PADA UDANG
VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) BEKU
TUGAS AKHIR
RUSLI R
1322030447
TUGAS AKHIR
RUSLI R
1322030447
Diketahui oleh :
Tanggal Lulus :
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI
Disahkan Oleh :
Tim Penguji
iii
RINGKASAN
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugrahkan kesehatan dan
kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini meskipun masih
terdapat kesalahan.
Tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Dalam penyusunan tugas akhir ini,
penulis disport dan dibina oleh berbagai pihak sehingga penulis tidak mengalami
menyampaikan rasa hormat dan kasih sayang kepada Ayahanda Andi Rahman Dg
Situju’ dan Ibunda Salawati Dg Pa’ja atas doa dan pengorbanan yang selalu menjadi
ini, serta saudara – saudaraku yang telah banyak memberikan dukungan moril dan
materil.
Tugas akhir ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa partisipasi dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis penyampaikan terima kasih dan
1. Bapak Ir. Mursida, M.Si. Selaku pembimbing pertama dan Bapak Syamsuar,
arahan dan bimbingan mulai dari penyusunan tugas akhir hingga penyelesaian
2. Ibu Nurlina Arfah, S.Pi., MP. selaku pembimbing lapangan yang telah
v
3. Ibu Ir. Nurlaeli fattah, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil
4. Bapak Dr. Ir. H. Darmawan, MP. selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri
Pangkep.
bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
segala kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis terima dengan senang
hati.
Demikianlah tugas akhir ini saya buat, semoga dapat menjadi bahan
pengujian.
Pangkep, 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan dan Manfaat......................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Udang Vannamei.................................. 3
2.2. Nilai Gizi Udang dan Komposisi Kimia.......................................... 5
2.3. Proses Kemunduran Mutu Udang .................................................. 6
2.4. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan (Food Safety) Udang ... 7
2.5. Pembekuan Udang .......................................................................... 9
2.6. Pertumbuhan Mikroba .................................................................... 10
2.7. Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Mikroba ........................... 10
2.8. Salmonella Persyaratan Mutu Udang Segar Yang Dibekukan ...... 12
2.9. Persyaratan Mutu Udang Segar ....................................................... 15
vii
III. METODOLOGI ..................................................................................... 16
3.1. Waktu dan Tempat .......................................................................... 16
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................... 16
3.3. Prosedur Kerja ................................................................................ 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 23
4.1. Hasil ................................................................................................ 23
4.2. Pembahasan .................................................................................... 23
V. KESIMPULAN ..................................................................................... 26
5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 26
5.2. Saran ............................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
xi
I. PENDAHULUAN
1
dibudidayakan secara intensif. Anggapan tersebut ternyata tidalah sepenuhnya
benar, karena hasil kajian menunjukan bahwa vannamei juga dapat diproduksi
dengan pola tradisional. Bahkan dengan pola tradisional petambak dapat
menghasilkan ukuran panen yang lebih besar sehingga harga per kilo gramnya
menjadi lebih mahal. Teknologi yang tersedia saat ini masih untuk pola intensif
dan semiintensif, pada hal luas areal pertambakan di indonesia yang mencapai
sekitar 360.000 ha, 80% digarap oleh petambak yang kurang mampu. Informasi
teknologi pola tradisional plus untuk budi daya udang vannamei sampai saat
ini masih sangat terbatas. Dan udang vannamei sudah menjadi produk
unggulan di Indonesia maka sebelum diolah dan diekspor harus diuji mutu
mikro khususnya pada Salmonella sp. Oleh karena penulis mengambil judul
Analisis keberadaan Salmonella sp pada udang vannamei Litopenaeus
vannamei) beku.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
3
Umumnya tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut
cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas
dibagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas tiap-tiap ruas
(segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas.
Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang
berbentuk runcing. Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau carapace
bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk
kepala atau rostrum (Kordi, G. 2007).
4
2.2 Nilai Gizi Udang dan Komposisi Kimia
semua macam jenis produk perairan memiliki karakteristik dalam
komposisi kimia. Dibawah ini tabel komposisi kimia pada udang vannamei
(Litopenaeus vannamei).
Udang termasuk rendah lemak dan kalori, tapi tinggi kolesterol diantara
seafood lainnya. Kandungan gizi udang segar dalam 100 gram berat :
Senyawa Jumlah
Protein 21 g
Lemak 0,2 g
Karbohidrat 0,1 g
Kalsium 136 mg
Besi 8,0 mg
Sumber : Andryan (2007)
5
Produk perairan umumnya memiliki kandungan asam lemak tak jenuh
yang baik antar lain omega-3. Omega-3 merupakan senyawa asam lemak tak
jenuh ganda yang diketahui mempunyai manfaat bagi kesehatan, yaitu dapat
menurunkan tekanan darah bagi penderita hipertensi, menurunkan resiko terkena
kanker, memperbaiki kesehatan bagi penderita diabetes dan secara khusus pada
balita adalah sebagai komponen pertumbuhan jaringan otak serta meningkatkan
kandungan omega-3 dalam air susu ibu (ASI) (Cherian dan Sim, 1994).
6
b. Penurunan mutu secara kimiawi
Berbagai uji kimiawi dikembangkan untuk mengetahui derajat kesegaran
udang, antara lain dengan uji TVB (Total Volatile Bases) atau TMA
(Trimethylamine), tetapi uji ini tidak dapat menunujukkan pada tahap mana
hilangnya mutu unggul. Selama mutu masih unggul dan kesegaran menurun pH
akan naik berangsur mencapai 7,6. Seterusnya pH tidak naik lagi di atas 7,6
artinya udang itu sudah jelas busuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang
masih bermutu unggul apabila pH daging udang berada di bawah 7,5 (Ilyas 1993).
c. Penurunan mutu bakterial
Pada studi penurunan mutu udang secara bakteriologis terlihat bahwa
kandungan udang akan bakteri sangat bervariasi tergantung pada kebersihan
udang saat ditangkap, cara penanganan setelah dipanen, dan lain-lain. Uji berupa
penghitungan jumlah bakteri total ternyata tidak dapat digunakan sebagai
petunjuk mutu yang tepat. Pada pencucian udang dengan air laut bersih jumlah
bakteri awal dapat direduksi 45% dan setelah kepala dibuang jumlah bakteri dapat
direduksi dengan 90% (Ilyas 1993).
7
Penanganan yang baik akan meminimalkan terjadinya penurunan mutu
sehingga mutu udang masih dapat dipertahankan seperti udang segar. Sedangkan
penanganan yang kurang atau tidak baik akan mengakibatkan penurunan mutu
udang berlangsung cepat. Udang yang digunakan dalam industri pengolahan
hanyalah udang yang memiliki mutu segar. Penilaian mutu udang dapat dilihat
secara organoleptik (visual).
Mutu udang sebagai bahan baku akan mempengaruhi produk akhir. Udang
yang memiliki kesegaran baik akan menghasilkan produk akhir yang baik pula
atau sebaliknya. Berdasarkan kesegarannya udang dapat dibedakan menjadi
empat kelas mutu, yaitu (Hadiwiyoto 1993):
1. Udang yang mempunyai mutu prima (prime) atau baik sekali, yaitu udang
yang masih segar, belum ada perubahan warna, transparan dan tidak ada
kotoran atau noda – nodanya.
2. Udang yang mempunyai mutu baik (fancy). Udang ini mutunya dibawah
prima, ditandai dengana adanya kulit udang yang sudah tampak pecah-pecah
atau retak-retak, tubuh udang lunak tetapi warnanya masih baik dan tidak
terdapat kotoran atau noda-nodanya.
3. Udang bermutu sedang (medium, black dan spot). Pecah-pecah pada kulit
udang lebih banyak daripada udang yang bermutu baik. Udang sudah tidak
utuh lagi, kakinya patah ekornya hilang atau sebagian tubuhnya putus. Daging
udang sudah tidak lentur lagi, pada permukaan tubuhnya sudah tampak
banyak noda berwarna hitam atau merah gelap.
4. Udang yang bermutu rendah (jelek dan rusak). Kulit udang banyak yang putus
dan udang sudah tidak utuh lagi.
Kadang-kadang mutu udang hanya dibedakan menjadi dua saja, yaitu udang
yang masih baik (segar) dan udang yang sudah jelek (rusak dan busuk). Udang
yang baik jika hubungan antara luas badannya masih kokoh, warna belum
berubah, badan masih lentur dan padat, tidak berlendir dan belum ada bau asam
atau busuk (Hadiwiyoto 1993).
8
2.5 Pembekuan Udang
Proses pembekuan udang merupakan salah satu cara untuk mengawetkan
makanan karena dengan menurunkan suhu, semua reaksi kimia dan aktivitas
enzim dapat dicegah dan pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Namun cara
ini tidak dapat mensterilkan makanan (Frazier 1978). Meskipun pembekuan
efektif menghambat kerusakan oleh mikrobial, kemunduran mutu seperti
perubahan flavor, tekstur dan warna tetap terjadi saat penyimpanan beku (Strike
et al. 2007).
1. Suhu produk diturunkan sampai titik beku, yaitu pemindahan sensible heat
diatas pembekuan;
2. Kandungan air dalam produk berubah dari bentuk cair ke bentuk padat
sedangkan suhunya tetap; dan
3. Suhu produk diturunkan sampai titik beku, yang ideal adalah sampai
penyimpanan beku.
9
2.6 Pertumbuhan Mikroba
Pertumbuhan merupakan penambahan secara teratur semua komponen sel
suatu jasad. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler), pembelahan atau perbanyakan
sel merupakan pertambahan jumlah individu, ini artinya pembelahan sel pada
bakteri akan menghasilkan pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri .
Sedangkan pada jasad bersel banyak (multiseluler), pembelahan sel tidak
menghasilkan pertambahan jumlah individunya, tetapi hanya merupakan
pembentukan jaringan atau bertambah besar jasadnya. Dalam membahas
pertumbuhan mikrobia harus dibedakan antara pertumbuhan masing-masing
individu sel dan pertumbuhan kelompok sel (pertumbuhan populasi).
Pertumbuhan juga merupakan meningkatnya jumlah sel atau massa sel
(berat kering sel). Pada pertumbuhan bakteri, memperbanyak diri dengan
pembelahan biner, yaitu dari satu sel membelah menjadi 2 sel baru. Pertumbuhan
ini diukur dari bertambahnya jumlah sel. Waktu yang diperlukan untuk membelah
diri dari satu sel menjadi dua sel sempurna disebut waktu generasi.
Doubling time atau waktu penggandaan merupakan Waktu yang diperlukan
oleh sejumlah sel atau massa sel menjadi dua kali jumlah/massa sel semula, tidak
sama antara berbagai mikrobia dari beberapa menit, sampai beberapa hari
tergantung kecepatan pertumbuhannya (jumlah atau massa sel per unit waktu).
10
waktu kematian termal (thermal death time)- nya. Daya tahan terhadap suhu itu
tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati setelah mengalami
pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada suhu 60°C, sebaliknya
,bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan Clostridium itu tetap
hidup setelah di panasi dengan uap 100°C atau lebih selama kira-kira setengah
jam. Untuk sterilisasi, maka syaratnya untuk membunuh setiap spesies untuk
membunuh setiap spesies bakteri ialah pemanasan selama 15 menit dengan
tekanan 15 pound serta suhu 121°C di dalam autoklaf (B. Krisno. Agus, 2012).
11
2.8 Salmonella
2.8.1 Klasifikasi dan morfologi
Salmonella sp. merupakan kingdom Bacteria, phylum Proteobacteria,
class Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, Salmonella sp. family
dari Enterobacteriaceae, genus Salmonella dan species yaitu e.g. S. enteric
(Todar, 2008).
12
2.8.2 Struktur Antigen
Salmonella sp. mempunyai tiga macam antigen utama untuk diagnostik
atau mengidentifikasi yaitu : somatik antigen (O), antigen flagel (H) dan
antigen Vi (kasul) (Todar, 2008). Antigen O (Cell Wall Antigens) merupakan
kompleks fosfolipid protein polisakarida yang tahan panas (termostabil), dan
alkohol asam (Julius, 1990). Antibodi yang dibentuk adalah IgM (Karsinah et
al, 1994). Namun antigen O kurang imunogenik dan aglutinasi berlangsung
lambat (Julius, 1990). Maka kurang bagus untuk pemeriksaan serologi karena
terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies memiliki beberapa faktor (Todar,
2008). Oleh karena itu titer antibodi O sesudah infeksi lebih rendah dari pada
antibodi H (Julius, 1990).
Antigen H pada Salmonella sp. dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik
dan fase II : non spesifik. Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas
(termolabil), dapat dirusak dengan pemanasan di atas 60 ºC dan alkohol asam
(Karsinah et al, 1994). Antigen H sangat imunogenik dan antibodi yang
dibentuk adalah IgG (Julius, 1990). Sedangkan Antigen Vi adalah polimer
dari polisakarida yang bersifat asam. Terdapat dibagian paling luar dari badan
kuman bersifai termolabil. Dapat dirusak dengan pemanasan 60 oC selama 1
jam. Kuman yang mempunyai antigen Vi bersifat virulens pada hewan dan
manusia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan terhadap bakteriofaga dan
dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S. typhi
(Karsinah et al, 1994). Adanya antigen Vi menunjukkan individu yang
bersangkutan merupakan pembawa kuman (carrier) (Julius, 1990).
13
kemungkinan positif. Tidak menghidrolisiskan urea dan menghasilkan H2S
(Julius,1990).
2.8.4 Patogenitas
Salmonellosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi
Salmonella sp. Manifestasi klinik Salmonellosis pada manusia ada 4 sindrom
yaitu :
a Gastroenteritis atau keracunan makanan merupakan infeksi usus dan tidak
ditemukan toksin sebelumnya (Karsinah et al, 1994). Terjadi karena
menelan makanan yang tercemar Salmonella sp. misalnya daging dan
telur (Julius,1990). Masa inkubasinya 8-48 jam, gejalanya terdapat darah
dalam tinja. Terjadi demam ringan yang akan sembuh dalam 2-3 hari.
Bakterimia jarang terjadi pada penderita (2-4%) kecuali pada penderita
yang kekebalan tubuhnya kurang (Jawezt et al, 2008).
b Demam tifoid yang disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratifoid
disebabkan S paratyphi A, B, dan C. Kuman yang masuk melalui mulut
masuk kedalam lambung untuk mencapai usus halus, lalu ke kelenjar
getah bening. Kemudian memasuki ductus thoracicus. Kemudian kuman
masuk dalam saluran darah (bacterimia) timbul gejala dan sampai ke hati,
limpa, sumsum tulang, ginjal dan lain- lain. Selanjutnya di organ tubuh
tersebut Samonela sp. berkembang biak (Julius,1990).
c Bakterimia (septikimia) dapat ditemukan pada demam tifoid dan infeksi
Salmonella non-typhi. Adanya Salmonella dalam darah beresiko tinggi
terjadinya infeksi. Gejala yang menonjol adalah panas dan bakterimia
intermiten (Karsinah et al, 1994) . Dan timbul kelainan-kelainan local
pada bagian tubuh misalnya osteomielitis, pneumonia, abses paru-paru,
meningitis dan lain-lain. Penyakit ini tidak menyerang usus dan biakan
tinjanya negatif (Julius,1990).
d Carier yang asomatik adalah semua individu yang terinfeksi Salmonella
sp. akan mengekskresi kuman dalam tinja untuk jangka waktu yang
bervariasi disebut carrier convalesent, jika dalam 2-3 bulan penderita tidak
14
lagi mengekskresi Salmonella. Dan jika dalam 1 tahun penderita masih
mengekskresi Salmonella disebut carrier kronik (Karsinah et al, 1994)
2.9 Persyaratan Mutu Udang Segar
Udang adalah pangan yang sangat cepat membusuk, penanganannya harus
selalu hati-hati guna mencegah pembiakan mikroorganisme. Udang harus
dilindungi terhadap cahaya matahari dan angin yang mengeringkan, karena udang
segar atau masak/rebus cepat menurun mutunya. Udang yang sudah menurun
mutunya atau dicemari atau terkena bahan asing tidak boleh diolah selanjutnya.
Udang yang akan dibekukan harus sama perlakuannya seperti udang yang
dipasarkan segar. Hanya udang segar yang terbaik yang boleh dibekukan. Udang
segar beku setelah dilelehkan, rupa, cita rasa dan teksturnya harus seperti yang
dimiliki udang baru ditangkap (Hardiwiyoto, 1993).
Persyaratan mutu udang segar yang harus dipenuhi sesuai dengan SNI 01-2728.1-
2006 adalah seperti pada Tabel berikut:
b. Cemaran mikroba*
- ALT Koloni/g Maks 5,0 x 105
Escherichia coli APM/g Maks <2
Salmonella APM/25 g Negative
Vibrio cholera APM/25 g Negative
c. Cemaran kimia*
Kloramfenikol µg/kg Maks 0
Nitrofuran µg/kg Maks 0
Tetrasiklin µg/kg Maks 100
d. Filth - Maks 0
Sumber : SNI 01-2728.1-2006
15
III. METODOLOGI
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam pengujian Salmonella sp. sebagai
berikut :
a. Sampel
Frozen vannamei shrimp, Frozen vannamei Peeled Deveined Tail On
(PDTO) shrimp, Frozen vannamei headless shrimp.
16
Broth, Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar, Aquades, Salmonella
Polyvalent Somatic O Antiserum, Salmonella Polyvalent Flagellar O
AntiserumMR-VP Broth, Phenol red Carbohydrate Broth, Potasium
Cyanide (KCN) Broth, Purple Carbohydrate Broth, Rappaport-
Vassiliadis (RV) medium, Ethanol 70%, Larutan Brilian Green Dye,
Larutan Formalized Physiological Saline, Reagen Kovac’s, Indikator
Methyl Red, Larutan Physiological Saline 0,85 %, Larutan Potasium
Hydroxide 40 %, Reagen VP, Larutan 1 N Sodium Hydroxide, Larutan 1
N Hydrochloric Acid.
3.3.2 Pengkayaan
a. Pertama siapkan 2 media pengkayaan yaitu Rappaport-Vassiliadis (RV)
medium dan TTB yang masing – masing berisi 10 ml dalam tabung reaksi.
b. Pindahkan 1 ml sampel kedalam Tetrathionate Broth (TTB) yang berisi
10 ml dan 0,1 ml sampel kedalam Rappaport-Vassiliadis (RV) medium
yang juga berisi 10 ml.
c. Inkubasi di Waterbath, untuk TTB yang telah berisi 1 ml sampel inkubasi
dengan suhu 43 oC ± 0,2 oC dan untuk Rappaport-Vassiliadis (RV)
medium yang berisi 0,1 ml sampel inkubasi dengan suhu 42 oC ± 0,2 oC
yang masing – masing diinkubasi selama 24 jam ± 2 jam
17
3.3.6 Isolasi Salmonella (Media Selektif)
a. Pertama – tama jarum loop di fiksasi kemudian mengambil contoh di
kedua media pengkayaan baik RV maupun TTB.
b. Inokulasi kedalam 3 media selektif yaitu HE, XLD dan BSA dengan cara
digoreskan dengan teknik kuadran.
c. Inkubasi selama 24 jam ± 2 jam dengan suhu 35 OC ± 1 OC diinkubator.
Pengamatan morphologi koloni Salmonella yang khas (typical)
Diambil 2 atau lebih koloni Salmonella dari massing-masing media Agar
selektif setelah 24 jam ± 2 jam inkubasi. Jika pada bahan baku atau produk
yang diuji dan hasilnya positif akan memperoleh ciri – ciri khas sebagai
berikut :
1) HE agar. Koloni hijau kebiruan sampai biru dengan atau tanpa inti
hitam. Umumnya kultur Salmonella membentuk koloni besar, inti
hitam mengkilat atau hampir seluruh terlihat berwarna hitam.
18
3) BSA Agar. Koloni abu-abu atau hitam kadang-kadang metalik.
Biasanya koloni pada awalnya berwarna coklat, kemudian berubah
menjadi hitam (Hallo effect) dengan makin lamanya waktu inkubasi.
19
3.3.6 Uji Biokimia Lanjutan
a. Uji Urease
Diambil 1 ose penuh kultur yang positif dari TSI dan dipindahkan
kedalam larutan Urease Broth steril lalu inkubasi selama 2 jam pada suhu
35 0C ± 1 0C.
b. Tryptone Broth (TB)
Diambil 1 ose penuh dari kultur positif LIA kedalam media Tryptone
Broth yang berisikan 5 ml lalu inkubasi selama 24 jam dengan suhu 35 oC
± 1 oC.
c. Malonate Broth
Diambil 1 ose dari Tryptone Broth 24 jam kedalam media Malonate Broth
lalu inkubasi selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35 oC ± 1 oC, diamati
setelah 24 jam.
KETERANGAN : Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna
menjadi. Pada umumnya Salmonella memberikan reaksi negatif (hijau
atau tidak ada perubahan warna) pada Broth ini.
d. Potasium Cyanida (KCN) Broth
Dipindahkan 1 ose penuh kedalam media KCN Brot. Tabunng ditutup
rapat – rapat serta lapisi dengan kertas parafilm. Kemudian inkubasi
selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35 oC ± 1 oC tetapi diamati setelah 24
jam.
KETERANGAN : Reaksi positif ditunjukan dengan adanya
pertumbuhan (berubahnya menjadi keruh). Umumnya Salmonella tidak
tumbuh pada media ini.
20
b. Purple Broth Base diditambahkan 0,5 Lactose
Dipindahkan 1 ose penuh dari media selektif TSI agar miring kedalam
media Purple Broth Base yang diditambahkan 0,5 Lactose yang didalam
tabung reaksi berisi tabung durham. Kemudian inkubasi selama 48 jam
± 2 jam pada suhu 35 oC ± 1 oC, tetapi diamati setelah 24 jam.
c. Purple Broth Base diditambahkan 0,5 Sucrose
Dipindahkan 1 ose penuh dari media selektif TSI agar miring kedalam
media Purple Broth Base yang diditambahkan 0,5 Sucrose yang didalam
tabung reaksi berisi tabung durham. Kemudian inkubasi selama 48 jam
± 2 jam pada suhu 35 oC ± 1 oC, tetapi diamati setelah 24 jam.
21
larutan 40 % KOH dan dikocok kembali. Untuk mempercepat rekasi
diditambahkan sedikit kristal kreatin, kemudian amati segera.
KETERANGAN : Umumnya Salmonella memberikan reaksi
negatif.
Simmons Citrate Agar
Dipindahkan 1 0se dari TSI agar miring lalu digoreskan pada media
Simmons Citrate Agar kemudian diinkubasi selama 96 jam ± 2 jam
pada suhu 35 oC ± 1 oC.
KETERANGAN : umumnya Salmonella memberikan hasil
Citrate positif (berubah warna menjadi biru).
22