BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang digunakan serta lingkungan kerja yang dipakai. Dalam bekerja, seseorang akan berada
dalam lingkungan fisik kerja tersebut dalam waktu tertentu. Sehingga diperlukan suatu
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang baik. Kondisi lingkungan fisik kerja yang
tidak nyaman akan membuat seorang pekerja mengeluarkan tenaga lebih untuk beradaptasi,
sehingga konsentrasinya akan terbelah antara pekerjaan dan beradaptasi dengan
lingkungannya. Hal ini akan lebih mempercepat terjadinya stress pada pekerja. Maka dari
pada itu, merupakan suatu hal yang penting untuk mempertimbangkan seluruh aspek
lingkungan fisik kerja pada saat proses perancangan stasiun kerja (Wignjosoebroto, 2000).
2.2.1 Pencahayaan
Menurut Kepmenkes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002, pencahayaan adalah jumlah
penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara
efektif. Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan
yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan
yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas
dan cepat. Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi Sukini dalam Setiawan
(2012):
2.2.2 Temperatur
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan kondisi normal sistem tubuh
dengan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur ruang adalah jika perubahan
temperatur luar tubuh tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi
dingin. Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan
proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas yang
membebaninya.Temperatur menjadi variabel penting memelihara lingkungan yang
menyenangkan. Walu pun tidak mesti berkata bohong manusia tidak dapat bekerja pada
temperatur yang berbeda namun hasil kerja adalah dapat optimal untuk temperatur 20-27
derajat celcius dengan kelembaban 30-50%. Menurut Sukini dalam Setiawan (2012),
berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda seperti berikut
ini :
Tabel 2.2 Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Manusia
Temperature Pengaruh Terhadap Manusia
Kurang lebih 49ºC Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1
jam, tetapi jauh di atas tingkat kemampuan
fisik dan mental. Lebih kurang 30ºC
aktiviatas mental dan daya tanggap
cenderung membuat kesalahan dalam
pekerjaan. Timbul kelelahan fisik dan
sebagainya
Kurang dari 30ºC Aktivitas mental dan daya tanggap mulai
menurun dan cenderung untuk membuat
kesalahan dalam pekerjaan dan
menimbulkan kelelahan fisik
Kurang lebih 24ºC Yaitu kondisi optimum (normal) bagi
manusia
Kurang dari 24ºC Kelakuan ekstrim mulai muncul
2.2.3 Kebisingan
Menurut (Wignjosoebroto, 2000), bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari
dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja.Bahkan bunyi yang kita tangkap
melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik
/ komputer, mesin cetak, dan sebagainya.Namun sering bunyi-bunyi tersebut meskipun
merupakan bagian dari kerja kita tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi
mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran, dan sebagainya.Bunyi yang tidak
kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan.
Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat
memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu
populasi
Jenis jenis kebisingan :
1. Bising kontinu (terus menerus) seperti suara mesin, kipas angin, dll.
2. Bising intermitten (terputus putus) yang terjadi tidak terus menerus seperti suara lalu
lintas, suara pesawat terbang.
3. Bising Impulsif yang memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu
yang cepat sehingga mengejutkan pendengarnya seperti suara senapan, mercon, dll.
4. Bising impulsif berulang yang terjadi secara berulang-ulang pada periode yang sama
seperti suara mesin tempa.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya.Frekuensi
dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah
gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya.Biasanya suatu kebisingan
terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan
intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang
disebut desibel ( DB ). Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat
ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak.Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan
seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak
dikehendaki / bising.
Tabel 2.3 Skala Intensitas KebisinganSkala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi
Sumber Skala DB batas dengar tertinggi
No
Nilai ambang Batas Kebisingan adalah angka 85 dB yang dianggap aman untuk
sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai Ambang
Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata
yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang
tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari dari 8 jam sehari atau 40 jam
seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah sebagai berikut :
akibat–akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh
intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota
tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi
dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan. Gangguan–gangguan tersebut
diantaranya, mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat kelelahan, gangguan pada
anggota tubuh.
2.2.5 Warna
Warna ruangan mempunyai pengaruh terhadap gairah kerja dan semangat para
karyawan.Warna ini berpengaruh terhadap kemampuan mata melihat objek dan memberi
efek psikologis kepada para karyawan karena warna mempuyai pengaruh besar terhadap
perasaan seseorang.Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang,
ceria atau sumpek dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2000)..
Berdasarkan hal yang dikemukakan di atas maka perusahaan harus memperhatikan
penggunaan warna agar dapat mempengaruhi semangat dan gairah kerja para
karyawannya.Untuk ruang kerja hendaknya dipilih warna-warna yang dingin atau lembut,
misalnya coklat, krem, putih, hijau muda dan sebagainya.Sebagai contoh adalah warna
putih, warna putih dapat memberikan kesan ruangan yang sempit menjadi tampak leluasa
dan bersih.
Sebenarnya bukan warna saja yang harus diperhatikan tapi komposisinya juga harus
diperhatikan.Hal ini disebabkan komposisi warna yang salah dapat mengganggu
pemadangan sehingga menimbulkan rasa kurang menyenangkan atau bosan bagi yang
melihat. Rasa menyenangkan atau bosan dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan.
Komposisi warna yang ideal menurut Alex S Nitisemito (1996:1120), terdiri dari:
a) Warna primer (merah, biru, kuning).
Kalau dijajarkan tanpa antara akan tampak keras dan tidak harmonis serta tidak bisa
dijajarkan dengan yang lain sehingga tidak sedap dipandang.
b) Warna sekunder (oranye, hijau, violet)
Kalau dijajarkan akan menimbulkan kesan yang harmonis, sedap dipandang mata.
Departemen Teknik Industri
Universitas Diponegoro
2019 8
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11
2.2.6 Bau-Bau
Menurut (Wignjosoebroto, 2000), yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya
dengan kesehatan kerja Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja
adalah bau-bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan
kerja.Selanjutnya bau-bauan ini dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja.Bau-
bauan sebenarnya merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu
penciuman tetapi juga dari segi higiene pada umumnya.
4. Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang berbau
menjadi netral (tidak berbau). Misalnya menggunakan pengharum ruangan.
5. Alat pendingin ruangan (air conditioning) disamping untuk menyejukkan ruangan
juga sebagai cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di tempat
kerja.
2.3 Ergonomic Checkpoints
Ergonomic Checkpoint telah dikembangkan dengan menawarkan sasaran objek
yang praktis, permasalahan ergonomi dengan biaya rendah, terutama persamaan untuk
ukuran menengah dan kecil dari suatu perusahaan (International Labour Organization,
2010).
selalu semua aspek ada dalam suatu lingkungan kerja. Untuk itu perbaikan hanya dilakukan
pada aspek-aspek yang terdapat di lingkungan kerja. Perbaikan sistem yang telah dilakukan
perlu dievaluasi kembali untuk memberikan gambaran apakah perbaikan lingkungan kerja
tersebut apakah telah sesuai dengan tujuan penelitian. Analisi dilakukan baik terhadap
perbaikan sistem lingkungan kerja maupun analisis beban fisiologis yang ditimbulkannya
(Iridastadi,2014).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM