Anda di halaman 1dari 5

Nama : Dea Purwana

Makul : Hukum Administrasi Negara

NIM. : 048991967

11. Dari contoh artikel di atas, jelas bahwa penandatanganan pinjam pakai tersebut telah melalui
parameter yang
harus dipenuhi BMN yang dapat dijadikan objek pinjam pakai, simpulkan parameter yang dapat
dijadikan objek
pinjam pakai, baik yang dapat dilakukan oleh BMN maupun pengguna barang!
2. Sebelum dilakukan penandatanganan atau pembuatan perjanjian, harus ada penilai terhadap BMN
yang
dijadikan objek kerja sama, berikan analisis saudara proses penilaian yang harus dilakukan!
Jawab:
1. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020, pemanfaatan BMN merupakan
pendayagunaan aset negara yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi
Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Aturan terkait
pemanfaatan BMN mulai muncul pada tahun 1994 melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor
470/KMK.01/1994 tentang Tata Cara Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik Negara/Kekayaan
Negara.
Dalam keputusan ini, bentuk pemanfaatan yang berlaku sesuai keputusan tersebut hanya ada tiga,
yaitu
disewakan, bangun guna serah, dan dipinjamkan. Pada tahun 2007, diterbitkanlah Peraturan Menteri
Keuangan
Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan,
dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang mencabut KMK Nomor 470/KMK.01/1994. Aturan ini
lebih merinci
tata cara pengelolaan dan penatausahaan BMN. Terdapat tambahan dan perubahan nomenklatur
pada pasal
bentuk pemanfaatan, yaitu sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan serta bangun guna serah
dan bangun
serah guna. Dalam rangka menyikapi perkembangan kondisi tata kelola pemerintahan yang baik
(good
governance), PMK 96/PMK.06/2007 dipecah menjadi beberapa aturan tersendiri sesuai dengan jenis
pengelolaan
BMN. Pemanfaatan sendiri terpecah menjadi tiga, yakni PMK Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata
Cara
Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara, PMK Nomor 33/PMK.06/2012 tentang Tata Cara
Pelaksanaan
Sewa Barang Milik Negara yang telah diubah menjadi PMK Nomor 57/PMK.06/2016. Pada tahun
2020, terbitlah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara
sebagai
simplifikasi seluruh peraturan terkait pemanfaatan BMN hingga saat ini.
Sesuai dengan PMK Nomor 115/PMK.06/2020, karakteristik dan penjelasan terkait bentuk-bentuk
pemanfaatan
BMN dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Sewa
Pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
Pihak
yang dapat menyewa antara lain Badan Usaha Milik Negara/Daerah/Desa, Perorangan, Unit
penunjang
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan/negara dan badan usaha lainnya. Objek BMN berupa tanah
dan/atau bangunan serta selain tanah dan/atau bangunan, baik itu seluruhnya maupun sebagian.
Jangka
waktu paling lama 5 tahun sejak dilakukan penandatanganan perjanjian dengan periode jam, hari,
bulan
maupun tahun dan dapat diperpanjang. Contoh, sewa ruangan ATM, sewa Aula Dhanapala
Kementerian
Keuangan.
2) Pinjam Pakai
Pemanfaatan BMN melalui penyerahan penggunaan BMN dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah
Daerah atau
Pemerintah Desa dalam Jangka Waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu
tersebut
berakhir, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang. Pihak yang dapat
meminjam pakai
adalah Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa. Objek BMN berupa tanah dan/atau bangunan serta
selain
tanah dan/atau bangunan, baik itu seluruhnya maupun sebagian. Jangka waktu paling lama 5 tahun
sejak
dilakukan penandatanganan perjanjian dan dapat diperpanjang. Contoh, pinjam pakai kendaraan
dinas,
pinjam pakai gedung kantor.
3) Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)
Pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan
penerimaan
negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Pihak yang menjadi mitra KSP adalah Badan
Usaha
Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan/atau swasta kecuali perorangan. Objek
BMN
berupa tanah dan/atau bangunan serta selain tanah dan/atau bangunan, baik itu seluruhnya
maupun
sebagian. Jangka waktu paling lama 30 tahun, untuk KSP Penyediaan infrastruktur paling lama 50
tahun sejak
penandatanganan perjanjian dan dapat diperpanjang. Contoh, KSP Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya.
4) Bangun Guna Serah (BGS)/Bangun Serah Guna (BSG)
Bangun Guna Serah adalah pemanfaatan BMN berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan
bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut
dalam
jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta
bangunan
dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Sedangkan Bangun Serah
Guna adalah
pemanfaatan BMN berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana
berikut
fasilitasnya, setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain
tersebut
dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. Pihak yang menjadi mitra BGS/BSG adalah BUMN,
BUMD,
Swasta kecuali perorangan atau Badan Hukum Lainnya. Objek BMN berupa tanah. Jangka waktu aling
lama
30 tahun sejak penandatanganan perjanjian dan tidak dapat diperpanjang. Contoh, BGS Kompleks
Tanah
yang dikelola Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPGBK) Senayan, DKI Jakarta.
5) Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI)
Pemanfaatan BMN melalui kerja sama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan
penyediaan
infrastruktur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pihak yang menjadi mitra KSPI adalah
Badan
Usaha Swasta berbentuk PT, Badan Hukum asing, BUMN, BUMD, Anak perusahaan BUMN, dan
Koperasi.
Objek BMN berupa tanah dan/atau bangunan serta selain tanah dan/atau bangunan, baik itu
seluruhnya
maupun sebagian. Jangka waktu paling lama 50 tahun sejak penandatanganan perjanjian dan dapat
diperpanjang. Contoh, KSPI Pelabuhan Patimban, Subang, Jawa Barat.
6) Kerja Sama Terbatas untuk Pembiayaan Infrastruktur (KETUPI)
Pemanfaatan BMN melalui optimalisasi BMN untuk meningkatkan fungsi operasional BMN guna
mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan infrastruktur lainnya. Pelaksana KETUPI adalah
Penanggung
Jawab Pemanfaatan BMN (PJPB) dan Badan Layanan Umum (BLU) dengan mitra BUMD, Swasta
berbentuk PT,
Badan Hukum Asing atau Koperasi. Objek BMN berupa tanah dan/atau bangunan beserta
fasilitasnya. Jangka
waktu paling lama 50 tahun sejak penandatanganan perjanjian dan dapat diperpanjang. Contoh,
pembangunan jalan tol, bendungan dan pelabuhan yang dikelola oleh Badan Layanan Umum
Lembaga
Manajemen Aset Negara (BLU LMAN) melalui skema KETUPI.
Dengan adanya aturan terkait pemanfaatan BMN, dapat meningkatkan kesadaran
Kementerian/Lembaga selaku
pengguna BMN untuk senantiasa menggunakan BMN dengan sebaik-baiknya serta tergerak untuk
memanfaatkan
BMN idle yang dikuasainya demi meningkatkan PNBP.

2. Dalam proses penilaian terhadap BMN (Barang Milik Negara) yang akan dijadikan objek pinjam
pakai, terdapat beberapa parameter yang perlu dipertimbangkan baik oleh BMN maupun pengguna
barang.

Berikut adalah parameter-parameter yang dapat menjadi objek penilaian:

1. Keadaan Barang:

Penilaian harus dilakukan terhadap kondisi fisik barang tersebut.


Hal ini mencakup aspek-aspek seperti keutuhan, kebersihan, kelengkapan, dan fungsi barang.

Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa barang yang akan dipinjamkan dalam kondisi baik dan
siap digunakan.

2. Nilai Perolehan:

Penilaian dilakukan terhadap nilai perolehan barang tersebut.

Nilai perolehan dapat mencakup harga pembelian barang, biaya pemeliharaan, dan biaya
pembaruan.

3. Umur Ekonomis:

Umur ekonomis barang juga menjadi faktor penilaian.

Umur ekonomis mengacu pada perkiraan masa pakai barang tersebut sebelum perlu diperbaharui
atau diganti dengan yang baru.

Penilaian umur ekonomis akan mempengaruhi lamanya waktu pinjam pakai yang dapat disepakati.

4. Penggunaan dan Manfaat:

Penilaian dilakukan terhadap kebutuhan dan manfaat yang akan diperoleh dari penggunaan BMN.

Pengguna barang harus dapat memperlihatkan bahwa pinjam pakai barang tersebut akan
memberikan manfaat yang signifikan dan sesuai dengan kebutuhan.

5. Keamanan dan Pengendalian:

Penilaian juga mencakup aspek keamanan dan pengendalian terhadap BMN yang akan dipinjamkan.

Pengguna barang harus dapat menunjukkan bahwa mereka memiliki sistem pengendalian yang
memadai untuk mencegah kerugian, pencurian, atau kerusakan terhadap barang yang dipinjamkan.

6. Kapasitas Pengguna:

Penilaian dilakukan terhadap kemampuan pengguna barang untuk menjaga, merawat, dan
menggunakan BMN dengan baik.

Pengguna barang harus memiliki sumber daya dan keahlian yang cukup untuk memastikan
pemeliharaan dan penggunaan yang tepat. Analisis proses penilaian tersebut melibatkan
pemeriksaan fisik barang, pengumpulan data dan informasi terkait, perhitungan nilai ekonomis, serta
evaluasi kapabilitas pengguna barang.

Tujuan dari penilaian adalah untuk memastikan bahwa BMN yang dipinjamkan akan diperlakukan
dengan baik, sesuai dengan perjanjian pinjam pakai, dan memberikan manfaat yang maksimal bagi
pengguna barang

Dalam proses penilaian BMN yang akan dijadikan objek pinjam pakai, berikut adalah langkah-langkah
yang biasanya dilakukan:

1. Identifikasi dan Deskripsi Barang:

Langkah pertama adalah mengidentifikasi barang yang akan dievaluasi dan mendeskripsikannya
secara detail, termasuk spesifikasi teknis, kondisi fisik, dan kelengkapan fbarang.

2. Pemeriksaan Fisik:
Dilakukan pemeriksaan langsung terhadap barang untuk memastikan keadaan fisiknya.

Hal ini meliputi pengecekan terhadap kerusakan, keausan, dan kelayakan penggunaan barang.

3. Pengumpulan Data dan Informasi:

Data dan informasi yang relevan mengenai barang harus dikumpulkan, termasuk data kepemilikan,
catatan perawatan, dokumen pembelian, dan dokumen lain yang berkaitan.

4. Penilaian Nilai Perolehan:

Dilakukan penilaian terhadap nilai perolehan barang, termasuk harga pembelian, biaya
pemeliharaan, dan biaya pembaruan.

Metode penilaian yang digunakan dapat berupa metode perolehan atau metode depresiasi.

5. Penilaian Umur Ekonomis:

Umur ekonomis barang dievaluasi berdasarkan estimasi masa pakai yang tersisa.

Hal ini melibatkan penilaian kondisi fisik, faktor teknologi, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
masa pakai barang.

6. Analisis Keamanan dan Pengendalian:

Dilakukan analisis terhadap sistem pengendalian yang ada untuk memastikan keamanan barang
selama dalam pinjam pakai.

Penilaian juga mencakup faktor risiko yang mungkin timbul selama penggunaan barang.

7. Evaluasi Kapasitas Pengguna:

Pengguna barang dievaluasi untuk memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk merawat
dan menggunakan barang dengan baik.

Evaluasi ini mencakup aspek keahlian, sumber daya manusia, dan infrastruktur yang diperlukan.

Setelah dilakukan penilaian, hasil evaluasi dan rekomendasi dapat digunakan sebagai dasar untuk
membuat perjanjian pinjam pakai antara BMN dan pengguna barang.

Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pinjam pakai dilakukan dengan prinsip-prinsip kehati-
hatian dan meminimalkan risiko kerugian bagi kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai