Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi

Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja


Kelompok 11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan Fisik Kerja


Menurut Sedarmayanti (2001:21), lingkungan fisik kerja adalah semua keadaan
berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Menurut Komarudin, (2002 : 142),
lingkungan fisik kerja adalah keseluruhan atau setiap aspek dari gejala fisik dan sosial-
kultural yang mengelilingi atau mempengaruhi individu. Sedangkan menurut Alex. S.
Nitisemito (2002 : 183), lingkungan fisik kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik
dan lain-lain.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dinyatakan lingkungan kerja fisik adalah segala
sesuatu yang ada di sekitar karyawan bekerja yang mempengaruhi karyawan dalam
melaksanakan beban tugasnya. Masalah lingkungan kerja dalam suatu organisasi sangatlah
penting, dalam hal ini diperlukan adanya pengaturan maupun penataan faktor-faktor
lingkungan kerja fisik dalam penyelenggaraan aktivitas organisasi.
Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :

 Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja,


kursi, meja dan sebagainya).
 Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja
yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya :temperatur, kelembaban, sirkulasi
udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-
lain.
Lingkungan fisik kerja dalam Pendekatan dari Human factors (Ergonomi) merupakan
aplikasi sistematis dari sejumlah informasi yang relevan dari kemampuan, keterbatasan,
karakteristik, tingkah laku, dan motivasi manusia untuk merancang peralatan dan prosedur

Departemen Teknik Industri


Universitas Diponegoro
2019 1
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

yang digunakan serta lingkungan kerja yang dipakai. Dalam bekerja, seseorang akan berada
dalam lingkungan fisik kerja tersebut dalam waktu tertentu. Sehingga diperlukan suatu
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang baik. Kondisi lingkungan fisik kerja yang
tidak nyaman akan membuat seorang pekerja mengeluarkan tenaga lebih untuk beradaptasi,
sehingga konsentrasinya akan terbelah antara pekerjaan dan beradaptasi dengan
lingkungannya. Hal ini akan lebih mempercepat terjadinya stress pada pekerja. Maka dari
pada itu, merupakan suatu hal yang penting untuk mempertimbangkan seluruh aspek
lingkungan fisik kerja pada saat proses perancangan stasiun kerja (Wignjosoebroto, 2000).

2.2 Faktor Lingkungan Fisik Kerja


Berikut adaah beberapa factor-faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan fisik
kerja :
a. Pencahayaan
b. Temperatur
c. Kebisingan
d. Getaran mekanis
e. Warna
f. Bau-bau

2.2.1 Pencahayaan
Menurut Kepmenkes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002, pencahayaan adalah jumlah
penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara
efektif. Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan
yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan
yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas
dan cepat. Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi Sukini dalam Setiawan
(2012):

Departemen Teknik Industri


Universitas Diponegoro
2019 2
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

1.    Pencahayaan Alami


Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.
Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat
membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan
jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas
lantai. Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari kedalam ruangan
melalui jendela, celah-celah dan bagian bangunan yang terbuka. Sinar ini sebaiknya tidak
terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun tembok pagar yang tinggi.
2.    Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain
cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai
oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi.
Cahaya pada dasarnya adalah radiasi gelombang elektromagnetik yang dapat terlihat
oleh maa manusia. Spektrum gelombsng elektromagnetik dimana cahaya (yang terlihat oleh
mata) memiliki panjang gelombang sekitar 360-76- nano meter (nm). Salah satu
pendekatan yang dapat dilakukan untuk menegtahui apakah kondisi pencahayaan disuatu
tempat sudah memenuhi yang diharapkan adalah dengan mengukur iluminasi. Iluminasi
adalah suat ukuran banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu pemukaan. Satuan dari
banyaknya cahaya adalah lux (lx) atau foot-candle (fc) dan diukur dengan menggunakan
pengukur cahaya (illiminance/lightmeter).Itensitas penerangan dalam tempat kerja dapat
diatur menurut tabel berikut :
Tabel 2.1 Pedoman intensitas penerangan
No Kegiatan Penerangan
Minimum
1 Penerangan darurat 5 Lux
2 Penerangan halaman/lingkungan perusahhan 20 Lux
3 Perkerjaan yang hanya membedakan barang kasar 50 Lux

Departemen Teknik Industri


Universitas Diponegoro
2019 3
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

Tabel 2.1 Pedoman intensitas penerangan(Lanjutan)


No Kegiatan Penerangan
Minimum
4 Pekerjaan yang hanya membedakan barang kecil 100 Lux
yang dilakukan secara sepintas
5 Pekerjaan yang hanya membedakan barang kecil 200 Lux
yang dilakukan dengan agak teliti
6 Pekerjaan yang hanya membedakan barang kecil 300 Lux
dan halus
7 Pekerjaan yang hanya membedakan barang halus 500-1000 Lux
dengan kontras yang sedang
Pencahayaan dalam ruang kerja karyawan memegang peranan yang sangat penting
dalam meningkatkan semangat karyawan sehingga mereka akan dapat menunjukkan hasil
kerja yang baik, yang berarti bahwa pencahayaan tempat kerja yang cukup sangat
membantu berhasilnya kegiatan-kegiatan operasional perusahaan.
Atas dasar hal tersebut di atas maka, pemeliharaan sistem pencahayaan ini sangat
diperlukan di dalam suatu perusahaan, walaupun demikian sistem penerangan ini hanya
menunjang saja bukan satu-satunya faktor yang menentukan berhasilnya proses produksi.
Disamping faktor penerangan, faktor-faktor lain juga harus diperhatikan.

2.2.2 Temperatur
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan kondisi normal sistem tubuh
dengan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur ruang adalah jika perubahan
temperatur luar tubuh tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi
dingin. Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan
proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas yang
membebaninya.Temperatur menjadi variabel penting memelihara lingkungan yang
menyenangkan. Walu pun tidak mesti berkata bohong manusia tidak dapat bekerja pada
temperatur yang berbeda namun hasil kerja adalah dapat optimal untuk temperatur 20-27
derajat celcius dengan kelembaban 30-50%. Menurut Sukini dalam Setiawan (2012),

Departemen Teknik Industri


Universitas Diponegoro
2019 4
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda seperti berikut
ini :
Tabel 2.2 Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Manusia
Temperature Pengaruh Terhadap Manusia
Kurang lebih 49ºC Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1
jam, tetapi jauh di atas tingkat kemampuan
fisik dan mental. Lebih kurang 30ºC
aktiviatas mental dan daya tanggap
cenderung membuat kesalahan dalam
pekerjaan. Timbul kelelahan fisik dan
sebagainya
Kurang dari 30ºC Aktivitas mental dan daya tanggap mulai
menurun dan cenderung untuk membuat
kesalahan dalam pekerjaan dan
menimbulkan kelelahan fisik
Kurang lebih 24ºC Yaitu kondisi optimum (normal) bagi
manusia
Kurang dari 24ºC Kelakuan ekstrim mulai muncul

2.2.3 Kebisingan
Menurut (Wignjosoebroto, 2000), bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari
dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja.Bahkan bunyi yang kita tangkap
melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik
/ komputer, mesin cetak, dan sebagainya.Namun sering bunyi-bunyi tersebut meskipun
merupakan bagian dari kerja kita tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi
mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran, dan sebagainya.Bunyi yang tidak
kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan.

Departemen Teknik Industri


Universitas Diponegoro
2019 5
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat
memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu
populasi
Jenis jenis kebisingan :
1. Bising kontinu (terus menerus) seperti suara mesin, kipas angin, dll.
2. Bising intermitten (terputus putus) yang terjadi tidak terus menerus seperti suara lalu
lintas, suara pesawat terbang.
3. Bising Impulsif yang memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu
yang cepat sehingga mengejutkan pendengarnya seperti suara senapan, mercon, dll.
4. Bising impulsif berulang yang terjadi secara berulang-ulang pada periode yang sama
seperti suara mesin tempa.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya.Frekuensi
dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah
gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya.Biasanya suatu kebisingan
terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan
intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang
disebut desibel ( DB ). Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat
ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak.Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan
seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak
dikehendaki / bising.
Tabel 2.3 Skala Intensitas KebisinganSkala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi
Sumber Skala DB batas dengar tertinggi
No

1.  1 Halilintar 120 DB


2.  2 Meriam 110 DB
3.  3 Mesin Uap 100 DB
4.  4 Jalan yang ramai 90 DB
5.  5 Pluit 80 DB

Departemen Teknik Industri


Universitas Diponegoro
2019 6
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

6.  6 Kantor Gaduh 70 DB


7.  7 Radio 60 DB
8.  8 Rumah Gaduh 50 DB
9.  9 Kantor pada umumnya 40 DB
1010 Rumah Tenang 30 DB
111 Kantor perorangan 20 DB
2112 Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air 10 DB

Nilai ambang Batas Kebisingan adalah angka 85 dB yang dianggap aman untuk
sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai Ambang
Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata
yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang
tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari dari 8 jam sehari atau 40 jam
seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 Waktu maksimum bekerja dalam kebisingan


No. TINGKAT PEMAPARAN
KEBISINGAN (dBA) HARIAN
1. 85 8 jam
2. 88 4 jam
3. 91 2 jam
4. 94 1 jam
5. 97 30 menit
6. 100 15 menit

2.2.4 Getaran Mekanis


Getaran mekanis merupakan getaran–getaran yang ditimbulkan oleh peralatan
mekanis yang sebagian dari getaran tersebut sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan

Departemen Teknik Industri


Universitas Diponegoro
2019 7
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

akibat–akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh
intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota
tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi
dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan. Gangguan–gangguan tersebut
diantaranya, mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat kelelahan, gangguan pada
anggota tubuh.

2.2.5 Warna
Warna ruangan mempunyai pengaruh terhadap gairah kerja dan semangat para
karyawan.Warna ini berpengaruh terhadap kemampuan mata melihat objek dan memberi
efek psikologis kepada para karyawan karena warna mempuyai pengaruh besar terhadap
perasaan seseorang.Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang,
ceria atau sumpek dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2000)..
Berdasarkan hal yang dikemukakan di atas maka perusahaan harus memperhatikan
penggunaan warna agar dapat mempengaruhi semangat dan gairah kerja para
karyawannya.Untuk ruang kerja hendaknya dipilih warna-warna yang dingin atau lembut,
misalnya coklat, krem, putih, hijau muda dan sebagainya.Sebagai contoh adalah warna
putih, warna putih dapat memberikan kesan ruangan yang sempit menjadi tampak leluasa
dan bersih.
Sebenarnya bukan warna saja yang harus diperhatikan tapi komposisinya juga harus
diperhatikan.Hal ini disebabkan komposisi warna yang salah dapat mengganggu
pemadangan sehingga menimbulkan rasa kurang menyenangkan atau bosan bagi yang
melihat. Rasa menyenangkan atau bosan dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan.
Komposisi warna yang ideal menurut Alex S Nitisemito (1996:1120), terdiri dari:
a) Warna primer (merah, biru, kuning).
Kalau dijajarkan tanpa antara akan tampak keras dan tidak harmonis serta tidak bisa
dijajarkan dengan yang lain sehingga tidak sedap dipandang.
b) Warna sekunder (oranye, hijau, violet)
Kalau dijajarkan akan menimbulkan kesan yang harmonis, sedap dipandang mata.
Departemen Teknik Industri
Universitas Diponegoro
2019 8
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

c) Warna-warna primer jika dijajarkan dengan warna sekunder yang berada


dihadapannya akan menimbulkan warna-warna komplementer yang sifatnya kontras
dan baik sekali dipandang mata.
d) Warna-warna primer jika dijajarkan dengan warna sekunder yang terdapat
disampingnya akan merusak salah satu dari warna tersebut dan akan terkesan suram.
Komposisi warna sangat berpengaruh terhadap kenyamanan kerja. Bila komposisi
warna kurang pas bisa menimbulkan rasa jenuh dan sumpek sehingga mengurangi
kenyamanan dalam bekerja sehingga semangat kerja akan menurun yang dapat
mengganggu produktivitas kerja.
Menurut Sedarmayanti (1996:29), membagi warna berdasarkan pengaruhnya
terhadap perasaan manusia, yaitu:
 Warna merah
Bersifat dinamis dan merangsang, berpengaruh menimbulkan semangat kerja.
 Warna kuning
Bersifat keanggunan, terang dan leluasa.Berpengaruh menimbulkan rasa gembira
dan merangsang urat syaraf mata.
 Warna biru
Bersifat tenang, tentram dan sejuk.Berpengaruh mengurangi tekanan dan
keteganggan.

2.2.6 Bau-Bau
Menurut (Wignjosoebroto, 2000), yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya
dengan kesehatan kerja Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja
adalah bau-bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan
kerja.Selanjutnya bau-bauan ini dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja.Bau-
bauan sebenarnya merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu
penciuman tetapi juga dari segi higiene pada umumnya.

Departemen Teknik Industri


Universitas Diponegoro
2019 9
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

Cara pengukuran bau-bauan yang dapat mengklasifikasikan derajat gangguan


kesehatan belum ada sehingga pengukurannya masih bersifat objektif.Hal ini disebabkan
karena seseorang yang mencium bau tertentu dan merasa tidak biasa dengan bau tersebut,
apabila sudah lama atau biasa mencium bau aneh tersebut maka akhirnya menjadi terbiasa
dan tidak mencium bau yang aneh tersebut. Orang yang bekerja di lingkungan yang berbau
bensin atau oli, mula-mula merasakan bau tersebut tetapi lama-kelamaan tidak akan
merasakan bau tersebut meskipun bau tersebut tetap di lingkungan kerja itu. Hal ini disebut
penyesuaian penciuman.Dalam kaitannya dengan kesehatan kerja atau dalam lingkungan
kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian penciuman dan kelelahan penciuman.Dikatakan
penyesuaian penciuman apabila indera penciuman menjadi kurang peka setelah dirangsang
oleh bau-bauan secara terus-menerus, seperti contoh pekerja tersebut diatas.
Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang tidak mampu mencium
kadar bau yang normal setelah mencium kadar bau yang lebih besar. Misalnya orang tidak
mencium bau bunga setelah mencium bau yang kuat dari bangkai binatang.Ketajaman
penciuman seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis sewaktu-waktu, misalnya emosi,
tegangan, ingatan, dan sebagainya. Orang yang sedang mengalami ketegangan psikologis
atau stress, ia tidak dapat mencium bau-bauan yang aneh, yang dapat dicium oleh orang
yang tidak dalam keadaan tegang.
Disamping itu penciuman juga dapat dipengaruhi oleh kelembaban udara.Pada
kelembaban antara 40-70 % tidak mempengaruhi penciuman tetapi dibawah atau diatas
kelembaban itu dapat mempengaruhi penciuman. Pengendalian bau-bauan di lingkungan
kerja dapat dilakukan antara lain :
1.   Pembakaran terhadap sumber bau-bauan misalnya pembakaran butil alkohol menjadi
butarat dan asam butarat.
2.   Proses menutupi yang didasarkan atas kerja antagonistis diantara zat-zat yang
berbau. Kadar zat tersebut saling menetralkan bau masing-masing. Misalnya bau karet
dapat ditutupi atau ditiadakan dengan paraffin.
3.   Absorbsi (penyerapan), misalnya penggunaan air dapat menyerap bau-bauan yang
tidak enak.
Departemen Teknik Industri
Universitas Diponegoro
2019 10
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

4.   Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang berbau
menjadi netral (tidak berbau). Misalnya menggunakan pengharum ruangan.
5.   Alat pendingin ruangan (air conditioning) disamping untuk menyejukkan ruangan
juga sebagai cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di tempat
kerja.
2.3 Ergonomic Checkpoints
Ergonomic Checkpoint telah dikembangkan dengan menawarkan sasaran objek
yang praktis, permasalahan ergonomi dengan biaya rendah, terutama persamaan untuk
ukuran menengah dan kecil dari suatu perusahaan (International Labour Organization,
2010).

2.3.1 Aspek-Aspek dalam Ergonomic Checkpoints


Ergonomi Checkpoint berdasarkan ILO (International Labour Organization)
membagi 9 judul kriteria checkpoint dengan jumlah total urutan daftar pertanyaan
berjumlah 132 (bisa dilihat pada lampiran), diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Penyimpanan bahan dan penanganan.
2. Perkakas.
3. Keamanan mesin.
4. Desain tempat kerja.
5. Pencahayaan.
6. Alasan/saran-saran.
7. Alat-alat dan zat-zat berbahaya.
8. Fasilitas kesejahteraan.
9. Fasilitas pengaturan kerja.

2.3.2 Langkah-langkah menggunakan Ergonomic Checkpoints


Langkah – langkah menggunakan ergonomic checkpoints dalam tempat kerja
(Iridastadi,2014) :
1. Memahami tempat kerja
Departemen Teknik Industri
Universitas Diponegoro
2019 11
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

Pengamat daoat mengajukan pertanyaan kepada manajer. Pegamat seharusnya


memahami produk utama dan metode produksi, jumlah pekerja, jam bekerja
(termasuk istirahat dan lembur) serta permasalahan pekerjaan lainnya.
2. Mendefinisikan area pekerjaan yang akan diamati
Hal ini dapat dilakukan dengan berkonsultasi dengan manajer dan orang-orang
penting lainnya. Dalam kasus usaha kecil menegah, area produksi secara
keseluruhan dapat diperiksa. Dalam kasus perusahaan lebih besar, khususnya
area kerja dapat didefinisikan untuk dilakukan pemeriksaan secara acak.
3. Initial Walk-Through
Sebelum melakukan pengamatan menggunakan ergonmoic checkpoints, pengamat
seharusnya menghabiskan beberapa menit untuk berjalan sekitar kerja sambil
memehami item-item pada ergonomic checkpoints
4. Mencatat hasil Pengamatan
Baca setiap item dengan hati-hati. Carilah cara untuk elakukan pengukur. Jika
diutuhkan, dapat bertanya kepada manajer dan pekerja.
5. Memilih Prioritas
Setelah Pengamatan Selesai dilakukan, lihatlah kembali hasil pengamatan dan
melakukan prioritas
6. Berdiskusi tentang hasil Pengamatan
Mendiskusikan hasil pemeriksaan bersama-sama dengan orang lain yang
melakukan pengamatan. Komunikasikan hasil pengamtan dengan manajer dan
pekerja tentang langkah-langkah yang diusulkan dan menindaklanjuti
pelaksanaan langkah tersebut.

2.4 Perbaikan Lingkungan Kerja


Pada tahap ini dilakukan perbaikan terhadap aspek-aspek lingkungan kerja yang
telah diamati sebelumnya. Pada umumnya lingkungan kerja yang baik memperhatikan
beberapa aspek, yaitu: pencahayaan, kebisingan, temperatur, ventilasi, getaran, radiasi,
kelembaban, bau-bauan, warna. Namun kembali kepada objek yang diteliti, bahwa tidak
Departemen Teknik Industri
Universitas Diponegoro
2019 12
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

selalu semua aspek ada dalam suatu lingkungan kerja. Untuk itu perbaikan hanya dilakukan
pada aspek-aspek yang terdapat di lingkungan kerja. Perbaikan sistem yang telah dilakukan
perlu dievaluasi kembali untuk memberikan gambaran apakah perbaikan lingkungan kerja
tersebut apakah telah sesuai dengan tujuan penelitian. Analisi dilakukan baik terhadap
perbaikan sistem lingkungan kerja maupun analisis beban fisiologis yang ditimbulkannya
(Iridastadi,2014).

Departemen Teknik Industri


Universitas Diponegoro
2019 13
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Metodologi Praktikum


Berikut adalah flowchart metodologi praktikum modul 3A kelompok 8:

Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian

Departemen Teknik Industri


Universitas Diponegoro
2019 14
Laporan Praktikum Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi
Modul 3A- Analisis Lingkungan Kerja
Kelompok 11

3.2 Penjelasan Metodologi Praktikum


Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi kali ini, membahas mengenai
Analisis Lingkungan Kerja. Praktikan diharapkan dapat mengaplikasikan Office
Workstation Checklist pada kondisi lingkungan kerja.
Hal pertama yang dilakukan untuk praktikum kali ini adalah mencari UMKM yang
berada di sekitar Semarang. Kelompok kami memilih UMKM yang bernama Las Chandra
Jaya. Selanjutnya kami mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk praktikum
ini. Bahan utama yang harus disiapkan adalah lembar pengamatan Office Workstation
Checklist dan alat lainnya yang digunakan adalah kamera yang digunakan untuk
mengambil mengdokumentasikan lingkungan kerja, serta alat tulis.
Langkah berikutnya adalah melakukan pengecekan lingkungan kerja UMKM
menggunakan ergonomi checkpoint. UMKM harus memenuhi 132 aspek yang terdapat
dalam Office Workstation Checklist. Didalam 132 aspek ini terdapat syarat-syarat
lingkungan kerja yang harus diisi, syarat lingkungan kerja tersebut dalam keadaan baik atau
tidak. Kemudian dilakukan dokumentasi kondisi lingkungan kerja yang memenuhi syarat
Office Workstation Checklist.
Setelah melakukan pengamatan menggunakan Office Workstation Checklist kita
melakukan analisis masalah yang terdapat dalam lingkungan kerja UMKM dan melakukan
usulan perbaikan agar lingkungan kerja lebih kondusif serta efektif dan efisien bagi pekerja.

Departemen Teknik Industri


Universitas Diponegoro
2019 15

Anda mungkin juga menyukai