Anda di halaman 1dari 8

Judul materi

Pertumbuhan Hukum Bisnis Islam di Indonesia di tinjau dari UU perbankan No. 10


Tahun 1998 dan UU perbankan No. 21 Tahun 2008

Disusun oleh :

Nama : Zuhra
Nim : 201912040
Email : zuhraa121@gmail.com

Nama : Amelia Putri


Nim : 201912042
Email : ameliaputri8826@gmail.com
ABSTRAK
Sistem perbankan syariah terus berkembang dari waktu ke waktu di berbagai negara,
termasuk di Indonesia. Walaupun agak terlambat dibandingkan negara lainnya, perbankan
syariah di Indonesia mulai berkembang pada awal tahun 1990-an. Namun, pada masa itu,
perbankan syariah masih berjalan dengan segala karakteristiknya tanpa didasari oleh aturan
legal yang memadai. Perbankan syariah mulai diakui secara legal pada saat disahkannya UU
Perbankan tahun 1992 kemudian dideregulasi tahun 1998. Dan akhirnya, perbankan syariah
diakui eksistensinya secara penuh pada ranah legal setelah disahkannya UU No. 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah. UU Perbankan Syariah tahun 2008 sebagai sebuah UU baru
tentu memiliki makna tersendiri bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Hal ini
terbukti bahwa berdasarkan data statistik BI, bank syariah, terutama Bank Umum Syariah,
pasca disahkannya UUPS mengalami perkembangan yang cukup signifikan, baik dari sisi
jumlah bank, aset, maupun total pembiayaan. Hanya saja, perkembangan pembiayaan dengan
akad bagi hasil yang sebenarnya menjadi core system dari bank syariah belum menempati
posisi yang cukup signifikan dalam total pembiayaan bank syariah( L Prasetyo : 2012).
Penerapan hukum Islam di Indonesia berkaitan erat dengan awal masuknya Islam di
Indonesia. Artinya, setelah masuknya Islam ke Indonesia, hukum Islam telah diikuti dan
dilaksanakan oleh para pemeluk agama Islam di Nusantara ini.( DH ma’ u : 2017).

Latar belakang penelitian ini didasarkan pada penilaian hukum Islam lebih cenderung
memberikan masukan bagi pembentukan hukum nasional karena harus diakui bahwa
mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan selain itu juga hubungan baik antara
Negara dan umat Islam. berimplikasi positif bagi perkembangan hukum Islam menjadi
hukum positif nasional. Lalu, bagaimana sejarah terbentuknya undang-undang nomor 21
tahun 2008 tentang perbankan syariah? Bagaimana kondisi politik hukum nasional pada masa
pembentukan undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah? Dan yang
terakhir, bagaimana analisis pembentukan undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah dalam perspektif politik hukum nasional? Secara genealogis, penulis
menyimpulkan bahwa diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah tidak lepas dari konfigurasi dan perjuangan politik yang ketat, penetapan
undang-undang tersebut memiliki landasan yuridis, sosiologis atau filosofis yang kuat yang
nantinya dapat dipertanggungjawabkan. Posivasi tentang Perbankan Syariah membuktikan
bahwa hukum Islam telah menjadi sumber hukum nasional dan berpeluang memberikan
kontribusi yang maksimal dalam pembangunan hukum nasional di masa mendatang. Kata
kunci: Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Politik Hukum

Kata kunci : perbankan syariah, UU No. 21 tahun 2008, hukum Islam di Indonesia.
PENDAHULUAN
Bank syariah telah berkembang di Indonesia selama kurang lebih 20 tahunan. Perkembangan
tersebut tentu tidak selalu bebas hambatan, namun di sana-sini masih ada halangan yang
meng-hambat perkembangan bank syariah di Indonesia. Di sisi lain, ber-bagai upaya untuk
mengakselerasi perkembangan bank syariah juga selalu diupayakan oleh berbagai pihak.
Salah satu momentum besar yang menjadi titik tolak bank syariah di Indonesia adalah di-
sahkannya UU Perbankan Syariah pada tahun 2008. Semenjak itu, bank syariah di Indonesia
telah memiliki payung hukum yang kuat karena operasionalnya yang memiliki karakteristik
berbeda dengan bank konvensional telah dilindungi oleh Undang-undang.Tulisan ini hendak
memaparkan perkembangan bank syariah di Indonesia pasca disahkannya UU Nomor 21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Apakah benar bahwa bank syariah pasca di-
undangkannya UU Perbankan Syariah mengalami perkembangan yang cukup signifikan?
Sebagai perbandingan, pemaparan juga di -barengi dengan perkembangan bank syariah
sebelum adanya UU Perbankan Syariah tahun 2008.(L Prasetyo : 2012).

Indonesia adalah salah satu negara yang secara konstitusional tidak menyatakan diri sebagai
negara Islam, tetapi mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Sebagian hukum Islam
telah berlaku di Nusantara sejak zaman kerajaan-kerajaan Islam. Adanya Peradilan Agama
dalam Papakeum (kitab) Cirebon merupakan salah satu bukti. Demikian pula, kerajaan Sultan
di Aceh, kerajaan Pasai, Pagar Ruyung dengan Dang Tuanku Bundo Kanduang, Padri dengan
Imam Bonjol (Minangkabau), Demak, Pajang, Mataram, bahkan juga Malaka dan Brunei
Semenanjung Melayu (Ramulyo, 1985: 53).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk dalam lingkup jenis penelitian kepustakaan (library research) dengan
menggunakan analisis data induksi-interpretasi dan konseptualisasi. Penulis menggunakan
penelitian kepustakaan karena sumber primer yang dijadikan rujukan berupa bahan-bahan
tulisan yang ada di pustaka dan juga artikel beserta jurnal. Disamping itu, tulisan ini juga
menggunakan pendekatan metode yang normatif, karena penulis mengungkap tentang
pertumbuhan hukum bisnis Islam di Indonesia di tinjau dari UU No. 10 tahun 1998 dan UU
perbankan No. 21 tahun 2008.Penulis juga memetakan tentang histori pertumbuhan hukum
bisnis Islam di Indonesia tersebut pada masa dulu sampai modern inj . Dengan pembidangan
ini, eksistensi pertumbuhan hukum bisnis Islam di Indonesia sudah bisa berjalan sebagaimana
di negara maju dan akan sangat membantu masyarakat dalam sistem perbankan. Selanjutnya
kajian ini bersifat deskriptif dan penyajian datanya secara kualitatif.
PEMBAHASAN
Pertumbuhan Hukum bisnis Islam di Indonesian

Perkembangan ekonomi Islam berlangsung dengan begitu pesat. Hal ini juga didukung oleh
sektor hukum, yakni dilandasi dengan keluarnya peraturan perundang- undangan di bidang
ekonomi syariah, antara lain adalah keluarnya Undang- undang Nomor 3 Tahun 2006 yang
memberikan kewenangan bagi Pengadilan Agama untuk menangani perkara sengketa
ekonomi syariah. Selain itu keluarnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah   Negara   dan   Undang-undang   Nomor   21   Tahun   2008   tentang
Perbankan Syariah semakin memperkokoh landasan hukum ekonomi syariah di Indonesia.
Pada tataran praktis, keberadaan lembaga-lembaga keuangan syariah sekarang ini
menunjukkan adanya perkembangan yang semakin pesat. Hal ini sejalan dengan semakin
meningkatnya kesadaran sebagian besar umat Islam untuk   melaksanakan Islam   secara  
kaffah.   Adapun tujuan penelitian dari jurnal ini adalah Untuk Mengetahui perkembangaan
Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia, dengan metode penelitian penelitian  hukum 
normatif  dengan  pendekatan konseptual yaitu  mencari  asas-asas,  doktrin-doktrin  dan
sumber hukum dalam arti filosofis yuridis. Alasan  peneliti  menggunakan  penelitian 
hukum  normatif karena untuk menghasilkan   argumentasi,   teori   atau   konsep   baru  
sebagai   praktisi   dalam menyelesaikan  masalah  yang  dihadapi. Adapun hasil penelitian
dan Pembahasan adalah Keberadaan ekonomi syariah di Indoinesia, sesungguhnya sudah
mengakar sekalipun keberlakuannya masih bersifat normatif sosiologis.

UU No. 10 Tahun 1998

Pada tahun 1998, UU Perbankan (UU No. 7 Tahun 1992) diamandemen dengan UU No. 10
Tahun 1998. Berbeda dengan UU No. 7 Tahun 1992 yang tidak mengatur secara pasti
perbankan syariah, ketentuan-ketentuan mengenai perbankan syariah dalam UU No. 10
Tahun 1998 lebih lengkap (exhaustive) dan sangat membantu perkembangan perbankan
syariah di Indonesia. UU No. 10 Tahun 1998 secara tegas menggunakan kata bank
syariah dan mengatur secara jelas bahwa bank, baik bank umum dan BPR, dapat beroperasi
dan melakukan pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah. (lihat Pasal 1 butir 12, Pasal 7
huruf c, Pasal 8 ayat (1 & 2), Pasal 11 ayat (1) & (4a), Pasal 13, Pasal 29 ayat (3) dan Pasal
37 ayat (1) huruf c).

Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah, menurut Pasal 1 butir 13, adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan
atau pembiyaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah,
antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip pernyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip
sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Ketentuan di atas
menunjukkan perluasanan eksistensi bank syariah dalam melaksanakan kegiatannya, di mana
dalam UU sebelumnya hal tersebut tidak diatur secara jelas.

Selanjutnya, UU No. 10 Tahun 1998 ini juga membolehkan bank konvensional untuk
menjalankan aktifitasnya berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia.(Pasal 6 huruf m). Dalam hal ini, bank konvensional yang hendak
menjalankan kegiatan syariah harus mendirikan kantor cabang atau sub kantor cabang.
Adapun untuk BPR tetap tidak dibolehkan untuk menjalankan aktifitas secara konvensional
dan syariah secara bersamaan. Perbedaan lainnya adalah diberikannya wewenang kepada
Bank Indonesia untuk mengawasi dan mengeluarkan peraturan mengenai bank syariah.
Sebelumnya kewenangan tersebut diberikan kepada kementrian keuangan. Sejarah mencatat,
bagaimana Bank Indonesia sangat aktif dalam mengembangan perbankan syariah. Banyak
Peraturan Bank Indonesia yang telah dikeluarkan demi menunjang kelancaran operasional
bank syariah.

UU N. 21 Tahun 2008
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan dan berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dasar hukum
perbankan syariah di Indonesia semakin kuat dan jumlah bank syariah semakin meningkat
secara signifikan. Akan tetapi, beberapa praktisi dan pakar perbankan syariah berpendapat
bahwa peraturan yang ada masih tidak cukup untuk mendukung operasional perbankan
syariah di Indonesia. Sebagai contoh, bank syariah beroperasi hanya berdasarkan pada fatwa
Dewan Syariah Nasional yang kemudian diadopsi Bank Indonesia dalam bentuk Peraturan
Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia yang tersebar dalam berbagai bentuk
kadangkala overlapping satu sama lainnya. Kemudian, bank syariah mempunyai karakterisitk
yang berbeda dengan bank konvensional, sehingga pengaturan bank syariah dan bank
konvensional dalam satu Undang-Undang yang sama dipandang tidak mencukupi. Oleh
karena itu, adanya UU khusus yang mengatur bisnis perbankan syariah secara konfrehensif
merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk diwujudkan.
Pada tahun 2008, Dewan Perwakilan Rakyat dengan dukungan pemerintah, mengesahkan UU
No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. UU ini terdiri dari 70 pasal dan dibagi
menjadi 13 bab. Secara umum struktur Hukum Perbankan Syariah ini sama dengan Hukum
Perbankan Nasional. Aspek baru yang diatur dalam UU ini adalah terkait dengan tata kelola
(corporate governance), prinsip kehati-hatian (prudential principles), menajemen resiko (risk
menagement), penyelesaian sengketa, otoritas fatwa dan komite perbankan syariah serta
pembinaan dan pengawasan perbankan syariah. Bank Indonesia tetap mempunyai peran
dalam mengawasi dan mengatur perbankan syariah di Indonesia, namun saat ini pengaturan
dan pengawasan perbankan, termasuk perbankan syariah di bawah Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sesuai dengan amanah UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Dengan adanya UU khusus yang mengatur perbankan Syariah serta instrumen hukum lainnya
, diharapkan eksistensi perbankan syariah semakin kokoh, para investor semakin tertarik
untuk melakukan bisnis di bank syariah sehingga perbankan syariah di Indonesia semakin
lebih baik lagi. 

KESIMPULAN

Pada tataran praktis, keberadaan lembaga-

lembaga keuangan syariah sekarang ini menunjukkan adanya perkembangan yang semakin

pesat. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran sebagian besar umat Islam

untuk melaksanakan Islam secara kaffah.

Berbeda dengan UU No. 7 Tahun 1992 yang tidak mengatur secara pasti

perbankan syariah, ketentuan-ketentuan mengenai perbankan syariah dalam UU No. 10

Tahun 1998 lebih lengkap (exhaustive) dan sangat membantu perkembangan perbankan
syariah di Indonesia. UU No. 10 Tahun 1998 secara tegas menggunakan kata bank

syariah dan mengatur secara jelas bahwa bank, baik bank umum dan BPR, dapat beroperasi

dan melakukan pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah.

Kemudian, bank syariah mempunyai karakterisitk

yang berbeda dengan bank konvensional, sehingga pengaturan bank syariah dan bank
konvensional dalam satu Undang-Undang yang sama dipandang tidak mencukupi. Oleh

karena itu, adanya UU khusus yang mengatur bisnis perbankan syariah secara konfrehensif

merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk diwujudkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Amir, Analisis Yuridis terhadap Prinsip-prinsip Syariah dalam Undang-

undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah untuk Menciptakan Pegelolaan
Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance),

Surakarta: Tesis Universitas Sebelas Maret, 2009.

Ali, Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafik, 2008.

Ali, Mohamad Daud, Hukum Islam di Pengadilan Agama (Kumpulan Tulisan), Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2002.

Apeldoorn, L.J. van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1978.

Ghofur, Abdul, Politik Hukum Legislasi UU Perbankan Syariah di Indonesia, Semarang:


Rasail Media Group, 2014.

Latif, Abdul dan Ali, Hasbi, Politik Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Machmud, Amir dan Rukmana, Bank Syariah: Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di
Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2010.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1999.

MD, Mahfud, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.

Muhammad, Undang-undang Perbankan Syariah sebagai Pemberi Kepastian


Hukum dalam Bisnis Perbankan Syariah, Jakarta: Tesis Universitas

Indonesia, 2010.

Anda mungkin juga menyukai