Anda di halaman 1dari 9

Skema Kerja Sama Pemerintah-Swasta (Public-Private Partnership Scheme)

Pembangunan Infrastruktur dalam era otonomi daerah telah menjadi tanggungjawab


sepenuhnya Pemerintah Daerah. Daerah-daerah yang tidak memiliki sumber keuangan yang
cukup untuk membangunnya harus mencari alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan
masyarakatnya. Salah satu alternatif yang sering digunakan adalah penggunaan pola BOO/BOT
(Build Operate Own / Build Operate Transfer).

Pola BOO/BOT dikenal luas di dunia, sebagai salah satu jalan keluar bagi permasalahan dana
dalam membangun infrastruktur, seperti sarana transportasi, telekomunikasi dan listrik.

Terdapat berbagai variasi atau istilah BOO/BOT yang dikenal luas, diantaranya : FBOOT (Finance
Build Own Operate Transfer), BOL (Build Operate Lease), DBOM (Design Build Operate
Maintain), BOT (Build Operate Transfer), dan sebagainya.

Istilah BOO/BOT digunakan untuk semua tipe Concession Agreement.

Pertimbangan-pertimbangan pokok bagi pembangunan proyek infrastruktur dengan pola


BOO/BOT yang didasarkan atas kepentingan Pemerintah Daerah, seperti:
1.Tidak membebani neraca pembayaran pemerintah (offbalance-sheet financing);
2.Mengurangi jumlah pinjaman Pemerintah maupun sektor publik lainnya;
3. Merupakan tambahan sumber pembiayaan bagi proyek-proyek yang diprioritaskan
(additional finance sources for priority projects);
4. Tambahan fasilitas baru;
5. Mengalihkan resiko bagi konstruksi, pembiayaan dan pengoperasian kepada sector swasta;
6. Mengoptimalkan kemungkinan pemanfaatan perusahaan maupun teknologi asing;
7. Mendorong proses alih teknologi, khususnya bagi kepentingan negara-negara berkembang;
8.Diperolehnya fasilitas yang lengkap dan operasional setelah masa akhir konsesi.
Sebelum menentukan dan untuk keberhasilan pembangunan dan pengoperasian suatu
fasilitas/proyek infrastruktur yang menggunakan pola BOO/BOT maka secara konseptual perlu
dipertimbangakan faktor-faktor, seperti:
1.Tipe fasilitas;
2. Manfaat sosialnya;
3. Dukungan Pemerintah (Prinsipal) yang dapat diberikan kepada Promotor;
4. Kualifikasi dan pengalaman dari Promotor itu sendiri;
5. Lokasi proyek/fasilitas tersebut;
6. Besar ekuitas yang akan dipakai;
7. Jaminan kelangsungan suplai bahan mentah;
8. Jaminan pembelian atas produk dan atau jasa yang dihasilkan dari pengoperasian fasilitas-
fasiltas tersebut;
9. Jangka waktu konsesi;
10. Komponen dari masing-masing paket yang terkait dengan konstruksi, operasi,
pemeliharaan, pembiayaan dan penggerak perolehan penerimaan;
Para pihak yang terlibat dalam pembangunan dengan pola BOO/BOT ini adalah:
1. Prinsipal/ Grantor adalah pihak yang secara keseluruhan bertanggungjawab atas
pemberian konsesi dan merupakan pemilik akhir dari proyek/fasilitas tersebut setelah
habisnya jangka waktu. Dalam hal ini Pemerintahlah yang bertindak sebagai Prinsipal
atau yang ditunjuk oleh Pemerintah.
2. Promotor adalah suatu badan hukum/organisasi yang diberi konsesi untuk
membangun, memiliki, mengoperasikan dan mengalihkan fasilitas tertentu. Organisasi
promotor ini biasanya didukung oleh pihak-pihak lain, seperti : Contractor, Investor,
Operator, Supplier, Lender , dan User. Pihak yang disebutkan ini masing-masing dapat
menjadi satu dengan promotor ataupun terpisah.
Jenis-jenis Kontrak yang terkait dalam kegiatan pembangunan dan pengoperasian
proyek/fasilitas infrastruktur dengan pola BOO/BOT, meliputi antara lain:
1. Kontrak Konsesi (Concession Agreement) Kontrak antara Prinsipal dan Promotor. Kontrak ini
menjadi dasar dari kontrak-kontrak lainnya.
2. Kontrak Konstruksi (Construction Contract) Kontrak yang dibentuk antara Promotor dan
kontraktor. Dalam sejumlah proyek kedua pihak dapat menjadi satu pihak.
3. Kontrak Suplai (Supply Contract) Kontrak antara Supplier dan Promotor tentang suplai
bahan-bahan mentah untuk proyek bersangkutan.
4.Shareholder Agreement Kontrak yang dibentuk antara Promotor dan Investor. Investor disini
dapat diartikan sebagai penyandang dana yang ikut membiayai proyek. Dapat berasal dari
Lembaga keuangan ataupun individu.
5. Kontrak Operasional (Operation Contract) Kontrak antara Promotor dan Operator tentang
pengoperasian atau pemeliharaan fasilitas yang telah dibangun.
6. Kontrak Pinjaman (Loan Agreement) Kontrak yang dibentuk antara Lender dan Promotor
seputar sumber pembiayaan. Lender dapat berupa Bank-bank investasi, dana pensiun, lembaga
penyedia kredit ekspor yang menyediakan dana bagi pembiayaan fasilitas tertentu.
7. Offtake Contract Kontrak ini dibentuk antara User dan Promotor. Pola BOO/BOT ini sangat
kompleks sehingga membutuhkan pengetahuan yang cukup bagi aparat daerah untuk
melaksanakannya. Pelaksanaan yang salah akan membawa kerugian baik bagi pemerintah
daerah sendiri maupun bagi masyarakat, termasuk juga investor.
Pembekalan pengetahuan tentang pola BOO/BOT ini hendaknya secara berkesinambungan
diberikan kepada aparat pemerintah di daerah. Berbagai disiplin ilmu harus saling melengkapi
dalam proyek ini. Untuk bidang hukum, pakar konstruksi haruslah dilibatkan dalam
memberikan pembekalan baik dari segi dasar hukum, teknis dan prosedur yang diatur oleh
peraturan perundangan serta bentuk kontrak yang sesuai bagi keperluan proyek bersangkutan.
POLA KERJA SAMA BUMN
BOO (Build Own Operate), BOOT (Build Own Operate Transfer), BDO (Build Develop Operate)

Bangun Guna Serah (BGS)/Build Operate Transfer (BOT)


Merupakan bentuk kerjasama di mana mitra swasta bertanggung jawab membangun, termasuk
membiayainya, yang kemudian dilanjutkan dengan pengoperasian dan pemeliharaannya untuk
suatu jangka waktu tertentu.
Bot
 Sesungguhnya bentuk kontrak ini adalah sebuah pola kerja sama antara pemilik
tanah/lahan/Pemerintah/BUMN dan investor (swasta) yang akan mengolah lahan
tersebut menjadi satu fasilitas untuk perdagangan, hotel, resort atau jalan tol dan lain-
lain.
 Terlibatnya investor dimulai dari membangun fasilitas sebagaimana yang dikehendaki
pemilik tanah/lahan/Pemerintah/BUMN. Inilah yang dimaksud dengan istilah B(Build).
Pemilik/Pemerintah/BUMN melakukan monitoring, evaluasi, dan penatausahaan
pelaksanaan BGS.
 Setelah pembangunan fasilitas selesai, investor (mitra) diberi hak untuk mengelola dan
memungut hasil dari fasilitas tersebut selama kurun waktu tertentu (sesuai perjanjian).
Inilah yang dimaksud dengan istilah Operate.
 Setelah masa pengoperasian selesai, objek BGS beserta fasilitasnya dikembalikan
kepada pemilik lahan/Pemerintah/BUMN yang dituangkan dalam suatu berita acara
serah terima. Inilah yang dimaksud dengan istilah T (Transfer). Sehingga, secara
keseluruhan disebut Build, Operate, and Transfer.
 Skema BOT memberikan keuntungan bagi Pemerintah/BUMN karena risiko bisnis
proyek tersebut sepenuhnya ditransfer ke sector swasta.
Konsekuensi atau risiko yang menjadi dampak dari penggunaan pola/sistem BOT:
 Dampak bagi pihak investor, yaitu status kepemilikan tanah dan bangunan tempat
usaha tersebut bukan menjadi milik investor di kemudian hari karena harus ditransfer ke
pihak penyedia lahan, pihak investor berisiko tinggi dalam proses konstruksi (Build).
Misalnya, harga material naik atau inflasi, pihak investor dihadapkan pada tingkat
ketidakpastian pada saat tahap operasional usaha untuk harus mendapatkan
pengembalian modal pembangunan dan memperoleh laba selama masa operasi
tersebut belum ditransfer.
 Dampak bagi pihak penyedia lahan, yaitu tidak dapat melakukan usaha pada lahan yang
dimilikinya selama masa pembangunan dan pengoperasian, proses perawatan, dan
pengoperasian setelah masa transfer yang harus memerlukan pihak yang lebih
kompeten untuk melanjutkannya.

Bangun Serah Guna (BSG) / Build Transfer Operate (BTO)


 Mitra BSG harus menyerahkan objek BSG beserta fasilitasnya kepada
Pemerintah/BUMN segera setelah selesainya pembangunan, yang dituangkan dalam
berita acara serah terima barang.
 Mitra BSG dapat mendayagunakan/mengoperasikan objek BSG yang telah diserahkan
tersebut sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perjanjian BSG.
 Setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek BSG terlebih dahulu diaudit oleh
aparat pengawasan fungsional pemerintah/BUMN sebelum penggunaannya ditetapkan
oleh Pemerintah/BUMN.

Pertimbangan BGS dan BSG


Mendukung fungsi pelayanan  Dilakukan untuk menyediakan bangunan dan fasilitasnya
dalam rangka menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga, yang
dana pembangunannya tidak tersedia dalam APBN.
Subjek dan Objek BOT dan BTO
Pengelola Barang
a. Tanah yang berada pada Pengelola Barang
b. Tanah yang berada pada Pengguna Barang (harus diserahkan terlebih dahulu
kepada Pengelola Barang)
Ketentuan Pokok BOT dan BTO
 Selama masa pengoperasian BOT/BTO, Pengguna Barang harus dapat menggunakan
langsung objek BOT/BTO untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsinya paling
sedikit 10% dari luas objek BOT/BTO.
 Jangka waktu BOT/BTO paling lama 30 tahun.
 Kewajiban mitra BOT/BTO:
o Membayar kontribusi ke Rekening Kas Umum negara;
o Tidak menjaminkan, menggadaikan dan/atau memindahtangankan objek
BOT/BTO
o Memelihara objek BOT/BTO
 Pemilihan mitra BOT/BTO dilakukan melalui tender dengan pesrta sekurang-kurangnya
5 (lima) peserta
 IMB harus atas nama Pemerintah/BUMN

Bangun Milik Serah (Build Own Transfer)


 Pola kerja sama ini sejalan dengan pola BOOT (Build Own Operate Transfer) yaitu pihak
swasta (mitra) membiayai, membangun, mengoperasikan, memelihara, mengelola dan
menghimpun pembayaran dari pengguna infrastruktur, dan pada akhir hak guna pakai,
kembali menjadi hak milik Pemerintah/BUMN.

Bangun Pelihara Serah (Build Maintain Transfer)


 Terlibatnya mitra dimulai dari membangun fasilitas sebagaimana yang dikehendaki
pemilik tanah/lahan/Pemerintah/BUMN. Inilah yang dimaksud dengan istilah Build.
 Tanah/lahan beserta fasilitasnya tsb setelah dibangun dapat digunakan oleh mitra
selama jangka waktu pemeliharaan (Maintain)
 Sehabis masa pemeliharaan yang tertuang dalam perjanjian, maka tanah/lahan beserta
fasilitasnya tersebut harus diserahkan kembali kepada Pemerintah//BUMN (Transfer).

Lengkapi Guna Serah (Equip Operate Transfer)


 Berlaku untuk Aset tetap milik BUMN yang belum selesai atau yang perlu dilengkapi
dengan cara tertentu yang akan dikerjasamakan terlebih dahulu harus dilengkapi oleh
mitra.
 Aset tetap tersebut setelah dilengkapi dapat digunakan oleh mitra selama jangka waktu
tertentu sesuai perjanjian.
 Sehabis masa perjanjian, Aset Tetap tersebut harus diserahkan kembali kepada BUMN.

Build Own Operate (BOO)


 Yakni pemberian konsensi, investor (Mitra) mempunyai hak mendapatkan
pengembalian investasi, keuntungan yang wajar, sehingga investor dapat menarik biaya
dengan persetujuan Pemerintah/BUMN dari pemakai jasa infrastruktur yang
dibangunnya.
 Dalam hal ini pihak investor (Mitra) mendanai, membangun, dan mengoperasikan suatu
fasilitas, dengan memperoleh insentif untuk melakukan investasi lebih lanjut, namun
pihak Pemerintah/BUMN mengatur harga dan kualitas layanan.
 Model ini banyak dipakai untuk menyediakan fasilitas baru yang dapat diantisipasi agar
permintaan pasar akan selalu tersedia.
Contoh kasus di Indonesia
 BOO di Indonesia cenderung kurang popular karena memberikan hak kepemilikan yang
luas atas asset-aset kelistrikan kepada pihak swasta. Apalagi, MK telah menetapkan
bahwa penguasaan listrik harus jatuh kepada negara, bukan swasta.
 Keputusan tsb keluar pada akhir 2016, di mana MK telah mengabulkan sebagian
gugatan terhadap UU No. 30/2009 tentang Ketenagalistrikan.
 Menindaklanjuti putusan MK itu, pemerintah menerbitkan Permen ESDM No. 50/2017
yang mengharuskan semua proyek listrik EBT digarap dengan skema BOOT (kecuali
untuk proyek pembangkit listrik sampah).
 Hanya saja, skema BOO masih dipakai di proyek listrik lama karena keputusan MK tidak
berlaku surut. Salah satunya adalah PLTB Sidrap yang merupakan terbesar di Asia
Tenggara dan menggunakan skema BOO.
Build Own Operate Transfer (BOOT)
 BOOT yaitu pihak swasta (mitra) membiayai, membangun, mengoperasikan,
memelihara, mengelola, dan menghimpun pembayaran dari pengguna infrastuktur,
dan pada akhir hak guna pakai, kembali menjadi hak milik Pemerintah/BUMN.
 Skema ini juga banyak dipakai di perusahaan pengembang atau operator EBT karena
mereka tidak harus membayar biaya tahunan ke Pemerintah/BUMN selaku pemilik
akhir, serta adanya mitigasi risiko karena melibatkan beberapa pihak.
 Banyak proyek-proyek ketenagalistrikan yang dijalankan dengan skema BOOT
(sesuai dengan permen ESDM No. 50 Tahun 2017 dan Permen ESDM No. 10 Tahun
2017)
 Pertimbangan yang mendasari keputusan itu ada empat:
o Kesetaraan risiko jual beli listrik antara PLN dan pihak pengembang
(independent power producer/IPP)
o Jaminan kehandalan pasokan listrik
o Jaminan penyediaan listrik dikuasai negara
o Pemenuhan standard Perjanjian Jual Beli (PJB) listrik
 Pola kerja sama menggunakan pola BOOT yang mensyaratkan Pembangkit harus
diserahkan pada akhir masa PPA dalam kondisi yang baik (Operable Condition)
 Untuk PLTP, terkait dengan Wilayah Kerja Panas Bumi yang tidak dapat dialihkan
(dilarang untuk dialihkan berdasarkan Pasal 27(1) UU 21/2004) PLN memiliki opsi
untuk membeli proyek selain melalui pengalihan asset (pembangkit dan fasilitasnya)
maka dapat melalui pengalihan saham dalam Penjualan.

Build Develop Operate


 Pihak swasta (mitra) menyewa/membeli fasilitas dari Pemerintah/BUMN, melakukan
ekspansi, modernisasi kemudian mengoperasikannya berdasarkan kontrak.
 Pihak swasta (mitra) berharap dengan melakukan investasi akan mendapat
pengembalian investasi dan keuntungan yang wajar.
Advantages and disadvantages of BOOT
https://brandongaille.com/13-build-own-operate-transfer-advantages-and-disadvantages/

Anda mungkin juga menyukai