Anda di halaman 1dari 3

Nama : Maya Gustina

NIM : C1A019083
MK : Analisis Investasi dan Kelayakan Bisnis
Kelas : R006

Materi : Build Operate Transfer (BOT)

Build Operate Transfer adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak
lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya. Kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk
selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya
setelah berakhirnya jangka waktu.

Sistem BOT dilakukan dengan bentuk perjanjian kebijakan yang diadakan oleh
pemerintah dengan pihak swasta. Penggunaannya sebagai bentuk partisipasi sektor swasta dalam
proyek infrastruktur. Perusahaan proyek (sektor swasta) setuju dengan pemerintah sebagai
pemilik lahan, untuk berinvestasi dalam proyek-proyek infrastruktur untuk periode konsesi yang
disepakati, biasanya 15-30 tahun. Di dalam build operate transfer, disebutkan bahwa pemegang
hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa
perjanjian dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah
selama masa bangun guna serah berakhir.

Skema Build Operate Transfer

Untuk memahami bagaimana skema pembiayaan Build Operate Transfer, Pins sebaiknya


mengenali tiga unsur yang terdapat didalamnya, yaitu: 

 Build: perusahaan proyek bertanggung jawab atas desain dan konstruksi proyek


infrastruktur.

 Operate: perusahaan proyek bertanggung jawab untuk operasi dan pemeliharaan proyek


infrastruktur selama periode konsesi.

 Transfer: perusahaan proyek bertanggung jawab untuk mentransfer fasilitas proyek


infrastruktur kepada pemerintah tuan rumah di akhir masa konsesi

Sebagai salah satu pilihan pembiayaan proyek pembangunan, dengan BOT maka investor
harus menyediakan sendiri modal atau pendanaan untuk proyek, termasuk menanggung
pengadaan material, peralatan dan jasa lainnya yang dibutuhkan untuk kelengkapan
proyek. Untuk itu, investor memiliki hak untuk mengoperasikan dan mengambil manfaat
ekonomi pembangunan proyek tersebut sebagai penggantian dari seluruh biaya yang telah
dikeluarkan dengan jangka waktu tertentu. Kemudian, setelah masa penggantian ini sudah
selesai, maka seluruh bangunan dan kepemilikannya, sesuai dengan perjanjian BOT, akan beralih
menjadi milik yang menyediakan tanah.

Sebagai contoh dalam kerangka proyek infrastruktur negara. Pemilik proyek, dalam hal ini
pemerintah, melakukan sebuah perjanjian dengan pihak swasta untuk memberikan haknya
kepada operator atau pelaksana supaya membangun sarana dan prasarana umum.  Kemudian,
pihak swasta yang melaksanakan pembangunan ini mengoperasikannya dalam jangka waktu
tertentu, dan berhak mengambil keuntungan dalam pengoperasiannya. Nah, pada masa
akhir kontrak, pihak swasta harus mengembalikannya proyek yang dikelolanya kepada
pemerintah.  Melalui skema ini, sebenarnya tidak ada pihak yang akan dirugikan atas
kesepakatan perjanjian yang terjalin tersebut. Namun, dapat dikatakan saling menutupi
kelemahan dan kekurangan yang ada di masing-masing pihak. 

Pihak yang kelebihan dana dapat digunakan untuk tujuan produktif dan berhasil guna dan
sementara pihak yang memiliki tanah dengan lokasi premium dapat menjadikan asset tersebut
lebih berdaya dan bermaksimal penggunaannya dibandingkan dengan dibiarkan terlantar tanpa
ada manfaat ekonomi kepada pemiliknya. Konsep BOT tidak ada salah untuk dilakukan
sepanjang kerja sama yang dibuat diikat dengan perjanjian dengan jelas (dalam mengatur hak
dan kewajiban para pihak) sebagai mitra usaha yang sepadan kedudukannya, dan dilandasi
semangat untuk menjalankannya dengan pacta sunt servanda.

Contoh Penerapan BOT Yang Gagal

Gedung Mall Jambi City Center (JCC) yang terletak dikawasan simpang Kawat Kota
Jambi, Jambi hingga saat ini masih kosong. Pada tahun 2015 lokasi ini merupakan kawasan
terminal bus simpang kawat Kota Jambi, lalu di bangun menjadi pusat perbelanjaan dengan
nama Jambi City Center. Pembangunan ini merupakan kerja sama Pemerintah Kota Jambi
dengan PT. Bliss Property Indonesia, selaku investor mitra pemerintah Kota dalam kerja sama
build operate transfer.

Perlu kita ketahui pemerintah Kota Jambi akan mendapat kontribusi sebesar Rp85 miliar
dari Jambi City Center (JCC), Simpang Kawat. Kontribusi tersebut didapat Pemkot dari
BOT JCC yang disepakati selama 30 tahun. Pemkot bakal menerima kontribusi secara bertahap.
Tahap pertama, Pemkot Jambi mendapat Rp7,5 miliar untuk 5 tahun awal. Pada tahun ke enam
hingga tahun ke 15, Pemkot akan mendapatkan Rp25 miliar. Lalu, tahun ke 16 hingga akhir,
Pemkot Jambi akan mendapatkan Rp52,5 miliar. Dikarenakan Mall ini belum beroperasi Pemkot
Jambi hanya menerima kontribusi di tahap pertama sebesar 7,5 miliar untuk 5 tahun kedepan.
Oleh karenanya, Pemkot Jambi berencana akan melakukan peninjauan ulang terhadap build
operate transfer (BOT) mall tersebut. 

Dari permasalahan di atas, kegagalan operasi Mall tersebut bisa disebabkan berbagai
faktor. Pertama, kegagalan Pemkot Jambi dalam memilih investor atau pihak ketiga pengelola
asset daerah. Dan juga bisa karena Mall JCC Simpang Kawat dibangun tidak sesuai dengan
perjanjian BOT. Oleh karena itu, Pemkot Kota Jambi harus mengkaji ulang terhadap Build
Operate Transfer Mall tersebut.

Anda mungkin juga menyukai