III
ISSN: Januari 2019
ABSTRAK
Bandung adalah kota metropolitan yang memiliki kepadatan bangunan, lahan dan penduduk, namun tidak
semuanya dioptimalkan dan dimanfaatkan sepenuhnya. Pembangunan lahan baru di Bandung terus melonjak
karena dianggap kurangnya jumlah fasilitas diperkotaan. Salah satu solusi untuk menjadikan Bandung
sebagai kota kepadatan tinggi dengan konsep berkelanjutan adalah menyediakan fungsi bangunan yang
mimiliki lebih dari satu fungsi yaitu mall, masjid dan co-working space. Mall ini diklasifikasikan sebagai mall
yang melayani skala provinsi yang berada di Jalan Laswi Kota Bandung. Mall yang ada saat ini masih belum
memadai dan tidak mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat dengan baik, oleh karena itu, fungsi pusat
perbelanjaan, masjid dan co-working space dihadirkan dalam satu masa bangunan, sehingga dapat berfungsi
secara efektif dan efisien. Mall ini menggunakan tema arsitektur hibrid dalam arti persilangan, penggabungan
dan pencampuran tiga fungsi yang berbeda menjadi satu kesatuan, sehingga terdapat solusi desain dengan
penerapan creativeprogramming pada zoning bangunan berupa ruang transisi, ruang terbuka hijau, plaza,
inner court, atrium sebagai pemersatu fungsi ruang-ruang yang berbeda dalam bangunan.
Kata kunci: Pusat perbelanjaan, masjid dan co-working space, arsitektur hibrid, creativeprogramming
ABSTRACT
Bandung is a metropolitan city that has building density, land and population, but not all of them are optimized
and fully utilized. The construction of new land in Bandung continues to soar because it is considered a lack
of total urban facilities. One solution to make Bandung a high density city with a sustainable concept is to
provide building functions that have more than one function, namely malls, mosques and co-working space.
This mall is classified as a mall serving the provincial scale on Jalan Laswi, Bandung City. The existing mall
is still inadequate and unable to accommodate the needs of the community properly, therefore, the functions
of shopping centers, mosques and co-working spaces are presented in one building period, so that they can
function effectively and efficiently. This mall uses the theme of hybrid architecture in the sense of crossing,
combining and mixing three different functions into one unit, so that there are design solutions with the
application of creative programming to zoning buildings in the form of transition space, green open space,
plaza, inner court, atrium as a unifying function of different spaces in the building.
Keywords: Shopping centers, mosques and co-working space, hybrid architecture, creative programming
1. PENDAHULUAN
Pusat perbelanjaan di Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarkat.
“Hybrid Architecture” menggabungkan fungsi pusat perbelanjaan (shop) dan fungsi co-working space
(work) dan berbagai fasilitas penunjang lainnya dalam satu massing diharapkan fasilitas yang berada
pada pusat perbelanjaan ini bisa meningkatkan minat masyarakat dalam berbagai bidang dan menunjang
kegiatan masyarakat sehari-hari. Meningkatnya jumlah penduduk akan mempengaruhi kebutuhan akan
pusat perbelanjaan. Pada penerapan teori arsitektur hibrid, teori percampuran dimaknai dari hasil data,
aturan, standar, serta luasan fungsi pusat perbelanjaan (A) dan Co-Working Space (B) dengan komposisi
yang sama tidak ada yang dominan pada keduanya [1].
Hibrid di sini berperan sebagai penggabung, penyatu, ataupun pencampuran dari perbedaan yang ada
pada objek, baik itu perbedaan mengenai aspek-aspek keterkaitan objek dengan lingkungannya maupun
dengan aspek arsitekturalnya secara umum. Semakin berkembangnya zaman banyak hal bertransformasi
ke lebih baik dan modern begitu juga dengan arsitektur.
Lokasi berada di jalan Laswi yang merupakan salah satu penghubung antara Bandung bagian timur,
badung selatan dan Bandung Utara sehingga ramai di lalui masyarakat. Jalan Laswi juga merupakan
daerah yang di kelilingi oleh area perkantoran, perniagaan dan pendidikan, sehingga berpotensi di
jadikan sebagai pusat perbelanjaan.
daerah yang di kelilingi oleh area perkantoran, perniagaan dan pendidikan, sehingga berpotensi di
jadikan sebagai pusat perbelanjaan.
Bentuk fisik desain didasarkan pada analisis tapak, isu permasalahan, dan ekisting pada tapak
dengan mengusulkan tipe bangunan baru yang respon kreatif berdasarkan alur dan aktivitas. Letak
rancangan suatu massa bangunan dibuat setback tidak terlalu depan atau berdekatan dengan batas
tapak, agar terhindar dari kebisingan jalan utama. Pada tapak juga dimanfaatkan vegetasi yang sudah
ada dan penambahan vegetasi sebagai buffer kebisingan walaupun tidak sepenuhnya meredam
kebisingan secara maksimal.
3.3.2 Konsep Zoning Tapak
Zonasi tapak hasil rancangan ini sebagian besar sesuai dengan konsep yang dibuat, namun terkait
jumlah massa bangunan terdapat beberapa perbedaan. Pada hasil rancangan ini terdapat 1 massa
bangunan. Selain itu area hijau atau RTH pada gambar hasil rancangan ini lebih banyak
dibandingkan dengan area RTH yang di rencanakan. Area parkir yang berada di tapak dekat dengan
area drop off.
Sirkulasi antara kendaraan servis dengan motor dan mobil dibuat terpisah agar tidak terjadi
penumpukan kendaraan dan memisahkan kendaraan sesuai dengan keperluannya. Jika dilihat dari
disediakannya parkir motor yang dekat dengan jalan masuk, maka dapat diartikan kendaraan yang
dapat melewati bagian depan bangunan dan melakukan drop off hanya mobil dan taksi. Jumlah
motor yang diperkirakan akan mendominasi jalur sirkulasi. Motor dianggap dapat menyebabkan
penumpukan kendaraan dan menimbulkan polusi berlebih jika dibuat jalur yang dapat melalui area
depan bangunan. Jalur pedestrian disediakan tepat didepan bangunan dengan jalur yang
berhubungan langsung dengan shelter kendaraan umum. Jalur pedestrian dirancang dengan
melewati ruang transisi dengan maksud memberikan pengalaman ruang baru dan kenyamanan pada
pejalan kaki yang hendak pulang ataupun menuju bangunan.
Pusat perbelanjaan dirancang memiliki 4 lantai bangunan. Ruang-ruang di lantai 1 dibagi kedalam
5 zona yaitu publik, privat, servis, pengelola, dan utilitas. Pembagian zona tersebut dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Area lantai 1 bangunan mall ini didominasi oleh area publik yang terdiri dari ruang tunggu umum,
lobby, teras, dan tenant-tenant. Sedangkan area lantai 2 didominasi oleh area semi publik dengan
zonasi sebagai berikut:
Area semi publik pada lantai 2 bangunan ini berupa department store, tenant, café, dan juga
restaurant.
Area semi publik pada lantai 3 bangunan ini berupa foodcourt, game zone, tenant, café, dan juga
restaurant.
Area semi publik pada lantai 4 bangunan ini berupa cinema, masjid, tenant, café, area publik dan
juga restaurant.
Beban bangunan terdiri dari beban mati dan beban hidup. Beban mati terdiri dari berat struktur itu
sendiri, sedangkan beban hidup terdiri dari pergerakan manusia, angin, gempa, pergeseran bumi/ tanah,
dan air. Konstruksi secara makro yang digunakan adalah konstruksi beton bertulang. Berikut adalah
klasifikasi elemen struktur yang digunakan pada bangunan mall.
4. SIMPULAN
Arsitektur Hybrid yang di terapkan dapat menarik minat masyarakat terhadap pusat perbelanjaan
meningkat, Karena dengan berbagai fasilitas yang lebih unggul dari seluruh pusat perbelanjaan yang
ada di Bandung. Meningkatnya jumlah penduduk Kota Bandung maka akan berbanding lurus dengan
kebutuhan gaya hidup dari masyarakat Kota Bandung. Arsitektur hibrid yang diangkat akan dapat
mampu memberikan kemudahan aksesibilitas, konektivitas, dan sirkulasi bagi pengguna pusat
perbelanjaan, co-working space dan fasilitas penunjang lainnya.
Dalam penyelesaian e-jurnal ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak PT Kereta
Api Indonesia Bandung selaku narasumber yang telah memberikan banyak informasi dan data yang
dibutuhkan dalam proses pengerjaan Tugas Akhir. Penulis berharap dalam penulisan laporan e-jurnal
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi siapapun yang membaca.
DAFTAR PUSTAKA