Anda di halaman 1dari 17

Pandangan Masyarakat terhadap Overthinking dan

Relasinya dengan Teori Rational Emotive Brief Therapy

Theodorus Alkino Rifaldo Sebo, Daniel Joy Gratia, Yulietha Megarina, Freeska Anjelly
Lopuhaa, & Lara
Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Pendidikan dan Bahasa

Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta

dorus91101@gmail.com danieljoy26@gmail.com megarinayulietha@gmail.com


freeskaanjelly08920@gmail.com oktavianilara01@gmail.com

Abstrak
Latar belakang : Pada saat ini kita berada di dalam situasi yang sulit tidak hanya
diakibatkan oleh pandemi COVID-19 yang mengharuskan kita untuk tetap tinggal berada
didalam rumah melakukan berbagai aktivitas belajar atau bekerja. Tujuan : Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap overthinking dan relasinya
dengan teori Rational Emotive Brief Therapy. REBT merupakan salah satu dari ke-12 teori
pendekatan dan konseling yang sudah kami pelajari. REBT ini ada kaitannya dengan
Overthinking, yang banyak yang dialami oleh masyarakat pada umumnya. Overthinking
merupakan perilaku atau bias yang terjadi secara normal pada siapapun yang melibatkan
proses berpikir yang umumnya dialami oleh manusia. Overthinking juga bisa menimbulkan
kecemasan yang sangat tinggi dikarenakan adanya ketidakselarasan terkait pikiran dengan
kejadian yang terjadi. Dari kecemasan itu biasanya bisa membuat seseorang merasa
tertekan. Metode penelitian: penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, data yang kami
peroleh menggunakan google form. Hasil: data yang didapat bahwa “Mahasiswa” yang
sering mengalami overthinking, kemudian 74,2% perempuan sering mengalami overthinking
dan nampak bahwa salah satu penyebab overthinking yaitu khawatir karena terlalu
memikirkan hal negatif sekitar 37,31%. Simpulan: Masih banyak masyarakat yang
mengabaikan dampak dari overthinking ini sendiri, oleh karena itu dengan adanya
pendekatan REBT ini dapat membantu masyarakat agar dapat mengubah pikirannya dari
yang irasional menjadi rasional.

Kata Kunci : Overthinking, REBT, Manusia


PENDAHULUAN
Saat ini kita berada di dalam situasi yang sulit tidak hanya diakibatkan oleh pandemi
COVID-19 yang mengharuskan kita untuk tetap tinggal berada didalam rumah
melakukan berbagai aktivitas belajar atau bekerja. Selain itu, beberapa orang yang
banyak menghabiskan waktu tinggal didalam rumah masih memiliki masalah yang
muncul, akibatnya dari permasalahan yang dialami tentunya akan membuat kita untuk
terus menerus memikirkan hal tersebut atau bisa disebut overthinking. Overthinking
adalah perilaku atau bias yang terjadi secara normal pada siapapun yang melibatkan
proses berpikir yang umumnya dialami oleh manusia. Jika seseorang terus-menerus
mempunyai beberapa pikiran yang berlebihan, akibatnya akan menghalangi kemajuan
hidupnya. Ternyata jika memikirkan sesuatu yang berlebihan akan memberikan
kesehatan seseorang menjadi turun serta membuat dirinya semakin tertekan. Seperti
data yang sudah penulis rangkum, dari penyebaran g-form pada 67 responden terdapat
71,6% responden tersebut adalah mahasiswa. Mahasiswa yaitu salah satu bagian dari
civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa di
masa yang akan datang. Untuk itu diharapkan mahasiswa perlu memiliki cara
pandang yang baik, jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya
pula seorang mahasiswa mampu menguasai permasalahan sesulit apapun, mempunyai
cara berpikir positif terhadap dirinya, orang lain, mampu mengatasi hambatan maupun
tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang menyerah pada keadaan yang ada.
Tanpa kita sadari juga ternyata overthinking membuang waktu kita dan juga menguras
energi, orang yang selalu overthinking maka bisa jadi akan sulit untuk bertindak.
Sehingga hal ini dapat membuat kita terjebak dalam anxiety atau mengalami
gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan sangat nyata dan serius, sama halnya
seperti penyakit jantung dan diabetes. Pada saat seseorang mengalami kecemasan
karena overthinking kebanyakkan dari mereka tentunya merasa tertekan dan perlu
melakukan sesuatu untuk hal itu seperti berbagai atau berbicara dengan orang lain,
jika tidak ada orang yang memperhatikan mereka, maka mereka akan merasa
ditinggalkan dan semuanya akan menjadi lebih buruk. Karena jika seseorang, terlalu
banyak berpikir maka dapat menyebabkan seseorang tersebut menilai dirinya sendiri
itu secara kabur dan dapat mengakibatkan stres pada individu tersebut, yang tanpa
disadari dengan berpikir terlalu banyak dapat menimbulkan masalah. Tentunya hal ini
berdampak pada terganggunya kreativitas, produktivitas, dan kesehatan. Banyak
sekali tentunya faktor penyebab dari overthinking, misalnya seperti karena masalah
keluarga, hubungan, pekerjaan, studi, tekanan, dan lain-lain. Orang yang terlalu
banyak berpikir berlebihan, lebih rentan mengalami kesedihan dan juga pikiran
negatif yang berkelanjutan, sehingga hal ini juga membuat individu tidak dapat
berdamai dengan dirinya sendiri. Yang lebih buruk adalah, ketika seseorang tidak
mengetahui bahayanya dari banyaknya berpikir. Kebanyakan dari setiap orang justru
merasa bahwa dirinya memiliki kemajuan memikirkan sesuatu sambil merenungkan
nya tanpa henti, tetapi pada kenyataan mereka justru menyerap pemikiran negatif
yang timbul dan mengembangkan pandangan pesimis pada masalah tersebut yang
sedang dipikirkan. Oleh karena itu setiap individu harus mampu mengendalikan
pikiran mereka, agar tidak menjadi overthinking. Dengan hal ini maka dapat
membantu individu itu, terhindar dari rasa kecemasan yang muncul akibat dari hal
yang mereka pikirkan secara berlebihan.
METODE PENELITIAN
Pada proses penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kuantitatif, dalam
metode penelitian ini adapun yang menjadi sasarannya adalah masyarakat umum yang rata-
rata berusia dari 13-31 tahun, yang tentunya pernah mengalami Overthinking. Sampel ini
diperoleh dengan cara pengumpulan data dari hasil kuesioner online, yang menggunakan
aplikasi Google Form, sehingga dari kuesioner yang telah diberikan maka dapat diperoleh
data sebanyak 67 responden ( 17 laki-laki dan 50 perempuan), yang secara sukarela untuk
mengisi kuesioner yang telah diberikan. Kemudian data yang telah diperoleh digunakan
untuk analisis, untuk melihat pandangan masyarakat terhadap Overthinking dan relasinya
dengan teori Rational Emotive Brief Therapy.
Prosedur pelaksanaan dalam penelitian ini terdapat tiga tahapan, meliputi ; (1)
Persiapan untuk penelitian, (2) Pelaksanaan penelitian, dan (3) Pengolahan dan analisis data.
Pada penelitian ini teknik analisis data menggunakan teori pendekatan dari Albert Ellis yaitu,
Rational Emotive Brief Therapy . Kemudian hasil dari penelitian ini akan dipublikasikan,
agar responden ataupun masyarakat dapat memiliki pemahaman dan interpretasi yang sama
terhadap penelitian yang telah dilakukan.

Hasil Penelitian

A. Usia
No Umur Frekuensi

1. 13-16 tahun 4

3. 16-19 tahun 32

4. 19-22 tahun 23

5. 22-25 tahun 5

6. 25-28 tahun 1

7. 28-31 tahun 1
tabel 1.
Berdasarkan tabel 1. di atas merupakan kategori umur dari responden yang mengisi
survey mengenai Overthinking. Rentang usia 16-19 tahun dengan frekuensi 32 merupakan
yang paling banyak mengisi survey mengenai Overthinking.
B. Jenis Kelamin
No. Jenis kelamin Frekuensi Presentase

1. Perempuan 49 74,2 %

2. Laki- laki 17 25,8%


tabel 2.
Berdasarkan tabel 2. di atas merupakan kategori jenis kelamin dari responden yang
mengisi survey mengenai overthinking. Frekuensi jenis kelamin terbanyak pada jenis kelamin
perempuan sebesar 74,2%.
C. Status (Pekerjaan).

No Status (Pekerjaan) Frekuensi Presentase

1 Siswa 6 9%

2 Mahasiswa 48 71,6%

3 Karyawan 9 13,4%

4 Guru 2 3%

5 Lainya.. 2 3,2%
tabel 3.
Berdasarkan tabel 3. di atas merupakan kategori status (pekerjaan) dari responden
yang mengisi survey mengenai overthinking. Frekuensi status (pekerjaan) terbanyak pada
status mahasiswa sebesar 71,6%.

D. Munculnya Overthinking

Overthinking yang
No saya alami muncul Frekuensi Presentase
secara tiba tiba

1. Ya 39 58,2%

2. Tidak 11 18%

3. Jarang 16 24%
tabel 4.
Berdasarkan tabel 4. di atas overthinking yang seseorang alami muncul secara tiba-
tiba. dilihat dari frekuensi sebanyak 39 iya, bahwa overthinking yang seseorang alami
muncul secara tiba-tiba.

E. Merasa tidak nyaman saat Overthinking


Overthinking
Skala membuat saya tidak Presentase Frekuensi
nyaman

1. Sangat Tidak Setuju 0% 0

2. Tidak Setuju 1,6% 1

3. Kurang Setuju 7,8% 5

4. Setuju 18,8% 12

5. Sangat Setuju 71,9% 46


tabel 5.
Berdasarkan tabel 5. di atas seseorang tidak nyaman dengan overthinking. Dilihat dari
persentase sebesar 5,06% responden sangat setuju bahwa seseorang tidak nyaman dengan
overthinking

F. Saya dapat mengontrol Overthinking yang saya alami

Skala Saya dapat


mengontrol Presentase Frekuensi
Overthinking yang
saya alami

1. Sangat Tidak Setuju 0% 0

2. Tidak Setuju 14,1% 9

3. Kurang Setuju 34,4% 23

4. Setuju 31,1% 21

5. Sangat Setuju 21,9% 14


tabel 6.
Berdasarkan tabel 6. Diatas seorang individu terkadang merasa kurang yakin untuk dapat
mengontrol Overthinking yang sedang dialami. Jika dilihat dari persentase sebesar 34,4%
responden kurang yakin dapat mengontrol Overthinking yang sedang dialami.
G. Munculnya Overthinking

Biasanya merasakan
No overthinking pada Frekuensi Presentase
saat?

1. Siang Hari 4 6,1 %

2. Malam Hari 28 42,4 %

3. Siang dan Malam 17 25,8%


hari

4. Pagi hari 2 3,0%

5. Lainnya 11 16,5 %
tabel 7.
Berdasarkan tabel 7. di atas seseorang biasanya merasakan overthinking, dilihat dari
persentase sebesar 42,4% responden biasanya merasakan overthinking pada saat Malam hari

H. Pandangan mengenai Overthinking

Pandangan
No Overthinking Frekuensi Presentase

1. Berpikir secara 65 97,01%


berlebihan dan
biasanya menuju hal
yang negatif

2. Lain-lain 2 2,99%
tabel 8.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, pandangan 66 responden(97,01%)
mengenai overthinking dapat dikatakan sama. Pandangan Overthinking menurut responden
dapat dikatakan sebagai kondisi dimana individu berpikiran secara berlebihan mengenai suatu
hal, yang biasanya menuju hal yang negatif.

I. Penyebab Overthinking

Penyebab
No Overthinking Frekuensi Presentase
1. Khawatir karena 25 37,31%
terlalu memikirkan
hal negatif

2. Pesimis terhadap 17 25,37%


sesuatu hal

3. Tekanan pekerjaan 5 7,46%

4. Emosi 2 2,99%

5. Lain-lain 13 19,4%
tabel 9.
Berdasarkan data yang sudah dikumpulkan, responden memberikan respon yang
bervariasi, tetapi terdapat beberapa penyebab yang mengakibatkan overthinking menurut
responden. Sebanyak 25 responden (37,31%) menyatakan bahwa penyebab overthinking
yang mereka rasakan adalah khawatir karena terlalu memikirkan hal-hal yang negatif.
Sebanyak 17 responden (25,37%) menyatakan bahwa penyebab overthinking yang mereka
rasakan adalah merasa pesimis terhadap suatu hal. Sebanyak 5 responden (7,46%)
menyatakan bahwa penyebab overthinking yang mereka rasakan karena tekanan dari
pekerjaan. Sebanyak 2 responden (2,99%) menyatakan bahwa penyebab overthinking yang
mereka rasakan adalah merasa emosi. Sebanyak 13 responden (19,4%) menyatakan bahwa
penyebab overthinking yang mereka rasakan adalah berasal dari memegang tanggung jawab
terhadap suatu hal, banyak pikiran, dan memikirkan masa depan.

J. Perasaan Tidak Nyaman

Perasaan tidak
No nyaman Frekuensi Presentase

1. Cemas 9 13,43%

2. Tidak bersemangat 2 2,99%

3. Gelisah 26 38,81%

4. Biasa saja 1 1,49%

5. Stres 10 14,93%

6. Tidak fokus 5 7,46%


7. Lain-lain 14 20,9%
tabel 10.
Berdasarkan data yang sudah dikumpulkan, responden memberikan respon yang
bervariasi. Terdapat beberapa perasaan tidak nyaman saat mengalami overthinking, antara
lain perasaan cemas sebanyak 9 responden (13,43%), tidak bersemangat sebanyak 2
responden (2,99%), gelisah sebanyak 26 responden (38,81%), biasa saja sebanyak satu (1)
responden (1,49%), stres sebanyak 10 responden (14,93%), tidak fokus sebanyak 5
responden (7,46%), dan lainnya sebanyak 14 responden (20,9%). Perasaan lain yang
dimaksud adalah responden tidak bisa menjelaskan perasaan mereka, responden merasa diri
kurang baik, responden terganggu dengan pengalamannya.
K. Akibat Overthinking

Akibat Overthinking
No Frekuensi Presentase

1. Tidak percaya diri 7 10,45%

2. Stres 24 35,82%

3. Sakit 15 22,39%

4. Kurang motivasi 2 2,99%

5. Negative Thinking 3 4,48%

6. Tidak nyaman 9 13,43%

7. Lain-lain 5 7,46%

8. Error 2 2,99%

Berdasarkan data yang sudah dikumpulkan, responden memberikan respon yang


bervariasi, tetapi terdapat beberapa akibat apabila overthinking secara berlebihan menurut
responden. Sebanyak 7 (tujuh) responden atau sebesar 10,45% menjelaskan akibat
overthinking secara berlebihan akan memunculkan rasa tidak percaya diri. Sebanyak 24 (dua
puluh empat) responden atau sebesar 35,82% menjelaskan akibat overthinking secara
berlebihan akan memunculkan stres. Sebanyak 15 (lima belas) responden atau sebesar
22,39% menjelaskan akibat overthinking secara berlebihan akan memunculkan penyakit atau
rasa sakit. Sebanyak 2 (dua) responden atau sebesar 2,99% menjelaskan akibat overthinking
secara berlebihan akan memunculkan kurangnya motivasi. Sebanyak 3 (tiga) responden atau
sebesar 4,48%% menjelaskan akibat overthinking secara berlebihan akan memunculkan
negative thinking. Sebanyak 9 (sembilan) responden atau sebesar 13,43% menjelaskan akibat
overthinking secara berlebihan akan memunculkan perasaan tidak nyaman. Sebanyak 5 (lima
belas) responden atau sebesar 7,46% menjelaskan akibat overthinking secara berlebihan akan
memunculkan banyak perasaan atau gangguan, antara lain akan menjadi kritis terhadap
segala hal, menganggap bahwa masalah akan terjadi terus-menerus, dan menjadi tidak fokus.
Sebanyak 2 (dua) pernyataan responden yang tidak menjawab pertanyaan, jadi dianggap
sebagai pernyataan yang error.

L. Apakah Lingkungan menjadi pemicu munculnya Overthinking?

Apakah Lingkungan
No Frekuensi Presentase
menjadi pemicu munculnya
Overthinking

1. Ya 50 74,63%

2. Tidak 9 14,43%

3. Bisa jadi 5 7,46%

4. Error 3 4,48%

Berdasarkan data yang sudah dikumpulkan, responden memberikan respon yang


bervariasi, tetapi terdapat beberapa akibat apabila overthinking secara berlebihan menurut
responden

PEMBAHASAN DAN HASIL


Overthinking ini merupakan istilah dari seseorang yang mengalami banyak pikiran,
atau berpikir berlebihan bahkan hal kecil saja dipikirkan secara terlalu dalam atau berlebihan.
Dalam kehidupan sehari-hari yang kita jalani, ada terdapat beberapa jenis dari overthinking
yang dialami oleh masyarakat. Misalnya seperti, overthinking dengan masa depan. Tanpa kita
sadari, masih banyak masyarakat yang suka berpikir berlebihan terkait masa depan, kadang
kita memikirkan hal-hal yang sebenarnya belum tentu terjadi dimasa yang akan datang.
Kemudian terkadang masih ada dari masyarakat yang terlalu memikirkan pendapat dari
orang lain. Terkadang memikirkan, apakah hal yang dilakukan sudah sesuai dengan
pandangan orang. Oleh karena itu masyarakat harus dapat mengontrol sikap overthinking
tersebut, agar tidak menjadi dampak yang buruk bagi diri sendiri. Pikiran-pikiran negatif
yang seringkali muncul dapat menyebabkan stres, cemas maupun depresi obsesif, sebanyak
35,82% responden sudah merasakan ketidaknyamanan tersebut. Permasalahan yang muncul
pada individu yang berupa masalah pada pola pikir yang negatif terhadap diri mereka sendiri,
lingkungan dan masalah yang sedang dihadapi pada hakikatnya tanpa disadari juga
merupakan menjadi suatu ancaman pada keberlangsungan hidup yang individu jalani
sehingga setiap individu harus dapat mengantisipasinya .Misalnya jika seseorang terlalu
overthinking terhadap sesuatu hal, maka dapat menyebabkan orang tersebut mengalami atau
menimbulkan stres pada seseorang. Stres ini bisa muncul juga karena, seseorang tersebut
tidak dapat mengontrol dirinya sendiri ketika sedang menghadapi suatu masalah. Sebenarnya
stres sendiri juga, merupakan hal yang tidak dapat kita hindarkan dalam menjalankan
kehidupan kita sehari-hari. Kondisi stres yang dialami oleh setiap individu, dapat berdampak
buruk seperti gangguan mental bahkan gangguan pada perilaku juga. Tetapi hal ini dapat juga
tidak terjadi, tergantung pada individu itu sendiri kuat lemahnya status mental atau
kepribadian individu tersebut . Jadi, jika seseorang dapat mengontrol overthinking yang
sedang dialami maka orang tersebut bisa saja dikatakan bahwa ia memiliki status mental atau
kepribadian yang kuat. Selain itu juga tentunya, overthinking ini tadi bisa saja berdampak
terjadinya kecemasan pada individu. Seharusnya rasa cemas ini dapat juga dikendalikan oleh
individu yang mengalaminya, sehingga rasa cemas ini tidak mengganggu individu dalam
menjalankan kehidupannya sehari-hari. Jika dibedakan, maka ada dua jenis kecemasan, yaitu
yang pertama kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecenderungan pada diri
individu untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya, dan
kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional
sementara pada individu yang dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dihayati
secara sadar serta bersifat subjektif, dan meningginya sistem saraf otonom. Individu yang
sedang mengalami overthinking bisa saja terjadi karena dari sifat trait anxiety atau state
anxiety. Kecemasan ini, ternyata banyak juga dialami oleh mahasiswa. Seperti yang diketahui
bahwa seorang mahasiswa, tentunya memiliki beban dan tanggung jawab yang sangat besar.
Seseorang yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, tentunya pasti mengalami
masalah seperti misalnya dalam bidang akademik. Setiap permasalahan yang sedang dihadapi
juga oleh mahasiswa tentunya berbeda-beda, sehingga dalam hal menyikapi masalah tersebut
juga tentunya berbeda-beda. Tanpa disadari juga, masalah-masalah yang muncul dalam
perkuliahan membuat mahasiswa tersebut mengalami tekanan ataupun merasa tertekan
dengan masalah yang sedang mereka hadapi. Hal ini tentunya berkaitan dengan stres, jadi
seseorang yang mengalami kecemasan bisa saja menimbulkan stres pada individu tersebut
yang sedang mengalaminya. Faktor seseorang individu dapat mengalami stres itu karena ada
dua, yaitu faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internal disini adalah dari dalam
diri individu itu sendiri, misalnya seperti kondisi fisik, motivasi, dan juga dari tipe
kepribadian, sedangkan faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri
misalnya seperti keluarga, pekerjaan, lingkungan, dan lain-lain. Faktor-faktor inilah yang
disebut sebagai stressor. Jadi disini, lingkungan itu tentunya berdampak pada diri individu itu
sendiri, karena sebanyak 74,83% orang sudah mengalami bahwa lingkungan itu berpengaruh
dalam hal pemicu yang membuat individu tersebut menjadi overthinking, kemudian
timbullah rasa cemas dan pada akhirnya mengalami stres. Terkadang kecenderungan individu
masih ada yang membandingkan dirinya dengan orang lain, maka hal ini sangat berpengaruh
karena akan membuat individu itu menjadi overthinking. Dalam hal ini yang membuat
individu bisa saja merasa tertekan, karena individu merasa bahwa adanya standar
kesempurnaan dari lingkungan sekitarnya dan dari diri individu itu sendiri masih kurang
mampu untuk mengelola pikirannya dari hal-hal yang negatif. Overthinking ini juga, selain
dipengaruhi oleh lingkungan tetapi juga ketika tidak adanya kesesuaian antara situasi yang
diharapkan dengan kenyataan yang terjadi. Banyaknya juga tuntutan dari luar yang sehingga
membuat individu merasa tertekan dan membuat individu tersebut menjadi overthinking dan
pada akhirnya sampai mengalami stres jika mereka tidak dapat mengontrol masalah yang
sedang mereka hadapi.
Berdasarkan data yang diperoleh, hampir sebagian masyarakat yang
mengalami/merasakan overthinking itu berjenis kelamin perempuan dengan rentang umur 16-
19 dan berstatus Mahasiswa. Nampak bahwa salah satu penyebab overthinking yaitu khawatir
karena terlalu memikirkan hal negatif sekitar 37,31%, karena self esteem yang terdapat pada
seorang anak rentang kurang dikuatkan. Menurut Santrock (2011), self-esteem merupakan
suatu komponen kepribadian yang berkembang melalui proses interaksi dengan keluarga,
orang tua, teman sebaya, dan orang lain yang bermakna bagi individu, nah jika seorang anak
tidak mendapat sebuah dukungan dari lingkungan yang ia kenal maka ia tetap seperti
dibanding-bandingkan, diremehkan, dan tetap memiliki rasa khawatirnya datang kembali.
Sebanyak 74,83% setuju jika lingkungan juga menjadi pemicu timbulnya overthinking ini,
karena lingkungan sangat pengaruh terhadap hal apapun baik dari lingkungan keluarga,
lingkungan pertemanan maupun lingkungan masyarakat lainnya, menurut Coopersmith dan
Rosenberg (dalam Mruk 2006) menjelaskan pentingnya dukungan dan penerimaan orang tua
terhadap perkembangan self-esteem seorang anak. Dukungan orang tua melalui memberikan
semangat kepada anak, serta ikut hadir dan terlibat dengan segala aktivitas yang dilakukan
anak tersebut membantu dalam menumbuhkan self esteemnya. Namun jika orang tua yang
sering mengkritik maupun yang sikapnya kasar dan juga selalu menuntut untuk menjadi apa
yang diharapkan (tidak menerima kurang/kelebihan anaknya pastinya melunturkan self
esteem pada anak (Coorpersmith; Rosenberg, dalam Mruk 2006). Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT) merupakan suatu pendekatan yang berasumsi sebagai makhluk berpikir dan
makhluk perasa, sedangkan perilakunya hanya sebatas simultan di antara keduanya, pikiran
mempengaruhi perasaan dan pikiran. Menurut George & Cristiani, Rational Emotive
Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan bersifat direktif, yaitu pendekatan yang
membelajarkan kembali individu untuk memahami input kognitif yang menyebabkan
gangguan emosional, mencoba mengubah pikiran agar membiarkan pikiran irasionalnya atau
belajar mengantisipasi manfaat atau konsekuensi dari tingkah laku. Relasinya dengan REBT
yaitu agar pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dapat membantu
individu menyadari bahwa mereka dapat hidup dengan lebih rasional dan lebih produktif.
Calhoun dan Acocella menjelaskan kecemasan adalah perasaan ketakutan (baik realistis
maupun tidak realistis) yang disertai dengan keadaan peningkatan reaksi kejiwaan. Dari
REBT, masyarakat bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari bahwa individu harus
mampu berpikir secara rasional agar tidak menimbulkan sebuah pikiran yang irasional yang
memungkinkan bahwa hal yang dipikirkan itu tidak terjadi. kemudian meredakan rasa
kecemasan yang dialaminya sehingga timbul kenyamanan yang dirasakan oleh individu
sehingga bisa menjadi manusia yang memiliki pikiran yang sehat kemudian memikirkan yang
baik. Manusia yang sehat adalah manusia yang belajar menghadapi dengan cara yang sehat
dan produktif untuk menghasilkan pertumbuhan pribadi dan ketenangan dalam cara berpikir
yang positif. Ada empat cara untuk mengurangi cara berpikir yang tidak sehat dan efektif
untuk mengatasinya ; (1) Meluangkan waktu untuk diri sendiri (me time) dan dapat
menemukan makna dalam pengalaman yang dialami. (2) Alihkan pemikiran-pemikiran yang
negatif dengan cara memikirkan hal yang menyenangkan. (3) membuat jadwal untuk
melakukan 15-30 menit untuk tidak melakukan apapun atau dengan cara meditasi setiap
harinya.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada masyarakat umum, maka
dapat disimpulkan. Dari data yang diperoleh bahwa masih banyak dari sebagian masyarakat
yang mengalami overthinking, dari 67 responden yang telah diteliti itu pernah mengalami
keadaan overthinking ini. Kebanyakan dari permasalahan overthinking yang dihadapi oleh
masyarakat ini disebabkan oleh rasa khawatir karena dari sebagian masyarakat masih sering
berpikir mengenai hal yang negatif sehingga mereka mengalami keadaan overthinking ini.
Keadaan dari overthinking ini banyak dari masyarakat yang menyatakan bahwa, hal ini juga
bisa terjadi karena faktor pemicu dari lingkungan sekitar mereka yang membuat mereka
menjadi overthinking. Jadi, disini masyarakat masih kebanyakan berpikir secara irasional
dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Masih banyak masyarakat yang mengabaikan
dampak dari overthinking ini sendiri, oleh karena itu dengan adanya pendekatan REBT ini
dapat membantu masyarakat agar dapat mengubah pikirannya dari yang irasional menjadi
rasional. Sehingga mereka dapat menjalankan kehidupan mereka dengan lebih produktif lagi
untuk kedepannya. Dari teori REBT ini juga, masyarakat harus dapat belajar bahwa setiap
individu itu pasti mampu untuk berpikir secara rasional agar tidak lagi muncul lagi pikiran
yang irasional yang memungkinkan bahwa hal yang dipikirkan itu tidak terjadi.

Saran

Hasil dari penelitian yang diperoleh, dapat digunakan untuk sebagai bahan
pertimbangan untuk peneliti selanjutnya. Untuk dapat lebih mendalami lagi permasalahan
dasar yang menyebabkan seseorang mengalami overthinking, sehingga dapat diberi solusi
untuk menanganinya agar tidak berdampak buruk bagi individu tersebut. Kemudian untuk
individu yang mengalami overthinking, hal ini dapat menjadi refleksi bagi diri sendiri agar
individu dapat lebih memahami dampak dari overthinking yang mereka alami. Semoga setiap
individu juga dapat mengontrol diri dari lingkungan yang dapat mempengaruhi mereka yang
membuat overthinking. Sehingga mereka dapat menjalani kehidupan mereka lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Barseli, M., & Ifdil, I. (2017). Konsep Stres Akademik Siswa. Jurnal Konseling Dan
Pendidikan, 5(3), 143. https://doi.org/10.29210/119800

Diah, D. N., Lubis, F. Y., & Witriani, W. (2020). Efek Moderasi Resiliensi terhadap
Hubungan antara Perfeksionisme dengan Kecemasan Mengerjakan Skripsi. Gadjah
Mada Journal of Psychology (GamaJoP), 6(2), 178–190.
https://doi.org/10.22146/gamajop.55349

Genço, F. (2019). Overthinking ? Maybe it is what we need. Journal of Narrative


Politics, 5(2), 102–111.

Hayat, A. (2017). Kecemasan dan Metode Pengendaliannya. Khazanah: Jurnal Studi


Islam Dan Humaniora, 12(1), 52–63. https://doi.org/10.18592/khazanah.v12i1.301

Kholidah, E., & Alsa, a. (2012). Berpikir Positif untuk Menurunkan Stres Psikologis.
Jurnal Psikologi, 39(1), 67–75.
http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/180

Nuril Tazkiyah, & Silaen, S. M. J. (2020). HUBUNGAN KECEMASAN DAN


KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU
AGRESIVITAS ANAK JALANAN DI SEKOLAH MASTER INDONESIA DEPOK.
http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf

Tarwiyah, A., Mayasari, S., & Pratama, M. J. (2020). Identifikasi Stressor Akademik
Pada Mahasiswa Tahun Ketiga Identification of Academic Stressors in The Third
Year. 1. 66.

Thahir, A, dan Rizkiyani, D. (2016). Pengaruh Konseling Rational Emotif Behavioral


Therapy (REBT) Dalam Mengurangi Kecemasan Peserta Didik Kelas VIII SMP
Gajah Mada Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Ajaran 2016/2017. Jurnal
Bimbingan Dan Konseling, 03(2), 197–206.

Viveros, J., & Schramm, D. (2018). Strategies for dealing with life ’ s difficulties.
Strategies for Dealing with LIfe’s Difficulties, 1(2), 4

Wahidah, F. R., & Adam, P. (2019). Cognitive Behavior Therapy untuk Mengubah
Pikiran Negatif dan Kecemasan pada Remaja. Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi,
3(2), 57–69. https://doi.org/10.23917/indigenous.v3i2.6826

Anda mungkin juga menyukai