a) Pencegahan vasospasme:
Nimodipin 60 mg peroral 6 kali sehari. dimulai dalam 96 jam dan diberikan selama 21 hari.
b) Delayed vasopasme:
2. Antifibrinolitik
Obat-obatan antifibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obatan yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproid acid dengan dosis 36 gr/hari atau asam traneksamat dengan
dosis 6-12 gr/hari yang diberikan dalam <72 jam. Obat-obatan ini diberikan pada pasien yang
belum bisa dilakukan tindakan untuk aneurismanya namun berisiko mengalami perdarahan
berulang dan tidak ada kontraindikasi.
3. Antihipertensi
a. Jaga tekanan arteri rata-rata (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS)
tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolik (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan operasi
aneurisma clipping)
b. Obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari 90 mmHg
atau MAP di atas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah labetalol (IV) 0,5 – 2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infus dengan dosis 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak dianjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan takikardia.
d. Untuk mempertahankan TDS tetap di atas 120 mmHg dapat diberikan vasopressor untuk
melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
e. Untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang pada pasien stroke perdarahan subaraknoid
akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg, karena pada tekanan darah
sistolik >160 mmHg sering terjadi perdarahan ulang. TDS 160-180 mmHg sering digunakan
sebagai target TDS untuk mencegah risiko terjadinya vasospasme. Namun hal ini bersifat
individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskular. Penyekat kanal kalsium (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
tata laksana PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien PSA dengan
vasospasme serebral. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama dan
TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama
4. Terapi tambahan
a. Laksansia (pencahar)
diperlukan untuk melembekkan feses secara reguler. Hal ini bertujuan untuk mencegah
thrombosis vena dalam. Dapat dilakukan dengan memakai stoking atau pneumatic
compression devices.
b. Analgesik :
Hindari asetosal.
Petidin i.m. 50-100 mg atau morfin s.c. atau i.v. 510 mg/4-6 jam.
(2) Antasida.
Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena
sentral di pertahankan antara 5-12 mmHg.
c. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada keadaan
hipoglikemia.
Jenis-jenis aneurisma
Gejala inisial aneurisma serebral tipe sakular dapat berupa nyeri kepala yang timbul
mendadak akibat rupturnya aneurisma yang menyebabkan perdarahan subaraknoid.
Risiko ruptur aneurisma meningkat bila aneurisma beridameter lebih daro 10mm
dan riwayat ruptur sebelumnya.
Daerah distal dari dinidng arteri yang pecah tidak mendapat aliran darah
iskemik defisit neurologis
Daerah tempat penimbunan darah hematoma kompresi isi tengkorak dan
batang otak penurunan kesadaran
2. Iskemia serebral
Iskemia serebral akibat kontraksi otot polos arterial adalah penyebab paling umum kematian dan
kecacatan setelah SAH aneurisma. Vasospasme dapat menyebabkan gangguan autoregulasi otak
dan dapat berkembang menjadi iskemia dan infark serebral. Paling sering, arteri karotis interna
terminal atau bagian proksimal dari arteri serebri anterior dan tengah terlibat. Wilayah arteri
yang terlibat tidak terkait dengan lokasi aneurisma yang pecah.
Vasospasme di daerah bekuan darah subarachnoid yang tebal. Oksihemoglobin berperan dalam
vasospasme.
3. Perdarahan intraserebral
Mekanisme perdarahan intraserebal adalah pecahnya aneurisma langsung ke otak. PIS umumnya
merupakan hasil dari aneurisma arteri serebral internal , pericallosal, dan anterior cerebral artery.
Ruptur sekunder dari hematoma subaraknoid ke dalam parenkim otak paling sering muncul dari
aneurisma arteri serebri tengah.
4. Perdarahan intraventrikular
Ditemukan pada 13-28% kasus klinis aneurisma pecah dan pada 37-54% kasus otopsi, perdarahan
intraventrikular (IVH) merupakan prediktor signifikan tingkat neurologis dan hasil yang buruk.
Sumber IVH meliputi:
Arteri serebral anterior (40%)
Arteri serebral internal (25%)
Arteri serebri menengah (21%)
Arteri vertebrobasilar (14%)
5. Disfungsi sistolik ventrikel kiri
Disfungsi sistolik LV pada manusia dengan SAH berhubungan dengan perfusi miokard normal dan
persarafan simpatis yang abnormal. Temuan ini dapat dijelaskan dengan pelepasan norepinefrin
yang berlebihan dari saraf simpatis miokard, yang dapat merusak miosit dan terminal saraf.
6. Hematoma subdural
Hematoma subdural (SDH) jarang terjadi setelah SAH aneurysmal, dengan kejadian yang
dilaporkan sebesar 1,3-2,8% dalam seri klinis dan setinggi 20% pada seri otopsi. Mekanisme SDH
melibatkan robeknya arachnoid yang melekat pada kubah aneurisma pada saat pecah, robekan
arachnoid secara langsung dengan semburan darah, dan gangguan arachnoid oleh ICH, dengan
dekompresi sekunder ICH ke dalam ruang subdural.