Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan
rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk
mendukung kehidupan warganya secara mandiri.

Hamid Shirvani Menurut terdapat 8 elemen perencanaan fisik sebuah kota tiga
diantaranya adalah : tata guna lahan,bentuk dan massa bangunan, dan urban view.

Dengan demikian kajian mengenai perencanaan kota bandung akan di kaitkan dengan
8 elemen perancangan fisik sebuah kota menurut Hamid Shirvani.khususnya di daerah
perbelanjaan Paskal Hypersquare di Jalan Pasirkaliki nomor 23.

Paskal Hypersquare sendiri adalah kawasan terbaru yang ramah untuk keluarga di
kota Bandung,dengan fungsi mall yang di dominasi penjualan di bidang fashion yang
sebelum di renovasi memiliki fungsi sebagai foodcourt dengan nama Paskal Hypersquare
dibangun di lahan seluas 117000m2 setelah perluasan lahan dan kini menjadi pusat ritel
fashion ternama baik merek local maupun merek internasional. Dari segi bangunannya
sendiri kawasan ritel Paskal Hypersquare menawarkan sebuah bangunan yang nyaman
dengan desain yang modern dan cantik dari segi bentuk.

Lokasi Paskal Hypersquare yang terdapat di daerah pusat kota serta dekat dengan
salah satu gerbang masuk kota Bandung yaitu Stasiun Kota Bandung,membuat kawasan
tersebut menarik untuk di kaji mengenai keterkaitannya dengan teori elemen perancangan
kota terhadap hasil perkembangan desain di kawasan Paskal Hypersquare.

Pentingnya posisi Paskal Hypersquare, mempengaruhi perkembangan dan


pertumbuhan dari kebutuhan sebuah kota di sekitar kawasan tersebut. Kegiatan dari
Kawasan Paskal Hypersquare sangat mempengaruhi perkembangan kota di daerah
tersebut.

1
1.2. Pertanyaan Penilitian
Bagaimanakah perubahan kawasan Paskal Hypersquare ditinjau dari Tata guna
lahan, Bentuk dan massa bangunan serta View perkotaan terhadap tata ruang kota?
Bagaimanakah peraturan tata guna lahan di kawasan Paskal Hypersquare ?
Bagaimanakah perubahan bentuk bangunan sebelum dan sesudah adanya
bangunan 23 paskal di kawasan Paskal Hypersquare?
Bagaimanakah penerapan ketinggian bangunan terhadap view perkotaan dari
kawasan Paskal Hypersquare?

1.3. Tujuan Penulisan


Memahami perluasan kawasan Paskal Hypersquare terhadap tata guna lahan di
kawasan Pasir Kaliki berdasarkan peraturan pemerintah kota Bandung.
Mengidentifikasi perubahan tinggi, bentuk hingga setback bangunan-bangunan
yang berada di kawasan Paskal Hypersquare.
Mengetahui ketinggian bangunan yang baik agar tidak merusak view perkotaan.

1.4. Manfaat
Membuka wawasan mengenai tata guna lahan, perkembangan bentuk bangunan,
dan view perkotaan dalam sebuah perencanaan kota.
Hasil dapat digunakan sebagai acuan perancangan kawasan komersil yang baik
menurut teori Hamid Shirvani.

1.5. Lingkup Studi


Analisa menggunakan 2 teori dari Hamid Shirvani yaitu Tata Guna Lahan, Bentuk dan
Masa Bangunan lalu tambahan teori mengenai Urban View.
1.6. Lingkup Kawasan

Analisa dilakukan pada di kawasan Paskal Hyperaquare yang meliputi bangunan baru
Paskal Hypersquare. Luas kawasan yang akan dianalisa sebesar 116,717.54 m.
Kawasan Paskal Hypersquare terletak di kelurahan Pasir Kaliki Kecamatan Cicendo
40171 kota bandung, Jawa Barat.

2
Gambar 1.1
Batasan Lingkup Studi

Batas-batas wilayah kawasan Paskal Hypersquare ialah :


- Utara : Rel kereta api
- Timur : Jl. Pasirkaliki
- Selatan : Fasilitas komersil (Perniagaan)
- Barat : Pemukiman warga

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, lingkup


studi, studi kepustakaan, metodologi studi, skema pemikiran dan sistematika
penulisan mengenai keterkaitan teori hamid shirvani yang terdiri dari Tata guna
lahan, Bentuk dan massa bangunan serta View perkotaan terhadap kawasan Paskal
Hypersquare.

BAB II KAJIAN TEORI

Menjelaskan tentang teori teori yang berkaitan dengan perancangan kota


dari beberapa ahli didalmnya seperti hamid shirvani, kevin lynch atau catanese &
synder.

BAB III METODOLOGI STUDI

3
Menjelaskan tentang metoda yang digunakan dalam mengidentifikasi studi
kasus. Metodologi studi juga membahas tentang tahapan proses identifikasi, mulai
dari survey, identifikasi, sampai dengan kesimpulan. Disini juga dibahas tentang
tools yang di pergunakan untuk mempertajam identifikasi.

BAB IV HASIL SURVEY

Berisi tentang hasil survey di lapangan pada studi kasus dari mulai data tapak
studi, pencapaian tapak, kondisi sekitar tapak, batas-batas wilayah dari tapak
hingga perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun tapak tersebut.

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Perancangan Kota


Menurut Catanese dan Snyder, pada hakikatnya urban design adalah suatu
jembatan antara profesi perencanaan kota dan arsitektur, yang perhatian utamanya
adalah pada bentuk fisik wilayah perkotaan. Dalam hal ini catanese dan snyder
menjelaskan posisi urban design dalam proses perencanaan dan perancangan
dalam skala makro.
Menurut Pierre Merlin dan Francoise, perancangan kota adalah proses dari konsep
dan realisasi arsitektur yang memungkinkan penguasaan pengaturan formal dari
perkembangan kota, yang menyatukan perubahan dan kemapanan. Ia adalah
pertengahan dari praktek arsitek yang berkonsentrasi pada konsep formal dan
realisasi arsitektural dalam kontruksi bangunan dan perancang kota yang
berkonsentrasi pada pembagian dan penggunaan yang kurang sempurna dari
sumber sumber kepemilikan dan penghancuran yang tidak perlu dari bagian
bagian bersejarah sehingga terintegrasinya kesatuan dan keindahan dalam
lingkungan terbangun.
Kekeliruan yang sering dilakukan dalam urban planning menurut danisworo
adalah melihat kota sebagai subyek fisik bukan sebagai subyek sosial. Sebuah

4
kota tidak hanya direncanakan, melainkan dirancang. Berdasarkan hal tersebut,
beliau mendefinisikan urban design sebagai berikut :
1. Urban design merupakan jembatan yang diperlukan untuk
menghubungkan secara layak, berbagai kebijaksanaan perencanaan kota
dengan produk produk perancangan fisiknya.
2. Urban design merupakan suatu proses yang memberikan arahan, bagi
terwujudnya suatu lingkungan binaan fisik yang layak dan sesuai dengan
aspirasi masyarakat, kemampuan sumber daya setempat, serta daya
dukung lahannya.
Urban design menurut andy siswanto sebenarnya adalah sebuah disiplin
perancangan yang merupakan pertemuan dari arsitektur, perencanaan dan
pembangunan kota. Lebih jauh lagi, urban design adalah menterjemahkan kedua
bidang riset perkotaan dan arsitektural sedemikian rupa, sehingga ruang dan
bangunan perkotaan dapat dimanfaatkan, sosial, artistik, berbudaya dan optimal
secara teknis maupun ekonomis.
Definisi dari Danisworo tersebut merupakan suatu gabungan definisi antara
shirvani dengan Catanese dan Snyder, yang menjelaskan posisi urban design
dalam lingkup perancangan kota. Disamping itu, ia juga menjelaskan arah dan
tujuan dari proses tersebut.
Disain kota atau urban design, dapat didefinisikan sebagai bagian dari rangkaian
perencanaan kota, yang menyangkut segi estetika, yang akan mengatur dan
menata bentuk serta penampilan dari suatu kota (Djoko Sujarto). Pendapat ini
berbeda dengan beberapa definisi diatas, Djoko Sujarto lebih menekankan
pandangannya pada segi estetika.

2.2 Elemen Perancangan Kota

2.2.1 Elemen-Elemen Kota menurut Hamid Shirvani


Elemen-Elemen Fisik Dalam Perancangan Kota Menurut Hamid Shirvani
Menurut Hamid Shirvani ranah perencanaan lingkungan berkaitan dengan kualitas
fisik lingkungan. Selain itu shircani juga menetapkan delapan elemen fisik
perancangan kota seperti :
1. Tata guna lahan, yang merupakan kunci dalam perancangan kota, yang menjadi
dasar secara dua dimensi, dia menyarankan agar menggunakan perencanaan pola
5
mix use untuk menciptakan kegiatan 24 perhari,dan meningkatkan system
infrastruktur kota.
2. Tata bangunan, yang berkaitan dengan tinggi bangunan,batas-batas/sempadan dan
kdb/klb, di samping hal-hal lain seperti langgam,warna dan bahan bangunan.
3. Sirkulasi dan perpakiran, criteria sirkulasi yang dapat mebentuk lingkungan
adalah :
- Jalan merupakan area terbuka yang enak dipandang
- Memiliki orientasi yang jelas dan bias membuat lingkungannya mudah
dikenali
- Ada kerjasama sector umu dan swasta untuk mewujudkan kedua hal di atas.
Sedangkan untuk perpakiran ada dua hal yang memiliki dampak langsung
terhadap kualitas lingkungan kota, yakni kelngsungan aktivitas kota dan dampak
visual terhadap bentuk fisik dan struktur kota.
4. Ruang terbuka (open space)
Merupakan ruang yang menjadi bagian internal dari kota itu sendiri, dan bukan
menjadi akibat dari penyelesaian arsitektur. Terdiri atas elemen landscape,jalan
terotoar, ruang rekreasi
5. Jalur pejalan kaki (pedestrian ways), sebagai sarana pendukung informal (kaki
lima),serta dapat menghidupkan aktivitas kota.
6. Aktivitas pendukung, yang merupakan penggunaan dan aktivitas yang
berlangsung di dalam ruang terbuka kota.
7. Rambu (signage) untuk pengguna untuk orientasi yang jelas. Hal ini perlu diatur
untuk menciptakan keserasian visual yang seimbang dan menghindari
kesemerawutan antara rambu lainnya sepert lalu lintas.
8. Preservasi dan konservasi, yang diperlukan untuk merawat asset-aset kota,
termasuk untuk bangunan bersejarah.

2.2.2 Perkembangan Kota menurut Markus Zahn


Perkembangan Kota Horizontal, Vertikal dan Interstisial
Secara teoritis dikenal tiga cara perkembangan dasar di dalam kota, dengan tiga
istilah teknis, yaitu perkembangan horizontal, perkembangan vertikal, serta
perkembangan interstisial.
Perkembangan Kota Horizontal
6
Cara perkembangannya mengarah ke luar. Artinya, daerah bertambah,
sedangkan ketinggian dan kuantitas lahan terbangun (coverage) tetap sama.
Perkembangan dengan cara ini sering terjadi dipinggir kota, dimana lahan
masih lebih murah dan dekat jalan raya yang mengarah ke kota (dimana
banyak keramaian).

Perkembangan Kota Vertikal


Cara perkembangannya mengarah ke atas. Artinya, daerah pembangunan dan
kuantitas lahan tebangun tetap sama, sedangkan ketinggian bangunan-
bangunan bertambah. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pusat
kota (dimana harga lahan mahal) dan pusat-pusat perdagangan yang
memiliki potensi ekonomi.

Perkembangan Kota Interstisial


Cara perkembangannya bergerak ke dalam. Artinya, daerah dan ketinggian
bangunan-bangunan rata-rata tetap sama, sedangkan kuantitas lahan
terbangun (coverage) bertambah. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi
di pusat kota dan antara pusat kota dan pinggir kota yang kawasannya sudah
dibatasi dan hanya dapat dipadatkan.

7
2.2.3 Elemen-Elemen Kota menurut Robert Trancik
Ada beberapa teori yang di kemukakan oleh Robert Trancik ialah :
1. Figure Ground Theory
Teori ini lebih menekankan pada pengenalan struktur kota figure and ground;
solid and void; atau building and open space. Figure adalah wilayah/area kota yang
terbangun, sedangkan ground adalah wilayah/area kota yang tidak terbangun.
Pengenalan terhadap stuktur kota ini berguna untuk mengetahui keteraturan, pola
perkembangan, keseimbangan dan kepadatan. Contohnya, pemetaan figure-ground
menunjukkan bentuk dan dimensi yang relatif sama untuk daerah terbangun dan tidak
terbangun, bisa disimpulkan bahwa pola kota tersebut relatif lebih homogen.
Sedangkan jika dalam pemetaan terlihat bentuk dan dimensi yang sangat bervariasi,
disimpulkan bahwa kota tersebut berpola lebih Heterogen. Bentuk Radial, Grid atau
Organis juga dapat dikenali melalui pemetaan figure-ground. Selain itu teori ini
paling mudah untuk mengenali tingkat kepadatan suatu daerah dibandingkan dengan
yang lain; terpadat, sedikit padat, atau kurang padat. Untuk beberapa kasus, pemetaan
juga bisa diluaskan kepada pengenalan area kota berdasarkan tingkat privasinya. Bisa
disimpulkan sementara bahwa area kota yang terpetakan sebagai solid adalah area
privat, sedangkan sebagai void adalah publik. Untuk area yang dianggap semi public
(atau semi privat) dapat dibuat dengan gradasi warna antara pemetaan solid dan void

8
(biasanya abu-abu atau transparan dengan struktur horizontal terpotong yang
terlihat).

2. Lingkage Theory
Teori yang memahami struktur kota melalui keterkaitan fungsi satu sama lain.
Fungsi vital kota dalam skala yang relatif besar bisa dianggap sebagai generator
pertumbuhan kota; seperti fungsi pendidikan, fungsi mall, atau fungsi pabrik. Fungsi-
fungsi vital ini men-generate pertumbuhan kota dengan cukup cepat. Seperti contoh,
dengan beroperasinya suatu pabrik (dengan skala relatif besar) pada suatu kawasan
tertentu, akan men-generate pertumbuhan disekitarnya, seperti pertumbuhan retail,
perkampungan menengah dan bawah, fungsi pendidikan, dan lain-lain. Linkage teori
menggaris bawahi keterkaitan antara generator-generator kota tersebut. Keterkaitan
secara fisik dapat dilihat melalui beberapa elemen kota, seperti adanya jalan sebagai
penghubung, koridor pejalan kaki, jajaran elemen landsekap berupa pohon ataupun
elemen vertikal ruang kota yang dominan (seperti jajaran bangunan tinggi). Jenis
elemen penghubung generator ini sangat tergantung dengan fungsi yang
dihubungkannya dan skala layanan fungsi tersebut; semakin vital dan semakin luas
layanan suatu fungsi kota; semakin kuat pula elemen penghubungnya.

9
3. Theory of Place
Teori ini memahami kota lebih kepada makna dari ruang kota tersebut. Yang
dimaksud makna adalah nilai atau value yang berakar dari budaya setempat. Contoh
alun-alun Yogyakarta, ruang kota ini memberikan makna/ nilai tersendiri terhadap
kota Yogyakarta, karena nilai historis ruang tersebut dan makna dari alun-alun itu
sendiri terhadap struktur kota Yogyakarta secara keseluruhan. Contoh lainnya adalah
Taman Apsari di Surabaya, taman ini memiliki nilai 11 formal dan khusus bagi warga
Surabaya karena letaknya yang berhadapan langsung dengan bangunan penting
pemerintahan, dan juga event-event kenegaraan yang sering diselenggarakan. Jadi,
untuk menggali suatu makna, diperlukan pemahaman dari berbagai segi, bisa itu
historis kota, jenis aktifitas, letak terhadap kota, dan lain-lain. Place bukan sekedar
space/ruang, ruang akan menjadi place jika ditandai dengan adanya makna
didalamnya. Beberapa pakar perkotaan menandai place sebagai identitas suatu kota.
Teori ini dapat dipakai untuk memahami identitas kota, karena teori ini menandai
ruang kota karena adanya makna yang menyertainya , dimana makna tersebut unik
dan berbeda satu sama lain karena berakar dari budaya setempat.

2.2.4 Elemen-Elemen Kota menurut Catanese & Snyder Menurut

Lingkungan kota ini dapat dikategorikan menjadi:


1. Ruang antara dan sekitar bangunan, yang meliputi:
Ruang Positif dan Negatif.
Penenempatan bangunan di atas sebuah lingkungan akan membentuk sebuah
hubungan baru dengaan ruang di sekitarnya. Penambahan bangunan akan
menambah hubungan yang kompleks. Hubungan ini berupa hubungan antara
ruang dalam dan ruang luar. Antara ruang negative yang belum terisi dengan
ruang positif yang sudah terisi.
Wajah Kota (Town Scape)
10
Istilah wajah kota dipergunakan Gordon Cullen sebagai teori yang
mendukung banyak penelitian, bahwa teradapat faktor tetap yang yang
mempengaruh estetika, yang tidak bergantung pada varietasi kultur dan
lingkungan.

Faktor-faktor tersebut adalah :


- Persepsi pandang, di mana mata sebagai pernerima pesan-pesan dan otak
yang menerjemahkannya menjadi bayangan-bayangan.
- Anthropometri (ukuran), yang menyangkut dimensi dan bentuk , baik itu
ketinggian dan lebar pagar, sampai bentuk dan dimensi meja kursi, yang
menimbulkan reaksi yang jelas dari pengguna.
Stimulans (gejala responsive), yaitu penilaian kita akibat sebuah respon,
misalnya respon kita terhadap perbedaan antara karakter beton dan kayu.

2.2.5 Elemen-elemen pembentuk Citra Kota menurut Kevin Lynch

Elemen pembentuk citra kota menurut Kevin Lynch adalah:


Paths

Merupakan suatu jalur yang digunakan oleh pengamat untuk bergerak


atau berpindah tempat. Menjadi elemen utama karena pengamat bergerak
melaluinya pada saat mengamati kota dan disepanjang jalur tersebut elemen-
elemen lingkungan lainnya tersusun dan dihubungkan. Path
merupakan elemen yang paling penting dalam image kota yang menunjukkan
rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan
pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan
kereta api, saluran dan sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik
kalau memiliki identitas yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun,dan
lain-lain), serta ada/ penampakan yang kuat (misalnya fasade, pohon, dan
lain-lain), atau belokan yang jelas.

11
Edges

Merupakan batas, dapat berupa suatu desain, jalan, sungai, gunung. Edge
memiliki identitas yang kuat karena tampak visualnya yang jelas. Edge
merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk
yang merupakan pengakhiran dari sebuah district atau batasan sebuah district
dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas
tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas : membagi
atau menyatukan. Contoh : adanya jalan tol yang membatasi dua wilayah
yaitu pelabuhan dan kawasan perdagangan.

Districts

Merupakan suatu bagian kota mempunyai karakter atau aktivitas khusus


yang dapat dikenali oleh pengamatnya. District memiliki bentuk pola dan
wujud yang khas begitu juga pada batas district sehingga orang tahu akhir
atau awal kawasan tersebut. District memiliki ciri dan karakteristik kawasan
yang berbeda dengan kawasan disekitarnya. District juga mempunyai
12
identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan
dapat dilihat homogen, serta fungsi dan komposisinya jelas. Contoh: kawasan
perdagangan, kawasan permukiman, daerah pinggiran kota, daera pusat kota.

Nodes

Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau


aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain,
misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota
secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar, taman, square, tempat
suatu bentuk perputaran pergerakan, dan sebagainya. Node juga merupakan
suatu tempat di mana orang mempunyai perasaan masuk dan keluar dalam
tempat yang sama. Node mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya
memiliki bentuk yang jelas (karena lebih mudah diingat), serta tampilan
berbeda dari lingkungannya (fungsi, bentuk). Contoh: persimpangan jalan

Landmark

Merupakan simbol yang menarik secara visual dengan sifat penempatan


yang menarik perhatian. Biasanya landmark mempunyai bentuk yang unik
serta terdapat perbedaan skala dalam lingkungannya. Beberapa landmark
13
hanya mempunyai arti di daerah kecil dan hanya dapat dilihat di daerah itu,
sedangkan landmark lain mempunyai arti untuk keseluruhan kota dan bisa di
lihat dari mana-mana. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota
karena membantu orang mengenali suatu daerah. Selain itu landmark bisa
juga merupakan titik yang menjadi ciri dari suatu kawasan. Contoh: patung
Lion di Singapura, menara Kudus, Kubah gereja Blenduk.

2.3 Teori Tata Guna Lahan

Pengertian Tata Guna Lahan adalah aktivitas penilaian secara sistematis


terhadap potensi lahan (dan termasuk air), dalam rangka untuk memilih,
mengadopsi, dan menentukan pilihan penggunaan lahan terbaik dalam ruang
berdasarkan potensi dan kondisi biofisik, ekonomi dan sosial untuk
meningkatkan produktivitas dan ekuitas, dan menjaga kelestarian lingkungan.

Pengertian Tata Guna Lahan menurut beberapa ahli :

Menurut Van Lier and de Wrachien, Perencanaan Tata Guna Lahan


Rasional adalah perencanaan yang mengoptimalkan penggunaan dan
pengelolaan keseimbangan antara pengembangan dan perlindungan serta
pelestarian lingkungan, melalui optimalisasi pemanfaatan data, metode dan
prinsip-prinsip saintifik.
Tejoyuwono (1986: 28-29), mengatakan bahwa lahan adalah merupakan
keseluruhan kemampuan muka daratan beserta segala gejala di bawah
permukaannya yang bersangkut paut dengan pemanfaatannya bagi manusia.
Pengertian tersebut menunjukan bahwa lahan merupakan suatu bentang
alam sebagai modal utama kegiatan, sebagai tempat dimana seluruh
makhluk hidup berada dan melangsungkan kehidupannya dengan
memanfaatkan lahan itu sendiri. Sedangkan penggunaan lahan adalah suatu
usaha pemanfaatan lahan dari waktu ke waktu untuk memperoleh hasil.
Penggunaan Lahan menurut Sandy (1977:24), dikatakan bahwa penggunaan
lahan perkotaan diklasifikasikan sebagai berikut; (a) lahan permukiman,
meliputi perumahan termasuk pekarangan dan lapangan olah raga; (b) lahan
jasa, meliputi perkantoran pemerintah dan swasta, sekolahan, puskesmas

14
dan tempat ibadah; (c) lahan perusahaan, meliputi pasar, toko,kios dan
tempat hiburan; dan (d) lahan industri, meliputi pabrik dan percetakan.
Selaras dengan perkembangan kota dan aktivitas penduduknya maka lahan
di kota terpetak-petak sesuai dengan peruntukkannya. Jayadinata (1992:
101) mengemukakan bahwa tata guna tanah perkotaan menunjukan
pembagian dalam ruang dan peran kota.
Penggunaan Lahan menurut Sutanto (1977: 42), penggunaan lahan
diklasifikasikan menjadi; (a) lahan permukiman; (b) lahan perdagangan; (c)
lahan pertanian; (d) lahan indsutri; (e) lahan jasa; (f) lahan rekreasi; (g)
lahan ibadah dan (h) lahan lainnya.
Biro Pusat Statistik (BPS) membuat klasifikasi penggunaan lahan dengan
tujuan untuk mengetahui produktivitas lahan (pertanian) sebagai berikut; (a)
lahan pertanian yang terdiri dari irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi
sederhana PU, irigasi no-PU, tadah hujan, tegal/kebun, kolam/empang,
lahan tanaman kayu, hutan; dan (b) lahan non pertanian, terdiri dari
bangunan dan pekarangan, tanah kering, lain-lain

Karena komplekitas masalah yang terus dihadapi, istilah perencanaan tata


guna lahan yang telah berkembang di beberapa negara kemudian berkembang
lagi menjadi perencanaan tata ruang (spatial planning) dengan lingkup yang
lebih luas : darat, laut dan udara. Namun, dalam prinsip penataan pada dasarnya
kedua sistem perencanaan tersebut adalah sama.

2.4 Teori Bentuk dan Masa Bangunan

Pengertian Bentuk dan Masa Bangunan menurut beberapa ahli adalah :


Menurut vitivirus, tidak ada istilah bentuk. Bentuk bagi vitivurus, bila mau
di kaitkan dengan fungsi/utilitas tentunya merupakan gabungan antara
firmitas ( thecnic ) dengan venustas ( beauty/delight )( saliya99).
Obyek dalam persepsi kita memiliki wujud/ujud (sha ) ( abecrombie, 1984
: 37 )
Wujud merupakan hasil konfigurasi tertentu dari permukaan-permukaan
dan sisi bentuk ( ching, 1979 : 50 )

15
Suatu perwujudan dari organisasi ruang yang merupakan hasil dari suatu
proses pemikiran. Proses ini didasarkan atas pertimbangan fungsi dan usaha
pernyataan diri/ekspresi (Hugo Haring).
Menurut Edmund N. Bacon, Perancangan Kota, 1974 Bentuk arsitektural
adalah titik temu antara massa dan ruang, Bentuk-bentuk arsitektural,
tekstur, material, pemisahan antara cahaya dan bayangan, warna,
merupakan perpaduan dalam menentukan mutu atau jiwa dalam
penggambaran ruang. Mutu arsitektur akan ditentukan oleh keahlian
seorang perancang dalam menggunakan dan menyatukan unsure-unsur tadi,
baik dalam pembentukan ruang dalam (interior) maupun ruang-ruang luar
(eksterior) di sekeliling bangunan-bangunan.

2.5 Teori View Perkotaan

Menurut Buku Pembangunan Nasional ada beberapa poin yang menjelaskan


mengenai ketinggian bangunan ialah :
1. Tinggi bsuatu bangunan pada suatu jalan tidak boleh melebihi 1 X jarak
antara garis garis sempadan bangunan yang berhadapan pada jalan yang
bersangkutan.
2. Perlengkaan perlengkapan dekoratip. Dalam mengukur tinggi bangunan
tidak diperhitungkan ruang perlengkapan alat-alat,perlengkapan dekoratip.
Parapet yang tingginya tidak melebihi 1.00 meter tiang antene dan :
Yang lebarnya tidak melebihi satu per empat permukaan bangunan kecuali
parapet.
Tidak disediakan akomodasi dalam bentuk dan waktu apapun;
Tidak dipergunakan untuk maksud-maksud adpertensi;
Tidak menghalangi sudut cahaya yang dibutuhkan oleh jendela-jendela pada
bangunan tsb.

3. Bangunan type I dan II (Konstruksi rangka tahan api/Konstruksi dinding


pemikul yang terlindungi):
Untuk bangunan type I berlaku ketentuan dalam ayat (1) pasal ini.
Untuk bangunan type II tinggi bangunan tidak diperkenankan melebihi
tinggi maksimum yang ditentukan dalam ayat (1) pasal ini.
16
Untuk konstruksi campuran tinggi maksimum dari type kontruksi yang lebih
rendah.

4. Bangunan Type III, IV dan V :


Tinggi bangunan type III,IV dan V tidak di perkenankan melebihi 2/3 dari
tinggi maksimum yang ditentukan dalam ayat (1) pasal ini dan tidak
diperkenankan mempunyai lapisan lantai lebih dari:
Bangunan type III dengan penggunaan kelas I, II, III, IV, V, VI, VII dan VIII,
jumlah tingkat maksimum 2;
Bangunan type IV dengan penggunaan kelas VI dan VII, jumlah tingkat
maksimum 1;
Bangunan type V dengan penggunaan kelas I, jumlah tingkat maksimum 2 ;
dengan penggunaan kelas VII (izin khusus dari Kepala Daerah) jumlah tingkat
maksimum 1.
Jumlah tingkat yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini tidak termasuk ruang
dibawah tanah (basement) yang tinggi langit-langitnya diukur dari permukaan
halaman tidak melebih 1.00 meter.
Lantai mezzanine yang memenuhi ketentuan-ketentuan dalam pasal . , tidak
diperhitungkan sebagai lantai tingkat.
Untuk maksud ayat (4) pasal ini lantai tingkat yang tingginya melebihi 6.00
meter pada pernggunaan tiap-tiap kelas, kecuali bangunan kelas VIII,
diperhitungkan sebagai dua tingkat.
5. Kepala Daerah dapat menentukan syarat-syarat lebih lanjut mengenai
tinggi/tingkat bangunan dan bangunan bertingkat dan segala sesuatunya
berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam pasal ini.

17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Studi


3.1.1 Pendekatan Studi

Pendekatan studi ini menggunakan pendekatan Deskriptif Analitis, metode


yang digunakan untuk membahas Perkembangan Paskal Hypersquare ditinjau dari
Tata Guna Lahan, Bentuk dan Masa Bangunan dan View Perkotaan terhadap
elemen kawasan dengan cara meneliti, mengolah data, mengidentifikasi,
menginterprestasikan, hal yang ditulis dengan pembahasan yang teratur dan
sistematis

3.1.2 Metoda Penelitian

Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif


analitis.Tahapan pertama adalah pengumpulan data dan diolah kembali serta
menganalisa objek penelitian sehingga akan diketahui hasil penelitian yang
berkaitan dengan tata guna lahan, bentuk dan masa bangunan serta viewpada
perkotaan.

3.1.3 Penetapan Studi Kasus


Kawasan PaskalHypersquare Bandung dipilih sebagai studi kasus yang akan
diteliti.Objek tersebut dipilih karena merupakan salah satu bangunan komersil
yang baru dan mengalami perkembangan dalam segi lahan dan bentuk

3.1.4 Penetapan Unit Analisis


Pada penelitian ini variabel yang ditentukan adalah elemen rancang kota
pada perkembangan Paskal Hypersquare.

18
Unit Analisis Penelitian Sub-unit Analisis

Elemen perancang kota a. Tata guna lahan ( rancangan dua


dimensi berupa denah peruntukan
lahan kota).
b. Bentuk dan masa bangunan
(Bentuk dan masa bangunan
ditentukan oleh tinggi dan
besarnya bangunan, KDB, KLB,
sempadan, skala, material, warna,
dan sebagainya).
c. View pada perkotaan (pengaruh
bentuk dan masa bangunan
terhadap sudut pandang vokal
kota)

Tabel 3.1 Penetapan Unit Analisis

3.1.5 Prosedur Penelitian


a. Tahap Persiapan
Merupakan tahapan untuk menelusuri literatur-literatur yang
berhubungan dengan kajian studi yang akan dibahas.

b. Tahap Pendahuluan
Tahap pendahuluan dimulai dengan pengidentifikasian studi
kasus perumusan dan pembatasan masalah, serta tujuan dari kasus
PaskalHypersquare Bandung.

19
c. Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data mencakup :
Identifikasi atau Pengamatan area yang diangkat menjadi studi
kasus dimulai dengan dokumentasi site dan pengamatan terhadap
pola aktivitas sekitar site.
Diskusi yang dilakukan bersama kelompok maupun bersama
dosen pembimbing dan narasumber.

d. Tahap Pengolahan Data


Pengolahan dilakukan dengan mengurutkan data berdasarkan
variable yang akan dianalisis.

e. Tahap Identifikasi
Pada tahapan ini mengkaji elemen perancang kota (tata guna lahan,
bentuk dan masa bangunan dan viewperkotaan) PaskalHypersquare
terhadap tata ruang kota. Identifikasi kualitatif yaitu analisa yang
dilakukan secara deskriptif.

f. Tahap Kesimpulan
Merupakan tahapan untuk menyimpulkan hasil kajian pengaruh
perubahan PaskalHypersquare terhadap tata ruang kota.

20
3.2 Skema Pemikiran

Tema :

Perancangan Arsitektur

Judul :

Perubahan Kawasan Paskal Hypersquare Ditinjau dari Tataguna Lahan, Bentuk Massa
Bangunan dan View Perkotaan Terhadap Elemen Kawasan

Latar Belakang :

Perencanaan kota Bandung akan dikaitkan dengan 8 elemen perancangan fisik sebuah
kota menurut Hamid Shirvani. Khususnya di kawasan Paskal Hypersquare.

Pertanyaan Penelitian :

Bagaimana penggunaan lahan pada kawasan Paskal Hypersuqre ?

Bagaimana perkembangan bentuk bangunan pada kawasan paskal Hypersquare ?

Bagaimana penerapan lebar dan ketinggian bangunan terhadap view kota di kawasan Paskal Hypersquare ?

Tujuan :

Memahami perluasan kawasan Paskal Hypersquare terhadap tata guna lahan di daerah Pasir Kaliki.

Mengidentifikasi perubahan tinggi, bentuk dan setback bangunan yang berada di kawasan Paskal Hypersquare.

Mengetahui lebar dan tinggi bangunan yang standar agar tidak merusak view kota.

Lingkup Studi :

Analisa dilakukan pada kawasan Paskal Hypersquare yang meliputi bangunan baru 23 Paskal.

Luas kawasan yang akan dianalisa 116,717,54 m

Literatur Pengumpulan Data Diskusi Mahasiswa dan


Buku Dosen.
Website
Pengelola kawasan
Penganalisaan Data Paskal Hypersquare.

Tata guna Lahan Bentuk dan Massa View Perkotaan


Bangunan

Kesimpulan

Bagan 3.1 Skema pemikiran

21
BAB IV
HASIL SURVEY

4.1 Data Tapak


Paskal Hypersquare merupakan kawasan terbaru yang ramah untuk keluarga di kota
Bandung, dengan fungsi mall yang di dominasi penjualan di bidang fashion, yang
sebelum di renovasi memiliki fungsi sebagai foodcourt dengan nama Paskal
Hypersquare dibangun di lahan seluas 117000 m2 setelah perluasan lahan dan kini
menjadi pusat ritel fashion ternama baik merek lokal maupun merek internasional.
Dari segi bangunannya sendiri kawasan ritel Paskal Hypersquare menawarkan sebuah
bangunan yang nyaman dengan desain yang modern dan cantik dari segi bentuk.

Lokasi Paskal Hypersquare yang terdapat di daerah pusat kota serta dekat dengan
salah satu gerbang masuk kota Bandung yaitu Stasiun Kota Bandung, membuat
kawasan tersebut menarik untuk di kaji mengenai keterkaitannya dengan teori elemen
perancangan kota terhadap hasil perkembangan desain di kawasan Paskal
Hypersquare.

Lokasi : Jl. Pasirkaliki kelurahan Pasir Kaliki Kecamatan Cicendo


40171 kota bandung, Jawa Barat.
Luas : 117000 m
Fungsi : Kawasan komersial dan bisnis

Gambar 4.1 Lokasi Paskal Hypersquare

22
4.2 Aksesibilitas

Paskal Hypersquare yang terdapat di daerah pusat kota serta dekat dengan salah
satu gerbang masuk Kota Bandung yaitu Stasiun Kota Bandung. Sehingga posisi
Paskal Hypersquare cukup strategis, walaupun ada masalah pencapaian masuk ke
kawasan Paskal Hypersquare karena pemberlakuan satu arah pada Jl. Kebon Jati .
Kawasan Paskal Hypersquare dapat dicapai melalui :
Jl. Pasirkaliki
Dapat dicapai dengan kendaraan Pribadi dan angkutan umum (
- Kendaraan dari arah utara dan Stasiun Bandung dapat melalui Jl.
Pasirkaliki
- Kendaraan dari arah timur (pusat kota/ alun-alun) harus melalui Jl.
Sudirman Jl. Pasirkaliki

Jl. Kebon Jati


Dapat dicapai dengan kendaraan Pribadi dan angkutan umum (
- Kendaraan dari arah barat (Cibereum/ Cimahi) dapat melalui Jl. Kebon
Jati
- Kendaraan dari selatan dapat melalui Jl. Sudirman- Jl. Kelenteng / Jl.
Waringin Jl. Kebon Jati

4.3 Kondisi tapak


Kawasan Paskal Hypersquare memiliki area seluas 117000m2 dengan fungsi
utama sebagai kawasan komersial dan bisnis. Dengan fasilitas yang ada sebagai
berikut:
- Ruko ( Rumah Toko)
- Rukan ( Rumah Kantor)
- Area parkir
- Basement
- Food Market
- Mall
- Hotel
- Kampus (BINUS)

23
Gambar 4.2 Kondisi Tapak Paskal Hypersquare

4.4 Batas wilayah tapak


Tapak berada dipusat kota dan memilika batas- batas wilayah yaitu:
- Utara : Rel kereta api
- Timur : Jl. Pasirkaliki
- Selatan : Fasilitas komersil (Perniagaan)
- Barat : Pemukiman warga

Gambar 4.3 Batas Wilayah Paskal Hypersquare

24
4.5 Tata guna lahan
Tata guna lahan merupakan elemen pokok dalam urban design yang menentukan
dasar perancangan dalam dua dimensi demi terciptanua ruang tiga dimensi.
prinsip Land Use itu sendiri merupakan pengaturan penggunaan lahan untuk
menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga
kawasan tersebut berfungsi dengan seharusnya.
Tata guna lahan mempertimbangkan hal-hal berikut :
a. Tipe penggunaan lahan yang diizinkan
Pada peta RDTR Kota Bandung terlihat zona warna merah sebagai zona
perdagangan dan jasa.

Gambar 4.4 RDTR Kota Bandung daerah pasir kaliki

b. Hubungan fungsional yag terjadi antara area yang berbeda


Pada kawasan Paskal Hypersquare terdapat beberapa fungsi bangunan yang
terdapat di site tersebut. Secara keseluruhan area kawasan Paskal Hypersquare
mempunyai fungsi Market Value yang berbeda-beda yaitu :
1. Mall
2. Pertokoan

25
: Pertokoan

: Mall 23 Paskal

: Foodcourt

c. Skala Pembangunan Baru


Skala pembangunan meliputi perkembangan pembangunan kawasan paskal
hypersquare dari tahun 2010 hingga tahun 2017. Terjadi beberapa perubahan kawasan
terutama pada tahun 2015 dimulainya pembangunan komersial 23 Paskal di kawasan
Paskal Hypersquare.

26
Gambar 4.5 Kawasan Paskal Hypersquare tahun 2010

Gambar 4.6 Kawasan Paskal Hypersquare tahun 2012

Gambar 4.7 Kawasan Paskal Hypersquare tahun 2014

27
Gambar 4.8 Kawasan Paskal Hypersquare tahun 2015

Gambar 4.9 Kawasan Paskal Hypersquare tahun 2016

Gambar 4.10 Kawasan Paskal Hypersquare tahun 2017

Keterangan

: Kawasan 23 Paskal

Terjadi pembangunan bangunan komersil 23 Paskal di kawasan paskal hyersquare terlihat dari
gambar di atas dari tahun 2015 hingga terbangun pada tahun 2017.

28
4.6 Bentuk dan masa bangunan
b. Ketinggian bangunan
Berkaitan dengan jarak pandang manusia, baik yang berada dalam
bangunan.maupun yang berada pada jalur pejalan kaki (luar bangunan). Ket
inggian bangunan pada suatu
kawasan membentuk sebuah garis horizon (skyline). (Shirvani, Hamid.
(1985). The Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold)
Company.
Ketinggian bangunan di lihat dari arah pedestrian,area ruko yang membentuk
garis horizon yang selaras. Perbedaan ketinggian area ruko dan area mall
membentuk sebuah vocal point.

Gambar 4.11 Ketinggian bangunan pada kawasan Paskal Hypersquare,2017

c. Kepejalan bangunan
Penampilan gedung dalam konteks kota. Kepejalan suatu gedung
ditentukan oleh perbandingan tinggi : luas : lebar : panjang, olahan massa (desai
n bentuk), dan variasi penggunaan material. (Shirvani, Hamid. (1985). The
Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold Company.)

29
Gambar 4.11 Kepajalan bangunan pada kawasan Paskal Hypersquare,2017

d. Koefisien lantai bangunan


Koefisien Lantai Bangunan adalah jumlah luas lantai bangunan berb
anding luas.Koefisien Lantai Bangunan dipengaruhi oleh daya dukung
tanah, daya dukung lingkungan, nilai harga tanah, dan faktor-
faktor khusus tertentu sesuai dengan peraturan atau kepercayaan daerah
setempat. (Shirvani, Hamid. (1985). The Urban Design Process. New York: Van
Nostrand Reinhold Company.)

e. Koefisien dasar bangunan


Adalah luas tapak yang tertutup dibandingkan dengan luas tapak ke
seluruhan.Koefisien dasar bangunan dimaksudkan untuk menyediakan area
terbuka yang cukup di kawasan perkotaan agar tidak
keseluruhan tapak diisi dengan bangunan. Hal ini dimaksudkan agar daur lingku
ngan tidak terhambat, terutama penyerapan air ke dalam tanah. (Shirvani,
Hamid. (1985). The Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold
Company.)

Gambar 4.12 Koefisien dasar bangunan pada kawasan Paskal Hypersquare,2017

30
Dari perhitungan di atas didapatkan luas koefisien dasar hijau adalah
20% di karenakan sisa dari penggunaan lahan adalah perkerasan dapat
disimpulkan bahwa KDB yang di gunakan sebesar 80%.

f. Garis sempadan bangunan


Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as
jalan.Garis ini sangat penting dalam mengatur keteraturan bangunan di tepi
jalan kota.Selain itu juga berfungsi sebagai jarak
keselamatan pengguna jalan, terutama jika terjadi kecelakaan. (Shirvani, Hamid.
(1985). The Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold
Company.)
g. Langgam
Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan karakteristik
bangunan dimana struktur,kesatuan dan ekspresi digabungkan di dalam satu per
iode atau wilayah tertentu. Peran dari langgam ini
dalam skala urban jika direncanakan dengan baik dapat menjadi guide line y
ang dapat menyatukan fragmen-fragmen dan bentuk bangunan di
kota.(Shirvani, Hamid. (1985). The Urban Design Process. New York: Van
Nostrand Reinhold Company.)
Langgam yang muncul pada bangunan 23 Paskal terlihat kontras dengan
langgam yang sudah ada sebelumnya pada kawasan Paskal Hypersquare.

Gambar 4.13 Langgam pada kawasan Paskal Hypersquare,2017

h. Skala
Rasa akan skala dan perubahan dalam ketinggian ruang atau bangunan
dapat memainkan peranan dalam menciptakan kontras visual yang dapat
membangkitkan daya hidup dan kedinamisan. (Shirvani, Hamid. (1985). The
Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold Company.)
i. Material
Material berkenaan dengan komposisi visual dalam perancangan.
Komposisi yang dimaksud diwujudkan oleh hubungan antar elemen visual.(
31
Shirvani, Hamid. (1985). The Urban Design Process. New York: Van Nostrand
Reinhold Company.)
j. Tekstur
Dalam sebuah komposisi yang lebih besar (skala urban) sesuatu yang dili
hat dari jarak tertentu maka elemen yang lebih besar dapat menimbulkan efek-
efek tekstur.(Shirvani, Hamid. (1985). The Urban Design Process. New York:
Van Nostrand Reinhold Company.)

k. Warna
Dengan adanya warna (kepadatan warna, kejernihan warna)
dapat memperluas kemungkinan ragam komposisi yang dihasilkan. (Shirvani,
Hamid. (1985). The Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold
Company.)

l. Skala
Dalam hubungannya dengan sudut pandang manusia,sirkulasi,bangunan
sekitarnya dan ukuran kawasan.
1. Intimate scale
2. Urban scale
3. Monumental scale

m. Ruang kota
Merupakan elemen dasar dalam perencanaan kota yang harus memperhatikan
bentuk (urban form) skala,sense of enclosure dan tipe urban space.

n. Massa kota
Di dalamnya meliputi bangunan,permukaan tanah,objek-objek yang
membentuk ruang kota dan pola aktivitas.Bentuk dan masa bangunan yang
direkomendasikan tercipta dari beberapa riset untuk mendirikan kerangka kerja
kontekstual dengan elemen bentuk fisik yang baru dapat menghasilkan harmoni
dengan bentuk sekitarnya

32
o. Kontekstual

4.7 View perkotaan


Menurut Hamid shirvani aturan mengenai tinggi bangunan di gunakan pada rancangan
kota untuk mengindikasi dimana bangunan yang tidak terlalu tinggi seharusnya di
letakan untuk meningkatkan bentuk lembah dari kota tersebut atau bangunan tinggi
seharusnya di tempatkan untuk meningkatkan pola dari perkembangan kota tersebut.

a. Penempatan bangunan terhadap view perkotaan

Menurut meville c.branch perlakuan terhadap perencanaan pada sebuah jalan raya di
kota besar adalah contoh dari banyak pertimbangan yang dilibatkan dalam perencanaan
kota,contohnya penempatan bangunan tinggi di tempatkan pada sisi lainnya dan
penempatan bangunan yang tidak terlalu tinggi di antara bangunan tersebut,hal ini
mencegah terjadinya efek dinding yang di sebabkan oleh bangunan tinggi yang
menerus dan menghalangi potensi pemandangan kota.

b. Penempatan bangunan tinggi

33

Anda mungkin juga menyukai