan keagamaan dan menggunakan bahasa lokal sehingga dapat diterima, selain itu harus mempertimbangkan hal hal yang dianggap tabu bagi masyarakat tanpa mengabaikan akses pembangunan masyarakat dan budaya. Upaya penanganan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bekerjasama dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan LSM yang terkait.

C. PELAYANAN KESEHATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Pelayanan Kesehatan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus harus memperhatikan kebutuhan dasar anak. Kebutuhan yang dimaksud meliputi 3 aspek yaitu asuh, asih dan asah. ASUH (Kebutuhan-fisik biologis) antara lain asupan nutrisi termasuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Eksklusif; Makanan Pendamping ASI (MP-ASI); Perawatan kesehatan; imunisasi lengkap; Penimbangan teratur dan periodik; Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) khususnya pertumbuhan fisik, kebersihan badan dan lingkungan, pengobatan; sandang, pangan, papan, olah raga, bermain/rekreasi. ASIH (Ikatan serasi antara ibu & anak) antara lain pemberian rasa aman dan nyaman, perlindungan, perhatian, dukungan, penghargaan, komunikasi yang menyenangkan, lingkungan yang ceria dan menghibur, anak diberi contoh (bukan dipaksa), dibimbing (bukan diancam/dihukum) ASAH antara lain Proses belajar (pendidikan/pelatihan) pada anak; stimulasi sedini mungkin Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK), khususnya pengembangan intelegensia, meliputi kecerdasan majemuk, budi luhur, moral & etika, kepribadian, keterampilan berbahasa, kemandirian, kreatifitas, produktifitas dan lain-lain. Langkah-langkah Pelayanan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus: 1. Meningkatkan akses anak berkebutuhan khusus terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan pendekatan sesuai kebutuhan, antara lain: a. Korban KtA melalui pelayanan komprehensif dengan pendekatan medis, psikososial dan medikolegal.

20

b. Anak cacat melalui pelayanan UKS di SLB/sekolah inklusi dan pelayanan di panti/RBM c. Anak di Lapa/Rutan melalui Polklinik Lapas/Rutan dan rujukan di Puskesmas d. Anak Jalanan melalui rumah singgah/ shelter dan rujukan puskesmas 2. Meningkatkan kapasitas petugas kesehatan pemberi layanan di puskesmas dan RS dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif melalui pelatihan / orientasi program. Meningkatkan manajemen program kesehatan anak berkebutuhan khusus di institusi pelayanan dasar (Puskesmas), institusi pelayanan rujukan (Rumah Sakit), Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi. Meningkatkan jejaring kemitraan dengan LP, LS, Toma, Toga, LSM dan Organisasi profesi terkait dan pihak swasta. Meningkatkan sistem informasi, pencatatan pelaporan, monitoring dan evaluasi program kesehatan anak berkebutuhan khusus Menggerakkan dan memberdayakan keluarga/masyarakat untuk mendukung upaya program kesehatan anak berkebutuhan khusus Meningkatkan pembiayaan pelayanan kesehatan melalui program Jamkesmas, Jamkesda dan sumber pembiayaan lainnya

3.

4. 5. 6. 7.

Bagan 2 : Mekanisme pelayanan kesehatan dan rujukan anak berkebutuhan khusus.

PELAYANAN KESEHATAN & RUJUKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Dokter Spesialis (SpA, SpOG, SpRM, SpS,SpKJ, SpF,dll) Psikolog RSUD
RUJUKAN MEDIS

PPT/PKT
One stop service

Dokter Bidan Perawat

PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Shelter Rumah Singgah P2TP2A


RUJUKAN NON MEDIS

Guru Kader Pekerja Sosial Toma/Toga dll

RBM

MASYARAKAT

21

Pelayanan Kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus 1. Pelayanan Kesehatan bagi korban Kekerasan terhadap Anak (KtA) Pelaksanaan pelayanan meliputi: a. Pemeriksaan Kesehatan 1. Pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus untuk menentukan tindakan selanjutnya serta untuk mengetahui ada tidaknya indikasi kekerasan. 2. Melakukan konseling/wawancara awal untuk membangun rasa percaya diri korban dan memberikan dukungan pada korban agar berani mengungkap penyebab trauma untuk mencegah kasus kekerasan berulang. 3. Pemeriksaan penunjang jika diperlukan antara lain pemeriksaan rontgen dan laboratorium. b. Pelayanan Medis 1. Penanganan kesehatan fisik sesuai dengan kondisi korban. 2. Penanganan kesehatan mental. 3. Apabila perlu dapat dirujuk ke sarana yang lebih memadai sesuai dengan kebutuhan: a). Rujukan Medis: Rujukan medis ke Rumah Sakit yang memiliki PPT/PKT, Rumah Sakit yang memiliki tenaga ahli terhadap penanganan kasus spesifik. b). Rujukan Non Medis : 1).Rujukan psikososial ke Pusat Penanganan Terpadu Pada Perempuan dan Anak (P2TP2A), Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak atau lembaga sosial lainnya. 2). Rujukan masalah hukum ke lembaga penegak hukum (Kepolisian, Lembaga Bantuan Hukum) Rujukan medis merupakan tanggung jawab Puskesmas, sedangkan untuk rujukan non medis merupakan tanggung jawab anggota jejaring berdasarkan peran dan fungsi masing-masing. Untuk rujukan non medis ini, tugas Puskesmas adalah melaporkannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk diteruskan ke lembaga yang sesuai. c. Konseling/wawancara 22

1. Merupakan kegiatan interaktif antara klien dan petugas konseling/wawancara untuk membantu klien mengenali, menghadapi dan memecahkan masalah tertentu berdasarkan keputusan klien. 2. Pelaksananya adalah tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan), non medis (psikolog) dan tenaga terlatih (LSM) lainnya. d. Penyuluhan Penyuluhan bisa dilaksanakan di setiap kesempatan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dalam upaya pencegahan terjadinya atau berulangnya kasus KtA. Penyuluhan bertujuan untuk : 1. Memberikan pendidikan kesehatan bagi masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang melindungi anak dari upaya tindak kekerasan. 2. Meningkatkan kepedulian masyarakat. 3. Meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan. 4. Meningkatkan komunikasi dalam keluarga. Penyuluhan ditujukan kepada 3 kelompok: 1. Masyarakat umum. Merupakan sasaran upaya pencegahan primer pada semua lapisan masyarakat, yang berfokus pada strategi untuk mencegah terjadinya kekerasan dan ketidakpedulian terhadap adanya kekerasan yang terjadi di lingkungan. 2. Kelompok masyarakat berisiko. Merupakan sasaran upaya pencegahan sekunder yang kegiatannya fokus pada anak yang berpotensi mengalami tindak kekerasan dengan tujuan agar mereka terhindar dari kasus kekerasan. 3. Kelompok/individu yang pernah mengalami kekerasan. Merupakan sasaran upaya pencegahan tersier yang lebih fokus kepada anak dan orangtua atau keluarga yang pernah mengalami kekerasan. Usaha pencegahan dilakukan untuk menghindari terulangnya kembali peristiwa kekerasan. Untuk lebih jelasnya dapat merujuk ke Buku Pedoman Pengembangan Puskesmas Mampu tatalaksana kasus KtP/A bagi Tenaga Kesehatan. 2. Pelayanan Kesehatan Anak dengan Kecacatan Pelayanan kesehatan anak dengan kecacatan dilaksanakan secara komprehensif, diutamakan pada upaya pengobatan dan pemulihan kesehatan secara terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan. 23

Paket program yang dilaksanakan bersifat responsif terhadap permasalahan kesehatan anak dengan kecacatan, dapat mengantisipasi kebutuhan sesuai proses tumbuh kembang anak. Kegiatan yang dilakukan meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif antara lain: Penyuluhan PHBS, kesehatan reproduksi, gizi, kesehatan lingkungan, dan pencegahan penularan penyakit dengan menggunakan media yang dapat dimengerti anak. Imunisasi Pengobatan Rehabilitasi a. Pelayanan kesehatan Anak dengan Kecacatan di SLB Pelayanan kesehatan bagi anak penyandang cacat di SLB diawali dengan deteksi dini pada saat penerimaan siswa baru baik di SLB, sekolah inklusi maupun sekolah umum. Pelayanan kesehatan berkala dilakukan sama seperti yang dilaksanakan di sekolah-sekolah umum yaitu enam bulan sekali. Khusus untuk SLB, pelayanan kesehatan insidentil sebaiknya dilakukan sebulan sekali, karena anak dengan kecacatan berisiko lebih tinggi terhadap penyakit dibanding anak normal di sekolah umum dan rawan bertambah parah kecacatannya serta ketergantungannya pada orang lain. Penanganan kasusnya disesuaikan dengan tingkat keparahan kecacatan serta melihat tanda-tanda untuk masing-masing jenis kecacatan. Matriks 2 : Paket pelayanan kesehatan anak dengan kecacatan di SLB No. Sasaran Paket Pelayanan 1. Anak Pra Sekolah a. SDIDTK (Stimulasi, Deteksi (TK) dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang) Anak b. Pelayanan kesehatan insidentil c. UKGS d. Pemberian Vitamin A e. P3K, P3P 2. Anak Usia a. Penjaringan kesehatan Sekolah b. Pemeriksaan kesehatan a) SDLB berkala b) SMPLB c. Pelayanan kesehatan c) SMALB insidentil d. UKGS e. Imunisasi, P3K, P3P f. Konseling Keterangan Pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kondisi murid.

Pada kondisi anak dengan kecacatan yang membutuhkan pelayanan rujukan dapat dilakukan rujukan kuratif dan rehabilitatif ke Puskesmas atau langsung ke rumah sakit.

24

Untuk lebih jelasnya dapat merujuk ke Pedoman Pelayanan Kesehatan di Sekolah Luar Biasa bagi Petugas Kesehatan. b. Pelayanan kesehatan anak dengan kecacatan melalu RBM Terbatasnya pelayanan rehabilitasi medik institusi yang selama ini baru berada pada tingkat institusi rumah sakit, serta penyebaran tenaga yang kurang merata akan memperbesar kesenjangan antara kebutuhan pelayanan rehabilitasi medik dengan pelayanan yang tersedia. Integrasi dan reintegrasi terhadap kehidupan normal merupakan kebutuhan dan keadaan yang sangat didambakan oleh seorang dengan kecacatan, yang sekaligus merupakan harapan yang mewakili kualitas hidup yang diinginkan. Berkaitan dengan hal tersebut, telah dikembangkan konsep pelayanan rehabilitasi bersumberdaya masyarakat (RBM) dengan rujukan pelayanan dasar di tingkat puskesmas serta pelayanan rujukan spesialistik di rumah sakit. Dengan semakin banyaknya jenis upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang tumbuh di tingkat desa seperti Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Pos Layanan terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) dan lain lain akan semakin memperkuat puskesmas sebagai koordinator pelayanan kesehatan di tingkat dasar. Untuk memberikan pelayanan rehabilitasi medik, dibuat strategi pelayanan secara berjenjang dari masyarakat, Puskesmas dan Rumah Sakit sesuai dengan kebijakan, standar, SOP yang tersedia. Pelayanan Rehabilitasi Medik di Puskesmas yang dilaksanakan dengan konsep pelayanan holistik, komprehensif meliputi upaya rehabilitasi medik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang dimulai dari pelayanan medik dasar. 3. Pelayanan Kesehatan Anak Berhadapan dengan Hukum di Lapas/Rutan Upaya Kesehatan Promotif : Penyuluhan tentang PHBS, Kesehatan Reproduksi Remaja, dampak penggunaan Napza, pencegahan IMS termasuk HIV dan AIDS terhadap kualitas hidup remaja, kesehatan lingkungan, gizi, pencegahan dampak dan upaya kekerasan pada anak. Upaya Kesehatan Preventif 1. Pemeriksaan penapisan (screening) awal andikpas baru. 2. Pemeriksaan berkala pada andikpas lama. 3. Isolasi andikpas yang menderita penyakit menular. 4. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) dan tablet besi pada andikpas perempuan. 5. Pemantauan dan pembinaan penyelenggaraan makanan. 6. Pencegahan penyakit menular dan pencegahan penyalahgunaan NAPZA 7. Pemantauan dan surveilans kejadian penyakit menular di lapas/rutan. 25

8. Pemantauan dan pemeliharaan kesehatan lingkungan. Upaya Kesehatan Kuratif : 1. Pelayanan kesehatan umum dan gigi . 2. Pelayanan pengobatan penyakit khusus seperti tuberkulosis, malaria, kusta, infeksi saluran reproduksi, dan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS. 3. Pelayanan rujukan sesuai dengan kebutuhan andikpas. Upaya Kesehatan Rehabilitatif : 1. Rehabilitasi fisik 2. Rehabilitasi mental

Selain upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif tersebut, tenaga kesehatan yang berwenang di Unit Pelayanan Kesehatan dan Perawatan Lapas/Rutan, Puskesmas, dan Rumah Sakit dapat menerbitkan: Surat keterangan kesehatan bagi andikpas yang akan keluar dari lapas. Surat keterangan medis lainnya seperti visum et repertum (atas permintaan kepolisian), surat keterangan kematian bagi andikpas yang meninggal di dalam lapas tanpa adanya kecurigaan atas kematian yang tidak wajar, surat keterangan dispensasi akibat sakit. Untuk lebih jelasnya dapat mengacu pada Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rutan/Lapas

4. Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan Pelayanan kesehatan anak jalanan meliputi aspek promotif, preventif kuratif dan rehabilitatif melalui pendekatan pada kelompok - kelompok sasaran seperti di rumah singgah, shelter, panti anak jalanan, dll. Pelayanan diberikan oleh tenaga kesehatan di puskesmas bekerja sama dengan unsur dari sektor terkait dan LSM di wilayah kerjanya serta masyarakat lainnya. Langkah-langkah pelayanan yang diberikan antara lain: Penyuluhan tentang PHBS, bahaya penyalahgunaan NAPZA, kesehatan reproduksi dan Infeksi Menular Seksual. Pemberian tablet Fe pada remaja putri. Konseling termasuk Pre dan Post Test HIV Imunisasi TT pada remaja putri Pengobatan. Rujukan apabila diperlukan Pelatihan peer konselor remaja

5. Pelayanan Kesehatan Anak Kelompok Minoritas/Terisolasi/Terasing 26

Upaya pelayanan kesehatan anak difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti penurunan kematian, penurunan kesakitan, perbaikan gizi dan imunisasi. Pelayanan kesehatan mencakup 4 aspek pelayanan yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dapat dilakukan oleh puskesmas melalui 6 (enam) program wajib puskesmas yaitu KIA/KB, Gizi, Kesling, Promosi Kesehatan, Pemberantasan Penyakit Menular dan Pengobatan. Pelayanan pada kelompok ini memerlukan pendekatan secara spesifik yaitu melalui tokoh adat, tokoh masyarakat/kepala suku, dan tokoh agama. Pada daerah terpencil/terisolasi dapat dikembangkan pelayanan melalui puskesmas keliling.

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PROGRAM A. Pencatatan dan Pelaporan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistim Informasi dan Manajemen Puskesmas (SIMPUS) seharusnya mengakomodasi semua kebutuhan Pencatatan dan Pelaporan setiap program yang dilaksanakan di Puskesmas. Dengan adanya dinamisasi pengembangan program, maka diperlukan variabel tambahan yang harus dimasukkan ke dalam sistem tersebut. Oleh karena itu perlu dibuat format pencatatan dan pelaporan tentang perlindungan kesehatan anak berkebutuhan khusus yang akan menjadi acuan bagi tenaga kesehatan dalam memantau pelaksanaan kegiatan program. 1. Pencatatan Sistem pencatatan merupakan bagian penting dalam upaya penanganan anak berkebutuhan khusus, oleh karena itu melalui pencatatan yang baik akan diperoleh data dasar untuk menentukan kebijakan dan pengembangan program selanjutnya. Pada prinsipnya pencatatan pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus mengikuti sistem pencatatan yang ada di Puskesmas dan bentuk formatnya merujuk pada buku pedoman sesuai sasaran program perlindungan kesehatan anak berkebutuhan khusus yang ada. Kegiatan pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus yang dicatat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pencatatan dilakukan secara berjenjang yang dimulai di tingkat masyarakat yang dilakukan oleh kader dan pembina desa yang ada di wilayah kerja tersebut seperti melalui bidan desa, penanggung jawab poskesdes/poskestren, atau penanggung jawab poliklinik lapas/rutan, bidan atau dokter praktek swasta Di tingkat puskesmas dan rumah sakit, pencatatan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ditunjuk oleh kepala puskesmas sebagai penanggung 27

jawab program. Pencatatan menggunakan format yang sesuai dengan program pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus yang tersedia pada buku pedoman teknis. 2. Pelaporan Pelaporan merupakan bahan pendokumentasian materi hasil kegiatan pelayanan kesehatan anak berkebutuhan khusus yang diperoleh secara berjenjang mulai dari tingkat masyarakat, puskesmas, kabupaten/kota dan provinsi. Selanjutnya, provinsi mengirim ke tingkat pusat yaitu Kementerian Kesehatan cq Direktorat Bina Kesehatan Anak untuk dimanfaatkan sebagai bahan analisis kebijakan. Format pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan bagi masing masing sasaran anak berkebutuhan khusus terlampir pada buku pedoman teknis yang ada. Pelaporan ini bertujuan untuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan program dan sebagai umpan balik perbaikan program selanjutnya. Laporan disusun berdasarkan hasil kegiatan yang dilaporkan secara berjenjang dalam bentuk bulanan, triwulanan dan semesteran atau tahunan sesuai kebutuhan yang disampaikan kepada pihak yang berwenang. Puskesmas mengirimkan laporan secara rutin setiap bulan ke kabupaten/kota. Laporan tersebut dikompilasi di tingkat kabupaten/kota dan dikirim secara triwulan ke tingkat provinsi. Selanjutnya provinsi mengkompilasi semua laporan dari kabupaten/kota dan menganalisis untuk perbaikan program serta mengirim laporan tersebut ke pusat setiap semester. Akhirnya di tingkat pusat hasil laporan akan dianalisis menjadi bahan penentu kebijakan program. Alur pencatatan dan pelaporan tentang penanganan anak berkebutuhan khusus secara skematis dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Bagan 3. Alur Pencatatan dan Pelaporan KEMENTERIAN KESEHATAN PUSAT RS PEMERINTAH/ SWASTA

PROVINSI

DINKES PROV

RSUPN

KAB/KOTA

RS PEMERINTAH/ SWASTA

DINKES KAB/KOTA 28

KECAMATAN

PUSKESMAS

MASYARAKAT

POLIKLINIK LAPAS/RUT AN

PUSTU/ PUSKESMAS

PANTI/SLB/ SEKOLAH INKLUSI/ RBM

POSYANDU

DOKTER/ BIDAN SWASTA

RUMAH SINGGAH/ RUMAH AMAN /SHELTER

Catatan : ________ : garis komando ................. : garis koordinasi 2. Monitoring dan Evaluasi Untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan, masalah dan hambatan yang dihadapi dalam kegiatan program perlindungan kesehatan anak berkebutuhan khusus maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi dengan menggunakan instrumen pemantauan masing-masing sasaran program. Kegiatan tersebut dapat dilakukan secara berjenjang yaitu : 1. Puskesmas memantau pelaksanaan kegiatan di tingkat masyarakat melalui kunjungan lapangan atau terintegrasi dengan kegiatan program lainnya. 2. Kabupaten/kota melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program di tingkat puskesmas melalui kunjungan lapangan atau melaksanakan pertemuan evaluasi 3. Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi di tingkat kabupaten/kota melalui kunjungan lapangan atau melalui pertemuan evaluasi 4. Pusat melakukan monitoring dan evaluasi di tingkat provinsi melalui kunjungan lapangan atau melalui pertemuan evaluasi tingkat nasional

29

BAB V INDIKATOR Indikator program untuk masing masing jenis sasaran program perlindungan anak berkebutuhan khusus dapat dilihat pada matrik dibawah ini NO 1 SASARAN PROGRAM Kekerasan Terhadap Anak INDIKATOR
1. Indikator tingkat Puskesmas a. Frekuensi penyuluhan tentang KTA dalam 1 tahun. b. Jumlah anak korban KTA yang dilayani puskesmas c. Persentase anak korban KTA yang dirujuk. 2. Indikator tingkat Kabupaten/Kota a. Jumlah Puskesmas mampu tatalaksana kasus KTA b. Jumlah Rumah Sakit yang memiliki PPT/PKT 3.Indikator Provinsi a.Jumlah Kabupaten/kota yg memiliki minimal 2 Puskesmas mampu tatalaksana kasus KTA b.Jumlah Rumah Sakit yang memiliki PPT/PKT

Anak dengan Kecacatan di SLB/Panti/RBM

1. Indikator tingkat Puskesmas a. Persentase anak dengan kecacatan di SLB/Panti yang dilayani penjaringan b. Persentase anak dengan kecacatan di SLB/Panti yang dirujuk c. Persentase anak dengan kecacatan di SLB/Panti yang dibina. d. Trend menurunnya absensi murid di SLB akibat

sakit
Untuk melihat tren penurunan absensi murid yang sakit, dilakukan pemantauan persentase absensi per semester atau per tahun. e. Jumlah keluarga dengan anak yang memiliki kecacatan yang dibina puskesmas. f. Persentase kader RBM yang aktif

30

2. Indikator tingkat Kabupaten/Kota: minimal 1 Puskesmas membina SLB/Panti/RBM di wilayah kerjanya 3. Indikator tingkat Provinsi Persentase Kabupaten/Kota Puskesmas yang membina wilayah kerjanya yang mempunyai SLB/Panti/RBM di

Anak di lapas/rutan

1. Indikator Puskesmas a. Jenis dan jumlah tenaga yang melaksanakan pelayanan kesehatan andikpas b. Berbagai pedoman dan standard operation procedure yang digunakan. c. Frekuensi kegiatan KIE yang dilaksanakan, materi yang dicakup dan jumlah andikpas yang hadir d. Frekuensi kegiatan pemantauan dan pemeliharaan higiene perorangan e. Jumlah andikpas baru yang menjalani pemeriksaan penapisan f. Jumlah andikpas yang menjalani pemeriksaan berkala g. Jenis dan jumlah kejadian penyakit menular h. Frekuensi pemantauan berkala higiene dan sanitasi makanan i. Frekuensi pemantauan berkala kesehatan lingkungan j. Jenis dan jumlah kasus yang ditangani k. Jenis dan jumlah kasus yang dirujuk l. Pengetahuan andikpas tentang PHBS, pencegahan penyakit, pencegahan penyalahgunaan NAPZA dan Kesehatan Reproduksi Remaja m. Kecukupan kandungan kalori dan nilai gizi makanan andikpas 2. Indikator tingkat Kabupaten/Kota: Jumlah Puskesmas membina rutan/lapas di wilayah kerjanya 3.Indikator tingkat Provinsi Persentase Kabupaten/Kota yang mempunyai Puskesmas yang membina rutan/lapas di wilayah kerjanya 1. Indikator tingkat Puskesmas a. Frekuensi penyuluhan tentang PHBS, NAPZA, Kespro, HIV/AIDS dan KTA pada kelompok anak jalanan. b. Jumlah kelompok/anak jalanan yang dilayani puskesmas c. Persentase anak jalanan yang dirujuk. 2. Indikator tingkat Kabupaten/Kota Jumlah minimal satu Puskesmas yang membina anak jalanan

Anak jalanan

31

3. Indikator tingkat Provinsi Persentase Kabupaten/Kota yang mempunyai minimal satu Puskesmas yang membina anak jalanan di wilayah kerjanya

Anak Kelompok Minoritas/ Terisolasi/ Terasing

1. Indikator tingkat Puskesmas

d. Frekuensi penyuluhan tentang PHBS, Kesehatan dan Gizi Anak, Imunisasi, penyakit menular dan penyakit lain yang sesuai dengan keadaan setempat e. Jumlah anak kelompok minoritas/terisolasi/terasing yang dilayani puskesmas f. Persentase anak kelompok minoritas/ terisolasi/ terasing yang dirujuk. g. Persentase kelompok tokoh adat/TOMA/TOGA yang dibina 2. Indikator tingkat Kabupaten/Kota Jumlah minimal satu Puskesmas yang membina anak kelompok minoritas/terisolasi/terasing yang berada di wilayah kerjanya

3. Indikator tingkat Provinsi Persentase Kabupaten/Kota yang mempunyai minimal satu Puskesmas yang membina kelompok anak minoritas/terisolasi/terasing di wilayah kerjanya

Indikator di tingkat nasional untuk tahun 2010-2014 sebagai berikut: NO 1 2 SASARAN PROGRAM Kekerasan Terhadap Anak Anak dengan Kecacatan di SLB/Panti/RBM Anak di lapas/rutan Anak jalanan Anak Kelompok Minoritas/ Terisolasi/ Terasing INDIKATOR
Persentase Kab/Kota yang memiliki minimal 2 Puskesmas mampu tatalaksana kasus KtA

Persentase Kab/Kota yang memiliki Puskesmas yang mebina


SLB/Panti/RBM

3 4 5

Persentase Kab/Kota yang memiliki Puskesmas membina lapas/rutan yang ada di wilayah kerjanya Persentase Kabupaten/Kota yang memiliki minimal satu Puskesmas yang membina anak jalanan di wilayah kerjanya Persentase Kabupaten/Kota yang memiliki minimal satu Puskesmas yang membina kelompok anak minoritas/terisolasi/terasing di wilayah kerjanya

32

BAB VI PENUTUP Pembinaan Program Perlindungan Kesehatan bagi Anak Berkebutuhan Khusus perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak untuk mengurangi dan mencegah dampak kesehatan dan psikososial yang dapat berakibat pada kondisi yang lebih parah dan menimbulkan beban bagi keluarga, masyarakat dan negara. Puskesmas sebagai pemberi pelayanan kesehatan terdepan diharapkan dapat melakukan pembinaan melalui pelayanan kesehatan secara komprehensif, berkesinambungan dan berkualitas bagi anak berkebutuhan khusus. Hal ini tidak dapat dilakukan sendiri oleh sektor kesehatan, tetapi memerlukan pendekatan multisektoral dan multidisipliner. Oleh karena itu, kerjasama dengan semua unsur terkait dalam pelaksanaanya sangat diperlukan. Untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan pembinaan program perlindungan kesehatan anak berkebutuhan khusus, maka dikembangkan model model pelayanan yang disesuaikan dengan sasaran program yaitu puskesmas mampu tatalaksana KtA, puskesmas membina kesehatan anak di SLB/Panti/RBM, puskesmas membina kesehatan anak di lapas/rutan, puskesmas membina kesehatan anak jalanan dan puskesmas membina kesehatan anak kelompok minoritas/terisolasi/terasing. Diharapkan buku ini dapat dijadikan pedoman umum bagi tenaga kesehatan dalam rangka upaya perlindungan anak berkebutuhan khusus terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya demi kepentingan terbaik untuk anak.

33

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Pola Asuh Yang Mendukung Perkembangan Anak, Jakarta 2001 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Modul Pelatihan Petugas Kesehatan, Jakarta 2004 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja, Jakarta 2007 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,Pedoman Perencanaan Pembentukan dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja, Jakarta 2008 5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas Perkotaan, Jakarta 2007 6. Departemen Kesehatan Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas, Jakarta 2006. 7. Departemen Kesehatan RI, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta 2004 8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di SLB Bagi Petugas Kesehatan,Jakarta 2010 9. Departemen Sosial RI, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Jakarta 2007 10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Buku Pedoman Pendampingan Psikologis Anak Jalanan (Pedoman Bagi Pendamping Anak Jalanan Dalam Menangani Masalah Psikologis), Jakarta 2007 11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Petunjuk Teknis Penjaringan Anak Usia Sekolah, Jakarta 2008 12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan, Jakarta 2004 13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan, Jakarta 2003 14. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di LAPAS/RUTAN, Jakarta 2009 15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Strategi Nasional Kesehatan Remaja, Jakarta 2005 16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas, Jakarta 2006 17. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta 2009

34

18. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas di Perkotaan, Jakarta 2006 19. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas, Jakarta 2006 20. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Jakarta 2006 21. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Pedoman Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas, Jakarta 2009 22. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas, Jakarta 2006 23. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Modul Deteksi Dini Penatalaksanaan Gangguan Mental Emosional Anak Usia 6 Tahun Kebawah, Jakarta 2007 24. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Pedoman Kegiatan Perawat Kesehatan Masyarakat di Puskesmas, Jakarta 2006 25. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Petunjuk Teknis Pengembangan Program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM), Jakarta 1999 26. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (Pedoman Bagi Penyandang Cacat), Jakarta 1997 27. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Deputi Bidang Perlindungan Perempuan, Modul Peran Perempuan dalam Penanggulangan Bencana, Jakarta 2008

35

DAFTAR SINGKATAN

ABH Andikpas APBD ESA FKKDAC GDD GPPH HIV/AIDS IBI IDAI IDI IFI ILO IMD IMS Inpres Jamkesda Jamkesmas Kanwil Depag KB Kesling KIA KtA KtP/A Lapas LBH LP LS LSM MP-ASI NAPZA P2TP2A P3K PBB Pemda Perda PERDOSRI PHBS PKT POGI Polindes Polri Poskesdes

Anak Berhadapan dengan Hukum Anak Didik Pemasyarakatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Eksploitasi Seksual Anak Forum Komunikasi Keluarga dengan Anak Cacat Global Devepopment Delay Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome Ikatan Bidan Indonesia Ikatan Dokter Anak Indonesia Ikatan Dokter Indonesia Ikatan Fisioterapis Indonesia International Labour Organization Inisiasi Menyusui Dini Infeksi Menular Seksual Instruksi Presiden Jaminan Kesehatan Daerah Jaminan Kesehatan masyarakat Kantor Wilayah Departemen Agama Keluarga Berencana Kesehatan Lingkungan Kesehatan Ibu dan Anak Kekerasan terhadap Anak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Bantuan Hukum Lintas Program Lintas Sektoral Lembaga Swadaya Masyarakat Makanan Pendamping Asi Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Persatuan Bangsa Bangsa Pemerintah Daerah Peraturan Daerah Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pusat Krisis Terpadu Persatuan Dokter Obstetri dan Ginekologi Indonesia Pos Bersalin Desa Kepolisian Republik Indonesia Pos Kesehatan Desa 36

Poskestren Posyandu POTADS PPNI PPT Protap Puskesmas RBM Riskesdas RPSA RSSIB RSUD Rutan SDIDTK SDLB SDM SIMPUS SK SKB SLB SMALB SMPLB SOP SP2TP SpA SpF SpKJ SPM SpOG SpRM SpS Susenas TB TK Toga Toma TP UKS TPPO TT UKBM UKGS UNICEF UPK UPPA UU VCT

Pos Kesehatan Pesantren Pos Pelayanan Terpadu Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome Persatuan Perawat Nasional Indonesia Pusat Pelayanan Terpadu Prosedur Tetap Pusat Kesehatan Masyarakat Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat Riset Kesehatan Dasar Rumah Perlindungan Sosial Anak Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi Rumah Sakit Umum Daerah Rumah Tahanan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Sekolah Dasar Luar Biasa Sumberdaya Manusia Sistim Informasi dan Manajemen Puskesmas Surat keputusan Bersama Surat keputusan Bersama Sekolah Luar Biasa Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Standard Operational Procedure Sistim Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas Spesialis Anak Spesialis Forensik Spesialis Kedokteran Jiwa Standard Pelayanan Minimal Spesialis Obstetri dan Ginekologi Spesialis Rehabilitasi Medik Spesialis Syaraf Survey Kesehatan Nasional Tuberkulosis Taman Kanak Kanak Tokoh Agama Tokoh Masyarakat Tim Pembina Unit Kesehatan Sekolah Tindak Pidana Perdagangan Orang Tetanus Toxoid Usaha Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat Usaha Kesehatan Gigi Sekolah United Nations Children's Fund Unit Pelayanan Kesehatan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Undang Undang Voluntary Counceling and Testing 37

WHO

World Health Organization

38

TIM PENYUSUN PEDOMAN UMUM PERLINDUNGAN BERKEBUTUHAN KHUSUS

KESEHATAN

BAGI

ANAK

Pengarah: Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI Pembina: Direktur Bina Kesehatan Anak, Dirjen Bina Kesmas, Kementerian Kesehatan RI

Tim Penyusun: 1. dr. Penina Regina B, MPHM 2. dr. Ferial Hadipoetro Idris, SpRM 3. Ridha V. Hutagalung, SH, MH 4. dr. Ririn Fristika Sari, MKM 5. drg. Ellya Farida, Mkes 6. Yelmita 7. Drg. Hj. Ch. Indra Rini, MM 8. Drg. Ernawati Roesli 9. Ary Widia Atmoko 10. drg. Ratna Kirana, MS 11. Iwan Kurniawan, SE 12. dr. Hj. Eni Gustina, MPH 13. drg. Ayumi Sudaryanti 14. dr. Laila Mahmudah

Kontributor Daerah: Kasubdin/Pengelola program kesehatan anak Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan. Art Desainer: Setio Nugroho

Tim Administrasi 1. Ika Permatasari, Amd 2. Eka Erniseptiani, SKM

39

Anda mungkin juga menyukai