Anda di halaman 1dari 141

PERANAN COMMISSION ON THE LIMITS OF THE

CONTINENTAL SHELF (CLCS) DALAM PENENTUAN


PERBATASAN DI WILAYAH ARTIK
SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat dalam


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:
MAHMUDDIN
140200271
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
iii

Peranan Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS) dalam


Penentuan Perbatasan di Wilayah Artik
*) Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., M.Li.
**) Dr. Sutiarnoto, S.H., M.Hum.
***) Mahmuddin

ABSTRAKSI

Fokus perhatian terhadap continental shelf (landas kontinen) dahulunya


dianggap sebelah mata. Kini, banyak negara mulai menaruh ketertarikan terhadap
potensi-potensi yang terkandung pada landas kontinen tersebut. Salah satu yang
menjadi topik terkini adalah di wilayah Artik, diperebutkan oleh Rusia, Norwegia,
Islandia, Denmark, dan Kanada. Negara Artik tersebut berusaha memanfaatkan
secara maksimal kesempatan yang ada walaupun dengan resiko sengketa antar
negara tidak terelakkan. Berbicara tentang landas kontinen, maka kita akan
terhubung secara langsung kepada Commission on the Limits of the Continental
Shelf (CLCS), suatu komisi yang memiliki wewenang untuk penentuan garis batas
terluar landas kontinen. Terbentuknya CLCS dipelopori oleh faktor-faktor
kepentingan politik, ekonomi, dan geografi.
Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan melalui inventarisasi bahan-bahan dari buku, jurnal, artikel,
instrumen hukum internasional maupun sumber dari internet, serta hasil tulisan
ilmiah lainnnya yang terkait dengan penelitian ini.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
peranan CLCS dalam Penentuan Perbatasan di Wilayah Artik sangat signifikan.
Rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan sebahagian besar diterima oleh
negara-negara Artik. Kehadirannya dianggap sebagai media penyelesaian
sengketa penentuan garis batas terluar landas kontinen di Artik didukung dengan
perangkat hukum berupa Rules of Procedures dan Scientific and Technical
Guideline. Kedua perangkat hukum tersebut memiliki peran sentral terhadap
kinerja CLCS terutama dalam hal merekomendasikan bagi negara yang
mengajukan klaim-klaim batas terluar landas kontinen di wilayah Artik.

Kata Kunci: Continental shelf, Artik, Commision on the Limits of the


Continental shelf
* Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR Error! Bookmark not defined.


ABSTRAKSI iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 13
C. Tujuan Penelitian 13
D. Manfaat Penelitian 13
E. Metode Penelitian 14
F. Keaslian Penulisan 19
G. Sistematika Penulisan 19
BAB II TINJAUAN UMUM COMMISSION ON THE LIMITS OF THE
CONTINENTAL SHELF (CLCS) DALAM HUKUM INTERNASIONAL
A. Sejarah Terbentuknya Commission on the Limits of the Continental Shelf
(CLCS) 22
B. Fungsi dan Tujuan Commission on the Limits of the Continental Shelf
(CLCS) 37
C. Mekanisme Submission ke Commission on the Limits of the Continental
Shelf (CLCS) 40
BAB III INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL TERKAIT COMMISSION
ON THE LIMITS OF CONTINENTAL SHELF (CLCS)
A. Tinjauan Umum Hukum Organisasi Internasional 45
B. United Nations Convention Law of the Sea (UNCLOS) 1982 sebagai Dasar
Hukum Pembentukan Commission on the Limits of the Continental Shelf
(CLCS) 53
C. Rules of Procedure of the Commission on the Limits of the Continental
Shelf CLCS/Rev.1 2008 sebagai Dasar Pelaksanaan Kerja Commission on
the Limits of the Continental Shelf (CLCS) 58

Universitas Sumatera Utara


v

BAB IV PERAN COMMISION ON THE LIMITS OF CONTINENTAL SHELF


(CLCS) DALAM PENENTUAN BATAS WILAYAH DI ARTIK
A. Sengketa Negara Artik dalam Limits of the Continental Shelf 68
B. Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS) sebagai Media
Penyelesaian Sengketa Continental Shelf di Wilayah Artik 72
C. Scientific and Technical Guidelines of the Commission on the Limits of the
Continental Shelf (CLCS) sebagai Dasar Penetapan Outer Limits
Continental Shelf 76
D. Kasus Posisi antara Norwegia, Islandia, Denmark, Rusia, dan Kanada
dalam Outer Limits of Continental Shelf di Wilayah Artik 80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 87
B. Saran 88
DAFTAR PUSTAKA 90
LAMPIRAN 94

Universitas Sumatera Utara


vi

DAFTAR TABEL

Tabel.1 Ringkasan Bagian VI UNCLOS 1982 55


Tabel.2 Ringkasan Conduct of Business berdasarkan Rules of Procedure CLCS 63
Tabel.3 Ringkasan Voting berdasarkan Rules of Procedure CLCS 66

Universitas Sumatera Utara


vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Wilayah Artik 34


Gambar 2. Perbandingan Wilayah Es Artik antara Sept. 1984 – Sept. 2016 36
Gambar 3. Rute Pelayaran Terbaru di Wilayah Artik 36
Gambar 4 Cadangan Minyak Wilayah Artik 71
Gambar 5. Peta Perbatasan Wilayah Artik 83
Gambar 6. Klaim Garis Batas Terluar Landas Kontinen 84
Gambar 7. Pangkalan Militer Rusia Terbaru 85

Universitas Sumatera Utara


viii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982
Part. VI Continental Shelf 94
LAMPIRAN 2
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982
Annex. II. Commission on the Limits of the Continental Shelf 98
LAMPIRAN 3
Rules of Procedures Commission on the Limits of the Continental Shelf 100

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah merupakan hal yang sangat penting bagi kedaulatan suatu negara,

hal ini meliputi daratan, lautan, dan ruang udara. Di atas wilayahnya, suatu negara

memiliki hak-hak untuk melaksanakan kedaulatan atas orang, benda, dan

peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi di wilayahnya. 1 Namun demikian, atas

wilayahnya negara wajib untuk tidak menggunakannya bagi suatu tindakan-

tindakan yang merugikan negara lain, membahayakan perdamaian dan keamanan

internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Draft Deklarasi PBB tentang

hak-hak dan kewajiban negara tahun 1949.

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933, salah

satu unsur yang harus dipenuhi oleh sekelompok penduduk atau masyarakat untuk

dapat disebut sebagai negara adalah wilayah yang tetap (a permanent territory)

suatu unsur mutlak wajib untuk dipenuhi.2 Dalam sejarah kehidupan umat

manusia, konflik perbatasan antar negara merupakan hal yang paling sering

muncul ke permukaan. Konflik itu lahir bukan hanya karena ketidakjelasan garis

perbatasan, namun dikarenakan kepentingan politik, ekonomi, dan geografi bagi

negara yang bersangkutan. Kehadiran hukum internasional mutlak diperlukan

untuk mengatur dan menyelesaikan permasalahan tersebut agar terciptanya

perdamaian dan keamanan internasional.

1
Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2014) hlm. 203.
2
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Penerbit Mandar Maju,
2003) hlm.146.

1
Universitas Sumatera Utara
2

Wilayah darat, laut, dan ruang udara merupakan satu kesatuan yang utuh

dalam kedudukan suatu negara. Batas-batas negara terkait wilayah ini biasanya

ditentukan dalam perjanjian antara negara yang bersangkutan. Berdasarkan teori-

teori hukum internasional klasik, negara dapat memperoleh wilayah tambahan

dengan cara-cara seperti okupasi atau pendudukan, aneksasi atau penaklukan,

akresi, preskripsi, cessie, dan referendum.3

Akibat perkembangan negara yang semakin maju, negara-negara mulai

melakukan ekspansi ke wilayah laut, hal ini karena tidak memungkinkan untuk

ekspansi ke wilayah darat dikarenakan ketersediannya sangat terbatas. Banyak

negara melakukan ekspansi ke wilayah laut dengan alasan eksplorasi dan

eksploitasi sumber daya alam dan ilmu pengetahuan. Laut memiliki tujuan jangka

panjang yang sangat menjanjikan, baik untuk negara maju maupun berkembang.

Perkembangan hukum laut internasional banyak mengalami perubahan

secara revolusioner, didahului dengan terjadinya salah satu Konvensi Laut

Genewa 1958.4 Kiprah hukum laut internasional tersebut berlanjut dengan

penandatanganan pada 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica, oleh

3
Sefriani, op.cit. hlm. 205.
4
Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 terdiri dari empat Konvensi, yakni: Convention on
the Territorial Sea and Contuguous Zone (Konvensi tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan);
Convention on the High Seas (Konvensi tentang Laut Lepas); Convention on Fishing and
Conservation of the Living Resources of the High Seas (Konvensi tentang Perikanan dan
Perlindungan Sumber Daya Hayati Laut Lepas), dan Convention on the Continental Shelf
(Konvensi tentang Landas Kontinen). Dalam tulisan ini akan digunakan istilah Konvensi tentang
Landas Kontinen 1958 untuk menyebut Konvensi tentang Landas Kontinen yang merupakan salah
satu dari Konvensi Jenewa tentang hukum laut 1958. Perlu dikemukan disini, bahwa nama lain
untuk Konvensi Jenewa tentang Hukum Laut 1958 adalah Konvensi Hukum Laut PBB I 1958.

Universitas Sumatera Utara


3

sejumlah besar negara yang terwakili dalam Konvensi tentang Hukum Laut 1982

(United Nations Convention on the Law of the Sea – UNCLOS 1982).5

Ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang

kedaulatan negara atas wilayah laut merupakan salah satu ketentuan penting

dalam eksistensi hukum laut. Berdasarkan UNCLOS 1982, 6 dalam Bab II, III, dan

IV, negara pantai dan negara kepulauan mempunyai kedaulatan atas perairan

pedalaman, perairan kepulauan, dan laut territorial, perairan yang merupakan

selat, ruang udara di atasnya dan juga dasar laut dan tanah dibawahnya, demikian

juga sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. 7 Kekayaan alam tersebut

dapat dikelola untuk kepentingan nasional negara tersebut sebagai dasar dan bukti

adanya kedaulatan negara pada wilayah tersebut.8

Wilayah perairan9 adalah bagian perairan, tepatnya: perairan laut yang

merupakan wilayah negara. Ini berarti, selain ada bagian perairan wilayah laut

yang merupakan bagian wilayah negara dengan demikian tunduk pada kedaulatan

negara yang bersangkutan, ada pula bagian perairan laut yang tidak merupakan

bagian wilayah negara, jadi tidak tunduk pada kedaulatan negara, seperti laut

5
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, terj. Bambang Iriana Djajaatmadja (Jakarta:
Sinar Grafika, 2008) hlm. 322.
6
UNCLOS 1982 dianggap sebagai kemajuan dalam hukum internasional karena
merumuskan aturan hukum laut internasional secara rinci dan menyeluruh.
7
Dikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Internasional, (rev.ed.; Bandung: PT. Refika
Aditama, 2016) hlm. 17.
8
Baca Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 1803/XVII tanggal 4
Desember 1962 tentang Kedaulatan Permanen suatu Negara atas Sumber Daya Alam (Permanent
Sovereignity of States over Natral Wealth Resources)
9
Istilah perairan territorial (territorial water) digunakan untuk menujukkan bagian perairan
(laut) yang merupakan wilayah negara, mengingat tidak semua perairan merupakan wilayah
negara, seperti laut lepas dan zona ekonomi ekslusif. Sedangkan istilah wilayah perairan
digunakan untuk menunjukkan salah satu dari bagian wilayah suatu negara, seperti wilayah
daratan dan wilayah ruang udara.

Universitas Sumatera Utara


4

lepas (high seas).10 Hal ini sedikit berbeda dengan bagian bawah perairan seperti

landas kontinen dapat dieksplorasi dan dieksploitasi sumber daya alam yang

terkandung di dalamnya karena melekat hak berdaulat (souvereign rights),

walaupun tidak menjadi bagian dari wilayah suatu negara.

Landas kontinen sebagai salah satu pranata hukum laut, kini sudah

menempati posisi yang mapan. Sejarah lahir dan pertumbuhannya sebagai pranata

hukum dimulai dengan tindakan-tindakan sepihak (unilateral act) negara-negara

dalam substansi yang masih belum seragam dan masih variatif, sampai dengan

diformulasikan dalam bentuk konvensi internasional yang pertama tentang landas

kontinen 1958.11 Akibat dari konvensi tersebut, menjadikan pranata hukum yang

bernama landas kontinen ini berlaku secara universal oleh karena memang

konvensi ini ditinjau dari sifat dan hakekatnya adalah merupakan konvensi dalam

ruang lingkup berlaku yang secara global. Meskipun belum semua negara

meratifikasinya, hal ini tidaklah mengurangi sifat dan hakekat universalnya. Sifat

tersebut didukung oleh putusan-putusan badan penyelesaian sengketa

internasional dalam kasus-kasus atau sengketa garis batas landas kontinen yang

mereferensikannya pada konvensi tersebut.

Istilah landas kontinen (continental shelf) pertama-tama dikenal dalam ilmu

bidang geologi, khusunya geologi kelautan, untuk menyebut kawasan dasar laut

dan tanah dibawahnya yang bersambungan dengan pantai yang berada dibawah

10
I Wayan Parthiana, op.cit. hlm. 149.
11
I Wayan Parthiana, Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional, (Bandung:
Mandar Maju, 2005) hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara


5

permukaan air laut.12 Secara lebih lengkap, landas kontinen dalam pengertian

geologi ini ditegaskan dalam Encyclopedia Americana,13 yakni:

“The part of the ocean floor that is adjacent to the shores of the continent
and is covered by water of shallow depth, less than 80-100 fathoms (490-600 feet,
0r 145-180 meters). On all ocean floors are three distinct kinds of relief features
are found: the continental shelf, which is swallow, gently shelving section
adjacent to the shore; the continental slope, which is relatively steep slope along
the outer edge of the shallow section; and the so called abyssal floor or oceanic
plain, where water depths exceed 1,000 fathoms (6,000 feet or 1,800 meters)”.
(Bagian dari dasar samudra (lautan) yang bersambungan dengan pantai dari
suatu benua dan yang ditutupi oleh perairan yang dangkal, yaitu kurang dari 80-
100 fathoms (490-600 kaki, atau 145-180 meter). Pada dasar samudera (lautan)
tersebut, terdapat tiga jenis wujud lekukan, yaitu: landas kontinen, yang
merupakan dasar laut dangkal; kaki kontinen, yang merupakan kaki yang relatif
cukup curam sepanjang tepi luar dari bagian yang dangkal; dan yang terakhir
disebut samudera datar, yang kedalaman airnya melebihi dari 1,000 fathoms
(6,000 kaki atau 1,800 meter)).
Landas kontinen yang ditegaskan dalam Encyclopedia Americana tersebut

merupakan landas kontinen dalam pengertian geologi. Istilah landas kontinen

pengertian geologi ini kemudian diadopsi menjadi istilah hukum. Hal ini

disebabkan karena dalam bidang hukum, khususnya hukum laut, mulai muncul

suatu konsep baru yang kemudian berkembang menjadi suatu pranata hukum laut

baru, yang kini dikenal dengan nama landas kontinen.14 Tentu saja pengertian

landas kontinen dalam bidang hukum ini mengandung substansi dan ruang

lingkup yang berbeda dengan istilah landas kontinen dalam bidang geologi. Istilah

landas kontinen dalam bidang hukum, pertama kali diperkenalkan oleh Presiden

Amerika Serikat, Harry S. Truman15, dalam suatu proklamasi. Diktum

12
Ibid. hlm. 6.
13
The Encyclopedia Americana: International Edition, Vol. 7 (Connecticut, Grolier
Incorporated, 1993) hlm. 695.
14
I Wayan Parthiana, op.cit Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional, hlm. 7-8.
15
Harry S. Truman adalah Presiden Amerika Serikat ke-33 (1945-1953). Sebelumnya,
Truman menjabat wakil presiden Amerika Serikat. Ia menggantikan Franklin D. Roosevelt setelah

Universitas Sumatera Utara


6

Proklamasi Truman16 tersebut tercatat pada tanggal 28 September 1945, berikut

pernyataan dari proklamasi tersebut;

“Having concern for the urgency of concerving and prudently utilizing its
natural resources, the Government of the United States of America regard the
natural resources of the seabed and the subsoil of the continental shelf beneath
the high seas but contiguous to the coast of the United States as appertaining to
the United States, subject to its jurisdiction and control. In cases where the
continental shelf extends to the shore of another States, the boundary shall be
determined by the United States and the States concerned in accordance with
equitable principles The character as high seas of the waters above the
continental shelf and the right to their free and unimpeded navigation are in no
way thus affected”.
(Dengan mempertimbangkan urgensi dari cadangan dan manfaat yang layak
atas sumber-sumber daya alamnya, pemerintah Amerika Serikat memandang
sumber-sumber daya alam yang terkandung di dalam dasar laut dan tanah
dibawahnya dari landas kontinen yang berada di bawah laut lepas tetapi yang
merupakan kelanjutan dari pantai Amerikat Serikat, sebagai kepunyaan Amerika
Serikat, dan dengan demikian tunduk pada yuridiksi dan pengawasan Amerika
Serikat. Dalam hal landas kontinen itu meluas hingga pada pantai negara-negara
yang dihadapannya, maka garis batasnya akan ditentukan oleh Amerika Serikat
dan negara yang bersangkutan, sesuai dengan prinsip jarak sama. Hakekat dari
perairan diatas landas kontinen itu sebagai perairan laut lepas disertai dengan hak
atas kebebasan pelayaran yang tidak boleh dihalang-halangi, dan tidak akan
terpengaruhi).
Proklamasi Truman ini dipandang sebagai awal dari lahirnya konsep landas

kontinen dalam arti yuridis, menampakkan sifat yuridisnya itu dalam beberapa hal

sekaligus membedakannya dengan landas kontinen dalam arti geologi. Pertama,

sang presiden wafat. Pada masa jabatan kepresidenannya yang kedua, ia didampingi oleh wakil
presiden Alben W. Barkley. Truman berasal dari Partai Demokrat.
16
Proklamasi Truman 1945 ini sebenarnya terdiri dari dua proklamasi, yakni Proklamasi
tentang Landas Kontinen dan Proklamasi tentang Perikanan. Akan tetapi dalam perkembangannya
kemudian Proklamasi tentang Landas Kontinen lebih dikenal dibandingkan dengan Proklamasi
tentang Perikanan. Sebenarnya pada tanggal 22 September 1942, Pemerintah Inggris Raya dan
Irlandia Utara dan Pemerintah Venezuela telah menandatangani Perjanjian tentang Garis Batas
Dasar Laut di Teluk Paria (Treaty relating to the Submarine Areas of the Gulf of Paria between
United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland and the United States of Venezuela) yang
sebenarnya jika dilihat geografi dari kawasan dasar laut dan tanah dibawahnya sebagimana diatur
dalam di dalam Perjanjian itu terletak antara pantai bagian utara Venezuela dan pantai bagian
selatan dari Trinidad dan Tobago (keduanya pada waktu itu merupakan wilayah jajahan Inggris),
merupakan dasar laut dan tanah dibawahnya di luar laut territorial atau dibawah laut lepas, yang
pada hakekatnya sesuai dengan Proklamasi Truman yaitu landas kontinen.

Universitas Sumatera Utara


7

ditegaskan bahwa yuridiksi dan pengawasan Amerikat Serikat hanya terbatas pada

sumber-sumber daya alam yang terkandung di dalam landas kontinen tersebut.

Kedua, Proklamasi Truman ini –walaupun tidak secara eksplisit- tidak mengubah

status yuridiksi dari landas kontinen itu sendiri sebagai dasar laut dan tanah di

bawahnya yang terletak atau berada di luar laut territorial Amerika Serikat.

Demikian pula dengan dengan status perairan diatasnya sebagai laut lepas
(high seas) diserati dengan kebebasan pelayaran di laut lepas (freedom of
navigation) yang merupakan salah satu kebebasan laut lepas yang secara
tradisional dan turun temurun sudah diakui dan dihormati masyarakat
internasional, sama sekali tidak dihalang-halangi.17
Proklamasi Truman yang sangat terkenal ini, ternyata kemudian diikuti oleh

negara-negara lain, yakni negara-negara di kawasan Eropa, Asia, Afrika, dan

Amerika Latin, seperti Chili, Equador, dan Peru. 18 Bukti nyata bahwa proklamasi

tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia internasional. Jika

sesuatu hal dianggap menguntunggkan, maka biasanya tindakan tersebut akan

diikuti oleh pihak lain, hal ini persis sama dengan tindakan sepihak terhadap

landas kontinen tersebut.

Amerika Serikat melakukan proklamasi tersebut atas dasar untuk

mengekplorasi dan mengeksploitasi landas kontinen yang didukung dengan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknoloi kelautan dan

pertambangan. Oleh karena itu, untuk dapat mengeksplorasi dan

mengeksploitasinya, maka Amerika Serikat melalui Presiden Harry S. Truman

menciptakan landasan hukum bagi dirinya sendiri, dengan mengumumkan

17
I Wayan Parthiana, op.cit., Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional, hlm. 9-
10.
18
Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era
Dinaika Global, (Bandung, Alumni 2000), hlm. 304.

Universitas Sumatera Utara


8

proklamasi tersebut, yang pada hakekatnya adalah merupakan tindakan sepihak

(unilateral act).19 Proklamasi tersebut ditujukan kepada masyarakat internasional,

khususnya negara-negara di dunia, bahwa semenjak proklamasi tersebut, Amerika

Serikat menyatakan dirinya berhak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi

sumber daya alam yang terkandung secara sepihak yang pada dasarnya

merupakan perluasan atas yuridiksinya.

Tindakan dari Amerika Serikat tersebut ditiru oleh negara lain, namun
terdapat sedikit perbedaan yaitu negara lain mengklaim landas kontinen (dasar
laut dan tanah dibawahnya) itu sendiri serta perairan (laut) diatasnya, sejauh 200
mil laut juga diklaim sebagai bagian wilayahnya. Terhadap klaim tersebut, banyak
negara-negara yang menentangnya.20
Dengan demikian, dalam tempo yang relatif pendek, pranata hukum yang

bernama landas kontinen ini sudah diterima dan diakui secara luas oleh

masyarakat luas, walaupun masih dengan pengertian, substansi, dan ruang lingkup

yang tidak persis sama bahkan cenderung kontroversial. 21 Namun siapa yang

peduli, walaupun kontroversial tetap dilakukan jika menguntunggkan.

Istilah landas kontinen ini kemudian berkembang dalam arti hukum yang

lebih komprehensif. Hal ini dapat kita lihat Pasal 1 Konvensi tentang Landas

Kontinen 1958 menegaskan batasan tentang landasan kontinen itu sebagai berikut:

“For the purpose of these article, the term “continental shelf” is used as
referring:
(a) to the seabed and subsoil of the submarine areas adjacent to the coast but
outside the area of the territorial sea, to a depth of 200 meters or, beyond
that limit, to where the depth of the superjacent waters admits of the
exploitation of the natural resources of the said areas;

19
I Wayan Parthiana, op.cit., Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional hlm. 11.
20
Mochtar Kusumaatmadja: Masalah Lebar Laut Teritorial pada Konperensi-Konperensi
Hukum Laut di Jenewa, 1958 dan 1960: Disertasi untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu
Hukum, (Bandung, PT. Penerbitan Universitas, 1962)
21
I Wayan Parthiana, op.cit., Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional, hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara


9

(b) to the seabed and subsoil of similar submarines areas adjacent to the coast
of islands.”

(Untuk maksud dari pasal ini, istilah “landas kontinen” digunakan untuk
merujuk:
(a) Dasar laut dan tanah dibawahnya dari area bawah laut yang bersambungan
dengan pantai tetapi diluar area laut territorial, sampaia pada kedalaman
perairan di atasnya memungkinkan untuk mengeksploitasi atas sumber daya
alam dari area tersebut;
(b) Dasar laut dan tanah dibawahnya dari abawah laut yang serupa yang
bersambungan dengan pantai dari suatu pulau.)
Landas kontinen menurut Pasal 1 ini adalah landas kontinen dalam

pengertian yuridis, yang amat berbeda dengan dengan landas kontinen dalam

pengertian geologi. Sifat yuridis dari pengertian landas kontinen ini ditunjukkan

dengan pembatasan-pembatasan pada dua poin diatas. Kemudian daripada itu,

terdapat penegasan tentang perluasaan landas kontinen tersebut, yaitu tidak saja

benua yang memiliki landas kontinen tetapi juga pulau, walaupun jika ditinjau

dari segi ilmu bahasa arti landas kontinen dapat diartikan dengan landas benua.

Akibat tertuangnya poin kedua tersebut, muncul penegasan bahwa pulau tanpa

memandang besar atau kecilnya, sepanjang memenuhi kriteria Pasal 10 ayat 1

Konvensi tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan 1958,22 secara yuridis juga

memiliki landas kontinen.

Istilah landas kontinen juga tertuang dalam UNCLOS 1982, tentang landas

kontinen diatur dalam Bagian VI mulai dari Pasal 76 hingga Pasal 85. Pasal 76

yang terdiri dari ayat 1 hingga ayat 10, seluruhnya mengatur tentang substansi dan

ruang lingkup dari landas kontinen.23 Wujud dari banyak ayat yang membahas

22
Pasal 10 ayat 1 Konvensi tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan 1958
mendefinisikan pulau (island) sebagai berikut: An island is a naturally formed area of land;
surrounded by water, which is above water at the high tide.
23
I Wayan Parthiana, op.cit., Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional, hlm. 24.

Universitas Sumatera Utara


10

mengenai landas kontinen menujukkan bahwa konvensi ini berusaha memperjelas

dan mempertegas batasan landas kontinen dengan merumuskan substansi dan

ruang lingkup landas kontinen dengan lebih jelas, tegas, dan limitatif. Pasal 76

ayat 1 memberikan batasan tentang landas kontinen sebagai berikut:

“The continental shelf of a coastal State compromises of the seabed and


subsoil of the submarine areas that extend beyond the territorial sea throughout
the natural prolongation of its land territory to the outer edge of the continental
margin, or to a distance of 200 nautical miles from the baselines fom which the
breath of the territorial sea is measured where the outer edge of the continental
margin does not extend up to that distance.”
(Landas kontinen dari suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah
dibawahnya dari area di bawah perairan laut yang terletak diluar area laut
territorial yang merupakan perpanjangan atau kelanjutan secara alamiah dari
wilayah daratnya sampai pada suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal tempat
lebar laut territorial negara pantai itu diukur serta pinggiran luar dari tepi kontinen
tidak boleh melampaui dari jarak tersebut).
Batasan tentang landas kontinen ini menujukkan adanya keterpaduan antara

aspek geologi dan aspek hukum. Hal ini bertujuan untuk menyelaraskan kedua

ilmu tersebut tentang apa sebenarnya landas kontinen tersebut. Dengan demikian,

diharapkan munculnya satu kesatuan persepsi pemikiran tentang landas kontinen

yang lengkap dan terpadu.

Aspek geologis yang pertama tampak pada rumusan “throughout the natural

prolongation of its land territory” adanya istilah “natural prolongation”

(perpanjangan atau kelanjutan alamiah), tersebut muncul dari putusan Mahkamah

Internasional dalam North Sea Continental Shelf Case 1969.24 Dalam putusan

tersebut, Mahkamah International menggunakan criteria “natural prolongation”

24
Lihat dan bacalah ringkasan putusan Mahkamah Internasional dalam North Sea
Continental Shelf Case, 1969.

Universitas Sumatera Utara


11

dalam menentukan landas kontinen.25 Kedua, munculnya penegasan mengenai

batas terluar (outer limit) dari landas kontinen yang didasarkan pada “to the outer

edge of the continental margin” penentuan pinggiran luar dari tepi kontinen hanya

dapat dilakukan oleh ahli geologi.

Aspek hukum yang pertama tampak pada rumusan “the sea bed and subsoil

of the submarine areas that beyond its territorial sea” yang mana ketentuan ini

membatasi landas kontinen hanya meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya yang

terletak diluar laut teritorial. Kedua, ditetapkannya batas terluar dari landas

kontinen pada jarak 200 mil laut diukur dari garis pangkal yang merupakan garis

tempat lebar laut teritorial suatu negara ditentukan.26 Pasal 76 UNCLOS 1982

merupakan landasan hukum konkrit dan jelas yang mengatur mengenai landas

kontinen.

Perhatian khusus hendak diberikan pada Pasal 76 ayat 8 UNCLOS 1982,

dimana merupakan landasan hukum untuk berdirinya Commission on the Limits of

the Continental Shelf (selanjutnya disebut CLCS). Peran dari CLCS sangat vital

dalam penyelesaian sengketa internasional terkait batas terluar landas kontinen.

Banyak negara di dunia yang berselisih mengenai batas terluar landas kontinen

karena apa yang terkandung di dalamnya. Kemajuan teknologi dan ilmu

pengetahuan mendorong negara-negara untuk mengeksplorasi dan

mengeksploitasi sumber daya alam yang belum terjamah, termasuk landas

kontinen. Potensi tersebut berusaha dimaksimalkan oleh negara-negara yang

bersangkutan demi memenuhi kepentingan negaranya.

25
I Wayan Parthiana, op.cit., Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional hlm. 25.
26
Ibid. hlm. 27

Universitas Sumatera Utara


12

Salah satu wilayah yang rentan terhadap sengketa tersebut adalah laut Artik.

Suatu perairan yang dahulunya dipandang sebelah mata karena dipenuhi dengan

es –saat ini mulai mencair akibat dari perubahan iklim, dahulu hanya bisa

digunakan pada musim panas saja, namun kini bisa digunakan lebih lama lagi

sebagai jalur kapal-kapal internasional- kini mulai memiliki peran yang penting.

Sumber daya alam yang terkandung menjadi alasan utama negara-negara Artik

untuk mendapatkan hak berdaulat di landas kontinen tersebut.

Banyak klaim dari negara-negara Artik terutama antara Norwegia, Islandia,

Denmark, Rusia, dan Kanada perihal landas kontinen yang saling bersinggungan

satu sama lain. Untuk itu, CLCS hadir sebagai komisi yang menyelesaikan

sengketa tersebut. CLCS sebagai komisi yang bersifat independen dibawah

komando United Nations (UN), dimana melakukan tugas dan fungsinya bertumpu

pada acuan dan kerangka hukum yang terdapat pada United Nations Convention

of the Law on the Sea (UNCLOS) 1982, Rules of Procedure of Commission on the

Limits of the Continental Shelf, dan Scientific and Technical Guidelines of the

Commission on the Limits of the Continental Shelf .

Peran CLCS tentu penting dalam penentuan batas terluar garis batas landas

kontinen terutama di wilayah Artik. Selain itu, CLCS memiliki potensi untuk

mencegah terjadinya konflik diantara negara-negara Artik. Untuk mencegah

terjadinya konflik mengenai landas kontinen tersebut, maka peran CLCS

diharapkan mampu untuk menjaga kedamaian dan keamanan internasional. Untuk

itu semua, CLCS dituntut untuk menjalankan tujuan dan fungsinya agar apa yang

dicitakan dalam pendirian mampu terwujud.

Universitas Sumatera Utara


13

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan

dikemukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Apa saja faktor-faktor yang mendorong terbentuknya Commission on the

Limits of the Continental Shelf (CLCS)?

2. Apa yang menjadi dasar hukum terhadap pembentukan dan pelaksanaan

Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS)?

3. Apakah peran Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS)

mampu menyelesaikan konflik perbatasan di wilayah Artik?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah;

1. Untuk mengetahui faktor yang mendorong terbentuknya Commission on the

Limits of the Continental Shelf (CLCS).

2. Untuk mengtahui dasar hukum pembentukan dan pelaksanaan Commission on

the Limits of the Continental Shelf (CLCS)?

3. Untuk mengetahui apa upaya hukum yang dilakukan Commission on the Limits

of the Continental Shelf (CLCS) dalam menyelesaikan konflik perbatasan di

wilayah Artik antara Norwegia, Islandia, Denmark, Rusia, dan Kanada.

D. Manfaat Penelitian

Penulisan ini diharapkan unuk menambah ilmu pengetahuan khususnya bagi

pengembangan teori ilmu hukum internasional bidang ilmu hukum laut

internasional dan hukum organisasi internasional. Selain itu, penelitian ini juga

untuk menambah atau melengkapi koleksi perbendaharaan dan koleksi karya

Universitas Sumatera Utara


14

ilmiah dengan memberikan kontribusi atau sumbangsih pemikiran bagi penerapan

hukum internasional. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dan

landasan bagi penulisan lanjutan.

E. Metode Penelitian

Menurut Jujun S. Suriasumantri, pengertian metode merupakan suatu

prosedur atau sebuah cara yang ditempuh dalam mencapai suatu tujuan tertentu. 27

Sedangkan menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul “Penelitian

Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat” mengatakan bahwa metode penelitian

merupakan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari,

menganalisis, dan memahami lingkungan yang dihadapinya. 28

Sebagai sebuah kegiatan ilmiah, penelitian dilakukan secara metodologis,

sistematis, dan konsisten.29 Soerjono Soekanto juga menambahkan bahwa

penelitian hukum juga didasarkan pada suatu metode, sistematika, dan pemikiran

tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum

tertentu dengan suatu jalan tertentu dalam menganalisisnya. 30 Dalam pembahasan

selanjutnya adalah penjelasan mengenai cara-cara dan langkah yang digunakan

dalam rangka menemukan jawaban dari permasalahan dalam penelitian serta juga

mengenai cara penulisan dan penyusunan dari penelitian hukum ini.

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum terbagi menjadi dua yaitu penelitian hukum yuridis-

empiris dan yuridis-normatif. Metode penelitian hukum empiris adalah suatu

27
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), hlm. 330.
28
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986), hlm. 43.
29
Ibid.,hlm. 3.
30
Ibid.,hlm. 6.

Universitas Sumatera Utara


15

metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata

dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat.

Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di

masyarakat maka metode penelitian hukum empiris dapat dikatakan sebagai

penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang

diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau

badan pemerintah. Berbeda dengan metode penelitian hukum yuridis biasa disebut

sebagai penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan. Dinamakan

penelitian hukum doktriner dikarenakan penelitian ini hanya ditujukan pada

peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada

perpustakaan karena akan membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada

perpustakaan. Dalam penelitian hukum normatif hukum yang tertulis dikaji dari

berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur/ komposisi,

konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan

kekuatan mengikat suatu undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah

bahasa hukum. Sehingga dapat kita simpulkan pada penelitian hukum normatif

mempunyai cakupan yang luas.

Penelitian hukum ini dikenal dengan judul “Peranan Commission on the

Limits of the Continental Shelf (CLCS) dalam Penentuan Perbatasan di Wilayah

Artik” merupakan sebuah penelitian hukum yuridis-normatif. Penelitian hukum

normatif adalah suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder. Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka

Universitas Sumatera Utara


16

merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder.31 Soerjono

Soekanto penelitian normatif mencakup antara lain:32

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum;

b. Penelitian terhadap sistematika hukum;

c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum;

d. Penelitian terhadap sejarah hukum.

Penelitian hukum normatif ini akan ditujukan pada penelitian terhadap

sejarah hukum. Penelitian ini dilakukan terhadap faktor-faktor yang mendorong

terbentuknya Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS) dalam

hukum internasional. Selain itu, titik tolak penelitian ini terdapat pada hukum laut

dan hukum organisasi internasional yang berkaitan dengan praktik Commission on

the Limits of the Continental Shelf (CLCS), maka untuk itu diperlukannya sejarah

hukum sebagai dasar acuan fakta. Penelitian ini juga akan membahas bagaimana

peran dari komisi tersebut dalam menyelesaikan permasalahan hukum

internasional di wilayak Artik mengenai Limits of the Continental Shelf.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan bersifat deskriptif, yakni suatu penelitian

untuk menerangkan, memperkuat, atau menguji dan bahkan menolak suatu teori

atau hipotesa terhadap hasil-hasil penelitian yang ada. Penelitian ini akan

menganalisis konsep, sejarah, dan kasus posisi antara Norwegia, Islandia,

Denmark, Kanada, dan Rusia terkait peran Commission on the Limits of the

Continental Shelf (CLCS) dalam peyelesaian sengketa tersebut.


31
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hlm. 24.
32
Ibid.,hlm 14.

Universitas Sumatera Utara


17

3. Bahan Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian hukum ini dibagi menjadi tiga yaitu

antara lain: data primer, data sekunder dan data tersier. Bahan hukum primer

adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat di masyarakat yang

mana tercakup juga didalamnya antara lain produk hukum nasional maupun

produk hukum internasional.33 Sedangkan bahan hukum sekunder merupakan

bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan

hukum sekunder berupa penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

bahan hukum primer.34 Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang

memperjelas dan memberi petunjuk atas bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder.35 Berikut keseluruhan bahan penelitian yang digunakan berurut dari

bahan primer, sekunder, dan tersier.

a. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian hukum ini antara lain

meliputi sumber-sumber hukum internasional primer yang antara lain meliputi:

1. The Convention on Continental Shelf 1958;

2. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982

3. Rules Of Procedure of the Commission on the Limits of the

Continental Shelf CLCS/Rev.1 2008

4. Scientific and Technical Guidelines of the Commission on the

Limits of the Continental Shelf (CLCS).

33
Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta:Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005), hlm. 2.
34
Ibid.,hlm. 30-31.
35
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


18

b. Bahan hukum subsider menurut Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional yang

meliputi:

1. Prinsip-prinsip umum hukum internasional;

2. Pendapat para ahli.

c. Bahan hukum sekunder yang digunakan oleh peneliti dalam membantu

penelitian ini antara lain meliputi:

1. Buku;

2. Ensiklopedia;

3. Jurnal-jurnal hukum;

4. Makalah;

5. Artikel; dan

6. Bahan dari sumber internet yang berhubungan dengan Commission

on the Limits of the Contiental Shelf (CLCS)

d. Bahan hukum tersier yang digunakan peneliti dalam membantu peneliti

menerangkan data primer dan sekunder yang digunakan antara lain meliputi:

1. Ensiklopedia

2. Kamus-kamus istilah hukum;

4. Metode Pengumpulan Data

Metode dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum

ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka. Metode ini dilakukan melalui

penelitian dari bahan-bahan yang sebagian besar dari bahan tersebut berasal dari

data-data sekunder, yaitu perjanjian internasional yang berkaitan dengan

organisasi internasional, jurnal hukum internasional, artikel ilmiah, buku-buku

Universitas Sumatera Utara


19

kepustakaan, dan makalah serta informasi-informasi berkaitan yang bersumber

dari internet.

5. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam pengolahan data dan analisis data penelitian

hukum ini adalah metode kualitatif, yaitu sebuah metode analisis data deskriptif

analitis yang mengacu pada suatu masalah tertentu dan dikaitkan dengan pendapat

para pakar hukum maupun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.36 Dalam penelitian ini menggunakan keseluruhan bahan hukum untuk

menemukan suatu kesimpulan.

F. Keaslian Penulisan

Selama melakukan penelusuran kepustakaan di perpustakaan pusat

Universitas Sumatera Utara dan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Peranan Commission on the Limits of

the Continental Shelf (CLCS) dalam Penentuan Perbatasan di Wilayah Artik”

tidak ditemukan oleh penulis sebuah penelitian dengan judul dan permasalahan

yang sama. Untuk itu, penulis dengan sikap tegas dan berani mengambil pokok

permasalahan tersebut sebagai bahan penelitian dalam skripsi ini sebagai tugas

akhir dalam menempuh pendidikan Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan kerangka dasar yang menjadi acuan dalam

proses penulisan karya ilmiah, salah satunya adalah skripsi. Untuk memudahkan

36
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm.
338.

Universitas Sumatera Utara


20

pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas rumusan masalah, maka

pembahasan akan diuraikan secara detail dan teliti melalui garis besar dan inti

permasalahan. Setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan mendukung

keutuhan pembahasan setiap bab.

Keteraturan penyajian data dan argumen antara bab dengan sub-bab

diharapkan mampu membentuk pernyataan yang logis dan nantinya dapat

diterima untuk pengambilan kesimpulan diakhir penulisan. Sistematika penulisan

ini disajikan dalam bentuk yang sistematis untuk mempermudah pemahaman.

Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab beserta garis pokoknya adalah

sebagai berikut;

BAB I PENDAHULUAN

Dalam BAB I ini akan dibahas mengenai latar belakang yang menjelaskan

alasan penulis memilih judul penelitian, kemudian akan dilanjutkan dengan

rumusan masalah, dan diikuti dengan tujuan penelitian serta manfaat

penelitian. Selain itu, bab ini juga membahas mengenai metodologi

penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM COMMISSION ON THE LIMITS OF THE

CONTINENTAL SHELF (CLCS) DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Dalam BAB II ini akan dibahas mengenai sejarah terbentuknya Commission

on the Limits of the Continental Shelf (CLCS) atas dasar perspektif

kepentingan politik, ekonomi, dan geografi. Fungsi dan tujuan serta

mekanisme submission ke Commission on the Limits of the Continental

Shelf (CLCS) turut serta dalam pokok pembahasan.

Universitas Sumatera Utara


21

BAB III INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL TERKAIT COMMISSION

ON THE LIMITS OF CONTINENTAL SHELF (CLCS)

Dalam BAB III ini akan dibahas mengenai instrumen hukum internasional.

Pertama, bahasan akan ditinjau melalui hukum organisasi internasional dan

berlanjut kepada instrument hukum terkait CLCS. Ada dua instrumen

hukum internasional yang essential terkait dengan clcs yaitu United Nations

Convention Law of the Sea (UNCLOS) 1982 sebagai dasar pembentukan

dan Rules of Procedure of the Commission on the Limits of the Continental

Shelf CLCS/Rev. 1 2008 sebagai dasar pelaksanaan.

BAB IV PERAN COMMISION ON THE LIMITS OF CONTINENTAL SHELF

(CLCS) DALAM PENENTUAN BATAS WILAYAH DI ARTIK

Dalam BAB IV ini akan dibahas mengenai sengketa negara artik dalam

Limits of the Continental Shelf, Commission on the Limits of the Continental

Shelf (CLCS) sebagai Media Penyelesaian Sengketa Continental Shelf di

wilayah Artik dan Scientific and Technical Guidelines of the Commission on

the Limits of the Continental Shelf (CLCS) sebagai dasar penetapan

Continental Shelf. Selain itu, dalam bab ini juga akan membahas kasus

posisi antara Norwegia, Islandia, Denmark, Rusia, dan Kanada dalam Limits

of Continental Shelf di wilayah Artik.

BAB IV PENUTUP

Dalam BAB V ini akan dibahas mengenai intisari dan hasil dari penelitian

yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari dua bagian penting yaitu

kesimpulan dan saran.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN UMUM COMMISSION ON THE LIMITS OF THE

CONTINENTAL SHELF (CLCS) DALAM

HUKUM INTERNASIONAL

A. Sejarah Terbentuknya Commission on the Limits of the Continental Shelf

(CLCS)

Comission on the Limits of the Continental Shelf (selanjutnya disebut

CLCS) merupakan salah satu dari tiga komisi yang terbentuk dibawah United

Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (selanjutnya disebut UNCLOS

1982).37 CLCS ini ditugaskan untuk dua peran signifikan dalam penentuan batas

landas kontinen yang melebihi dari 200 mil laut.38 Pertama, CLCS berperan untuk

mengevaluasi klaim dari negara pantai pada area landas kontinen yang melebihi

dari 200 mil laut tersebut.39 Kedua, berdasarkan permintaan dari pihak yang

bersangkutan CLCS dapat menyediakan data ilmiah dan saran teknis kepada

negara pantai untuk persiapan pengajuan klaim.40

Landasan hukum yang menjadi dasar pembentukan dari CLCS dapat kita

tinjau dari mandat yang diberikan secara langsung pada Pasal 76 ayat 8 UNCLOS

1982 disertai dengan Annex II sebagai bentuk penjelasan secara umum untuk

membentuk komisi tersebut. Tebentuknya CLCS merupakan salah satu gagasan

37
Ketiga komisi tersebut adalah International Tribunal for the Law of the Sea,
Commission on the Limits of the ContinentaL Shelf, dan International Seabed Authority. UNTS
Vol. 1833 No.31363
38
Suzette V. Suarez, Commission on the Limits of the Continental Shelf, A. von Bogdandy
and R. Wolfrum (eds.) Max Plank Yearbook of United Nation Law Vol. 14. (Netherland:
Koninklijke Brill N.V, 2010) hlm. 132.
39
Ibid.
40
Ibid.

22
Universitas Sumatera Utara
23

yang dirasa perlu dikarenakan pada Konvensi tentang Landas Kontinen 1958

belum ada satu badan atau lembaga yang menangani masalah tersebut. 41 CLCS

hadir dalam dunia internasional sebagai komisi yang independen untuk

menyelesaikan permasalahan penetapan batas terluar landas kontinen.

Meskipun negara-negara telah meratifikasi Konvensi tentang Landas

Kontinen 1958, ataupun telah meratifikasi UNCLOS 1982, atau mungkin juga

telah terikat pada perjanjian-perjanjian atau persetujuan-persetujuan bilateral

dan/atau multilateral tentang garis batas landas kontinen, tidaklah berarti mereka

sudah lepas dari permasalahan tentang garis batas landas kontinen.42 Perbedaan

dalam penafsiran ataupun dalam pelaksanaan konvensi ataupun perjanjian-

perjanjian itu dapat saja berkembang menjadi persengketaan. Persengketaan

tentang garis batas landas kontinen, tidak saja dihadapi oleh negara-negara yang

telah terikat pada Konvensi ataupun perjanjian-perjanjian tentang garis batas

landas kontinen, tetapi juga dihadapi oleh negara-negara yang sama-sama belum

terikat pada Konvensi ataupun perjanjian tentang garis batas landas kontinen. 43

Melihat praktek pelaksanaannya, banyak negara-negara yang terlibat tidak dapat

menyelesaikan permasalahan tersebut secara damai melalui perundingan

langsung. Untuk itu, pihak tersebut membutuhkan peran dari pihak ketiga baik

sebagai perantara, penegah atau mediator, ataupun dalam bentuk pemberian jasa-

41
Penulis mengamati dengan banyaknya kasus mengenai perbatasan terkait landas kontinen
namun permasalahan tersebut masih diselesaikan oleh Mahkmah Internasional dan Arbitrase
Internasional. Jumlah kasus yang semakin meningkat menimbulkan desakan-desakan bagi negara
untuk pembentukan suatu badan yang independen dan ahli terhadap bidangnya. Selain itu,
efektifitas yang minim dari Mahkamah Internasional dan Arbitrase Internasional dikarenakan
perannya yang begitu banyak dan kompleks turut meyakinkan negara peserta Konvensi untuk
membentuk lembaga yang khusus menangani masalah terkait penetapan batas luar landas
kontinen.
42
I Wayan Parthiana, op.cit., Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional hlm. 151.
43
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


24

jasa baik.44 Sebelum kehadiran CLCS, penyelesaian sengketa terkait garis batas

landas kontinen ini melalui badan-badan penyelesaian sengketa, seperti peradilan

internasional ataupun badan arbitrase internasional. Badan penyelesaian sengketa

inilah yang selanjutnya akan memeriksa dan memutuskan perkara atau sengketa

tersebut dengan putusan yang nantinya akan memiliki kekuatan mengikat yang

pasti sebagai hukum internasional positif terhadap pihak-pihak yang bersengketa.

Banyak kasus mengenai landas kontinen yang ditangani oleh badan


penyelesaian sengketa internasional dengan perspektif yang bergama pula karena
perbedaan pandangan dan pemahaman terhadap objek permasalahan. Putusan
badan penyelesaian sengketa ini, walaupun hanya berlaku dan mengikat terhadap
para pihak yang bersengketa, kadang-kadang ada diantaranya mengandung nilai
hukum yang fundamental.45
Kepustakaan hukum internasional telah mencatat dua kasus tentang garis
batas landas kontinen yang cukup menonjol dan seringkali dikutip oleh para
sarjana dalam membahas tentang garis batasnya yakni, Kasus Landas Kontinen
Laut Utara 1969 (North Sea Continental Shelf Case 1969) yang diperiksa dan
diputuskan oleh Mahkamah Internasional dan Kasus Landas Kontinen antara
Inggris dan Perancis 1977 (Anglo-French Continental Shelf 1977) yang diperiksa
dan diputus oleh Mahkamah Arbitrase Internasional.46
Kedua kasus tersebut sering dijadikan acuan karena kasus yang pertama
dengan pengujian atas ketentuan-ketentuan garis jarak sama (equidistant line) dan
keadaan-keadaan khusus (special circumstances) dalam menentukan landas
kontinen antara dua negara atau lebih, sedangkan kasus yang kedua, dipandang
sebagai semacam pengujian kembali atas pandangan Mahkamah Internasional
dalam kasus yang pertama.47
Meningkatnya kasus-kasus terkait landas kontinen tersebut, memunculkan

gagasan untuk membentuk badan atau lembaga yang berwenang untuk

menyelesaikan permasalahan tersebut. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan

keseragaman pemahaman tentang objek permasalahan dan terciptanya pusat

kontrol terdapat sengeketa dalam dunia internasional. Munculnya sengketa garis


44
Ibid.
45
Ibid.,hlm.152.
46
Ibid.
47
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


25

landas kontinen didasari oleh keinginan dari negara-negara yang bersangkutan

untuk mendapatkan hak berdaulat. Selain itu, kandungan sumber daya alam yang

terkandung sudah tentu memiliki nilai ekonomi tinggi yang menjadi target dari

negara-negara yang bersangkutan.

Selanjutnya, pembahasan akan berlanjut dengan proses pembentukan CLCS.

Komisi tersebut melakukan pemilihan anggota pertama kali pada Maret 1997,

pemilihan tersebut diadakan untuk memilihi 21 anggota komisi. 48 Selanjutnya,

pertemuan sesi diadakan pertama kali pada Juni 1997.49 Pada tahun pertamannya,

CLCS menghasilkan versi pertama Rules of Procedure.50 Semenjak saat itu,

banyak terjadi revisi terkait Rules of Procedure sebagai dasar hukum dikarenakan

dokumen tersebut sebagai media untuk menyempurnakan kinerja dari CLCS.

Dokumen lain yang dipersiapkan oleh CLCS adalah Scientific and Technical

Guidelines yang lahir pada saat pembentukan dengan versi terbaru terbit pada 13

Mei 2009 yang digunakan untuk penentuan garis terluar dari landas kontinen.

CLCS menjelma sebagai komisi yang memiliki peran sentral terkait

penentuan garis batas terluar landas kontinen. Semenjak berdiri dari tahun 1997,

CLCS telah menerima pengajuan dari negara-negara sebanyak 51 kali, dan dari

jumlah tersebut CLCS telah menyelesaikan evaluasi dan memberikan

rekomendasi sebanyak 9 kali.51 Melihat kondisi saat ini, beban kerja CLCS ini

diprediksi akan terus menerus meningkat mengingat banyak klaim dari negara-

48
Suzette V. Suarez. Op.cit., hlm. 133.
49
Ibid.
50
Doc. CLCS/40/Rev.1 mengandung versi terbaru dari Rules of Procedure tertanggal 11
April 2008. Dalam dokumen tersebut terdapat Ann. I dan Ann. II yang mana lahir pada pertemuan
ke-4, yang diadakan pada 31 Agustus – 4 September 1998, dan Annex II lahir pada pertemuan ke-
13 yang diadakan pada 26-30 April 2004.
51
Suzette V. Suarez. Op.cit., hlm. 134.

Universitas Sumatera Utara


26

negara yang terus mengajukan batas terluar landas kontinen. Sudah tentu,

terbentuk CLCS didorong dengan faktor-faktor yang beragam dan saling

berkaitan. Berikut ini merupakan beberapa faktor utama yang mendorong

terbentuknya CLCS;

1. Kepentingan Politik

Negara-negara yang berkepentingan perihal landas kontinen sudah tentu

memiliki peran penting dalam proses terbentuknya CLCS. Keberadaan negara-

negara tersebut tidak terlepas dari politik internasional untuk membentuk suatu

wadah yang berwenang dalam menyelesaikan sengketa internasional. Setiap

negara, dengan pengaruh latar belakangnya masing-masing, menerapkan sistem

yang berbeda-beda.52 Hal ini kita lihat dari kebijakan di dunia internasional yang

dilakukan oleh negara-negara bersangkutan sudah tentu memiliki relevansi

terhadap kepentingan negaranya.

Politik erat kaitanya dengan kekuasaan, dimana lebih cenderung melihat

kekuasaan sebagai konsep utama dalam politik. Harold D. Laswell dan A. Kaplan

misalnya, yang beranggapan bahwa ilmu politik mempelajari pembentukan dan

pembagian kekuasaan.53 Masih dalam fokus perhatian terhadap kekuasaan ini,

Deliar Noer mengemukakan, “Ilmu Politik memusatkan perhatian pada masalah

kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.” Dari analisis tersebut,

kita dapat merumuskan bahwa tindakan-tindakan politis dari negara- negara untuk

membentuk CLCS adalah untuk mendapatkan kekuasaan pada organisasi tersebut.

52
Cheppy Haricahyono, Ilmu Politik dan Perspektifnya, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1986), hlm. 103.
53
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1997), hlm. 10

Universitas Sumatera Utara


27

Aturan ke-11 pada Rules of Procedure tentang Duty to act independently

berisi: “In the performance of their duties, members of the Commission shall not

seek or receive instruction from any Government or from any other authority

external to the Commission. They shall refrain from any action which might

reflect negatively on their positions as members of the Commission.”

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa: “Dalam mengemban

tugasnya, anggota Komisi tidak boleh mencari dan menerima instruksi dari

Pemerintah manapun atau dari otoritas eksternal lainnya yang bukan bagian dari

Komisi. Mereka harus menahan diri dari tindakan yang mungkin dapat

memegaruhi secara negatif pada posisi mereka sebagai anggota komisi.”

Walaupun telah dijelaskan dalam Rules of Procedure secara jelas dan

terbuka bahwa anggota komisi bebas dari intervensi pihak manapun, tidak

dipungkiri bahwa masih ada terselip kepentingan politik di dalamnya.

Terbentuknya CLCS tidak terlepas dari negara-negara yang berkepentingan pada

landas kontinen. Hal ini dapat kita lihat dan turut perlu diperhatikan pada

pembentukan anggota komisi pada saat pertama kali terbentuk.54 Rusia,55

Norwegia,56 dan Kanada57 memiliki perwakilannya pada komisi tersebut yang

54
Lihat pada Ann. IV Member of the Commission on the Limits of the Continental Shelf
(1997-2002)
55
Rusia diwakili oleh Dr. Yuri Borisovitch yang memiliki posisi sebagai Counsellor
Russian Ministry of Natural Resources. Melihat dari posisi perwakilannya dapat kita lihat niat dari
Rusia untuk menguasai sumber daya alam yang ada pada batas luar landas kontinennya.
56
Norwegia diwakili oleh Mr. Harald Brekke yang memiliki posisi sebagai Norwegian
Petroleum Directorate. Melihat dari posisi perwakilannya yang menyerupai perwakilan Rusia,
Norwegia juga ingin menguasai apa yang terkandung pada batas luar kontinennya.
57
Kanada menempatkan Dr. Galo Carerra Hurtadoi sebagi perwakilannya.

Universitas Sumatera Utara


28

secara kebetulan tiga negara tersebut saling bersengketa di Laut Artik dengan

Denmark dan Islandia.58

Joseph S. Roucek, misalnya, bersama kawan-kawannya telah

mengemukakan lima bidang utama politik beserta ruang lingkupnya masing-

masing, sebagai berikut:

a. Political Theory.

b. Law,

c. The Study of Government,

d. Political Forces,

e. International Relation.59

Hukum dan Hubungan Internasional masuk dalam ruang lingkup politik

yang dinyatakan oleh Joseph. S. Roucek, dimana sudah tentu politik memiliki

peran yang sentral terhadap pembentukan dari CLCS, dengan beranggapan bahwa

CLCS merupakan produk hukum dan negoisasi dalam komunitas internasional.

CLCS merupakan suatu komisi yang terbentuk karena pengaruh politik dari

negara-negara yang memiliki kepentingan nasional pada landas kontinennya,

dirasa tidak mungkin jika tidak ada keterlibatan politik.

2. Kepentingan Ekonomi

Sumber daya alam yang terkandung dalam Artik berisi mineral-mineral dan

cadangan minyak bumi yang memiliki potensi nilai jual ekonomi yang tinggi.

Sumber daya alam ini yang menjadikan pemicu negara-negara artik untuk

58
Denmark dan Islandia tidak memiliki perwakilan pada komisi pada saat pemebentukna
pertama kali.
59
Cheppy Hericahyono, Op.cit., hlm. 22.

Universitas Sumatera Utara


29

melakukan klaim terhadap limit batas landas kontinennya. Beberapa sumber daya

alam yang menjadi primadona sudah tentu minyak dan gas. Selain itu, mineral,

perikanan, dan energi alternatif juga menjadi bagian yang tidak kalah penting.

Berikut klasifikasi terhadap sumber daya alam yang terkandung pada wilayah

Artik beserta penjelasannya.

a. Minyak dan Gas

The U.S Geological Survey estimates that undiscovered oil and gas

reserves in the Arctic amount to 22% of the world's total, about 412 billion

barrels of oil.60

(Survey dari tim Geologi Amerika Serikat mengestimasi bahwa cadangan

minyak dan gas yang tersimpan di Artik mencapai 22% dari jumlah total dunia,

sekitar 412 juta barel minyak).

By the mid to late 2000s, interest in offshore hydrocarbons had surged


owing to receding sea ice making more of the region accessible, rising global
energy demand, U.S. Government estimates of large undiscovered oil and gas
reserves throughout the Arctic, and a more politically stable investment climate
relative to other global regions with large hydrocarbon resources. These factors
have spurred the Arctic coastal states to support offshore oil and gas
development.61

(Pada pertengahan hingga akhir tahun 2000, ketertarikan pada hidrokarbon


di lepas pantai telah melonjak naik mengingat es mulai mencair yang
mengakibatkan semakin banyak daerah yang bisa diakses, kenaikan permintaan
energi global, pemerintah Amerika Serikat mengestimasi jumlah minyak dan gas
yang belum ditemukan di Artik, dan keadaan politik yang relatif stabil untuk
berinvestasi jika dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki sumber daya
alam hidrokarbon. Faktor tersebut memacu Negara Artik untuk mendukung
perkembangan pertambangan minyak dan gas di lepas pantai).

60
Andrew Osborn, Putin's Russia in biggest Arctic military push since Soviet fall, Reuters
(31 January, 2017) sebagaimana diakses pada 25 Januari 2019 pukul 12.10 WIB.
61
Charles Ebinger, John P. Banks, & Alisa Schackmann Offshore Oil and Gas Governance
in the Arctic: A Leadership Role for the U.S., Brookings Institution (March 2014) sebagaimana
diakses pada 25 Januari 2019 pukul 12.18 WIB.

Universitas Sumatera Utara


30

The first offshore oil platform in the Arctic was Prirazlomnaya in the
Pechora Sea off Russia, operated by the Russian company Gazprom; it began
production in late 2013. Russia jailed 30 Greenpeace activists protesting the
platform and seized their ship.62 The largest Arctic platform in the Arctic
is Goliat in the Barents Sea off Norway, co-owned by Eni Norge AS and Statoil; it
began production in 2015.63 Royal Dutch Shell had $7 billion project to extract
oil from the Chukchi Sea off Alaska, Polar Pioneer, but abandoned the project in
2015 after determining that it was "not sufficient to warrant further
exploration”.64 Contributing to this decision was the record-low price of oil and
the high operating costs of operating in a remote region with extreme weather.65
(Platform pertama dalam pertambangan minyak di Artik adalah
Prirazlomnaya di laut Pechora sekitar Rusia, dioperasikan oleh perusahaan Rusia
yaitu Gazprom; memulai produksi pada akhir 2013. Rusia melakukan penahanan
terhadap 30 aktivis Greenpeace karena memprotes dan menangkap kapal mereka.
Platform terbesar artik adalah Goliat di laut Barents sekitar Norwegia, milik
bersama antara Eni Norge AS and Statoil; memulai produksi pada 2015. Royal
Dutch Shell memiliki proyek sebesar 7 Milyar USD untuk mengekstrak minyak
dari laut Chukchi sekitar Alaska sebagai pionir di kutub, namun meninggalkan
proyek tersebut pada 2015 setelah menentukan ketersediaan yang tidak menjamin
untuk eksplorasi lebih lanjut. Keputusan tesebut menjadikan rekor harga minyak
rendah dan biaya operasional tinggi yang beroperasi di wilayah terpencil dengan
cuaca ekstrim pula.)

Arctic oil production is costly; in October 2015, the break-even point (price

required to cover the cost of production) of known but undeveloped Arctic oil

reservoirs was $78.6 per barrel; this was more expensive to produce than all

other forms of oil except for oil sands.66

(Produksi minyak di Artik sangat mahal; pada Oktober 2015, titik impas

pada cadangan minyak di Artik sekitar 78.6 USD/barel; ini menjadikan biaya

produksi lebih besar daripada bentuk lainnya kecuali minyak bumi).

62
Joel K. Bourne, Jr., In the Arctic's Cold Rush, There Are No Easy Profits, National
Geographic (March 2016) sebagaimana diakses pada 25 Januari 2019 pukul 12.36 WIB
63
Ibid.
64
Jennifer A. Dlouhy, Shell abandons Arctic oil quest after $7 billion bid yields
'disappointing' results, Houston Chronicle (28 September, 2015) sebagaimana diakses pada 25
Janauri 2019 pukul 12.49 WIB.
65
Joel K. Bourne, Jr., Loc.cit. .
66
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


31

b. Mineral

The Arctic has vast deposits of economically valuable mineral resources.

Significant deposits of phospate, bauxite, diamonds, iron ore, and gold are

located in the Arctic region.67 Deposits of silver, copper, and zinc also exist in the

Arctic.68

(Artik merupakan deposit yang besar bagi sumber mineral yang berharga.

Ketersediaan tersebut diantaranya posfat, bauksit, berlian, bijih bisi, dan emas

ditemukan di wilayah Artik. Ketersediaan dari perak, tembaga, dan zink juga

tersedia di Artik).

In Greenland, retreating ice caps revealed deposits of rare-earth metals and


other minerals, sparking a race between Europe and China over access to this
resource.69 While in 2012 Greenland had only one operating mine, more than a
hundred new sites were being planned.70 The Barentsburg coal mine on the
Norwegian island of Svalbard is open, but has operated at a loss for many
years.71

(Greenland mengalami banyak pencairan es yang mengungkap ketersediaan


logam langka dan mineral lainnya, yang memicu perlombaan antara Eropa dan
China untuk mengakses sumber tersebut. Sementara itu pada 2012, Greenland
hanya mengoperasikan satu pertambangan, tetapi lebih dari seratus situs baru
telah direncanakan. Pertambangan batubara di pulau Norwegia yaitu Svalbard
telah buka, tetapi mengalami kerugian).

67
Ibid.
68
Isaac Arnsdorf, Diamonds to Oil Bring Gold Rush Dreams to Melting Arctic, Bloomberg
(30 April, 2014) sebagaimana diakses pada 25 Januari 2019 pukul 13.07 WIB.
69
Elisabeth Rosenthal, Race Is On as Ice Melt Reveals Arctic Treasures, New York
Times (18 September, 2012) sebagaimana diakses pada 25 Janauri 2019 pukul 13.13 WIB.
70
Ibid.
71
Joel K. Bourne, Jr., Loc.cit. .

Universitas Sumatera Utara


32

c. Perikanan

Emerging fisheries are another resource in the Artic.72 Many marine species

have traditional cultural value to Alaskan native; these marine species are being

threatened by climate change.

(Munculnya perikanan merupakan bagian sumber daya lainnya di Artik.

Banyak biota laut yang berharga bagi penduduk alsi Alaska dan biota laut tersebut

terancam oleh perubahan iklim).

In 2015, the five nations with waters adjacent to the central Arctic High
Seas agreed upon "interim measures on control of commercial fishing" in the
central Arctic High Seas. A December 2015 meeting of these states, plus an
additional five cooperating nations, "reaffirmed that, although commercial fishing
in the high seas area of the central Arctic Ocean appears unlikely to occur in the
near future, the state of currently available scientific information needs to be
improved in order to reduce the substantial uncertainties associated with Arctic
fish stocks”.73 In April 2016, representatives of the nations again met to negotiate
and discuss commercial fishing in the Arctic high seas.74

(Pada 2015, lima negara yang berdekatan pada Laut Lepas Artik telah setuju
untuk “pengukuran sementara untuk mengendalikan perdagangan ikan” di tengah
Laut Lepas Artik. Pertemuan pada Desember 2015, negara-negara tersebut,
ditambah dengan lima negara kerjasama, “menegaskan kembali bahwa, meskipun
penangkapan ikan komersial di daerah laut lepas Samudra Arktik tengah
tampaknya tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat, keadaan informasi ilmiah
yang tersedia saat ini perlu ditingkatkan untuk mengurangi ketidakpastian
substansial yang terkait dengan stok ikan Arktik).

Setelah membaca pemaparan data tentang sumber daya alam yang

terkandung di wilayah Arik tersebut. Kita dapat memahami bahwa minyak dan

gas, mineral, serta perikanan merupakan sumber daya alam yang memiliki nilai

72
Deb Riechmann, U.S. lags behind arctic nations in race to stake claims to untapped
resources, Associated Press (1 Januari, 2014) sebagimana diakses pada 25 Januari 2019 pukul
13.21 WIB.
73
Fourth Meeting of Scientific Experts on Fish Stocks in the Central Arctic Ocean, 4th
FiSCAO, Alaska Fisheries Science Center, sebagaimana diakses pada 25 Janauri 2019 pukul 13.31
WIB.
74
Hannah Hoag, Nations negotiate fishing in Arctic high seas, Arctic Deeply (republished
by United Press International (28 April 2016) sebagaimana diakses pada 25 Januari 2019 pukul
13.37 WIB

Universitas Sumatera Utara


33

jual ekonomi yang tinggi. Ketiga sumber daya alam tersebut merupakan alasan

negara-negara Artik untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi landas kontinen.

Sudah jelas yang diincar negara-negara Artik pada landas kontinennya adalah

sumber daya alam tersebut yang mana memiliki kapasitas ekonomi yang luar

biasa. Oleh karena itu, mereka saling mengklaim terhadap landas kontinen yang

saling bersinggungan, dengan tujuan untuk menguasai landas kontinen tersebut.

Untuk itu, dapat kita tarik pemahaman bahwa pembentukan CLCS tidak hanya

dari proses politik saja, namun terselip kepentingan ekonomi masing-masing

negara di wilayah Artik tersebut. Mustahil jika kepentingan ekonomi tidak masuk

daftar buruan bagi negara yang berkepentingan di landas kontinen tersebut.

3. Kepentingan Geografi

Artik merupakan wilayah kutub yang berlokasi di utara bumi. Wilayah

tersebut terdiri atas laut Artik, Alaska (Amerika Serikat), Finlandia, Denmark,

Islandia, Kanada, Norwegia, Rusia, dan Swedia. Daratan di wilayah Artik ini

biasanya dipenuhi oleh salju dan es. Artik dulu dianggap sebagai daerah yang

tidak memiliki daya tarik sama sekali, namun itu semua berubah ketika terjadinya

perubahan iklim. Selain data-data menarik tersebut, wilayah Artik memiliki

ekosistem yang unik jika dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di

bumi. Tidak heran jika keunikan ekosistem tersebut mempunyai daya tarik yang

lebih.Untuk mengetahui bagaimana kondisi sesunguhnya dan memberikan

gambaran penuh menganai wilayah Artik, berikut disajikan peta wilayah Artik.

Universitas Sumatera Utara


34

Gambar 1 Peta Wilayah Artik

Sumber: Navigation Rights under UNCLOS–Application in the Arctic OceanThe Russian Far
East, Arctic and China: Reshaping Northeast Asia in the 21st Century on 25-26 May 2017,
Cambridge, Dr Zhen Sun, Centre for International Law, National University of Singapore

Berdasarkan pada peta tersebut, keenam negara memiliki perbatasan

langsung dengan laut Artik –Kanada, Denmark, Islandia, Norwegia, Rusia, dan

Ameika Serikat- dan memiliki batas pada 200 mil laut (370 km; 230 mi) atas

tambahan dari Exclusive Economic Zone (EEZ) atau dikenal dengan istilah Zona

Ekonomi Ekslusif (ZEE). Hanya Swedia dan Finlandia yang tidak memiliki akses

langsung ke laut Artik.

Setelah ratifikasi UNCLOS 1982, negara memiliki waktu selama 10 tahun

untuk membuat klaim untuk landas kontinennya jika melebihi 200 mil laut.75 Atas

urgensi tersebut, Norwegia (meratifikasi pada 1996),76 Russia (ratifikasi pada

1997),77 Kanada (ratifikasi pada 2003),78 Denmark (ratifikasi pada 2004)79

75
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (Ann. 2, Article 4).
76
United Nations Division for Ocean Affairs and the Law of the Sea. Chronological lists of
ratifications of, accessions and successions to the Convention and the related Agreement, April
2009.
77
Ibid.
78
Ibid.
79
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


35

meluncurukan program untuk mendirikan klaim tersebut pada sektor-sektor

tertentu di Artik untuk memastikan itu termasuk bagian mereka.

Dahulunya, wilayah Artik hanya dapat digunakan sebagai jalur perdagangan

internasional pada musim panas saja. Kini, mulai dapat digunakan lebih lama dari

biasanya akibat dari perubahan iklim yang terjadi. Kondisi es mulai mencair

sehingga kapal-kapal dapat berlayar lebih mudah dari biasanya. Didukung dengan

teknologi yang tinggi dalam dunia navigasi, hal ini sebagai pendorong terkuat

untuk meningkatkan lalu lintas pelayaran dunia. Selain itu, teknologi kapal-kapal

pelayaran ini juga didukung dengan fitur pemecah es sehingga semakin

memudahkan bagi kapal-kapal untuk melewati wilayah Artik.

Kondisi geografis ini tentu menguntungkan bagi negara-negara Artik

terutama bagi kegiatan jalur perdagangan dan jasa pelabuhan. Akses terbukanya

dunia jasa yang baru di wilayah Artik menyebabkan negara-negara berlomba

untuk memanfaatkan peluang tersebut. Kesempatan ini tidak ingin dilewatkan

oleh negara-negara Artik untuk memiliki akses terhadap rute lalu lintas

perdagangan dunia terbaru. Negara-negara tersebut mencoba untuk mengambil

peran sentral dalam kondisi geografis tersebut yang sudah tentu sangat

menguntungkan bagi kepentingan nasional negara tersebut. Berikut disajikan

pelelehan es semenjak September 1984 hingga September 2016 agar kita dapat

melihat bagaimana perbandingan wilayah Artik selama tiga dekade terakhir

diikuti dengan rute-rute lalu lintas perdangangan yang terbaru.

Universitas Sumatera Utara


36

Gambar 2. Perbandingan Wilayah Es Artik antara Sept. 1984 – Sept. 2016

Sumber: Printscreen video Youtube “It's time to draw borders on the Arctic Ocean” diupload
oleh Vox pada 24 Oktober 2017

Gambar 3. Rute Pelayaran Terbaru di Wilayah Artik

Sumber: Printscreen video Youtube “It's time to draw borders on the Arctic Ocean” diupload
oleh Vox padaGa 24 Oktober 2017

Berdasarkan kedua gambar tersebut, kepentingan geografi juga tidak

terlepas dari pembentukan CLCS. Kondisi strategis dan akses terhadap wilayah

laut baru menjadikan negara-negara artik berjuang melalui forum internasional,

salah satu siasat mereka adalah dengan pembentukan CLCS.

Universitas Sumatera Utara


37

B. Fungsi dan Tujuan Commission on the Limits of the Continental Shelf

(CLCS)

Fungsi dan tujuan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, ibarat

dua sisi logam yang tidak terpisahkan dan saling melengkapi. CLCS sebagai

bagian dari organisasi internasional sudah tentu memiliki fungsi dan tujuan yang

terukur. Tujuan erat kaitannya dengan maksud atau arah yang hendak dicapai.

Sementara itu, fungsi berarti peran atau tugas yang harus dilakukan untuk

mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Tujuan CLCS terpapar pada laman

website resmi dibawah komando United Nations sebagaimana tercantum sebagai

berikut:

The purpose of the Commission on the Limits of the Continental Shelf (the
Commission or CLCS) is to facilitate the implementation of the United Nations
Convention on the Law of the Sea (the Convention) in respect of the establishment
of the outer limits of the continental shelf beyond 200 nautical miles (M) from the
baselines from which the breadth of the territorial sea is measured. Under the
Convention, the coastal State shall establish the outer limits of its continental
shelf where it extends beyond 200 M on the basis of the recommendation of the
Commission. The Commission shall make recommendations to coastal States on
matters related to the establishment of those limits; its recommendations and
actions shall not prejudice matters relating to the delimitation of boundaries
between States with opposite or adjacent coasts.80

Secara jelas dan gamblang bahwa tujuan dari CLCS adalah untuk

mengimplentasi UNCLOS 1982 dalam hal pembentukan batas terluar kontinen

yang melebbihi dari 200 mil laut atas dari garis pangkal dari laut teritorial. Atas

dasar Konvensi, negara pantai diharuskan untuk mendirikan batas terluar kontinen

mereka yang mana jika lebih dari 200 mil laut harus mendapatkan rekomendasi

dari komisi. Selain itu, komisi juga harus membuat rekomendasi untuk negara

80
Purpose, Function, and Sesion Commission on the Limits of the Continental Sehlf
(CLCS) dimuat dalam laman http://www.un.org/Depts/los/clcs_new/commission_purpose.htm
sebagaimana diakses pada 26 Januari 2019 pukul 12.06 WIB.

Universitas Sumatera Utara


38

pantai pada hal yang berhubungan dengan limit tersebut, rekomendasi dan

tindakan tersebut tidak boleh mengurangi perbatasan antara negara yang

berhadapan atau berdampingan. Annex II UNCLOS 1982 mengandung aturan-

aturan bagaimana seharusnya komisi bekerja untuk menjalankan tugasnya.

Sebagaimana tercantum pada Pasal 3 Annex II, fungsi komisi adalah sebagai

berikut:

(a) To consider the data and other material submitted by coastal States
concerning the outer limits of the continental shelf in areas where those
limits extend beyond 200 nautical miles, and to make recommendations in
accordance with article 76 and the Statement of Understanding adopted on
29 August 1980 by the Third United Nations Conference on the Law of the
Sea;81
(b) To provide scientific and technical advice, if requested by the coastal State
concerned during preparation of such data.82

Kedua fungsi tersebut saling berkaitan satu sama lain. Fungsi pertama

menjelaskan bahwa CLCS hadir sebagai komisi yang mempertimbangkan data

dan materi lainnya yang diserahkan oleh negara pantai berkaitan dengan batas

terluar landas kontinen di wilayah yang batasnya melebihi dari 200 mil laut, dan

membuat rekomendasi sesuai dengan Pasal 76 UNCLOS 1982 dan Statement of

Understanding yang diadopsi pada 29 Agustus 1980 oleh Konvensi Hukum Laut

PBB III. Fungsi yang kedua adalah untuk menyediakan data ilmiah dan saran

teknis jika dibutuhkan oleh negara pantai pada saat persiapan data.

Menganilisis dari kedua fungsi tersebut, CLCS dapat dikatakan berperan

secara pasif, dimana hanya berfungsi sebagai wadah penetapan dan penyelesaian

batas terluar landas kontinen. Negara pantai memiliki peran yang aktif terhadap

81
Ibid.
82
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


39

penentuan batas terluar landas kontinennya karena inisiasi penentuan batas

tersebut haruslah dari negara pantai dan kehadiran CLCS sebagai assist atas dasar

dari permintaan negara pantai tersebut. Kedua fungsi tersebut selaras dengan

kekuatan hukum yang dikmiliki oleh CLCS pada rekomendasinya. Sesuai dengan

Pasal 76 ayat (8) UNCLOS 1982, rekomendasi yang diberikan kepada negara

pantai terhadap penentuan batas terluar landas kontinennya memiliki sifat akhir

dan mengikat.

Sifat pasif dari CLCS tersebut membuktikan bahwa CLCS tidak memiliki

mandat secara langsung untuk mendirikan batas luar landas kontinen. 83 Hak dan

kekuatan hukum itu terdapat pada negara pantai karena CLCS mengakui negara

memiliki kedaulatan negara.84 Walaupun landas kontinen yang dimaksud bukan

bagian dari wilayah teritorial negara pantai namun memiliki sifat dan karateristik

yang menyerupai wilayah tersebut.85 Hal ini sesuai dan meiliki kekuatan hukum

berdasarkan Pasal 77 UNCLOS 1982. 86

Kedua fungsi CLCS tersebut merupakan hasil dari diskusi alot dan panas

saat penugasan khusus yang dilakukan delegasi untuk menghadiri konvensi,

dengan memperhatikan penyesuaian dan perimbangan kekuasaan antara CLCS

dengan negara pantai. Hal ini bertujuan karena pada prinsip hukum internasional

tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi, semua pihak sejajar dan memiliki hak yang

sama dimata hukum, tidak pandang bulu baik itu negara maju maupun

berkembang. Melihat tujuan dan fungsi yang telah temaktub tersebut, maka CLCS

83
Suzette V. Suarez. Op.cit., hlm. 135.
84
Ibid.
85
Ibid.
86
Ibid

Universitas Sumatera Utara


40

masih memperhatikan kedaulatan negara, prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah

hukum internasional. Ini perlu masuk dalam pertimbangan, walaupun telah

dibentuk sebagai komisi atau unit kerja dari organisasi internasional, tidak

semata-mata dapat bertindak bebas, harus pula mengikuti aturan yang telah ada

sebelumnya. Penulis berpendapat, motif ini hampir sama dengan bentuk-bentuk

organisasi lainnya.

C. Mekanisme Submission ke Commission on the Limits of the Continental

Shelf (CLCS)

Mekanisme yang digunakan untuk mengajukan klaim atas batas terluar

kontinen membutuhkan beberapa langkah yang kompleks. Hal ini sebagai wujud

dari bentuk teliti dan detail CLCS terhadap rekomendasi yang nanti akan

dikeluarkan untuk negara pantai. Mekanisme ini merupakan suatu proses yang

panjang dan banyak menyita waktu. Proses tersebut guna menganalisis dan

validasi data untuk memperoleh keabsahan yang memiliki kekuatan hukum

berdasarkan aturan-aturan yang ada.

Pertama kali, negara pantai diwajibkan melakukan pengajuan kepada CLCS

melalui ketua dewan dengan melampirkan tiga dokumen utama yaitu Executive

Summary, Main Body, dan Supporting Data.87 Setelah itu, CLCS akan

memberitahukan pengajuan tersebut kepada Secretary-General of the United

Nations (selanjutnya disebut Sekretaris Jenderal PBB). 88 Setelah proses pengajuan

tersebut dicatat, CLCS akan memberikan semacam tanda bukti terima kepada

87
Pasal 76 ayat (8) UNCLOS 1982 dan pada Ann. II Pasal 4 dan didukung dengan
kehadiran Rules of Procedures: Rule 45 dan Ann. III para.1.
88
Rules of Procedures: Rule 48.

Universitas Sumatera Utara


41

negara pantai.89 Setelah itu, dokumen-dokumen tersebut akan dipublikasi dengan

bahasa Inggris dan negara-negara lain boleh mengomentari publikasi tersebut.90

Kemudian, CLCS menjadwalkan agenda untuk sesi bagi komisi dengan tenggang

waktu tidak boleh lebih dari tiga bulan setelah publikasi tersebut dibuat.91

CLCS selanjutnya bekerja dalam beberapa hal yang cukup vital terhadap

kelanjutan atas pengajuan yang telah diterima tersebut. Komisi diwajibkan untuk

menjadwalkan pertemuan dan/atau konsultasi,92 diikuti dengan presentasi oleh

negara pantai yang mengajukan klaim,93 mempertimbangkan informasi tersebut

apakah berhubungan dengan sengketa yang ada, 94 mempertimbangkan tindakan-

tindakan yang perlu dilakukan lebih lanjut,95 dan jika dibutuhkan akan

membentuk sub-komisi.96 Keseluruhan proses ini diikuti oleh representasi dari

negara pantai yang mengadakan pengajuan.

CLCS baik melalui keseluruhan atau sub-komisi tersebut selanjutnya akan

memasuki tahap yang cukup alot dan panas. Sub-komisi akan memulai pengujian

awal terhadap pengajuan yang dilakukan. Beberapa poin penting yang tidak boleh

terlepas adalah verifikasi format dan kelengkapan dari pengajuan, 97 analisis awal

pengajuan,98 klarifikasi,99 dan mempertimbangkan semua informasi tersebut

89
Ibid. Rule 49.
90
Ibid. Rule 50 dan 47(3).
91
Ibid. Rule 51(1) dan Ann. III, para.2.
92
Ibid. Rule 16.
93
Ibid. Annexx III para. 2(a).
94
Ibid. Rule 46, Ann. I, dan Ann II para. 2(b).
95
Ibid. Ann. III, para. 2(c).
96
UNCLOS 1982 Ann. II Pasal 5 dan Rules of Procedures: Section X.
97
Rules of Procedures, op.cit., Ann. III para. 3.
98
Ibid. Ann. III para. 5.
99
Ibid. Ann. III para. 6.

Universitas Sumatera Utara


42

dengan sengketa lainnya jika ada.100 Selain itu, sub-komisi diwajibkan untuk

melaporkan agenda tersebut kepada komisi untuk diulas satu minggu setelah

analisis awal pengajuan.101 Kemudian dilanjutkan dengan pemberitahuan kepada

negara pantai mengenai agenda yang telah dilakukan.102

Setelah proses diatas selesai, maka CLCS akan mengadakan evaluasi utama

mengenai data ilmiah yang telah diterima.103 Hal selanjutnya dilakukan adalah

konsultasi antara sub-komisi dengan perwakilan negara pantai di markas besar

PBB.104 Pada saat proses ini berlangsung baik CLCS maupun negara yang

mengajukan klaim dapat meminta dan/atau memberikan data tambahan, informasi

dan klarifikasi.105

Proses berikutnya yang tidak kalah menyita pemikiran adalah presentasi

komprehensif dan penarikan kesimpulan umum dimana negara pantai diberikan

kesempatan untuk memberikan tanggapan dan pandangannya. 106 Setelah itu, sub-

komisi mulai merancang dan membuat rekomendasi kepada komisi melalui

kesekretariatan.107 Setelah diterima, maka komisi akan melakukan pertimbangan

secara penuh terhadap rekomendasi yang diajukan oleh sub-komisi.108 Pada saat

komisi mempertimbangkan rekomendasi tersebut, negara pantai diperbolehkan

untuk memberikan presentasi terkait pengajuan yang dilakukannya.109 Selanjutnya

100
Ibid. Ann. III para. 7.
101
Ibid. Ann. III para. 8(1).
102
Ibid. Ann. III para. 8(2).
103
Ibid. Ann. III para. 9.
104
Ibid. Rule 52 dan Ann. III para. 6(2-4).
105
Ibid. Ann. III para. 10.
106
Ibid. Ann. III para. 10(3).
107
Ibid. Rule 51 dan Ann. III para. 10 (5), 11, 12, 13, 14.
108
Ibid. Rule 53(1).
109
Ibid. Ann. III para. 15.

Universitas Sumatera Utara


43

adalah apakah komisi menerima atau menolak rekomendasi dari sub-komisi.110

Jika menolak, maka komisi dapat melakukan amendemen terhadap rekomendasi

tersebut. Apabila tidak ada penolakan, maka sudah tentu komisi menerima dan

menyetujui rekomendasi tersebut.111 Selanjutnya, rekomendasi tersebut akan

diteruskan kepada Sekretaris Jenderal.112 Selain itu, negara pantai yang

mengajukan klain juga akan menerima laporan yang telah disetujui oleh komisi.

Keputusan berada ditangan negara yang mengajukan klaim tersebut apakah

menerima atau menolak rekomendasi untuk penentapan batas terluar landas

kontinen oleh CLCS. Jika menolak, maka negara pantai tersebut dapat

mengajukan permohonan baru atau merevisi dan kembali pada proses awal

pengajuan.113 Jika negara menerima rekomendasi tersebut, maka akan ada dua

kemungkinan yang terjadi. Jika rekomendasi tersebut diterima dan ternyata ada

pengurangan batas terluar landas kontinen terhadap negara yang berhadapan atau

berdampingan maka akan dilakukan proses pengurangan dan akan dilaporkan

kepada Sekretaris Jenderal PBB beserta informasinya. 114 Jika rekomendasi

tersebut diterima dan ternyata tidak ada pengurangan batas terluar landas kontinen

terhadap negara yang berhadapan atau berdampingan maka akan dilakukan

penetapan batas terluar landas kontinen atas dasar rekomendasi tersebut.115

Informasi berupa grafik, data geologis, dan penjelasan batas terluar tersebut akan

diteruskan kepada Secretary-General of International Seabed Authority dan

110
Ibid. Rule 53(1).
111
Pasal 6 ayat (6) UNCLOS 1982, Ann. II Pasal 6 ayat (2), dan Rules of Procedures: Rule
53 (1).
112
UNCLOS 1982 Ann. II Pasal 6 ayat (3), dan Rules of Procedures: Rule 53 (3).
113
Ibid. Ann. II Pasal 8 dan Rules of Procedures: Rule 53 (4).
114
Pasal 83 UNCLOS 1982.
115
Rules of Procedures, op.cit., Rule 53(5).

Universitas Sumatera Utara


44

kemudian kepada Sekretaris Jenderal .116 Langkah akhir dari rangkaian proses

tersebut adalah publikasi batas terluar landas kontinen dan rekomendasi

tersebut.117

Setelah mengetahui bagaimana mekanisme submission kepada CLCS, maka

kita akan dituntun dengan keterkaitan beragam ilmu dalam penentuan batas

tersebut. Hukum organisasi internasional sebagai koridor pelaksanaan seluruh

kegiatan kerja CLCS, hukum laut internasional sebagai ketetapan yang menjadi

acuan penentuan batas luar landas kontinen diikuti dengan geologi dan hidrografi

sebagai data-data utama yang memiliki kekuatan secara ilmiah terhadap landas

kontinen yang ada.

Seluruh rangkaian tersebut sangat kompleks dan rumit, walaupun demikian

tetap banyak negara yang tetap melakukan pengajuan permohonan tersebut.

Mekanisme pengajuan permohonan dianggap oleh negara-negara yang

mengajukan klaim tersebut sepadan dengan apa yang didapat. Hal ini dilakukan

semata-mata untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi negara-negara yang

bersangkutan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi apa yang mungkin

terkandung sekaligus menikmati hak berdaulat pada landas kontinen tersebut.

116
Pasal 76 ayat (9) UNCLOS 1982 dan Rules of Procedures: Rule 54(1).
117
Rules of Procedures. op.cit, Rule 54(3).

Universitas Sumatera Utara


BAB III

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL TERKAIT

COMMISSION ON THE LIMITS OF

CONTINENTAL SHELF (CLCS)

A. Tinjauan Umum Hukum Organisasi Internasional

Sebelum masuk kepada hukum organisasi internasional, kita wajib

memahami ketiga suku kata yang membentuk frasa tersebut. Hukum, organisasi,

dan internasional jika dipenggal memiliki arti yang berbeda-beda. Ada beberapa

hal yang harus dikuasai yaitu hukum internasional dan organisasi internasional

untuk maksud mengetahui dan memahami apa sebenarnya hukum organisasi

internasional.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum internasional (publik) adalah

keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau

persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan

bersifat perdata.118 Organisasi internasional adalah suatu organisasi yang dibentuk

dengan perjanjian internasional oleh dua negara atau lebih berisi fungsi, tujuan,

kewenangan, asas, dan struktur organisasi.119 Organisasi internasional diakui

sebagai subjek hukum internasional yang berhak menyandang kewajiban dan hak

dalam hukum internasional.120 Makna melekatnya status sebagai subjek hukum

118
Mochtar Kusumaatmadja, Penghantar Hukum Internasional¸Buku I Bagian Umum,
(Jakarta: Binacipta, 1982), cetakan keempat, hlm. 1.
119
Sefriani, op.cit., hlm. 142.
120
Hal ini bermula saat Mahkamah Internasional mengeluarkan Advisory terhadapa kasus
yang paling phenomenal yaitu Reparation Case 1849. Kasus ini bermula saat penembakan
pangeran Swiss yang bernama Bernadotte oleh tentara Israel, yang mana ia bertugas sebagai
mediator pada suatu kasus di timur tengah.

45
Universitas Sumatera Utara
46

internasional, maka sebuah organisasi internasional dapat diartikan memiliki

kecakapan hukum antara lain:

a. mampu untuk menuntut dan dituntut hak dan kewajibannya di depan

pengadilan internasional dan nasional;

b. menjadi subjek dari beberapa atau semua kewajiban yang diberikan oleh

hukum internasional;

c. mampu membuat perjanjian internasional yang sah dan mengikat dalam hukum

internasional;

d. menikmati imunitas dari yuridiksi pengadilan domestik.121

Kecakapan hukum tersebut melekat pada entitas dari suatu organisasi

internasional. Akibat melekatnya kecakapan hukum maka suatu organisasi

internasional mampu beroperasi untuk menjalankan program-program kerjanya

sekaligus terpikul pula kewajiban dan hak pada dirinya.

1. Ruang Lingkup Hukum Organisasi Internasional

Memberikan pemahaman bahwa untuk mempelajari masalah-masalah yang


timbul dalam organisasi internasional dan masalah-masalah yang timbul dalam
kaitannya hubungan antara anggota-anggota dalam organisasi internasional dan
bagaimana penyelesaiannya secara yuridis, maka ilmu yang mempelajari hal
tersebut adalah Hukum Organisasi Internasional (The Law of International
Organization).122
Pembahasan dalam Hukum Organisasi Internasional mencakup semua aspek
hukum dalam organisasi internasional, jadi mencakup aspek filosofis, aspek
administratif, dan juga masalah konstitusionalnya dan prosedur dari organisasi
internasional antara lain seperti wewenang dan pembatasan dari organ-organ
dalam organisasi internasional itu sendiri, hak dan kewajiban anggota dan

121
Sefriani, op.cit., hlm. 102.
122
Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, (Jakarta, UI
Press, 2004), hlm 4.

Universitas Sumatera Utara


47

termasuk juga perkembangan organisasi, misalnya penerapan/penafsiran anggaran


dasar dari waktu ke waktu.123
Untuk memahami ruang lingkup hukum organisasi internasional, penting

untuk menguasai subjek, objek, dan sumbernya terlebih dahulu. Dalam hukum

organisasi internasional, subjeknya adalah semua organisasi yang dapat

digolongkan sebagai organisasi internasional. Baik organisasi internasional yang

dibentuk oleh negara-negara/pemerintah ataupun organisasi internasional yang

dibentuk oleh badan-badan non-negara/pemerintah.124 Objek hukum organisasi

internasional terkait dengan hak dan kewajiban dari setiap anggota maupun non-

anggota dari organisasi internasional.125

Setidaknya terdapat 4 hal yang menjadi sumber hukum organisasi

internasional yaitu:126

a. Kenyataan historis tertentu. Kebiasaan yang sudah lama dilakukan,

persetujuan atau perjanjian resmi yang dapat membentuk sumber hukum

organisasi internasional.

b. Instrumen pokok yang dimiliki oleh organisasi internasional dan memerlukan

ratifikasi dari semua anggotanya. Instrumen pokok ini dapat berupa piagam,

covenant, final act, pact (pakta), treaty, statute (statuta), declaration

(deklarasi), constitution, dan lain-lain.

123
Ibid.
124
Baca Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, (Jakarta, UI Press,
1990), hlm. 12-19.
125
Ibid., hlm. 19-26.
126
Ibid., hlm. 26-32.

Universitas Sumatera Utara


48

c. Ketentuan-ketentuan lainnya mengenai peraturan tata cara organisasi

internasional beserta badan-badan yang berada di bawah naungannya,

termasuk cara kerja mekanisme yang ada pada organisasi tersebut.

d. Hasil-hasil yang ditetapkan atau diputuskan oleh organisasi internasional yang

wajib atau harus dilaksanakan baik oleh para anggotanya maupun badan-badan

yang ada di bawah naungannya. Hasil-hasil itu bisa berbentuk resolusi,

keputusan, deklarasi, atau rekomendasi.

Hukum
Internasional

Organisasi
Internasional

Hukum Organisasi
Internasional

Skema diatas merupakan penempatan posisi hukum organisasi internasional

dalam hukum internasional. Induk awal dari runtutan tersebut adalah hukum

internasional. Salah satu subjek dalam hukum internasional adalah organisasi

internasional. Untuk menjalankan suatu tugas dan fungsinya maka suatu

organisasi internasional perlu perangkat pelaksana hukum berupa aturan-aturan

hukum yang dikenal dengan hukum organisasi internasional. CLCS tentu

mempunyai aturan main dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Untuk

menentukan apakah CLCS masuk sebagai organisasi internasional atau tidak

maka kita membutuhkan pemahaman lebih lanjut tentang apa itu sebenarnya

organisasi internasional.

Universitas Sumatera Utara


49

2. Pengertian Organisasi Internasional

Para sarjana hukum internasional pada umumnya tidak merumuskan definisi

organisasi internasional secara langsung, namun cenderung memberikan ilustrasi

yang substansinya mengarah pada kriteria-kriteria serta elemen-elemen dasar atau

minimal yang harus dimiliki oleh suatu entitas yang bernama organisasi

internasional. Diakhir penjelasan berikut akan ditutup dengan posisi CLCS dalam

organisasi internasional, apakah ia berdiri sendiri atau sebagai unit kerja dari

organisasi internasional dengan atas dasar dari pendapat para sarjana.

Definisi serta pengertian organisasi internasional yang disarikan dari

beberapa sumber dan literatur yang dikemukakan oleh para ahli hukum

internasional. Keberagaman pendapat dari para sarjana bergantung pada kondisi

hukum internasional pada saat itu. Pemahaman dari banyak sarjana digunakan

untuk membangun pemahaman yang kuat terhadap organisasi internasional.

1. Bowwet D.W127

”…tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik internasional yang


dapat diterima secara umum. Pada umumnya organisasi ini merupakan organisasi
permanen (sebagai contoh, jawatan pos atau KA) yang didirikan berdasarkan
perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral
daripada perjanjian bilateral yang disertai beberapa kriteria tertentu mengenai
tujuannya”.

2. J.G Starke128

Starke hanya membandingkan fungsi, hak dan kewajiban serta wewenang

dari lembaga internasional dengan negara yang modern. Atas aspek-aspek

tersebut, Starke berpendapat:

127
Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional
Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi (Jakarta, PT. Ghalia Global, 2003) hlm. 45.
128
Ibid., hlm. 46.

Universitas Sumatera Utara


50

”In the first place, just as the function of the modern state and the rights,
duties and powers of its instrumentalities are governed by a branch of municipal
law called state contitutional law, so international institution are similiarly
conditioned by a body of rules may will be described as international
constititional law”.
(Pada awalnya seperti fungsi suatu negara modern mempunyai hak,
kewajiban dan kekuasaan yang dimiliki beserta alat perlengkapannya, semua itu
diatur oleh hukum nasional yang dinamakan HTN sehingga dengan demikian
organisasi internasional sama halnya dengan alat perlengkapan negara modern
yang diatur oleh hukum konstitusi internasional).
3. Sumaryo Suryokusumo129

Pendapat beliau befokus pada proses dan tujuan akhir yang ingin dicapai

dari lembaga internasional. Atas dasar tersebut, Sumaryo Surokusumo

berpendapat

Beliau berpendapat tentang ”Organisasi internasional adalah suatu proses;


organisasi internasional juga menyangkut aspek-aspek perwakilan dari tingkat
proses tersebut yang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional
juga diperlukan dalam rangka kerja sama menyesuaikan dan mencari kompromi
untuk menentukan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta
mengurangi pertikaian yang timbul”.

Beliau juga mendeskripsikan karakteristik dari organisasi internasional


adalah sebagi berikut: ”Mengenai organisasi internasional yang mencolok ialah
merupakan suatu organisasi yang permanen untuk melanjutkan fungsinya yang
telah ditetapkan. Organisasi itu mempunyai suatu instrumen dasar (constituen
instrument) yang akan memuat prinsip-prinsip dan tujuan, stuktur maupun cara
organisasi itu bekerja. Organisasi internasional dibentuk berdasarkan perjanjian.
Organisasi itu mengadakan kegiatan sesuai dengan persetujuan atau rekomendasi
serta kerja sama dan bukan semata-mata bahwa kegiatan itu haruslah
dipaksakan/dilaksanakan”.
4. T.Sugeng Istanto130

Dalam bukunya”Hukum Internasional, beliau menjelaskan

”…yang dimaksud dengan OI dalam pengertian luas adalah bentuk kerja sama
antar pihak-pihak yang bersifat internasional untuk tujuan yang bersifat
internasional. Pihak-pihak yang bersifat internasional itu dapat berupa orang-
129
Ibid., hlm. 48.
130
Ibid., hlm. 51.

Universitas Sumatera Utara


51

perorangan, badan-badan bukan negara yang berada di berbagai negara atau


pemerintah negara. Adapun yang dimaksud dengan tujuan internasional ialah
tujuan tujuan bersama yang menyangkut kepentingan berbagai negara”.
5. Boer Mauna

Boer Mauna sendiri dalam bukunya ”Hukum Internasional; Pengertian,

Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global” juga membahas pengertian

organisasi internasional menurut Pasal 2 (1) Konvensi Wina 1969 tentang

Perjanjian Internasional, yang mana dalam pasal itu disebutkan bahwa organisasi

internasional adalah organisasi antar pemerintah. Menurut Boer Mauna, definisi

yang diberikan konvensi ini sangat sempit karena hanya membatasi diri pada

hubungan antar pemerintah. Menurutnya, definisi ini mendapat tantangan dari

para penganut definisi yang luas termasuk NGO’s. 131

6. T. May Rudy132

Dalam bukunya ”Hukum Internasional 2”, beliau berpendapat bahwa secara

sederhana orgsnidsdi internasional dapat didefinisikan sebagai ”Any cooperative

arrangement instituted among states, usually by a basic agreement, to perform

some mutually advantegeous function implemented through periodic meetings and

staff activities”.

(Pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-

negara, umunya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan

fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik yang diejawantahkan melalui

pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala).

131
Boer Mauna, Op.cit hlm. 419.
132
T.May Rudy, Hukum Internasional 2, (Bandung, PT. Refika Aditama, 2002) hlm. 93-94

Universitas Sumatera Utara


52

Atas seluruh pendapat dari para ssarjana diatas, organisasi internasional

akan lebih lengkap dan menyeluruh jika didefinisikan sebagai berikut:”Pola

kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi

jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta

melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna

mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati

bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama

kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda”. Oleh karena itu, suatu

organisasi internasional terdiri dari unsur-unsur seperti kerjasama yang ruang

lingkupnya melintasi batas negara, mencapai tujuan-tujuan yang disepakati

bersama baik antar pemerintah atau non–pemerintah, dan struktur organisasi yang

jelas dan lengkap.

Akhir kata, penulis beranggapan bahwa organisasi internasional adalah

struktur organisasi lintas batas negara dengan keanggotaan lebih dari dua,

memiliki fungsi dan tujuan tertentu, dengan dasar pembentukan yang legal,

dimana kedudukan hukum antar anggotanya sederajat, serta mempunyai tempat

berdomisili bagi organisasi internasional tersebut menjalankan seluruh aktifitas.

Meninjau keseluruhan tentang pengertian tentang organisasi internasional

yang telah disampaikan, maka dari itu CLCS merupakan unit kerja dari suatu

organisasi terbesar yaitu United Nation. Hal ini dapat kita simpulkan dari struktur

organisasi dan kedudukan CLCS dimana merupakan suatu komisi yang bertindak

dibawah naungan United Nation yang memiliki tugas dan fungsi khusus. Secara

sederhana, CLCS diciptakan untuk mempermudah pekerjaan organisasi tersebut.

Universitas Sumatera Utara


53

B. United Nations Convention Law of the Sea (UNCLOS) 1982 sebagai Dasar

Hukum Pembentukan Commission on the Limits of the Continental Shelf

(CLCS)

Kiranya, tidaklah berlebihan ketika Ketua UNCLOS 1982 menggambarkan

pengesahan rancangan UNCLOS 1982 pada tanggal 30 April 1982 sebagai suatu

pertemuan dengan sejarah (rendezvous with history).133 Pengesahan ini dilakukan

setelah melalui perundingan selama delapan tahun, atau empat belas tahun setelah

Arvid Pardo, Duta Malta untuk PBB, meminta perhatian akan pentingnya

pembentukan rezim hukum baru untuk mengatur dasar laut dalam.134 Peran

penting UNCLOS 1982 bukan pada seberapa lama konvensi tersebut

dirundingkan, tetapi substansi dan materi permasalahan yang diatur didalamnya.

UNCLOS 1982 ini memiliki statistik penerimaan yang cukup baik dimana

130 menyetujui, 4 menolak, dan 17 abstain. Pada tanggal 9 Desember 1982,

UNCLOS 1982 dibuka untuk penandatanganan dan segera (sampai sekitar tanggal

15 Janauri 1983) ditandatangani oleh 188 negara ditambah dengan Dewan

Perwalian PBB untuk Namibia. Setelah itu menyusul 39 negara lagi, sehingga

jumlah penandatangan menjadi 159. Konvensi ini terdiri dari 320 pasal dan 9

lampiran, selain itu UNCLOS 1982 juga mengeluarkan resolusi-resolusi yang

sangat penting artinya bagi hukum laut.

UNCLOS 1982 ini merupakan penjelmaan dari upaya untuk mewujudkan

rezin hukum yang mengatur sekitar 70% dari keseluruhan luas permukaan

133
Albert W. Koers, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut: Suatu
Ringkasa, ter. Rudi M. Rizki dan Wahyuni Bahar, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1991), hlm.1.
134
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


54

bumi.135 Persentase luas tersebut merupakan kenyataan dimana sekarang peranan

laut semakin besar, yaitu sebagai sumber makanan, energi, dan bahan mentah.

Melihat segi historinya, UNCLOS 1982 merupakan produk sempurna dari

konvensi-konvensi sebelumnya yaitu pertemuan pada tahun 1958 dan 1960 di

Jenewa. Konvensi tersebut masih memiliki kekurangan-kekurangan yang tidak

mampu menyelesaikan beberapa pokok permasalahan seperti penetapan laut

teritorial dan ketidakjelasan pengaturan tentang landas kontinen. Masalah tersebut

hendak diselesaikan dan mencoba untuk mencegah munculnya sengketa-sengketa

yang potensial pada masa yang akan datang.

Bagian VI UNCLOS 1982 merupakan landasan hukum bagi landas

kontinen. Bagian ini dimulai dari Pasal 76 hingga 85. Kesepuluh pasal tersebut

mencoba memberikan pemahaman serta pengaturan tentang landas kontinen.

Kesepuluh pasal tersebut juga berusaha untuk menjelaskan secara mendalam

tentang definisi dari landas kontinen. Pengaturan lainnya juga berupa hak-hak dan

tindakan-tindakan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Selain itu,

terdapat pula pengaturan tentang status hukum mengenai perairan dan ruang udara

diatasnya.. Pemahaman terhadap aturan hukum yang berkaitan dengan CLCS,

sudah tentu akan membantu dalam mengupas bagaimana peranannya dalam

menyelesaikan beberapa klaim batas terluar landas kontinen, terutama di wilayah

Artik. Berikut tabel tentang hal yang diatur pada bagian VI UNCLOS 1982

tersebut.

135
.Ibid.

Universitas Sumatera Utara


55

Tabel.1 Ringkasan Bagian VI UNCLOS 1982136

Pasal Judul

76 Definition of the continental shelf

(Definisi landas kontinen)

77 Rights of the Coastal State over the continental shelf

(Hak negara pantai pada landas kontinen)

78 Legal status of the superjacent waters and air space and rights and
freedoms of other States

(Status hukum perairaan diatasnya dan ruang udara dan hak serta
kebebasan negara lain)

79 Submarines cables and pipelines on the continental shelf

(Kabel kapal selam danjalur pipa di landas kontinen)

80 Artificial Island, installations and structures on the continental shelf

(Pulau buatan, instalasi dan stuktur bangunan di landas kontinen)

81 Drilling on the continental shelf

(Pengeboran di landas kontinen)

82 Payments and contribution with respect to the exploitation of the


continental shelf beyond 200 nautical miles

(Pembayaran dan kontribusi yang sesuai untuk ekploitasi landas


kontinen yang melebihi dari 200 mil laut)

83 Delimitation of the continental shelf between States with opposite or


adjacent coast

(Pengurangan batas landas kontinen antara negara dengan negara yang


berhadapan atau berdampinggan)

84 Charts and list of geograpichal co-ordinates

(Grafik dan daftar ko-ordinat geografi)

85 Tunneling (Terowongan)
136
Tabel ini dibuat berdasarkan pemahaman penulis terhadap Bagian VI UNCLOS 1982.

Universitas Sumatera Utara


56

Pasal 76 merupakan definisi dari landas kontinen secara lengkap. Hal yang

perlu diperhatikan adalah pada pasal 76 ayat (8) dimana diberikan mandat untuk

pembentukan suatu komisi yang menangani permasalahan penetapan batas terluar

dari landas kontinen yaitu CLCS. Aturan-aturan tambahan lainnya juga

dilampirkan pada Annex II UNCLOS 1982. Secara eksplisit, maka aturan-aturan

tersebut merupakan dasar pembentukan dari CLCS. Landasan hukum tersebut

sebagai dasar bagi CLCS untuk beroperasi dan melakukan tugas dan fungsi sesuai

wewenang yang diberikan.

Pasal 77 menjelaskan tentang hak berdaulat yang dimiliki oleh negara pantai

pada landas kontinen. Hak tersebut dapat digunakan untuk mengeksplorasi dan

mengeksploitasi sumber daya alam yang terkandung. Jika menganalisis pasal

tersebut, apabila negara pantai tidak mengeksplorasi dan mengeksploitasi landas

kontinennya, maka tidak boleh ada aktivitas-aktivitas yang berlangsung pada

landas kontinen tersebut kecuali izin dari negara pantai tersebut.

Pasal 78 menjelaskan tentang status hukum mengenai perairan dan ruang

udara diatasnya. Melekatnya hak tersebut tidak mengurangi hak lintas damai dan

navigasi bagi negara-negara lain. Senada dengan pasal 79, seluruh negara boleh

meletakkan kabel-kabel dan jalur pipa hanya saja ditambahi dengan persetujuan

dari negara pantai yang bersangkutan. Berikutnya, pasal 80 mengakui keberadan

pulau buatan dan instalasi-inslatasi serta stuktur lainnya, pasal berikut bersifat

mutatis mutandis dengan pasal 60 dimana penjelasan tentang pulau buatan dan

instalasi-instalasi serta stuktur lainnya dijelaskan secara lengkap pula.

Universitas Sumatera Utara


57

Pasal 81 menjelaskan tentang hak negara pantai sebagai otoritas dan

mengatur ketentuan-ketentuan pengeboran pada landas kontinen. Selanjutnya, jika

eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan pada landas kontinen yang melebihi

dari 200 mil laut, maka negara pantai diwajibkan untuk melakukan pembayaran

dan kontribusi yang sesuai secara tahunan setelah lima tahun produksi pada situs

tersebut berdasarkan pasal 81. Besar jumlah yang wajib diberikan pada tahun ke-

enam adalah sebesar 1% dari volume produksi. Pada tahun berikutnya, nilai

tersebut meningkat terus-menerus sebesar 1% pertahun hingga tahun ke-duabelas

sebesar 7% yang menjadi ambang batas pembayaran maksimal. Pembayaran dan

kontibusi tersebut ditiadakan jika negara pantai tersebut adalah negara

berkembang dan merupakan negara pengimpor mineral yang diproduksi dari

landas kontinen tersebut. Pembayaran dan kontibusi tersebut akan dikumpulkan

oleh Otoritas yang berwenang dan akan didistibusikan kepada negara yang ada

pada konvensi, dengan kategori pemerataan yang adil, dimana memerhatikan

kepentingan dan kebutuhan negara berkembang, terutama pada negara yang

paling tertinggal.

Pasal 83 membahas mengenai pengurangan landas kontinen antara negara

dengan negara yang berhadapan atau berdampingan. Pengurangan tersebut

memengaruhi terhadap perjanjian-perjanjian internasional yang ada. Jika tidak

tecapai persetujuan pada suatu periode tertentu, maka akan dilakukan Settlement

of Disputes.137 Pengurangan batas terluar landas kontinen tersebut diharuskan

137
Settlement of Disputes dibahas tersendiri dalam konvensi pada Bagian XV UNCLOS
1982.

Universitas Sumatera Utara


58

dengan data-data geografi sesuai dengan pasal 84. Terakhir, pasal 85

memperbolehkan untuk proses penggalian terowongan pada landas kontinen.

Kesepuluh pasal tersebut merupakan penjabaran baik itu definisi, hak-hak,

dan tindakan-tindakan yang diperbolehkan dalam landas kontinen. Fokus

pembahasan kali ini adalah Pasal 76 ayat (8) yang memberikan mandat untuk

pembentukan CLCS. Oleh karena posisi CLCS yang cukup vital, pembentukan

CLCS berlandaskan pada pengaturan khusus pada Annex II pada UNCLOS 1982

yang terdiri atas sembilan pasal.

Annex II UNCLOS 1982 memuat dasar-dasar dari CLCS seperti

keanggotaan, fungsi dan tujuan, dan bagaimana komisi tersebut bekerja. Dengan

demikian, Bagian VI dan Annex II UNCLOS 1982 merupakan landasan hukum

bagi CLCS untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Atas dasar landasan

tersebutlah pembentukan CLCS dapat diwujudkan.

C. Rules of Procedure of the Commission on the Limits of the Continental Shelf

CLCS/Rev.1 2008 sebagai Dasar Pelaksanaan Kerja Commission on the Limits

of the Continental Shelf (CLCS)

Aturan main tentu diperlukan agar suatu badan atau komisi dapat bertindak

sesuai dengan wewenangnya. Jika tanpa aturan, maka sudah tentu badan atau

komisi tersebut tidak dapat bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan. Rules of

Procedures CLCS merupakan perangkat hukum yang berisi aturan dan prosedur

bagaimana CLCS bertindak dalam menjalankan fungsi dan tujuannya. Rules of

Procedures dijadikan pedoman agar CLCS mengikuti koridor-koridor dan batasan

yang telah ditetapakan untuk menciptakan suatu keteraturan dalam berorganisasi.

Universitas Sumatera Utara


59

Skema Pelaksanaan Kerja berdasarkan Rules of Procedure (RoP) CLCS138

Sessions & Aturan 2-5


Meetings RoP

Members of Aturan 6-11


Commission RoP

`Aturan 12-
Officers
15 RoP

Aturan 16-
Secretariat
18 RoP

Commission Conduct of Aturan 24-


on the Limits Bussiness 34 RoP
of the
Continental Aturan 37-
Voting
Shelf (CLCS) 41 RoP

Aturan 42
Submission
RoP

Advice to Aturan 55
Coastal States RoP

Resort to Expert
and other
Aturan 55
Technical and
RoP
Scientific
Procedures Organization

Participation of
Coastal States Pasal 5
Representative Annex II
in the Konvensi
Proceedings

Participation of Pasal 76
Third States Konvensi

138
Skema ini disusun berdasarkan pemahaman penulis terhadap Rules of Procedures
Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS) dan pemaparan yang dilakukan oleh
Suzette V. Suarez dalam karaya yang berjudul Commission on the Limits of the Continental Shelf
dimana pandangan beliau tanpa tekanan dari institusi atau pemerintah manapun. Skema ini
bertujuan sebagai ringkasan penjabaran dari sistematika kerja CLCS.

Universitas Sumatera Utara


60

CLCS mengadakan pertemuan setidaknya setahun sekali atau sesering

mungkin jika diperlukan agar mampu melaksanakan tugasnya dengan efektif

terutama mengenai pengajuan yang dilakukan oleh negara pantai. 139 Sebuah sesi

dapat terdiri dari beberapa pertemuan baik antara komisi maupun dengan

subkomisi. Sesi dan pertemuan dapat dilakukan atas permintaan dari Ketua

komisi, suara mayoritas anggota komisi, Sekretaris Jenderal, dan keputusan

komisi itu sendiri.140 Pemberitahuan sesi dan pertemuan tersebut disampaikan

oleh Sekretaris Jenderal kepada anggota komisi mengenai tanggal, tempat, dan

durasi sesi secepat mungkin, tetapi tidak boleh kurang dari 60 hari sebelum

pembukaan.141 Jika ada pengajuan submission yang ada maka akan diberitahukan

juga kepada anggota komisi bersamaan dengan pemberitahuan sesi dam anggota.

Biasanya, United Nations Headquarters di New York menjadi tempat sesi dan

pertemuan akan dilakukan.142

Adapun yang menjadi agenda pada sesi dan pertemuan tersebut harus

disiapkan oleh Sekretaris Jenderal PBB dengan konsultasi dengan ketua komisi.143

Materi lainnya juga boleh masuk kedalam agenda jika dirasa perlu meningkatkan

efektifitas dari fungsi CLCS. 144 Agenda tersebut akan diadopsi pada sesi awal dan

dapar direvisi pada saat sesi berlangsung. 145

Berikutnya, yang tidak kalah penting dari keberlangsungan CLCS adalah

anggota dari komisi. Jumlah anggota komisi ini berdasarkan pasal 2 Annex II

139
Rules of Procedures, op.cit Rule 2(1).
140
Ibid. Rule 2(2).
141
Ibid. Rule 3.
142
Ibid. Rule 4(1).
143
Ibid.Rule 5(1)
144
Ibid.Rule 5(3).
145
Ibid.Rule 5(4) (5).

Universitas Sumatera Utara


61

UNCLOS 1982 yaitu berjumlah 21 orang yang mana harus ahli dalam bidang

geologi, geofisika, dan/atau hidrografi.146 Pemilihan anggota ini oleh negara-

negara yang meratifikasi UNCLOS 1982 dan bertindak atas kapasitas pribadinya.

Komisi ini menerapkan pemerataan keterwakilan regional geografi, dimana setiap

wilayahnya tidak kurang dari 3 anggota komisi.147 Masa bakti anggota komisi

yang terpilih adalah lima tahun dan mereka dapat dipilih kembali.148 Seberapa

banyak periode untuk dapat dipilih kembali tidak dijelaskan pada pasal tersebut.

Mengenai anggaran dan pengeluaran merupakan tanggung-jawab dari

negara yang menominasikan anggota komisi tersebut.149 Jika negara pantai

meminta data ilmiah dan saran teknis kepada anggota komisi maka negara

tersebut yang akan menanggulangi seluruh biaya.150 Sebelum melaksanakan

tugasnya, setiap anggota komisi wajib diminta sumpahnya. 151 Selain itu, setiap

anggota komisi dalam menjalankan tugasnya tidak boleh menerima arahan dari

pemerintah atau otoritas eksternal lainnya.152 Selain anggota komisi, CLCS juga

memiliki pejabat komisi yang dipilih langsung oleh anggota komisi. Jumlah

pejabat CLCS adalah satu ketua dan empat wakil dan harus memperhatikan

kesetaraan dan keseimbangan wilayah dan regional.153 Masa bakti dari pejabat

tersebut adalah 2.5 tahun dan dapat dipilih kembali.154 Jika ketua komisi tidak

dapat hadir, maka dapat digantikan dengan wakil ketua dan memiliki kekuasaan

146
UNCLOS 1982 Ann. II Pasal 2 ayat (1).
147
Ibid. Ann. II Pasal 2 ayat (3).
148
Ibid.. II Pasal 2 ayat (4).
149
Rules of Procedures, op.cit., Rule 9(1).
150
Ibid. Rule 9(2).
151
Ibid. Rule 10.
152
Ibid. Rule 11.
153
Ibid. Rule 12.
154
Ibid. Rule 13.

Universitas Sumatera Utara


62

yang sama pula seperti ketua komisi.155 Jika pejabat tersebut tidak mampu

melanjutkan tugasnya sebagai komisi dan pejabat, maka pejabat baru wajib

dipilih.156

Hal vital lain yang menjadi bagian CLCS adalah hubungan kerja dengan

Sekretaris Jenderal, dimana ikut serta dalam setiap sesi dan pertemuan ataupun

melalui perwakilannya.157 Sekretaris Jenderal juga bertanggung jawab terhadap

segala kebutuhan yang nantinya jika diperlukan oleh komisi untuk meningkatkan

efektifitas kerja. Sekretaris Jenderal tersebut juga bertanggung-jawab untuk

menjadwalkan agenda yang berhubungan dengan sesi dan pertemuan Komisi

dengan badan lainnya. Selain itu, Sekretaris Jenderal atau menunjuk

perwakilannya untuk membuat pernyataan baik secara lisan dan tertulis pada saat

sesi dan pertemuan berlangsung. 158 Berikutnya, Sekretaris Jenderal dan Ketua

berdiskusi untuk menetapkan anggaran-anggaran sebelum disetujui bersama.159

Hal berikutnya yang tidak kalah penting adalah bagaimana Conduct of

Business atau dikenal dengan Kode Etik ditetapkan, sebagai dasar berjalannya

CLCS sesuai koridor-koridor hukum. Kode etik tersebut menjadi pedoman bagi

keberlangsungan CLCS dan merupakan gambaran untuk bertindak dengan penuh

integritas. Keseluruhan aturan tersebut diciptakan agar mencipta keteraturan dan

kedisplinan saat CLCS melaksanakan tugasnya. Untuk memahami daftar aturan

kode etik tersebut dirangkum dalam bentuk tabel sederhana. Berikut tabel tentang

ringkasan Conduct of Business berdasarkan Rules of Procedures CLCS.

155
Ibid. Rule 14.
156
Ibid. Rule 15.
157
Ibid. Rule 16 (1).
158
Ibid. Rule 17.
159
Ibid. Rule 18.

Universitas Sumatera Utara


63

Tabel.2 Ringkasan Conduct of Business berdasarkan Rules of Procedure


CLCS

Rule Judul

24 Quorum

25 Power of Chairperson

26 Points of order

27 Time limits on speakers

28 Closure of debate

29 Adjournment of debate

30 Suspension or adjournment of the meeting

31 Order of motions

32 Submission of proposals by members of the Commission

33 Decision on competence

34 Reconsideration of proposals by members of the Commission

Conduct of business tersebut merupakan hal yang umum jika melihat

bagaimana suatu komisi bekerja. CLCS menyepakati bahwa kuorom harus 2/3

dari anggota komisi.160 Kekuasaan Ketua adalah membuka dan menutup setiap

sesi dan pertemuan, mengarahkan diskusi, memastikan aturan yang berlaku,

memberikan hak untuk berbicara, mempertanyakan pengambilan suara, dan

mengumumkan keputusan yang akan diambil serta bekerja dibawah naungan

komisi dalam setiap tugas dan fungsinya. 161

160
Ibid. Rule 24.
161
Ibid. Rule 25.

Universitas Sumatera Utara


64

Selama diskusi berlangsung, setiap anggota komisi memiliki kesempatan

untuk melakukan point of order atau yang dikenal dengan interupsi harus

secepatnya ditentukan oleh Ketua. Jika ada yang menantang hasil keputusan dari

Ketua maka akan dilakukan pengambilan keputusan secepatnya, dan keputusan

dari Ketua dapat dialihkan jika suara mayoritas tidak menyetujuinya. Anggota

komisi tidak diperkenankan untuk melakukan interupsi terhadap substansi materi

apabila masih dalam bahan diskusi.162

Komisi mungkin menetapkan batasan waktu kepada setiap pembicara untuk

bertanya. Ketika debat berlangsung dan pembicara telah melewati batas waktu

berbicaranya, maka ketua harus memerintahkan pembicara untuk segera berhenti

tanpa ada penundaan.163 Selama diskusi, anggota komisi dapat melakukan

penutupan dan penundaan debat untuk masuk dalam bahan diskusi. Izin untuk

berbicara harus berdasarkan anggota komisi yang mengajukan agenda tersebut,

dan apabila ada yang menolak atau menyetujui, maka harus diputus melalui

pengambilan suara.164 Jika ada anggota komisi yang ingin menunda sesi dan

pertemuan maka tidak diperbolehkan untuk diskusi, langsung ke proses

pengambilan suara.165 Selain itu, order of motion juga bagian krusial dalam

sebuah conduct of business. Ada empat hal yang diperbolehkan seperti

menangguhkan pertemuan, menunda pertemuan, menunda debat, dan menutup

debat.166

162
Ibid. Rule 26.
163
Ibid. Rule 27.
164
Ibid. Rule 28 dan 29.
165
Ibid. Rule 30.
166
Ibid. Rule 31.

Universitas Sumatera Utara


65

Jika proposal diajukan oleh anggota komisi diharuskan bentuk tulisan

ditujukan kepada ketua komisi dan dibagikan kepada anggota komisi melalui

kesekretariatan.167 Apabila muncul ke permukaan untuk pengambilan keputusan

terhadap proposal yang sudah diterima, maka dapat dilakukan pengambilan suara

sebelum proposal tersebut dibahas dalam diskusi.168 Proposal yang sudah diterima

atau ditolak, dapat masuk dalam pertimbangan ulang jika memenuhi kuorom.169

Selanjutnya, hal yang cukup sensitif dalam sebuah komisi adalah bagaimana

proses pengambilan suara. Seluruh kebijakan dan keputusan CLCS dimulai dari

sini. Pengambilan suara bertujuan untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan

pendapat dalam sebuah sesi dan pertemuan agar terciptanya keselarasan dalam

bekerja. Atas dasar untuk ketertiban, dan keteraturan maka perlu diadakan

ketentuan-ketentuan pengambilan suara yang adil dan berimbang. Sangat sulit

untuk mencapai kesepakatan bersama jika masih menekankan pada kepentingan-

kepentingan individu atau kelompok. Rules of Procedure CLCS setidaknya

meiliki 7 aturan terkait pengambilan suara. Aturan-aturan ini sudah tentu saling

berkaitan satu sama lain dan memiliki hubungan agar tidak terjadi kesalahan yang

fatal dalam pengambilan suara. Penyajian dalam bentuk tabel berikut ini hanya

untuk mempermudah dalam memahami apa saja yang menajdi ketentuan-

ketentuan terserbut. Berikut tabel tentang ringkasan voting berdasarkan Rules of

Procedure CLCS.

167
Ibid. Rule 32.
168
Ibid. Rule 33.
169
Ibid. Rule 34.

Universitas Sumatera Utara


66

Tabel.3 Ringkasan Voting berdasarkan Rules of Procedure CLCS

Rule Judul

35 General agreement

36 Voting rights

37 Majority rights

38 Method of voting

39 Conduct during voting

40 Election of officers

41 Announcement of the outcome of a voting and of the election


of the officers

Pada dasarnya, voting ini digunakan pada saat tidak tercapainya kesepakatan

bersama. CLCS mengusahakan terlebih dahulu segala usaha dan hal yang perlu

dilakukan untuk mencapai kesepakatan bersama, jika tidak tercapai maka baru

menggunakan voting. Setiap anggota komisi memiliki satu hak suara.170

Setidaknya dibutuhkan suara 2/3 mayoritas dari anggota komisi yang hadir untuk

suatu keputusan atau hal yang berhubungan dengan kerja CLCS. 171

Metode yang digunakan dalam pengambilan suara pada saat sesi dan

pertemuan dapat dilakukan dengan mengangkat tangan kecuali pada voting untuk

pemilihan pejabat komisi yang dilakukan pada ruang tertutup.172 Setelah ketua

komisi mengumumkan untuk voting, maka setiap anggota tidak boleh melakukan

interupsi.173 Proses voting sedikit berbeda mengenai pejabat komisi yang mana

170
Ibid. Rule 36.
171
Ibid. Rule 37.
172
Ibid. Rule 38.
173
Ibid. Rule 39.

Universitas Sumatera Utara


67

dilakukan dengan tempat tetutup dan tanpa memperhatikan suara mayoritas,

dalam artian suara tertinggi terpilih sebagai pejabat komisi, jika suara imbang

tetap terjadi pada dua kali pemilihan, maka ditentukan dengan pengundian yang

dilakukan oleh ketua.174 Hasil keputusan dari voting pemilihan pejabat komisi

tersebut harus diumumkan oleh ketua komisi.175

Pembahasan diatas telah membahas mengenai sesi dan pertemuan, anggota

komisi, pejabat komisi, sekretariat, kode etik, dan pengambilan suara. Mengenai

mekanisme submission sendiri dibahas terpisah pada tinjauan umum CLCS bagian

ketiga. Pemisahan ini dilakukan agar pembahasan mengenai pelaksanaan CLCS

tidak terlalu banyak.

Objek pembahasan tersebut merupakan hal dasar yang mana wajib dimiliki

oleh sebuah badan atau komisi dalam suatu organisasi internasional. Informasi

yang disajikan juga merupakan konsep-konsep dasar yang tertera pada Rules of

Procedure yang mana merupakan sebagai dasar pelaksanaan CLCS. Atas

terbitnya aturan tersebut, CLCS memiliki suatu pedoman bagaimana seharusnya

bekerja untuk menjalankan fungsi dan tujuan. Mustahil jika dalam melakukan

tugasnya CLCS tidak dilengkapi dengan aturan main yang jelas dan terarah.

Untuk itu, dapat dipahami bahwa Rules of Procedure merupakan sebuah aturan

yang diciptakan sebagai dasar pelaksanaan CLCS.

174
Ibid. Rule 40.
175
Ibid. Rule 41.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PERAN COMMISION ON THE LIMITS OF CONTINENTAL

SHELF (CLCS) DALAM PENENTUAN BATAS

WILAYAH DI ARTIK

A. Sengketa Negara Artik dalam Limits of the Continental Shelf

Definisi dan arti kata sengketa adalah kondisi adanya perbedaan pendapat

yang saling dipertahankan antara para pihak. Pengertian tersebut merupakan

pengertian yang sangat luas dan mencakup segala aspek kehidupan

bermasyarakat. Dalam konteks hukum, sengketa merupakan perbedaan pendapat

antara para pihak dimana perbedaan tersebut memiliki akibat hukum. Berdasarkan

pengertian tersebut, setidaknya diperlukan dua belah pihak untuk menjadi syarat

terjadinya sengketa. Kedua belah pihak tersebut harus memiliki pendapat masing-

masing dalam memahami suatu hal dan saling mempertahankan pendapat serta

belum memiliki titik temu kesamaan pendapat. Untuk itu, tidak ada kualifikasi

mengenai subjek hukum yang berwenang untuk bersengketa. Oleh karena itu,

semua subjek hukum memiliki potensi untuk bersengketa.

Meninjau definisi diatas dapat dikatakan bahwa sengketa merupakan suatu

permasalahan atas dasar tidak kesesuaian pemahaman terhadap suatu objek. Kali

ini, yang diangkat sebagai objek permasalahan sudah tentu penentuan batas limit

landas kontinen. Munculnya sengketa sudah jelas bahwa muncul niat untuk

menguasai landas kontinen tersebut. Sudah diketahui secara bersama-sama bahwa

faktor-faktor yang menjadi alasan terbentuknya CLCS adalah kepentingan politik,

ekonomi, dan geografi.

68
Universitas Sumatera Utara
69

Selain kepentingan-kepentingan yang sudah dijelaskan dalam sejarah

terbentuknya CLCS. Sebuah akibat dari perubahan iklim memainkan peran yang

cukup strategis karena dahulunya Artik hanya lautan es yang tidak memiliki

keuntungan sama sekali. Setelah kehilangan massa es yang cukup besar maka

terbukalah lautan baru yang penuh kesempatan dan memiliki potensi besar.

Sejauh mana akibat dari perubahan iklim terhadap perkembangan klaim

landas kontinen sudah tentu cukup besar. Luas minimum es laut Arktika di bulan

September (yaitu, pada kawasan dengan minimum 15% tudung es laut) mencapai

rekor baru pada tahun 2002, 2005, 2007, dan 2012.176

Pada tahun 2007 terjadi pelelehan es, dan hanya tersisa minimal 39% di
bawah nilai rata-rata pelelehan pada tahun 1979-2000; di mana Jalur Barat Laut
yang terkenal benar-benar dibuka sepenuhnya untuk pertama kali. Pada tahun
2007, pelelehan mengalami peningkatan yang mengejutkan, hal ini menjadi
perhatian para ilmuwan.177
Tudung es laut pada tahun 1980 (bawah) dan 2012 (atas), yang diamati oleh
sensor gelombang mikro pasif di satelit NASA Nimbus-7 dan Sensor Khusus
Microwave Imager/Sounder (SKMIS) dari Program Satelit Meteorologi
Pertahanan (PSMP). Es multi tahun ditampilkan dalam warna putih cerah,
sementara tudung es laut rata-rata diperlihatkan dengan warna biru muda hingga
putih susu. Data menunjukkan tudung es pada periode 1 November hingga 31
Januari pada tahun masing-masing.178
Dari tahun 2008 hingga 2011, luas minimum es laut Artik lebih tinggi
dibandingkan tahun 2007, namun luas tersebut tidak kembali ke tingkat tahun-
tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, rekor terendah pada tahun 2007 terdapat
pada akhir bulan Agustus yang menyisakan tiga minggu di masa-masa pelelehan
es; dan terus mengalami penurunan, dengan titik terbawah pada tanggal 16
September 2012 dengan luas yang tersisa 3,41 juta kilometer persegi (1,32 juta
mil persegi), atau 760.000 kilometer persegi (293.000 mil persegi) di bawah titik
terendah sebelumnya pada tanggal 18 September 2007; merupakan penurunan
50% dari nilai rata-rata tahun 1979-2000.179

176
Record Arctic sea ice minimum confirmed by NSIDC diarsipkan dari versi asli tanggal
29 July 2013
177
Ibid.
178
Ibid.
179
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


70

Tingkat penurunan seluruh tudung es di Arktika semakin meningkat. Dari


tahun 1979-1996, penurunan rata-rata per dasawarsa di seluruh tudung es
mengalami penurunan sebesar 2,2% pada luas es dan 3% menurun pada kawasan
es. Untuk dasawarsa yang berakhir pada tahun 2008, nilai-nilai ini meningkat
hingga 10,1% dan 10,7%. Hal ini sebanding dengan tingkat penurunan di bulan
September sampai September selanjutnya di sepanjang tahun es (es abadi, yang
bertahan sepanjang tahun), yang rata-rata menurun 10,2% dan 11,4% per
dasawarsa, untuk periode 1979-2007.180
Melihat data-data terkait pelelehan es di Artik tersebut, sudah tentu lautan

yang dahulunya tidak terjamah kini mulai akrab dan terbiasa dengan eksplorasi

dari negara-negara maju terutama yang berada di wilayah Artik. Sengketa tersebut

lahir dan didorong oleh perubahan iklim yang terjadi. Kesempatan ini tidak ingin

dilewatkan oleh negara-negara yang memiliki akses ke laut Artik. Mereka ingin

segera mengambil apa yang tersedia pada landas kontinen dengan melakukan

klaim-klaim yang saling bertentangan satu sama lain di daerah yang sama.

Membahas lebih dalam sebagaimana jauhnya permasalahan sengketa

tersebut, selain karena akses semakin terbuka akibat perubahan iklim ada hal lain

yaitu sumber minyak. Sorotan utama sengketa difokuskan pada kepentingan

ekonomi, dimana wilayah Artik memiliki potensi yang cukup besar. Ada yang

menarik mengenai waktu kapan munculnya permasalahan sengketa tersebut.

Dahulunya negara-negara tidak mementingkan landas kontinen seperti halnya

sekarang. Namun, semua tersebut berubah total ketika ditemukannya sumber

cadangan minyak baru yang didukung dengan kemajuan dalam bidang ilmu

pengetahuan dan teknologi. Kesadaran tersebut hadir karena negara yang

menguasai sumber daya alam tersebut sudah tentu akan memainkan peranan yang

besar dalam dunia global hal ini atas dasar konsumsi terhadap minyak bumi masih

180
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


71

tetap tinggi. Berikut cadangan minyak yang menjadi akar permasalahan sengketa

landas kontinen tersebut.

Gambar 4 Cadangan Minyak Wilayah Artik

Sumber: Printscreen video Youtube “It's time to draw borders on the Arctic Ocean” diupload
oleh Vox pada 24 Oktober 2017

Gambar tersebut merupakan prediksi sekitar 50% terhadap kemungkinan

penemuan terhadap minyak dan gas yang tersedia. Negara Artik berusaha untuk

mendapatkan cadangan sumber daya alam tersebut. Salah satu cara untuk

melakukan niat tersebut dengan mengajukan permohonan kepada CLCS untuk

penetapan batas terluar landas kontinen. Selain itu, cara klasik yang dilakukan

negara-negara tersebut adalah melakukan tindakan sepihak melalui klaim-klaim

mereka dengan bentuk provokatif pula yang menambah kerumitan dalam sengketa

tersebut. Ironi sekali negara-negara Artik tersebut memperebutkan minyak bumi

tersebut, padahal mereka adalah pelopor teknologi elektrik atau smart car dengan

konsep zero oil used pada mobil dan kenderaan mereka.

Universitas Sumatera Utara


72

B. Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS) sebagai Media

Penyelesaian Sengketa Limits Continental Shelf di Wilayah Artik

Bertindak sebagai salah satu komisi yang diberikan tanggung jawab yang

besar sudah tentu menjadikan CLCS mempunyai kuasa yang tinggi pula. Kajian

kali ini akan membahas secara mendalam bagaimana peran CLCS dalam

menyelesaikan konflik yang terjadi di wilayah Artik. Menarik jika kita melihat

secara keseluruhan bahwa peran CLCS cenderung terselip kepentingan-

kepentingan negara-negara yang terlibat langsung dengan landas kontinen.

Sesuai dengan tugas dan fungsi yang telah dibahas sebelumnya, bahwa

CLCS memiliki kewenangan untuk merekomendasikan batas terluar landas

kontinen yang diajukan oleh negara yang bersangkutan. Apabila rekomendasi

tersebut tidak diterima oleh negara, maka negara dapat mengajukan kembali

kepada CLCS untuk rekomendasi yang terbaru. Dalam beberapa hal, terkadang

negara mengajukan batas terluar landas kontinen sering bersinggungan dengan

batas terluar landas kontinen negara lain baik berdampingan atau berhadapan. Hal

ini terjadi di Artik, klaim-klaim yang diajukan Rusia, Denmark, dan Kanada

saling bersinggungan satu sama lain yang menyebabkan ketidakjelasan mengenai

batas terluar landas kontinen yang ada. Untuk itu, diperlukan kehadiran CLCS

yang diharapkan mampu untuk mengakomodir seluruh permasalahan-

permasalahan sengketa yang timbul dalam dunia internasional.

CLCS diamanatkan untuk mempertimbangkan data-data yang diajukan oleh

negara pantai dalam penentuan batas terluar landas kontinen. Jika data-data dan

materi-materi yang diajukan kepada CLCS saling bertolak belakang, maka CLCS

Universitas Sumatera Utara


73

akan menguji data-data tersebut apakah sesuai atau tidak dengan kondisi yang

sebenarnya. Jika kondisi tersebut didapati pada suatu kasus permasalahan, maka

dapat dijustifikasi bahwa CLCS memiliki peran dan wewenang yang signifikan

dalam penentuan batas terluar landas kontinen, hal ini tertera pada pasal 9 Annex.

II UNCLOS 1982. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa CLCS harus

memperhatikan landas kontinen negara yang berdampingan atau berhadapan,

jangan sampai terjadinya pengurangan terhadap negara yang bersangkutan

tersebut.

CLCS hadir bukan dari bentuk pembentukan organisasi secara klasik.

Kerjasama internasional dewasa ini tidak cukup hanya dilakukan melalui

hubungan-hubungan bilateral maupun multilateral.181 Cara lain yang kini semakin

populer dan ternyata mampu memenuhi keinginan masyarakat internasional

adalah dengan melembagakannya, yakni dengan membentuk atau mendirikan

oganisasi internasional ataupun forum-forum tertentu yang memiliki kepentingan

bersama. CLCS merupakan sub-bagian kerja dari organisasi internasional yaitu

United Nation. Untuk itu, tidak heran jika keberadaan organisasi internasional

semakin meningkat baik secara kualitatif ataupun kuantitatif. Perkembangan

organisasi internasional tersebut telah tentu juga memengaruhi kaidah-kaidah

hukum internasional diantaranya adalah hukum laut dan hukum organisasi

internasional. Kedua aspek cabang hukum internasional tersebut sangat vital

perannya dalam terbentuknya CLCS dalam tatanan hukum internasional.

181
I Wayan Parthiana, op.cit., Penghantar Hukum Internasional, hlm. 70.

Universitas Sumatera Utara


74

CLCS sudah tentu mempunyai program-program kerja yang dilakukan demi

tercapainya fungsi dan tujuan yang sudah ditentukan. Luas lingkup kerja CLCS

yang diprioritaskan adalah penentuan batas terluar landas kontinen. Hal tersebut

memiliki nilai signifikansi besar bagi negara-negara yang bersangkutan. Fokus

utama kini yang menjadi pembahasan adalah sengketa yang terjadi di wilayah

Artik, dimana negara-negara saling memperebutkan akses terhadap landas

kontinen tersebut. Untuk itu, diharapkan kehadiran CLCS sebagai media

penyelesaian sengketa terhadap penentuan batas terluar sengketa, tidak hanya di

secara global pula, namu pada wilayah Artik pula.

Meninjau dari wewenang yang terdapat pada CLCS sebagai sub-bagian

kerja dari organisasi internasional maka dapat kita nilai bahwa CLCS telah

mampu membentuk prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional yang

dapat berkembang secara luas dan umum. Keputusan-keputusan, resolusi-resolusi,

dan/atau rekomendasi yang dikeluarkan organisasi internasional tersebut memiliki

derajat dan hakekat hukum yang sama terhadap prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah

hukum internasional lain pada umumnya, hal ini juga terjadi pada CLCS.

Perhatian utama tersorot mengenai CLCS sebagai media penyelesaian

sengketa yang ada di wilayah Artik. Secara eksplisit, dijelaskan bahwa CLCS

hanya sebagai komisi yang merekomendasikan terhadap penentuan batas terluar

landas kontinen, tidak ada penjelasan secara detail bahwa CLCS berperan sebagai

media penyelesaian sengketa. Namun, kita dapat melihat bahwa CLCS sebagai

unit kerja dari organisasi internasional bertindak sebagai media penyelesaian

sengketa melalui rekomendasi yang dikeluarkannya. Peran CLCS tersebut dapat

Universitas Sumatera Utara


75

diungkapkan melalui hasil kerja yang ada seperti rekomendasi terhadap penentuan

batas terluar landas kontinen.

Terkait dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh CLCS tersebut, negara

yang mengajukan penentuan batas terluar tersebut dapat menerima atau menolak

rekomendasi tersebut. Negara berhak atas batas terluar landas kontinen apabila

menerima hasil rekomendasi tersebut dan apabila rekomendasi tersebut

melibatkan pengurangan landas kontinen negara lain maka terlebih dahulu harus

melakukan koordinasi dengan Sekretaris Jenderal PBB dalam penentapan

rekomendasi tersebut. Jika menolak, negara diberikan kesempatan kembali untuk

mengajukan penentuan batas terluar landas kontinen tersebut. Dalam memberikan

rekomendasi, CLCS berupaya dengan maksimal mungkin untuk mengeluarkan

rekomendasi dengan memperhatikan segala kepentingan dari negara-negara lain

yang bersangkutan.

Jika mencermati proses pengeluaran rekomendasi oleh CLCS, maka secara

jelas dan rinci alur tersebut memiliki skema yang menyita waktu dan tingkat

kompleksita tinggi. Diharapkan dengan proses tersebut, nantinya rekomendasi

yang dikeluarkan oleh CLCS memiliki validitas yang kuat karena telah melalui

kajian-kajian dan pendalaman materi secara komprehensif. Selain itu, proses

tersebut juga melibatkan banyak pihak yang dapat melakukan check and balance

terhadap hasil kerja satu sama lain. Sehingga dengan demikian, isi dari

rekomendasi tersebut diharapkan telah memenuhi seluruh aspirasi dari pihak-

pihak yang terkait dengan penetapan batas terluar landas kontinen tersebut.

Universitas Sumatera Utara


76

Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa CLCS berperan sebagai media

yang diharapkan mampu menyelesaikan sengketa landas kontinen di wilayah

Artik. CLCS melakukan hal tersebut dengan mengeluarkan rekomendasi-

rekomendasi terhadap negara yang berselisih. Rekomendasi tersebut berisi tentang

penetapan batas terluar landas kontinen. Informasi rinci dan jelas tersebut disusun

oleh CLCS dengan pertimbangan dari berbagai pihak dan berdasarkan Scientific

and Technical Guidelines tersebut..

C. Scientific and Technical Guidelines of the Commission on the Limits of the

Continental Shelf (CLCS) sebagai Dasar Penetapan Outer Limits Continental

Shelf

Menjalankan suatu tugas dan fungsi sebagai unit kerja organisasi

internasional tentunya bukan perkara mudah. Pedoman dan kaidah hal yang lazim

untuk dijadikan sebagai dasar bertindak ataupun untuk mengambil sikap terhadap

suatu objek permasalahan. Perkara mengeluarkan rekomendasi untuk suatu hal

yang nantinya akan menjadi dasar hukum bagi suatu pihak bukanlah perkara yang

mudah. CLCS mempunyai pedoman yang dijadikan pegangan untuk

mengeluarkan suatu rekomendasi yaitu Scientific and Technical Guideline yang

berfungsi sebagai dasar penetapan landas kontinen.

Scientific and Technical Guideline pada saat terbentuknya CLCS belum

terumuskan seperti sekarang ini. Anggota komisi CLCS kala itu memiliki tugas

berat yaitu menyusun Rules of Procedures dan Scientific and Technical Guideline

untuk beroperasi dengan sempurna. Awal-awal sesi dan pertemuan CLCS

dialokasika secara khusus untuk merampungkan kedua dokumen hukum tersebut.

Universitas Sumatera Utara


77

Mustahil jika tanpa legalitas dokumen yang mempunyai kekuatan hukum penuh

dan mengikat tersebut CLCS mampu melakukan tujuan dan fungsinya sesuai yang

diamanatkan. Sangat diterima oleh logika jika prioritas dari CLCS pada saat awal

pembentukan menaruh perhatian besar pada Rules of Procedures dan Scientific

and Technical Guideline dikarenakan manfaat kedua dokumen tersebut memiliki

tujuan jangka panjang. Secara sederhana, ibarat fondasi utama bagi

keberlangsungan CLCS. Demi tercapainya kesempurnaan kedua dokumen

tersebut tidak luput dari revisi-revisi yang mengarah kepada perbaikan dan

penyempurnaan.

Meninjau Scientific and Technical Guideline merupakan pedoman yang

berbasis ilmu ilmiah dalam hal proses penentuan batas terluar landas kontinen.

Pedoman tersebut memuat bagan-bagan dan ilustrasi yang meringkas prosedur

tentang pendirian batas terluar landas kontinen tersebut. Scientific and Technical

Guideline tersebut disusun oleh ilmuwan bukan oleh diplomat. Hal ini

dikarenakan penentuan batas tersebut bukan berdasarkan hasil negoisasi antar

pihak yang bersengketa, namun melalui pengujian dan studi lapangan tentang

landas kontinen tersebut. Selain itu, Scientific and Technical Guideline juga

memuat perhitungan-perhitungan ilmiah berdasarkan ilmu oseanografi dan

hidrografi. Hal ini bertujuan agar penetapan batas tersebut mengikuti kaidah-

kaidah ilmiah yang terdapat pada ilmu tersebut. Selain itu, pengujian dan

pengukuran yang dilakukan akan menjadi acuan dalam penentuan batas terluar

landas kontinen.

Universitas Sumatera Utara


78

Alternatif penentuan batas terluar dari landas kontinen yang dinyatakan

dalam UNCLOS 1982 adalah sebagai berikut:

a. Atas dasar pada titik tetap terluar dimana ketebalan batu endapan (sedimentary

rock) paling sedikit sebesar 1% dari jarak terdekat antara titik tersebut dengan

kaki lereng kontinen.

b. Jarak 60 mil laut dari kaki lereng kontinen.

c. Batas terluar dari landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis

pangkal dimana batas teritorial diukur.

d. Batas terluar dari Landas Kontinen tidak melebihi 100 mil laut dari garis

kedalaman 2500 m.

Adapun perhatian dan fokus bukan hanya mengikuti pedoman-pedoman

tersebut namun harus mengadakan pengujian dan melakukan verifikasi apakah

klaim yang diajukan oleh negara yang bersangkutan telah sesuai atau tidak dengan

pedoman tersebut. Untuk mendapatkan validasi data sesuai dengan pedoman yang

dianjurkan maka keahlian ilmuwan bidang oseanografi dan hidrografi memiliki

peran sentral dalam penentuan garis batas terluar landas kontinen tersebut. Sejauh

itu, jika prosedur penentuan berdasarkan data-data ilmiah, maka kekuatan untuk

mengklaim perihal landas kontinen berdasarkan fakta yang jelas dan akurat bukan

sekedar menunjuk titik sembarang pada garis koordinat biasa.

Secara sederhana, penentuan batas terluar landas kontinen tersebut harus

mengikuti pedoman-pedoman yang telah disepakati. Scientific and Technical

Guideline mengikuti induk aturan yang terdapat pada UNCLOS 1982, namun

lebih mendetail tentang pengukuran dalam proses garis batas terluar tersebut.

Universitas Sumatera Utara


79

Berikut ini mekanisme sederhana dan objek-objek apa saja yang masuk kedalam

petimbangan rekomendasi tersebut berdasarkan skema bagan berikut.

• Penentuan batas luar landas kontinen


1

• Penentuan kaki lereng landas kontinen


2

• Penentuan rumus jarak dan pembatas


3

• Penentuan titik pasti ketebalan bebatuan sama dengan atau lebih dari
4 1% terhadap jarak terdekat dengan kaki lereng landas kontinen

• Penentuan isobath sebesar 2500 m dan penentuan garis tidak melebihi


5 100 mil laut.

• Rumus penentuan laut lepas, elevasi kapal selam, dan atau


6 pengunungan laut

• Aplikasi rumus dan pembatas untuk menentukan batas terluar landas


7 kontinen.

Tahapan-tahapan tersebut mengikuti Scientific and Technical Guideline

yang mana dijadikan sebagai dasar penentepan batas terluar landas kontinen.

Proses tersebut dilakukan dengan melibatkan banyak pihak dan mencoba

mendekripsikan secara ilmiah sejauh mana penetapan batas terluar landas

kontinen tersebut dapat berlaku dan diakses oleh negara yang bersangkutan.

Penerapan ilmu ilmiah memiliki porsi terbesar dalam penentuan garis batas terluar

landas kontinen. Scientific and Technical Guideline CLCS tersebut juga

diberlakukan secara global, salah satunya di wilayah Artik..

Universitas Sumatera Utara


80

D. Kasus Posisi antara Norwegia, Islandia, Denmark, Rusia, dan Kanada

dalam Outer Limits of Continental Shelf di Wilayah Artik

Negara Artik dahulunya tidak begitu fokus memperhatikan pada landas

kontinen. Kini mereka mulai menyadari tentang potensi yang cukup tinggi pada

landas kontinen tersebut. Untuk itu semua, mereka mulai saling mengklaim dan

menyatakan bahwa landas kontinen tersebut bagian dari mereka. Rusia merupakan

pelopor dalam klaim-klaim yang dilakukan di wilayah Artik. Selain itu, luasnya

daratan wilayah yang dimiliki oleh Rusia juga memengaruhi secara signifikan.

Jika kita menaruh perhatian pada peta wilayah Artik, maka hampir 65% wilayah

tersebut dimiliki oleh Rusia. Sangat wajar jika, Rusia sangat menggebu-gebu

melakukan klaim terhadap batas terluar landas kontinen.

Rusia melakukan pengajuan kepada CLCS pertama kali pada 20 Desember

2001. Hanya tiga tahun setelah CLCS terbentuk dan Rusia merupakan negara

yang pertama kali yang melakukan pengajuan untuk penetapan garis batas terluar

landas kontinen.182 Kemudian dari pada itu, CLCS mengeluarkan rekomendasi

yang diadopsi oleh Rusia pada 27 Juni 2002.183 Selanjutnya, Rusia melakukan dua

kali pengajuan yang masing-masing terjadi pada 28 Februari 2013 dan 3 Agustus

2015. Pengajuan pertama dilakukan di laut Okhotsk dan kedua di laut Artik.

Untuk pengajuan di laut Okhotsk telah dilakukan dan telah diterima oleh Rusia.

Namun, pengajuan di laut Artik yang diajukan tersebut CLCS belum memberikan

rekomendasi yang ingin diterima oleh Rusia.

182
https://www.un.org/Depts/los/clcs_new/commission_submissions.htm sebagaimana
diakses pada 1 April 2019 pukul 1.40 WIB
183
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


81

Tindakan agresif yang dilakukan oleh Rusia tersebut langsung diikuti oleh

Norwegia yang melakukan pengajuan pada 27 November 2006.184 Merasa tidak

ingin ketinggalan, Norwegia melakukan pengajuan di wilayah timur laut Atlantik

dan Artik. Setelah menyita tenaga, pikiran, dan waktu, Norwegia menerima

rekomendasi tersebut pada 27 Maret 2009. Berbeda dengan Rusia, Norwegia lebih

memainkan strategi aman, mereka hanya melakukan klaim sebanyak dua kali dan

langsung menerima rekomendasi dari CLCS. Hal ini dilakukan karena, kekuatan

politik dan diplomasi Norwegia tidak terlalu besar, sehingga mereka lebih

bermain dengan aman dan beranggapan bahwa penentuan garis batas terluar

landas kontinen tersebut sebagai bonus. Hingga kini, Norwegia masih menunggu

rekomendasi mereka terhadap wilayah Bouvetoya dan Dronning Maud pada

pengajuan mereka yang kedua.

Selanjutnya, Denmark dan Islandia juga tidak ingin kalah dengan negara

tetangga. Kedua negara tersebut melakukan pengajuan pada waktu yang

bersamaan yaitu 29 April 2009. Denmark melakukan pengajuan pada area utara

kepulauan Faroe, yang mana juga berdekatan dengan Artik. Sementara itu,

Islandia mengajukan di wilayah Egir Basin didaerah bagian barat dan selatan

pengunungan Reykjanes. Kedua pengajuan klaim yang dilakukan oleh Denmark

dan Islandia berujung manis. Mereka masing-masing menerima rekomendasi

tersebut yang pada 11 Maret 2014 bagi Denmark dan 10 Maret 2016 bagi Islandia.

Perbedaan pengeluaran rekomendasi ini mungkin berdasarkan pada studi untuk

validasi pada penentuan garis batas terluar landas kontinen tersebut. Jika

184
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


82

dibandingkan dengan keseluruhan, Islandia dianggap sebagai negara yang paling

tenang dan santai dalam menyikapi klaim landas kontinen yang berada di Artik.

Sifat agresifitas yang tinggi ditunjukkan juga oleh Denmark setelah mereka

menerima rekomendasi pertama tersebut. Berturut-turut pada 2 Desember 2010,

14 Juni 2012, 26 November 2013, dan 15 Desember 2014 Denmark melakukan

pengajuan klaim terhadap wilayah wilayah Faroe-Rockfall dan selatan, timur laut,

serta utara dari landas kontinen Greenland. Dalam rentang waktu dari tahun 2010-

2014 tersebut, Denmark melakukan pengajuan klaim di empat wilayah yang mana

berdekatan dengan Artik. Secara jelas dapat kita simpulkan ketertarikan negara

Denmark pada wilayah Artik tersebut.

Negara yang terakhir ikut berperan dalam perebutan wilayah tersebut adalah

Kanada. Sikap dan tindakan yang dilakukan Kanada sedikit terlambat jika

dibandingkan dengan negara lain. Kanada hanya melakukan pengajuan klaim

sebanyak satu kali saja. Kanada merupakan negara terakhir yang ikut dalam

perebutan garis batas terluar landas kontinen tersebut. Mereka mulai mengajukan

pada 6 Desember 2013. Cukup terlambat jika dibandingkan dengan negara-negara

Artik lainnya.

Negara-negara Artik tersebut berlomba-lomba untuk memaksimalkan landas

kontinen tersebut dikarenakan beberapa hal yang telah dijelaskan sebelumnya.

Kepentingan politik, ekonomi, dan geografi merupakan alasan utama negara-

negara tersebut. Sikut-menyikut satu sama lain tidak menjadi masalah agar tujuan

dari masing-maisng negara tersebut dapat tercapai. Untuk itulah, kehadiran CLCS

diperlukan sebagai media untuk menentukan apakah klaim yang diajukan oleh

Universitas Sumatera Utara


83

negara-negara tersebut telah memiliki validitas secara ilmiah atau tidak. Untuk itu

semua, maka tidak heran jika rentang waktu anatara pengajuan klaim dengan

pemberian rekomendasi memakan waktu yang bertahun-tahun. Untuk memahami

lebih mendalam, seperti apa kasus posisi diantara negara-negaraArtik tersebut.

Ada baiknya kita untuk melihat posisi perbatasan negara Artik dengan mengikuti

ketentuan UNCLOS 1982 dengan tambahan 200 mil laut dari garis pangkal.

Gambar 5. Peta Perbatasan Wilayah Artik

Sumber: Printscreen video Youtube “It's time to draw borders on the Arctic Ocean” diupload
oleh Vox pada 24 Oktober 2017

Berdasarkan gambar diatas, maka dapat kita perhatikan bagian warna biru,

laut Artik tersebut landas kontinennya diperebutkan oleh negara-negara sekitar

untuk mengakses potensi yang ada. Bayangkan apa yang akan terjadi jika negara-

negara tersebut dapat mengakses wilayah baru tersebut. Sudah tentu akan ada

keuntungan-keuntungan yang dapat, salah satunya yang paling diincar adalah

cadangan minyak, rute pelayaran baru, dan perikanan. Ketiga hal tersebut

memiliki nilai jual ekonomi yang cukup tinggi. Tidak heran, jika negara-negara

Artik berusaha sekuat tenaga untuk memperebutkannya. Ketertarikan unik yang

Universitas Sumatera Utara


84

lainnya adalah jika peta perbatasan wilayah Artik tersebut dibandingkan dengan

klaim-klaim batas terluar landas kontinen.

Gambar 6. Klaim Garis Batas Terluar Landas Kontinen

Sumber: Printscreen video Youtube “It's time to draw borders on the Arctic Ocean” diupload
oleh Vox pada 24 Oktober 2017

Rusia, Denmark, dan Kanada mengajukan klaim yang begitu signifikan.

Ketiga negara tersebut berusaha saling sikut-menyikut. Satu hal yang pasti, klaim

negara tersebut mengarah pada ke titik kutub utara, yang dahulunya dapat

dikatakan zero interest. Namun, kini menjadi primadona diantara negara Artik.

Berbeda dengan halnya Norwegia dan Islandia, negara tersebut tidak terlalu

agresif namun tetap aktif dalam perebutan garis batas terluar landas kontinen.

Kedua negara tersebut juga telah menerima rekomendasi dari CLCS. Kini, yang

tengah panas adalah Rusia, Kanada, dan Denmark. Segala usaha dan tenaga wajib

dikerahkan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Baik melalui softpower

ataupun hardpower. Kita sudah dapat menerka bahwa agresifitas Rusia tidak

diragukan dengan melakukan kegiatan yang cukup provokatif di wilayah Artik.

Universitas Sumatera Utara


85

Salah satu kegiatan tersebut adalah pengaktifkan operasi militer disekitar wilayah

Artik. Rusia ingin menyampaikan pesan bahwa Artik adalah milik mereka.

Gambar 7. Pangkalan Militer Rusia Terbaru

Sumber: Printscreen video Youtube “It's time to draw borders on the Arctic Ocean” diupload
oleh Vox pada 24 Oktober 2017

Titik biru menandakan pangkalan militer Rusia yang berada disepanjang

wilayah Artik. Titik kuning menandakan fasilitas militer yang baru atau telah

direnovasi. Kita dapat menarik satu garis lurus bahwa Rusia merupakan negara

yang paling agresif untuk mendapatkan garis batas terluar landas kontinen

tersebut jika dibandingkan dengan Kanada, Norwegia, Islandia, dan Denmark.

CLCS muncul sebagai media penyelesaian sengketa. Sejauh ini, dari lima negara

tersebut, dua diantaranya telah menerima rekomendasi yaitu Norwegia dan

Islandia. Sementara itu, Rusia, Kanada, dan Denmark masih menunggu

rekomendasi dari CLCS.

Atas dasar uraian secara keseluruhan diatas, penulis beranggapan bahwa

permasalahan penentuan garis batas terluar landas kontinen untuk memperebutkan

sumber daya alam yang terkandung. SDA tersebut memiliki nilai jual ekonomi

Universitas Sumatera Utara


86

yang tinggi, dalam hal ini bisa diasumsikan uang adalah segalanya. Dengan

demikian, tidak terlepas juga ide-ide nakal konglomerat melalui perusahaan-

perusahaan besarnya. Sudah hal yang lumrah jika pemegang kekuasaan dititipi

oleh pesan-pesan agar nantinya kebijakan yang diambil tidak merugikan bagi

mereka.

Selain SDA dengan kapasitas ekonomi yang luar biasa tersebut, penulis

beranggapan bahwa ada satu nilai yang tak kasat mata yaitu dignity atau haus akan

kebangaan dan kehormatan bagi negara tersebut. Ada persaan lebih jika negara-

negara Artik mampu menguasai batas terluar landas kontinen tersebut. Ini juga

menujukkan kepada negara lainnya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu

tindakan, tidak sekedar duduk diam dalam dunia inernasional, terutama negara-

negara kecil yang ikut dalam sengketa ini termasuk Islandia dan Norwegia.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai

antara peranan CLCS dalam penentuan perbatasan di wilayah Artik lain:

1. Terbentuknya CLCS didorong oleh faktor-faktor yang bersumber dari

kepentingan politik, ekonomi, dan geografi. Politik cenderung dilatar-belakangi

oleh kekuasaan yang akan didapat dalam komisi tersebut. Banyak negara

memainkan peran ganda untuk mencapai tujuannya. Hal ini tidak kita pungkuri

juga terjadi pada negara-negara yang membentuk CLCS, salah satunya adalah

negara Artik. Selain itu, terselip juga kepentingan ekonomi, dimana landas

kontinen di wilayah Artik memiliki potensi yang sangat menjanjikan. Ini

tercermin dari kandungan sumber daya alam seperti minyak dan gas, mineral,

dan perikanan. Melihat potensi tersebut, sudah jelas motif ekonomi juga tidak

kalah penting. Kemudian, faktor geografi muncul sebagi pelengkap yaitu

negara setidaknya memiliki akses terhadap rute-rute pelayaran terbaru akibat

dari melelehnya es di laut Artik.

2. Dasar pembentukan dan pelaksanaan CLCS terdapat pada Annex II unclos

1982 dan Rules of Procedures Commission on the Limits of the Continental

Shelf CLCS/Rev. 1 2008. Instrumen hukum tersebut memiliki peran yang

penting bagi keberlangsungan CLCS.

87
Universitas Sumatera Utara
88

3. Peran CLCS dalam menyelesaikan sengketa perbatasan di wilayah Artik sangat

vital karena wewenang yang melekat berdampak terhadap Norwegia, Islandia

Denmark, Rusia, dan Kanada yang mana mereka saling memperebutkan landas

kontinen tersebut. Kesemua negara tersebut telah melakukan pengajuan klaim

kepada CLCS. Denmark sebanyak lima kali, Rusia tiga kali, Norwegia dua

kali, dan Kanada serta Islandia masing-masing satu kali. Atas pengajuan

tersebut, telah terbit rekomendasi sebanyak lima rekomendasi dari total dua

belas klaim yang telah diajukan. Rusia telah menerima dua rekomendasi dari

yang telah diajukan namun masih menunggu untuk di wilayah artik. Norwegia,

Denmark, dan Islandia masing-masing telah menerima satu rekomendasi.

Berbeda dengan Kanada yang belum menerima rekomendasi dikarenakan

masih dalam proses pengerjaan. Sejauh ini masih hanya Norwegia dan Islandia

yang telah menerima rekomendasi untuk wilayah Artik. Rusia, Kanada, dan

Denmark masih menunggu rekomendasi dari CLCS untuk penetapan garis

batas terluar landas kontinen.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, penulis menyarankan beberapa

poin dan hal mengenai peranan CLCS dalam penentuan perbatasan di wilayah

Artik lain:

1. Bahwa pembentukan CLCS tidak terluput dari kepentingan-kepentingan negara

pembentuknya. Hal seperti itu sudah lumrah, namun jangan pula melupakan

hak-hak yang melekat bagi masyarakat internasional. Hendaknya kepentingan

internasional didahulukan terlebih dahulu daripada kepentingan nasional. Ide

Universitas Sumatera Utara


89

tersebut dapat dilakukan dengan memaksimalkan pembayaran oleh negara

yang mengeksploitasi landas kontinen yang melebihi dari 200 mil laut kepada

otoritas yang berwenang dan menggunakan dana tersebut untuk masyarakat

internasional.

2. Bahwa dalam menyelesaikan sengketa di wilayah Artik, CLCS cenderung

memakan waktu yang cukup lama. Hal ini dapat mengurangi efektifitas kerja

secara keseluruhan. Untuk itu, dapat dilakukan peningkatan kinerja melalui

penambahan unit kerja agar dapat menjalankan fungsi dan tujuan secara

maksimal, terutama dalam pengajuan dan verifikasi data-data ilmiah yang ada

untuk penentuan garis batas terluar landas kontinen tersebut. Selain itu, proses

kerja dengan penambahan ahli-ahli oseanografi dan hidrografi untuk

meringanan beban kerja di lapangan.

Universitas Sumatera Utara


90

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 1997

Haricahyono, Cheppy. Ilmu Politik dan Perspektifnya, Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1986

Koers, Albert W. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum

Laut: Suatu Ringkasa, ter. Rudi M. Rizki dan Wahyuni Bahar, Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 1991

Kusumaatmadja, Mochtar. Masalah Lebar Laut Teritorial pada Konperensi-

Konperensi Hukum Laut di Jenewa, 1958 dan 1960: Disertasi untuk memperoleh

gelar Doktor dalam Ilmu Hukum, Bandung, PT. Penerbitan Universitas, 1962

Kusumaatmadja, Mochtar. Penghantar Hukum Internasional¸ Buku I

Bagian Umum cetakan keempat, Jakarta: Binacipta, 1982

Mamudji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, 2005

Mauna, Boer. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi

dalam Era Dinaika Global, Bandung, Alumni 2000

Parthiana, I Wayan. Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional,

Bandung: Mandar Maju, 2005

Parthiana, I Wayan. Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Penerbit

Mandar Maju, 2003

Rudy, T.May. Hukum Internasional 2, Bandung: PT. Refika Aditama, 2002

Universitas Sumatera Utara


91

Sefriani. Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press,

2014

Sodik, Dikdik Mohamad. Hukum Laut Internasional, rev.ed. Bandung: PT.

Refika Aditama, 2016

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 2011

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia, 1986

Starke, J.G. Pengantar Hukum Internasional, terj. Bambang Iriana

Djajaatmadja Jakarta: Sinar Grafika, 2008

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung: Alfabeta,

2009

Suherman, Ade Maman. Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi

Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta: PT. Ghalia Global,

2003

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000

Suryokusumo, Sumaryo. Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: UI

Press, 1990

Suwardi, Sri Setianingsih., Pengantar Hukum Organisasi Internasional,

Jakarta: UI Press, 2004

Universitas Sumatera Utara


92

Jurnal

Suarez, Suzette V. Commission on the Limits of the Continental Shelf, A.

von Bogdandy and R. Wolfrum (eds.) Max Plank Yearbook of United Nation Law

Vol. 14. (Netherland: Koninklijke Brill N.V, 2010)

Artikel

Arnsdorf, Isaac. Diamonds to Oil Bring Gold Rush Dreams to Melting

Arctic, Bloomberg (30 April, 2014)

Bourne, Joel K. Jr., In the Arctic's Cold Rush, There Are No Easy

Profits, National Geographic (March 2016)

Dlouhy, Jennifer A., Shell abandons Arctic oil quest after $7 billion bid

yields 'disappointing' results, Houston Chronicle (28 September, 2015)

Ebinger , Charles, John P. Banks, & Alisa Schackmann Offshore Oil and

Gas Governance in the Arctic: A Leadership Role for the U.S., Brookings

Institution (March 2014)

Hoag, Hannah. Nations negotiate fishing in Arctic high seas, Arctic

Deeply republished by United Press International (28 April 2016)

Osborn, Andrew. Putin's Russia in biggest Arctic military push since Soviet

fall, Reuters (31 January, 2017)

Riechmann, Deb. U.S. lags behind arctic nations in race to stake claims to

untapped resources, Associated Press (1 Januari, 2014)

Rosenthal, Elisabeth. Race Is On as Ice Melt Reveals Arctic Treasures, New

York Times (18 September, 2012)

Universitas Sumatera Utara


93

Konvensi dan Aturan Hukum Internasional

United Nation Convention on the Law of the Sea 1982

Rules of Procedures Commission on the Limits of the Continental Shelf

(CLCS)

Scientific and Technical Guidelines Commission on the Limits of the

Continental Shelf (CLCS)

Lain-Lain

Alaska Fisheries Science Center. Fourth Meeting of Scientific Experts on

Fish Stocks in the Central Arctic Ocean, 4th FiSCAO

The Encyclopedia Americana: International Edition, Vol. 7, Connecticut,

Grolier Incorporated, 1993

Commission on the Limits of the Continental Shelf websites resmi:

http://www.un.org/Depts/los/clcs_new/commission_purpose.htm

Universitas Sumatera Utara


94

LAMPIRAN 1

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982

Part. VI Continental Shelf

Article 76
Definition of the continental shelf
1. The continental shelf of a coastal State comprises the seabed and subsoil of the
submarine areas that extend beyond its territorial sea throughout the natural
prolongation of its land territory to the outer edge of the continental margin, or
to a distance of 200 nautical miles from the baselines from which the breadth
of the territorial sea is measured where the outer edge of the continental margin
does not extend up to that distance.
2. The continental shelf of a coastal State shall not extend beyond the limits
provided for in paragraphs 4 to 6.
3. The continental margin comprises the submerged prolongation of the land mass
of the coastal State, and consists of the seabed and subsoil of the shelf, the
slope and the rise. It does not include the deep ocean floor with its oceanic
ridges or the subsoil thereof.
4. (a) For the purposes of this Convention, the coastal State shall establish the
outer edge of the continental margin wherever the margin extends beyond 200
nautical miles from the baselines from which the breadth of the territorial sea is
measured, by either:
i) a line delineated in accordance with paragraph 7 by reference to the
outermost fixed points at each of which the thickness of
sedimentary rocks is at least 1 per cent of the shortest distance
from such point to the foot of the continental slope; or
ii) a line delineated in accordance with paragraph 7 by reference to
fixed points not more than 60 nautical miles from the foot of the
continental slope.
(b) In the absence of evidence to the contrary, the foot of the continental slope
shall be determined as the point of maximum change in the gradient at its
base
5. The fixed points comprising the line of the outer limits of the continental shelf
on the seabed, drawn in accordance with paragraph 4 (a) (i) and (ii), either shall
not exceed 350 nautical miles from the baselines from which the breadth of the
territorial sea is measured or shall not exceed 100 nautical miles from the 2,500
metre isobath, which is a line connecting the depth of 2,500 metres.
6. Notwithstanding the provisions of paragraph 5, on submarine ridges, the outer
limit of the continental shelf shall not exceed 350 nautical miles from the
baselines from which the breadth of the territorial sea is measured. This
paragraph does not apply to submarine elevations that are natural components
of the continental margin, such as its plateaux, rises, caps, banks and spurs.
7. The coastal State shall delineate the outer limits of its continental shelf, where
that shelf extends beyond 200 nautical miles from the baselines from which the

Universitas Sumatera Utara


95

breadth of the territorial sea is measured, by straight lines not exceeding 60


nautical miles in length, connecting fixed points, defined by coordinates of
latitude and longitude.
8. Information on the limits of the continental shelf beyond 200 nautical miles
from the baselines from which the breadth of the territorial sea is measured
shall be submitted by the coastal State to the Commission on the Limits of the
Continental Shelf set up under Annex II on the basis of equitable geographical
representation. The Commission shall make recommendations to coastal States
on matters related to the establishment of the outer limits of their continental
shelf. The limits of the shelf established by a coastal State on the basis of these
recommendations shall be final and binding.
9. The coastal State shall deposit with the Secretary-General of the United
Nations charts and relevant information, including geodetic data, permanently
describing the outer limits of its continental shelf. The Secretary-General shall
give due publicity thereto. 10. The provisions of this article are without
prejudice to the question of delimitation of the continental shelf between States
with opposite or adjacent coasts.
Article 77
Rights of the coastal State over the continental shelf
1. The coastal State exercises over the continental shelf sovereign rights for the
purpose of exploring it and exploiting its natural resources.
2. The rights referred to in paragraph 1 are exclusive in the sense that if the
coastal State does not explore the continental shelf or exploit its natural
resources, no one may undertake these activities without the express consent of
the coastal State.
3. The rights of the coastal State over the continental shelf do not depend on
occupation, effective or notional, or on any express proclamation.
4. The natural resources referred to in this Part consist of the mineral and other
non-living resources of the seabed and subsoil together with living organisms
belonging to sedentary species, that is to say, organisms which, at the
harvestable stage, either are immobile on or under the seabed or are unable to
move except in constant physical contact with the seabed or the subsoil.
Article 78
Legal status of the superjacent waters and air space and the rights and freedoms
of other States
1. The rights of the coastal State over the continental shelf do not affect the legal
status of the superjacent waters or of the air space above those waters.
2. The exercise of the rights of the coastal State over the continental shelf must
not infringe or result in any unjustifiable interference with navigation and other
rights and freedoms of other States as provided for in this Convention.
Article 79
Submarine cables and pipelines on the continental shelf
1. All States are entitled to lay submarine cables and pipelines on the continental
shelf, in accordance with the provisions of this article.
2. Subject to its right to take reasonable measures for the exploration of the
continental shelf, the exploitation of its natural resources and the prevention,

Universitas Sumatera Utara


96

reduction and control of pollution from pipelines, the coastal State may not
impede the laying or maintenance of such cables or pipelines.
3. The delineation of the course for the laying of such pipelines on the continental
shelf is subject to the consent of the coastal State.
4. Nothing in this Part affects the right of the coastal State to establish conditions
for cables or pipelines entering its territory or territorial sea, or its jurisdiction
over cables and pipelines constructed or used in connection with the
exploration of its continental shelf or exploitation of its resources or the
operations of artificial islands, installations and structures under its jurisdiction.
5. When laying submarine cables or pipelines, States shall have due regard to
cables or pipelines already in position. In particular, possibilities of repairing
existing cables or pipelines shall not be prejudiced.
Article 80
Artificial islands, installations and structures on the continental shelf
Article 60 applies mutatis mutandis to artificial islands, installations and
structures on the continental shelf.
Article 81
Drilling on the continental shelf
The coastal State shall have the exclusive right to authorize and regulate drilling
on the continental shelf for all purposes.
Article 82
Payments and contributions with respect to the exploitation of the continental
shelf beyond 200 nautical miles
1. The coastal State shall make payments or contributions in kind in respect of the
exploitation of the non-living resources of the continental shelf beyond 200
nautical miles from the baselines from which the breadth of the territorial sea is
measured.
2. The payments and contributions shall be made annually with respect to all
production at a site after the first five years of production at that site. For the
sixth year, the rate of payment or contribution shall be 1 per cent of the value
or volume of production at the site. The rate shall increase by 1 per cent for
each subsequent year until the twelfth year and shall remain at 7 per cent
thereafter. Production does not include resources used in connection with
exploitation.
3. A developing State which is a net importer of a mineral resource produced
from its continental shelf is exempt from making such payments or
contributions in respect of that mineral resource.
4. The payments or contributions shall be made through the Authority, which
shall distribute them to States Parties to this Convention, on the basis of
equitable sharing criteria, taking into account the interests and needs of
developing States, particularly the least developed and the land-locked among
them.

Universitas Sumatera Utara


97

Article 83
Delimitation of the continental shelf between States with opposite or adjacent
coasts
1. The delimitation of the continental shelf between States with opposite or
adjacent coasts shall be effected by agreement on the basis of international law,
as referred to in Article 38 of the Statute of the International Court of Justice,
in order to achieve an equitable solution.
2. If no agreement can be reached within a reasonable period of time, the States
concerned shall resort to the procedures provided for in Part XV.
3. Pending agreement as provided for in paragraph 1, the States concerned, in a
spirit of understanding and cooperation, shall make every effort to enter into
provisional arrangements of a practical nature and, during this transitional
period, not to jeopardize or hamper the reaching of the final agreement. Such
arrangements shall be without prejudice to the final delimitation.
4. Where there is an agreement in force between the States concerned, questions
relating to the delimitation of the continental shelf shall be determined in
accordance with the provisions of that agreement.
Article 84
Charts and lists of geographical coordinates
1. Subject to this Part, the outer limit lines of the continental shelf and the lines of
delimitation drawn in accordance with article 83 shall be shown on charts of a
scale or scales adequate for ascertaining their position. Where appropriate, lists
of geographical coordinates of points, specifying the geodetic datum, may be
substituted for such outer limit lines or lines of delimitation.
2. The coastal State shall give due publicity to such charts or lists of geographical
coordinates and shall deposit a copy of each such chart or list with the
Secretary-General of the United Nations and, in the case of those showing the
outer limit lines of the continental shelf, with the Secretary-General of the
Authority.
Article 85
Tunnelling
This Part does not prejudice the right of the coastal State to exploit the
subsoil by means of tunnelling, irrespective of the depth of water above the
subsoil.

Universitas Sumatera Utara


98

LAMPIRAN 2

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982

Annex. II. Commission on the Limits of the Continental Shelf

Article 1
In accordance with the provisions of article 76, a Commission on the Limits
of the Continental Shelf beyond 200 nautical miles shall be established in
conformity with the following articles.
Article 2
1. The Commission shall consist of 21 members who shall be experts in the field
of geology, geophysics or hydrography, elected by States Parties to this
Convention from among their nationals, having due regard to the need to ensure
equitable geographical representation, who shall serve in their personal capacities.
2. The initial election shall be held as soon as possible but in any case within 18
months after the date of entry into force of this Convention. At least three months
before the date of each election, the Secretary-General of the United Nations shall
address a letter to the States Parties, inviting the submission of nominations, after
appropriate regional consultations, within three months. The Secretary-General
shall prepare a list in alphabetical order of all persons thus nominated and shall
submit it to all the States Parties.
3. Elections of the members of the Commission shall be held at a meeting of
States Parties convened by the Secretary-General at United 146 Nations
Headquarters. At that meeting, for which two thirds of the States Parties shall
constitute a quorum, the persons elected to the Commission shall be those
nominees who obtain a two-thirds majority of the votes of the representatives of
States Parties present and voting. Not less than three members shall be elected
from each geographical region.
4. The members of the Commission shall be elected for a term of five years. They
shall be eligible for re-election.
5. The State Party which submitted the nomination of a member of the
Commission shall defray the expenses of that member while in performance of
Commission duties. The coastal State concerned shall defray the expenses
incurred in respect of the advice referred to in article 3, paragraph 1(b), of this
Annex. The secretariat of the Commission shall be provided by the Secretary-
General of the United Nations.
Article 3
1. The functions of the Commission shall be: (a) to consider the data and other
material submitted by coastal States concerning the outer limits of the continental
shelf in areas where those limits extend beyond 200 nautical miles, and to make
recommendations in accordance with article 76 and the Statement of
Understanding adopted on 29 August 1980 by the Third United Nations
Conference on the Law of the Sea; (b) to provide scientific and technical advice, if
requested by the coastal State concerned during the preparation of the data
referred to in subparagraph (a).

Universitas Sumatera Utara


99

2. The Commission may cooperate, to the extent considered necessary and useful,
with the Intergovernmental Oceanographic Commission of UNESCO, the
International Hydrographic Organization and other competent international
organizations with a view to exchanging scientific and technical information
which might be of assistance in discharging the Commission's responsibilities.
Article 4
Where a coastal State intends to establish, in accordance with article 76,
the outer limits of its continental shelf beyond 200 nautical miles, it shall submit
particulars of such limits to the Commission along with supporting scientific and
technical data as soon as possible but in any case within 10 years of the entry into
force of this Convention for that State. The coastal State shall at the same time
give the names of any Commission members who have provided it with scientific
and technical advice.
Article 5
Unless the Commission decides otherwise, the Commission shall function
by way of sub-commissions composed of seven members, appointed in a balanced
manner taking into account the specific elements of each submission by a coastal
State. Nationals of the coastal State making the submission who are members of
the Commission and any Commission member who has assisted a coastal State by
providing scientific and technical advice with respect to the delineation shall not
be a member of the sub-commission dealing with that submission but has the right
to participate 147 as a member in the proceedings of the Commission concerning
the said submission. The coastal State which has made a submission to the
Commission may send its representatives to participate in the relevant
proceedings without the right to vote.
Article 6
1. The sub-commission shall submit its recommendations to the Commission.
2. Approval by the Commission of the recommendations of the sub-commission
shall be by a majority of two thirds of Commission members present and voting.
3. The recommendations of the Commission shall be submitted in writing to the
coastal State which made the submission and to the Secretary-General of the
United Nations.
Article 7
Coastal States shall establish the outer limits of the continental shelf in
conformity with the provisions of article 76, paragraph 8, and in accordance with
the appropriate national procedures.
Article 8
In the case of disagreement by the coastal State with the recommendations
of the Commission, the coastal State shall, within a reasonable time, make a
revised or new submission to the Commission.
Article 9
The actions of the Commission shall not prejudice matters relating to
delimitation of boundaries between States with opposite or adjacent coasts

Universitas Sumatera Utara


100

LAMPIRAN 3

United Nations Convention on the Law of the Sea CLCS/40/Rev-1


Rules of Procedures Commission on the Limits of the

Continental Shelf

Distr. : General R
Date : 17 April 2018
Original : English
Twenty-first sessions
New York, 17 March – 18 April 2008

I. Introduction

Rule 1
Use of terms
For the purposes of these Rules:

“Convention” means the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea;

“Statement of Understanding” means the Statement of Understanding adopted on


29 August 1980 by the Third United Nations Conference on the Law of the Sea
and contained in Annex II to its Final Act;

“Guidelines” means the Scientific and Technical Guidelines of the Commission


on the Limits of the Continental Shelf, unless otherwise specified;
“Commission” means the Commission on the Limits of the Continental Shelf,
established in accordance with article 76, paragraph 8, and Annex II to the
Convention;
“Secretary-General” means the Secretary-General of the United Nations, unless
otherwise specified;
“Secretariat” means the Secretariat of the United Nations; “States Parties” means
States Parties to the Convention;
“Meeting of States Parties” means a meeting of States Parties to the Convention
convened in accordance with the relevant provisions of the Convention.

Universitas Sumatera Utara


101

II. Sessions and meetings

Rule 2
Sessions and meetings

1. The Commission shall hold sessions at least once a year and as often as is
required for the effective performance of its functions under the Convention, in
particular, to consider submissions by coastal States and to make
recommendations thereon. A session may include several meetings of the
Commission and its subcommissions.
2. Taking into account financial considerations that may influence the frequency
of its sessions, the Commission shall be convened:
At the request of the Chairperson of the Commission;
At the request of a majority of the members of the Commission;
At the request of the Secretary-General; or
By a decision of the Commission.
Rule 3
Notification of opening date of session
The Secretary-General shall notify the members of the Commission of the date,
place and duration of a session as soon as possible, but no later than sixty days in
advance of its opening date. Any coastal State whose submission is to be
considered at the session shall also be notified.

Rule 4
Venue
1. Sessions of the Commission and its subcommissions shall normally be held at
United Nations Headquarters in New York.
2. Another venue for an entire session, or any part thereof, may be designated by
the Commission in consultation with any coastal State which made a submission
to be considered at that session and with the Secretary-General, subject to the
requirements established by the United Nations that no additional costs are
directly or indirectly incurred by the United Nations.

Rule 5
Agenda
The provisional agenda of each session shall be prepared by the Secretary-General
in consultation with the Chairperson of the Commission. The Secretary-General
shall transmit the provisional agenda to the members of the Commission together
with the notification referred to in rule 3 and with the names of any members of
the Commission who have provided any coastal State concerned with scientific
and technical advice.
1. The Commission may include in its agenda any other item relevant to the
effective performance of its functions.
2. The Commission shall adopt the agenda at the beginning of the session.
3. During a session, the Commission may revise the agenda.

Universitas Sumatera Utara


102

III. Members of the Commission

Rule 6
Members
The Commission shall consist of the members elected pursuant to article 2 of
Annex II to the Convention.

Rule 7
Term of office
1. In accordance with article 2, paragraph 4, of Annex II to the Convention, the
members of the Commission shall be elected for a term of five years and they
shall be eligible for re-election.
2. The members of the Commission elected at the first election shall begin their
term of office on the date of the first meeting of the Commission.
3. The term of office of the members of the Commission elected at subsequent
elections shall begin on the day after the date of expiry of the term of office of the
members of the Commission whom they replace.
4. The absence of a member of the Commission during two consecutive sessions
of the Commission without justification shall be brought to the attention of the
Meeting of States Parties.

Rule 8
By-elections
If a member of the Commission dies or resigns or for any other cause can no
longer perform his or her duties, the Meeting of States Parties shall elect a
member for the remainder of the predecessor’s term. Such by-elections shall be
carried out in accordance with article 76 and Annex II to the Convention.

Rule 9
Expenses of members
In accordance with article 2, paragraph 5, of Annex II to the Convention:
(a) The State Party which submitted the nomination of a member of the
Commission shall defray the expenses of that member while in
performance of Commission duties;
(b) The coastal States requesting the scientific and technical advice
referred to in article 3, paragraph 1 (b), of Annex II to the Convention
shall defray the expenses incurred in respect of this advice.

Rule 10
Solemn declaration
Before assuming his or her duties, each member of the Commission shall make
the following solemn declaration in the Commission:

Universitas Sumatera Utara


103

“I solemnly declare that I will perform my duties as a member of the Commission


on the Limits of the Continental Shelf honourably, faithfully, impartially and
conscientiously.”

Rule 11
Duty to act independently
In the performance of their duties, members of the Commission shall not seek or
receive instructions from any Government or from any other authority external to
the Commission. They shall refrain from any action which might reflect
negatively on their position as members of the Commission.

IV. Officers
Rule 12
Elections
The Commission shall elect from among its members a Chairperson and four
Vice-Chairpersons, and shall give due regard to the equitable geographical
representation and rotation of the Office of the Chairperson among the five
regions. In doing so, the Commission shall also take into account those regional
groups whose members have already been elected to that office.

Rule 13
Term of office
The officers of the Commission shall be elected for a term of two and a half years.
They shall be eligible for re-election.

Rule 14
Acting Chairperson
1. If the Chairperson is absent from a session, or any part thereof, the
Commission shall designate one of the Vice-Chairpersons to act in his or her
place.
2. A Vice-Chairperson acting as Chairperson shall have the same powers and
duties as the Chairperson.

Rule 15
Replacement of officers
If any of the officers of the Commission ceases to be, or declares his or her
inability to continue serving as, a member of the Commission, or for any reason is
no longer able to act as an officer, a new officer shall be elected for the unexpired
term of his or her predecessor

Universitas Sumatera Utara


104

V. Secretariat

Rule 16
Duties of the Secretary-General
1. The Secretary-General shall act in that capacity in all sessions of the
Commission and meetings of its subcommissions and any subsidiary bodies which
it may establish. The Secretary-General may designate a member of the
Secretariat to participate on his or her behalf.
2. The Secretary-General shall be responsible for making the arrangements
related to the sessions of the Commission and meetings of its subcommissions and
any subsidiary bodies which it may establish and shall provide and direct the staff
required for such sessions and meetings.
3. The Secretariat shall perform all work that the Commission may require for the
effective performance of its functions.

Rule 17
Statements by the Secretary-General and members of the Secretariat
The Secretary-General or any member of the Secretariat designated by him or her
may make oral or written statements at any meeting of the Commission and of its
subcommissions.

Rule 18
Financial implications of proposals
Before any proposal that involves expenditures is approved by the Commission,
the Secretary-General shall prepare and circulate to the members of the
Commission, as early as possible, an estimate of the cost involved in the proposal.
The Chairperson shall draw the attention of members to this estimate and invite
discussion on it when the proposal is considered by the Commission or any
subsidiary body.

VI. Languages
Rule 19
Official and working languages
1. The official and working languages of the Commission shall be Arabic,
Chinese, English, French, Russian and Spanish.
2. In the absence of objections by any member, the Commission may decide not
to use some of its official and working languages for any particular meeting,
taking into account the language preferences of the members of the Commission
participating at that meeting and of any coastal State whose submission is under
consideration.1
1
For the working language of the subcommissions see paragraph 4 of Annex III.

Universitas Sumatera Utara


105

Rule 20
Interpretation
Subject to rule 19, paragraph 2, speeches made in any of the languages of the
Commission shall be interpreted into the other languages.

Rule 21
Interpretation from a language other than the languages of the Commission
Oral statements may be made in a language other than the languages of the
Commission, provided the person making the statement arranges for interpretation
into one of the languages of the Commission. Interpretation into the other
languages of the Commission may be based on the interpretation given in the first
such language.

Rule 22
Languages of documents of the Commission
Documents of the Commission shall be issued in the languages of the
Commission, unless otherwise decided by the Commission. The languages of the
recommendations of the Commission shall be in accordance with rule 53,
paragraph 3.

VII. Public and private meetings


Rule 23
Public and private meetings
The meetings of the Commission, its subcommissions and subsidiary bodies shall
be held in private, unless the Commission decides otherwise.

VIII. Conduct of business


Rule 24
Quorum
Two thirds of the members of the Commission, subcommission or subsidiary
body shall constitute a quorum.

Rule 25
Powers of the Chairperson
1. In addition to exercising the powers conferred upon him or her elsewhere by
these Rules, the Chairperson shall declare the opening and closing of each session
and meeting of the Commission, direct the discussion, ensure observance of these
Rules, accord the right to speak, put questions to the vote and announce decisions.
The Chairperson shall rule on points of order and, subject to these Rules, shall

Universitas Sumatera Utara


106

have complete control over the proceedings and over the maintenance of order
thereat. He or she may propose to the Commission the limitation of time to be
allowed to speakers, the limitation of the number of times each representative may
speak on any question, the closure of the list of speakers, the adjournment or
closure of the debate and the suspension or adjournment of a meeting.
2. The Chairperson, in the exercise of his or her functions, remains under the
authority of the Commission.

Rule 26
Points of order
During the discussion of any matter, a member may at any time raise a point of
order, which shall be immediately decided by the Chairperson in accordance with
the present Rules. Any appeal against the ruling of the Chairperson shall be
immediately put to the vote, and the ruling of the Chairperson shall stand unless
overruled by a majority of the members present and voting. A member may not, in
raising a point of order, speak on the substance of the matter under discussion.

Rule 27
Time limits on speakers
The Commission may limit the time allowed to each speaker on any question.
When debate is limited and a speaker exceeds the allotted time, the Chairperson
shall call the speaker to order without delay.

Rule 28
Closure of debate
During the discussion of any matter, a member may move the closure of the
debate on the item under discussion, whether or not any other member has
signified a wish to speak. Permission to speak on the closure of the debate shall be
accorded only to the member who proposed the motion, and to one member who
opposes it and one member who favours it, after which the motion shall be
immediately put to the vote.

Rule 29
Adjournment of debate
During the discussion of any matter, a member may move the adjournment of the
debate on the item under discussion. Permission to speak on the adjournment of
the debate shall be accorded only to the member who proposed the motion, and to
one member who opposes it and one member who favours it, after which the
motion shall be immediately put to the vote.

Rule 30
Suspension or adjournment of the meeting

Universitas Sumatera Utara


107

During the discussion of any matter, a member may move the suspension or
adjournment of the meeting. No discussion on such motions shall be permitted,
and they shall be immediately put to the vote.

Rule 31
Order of motions
The motions indicated below shall have precedence in the following order over all
proposals or other motions before the meeting:

(a) To suspend the meeting;


(b) To adjourn the meeting;
(c) To adjourn the debate on the question under discussion; and
(d) To close the debate on the question under discussion.

Rule 32
Submission of proposals by members of the Commission
Proposals by members of the Commission shall be submitted in writing to the
Chairperson of the Commission and copies thereof shall be circulated to all
members of the Commission by the Secretariat.

Rule 33
Decisions on competence
Any motion calling for a decision on the competence of the Commission to adopt
a proposal submitted to it shall be put to the vote before a decision is taken on the
proposal in question.

Rule 34
Reconsideration of proposals by members of the Commission
When a proposal has been adopted or rejected, it may not be reconsidered unless
the Commission, by a two-thirds majority of the members present and voting, so
decides. Permission to speak on a motion to reconsider shall be accorded only to
two speakers opposing reconsideration, after which the motion shall be
immediately put to the vote.

IX. Voting
Rule 35
General agreement
1. The Commission, its subcommissions and subsidiary bodies shall make their
best endeavours to ensure that their work is accomplished by general agreement.
2. Accordingly, the Commission, its subcommissions and subsidiary bodies shall
make every effort to reach agreement on substantive matters by way of consensus

Universitas Sumatera Utara


108

and there shall be no voting on such matters until all efforts to achieve consensus
have been exhausted.

Rule 36
Voting rights
Each member of the Commission shall have one vote.

Rule 37
Majority required
1. Subject to rule 35, decisions of the Commission, subcommission or subsidiary
body on all matters of substance shall be taken by a two-thirds majority of the
members present and voting. For the Commission, this shall include the
establishment of subcommissions, the approval of the recommendations prepared
by a subcommission, requests for advice by specialists, cooperation with
competent international organizations, as well as the amendment of the existing
and the adoption of new Rules and other regulations, guidelines and annexes to
these Rules.
2. Except as otherwise provided in these Rules, decisions of the Commission on
all matters of procedure shall be taken by a majority of the members present and
voting.
3. If the question arises whether a matter is one of procedure or of substance, the
Chairperson of the Commission shall rule on the question. Any appeal against this
ruling shall be put to the vote immediately, and the Chairperson’s ruling shall
stand unless overruled by a majority of the members present and voting.
4. If a vote is equally divided on a matter other than the election of officers,
which is regulated by rule 40, paragraph 4, the proposal or motion shall be
regarded as rejected.
5. For the purpose of these Rules, the phrase “members present and voting”
means members casting an affirmative or negative vote. Members who abstain
from voting shall be regarded as not voting.

Rule 38
Method of voting
The Commission shall normally vote by a show of hands, except as provided for
in rule 40.

Rule 39
Conduct during voting
After the Chairperson has announced the commencement of voting, no member
shall interrupt the voting except on a point of order raised in connection with the
process of voting.

Universitas Sumatera Utara


109

Rule 40
Election of officers
1. All elections shall be held by secret ballot unless, in the absence of any
objection, the Commission decides to proceed without taking a ballot when there
is an agreed candidate or slate.
2. A single ballot shall be taken in respect of all places to be filled at one time
under the same conditions. Those candidates, in a number not exceeding the
number of places to be filled, obtaining a majority of the votes cast and the largest
number of votes, shall be elected.
3. If the number of candidates obtaining such a majority is less than the number
of places to be filled, additional ballots shall be held to fill the remaining places,
the voting being restricted to the candidates obtaining the greatest number of votes
in the previous ballot to a number not more than twice the places remaining to be
filled.
4. If a tie vote between two or more candidates persists for two successive ballots,
a decision, by lot drawn by the Chairperson, shall be taken as to which candidate
shall be chosen.

Rule 41
Announcement of the outcome of a voting and of the election of the officers
The Chairperson shall announce the outcome of any voting and, in the case of
elections pursuant to rule 40, the names of the officers who have been elected.

X. Subcommissions and other subsidiary bodies

Rule 42
Subcommissions
1. If, in accordance with article 5 of Annex II to the Convention, the Commission
decides to establish a subcommission for the consideration of a submission, it
shall:
(a) Identify any members of the Commission who are defined as
ineligible, in accordance with article 5 of Annex II to the Convention, i.e.
nationals of the coastal State making the submission and members who
have assisted the coastal State by providing scientific and technical advice
with respect to the delineation;
(b) Identify any members of the Commission who may, for other reasons,
be perceived to have a conflict of interest regarding the submission, e.g.,
members who are nationals of a State which may have a dispute or
unresolved border with the coastal State;
(c) Through informal consultations among the members of the
Commission, nominate candidates for the subcommission other than those
identified in subparagraph (a), taking into account the factors regarding the

Universitas Sumatera Utara


110

members identified in paragraph (b), and the specific elements of the


submission as well as, to the extent possible, the need to ensure a scientific
and geographical balance; and
(d) Appoint from among the nominated candidates seven members of the
subcommission.
(e) The term of a subcommission shall extend from the time of its
appointment to the time that the submitting coastal State deposits, in
accordance with article 76, paragraph 9, of the Convention, the charts and
relevant information, including geodetic data, regarding the outer limits
for that part of the continental shelf for which the submission was
originally made.

2. A member of the Commission can be appointed to be a member of more than


one subcommission. Members of the Commission identified under subparagraph 1
(a) have the right to participate as members in the proceedings of the Commission
concerning the said submission. Such members, by prior consultation and
agreement within the subcommission, may be invited to participate in the
proceedings of the subcommission on specific issues concerning the said
submission without the right to vote.

Rule 43
Other subsidiary bodies
The Commission may establish such other subsidiary bodies composed of its
members as may be required for the effective performance of its functions.

Rule 44
Conduct of business
1. Each subcommission or other subsidiary body established by the Commission
shall elect its own Chairperson and two Vice-Chairpersons, and report the results
of the election to the Commission.
2. The present Rules apply mutatis mutandis to the conduct of business of the
subcommissions and other subsidiary bodies.

XI. Submission by a coastal State

Rule 45
Submission by a coastal State
In accordance with article 4 of Annex II to the Convention:
(a) Where a coastal State intends to establish the outer limits of its
continental shelf beyond 200 nautical miles from the baselines from which
the breadth of the territorial sea is measured, it shall submit particulars of
such limits tothe Commission along with supporting scientific and

Universitas Sumatera Utara


111

technical data as soon as possible, but in any case within ten years of the
entry into force of the Convention for that State. In the case of a State
Party for which the Convention entered into force before 13 May 1999, it
is understood, in accordance with the “Decision regarding the date of
commencement of the ten-year period for making submissions to the
Commission on the Limits of the Continental Shelf set out in article 4 of
Annex II to the United Nations Convention on the Law of the Sea”
(SPLOS/72 of 29 May 2001), that the ten-year time period referred to in
article 4 of Annex II to the Convention shall be taken to have commenced
on 13 May 1999;2
(b) The coastal State shall at the same time give the names of any
Commission members who have provided it with scientific and technical
advice.

Rule 46
Submissions in case of a dispute between States with opposite or adjacent
coasts or in other cases of unresolved land or maritime disputes
1. In case there is a dispute in the delimitation of the continental shelf between
opposite or adjacent States or in other cases of unresolved land or maritime
disputes, submissions may be made and shall be considered in accordance with
Annex I to these Rules.
2. The actions of the Commission shall not prejudice matters relating to the
delimitation of boundaries between States.

2
The election of the members of the Commission was postponed until March 1997 by a
decision of the Third Meeting of States Parties to the Convention, held from 27 November to 1
December 1995. Since the Convention entered into force on 16 November 1994 for the 60 States
whose ratifications made that entry into force possible and the commencement of the ten-year
period began for them on that date, the Meeting agreed that should any one of those States be
affected adversely in respect of its obligations under the Convention as a consequence of the
change in the date of the election, States Parties, at the request of such a State, would review the
situation with a view to ameliorating the difficulty in respect of that obligation (SPLOS/5,
paragraph 20). The Eleventh Meeting of States Parties to the Convention, held from 14 to 18 May
2001, noted that it was only after the adoption of the Scientific and Technical Guidelines by the
Commission on 13 May 1999 that States had before them the basic documents concerning
submissions in accordance with article 76, paragraph 8, of the Convention. Considering the
problems encountered by States Parties, in particular developing countries, including small island
developing States, in complying with the time limit set out in article 4 of Annex II to the
Convention, the Meeting of States Parties decided that (a) in the case of a State Party for which the
Convention entered into force before 13 May 1999, it is understood that the ten-year time period
referred to in article 4 of Annex II to the Convention shall be taken to have commenced on 13 May
1999; and that (b) the general issue of the ability of States, particularly developing States, to fulfil
the requirements of article 4 of Annex II to the Convention be kept under review (SPLOS/72).

Universitas Sumatera Utara


112

Rule 47
Form and language of the submission
1. A submission shall conform to the requirements established by the
Commission.3
2. A submission, as well as its annexes, attachments and other supporting
material, shall be made in one of the official languages of the Commission. If
made in an official language other than English, it shall be translated by the
Secretariat into English. In order to enable the Secretary-General to make public
the proposed outer limits pursuant to the submission, as envisaged in rule 50, the
executive summary of the submission shall be translated expeditiously, given the
time frame required for such translation by the rules of the Secretariat. Taking into
account the volume and complexity of the main body and supporting scientific
and technical data of the submission, a reasonable time should be allowed for the
completion of the translation of the full submission, including its annexes and
charts, and the conversion of the data, if necessary, before the Commission shall
meet for consideration of the submission.

Rule 48
Recording of the submission
1. Each submission shall be recorded by the Secretary-General upon receipt.
2. The record shall contain the date of receipt of the submission, a list of
attachments and annexes thereto and the date of entry into force of the Convention
for the coastal State which made the submission.

Rule 49
Acknowledgement of the receipt of the submission
The Secretary-General shall promptly acknowledge by letter to the coastal State
the receipt of its submission and attachments and annexes thereto, specifying the
date of receipt

Rule 50
Notification of the receipt of a submission and publication of the proposed
outer limits of the continental shelf related to the submission
The Secretary-General shall, through the appropriate channels, promptly notify
the Commission and all States Members of the United Nations, including States
Parties to the Convention, of the receipt of the submission, and make public the
executive summary including all charts and coordinates referred to in paragraph
9.1.4 of the Guidelines and contained in that summary, upon completion of the
translation of the executive summary referred to in rule 47, paragraph 3.

3
For the format of the submission, see paragraph 1 of annex III.

Universitas Sumatera Utara


113

Rule 51
Consideration of the submission4
1. Upon receipt of a submission by the Secretary-General, the consideration of
that submission shall be included in the provisional agenda of the next ordinary
session of the Commission prepared in accordance with rule 5 and paragraph 2 of
annex III, provided that that session, as convened in accordance with rule 2, is
held not earlier than three months after the date of the publication by the
Secretary-General of the executive summary including all charts and coordinates
referred to in rule 50.
2. If the next ordinary session of the Commission is not scheduled within a
reasonable time, the Chairperson of the Commission may, upon the notification
by the Secretary-General of the receipt of the submission in accordance with rule
50, request an additional session to be convened in accordance with rule 2, within
a suitable time for the purpose of considering the submission.
3. The submission shall be considered in accordance with the rules on
confidentiality contained in annex II to these Rules.
4. Unless it decides otherwise, the Commission shall establish a subcommission
in accordance with rule 42 for the consideration of each submission.
4 bis. Unless the Commission decides otherwise, only three subcommissions shall
function simultaneously while considering submissions.

4 ter. The submissions shall be queued in the order they are received. The
submission next in line shall be taken for consideration by a subcommission only
after one of the three working subcommissions presents its recommendations to
the Commission.

5. The recommendations prepared by the subcommission5 shall be submitted in


writing to the Chairperson of the Commission.

Rule 52
Attendance by the coastal State at the consideration of its submission
The Commission shall, through the Secretary-General, notify the coastal State
which has made a submission, no later than sixty days prior to the opening date of
the session, of the date and place at which its submission will be first considered.
The coastal State shall, in accordance with article 5 of Annex II to the
Convention, be invited to send its representatives to participate, without the right
to vote, in the relevant proceedings of the Commission pursuant to section VI of
annex III to these Rules
4
For the modus operandi for the consideration of a submission made to the Commission,
see annex III.
5
For the provisions regulating the preparation of recommendations by a subcommission,
see section V of annex III.

Universitas Sumatera Utara


114

Rule 53
Recommendations of the Commission
1. The Commission shall consider and approve or amend the recommendations
prepared by the subcommission following their submission by the
subcommission. Unless the Commission decides otherwise, the recommendations
drafted by the subcommission shall be considered by the Commission during the
next session following their submission by the subcommission. Sufficient time
shall be allowed to the members of the Commission to consider the submission
and the recommendations in each case.
2. The recommendations of the Commission based on the recommendations
prepared by the subcommission shall be approved in accordance with rule 35 and
rule 37, paragraph 1.
3. The recommendations of the Commission on matters related to the
establishment of the outer limits of the continental shelf shall be submitted in
writing to the coastal State which made the submission and to the Secretary-
General, in accordance with article 6, paragraph 3, of Annex II to the Convention.
For this purpose the Chairperson of the Commission shall transmit to the
Secretariat two copies of the recommendations, one to be submitted to the coastal
State, and one to remain in the custody of the Secretary-General. If the submission
was not originally made in English, the recommendations shall be translated by
the Secretariat into the official language in which the submission was originally
made. The translation shall be transmitted to the coastal State together with the
original English text of the recommendations.
4. In the case of disagreement by the coastal State with the recommendations of
the Commission, the coastal State shall, in accordance with article 8 of Annex II
to the Convention, make a revised or new submission to the Commission within a
reasonable time.
5. The outer limits of the continental shelf established by a coastal State on the
basis of the recommendations of the Commission shall be final and binding, in
accordance with article 76, paragraph 8, of the Convention.

Rule 54
Deposit and publicity of the limits of the continental shelf
1. The coastal State shall, in accordance with article 76, paragraph 9, and article
84 of the Convention, deposit with the Secretary-General of the United Nations
and the Secretary-General of the International Seabed Authority charts and
relevant information, including geodetic data permanently describing the outer
limits of its continental shelf.
2. Pursuant to article 84 of the Convention, in the case of delimitation of the
continental shelf between States with opposite or adjacent coasts, charts and/or
coordinates describing the lines of delimitation drawn in accordance with article
83 of the Convention shall be deposited with the Secretary-General of the United
Nations.

Universitas Sumatera Utara


115

3. Upon giving due publicity to the charts and relevant information, including
geodetic data, permanently describing the outer limits of the continental shelf
deposited by the coastal State in accordance with article 76, paragraph 9, of the
Convention, the Secretary-General shall also give due publicity to the
recommendations of the Commission which in the view of the Commission are
related to those limits.

XII. Advice to a coastal State


Rule 55
Advice to a coastal State
1. A coastal State may request scientific and technical advice from the
Commission, in accordance with article 3, paragraph 1 (b), of Annex II to the
Convention.
2. The Commission shall elect a standing subsidiary body composed of five of its
members, which will prepare with respect to each request a list of proposed
members who may provide advice taking into consideration the technical and
scientific nature of each request. The list shall contain a copy of the curriculum
vitae containing details of the scientific education and experience of each
proposed member. The preparation of this list may take into consideration an
explicit request made by a coastal State for the advice of any member of the
Commission.
3. The maximum number of members of the Commission who may provide
advice to a coastal State in support of a submission shall not exceed three.
4. The dates and terms of advice shall be determined by agreement between the
selected members of the Commission and the coastal State.
5. The members selected to provide technical and scientific advice to the coastal
State shall submit to the Commission a report outlining their activities.

XIII. Cooperation with competent international organizations


Rule 56
Cooperation with competent international organizations
The procedure for cooperation referred to in article 3, paragraph 2, of Annex II to
the Convention shall be decided by the Commission on a case-by-case basis.

XIV. Advice by specialists


Rule 57
Advice by specialists
1. The Commission may, to the extent considered necessary and useful, consult
specialists in any field relevant to the work of the Commission.

Universitas Sumatera Utara


116

2. The Commission shall decide in each case the way in which such consultations
may be conducted.

XV. Adoption of other regulations, guidelines and annexes to the Rules of


Procedure

Rule 58
Adoption of other regulations, guidelines and annexes to the Rules of
Procedure
1. Subject to rules 35 and 37, the Commission may adopt such regulations,
guidelines and annexes to the present Rules as are required for the effective
performance of its functions.
2. The annexes form an integral part of these Rules, and a reference to the Rules
or any part thereof includes a reference to the annexes relating thereto.

XVI. Amendments to the Rules of Procedure


Rule 59
Amendments to the Rules of Procedure

Subject to rules 35 and 37, the Commission may amend the present Rules and the
annexes thereto as well as other regulations and guidelines.

Universitas Sumatera Utara


117

Annex I

Submissions in case of a dispute between States with opposite or adjacent


coasts or in other cases of unresolved land or maritime disputes
1. The Commission recognizes that the competence with respect to matters
regarding disputes which may arise in connection with the establishment of the
outer limits of the continental shelf rests with States.
2. In case there is a dispute in the delimitation of the continental shelf between
opposite or adjacent States, or in other cases of unresolved land or maritime
disputes, related to the submission, the Commission shall be:
(a) Informed of such disputes by the coastal States making the
submission; and
(b) Assured by the coastal States making the submission to the extent
possible that the submission will not prejudice matters relating to the
delimitation of boundaries between States.
3. A submission may be made by a coastal State for a portion of its continental
shelf in order not to prejudice questions relating to the delimitation of boundaries
between States in any other portion or portions of the continental shelf for which a
submission may be made later, notwithstanding the provisions regarding the ten-
year period established by article 4 of Annex II to the Convention
4. Joint or separate submissions to the Commission requesting the Commission to
make recommendations with respect to delineation may be made by two or more
coastal States by agreement:
(a) Without regard to the delimitation of boundaries between those States; or
(b) With an indication, by means of geodetic coordinates, of the extent to
which a submission is without prejudice to the matters relating to the
delimitation of boundaries with another or other States Parties to this
Agreement.
5. (a) In cases where a land or maritime dispute exists, the Commission shall not
consider and qualify a submission made by any of the States concerned in the
dispute. However, the Commission may consider one or more submissions in the
areas under dispute with prior consent given by all States that are parties to such a
dispute.
(b) The submissions made before the Commission and the recommendations
approved by the Commission thereon shall not prejudice the position of States
which are parties to a land or maritime dispute.
(c) The Commission may request a State making a submission to cooperate
with it in order not to prejudice matters relating to the delimitation of boundaries
between opposite or adjacent States.

Universitas Sumatera Utara


118

Annex II
Confidentiality
1. Safe custody of the submission
The Secretary-General shall ensure the safe custody of the submission and the
attachments and annexes thereto at United Nations Headquarters in New York
until such time as they are required by the Commission.

2. Classification as confidential of data and information by the coastal State


1. The coastal State making a submission may classify as confidential any data
and other material, not otherwise publicly available, that it submits in accordance
with rule 45. In dealing with such classified material and in the exercise of all
their other functions, the members of the Commission shall enjoy the privileges
and immunities as experts on mission for the United Nations in accordance with
article VI of the Convention on the Privileges and Immunities of the United
Nations.1
2. Confidential material so classified by the coastal State shall be submitted in
accordance with rule 47, paragraph 2, to the Chairperson of the Commission in a
separate sealed package, with a list of the material included therein.
3. Confidential material so classified by the coastal State shall remain confidential
after the consideration of the submission is concluded unless decided otherwise by
the Commission with the written consent of the coastal State concerned.

3. Access to confidential data and information


1. Save with the consent of the coastal State making the submission, access to
confidential material shall be in accordance with the procedures set out in this rule
and shall be confined to:
(a) The members of the Commission; and
(b) The Secretary-General and other members of the Secretariat
designated for that purpose.
2. Access to confidential material shall only be given by the Secretary-General at
the request of the Chairperson of the Commission and of the chairpersons of the
relevant subcommissions.
3. Access to confidential material submitted by the coastal State or States shall be
given by the Secretary-General through the chairpersons to the members of the
Commission or the relevant subcommissions that have been established to
consider the submission.

1
The legal opinion on the applicability of the Convention on the Privileges and Immunities of the
United Nations to the members of the Commission was provided in a letter dated 11 March 1998
from the Legal Counsel, Under-Secretary-General of the United Nations for Legal Affairs,
addressed to the Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS/5).

Universitas Sumatera Utara


119

4. All confidential material forwarded with the submission shall be consulted in


the room designated for that purpose and only in the presence of the Secretary-
General or one of his or her staff members designated for that purpose. designated
staff members. The member consulting the confidential material and the staff
member present during the consultation shall print their names clearly and sign
the entry
5. Whenever confidential material is consulted, the name of the person who has
authorized access and the time and date of such consultation shall be recorded in
the register maintained for that purpose by the Secretary-General or one of his or
her Confidential material shall not be copied, duplicated or reproduced in any
manner without the written authorization of the coastal State that submitted it.

4. Duty to preserve confidentiality


1. The deliberations of the Commission and subcommissions on all submissions
made in accordance with article 76, paragraph 8, of the Convention shall take
place in private and remain confidential.
2. Only members of the subcommission and, if necessary, specialists appointed in
accordance with rule 57 shall take part in the subcommission deliberations on
submissions. The Secretary-General and other members of the staff of the
Secretariat as may be required shall be present. No other person shall be present
except by permission of the subcommission.
3. Any records of the Commission and subcommission deliberations on all
submissions shall contain only the title or nature of the subjects or matters
discussed and the results of any vote taken. They shall not contain any details of
the discussions or the views expressed, provided, however, that any member is
entitled to require that a statement made by him be inserted in the records.
4. The members of the Commission shall not disclose, also after they cease to be
members, any confidential information coming to their knowledge by reason of
their duties in relation to the Commission.
5. The duty of the members of the Commission not to disclose confidential
information constitutes an obligation in respect of the individual’s membership in
the Commission.

5. Enforcement of rules on confidentiality


1. The Commission shall elect a standing Committee on Confidentiality
composed of five of its members to deal with issues of confidentiality. In case of
an alleged breach of confidentiality by a member of the Commission, the
Commission may institute appropriate proceedings. In such cases, the Committee
on Confidentiality shall establish an investigating body consisting of three or five
of its members. The work of the investigating body shall be conducted in strict
confidentiality and shall follow established procedures with regard to due process.

Universitas Sumatera Utara


120

Having completed its examination of the case, the investigating body shall prepare
a report on its findings. The report shall contain the following:
(a) The allegations of a breach of confidentiality;
(b) The statement of the member of the Commission concerned;
(c) A synopsis of the evidence and the evaluation of it by the
investigating body;
(d) The findings, indicating which of the allegations, if any, appear to
be supported by the evidence;
(e) The conclusions reached by the investigating body; and
(f) Dissenting or separate opinions, if any.
2. The report shall be presented by the Chairperson of the Committee on
Confidentiality to the Commission. The Commission shall inform the Meeting of
States Parties of the allegations and the results of the investigation, together with
its recommendations.
3. The Secretary-General shall provide the Commission with all necessary
assistance in enforcing the rules concerning confidentiality.

6. Cessation of confidentiality
The charts and relevant information, including geodetic data, describing the outer
limits of the continental shelf, which are deposited by the coastal State with the
Secretary-General and which are to be given due publicity by the Secretary-
General in accordance with article 76, paragraph 9, of the Convention, shall cease
to be classified as confidential, if they had been so classified earlier, upon their
receipt by the Secretary-General.

7. Return of confidential data and information to the coastal State


Any and all confidential material submitted by the coastal State, other than
materials subject to the provisions of paragraph 6 of this annex, shall be returned
to the coastal State upon its request at any time, and in any event after receipt by
the Secretary-General of the charts and relevant information, including geodetic
data, referred to in paragraph 6 of this annex.

Universitas Sumatera Utara


121

Annex III

Modus operandi for the consideration of a submission made to the


Commission on the Limits of the Continental Shelf

I. Submission by a coastal State

1. Format and number of copies of the submission


1. In accordance with paragraphs 9.1.3, 9.1.4, 9.1.5 and 9.1.6 of the Guidelines,
the submission shall contain three separate parts: an executive summary, a main
analytical and descriptive part (main body), and a part containing all data referred
to in the analytical and descriptive part (supporting scientific and technical data).
2. If the submission is made in hard copy only, it shall be made in accordance
with paragraph 9.1.3 of the Guidelines, i.e. the submission shall consist of the
following number of copies: 22 copies of the executive summary, 8 copies of the
main analytical and descriptive part, and 2 copies of the part containing all data
referred to in the analytical and descriptive part. Notwithstanding the requirement
of paragraph 9.1.3 of the Guidelines, the submission shall be made with a
sufficient number of both hard copies and electronic copies for the Commission
and the Secretariat, as follows:

Data Hard Copy Electronic Copy


Executive Summary 28 2
Main Body 8 2
All Supporting Data 2a 2
a
Where feasible. Some data, for example, multibeam bathymetric soundings,
would not be expected to be provided in hard copy.

One electronic copy should be made in a secure unalterable format (e.g.


locked pdf file), and should be certified by the coastal State to be identical to the
hard copy version; the other electronic copy should be open. In the case of any
discrepancies between the secure electronic copy and the hard copy of the
submission, the latter will be deemed to be the primary source, unless the coastal
State indicates otherwise. Any additional data or material submitted by the coastal
State during the course of the examination of the corresponding submission by the
Commission should be provided with two hard copies and two electronic copies.

II. Organization of the work of the Commission

2. Agenda items related to the submission


Upon notification that a submission has been received and made public in
accordance with rule 50, and after a period of at least three months following the
date of publication, in accordance with rule 51, paragraph 1, the Commission shall
convene its session with the following items on the provisional agenda prepared in
accordance with rule 5 and rule 51, paragraph 1:

Universitas Sumatera Utara


122

(a) Presentation of the submission by coastal State representatives, to


include the following:
(i) Charts indicating the proposed limits;
(ii) The provisions of article 76 of the Convention which were applied, and
the location of the foot of the continental slope;
(iii) Names of members of the Commission who have assisted the coastal
State by providing scientific and technical advice with respect to the
delineation;
(iv) Information regarding any disputes related to the submission; and
(v) Comments on any note verbale from other States regarding the data
reflected in the executive summary including all charts and coordinates
as made public by the Secretary-General in accordance with rule 50;
(b) Consideration of any information regarding any disputes related to the
submission, and decisions in accordance with rule 46 and Annex I to these Rules
as to whether to proceed with the consideration of the submission, or part thereof,
or not. The Commission may defer these decisions to a subcommission in
accordance with paragraph 7;
(c) Consideration of how to proceed with the further work of the
Commission, inter alia, by way of a subcommission, in accordance with article 5
of Annex II to the Convention.

III. Initial examination of the submission

3. Format and completeness of the submission


The subcommission shall examine whether the format of the submission is
in compliance with the requirements set out in paragraph 1, and shall ensure that
all necessary information has been included in the submission. If it is deemed
necessary, the subcommission may request the coastal State to correct the format
and/or to provide any necessary additional information, in a timely manner.

4. Working language of the subcommissions


In recognition of the size and complexity of the submission, the resources
and the time-constraints involved in the translation, and the timely consideration
of the submission by the Commission, the working language of the
subcommission shall be English.

5. Preliminary analysis of the submission


1. The subcommission shall undertake a preliminary analysis of the submission in
accordance with article 76 of the Convention and the Guidelines in order to
determine:
(a) If the test of appurtenance is satisfied by the coastal State;

Universitas Sumatera Utara


123

(b) Which portions of the outer limits of the continental shelf aredetermined
by each of the formulae and constraint lines provided for in article 76 of the
Convention and the Statement of Understanding;
(b bis) Whether appropriate combinations of foot of the continental slope
points and constraint lines have been used;
(c) If the construction of the outer limits contains straight lines not longer
than 60 M;
(d) If the subcommission intends to recommend that the advice of
specialists, in accordance with rule 57, or that the cooperation of relevant
international organizations, in accordance with rule 56, be sought; and
(e) The estimated time required by the subcommission to review all the data
and prepare its recommendations for the Commission.

2. At the stage of the examination and consideration of a submission by the


subcommission:
(a) The full content of the submission of any State is available at any time
for examination by all members of the Commission. Practical ways to view the
material should be agreed with the Secretariat;
(b) The meetings of the subcommission shall be held in private in
accordance with paragraph 4.2 of annex II to these Rules. No records of the oral
deliberations in the subcommission meetings, which shall be taken in conformity
with paragraph 4.3 of annex II to these Rules, may be disclosed to anyone outside
the subcommission;
(c) The written communications between a subcommission and the coastal
State shall be made available to all members of the Commission;
(d) All members of the Commission may freely discuss between them any
matters related to any submission, notwithstanding the fact that it is the
prerogative and responsibility of the subcommission, through private
deliberations, to carry out the examination of a submission on behalf of the
Commission and to prepare the final recommendations for consideration by the
Commission.

6. Clarifications
1. The subcommission shall determine whether there are any matters to be
clarified by the coastal State.
2. If necessary, the Chairperson of the subcommission shall, through the
Secretariat, request clarification from the representatives of the coastal State on
those matters. Clarifications should be sought in the form of written questions and
answers and translated by the Secretariat, if necessary, into the language in which
the submission was made. If the delegation of experts from the coastal State is
available at United Nations Headquarters in New York, the written
communication should be combined with consultations between the national
experts and members of the subcommission at meetings arranged by the
Secretariat.
3. The coastal State may provide additional clarification to the subcommission on

Universitas Sumatera Utara


124

any matters relating to the submission. Clarifications can be provided in the form
of presentations and/or additional materials submitted through the Secretariat.

7. Disputes related to a submission


The subcommission shall examine all information regarding any dispute
related to the submission, in accordance with rule 46. If necessary, the
subcommission shall take action based on the procedures in annex I to these
Rules.

8. Notification to the Commission


1. The initial examination shall be completed within a period of not more than one
week, after which the subcommission shall notify the Commission of the
estimated time and possible advice it might need in order to complete the review
of the submission and prepare recommendations thereon for the Commission.
2. The Commission or the subcommission, through the Secretariat, shall notify the
coastal State of the preliminary timetable for the examination of the submission
by the subcommission.

IV. Main scientific and technical examination of the submission

9. Examination of the submission


1. The subcommission shall conduct an examination of the submission based on
the Guidelines in order to evaluate the following, where applicable:
(a) The data and methodology employed by the coastal State, or coastal
States in the case of joint submissions, to determine the location of the foot of the
continental slope;
(b) The methodology used to determine the formula line at a distance of 60
M from the foot of the continental slope;
(c) The data and methodology used to determine the formula line delineated
by reference to the outermost fixed points at each of which the thickness of
sedimentary rocks is at least 1 per cent of the shortest distance from such point to
the foot of the continental slope, or not less than 1 kilometre in the cases in which
the Statement of Understanding applies;
(d) The data and methodology employed in the determination of the 2,500-
metre isobath;
(e) The methodology used to determine the constraint line at a distance of
100 M from the 2,500-metre isobath;
(f) The data and methodology used to determine the constraint line at a
distance of 350 M from the baselines from which the breadth of the territorial sea
is measured;
(g) The construction of the formulae line as the outer envelope of the two
formulae;
(h) The construction of the constraint line as the outer envelope of the two
constraints;
(i) The construction of the inner envelope of the formulae and constraint
lines;

Universitas Sumatera Utara


125

(j) The delineation of the outer limit of the continental shelf by means of
straight lines not longer than 60 M with a view to ensuring that only the portion of
the seabed that satisfies all the provisions of article 76 of the Convention and the
Statement of Understanding is enclosed;
(k) The estimates of the uncertainties in the methods applied, with a view to
identifying the main source(s) of such uncertainties and their effect on the
submission; and, in all cases,
(l) That the data submitted are sufficient in terms of quantity and quality to
justify the proposed limits.
2. The subcommission shall operate through working sessions of suitable duration
in the designated facilities at United Nations Headquarters in New York. In
addition, the subcommission may decide to assign further work to its members on
specific parts of the submission in intersessional periods.

10. Additional data, information or advice


1. At any stage of the examination, should the subcommission arrive at the
conclusion that there is a need for additional data, information or clarifications, its
Chairperson shall request the coastal State to provide such data or information or
to make clarifications. Such a request, articulated in precise technical terms, shall
be transmitted through the Secretariat. If necessary, the Secretariat will translate
the request and questions. The data, information or clarifications requested shall
be provided within a time period agreed upon between the coastal State and the
subcommission.
2. If necessary, the subcommission may request the advice of other members of
the Commission and/or, on behalf of the Commission, request the advice of a
specialist in accordance with rule 57, and/or the cooperation of relevant
international organizations, in accordance with rule 56.
3. At an advanced stage during the examination of the submission, the
subcommission shall invite the delegation of the coastal State to one or several
meetings at which it shall provide a comprehensive presentation of its views and
general conclusions arising from the examination of part or all of the submission.
4. The coastal State shall have the opportunity to respond to the presentations of
the subcommission during the same session, and/or at a later stage, in a format
and schedule determined by agreement between the delegation and the
subcommission. Printed and electronic copies of the written materials presented
by the subcommission and the delegation of the coastal State shall be made
available to one another through the Secretariat.
5. Following the meeting(s) with the delegation of the coastal State, the
subcommission shall proceed to prepare its recommendations to be submitted to
the Commission for its consideration in accordance with these Rules.

V. Recommendations prepared by the subcommission

11. Formulation of the recommendations

Universitas Sumatera Utara


126

1. The recommendations prepared by the subcommission shall be in accordance


with article 76 of the Convention, the Statement of Understanding, these Rules
and the Guidelines.
2. The recommendations prepared by the subcommission shall focus on the data
and other material submitted by the coastal States in support of the establishment
of the outer limits of their continental shelf.
3. The recommendations prepared by the subcommission shall include a summary
thereof, and such summary shall not contain information which might be of a
confidential nature and/or which might violate the proprietary rights of the coastal
State over the data and information provided in the submission. The Secretary
General shall make public the summary of the recommendations upon their
approval by the Commission.

12. Drafting of the recommendations


1. The subcommission may appoint one of its members to produce, after
consultation with the other members, a first draft of the recommendations. Each
member shall produce notes to be considered for the preparation of the draft.
2. The subcommission may prepare an “Outline of the recommendations prepared
by the subcommission” containing the agreed format, contents and main
conclusions at an appropriate time. Based on this outline and under the
coordination and supervision of an appointed member, each member of the
subcommission may be assigned the task of drafting various parts of the
recommendations during intersessional periods.
3. At the next session of the subcommission, the combined draft, consolidated by
an appointed member, shall be examined by the subcommission at a first reading.
Any member who wishes to modify the draft may propose amendments in
writing.
4. If the submission contains sufficient data and other material upon which the
outer limits of the continental shelf are based, the recommendations shall include
the rationale on which such recommendations are based.
5. If the submission contains sufficient data and other material supporting outer
limits of the continental shelf which would be different from those proposed in the
submission, the recommendations shall contain the rationale on which the
recommended outer limits are based.
6. If the submission does not contain sufficient data and other material upon
which the outer limits of the continental shelf could be based, the
recommendations shall include provisions regarding the additional data and other
material that may be needed to support the preparation of a revised or new
submission in accordance with the Guidelines.

13. Adoption of the recommendations by the subcommission


1. Pursuant to rule 35, the subcommission shall make its best endeavours to
ensure that its work is accomplished by general agreement. Accordingly, the
subcommission shall make every effort to reach agreement on recommendations
by way of consensus. There shall be no voting on such matters until all efforts to
achieve consensus have been exhausted.

Universitas Sumatera Utara


127

2. Should it prove impossible to achieve consensus, the subcommission shall


proceed to vote according to rules 36 to 39.

14. Submission of the recommendations prepared by the subcommission to


the Commission
The recommendations prepared by the subcommission shall be submitted in
writing to the Chairperson of the Commission in accordance with rule 51,
paragraph
4, through the Secretariat.

VI. Participation by coastal State representatives in the proceedings

15. Definition of relevant proceedings


1. Representatives of the submitting coastal State can participate in the relevant
proceedings of the Commission, in accordance with rule 52. For this purpose, the
Commission, taking into consideration the particulars of each submission, will
identify the proceedings deemed relevant for the participation of the
representatives of the submitting coastal State. The Commission understands that
there are three proceedings deemed relevant for all submissions:
(a) The meeting at which, in accordance with paragraph 2 (a) of section II,
coastal State representatives make a presentation to the Commission concerning
the submission;
(b) Meetings at which the subcommission invites the representatives of the
coastal State for consultation; and
(c) Meetings at which the representatives of the coastal State wish to
provide additional clarification to the subcommission on any matters relating to
the submission, including those referred to in paragraph 10.4.

1 bis. After the subcommission presents its recommendations to the Commission,


and before the Commission considers and adopts the recommendations, the
coastal State may make a presentation on any matter related to its submission to
the plenary of the Commission, if it so chooses. For that presentation, the coastal
State may be allowed up to half a day. The coastal State and the Commission shall
not engage in discussion on the submission or its recommendations at that
meeting. After the presentation made by the coastal State, the Commission shall
consider the recommendations in private, without the participation of the
representatives of the coastal State.

Universitas Sumatera Utara


128

Universitas Sumatera Utara


129

Universitas Sumatera Utara


130

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai