Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS KEBERADAAN Salmonella sp.

PADA UDANG
VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) BEKU

TUGAS AKHIR

RUSLI R
1322030447

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN


POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
2016
HALAMAN PESETUJUAN

ANALISIS KEBERADAAN Salmonella sp. PADA UDANG


VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) BEKU

TUGAS AKHIR

RUSLI R
1322030447

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi pada


Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing

Ir. MURSIDA, M.Si. SYAMSUAR, S.Pi., M.Si.


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh :

Dr. Ir. H. DARMAWAN, MP Ir. NURLAELI FATTAH, M.Si


Direktur Ketua Jurusan

Tanggal Lulus :

ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI

Judul Tugas Akhir : Analisis Keberadaan Bakteri Salmonella


sp. Pada Udang Vannamei (Litopenaeus
Vannamei) Beku
Nama Mahasiswa : Rusli R
Nomor Induk : 1322030447
Jurusan : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

Disahkan Oleh :

Tim Penguji

1. Ir. MURSIDA, M.Si. (....................................)

2. SYAMSUAR, S.Pi., M.Si. (....................................)

3. ANDI RIDWAN MAKKULAU, ST., M.Si. (....................................)

4. ERNAWATI JASSIN, S.Si., M.Si. (....................................)

iii
RINGKASAN

RUSLI R, 1322030447. Analisa Bakteri Salmonella sp. Pada Udang Vannamei


(Litopenaeus Vannamei) Beku dibimbing oleh Mursida dan Syamsuar.
Identifikasi suatu bakteri (Salmonella sp) pada pegujian mikrobiologi guna
mengetahui mutu dan kualitas dari suatu produk berdasarkan dari aspek pengolahan
maupun aspek mikrobiologinya. Pengujian mikrobiologi pada sampel makanan
selalu mengacu kepada persyaratan yang sudah ditetapkan sesuai Standar Nasional
Indonesia (SNI) dalam setiap pengujian mikrobiologi khususnya pada pengujian
Salmonella sp.
Tujuan penyusunan tugas akhir ini adalah untuk mengurai tentang
bagamana langkah dalam melakukan suatu pengujian mikrobiologi maupun untuk
menganalisa keberadaan salah satu jenis mikroorganisme pada produk udang
vannamei yang dilaksanakan di Unit Pelayanan Teknis Dinas Balai Pembinaan dan
Pengujian Mutu Hasil Perikanan (UPTD. BPPMHP) Makassar, Sulawesi Selatan.
Dan adapun metode yang digunakan pada pengujian Salmonella sp. adalah metode
analisa kualitatif yang memiliki tahapan – tahapan tertentu dengan tujuan untuk
mengetahui ada tidaknya suatu mikroorganisme dalam makanan.
Adapun hasil yang didapatkan pada pengujian mikrobiologi (Salmonella sp)
pada udang vannamei (Litopenaeus Vannamei) Beku mulai dari tahap pra
pengkayaan, pengkayaan hingga isolasi (Media Selektif) terdapat hasil Negatif
karena tidak menunjukkan ciri khas koloni Salmonella pada ketiga Media Selektif,
adapun ciri- ciri yang menunjukkan hasil negatif koloni Salmonella sp pada media
selektif (HE, XLD dan BSA) sebagai berikut :
1. Media HE agar. Terdapat koloni yang berwarna putih dan tidak terdapat inti
hitam pada koloni tersebut.
2. Media XLD agar. Untuk media XLD agar terdapat koloni yang berwarna
putih bening dan tidak terdapat inti hitam pada koloni tersebut .
3. Media BSA Agar. Sedangkan untuk media BSA agar terdapat koloni yang
hitam dan tidak terdapat inti hitam juga tidak terdapat Effec Hallo pada koloni
tersebut dan memenuhi standar ekspor sesuai dengan SNI 01-2728.1-2006.

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugrahkan kesehatan dan

kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini meskipun masih

terdapat kesalahan.

Tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Dalam penyusunan tugas akhir ini,

penulis disport dan dibina oleh berbagai pihak sehingga penulis tidak mengalami

begitu banyak kendala dalam penyusunannya. Pada kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa hormat dan kasih sayang kepada Ayahanda Andi Rahman Dg

Situju’ dan Ibunda Salawati Dg Pa’ja atas doa dan pengorbanan yang selalu menjadi

kekuatan dalam menjalani dinamika kehidupan untuk menyelesaikan tugas akhir

ini, serta saudara – saudaraku yang telah banyak memberikan dukungan moril dan

materil.

Tugas akhir ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa partisipasi dan

dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis penyampaikan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Ir. Mursida, M.Si. Selaku pembimbing pertama dan Bapak Syamsuar,

S.Pi., M.Si. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan motivasi,

arahan dan bimbingan mulai dari penyusunan tugas akhir hingga penyelesaian

laporan tugas akhir ini.

2. Ibu Nurlina Arfah, S.Pi., MP. selaku pembimbing lapangan yang telah

meluangkan waktunya selama praktikum berlangsung.

v
3. Ibu Ir. Nurlaeli fattah, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil

Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

4. Bapak Dr. Ir. H. Darmawan, MP. selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri

Pangkep.

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, olehnya itu penulis menyadari

bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,

segala kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis terima dengan senang

hati.

Demikianlah tugas akhir ini saya buat, semoga dapat menjadi bahan

informasi dalam pengembangan perikanan Indonesia khususnya di bidang

pengujian.

Pangkep, 2016

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

RINGKASAN ................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi

DAFTAR RINGKASAN ................................................................................. xii

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan dan Manfaat......................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Udang Vannamei.................................. 3
2.2. Nilai Gizi Udang dan Komposisi Kimia.......................................... 5
2.3. Proses Kemunduran Mutu Udang .................................................. 6
2.4. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan (Food Safety) Udang ... 7
2.5. Pembekuan Udang .......................................................................... 9
2.6. Pertumbuhan Mikroba .................................................................... 10
2.7. Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Mikroba ........................... 10
2.8. Salmonella Persyaratan Mutu Udang Segar Yang Dibekukan ...... 12
2.9. Persyaratan Mutu Udang Segar ....................................................... 15

vii
III. METODOLOGI ..................................................................................... 16
3.1. Waktu dan Tempat .......................................................................... 16
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................... 16
3.3. Prosedur Kerja ................................................................................ 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 23
4.1. Hasil ................................................................................................ 23
4.2. Pembahasan .................................................................................... 23
V. KESIMPULAN ..................................................................................... 26
5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 26
5.2. Saran ............................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

viii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Komposisi Kimia Udang Vannamei .......................................................... 5


2. Kandungan Gizi Udang Segar .................................................................... 5
3. Persyaratan Mutu Udang Segar .................................................................. 16
4. Reaksi Biokimia Salmonella pada TSI dan LIA (SNI 01-2332.2-2006) .... 21
5. Hasil Uji Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) beku ........................ 25

ix
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Udang Vannamei ................................................................................. 3


2. Morfologi Udang Vannamei ............................................................... 4
3. Salmonella sp. ..................................................................................... 13
4. Spesifik Koloni Positif Salmonella pada Media HE ........................... 20
5. Spesifik Koloni Positif Salmonella pada Media XLD ........................ 20
6. Spesifik Koloni Positif Salmonella pada Media BSA ........................ 20

x
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Gambar Skema Pengujian Salmonella sp. .......................................... 31


2. Reaksi Biokimia dan Serologi untuk Salmonella sp. .......................... 32
3. Komposisi Media yang Digunakan dalam Pengujian Salmonella sp... 34
4. Gambar Alat, Bahan maupun Prosedur Kerja dalam Pengujian
Salmonella sp. ..................................................................................... 38
5. Gambar Lembaran Analis Pengujian Salmonella sp. .......................... 41
6. Gambar Standarisasi Hasil Uji Produk Perikanan Sesuai SNI ............ 42
7. Struktur Organisasi UPTD. BPPMHP Makassar dan Fungsional
Laboratorium ....................................................................................... 43

xi
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udang merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan
produksinya mampu menambah devisa bagi negara dari sektor perikanan.
Secara komersial budidaya udang di Indonesia telah dilakukan sekitar tahun
1980 kemudian pada tahun 1984 mulai dibudidayakan secara intensif yang
diawali di Jawa Timur. Produksi udang terus bertambah seiring dengan
meningkatnya permintaan konsumen dunia terutama dari negara-negara
Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat. Meningkatnya jumlah produksi
udang Indonesia telah membawa nama negara ini sebagai salah satu negara
terbesar pengekspor udang di dunia setelah Thailand, Equador, India, dan
RRC. Adapun jenis udang yang dikembangkan hampir 80% berasal dari famili
Penaeidae yaitu Pacific White Shrimp dan Giant Tiger Prawn (Wickins & Lee
2002).
Udang merupakan komoditas program revitalisasi perikanan, terus
meningkat rata-rata 16,39 persen. Jika tahun 2003 tercatat 192.926 ton, tahun
2007 naik menjadi 352.220 ton. Peningkatan produksi antara lain disebabkan
hama penyakit dapat dikendalikan, permintaan pasar besar, dan tak ada kuota
yang ditetapkan oleh negara pengimpor. Pemerintah pun menetapkan
komoditas udang pada urutan keenam komoditas ekspor nonmigas. Sebagai
primadona, ekspor udang cenderung meningkat, yaitu dari 137.636 ton pada
tahun 2003 menjadi 160.797 ton pada tahun 2007, atau naik rata-rata sekitar
4,15 persen. Peningkatan volume mendorong peningkatan nilai ekspor, yaitu
850,222 juta dolar AS pada tahun 2003, menjadi 1,048 miliar di tahun 2007
(DKP 2007).
Udang vannamei (litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis
udang introduksi yang akhir-akhir ini banyak diminati, karena memiliki
keunggulan seperti tahan penyakit, pertumbuhannya cepat (masa pemeliharaan
100-110 hari), sintasan selama pemeliharaan tinggi dan nilai konversi pakan
(FCR-nya) rendah (1:1,3). Namun dimikian pembudidaya udang yang
modalnya terbatas masih menggangap bahwa udang vannamei hanya dapat

1
dibudidayakan secara intensif. Anggapan tersebut ternyata tidalah sepenuhnya
benar, karena hasil kajian menunjukan bahwa vannamei juga dapat diproduksi
dengan pola tradisional. Bahkan dengan pola tradisional petambak dapat
menghasilkan ukuran panen yang lebih besar sehingga harga per kilo gramnya
menjadi lebih mahal. Teknologi yang tersedia saat ini masih untuk pola intensif
dan semiintensif, pada hal luas areal pertambakan di indonesia yang mencapai
sekitar 360.000 ha, 80% digarap oleh petambak yang kurang mampu. Informasi
teknologi pola tradisional plus untuk budi daya udang vannamei sampai saat
ini masih sangat terbatas. Dan udang vannamei sudah menjadi produk
unggulan di Indonesia maka sebelum diolah dan diekspor harus diuji mutu
mikro khususnya pada Salmonella sp. Oleh karena penulis mengambil judul
Analisis keberadaan Salmonella sp pada udang vannamei Litopenaeus
vannamei) beku.

1.2 Tujuan dan Manfaat


Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisis keberadaan
Salmonella pada udang vannamei (Litopenaeus vannamei) beku.
Manfaat penulisan tugas akhir ini adalah untuk menambah wawasan
dan pengetahuan mahasiswa mengenai teknik – teknik pengujian Salmonella
pada udang vannamei (Litopenaeus vannamei) beku.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Vannamei

Udang vannamei digolongkan kedalam genus Penaeid pada filum


Arthropoda. Ada ribuan spesies di filum ini namun, yang mendominasi perairan
berasal dari subfilum crustacea. Ciri-ciri subfilum crustacea yaitu memiliki 3
pasang kaki berjalan yang berfungsi untuk mencapit, terutama dari ordo
Decapoda, seperti Litopenaeus chinensis, L. Indicus, L. Japonicus, L. Monodon,
L. Stylirostris dan Litopenaeus vannmei.
Klasifikasi udang putih atau Udang Vanamei menurut (Effendie, 1997)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei


`

Gambar 1. Udang vannamei

3
Umumnya tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut
cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas
dibagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas tiap-tiap ruas
(segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas.
Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang
berbentuk runcing. Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau carapace
bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk
kepala atau rostrum (Kordi, G. 2007).

Menurut Haliman dan Adijaya (2004) udang putih memiliki tubuh


berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik
(moulting) Pada bagian kepala udang putih terdiri dari antena antenula dan 3
pasang maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3 pasang
maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami
modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung peripoda
beruas-ruas yang berbentuk capit (dactylus) ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3.
Abdomen terdiri dari 6 ruas pada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda)
kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama
telson. Udang juga mengalami moulting pada saat bulan purnama atau bulan mati
(moulting secara normal) dan moulting pada saat mengalami stes yang
diakibatkan oleh lingkungan dan penyakit (Suyanto dan Mujiman, 2003).

Gambar 2. Morfologi Udang

4
2.2 Nilai Gizi Udang dan Komposisi Kimia
semua macam jenis produk perairan memiliki karakteristik dalam
komposisi kimia. Dibawah ini tabel komposisi kimia pada udang vannamei
(Litopenaeus vannamei).

Tabel 1. Komposisi kimia udang vannamei

Senyawa Jumlah (%)


Air 78,2
Abu 1,5
Lemak 0,8
Protein 18,1
Karbohidrat 1,4
Sumber : Hadiwiyoto (1993)

Udang termasuk rendah lemak dan kalori, tapi tinggi kolesterol diantara
seafood lainnya. Kandungan gizi udang segar dalam 100 gram berat :

Tabel 2. Kandungan gizi udang segar

Senyawa Jumlah
Protein 21 g
Lemak 0,2 g
Karbohidrat 0,1 g
Kalsium 136 mg
Besi 8,0 mg
Sumber : Andryan (2007)

Komposisi kimia bahan makanan merupakan hal penting yang dapat


meningkatkan nilai kompetitif penjualan jenis makanan di pasaran. Pada tabel di
atas, komposisi kimia pada udang vannamei (Litopenaeus vannamei) berupa air
didapat sebesar 78,2%, abu sebesar 1,5%, lemak sebesar 0,8%, protein sebesar
18,1%, dan karbohidrat sebesar 1,4%. Menurut Hirota (1990) diacu dalam Yoo
TW (2009), protein dalam daging udang mengandung asam amino yakni senyawa
organik yang mengandung gugus amino dan gugus asam (asam karboksilat),
berupa senyawa asam amino esensial (yang tidak diproduksi oleh tubuh) yang
cukup tinggi.

5
Produk perairan umumnya memiliki kandungan asam lemak tak jenuh
yang baik antar lain omega-3. Omega-3 merupakan senyawa asam lemak tak
jenuh ganda yang diketahui mempunyai manfaat bagi kesehatan, yaitu dapat
menurunkan tekanan darah bagi penderita hipertensi, menurunkan resiko terkena
kanker, memperbaiki kesehatan bagi penderita diabetes dan secara khusus pada
balita adalah sebagai komponen pertumbuhan jaringan otak serta meningkatkan
kandungan omega-3 dalam air susu ibu (ASI) (Cherian dan Sim, 1994).

2.3 Proses Kemunduran Mutu Udang

Setelah udang ditangkap maka akan mengalami perubahan ke arah


menurunnya mutu dan akhirnya membusuk yang disebabkan oleh faktor waktu
dan suhu. Udang yang baru ditangkap rupanya cemerlang dan lembab. Setelah
memasuki proses penurunan mutu terjadilah perubahan warna dari warna aslinya
ke arah warna kecoklatan dan akhirnya kehitaman, bau segar udang baru
ditangkap segera akan hilang, akhirnya berubah ke arah bau amoniak dan busuk,
citarasa udang pun akan berkurang, tekstur yang mulanya kompak dan elastik
akan berubah menjadi lembek, hubungan antara ruas jadi longgar sedangkan
kepala agak terkulai longgar, udang diliputi oleh bercak hitam (black spot) yang
sangat mengurangi nilai harganya (Ilyas 1993).

Semua perubahan penurunan mutu diatas penyebabnya adalah proses


enzimatik, kimiawi, dan bakterial yang dipengaruhi oleh keadaan fisik udang,
faktor waktu dan suhu (Ilyas 1993).

a. Penurunan mutu enzimatik


Diantara proses enzimatik yang sangat mempengaruhi rupa udang adalah
pembentukan bercak hitam (melanosis) dengan gejala terjadinya penghitaman
pada kepala, ruas-ruas dan ekor. Penyebabnya adalah enzim dalam udang yang
melalui suatu rangkaian reaksi, mengoksidasi senyawa-senyawa tertentu,
menghasilkan pigmen melanin berwarna hitam. Proses melanosis ini segera dan
cepat dipengaruhi oleh keadaan kering, adanya oksigen, suhu tinggi, dan faktor
waktu (Ilyas 1993).

6
b. Penurunan mutu secara kimiawi
Berbagai uji kimiawi dikembangkan untuk mengetahui derajat kesegaran
udang, antara lain dengan uji TVB (Total Volatile Bases) atau TMA
(Trimethylamine), tetapi uji ini tidak dapat menunujukkan pada tahap mana
hilangnya mutu unggul. Selama mutu masih unggul dan kesegaran menurun pH
akan naik berangsur mencapai 7,6. Seterusnya pH tidak naik lagi di atas 7,6
artinya udang itu sudah jelas busuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang
masih bermutu unggul apabila pH daging udang berada di bawah 7,5 (Ilyas 1993).
c. Penurunan mutu bakterial
Pada studi penurunan mutu udang secara bakteriologis terlihat bahwa
kandungan udang akan bakteri sangat bervariasi tergantung pada kebersihan
udang saat ditangkap, cara penanganan setelah dipanen, dan lain-lain. Uji berupa
penghitungan jumlah bakteri total ternyata tidak dapat digunakan sebagai
petunjuk mutu yang tepat. Pada pencucian udang dengan air laut bersih jumlah
bakteri awal dapat direduksi 45% dan setelah kepala dibuang jumlah bakteri dapat
direduksi dengan 90% (Ilyas 1993).

2.4 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan (Food Safety) Udang


Udang merupakan salah satu produk hasil perikanan yang istimewa memiliki
aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Hasil perikanan ini
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi meskipun rendemen yang dapat dimakan
hanya sekitar 30 - 40%. Daging udang mempunyai kandungan asam amino yang
berbeda dengan daging hewan darat. Asam amino yang banyak terdapat dalam
tubuh udang adalah tirosin, triptofan dan sistein, tetapi daging udang memiliki
kandungan asam amino histidin lebih rendah daripada daging hewan darat.
Udang juga sebagai salah satu produk perikanan yang memiliki sifat mudah
busuk (highly perishable), maka penanganan yang baik mutlak diperlukan agar
mutu udang tetap segar pada saat dikonsumsi. Mutu udang terutama ditentukan
oleh keadaan fisik dan organoleptik (rupa, warna , bau, rasa dan tekstur) dari
udang tersebut. Ukuran dan keseragaman udang juga dapat meningkatkan tingkat
mutunya. Oleh karena itu, tidak boleh cacat, rusak atau defect yang akan
mengurangi nilai mutu udang (Colmier et al. 2007).

7
Penanganan yang baik akan meminimalkan terjadinya penurunan mutu
sehingga mutu udang masih dapat dipertahankan seperti udang segar. Sedangkan
penanganan yang kurang atau tidak baik akan mengakibatkan penurunan mutu
udang berlangsung cepat. Udang yang digunakan dalam industri pengolahan
hanyalah udang yang memiliki mutu segar. Penilaian mutu udang dapat dilihat
secara organoleptik (visual).
Mutu udang sebagai bahan baku akan mempengaruhi produk akhir. Udang
yang memiliki kesegaran baik akan menghasilkan produk akhir yang baik pula
atau sebaliknya. Berdasarkan kesegarannya udang dapat dibedakan menjadi
empat kelas mutu, yaitu (Hadiwiyoto 1993):
1. Udang yang mempunyai mutu prima (prime) atau baik sekali, yaitu udang
yang masih segar, belum ada perubahan warna, transparan dan tidak ada
kotoran atau noda – nodanya.
2. Udang yang mempunyai mutu baik (fancy). Udang ini mutunya dibawah
prima, ditandai dengana adanya kulit udang yang sudah tampak pecah-pecah
atau retak-retak, tubuh udang lunak tetapi warnanya masih baik dan tidak
terdapat kotoran atau noda-nodanya.
3. Udang bermutu sedang (medium, black dan spot). Pecah-pecah pada kulit
udang lebih banyak daripada udang yang bermutu baik. Udang sudah tidak
utuh lagi, kakinya patah ekornya hilang atau sebagian tubuhnya putus. Daging
udang sudah tidak lentur lagi, pada permukaan tubuhnya sudah tampak
banyak noda berwarna hitam atau merah gelap.
4. Udang yang bermutu rendah (jelek dan rusak). Kulit udang banyak yang putus
dan udang sudah tidak utuh lagi.
Kadang-kadang mutu udang hanya dibedakan menjadi dua saja, yaitu udang
yang masih baik (segar) dan udang yang sudah jelek (rusak dan busuk). Udang
yang baik jika hubungan antara luas badannya masih kokoh, warna belum
berubah, badan masih lentur dan padat, tidak berlendir dan belum ada bau asam
atau busuk (Hadiwiyoto 1993).

8
2.5 Pembekuan Udang
Proses pembekuan udang merupakan salah satu cara untuk mengawetkan
makanan karena dengan menurunkan suhu, semua reaksi kimia dan aktivitas
enzim dapat dicegah dan pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Namun cara
ini tidak dapat mensterilkan makanan (Frazier 1978). Meskipun pembekuan
efektif menghambat kerusakan oleh mikrobial, kemunduran mutu seperti
perubahan flavor, tekstur dan warna tetap terjadi saat penyimpanan beku (Strike
et al. 2007).

Proses pembekuan menyebabkan perubahan jaringan daging, yaitu dengan


formasi dan pembentukan kristal es, dehidrasi dan peningkatan padatan
(pembekuan menghilangkan kadar air udang). Pembekuan dan thawing
menyebabkan kerusakan sel jaringan, lepasnya enzim dari mitokondria ke
sarkoplasma. Daging thawing memiliki daya potong lebih rendah dari daging
yang tidak mengalami pembekuan. Kekerasan daging udang meningkat
berhubungan dengan kerusakan protein myosin sama dengan penyatuan protein
myofibril. Penyatuan dan kerusakan jaringan protein ada hubungannya dengan
formasi ikatan disulfida (Strike et al. 2007). Proses pembekuan udang pada suhu
-18 °C merupakan standar suhu pusat dalam industri pembekuan udang.
Penyimpanan beku berarti meletakkan produk yang sudah beku di dalam ruangan
dengan suhu yang dipertahankan sama dan telah ditentukan sebelumnya (yaitu -
25 °C).

Adapun tahap-tahap penurunan suhu selama proses pembekuan, yaitu:

1. Suhu produk diturunkan sampai titik beku, yaitu pemindahan sensible heat
diatas pembekuan;
2. Kandungan air dalam produk berubah dari bentuk cair ke bentuk padat
sedangkan suhunya tetap; dan
3. Suhu produk diturunkan sampai titik beku, yang ideal adalah sampai
penyimpanan beku.

9
2.6 Pertumbuhan Mikroba
Pertumbuhan merupakan penambahan secara teratur semua komponen sel
suatu jasad. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler), pembelahan atau perbanyakan
sel merupakan pertambahan jumlah individu, ini artinya pembelahan sel pada
bakteri akan menghasilkan pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri .
Sedangkan pada jasad bersel banyak (multiseluler), pembelahan sel tidak
menghasilkan pertambahan jumlah individunya, tetapi hanya merupakan
pembentukan jaringan atau bertambah besar jasadnya. Dalam membahas
pertumbuhan mikrobia harus dibedakan antara pertumbuhan masing-masing
individu sel dan pertumbuhan kelompok sel (pertumbuhan populasi).
Pertumbuhan juga merupakan meningkatnya jumlah sel atau massa sel
(berat kering sel). Pada pertumbuhan bakteri, memperbanyak diri dengan
pembelahan biner, yaitu dari satu sel membelah menjadi 2 sel baru. Pertumbuhan
ini diukur dari bertambahnya jumlah sel. Waktu yang diperlukan untuk membelah
diri dari satu sel menjadi dua sel sempurna disebut waktu generasi.
Doubling time atau waktu penggandaan merupakan Waktu yang diperlukan
oleh sejumlah sel atau massa sel menjadi dua kali jumlah/massa sel semula, tidak
sama antara berbagai mikrobia dari beberapa menit, sampai beberapa hari
tergantung kecepatan pertumbuhannya (jumlah atau massa sel per unit waktu).

2.7 Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Mikroba


semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan karena laju
reksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu, maka pola pertumbuhan bakteri dapat
sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga dapat mempengaruhi laju pertumbuhan
dan jumlah total pertumbuhan organisme. Keragaman suhu juga dapat mengubah
proses-proses metabolik tertentu juga serta morfologi sel (Pelczar dan Chan,
1988: 139).
Masing-masing mikrobia memerlukan suhu tertentu untuk hidupnya. Suhu
pertumbuhan suatu mikroba dapat di bedakan dalam suhu minimum, optimum
dan maksimum. Berdasarkan atas perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di
bedakan mikrobia yang psikhrofil, mesofil, dan termofil. Untuk tujuan tertentu
suatu mikrobia perlu di tentukan titik kematian termal (thermal death point) dan

10
waktu kematian termal (thermal death time)- nya. Daya tahan terhadap suhu itu
tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati setelah mengalami
pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada suhu 60°C, sebaliknya
,bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan Clostridium itu tetap
hidup setelah di panasi dengan uap 100°C atau lebih selama kira-kira setengah
jam. Untuk sterilisasi, maka syaratnya untuk membunuh setiap spesies untuk
membunuh setiap spesies bakteri ialah pemanasan selama 15 menit dengan
tekanan 15 pound serta suhu 121°C di dalam autoklaf (B. Krisno. Agus, 2012).

Mengenai pengaruh suhu terhadap kegiatan fisiologi, maka seperti halnya


dengan mahluk-mahluk lain, mikrooganisme pun dapat bertahan di dalam suatu
batas-batas suhu tertentu. Batas-batas itu ialah suhu minimum dan suhu
maksimum, sedang suhu yang paling baik bagi kegiatan hidup itu disebut suhu
optimum (B. Krisno. Agus, 2012).
Menurut (B. Krisno. Agus, 2012) berdasarkan itu adalah tiga golongan
bakteri, yaitu:
a. Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik sekali
pada suhu setinggi 55° sampai 65°C, meskipun bakteri ini juga dapat berbiak
pada suhu lebih rendah atau lebih tinggi daripada itu, yaitu dengan batas-batas
40°C sampai 80°C. Golongan ini terutama terdapat didalam sumber air panas
dan tempat-tempat lain yang bersuhu lebih tinggi dari 55°C.
b. Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang hidup baik di antara 5° dan
60°C, sedang suhu optimumnya ialah antara 25° sampai 40°C, minimum 15°C
dan maksimum di sekitar 55°C. Umumnya hidup di dalam alat pencernaan,
kadang-kadang ada juga yang dapat hidup dengan baik pada suhu 40°C atau
lebih.
c. Bakteri psikrofil (oligotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup di antara 0°
sampai 30°C, sedang suhu optimumnya antara 10° sampai 20°C. Kebanyakan
dari golongan ini tumbuh di tempat-tempat dingin baik di daratan ataupun di
lautan.

11
2.8 Salmonella
2.8.1 Klasifikasi dan morfologi
Salmonella sp. merupakan kingdom Bacteria, phylum Proteobacteria,
class Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, Salmonella sp. family
dari Enterobacteriaceae, genus Salmonella dan species yaitu e.g. S. enteric
(Todar, 2008).

Gambar 3. Salmonella sp. (Todar, 2008)


Salmonella sp. pertama ditemukan (diamati) pada penderita demam tifoid
pada tahun 1880 oleh Eberth dan dibenarkan oleh Robert Koch dalam
budidaya bakteri pada tahun 1881 (Todar, 2008). Salmonella sp. adalah
bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna merah muda (gram
negatif). Salmonella sp. berukuran 2 µ sampai 4 µ × 0;6 µ, mempunyai flagel
(kecuali S. gallinarum dan S. pullorum), dan tidak berspora (Julius, 1990).
Habitat Salmonella sp. adalah di saluran pencernaan (usus halus) manusia dan
hewan. Suhu optimum pertumbuhan Salmonella sp. ialah 37oC dan pada pH
6-8 (Julius, 1990).

Dalam skema kauffman dan white tatanama Salmonella sp. Di


kelompokkan berdasarkan antigen atau DNA yaitu kelompok I enteric, II
salamae, IIIa arizonae, IIIb houtenae, IV diarizonae, V bongori, dan VI indica.
Komposisi dasar DNA Salmonella sp adalah 50-52 mol% G+C, mirip dengan
Escherichia, Shigella, dan Citrobacter (Todar, 2008). Namun klasifikasi atau
penggunaan tatanama yang sering dipakai pada Salmonella sp. berdasarkan
epidemiologi, jenis inang, dan jenis struktur antigen (misalnya S.typhi, S
.thipirium). Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalah S. typhi (satu
serotipe), S. choleraesuis, dan S. enteritidis (lebih dari 1500 serotipe).
Sedangkang spesies S. paratyphi A, S. paratyphi B, S. paratyphi C termasuk
dalam S. enteritidis (Jawezt et al, 2008).

12
2.8.2 Struktur Antigen
Salmonella sp. mempunyai tiga macam antigen utama untuk diagnostik
atau mengidentifikasi yaitu : somatik antigen (O), antigen flagel (H) dan
antigen Vi (kasul) (Todar, 2008). Antigen O (Cell Wall Antigens) merupakan
kompleks fosfolipid protein polisakarida yang tahan panas (termostabil), dan
alkohol asam (Julius, 1990). Antibodi yang dibentuk adalah IgM (Karsinah et
al, 1994). Namun antigen O kurang imunogenik dan aglutinasi berlangsung
lambat (Julius, 1990). Maka kurang bagus untuk pemeriksaan serologi karena
terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies memiliki beberapa faktor (Todar,
2008). Oleh karena itu titer antibodi O sesudah infeksi lebih rendah dari pada
antibodi H (Julius, 1990).

Antigen H pada Salmonella sp. dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik
dan fase II : non spesifik. Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas
(termolabil), dapat dirusak dengan pemanasan di atas 60 ºC dan alkohol asam
(Karsinah et al, 1994). Antigen H sangat imunogenik dan antibodi yang
dibentuk adalah IgG (Julius, 1990). Sedangkan Antigen Vi adalah polimer
dari polisakarida yang bersifat asam. Terdapat dibagian paling luar dari badan
kuman bersifai termolabil. Dapat dirusak dengan pemanasan 60 oC selama 1
jam. Kuman yang mempunyai antigen Vi bersifat virulens pada hewan dan
manusia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan terhadap bakteriofaga dan
dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S. typhi
(Karsinah et al, 1994). Adanya antigen Vi menunjukkan individu yang
bersangkutan merupakan pembawa kuman (carrier) (Julius, 1990).

2.8.3 Sifat Biokimia


Salmonella sp. bersifat aerob dan anaerob falkultatif, pertumbuhan
Salmonella sp. pada suhu 37oC dan pada pH 6-8. Salmonella sp. memiliki
flagel jadi pada uji motilitas hasilnya positif , pada media BAP (Blood Agar
Plate) menyebabkan hemolisis. Pada media MC (Mac Conkay) tidak
memfermentasi laktosa atau disebut Non Laktosa Fermenter (NLF) tapi
Salmonella sp. memfermentasi glukosa , manitol dan maltosa disertai
pembentukan asam dan gas kecuali S. typhi yang tidak menghasilkan gas.
Kemudian pada media indol negatif, MR positif, Vp negatif dan sitrat

13
kemungkinan positif. Tidak menghidrolisiskan urea dan menghasilkan H2S
(Julius,1990).

2.8.4 Patogenitas
Salmonellosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi
Salmonella sp. Manifestasi klinik Salmonellosis pada manusia ada 4 sindrom
yaitu :
a Gastroenteritis atau keracunan makanan merupakan infeksi usus dan tidak
ditemukan toksin sebelumnya (Karsinah et al, 1994). Terjadi karena
menelan makanan yang tercemar Salmonella sp. misalnya daging dan
telur (Julius,1990). Masa inkubasinya 8-48 jam, gejalanya terdapat darah
dalam tinja. Terjadi demam ringan yang akan sembuh dalam 2-3 hari.
Bakterimia jarang terjadi pada penderita (2-4%) kecuali pada penderita
yang kekebalan tubuhnya kurang (Jawezt et al, 2008).
b Demam tifoid yang disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratifoid
disebabkan S paratyphi A, B, dan C. Kuman yang masuk melalui mulut
masuk kedalam lambung untuk mencapai usus halus, lalu ke kelenjar
getah bening. Kemudian memasuki ductus thoracicus. Kemudian kuman
masuk dalam saluran darah (bacterimia) timbul gejala dan sampai ke hati,
limpa, sumsum tulang, ginjal dan lain- lain. Selanjutnya di organ tubuh
tersebut Samonela sp. berkembang biak (Julius,1990).
c Bakterimia (septikimia) dapat ditemukan pada demam tifoid dan infeksi
Salmonella non-typhi. Adanya Salmonella dalam darah beresiko tinggi
terjadinya infeksi. Gejala yang menonjol adalah panas dan bakterimia
intermiten (Karsinah et al, 1994) . Dan timbul kelainan-kelainan local
pada bagian tubuh misalnya osteomielitis, pneumonia, abses paru-paru,
meningitis dan lain-lain. Penyakit ini tidak menyerang usus dan biakan
tinjanya negatif (Julius,1990).
d Carier yang asomatik adalah semua individu yang terinfeksi Salmonella
sp. akan mengekskresi kuman dalam tinja untuk jangka waktu yang
bervariasi disebut carrier convalesent, jika dalam 2-3 bulan penderita tidak

14
lagi mengekskresi Salmonella. Dan jika dalam 1 tahun penderita masih
mengekskresi Salmonella disebut carrier kronik (Karsinah et al, 1994)
2.9 Persyaratan Mutu Udang Segar
Udang adalah pangan yang sangat cepat membusuk, penanganannya harus
selalu hati-hati guna mencegah pembiakan mikroorganisme. Udang harus
dilindungi terhadap cahaya matahari dan angin yang mengeringkan, karena udang
segar atau masak/rebus cepat menurun mutunya. Udang yang sudah menurun
mutunya atau dicemari atau terkena bahan asing tidak boleh diolah selanjutnya.
Udang yang akan dibekukan harus sama perlakuannya seperti udang yang
dipasarkan segar. Hanya udang segar yang terbaik yang boleh dibekukan. Udang
segar beku setelah dilelehkan, rupa, cita rasa dan teksturnya harus seperti yang
dimiliki udang baru ditangkap (Hardiwiyoto, 1993).

Persyaratan mutu udang segar yang harus dipenuhi sesuai dengan SNI 01-2728.1-
2006 adalah seperti pada Tabel berikut:

Tabel 3. Persyaratan Mutu Udang Segar

Jenis Uji Satuan Persyaratan


a. Organoleptik Angka (1 – 9) Min 7

b. Cemaran mikroba*
- ALT Koloni/g Maks 5,0 x 105
 Escherichia coli APM/g Maks <2
 Salmonella APM/25 g Negative
 Vibrio cholera APM/25 g Negative
c. Cemaran kimia*
 Kloramfenikol µg/kg Maks 0
 Nitrofuran µg/kg Maks 0
 Tetrasiklin µg/kg Maks 100
d. Filth - Maks 0
Sumber : SNI 01-2728.1-2006

15
III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Penulisan tugas akhir ini berdasarkan kegiatan Pengalaman Kerja Praktek
Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan, mulai dari
bulan Februari sampai bulan Mei 2016 di Unit Pelayanan Teknis Dinas Balai
Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (UPTD. BPPMHP) Makassar,
Sulawesi Selatan.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam pengujian Salmonella sp. sebagai berikut :
Timbangan, Bagmixer, Inkubator 35 0C ± 1 0C, Inkubator 37 0C ± 1 0C, Plastik
steril, Pinset, Gunting, Pisau, Pipet, Petridish ukuran 15 mm × 100 mm, Rak
tabung reaksiTimbangan dengan ketelitian 0,1 g, Waterbath 43 0C ± 0,5 0C,
Waterbath 42 0C ± 0,5 0C, Waterbath 48 0C ± 0,5 0C, Jarum inokulasi,
Autoclave, Alat pengocok (Vortex mixer), Bunsen, Spatula, Filter apparatus,
Oven, Hot plate dan stirer

3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam pengujian Salmonella sp. sebagai
berikut :
a. Sampel
Frozen vannamei shrimp, Frozen vannamei Peeled Deveined Tail On
(PDTO) shrimp, Frozen vannamei headless shrimp.

b. Media dan Pereaksi :


Bismuth sulfite Agar (BSA), Brain Heart Infusion Broth, Hectoen Enteric
(HE), Lactose Broth, Lysine Decarboxylase Broth, Malonate Broth,
Motility Test Medium, Selenite Cystine Broth (SCB), Simmon Citrate
Agar, Tetrathionate Broth (TTB), Triple Sugar Iron (TSI) Agar,
Trypticase Soy-Tryptose Broth, Tryptone (Trytophane) Broth, Urea

16
Broth, Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar, Aquades, Salmonella
Polyvalent Somatic O Antiserum, Salmonella Polyvalent Flagellar O
AntiserumMR-VP Broth, Phenol red Carbohydrate Broth, Potasium
Cyanide (KCN) Broth, Purple Carbohydrate Broth, Rappaport-
Vassiliadis (RV) medium, Ethanol 70%, Larutan Brilian Green Dye,
Larutan Formalized Physiological Saline, Reagen Kovac’s, Indikator
Methyl Red, Larutan Physiological Saline 0,85 %, Larutan Potasium
Hydroxide 40 %, Reagen VP, Larutan 1 N Sodium Hydroxide, Larutan 1
N Hydrochloric Acid.

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Pra Pengkayaan
a. Sampel ditimbang dengan berat 25 gr/25 ml atau 50 gr/50 ml
menggunakan timbangan analitik.
b. Setelah ditimbang ditambahkan larutan pengencer Lactose Broth
sebanyak 225 ml/450 ml.
c. Kemudian dihomogenkan selama kurang lebih 2 menit dengan alat
Stomacher.
d. Inkubasi sampel selama 24 jam ± 2 jam dengan suhu 35 oC ± 1 oC didalam
Inkubator.

3.3.2 Pengkayaan
a. Pertama siapkan 2 media pengkayaan yaitu Rappaport-Vassiliadis (RV)
medium dan TTB yang masing – masing berisi 10 ml dalam tabung reaksi.
b. Pindahkan 1 ml sampel kedalam Tetrathionate Broth (TTB) yang berisi
10 ml dan 0,1 ml sampel kedalam Rappaport-Vassiliadis (RV) medium
yang juga berisi 10 ml.
c. Inkubasi di Waterbath, untuk TTB yang telah berisi 1 ml sampel inkubasi
dengan suhu 43 oC ± 0,2 oC dan untuk Rappaport-Vassiliadis (RV)
medium yang berisi 0,1 ml sampel inkubasi dengan suhu 42 oC ± 0,2 oC
yang masing – masing diinkubasi selama 24 jam ± 2 jam

17
3.3.6 Isolasi Salmonella (Media Selektif)
a. Pertama – tama jarum loop di fiksasi kemudian mengambil contoh di
kedua media pengkayaan baik RV maupun TTB.
b. Inokulasi kedalam 3 media selektif yaitu HE, XLD dan BSA dengan cara
digoreskan dengan teknik kuadran.
c. Inkubasi selama 24 jam ± 2 jam dengan suhu 35 OC ± 1 OC diinkubator.
Pengamatan morphologi koloni Salmonella yang khas (typical)
Diambil 2 atau lebih koloni Salmonella dari massing-masing media Agar
selektif setelah 24 jam ± 2 jam inkubasi. Jika pada bahan baku atau produk
yang diuji dan hasilnya positif akan memperoleh ciri – ciri khas sebagai
berikut :
1) HE agar. Koloni hijau kebiruan sampai biru dengan atau tanpa inti
hitam. Umumnya kultur Salmonella membentuk koloni besar, inti
hitam mengkilat atau hampir seluruh terlihat berwarna hitam.

Gambar 4. Spesifik Koloni Positif Salmonella pada Media HE


2) XLD agar. Koloni merah jambu (pink) dengan atau tanpa inti hitam.
Umumnya kultur Salmonella membentuk koloni besar, inti hitam
mengkilat atau hampir seluruh terlihat berwarna hitam.

Gambar 5. Spesifik Koloni Positif Salmonella pada Media XLD

18
3) BSA Agar. Koloni abu-abu atau hitam kadang-kadang metalik.
Biasanya koloni pada awalnya berwarna coklat, kemudian berubah
menjadi hitam (Hallo effect) dengan makin lamanya waktu inkubasi.

Gambar 6. Spesifik Koloni Positif Salmonella pada Media BSA

3.3.6 Media Biokimia Awal


1. Keluarkan media selektif dari inkubator setelah diinkubasi selama 24 jam
dan identifikasi apakah ada koloni yang khas.
2. Inokulasikan kemedia Biokimia Awal yakni TSI dan LIA (media agar
miring) apabila ada koloni yang khas.
3. Pertama – tama jarum inokulasi tusuk di fiksasi hingga pijar kemudian
dinginkan lalu ambil secara hati – hati koloni terduga yang tunggal di
salah satu media selektif.
4. Kemudian digoreskan dipermukaan media TSI agar dengan cara
menggoreskan agar miring terlebih dahulu lalu menusuk agar tegak.
Tanpa mengambil koloni dan menggunakan jarum yang sama berpindah
kemedia LIA dengan cara terlebih dahulu menusuk agar tegak lalu
menggoreskan agar miring.
5. Setelah inokulasi kemudian inkubasi dengan suhu 35 oC ± 1 oC selama 24
jam ± 2 jam dengan membiarkan tutup sedikit kendur untuk mencegah
terbentuknya H2S yang berlebihan.
Tabel 4. Reaksi Biokimia Salmonella pada TSI dan LIA (SNI 01-2332.2-2006)

Media Agar Miring (goresan) Agar Tegak (tusukan) H2S Gas

TSI Alkalin/K (merah) Asam/A (Kuning) +/- +/-

LIA Alkalin/K (Ungu) Alkalin/K (Ungu) + +/-

Umumnya kultur Salmonella membentuk Asam Sulfat (H2S) pada LIA

Sumber : BSN, 2006

19
3.3.6 Uji Biokimia Lanjutan
a. Uji Urease
Diambil 1 ose penuh kultur yang positif dari TSI dan dipindahkan
kedalam larutan Urease Broth steril lalu inkubasi selama 2 jam pada suhu
35 0C ± 1 0C.
b. Tryptone Broth (TB)
Diambil 1 ose penuh dari kultur positif LIA kedalam media Tryptone
Broth yang berisikan 5 ml lalu inkubasi selama 24 jam dengan suhu 35 oC
± 1 oC.
c. Malonate Broth
Diambil 1 ose dari Tryptone Broth 24 jam kedalam media Malonate Broth
lalu inkubasi selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35 oC ± 1 oC, diamati
setelah 24 jam.
KETERANGAN : Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna
menjadi. Pada umumnya Salmonella memberikan reaksi negatif (hijau
atau tidak ada perubahan warna) pada Broth ini.
d. Potasium Cyanida (KCN) Broth
Dipindahkan 1 ose penuh kedalam media KCN Brot. Tabunng ditutup
rapat – rapat serta lapisi dengan kertas parafilm. Kemudian inkubasi
selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35 oC ± 1 oC tetapi diamati setelah 24
jam.
KETERANGAN : Reaksi positif ditunjukan dengan adanya
pertumbuhan (berubahnya menjadi keruh). Umumnya Salmonella tidak
tumbuh pada media ini.

3.3.8 Uji Purple Broth Base


a. Purple Broth Base ditambahkan 0,5 Dulcitol
Dipindahkan 1 ose penuh dari media selektif TSI agar miring kedalam
media Purple Broth Base yang diditambahkan 0,5 Dulcitol yang
didalam tabung reaksi berisi tabung durham. Kemudian inkubasi selama
48 jam ± 2 jam pada suhu 35 oC ± 1 oC, tetapi diamati setelah 24 jam.

20
b. Purple Broth Base diditambahkan 0,5 Lactose
Dipindahkan 1 ose penuh dari media selektif TSI agar miring kedalam
media Purple Broth Base yang diditambahkan 0,5 Lactose yang didalam
tabung reaksi berisi tabung durham. Kemudian inkubasi selama 48 jam
± 2 jam pada suhu 35 oC ± 1 oC, tetapi diamati setelah 24 jam.
c. Purple Broth Base diditambahkan 0,5 Sucrose
Dipindahkan 1 ose penuh dari media selektif TSI agar miring kedalam
media Purple Broth Base yang diditambahkan 0,5 Sucrose yang didalam
tabung reaksi berisi tabung durham. Kemudian inkubasi selama 48 jam
± 2 jam pada suhu 35 oC ± 1 oC, tetapi diamati setelah 24 jam.

3.3.8 Uji IMVIC


a. Uji Indol
Ditambahkan 0,2 – 0,3 ml Reagent Kovacs kedalam media TB 24 jam.
Kemudian amati setelah penambahan Reagen.
KETERANGAN : Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya
cincin merah pada permukaan media. Umumnya Salmonella
memberikan reaksi negatif.
b. Methyl Red – Voges—Proskauer (MR – VP) Broth
Dipindahkan 1 ose penuh dari TSI Agar miring kedalam media MR –
VP Broth dan inkubasi selama 48 jam ± 2 jam dengan suhu 35 oC ± 1
o
C.
 Pertama dilakukan uji MR) dengan cara memindahkann 1 ml larutan
MR – VP yang telah diinkubasi selama 96 jam kemudian
diditambahkan 5 tetes – 6 tetes indikator Methyl Red. Diamati
hasilnya dengan segera.
KETERANGAN : Umumnya Salmonella memberikan reaksi
positif (berwarna merah)
 Kemudian melakukan pengujian VP dengan cara memindahkan 1
ml larutan MR – VP yang telah diinkubasi selama 48 jam ± 2 jam
kedalam tabung reaksi steril kemudian diditambahkan 0,6 ml
Alphanaphtol lalu didihomogenkan setelah itu diberikan 0,2 ml

21
larutan 40 % KOH dan dikocok kembali. Untuk mempercepat rekasi
diditambahkan sedikit kristal kreatin, kemudian amati segera.
KETERANGAN : Umumnya Salmonella memberikan reaksi
negatif.
 Simmons Citrate Agar
Dipindahkan 1 0se dari TSI agar miring lalu digoreskan pada media
Simmons Citrate Agar kemudian diinkubasi selama 96 jam ± 2 jam
pada suhu 35 oC ± 1 oC.
KETERANGAN : umumnya Salmonella memberikan hasil
Citrate positif (berubah warna menjadi biru).

22

Anda mungkin juga menyukai