Anda di halaman 1dari 191

DAFTAR ISI

BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
LATAR BELAKANG............................................................................................. 2
BAB III.................................................................................................................... 4
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP ...................................................................... 4
A. Tujuan Umum ........................................................................................... 4
B. Tujuan Khusus .......................................................................................... 4
BAB IV ................................................................................................................... 5
PENGERTIAN ........................................................................................................ 5
A. Definisi - definisi ...................................................................................... 5
BAB V ....................................................................................................................20
KEBIJAKAN .........................................................................................................20
1. Ruang Lingkup Perencanaan Mutu .............................................................22
2. Tata Laksana ................................................................................................24
BAB VI ..................................................................................................................50
PENGORGANISASIAN .......................................................................................50
1. Struktur Organisasi PMKP ..........................................................................50
2. Tugas, Tanggung jawab, dan Kewenangan .................................................51
BAB VII .................................................................................................................62
KEGIATAN ...........................................................................................................62
BAB VIII ..............................................................................................................149
METODE .............................................................................................................149
BAB IX ................................................................................................................153
PENCATATAN DAN PELAPORAN .................................................................153
BAB X ..................................................................................................................175
MONITORING DAN EVALUASI .....................................................................175
BAB XI ................................................................................................................180
PENUTUP ............................................................................................................180

0
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK
MUTIARA BUNDA SALATIGA
NOMOR: (BUAT UNTUK AWAL SEPT 18)
TENTANG
PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN
DI RSIA MUTIARA BUNDA SALATIGA

BAB I
PENDAHULUAN

Seperti tercantum dalam Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan


Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI tahun 1994, definisi Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan Rumah Sakit adalah: Keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan
integratif yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien,
menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan memecahkan masalah-
masalah yang terungkap sehingga pelayanan yang diberikan dirumah sakit berdaya guna dan
berhasil guna.
Jika definisi itu diterapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat rumusan sebagai
berikut: Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah : Kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien secara terus
menerus, melalui pemantauan, analisa dan tindak lanjut adanya penyimpangan dari standar
yang ditentukan.
Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang
dilaksanakan Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutiara Bunda Salatiga berorientasi pada Visi,
Misi, Tujuan serta nilai – nilai dan Moto Rumah Sakit yang merupakan bagian dari Renstra
rumah sakit, hal ini tertuang dalam program kegiatan PMKP.

1
BAB II
LATAR BELAKANG

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat


bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu
ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.
Pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu itu sendiri merupakan salah satu
kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang, termasuk pelayanan di rumah sakit.
Pendekatan mutu yang ada saat ini berorientasi pada kepuasan pelanggan atau pasien. Salah
satu faktor kunci sukses pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah dengan mengembangkan
mutu pelayanan klinis sebagai inti pelayanan (Wijono, 2000).
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat
mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu
termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan
mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RSIA Mutiara Bunda Salatiga secara
bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi
kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RSIA Mutiara Bunda Salatiga dapat seperti
yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSIA
Mutiara Bunda Salatiga. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan program peningkatan
mutu pelayanan RSIA Mutiara Bunda Salatiga yang disusun sebagai acuan bagi pengelola
RSIA Mutiara Bunda Salatiga dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan
Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu,
langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.

Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran
4. Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia No.129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

2
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1691/Menkes/Per/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Landasan Peraturan
Landasan peraturan Peningkatan mutu dan keselamatan rumah sakit di RSIA Mutiara Bunda
Salatiga adalah:
 UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
 PMK no 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
 Pedoman Upaya Peningkatan Mutu tahun 1994
 Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tahun 2007
 Panduan Nasional Keselamatan Pasien edisi 2 tahun 2008
 Pedoman Pelaporan Insiden keselamatan Pasien edisi 2 tahun 2008

3
BAB III
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

A. Tujuan Umum

Tujuan umum dari Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien


(PMKP) adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara
efektif dan efisien baik pelayanan klinis dan manajerial serta memberi
asuhan yang aman untuk pasien dan agar tercapai derajat kesehatan yang
optimal.

B. Tujuan Khusus

1. Meningkatkan mutu pelayanan klinis, mutu manajemen dan pemenuhan


sasaran keselamatan pasien.
2. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit melalui optimalisasi sumber
daya, sarana dan prasarana di rumah sakit
3. Memberikan pelayanan sesuai dengan standar/ketentuan yang ditetapkan
oleh rumah sakit
4. Meminimalkan risiko dan mencegah cidera terhadap pelayanan yang
diberikan oleh rumah sakit
5. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan
6. Mencapai dan mempertahankan peningkatan yang sudah berhasil secara
berkesinambungan.

4
BAB IV
PENGERTIAN

A. Definisi - definisi
Beberapa definisi yang harus dipahami dalam upaya pelaksanaan peningkatan
mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit sebagai berikut:
1. Peningkatan Mutu & Keselamatan Pasien
Adalah memperkecil (reduction) risiko dan memberikan asuhan aman yang
berhubungan dengan proses klinik maupun meminimalkan risko lingkungan
fisik pada pasien dan staf yang dilakukan secara berkesinambungan dengan
menerapkan standar pekerjaan, penerapan efisiensi, penggunaan sumber daya
yang rasional untuk mendapatkan hasil akhir yang maksimal.
Nilai dasar peningkatan mutu dan keselamatan pasien, adalah sebagai berikut:
a) Kualitas atau mutu rumah sakit yang rendah dapat membahayakan
konsumen pengguna jasa
b) Kualitas atau mutu yang rendah menimbulkan invektifitas, baik bagi
pemberi pelayanan ataupun konsumen pengguna jasa
c) Kualitas atau mutu pelayanan rumah sakit yang rendah dapat pula
berdampak terhadap makin mahalnya biaya yang harus ditanggung
konsumen pengguna jasa
d) Upaya menjaga dan meningkatkan kualitas atau mutu pelayanan rumah
sakit yang baik merupakan kebanggaan setiap SDM rumah sakit yang
menjungjung profesionalisme
Upaya menjaga dan meningkatkan kualitas atau mutu pelayanan rumah sakit
merupakan kewajiban dan tugas pokok setiap petugas kesehatan.

2. Upaya Peningkatan Mutu


adalah keseluruhan upaya dan kegiatan komprehensif dan integrative yang
menyangkut struktur, proses dan outcome secara objektif, sistematik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap
pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien dan
memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang
diberikan di rumah sakit berddaya guna dan berhasil guna.

5
3. Keselamatan Pasien (Patient Safety) Rumah Sakit
Adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi: assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan.

4. Clinical Pathway
Clinical pathway adalah suatu alur proses kegiatan pelayanan pasien spesifik
untuk suatu penyakit atau tindakan tertentu, mulai dari pasien masuk sampai
pasien pulang yang merupakan integrasi dari pelayanan medis, pelayanan
keperawatan, pelayanan farmasi dan pelayanan kesehatan lainnya.

5. Indikator Klinis
adalah indikator yang dipantau di area pelayanan yang berhubungan langsung
dengan pasien atau klinikal yang menjadi fokus pemantauan sesuai standar
meliputi: assesmen pasien, layanan laboratorium, layanan radiologi dan
pencitraan diagnostik, prosedur bedah, penggunaan antibiotik dan pengobatan
lainnya, kesalahan obat dan kejadian nyaris cidera, penggunaan anastesi dan
sedasi, penggunaaan darah dan produk – produk darah, ketersediaan isi dan
penggunanan catatan tentang pasien, pencegahan dan pengendalian,
pengawasan serta pelaporan infeksi dan penelitian klinis

6. Indikator Manajemen
Adalah indikator yang dipilih yang berhubungan dengan area manajerial
meliputi: pengadaan suplai serta obat obatan penting bagi pasien yang
dibutuhkan, pelaporan kegiatan seperti diatur oleh undang undang, manajemen
resiko, manajemen penggunaan, harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
pasien, harapan dan kepuasan staf, demografi dan diagnosis klinis pasien,
manajemen keuangan, pencegahan dan pengendalian peristiwa.

6
7. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien
Adalah indikator keberhasilan terhadap sasaran keselamatan pasien yang
terdiri dari: (1) Mengidentifikasi pasien dengan benar, (2) Meningkatkan
komunikasi yang efektif, (3) Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai, (4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang
benar, pembedahan pada pasien yang benar, dan (5) Mengurangi risiko infeksi
akibat perawatan kesehatan, dan (6) Mencegah pasien jatuh. Penanggung
jawab terhadap indikator ini yaitu Tim Keselamatan Pasien RS. Selain itu
yang dilaksanakan pemantauan Indikator keselamatan pasien sesuai dengan
sasaran keselamatan pasien, juga dilakukan pemantauan tren insiden yang
tidak diharapkan sesuai dengan ketetapan rumah sakit terkait dengan KTD dan
sentinel di RS.

8. Kejadian Sentinel
merupakan suatu kejadian tidak diharapkan (KTD) yang mengakibatkan
kematian, cedera permanen atau cedera berat yang temporer dan
membutuhkan intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik pisik
maupun psikis yang tidak terkait dengan perjalanan penyakitnya dan atau
disebabkan karena salah satu hal di bawah ini (definition sentinel event that
includes at least):
a. Kematian tidak terduga dan tidak terkait dengan perjalanan alamiah
penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya (an
unanticipated death that is related to the natural course of the patient’s
illness or underlying condition).
b. Kehilangan fungsi utama (major) secara permanen yang tidak terkait
dengan perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari
penyakitnya (major permanent loss of function unrelated to the patient’s
natural course of illness or underlying condition).
c. Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi (wrong site, wrong
procedure, wrong-patient surgery).
d. Bunuh diri (self suicide).
e. Gas masuk ke pembuluh darah yang menyebabkan kematian atau
kerusakan saraf (Death and nerve damage as a result of gas entered into
the blood vessel).

7
f. Kematian atau kecacatan akibat kesalahan pemberian transfusi dan produk
darah lain (death and permanent loss of function as a result of wrong
infusing blood or blood products).
g. Kematian karena kesalahan pemberian obat (death as result of wrong
medication administration).
h. Penculikan bayi (baby kidnapping).
i. Bayi yang dipulangkan bersama orang tua yang bukan orangtuanya (an
infant sent home with the wrong parents).
j. Bayi lahir normal cukup bulan dalam perawatan tiba – tiba meninggal
(SIDS: Suddden Infant Death Syndrome in normal newborn baby)
k. Transmisi penyakit kronis atau penyakit fatal melalui pemberian darah,
produk darah, dan transplantasi organ atau jaringan yang terkontaminasi
(transmission of a chronic or fatal diseases as a results of infusing blood
and blood products or transplanting contaminated organs or tissues)
l. Pemerkosaan, kekerasan ditempat kerja yang termasuk (pembunuhan,
penghilangan fungsi secara permanen), penganiayaan (percobaan
pembunuhan) terhadap pasien, staf, praktisi, mahasiswa, orang yang
sedang training, visitor atau pengunjung, dan rekanan yang sedang berada
di rumah sakit (rape, workplace violence such us assault) (leading to
death or permanent loss of function); or homicide of patient, staff member,
practitioner, student/trainee in clinical placement, visitor, or vendor on
hospital property)

Ketika sentinel events teridentifikasi, maka harus dilaporkan segera ke tim


KPRS dan Direktur Utama yang dapat dilakukan secara lisan melalui
media telepon selambat lambatnya 1 jam setelah kejadian sentinel. Setiap
insiden keselamatan pasien harus dilaporkan secara internal kepada tim
keselamatan pasien paling lambat 2 x 24 jam dengan menggunakan format
laporan.

Kejadian sentinel yang berdampak luas / nasional meliputi kejadian


sentinel yang memiliki potensi berdampak luas dan atau kejadian sentinel
yang melibatkan berbagai fasilitas pelayanan kesehatan lain wajib
dilaporkan kepada menteri melalui direktur jenderal sesegera mungkin
paling lama I ( satu ) jam setelah diketahui kejadian sentinel dilakukan

8
secara lisan melalui media telepon untuk kemudian dilengkapi laporan
tertulis setidaknya memuat lokasi kejadian, kronologis kejadian, waktu
kejadian, akibat kejadian dan jumlah pasien yang mengalami kematian
atau cedera berat akibat kejadian sentinel.

Tim KPRS akan melakukan analisis akar masalah (Root Cause


Aanalysis/RCA) dimana analisis dan rencana tindak lanjut harus
diselesaikan dalam waktu 45 hari dari kejadian. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. Tim akan melaporkan
aktivitasnya kepada Direktur Utama melalui Direktur Medis dan
Keperawatan.

9. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) atau Adverse Events


sebagai suatu insiden atau kejadian yang mengakibatkan cedera atau harm
pada pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan
kesalahan medis karena tidak dapat dicegah. Kejadian tidak diharapkan pada
kasus keselamatan pasien terdeteksi apabila ada perubahan yang tidak
diinginkan dari apa yang diharapkan. Untuk itu analisis mendalam dilakukan
apabila tingkat, pola, atau tren kejadian bervariasi secara signifikan terkait
setidak-tidaknya pada hal-hal berikut:
a. Reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi dengan pemeriksaan IgE yang
dilakukan di rumah sakit
b. Kejadian serius akibat efek samping obat
c. Kesalahan pemberian obat yang menimbulkan reaksi
d. Ketidaksesuaian diagnosis pra-operasi dan pasca-operasi
e. Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau
mendalam dan pemakaian anestesi.
f. Infeksi yang disebabkan oleh pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (HAIs).
g. Wabah penyakit menular yang ada di RS.
h. Kejadian pasien jatuh yang menimbulkan cidera (minor, moderate, mayor).
i. Cedera akibat prosedur.
j. Cedera akibat penggunaan fasilitas.
k. Kesalahan pemberian tranfusi darah.
l. Insiden terkait pengunaan implant
m. Kesalahan Handover

9
n. Insiden terkait sedasi prosedural
o. Infeksi terkait penggunaan Produk darah
p. Dll terkait semua kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak
diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission)atau karean
tidak bertindak (omission) bukan karena underlying disease.

Ketika adverse events teridentifikasi laporan harus sudah diserahkan kepada


tim KPRS selambat lambatnya 2 x 24 jam. Tim KPRS akan melakukan risk
grading matrik, penetapan grading berdasarkan dampak (consequences) dan
probabilitas (likelihood) jika grading warna hijau dan biru maka akan
dilakukan investigasi sederhana dan jika grading warna kuning dan merah
dilakukan analisis akar masalah (RCA) untuk menentukan tindakan yang perlu
dilakukan diselesaikan dalam waktu 45 hari. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. Tim akan melaporkan
aktivitasnya kepada Direktur Utama melalui Direktur Pelayanan Medis dan
Keperawatan.

10. Kejadian Nyaris Cedera (Near Miss)


apabila ada kejadian-kejadian yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga
tidak menyebabkan cedera pada pasien. Tujuan penanganan kejadian near
miss adalah:
a. Untuk mengurangi resiko kejadian adverse events
b. Untuk mengidentifikasi perbaikan yang potensial
c. Untuk peningkatan mutu pelayanan

RSIA Mutiara Bunda Salatiga menetapkan jenis kejadian yang harus


diaporkan sebagai KNC adalah kejadian yang belum sampai terpapar ke
pasien sehingga tidak menyebabkan cedera pada pasien meliputi:
a. Administrasi
1) Proses:
Serah terima pasien; Perjanjian; Daftar tunggu/antrean;
Rujukan/konsultasi; Admisi; Keluar/pulang dari Rawat Inap/RS;
Pindah perawatan Identifikasi pasien; Consent; Pembagian tugas;
Respons terhadap kegawat daruratan

10
2) Masalah

Tidak performed ketika dibutuhkan; Indikasi; Tidak lengkap; Tidak


tersedia; Salah pasien; Salah proses/pelayanan
b. Prosedur klinis
1) Proses:
Skrinning/pencegahan/medical check up; Diagnosis;
Prosedur/pengobatan/intervensi; General care/management; Test;
Specimen/hasil ; Belum dipulangkan dan restrain
2) Masalah:
Tidak performance ketika dibutuhkan; Tidak lengkap; Tidak tersedia;
Salah proses/pengobatan/prosedur;
c. Dokumentasi
1) Dokumen yang terkait
Permintaan; Rekam medik, assesmen konsultasi; Cek list; Sertifikat;
Instruksi/ informasi/kebijakan/ SPO/ guideline; Label/ stiker/
identifikasi/ kartu
2) Masalah/problem
Dokumen yang hilang; Terlambat mengakses dokumen; Salah
dokumen/salah orang; Tidak jelas/membingungkan
d. Medikasi/cairan infus
1) Medikasi/cairan infus yang
terkait Daftar medikasi
Daftar Cairan infus
2) Proses penggunaan medikasi/cairan infus
Peresepan, Persiapan Pemaketan; Pengantaran; Pemberian
Pemesanan; Penyimpanan; Monitoring.
3) Masalah (problems)
Salah obat; salah dosis ; Salah formulasi; Salah rute pemberian; Salah
jumlah; Salah dispensing label/instruksi (wrong
dispensing/label/instruction); Kontraindikasi; Salah penyimpanan;
Ommitted medicine; Obat kadaluarsa; Reaksi efek samping obat
e. Transfusi darah/produk darah
1) Transfusi darah/produk darah terkait, Faktor pembekuan, Albumin,
immunoglobulin

11
2) Proses Transfusi darah/produk darah terkait: test pre transfuse,
peresepan, persiapan, pengantaran (delivery), pemberian
(administration), penyimpanan, monitoring, pemaketan, pemesanan
3) Masalah: salah darah, salah dosis/frekuensi, salah jumlah, salah
label dispensing/instruksi, kontraindikasi, salah penyimpanan, obat
atau dosis yang diabaikan, darah yang kadaluarsa), Efek samping
f. Nutrisi
1) Nutrisi yang terkait: nutrisi umum, nutrisi khusus
2) Proses nutrisi: peresepan/permintaan, Pesiapan/manufaktur,
supply/order, penyajian, dispensing, pengantaran/delivery,
pemberian administration, penyimpanan/storage
3) Masalah: salah diet, salah jumlah, salah frekuensi, salah konsistensi
g. Oksigen/Gas
1) Oksigen/gas terkait : daftar oksigen/gas terkait
2) Proses penggunaan oksigen/Gas : label silinder/warna kode /index
pin, pemberian, pengantaran, supply/order
3) Masalah: salah pasien, salah gas, salah rate/flow/konsentrasi, salah
mode pengantaran, kontraindikasi, salah penyimpanan, gagal
pemberian, kontaminasi
h. Alat medis kesehatan
1) Tipe Alat (daftar alat medis/alat kesehatan
2) Masalah: presentasi, ketersediaan, Tugas yang tidak sesuai
3) Tidak bersih/tidak steril
4) Kegagalan/malfungsi
i. Pasien /patients
Perilaku pasien: tidak kooperatif, tidak pantas/sikap permusuhan, kasar,
beresiko, mengganggu/harasing, diskriminatif, berkeliaran.
j. Infrastruktur: keterlibatan struktur bangunan (inadekuat, kerusakan)
k. Resources/manajemen organisasi:
Beban kerja manajemen yang berlebihan (ketersediaan tempat tidur, SDM)
protocol/kebijakan/SOP
l. Laboratorium/patologi:
Pengambilan, transport, data entry, prosesing, verifikasi/validasi, hasil

12
Ketika near miss teridentifikasi harus dilakukan harus dilakukan pelaporan
tepat waktu dalam 2 x 24 jam ke Tim KPRS sesuai dengan ketentuan
pelaporan.TKPRS akan melakukan investigasi sederhana atau analisa akar
masalah (RCA)sesuai hasil analisis grading matrik, bila masuk dalam grading
kuning atau merah maka akan dilakukan RCA dengan membentuk Tim RCA
untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan diselesaikan dalam waktu 45
hari. Tim akan melaporkan aktivitasnya kepada Direktur Utama melalui
Direktur Medis dan Keperawatan. Rumah sakit menggunakan informasi
pelaporan KNC untuk memperbaiki proses pelayanan serta melakukan upaya
proaktif untuk menurunkan risiko. Proses pelayanan dan penurunan risiko
yang dilakukan terkait laporan KNC juga termasuk pelaporan terkait
kesalahan obat (medication error) digunakan oleh rumah sakit untuk
memperbaiki proses penggunaan obat.

11. Kejadian Tidak Cedera


RSIA Mutiara Bunda Salatiga mendefinisikan kondisi potensial cedera (KPC)
sebagai kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi
belum terjadi insiden

12. Kondisi Potensial Cedera


RSIA Mutiara Bunda Salatiga mendefinisikan Kejadian Tidak Cedera (KTC)
merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cedera

13. RCA
Analisa akar masalah/Root Causa Analysis adalah sebuah alat kerja yang
sangat berguna untuk mencari akar masalah dari suatu insiden yang telah
terjadi.

14. Risk Manajemen


adalah suatu tata cara pelaksanaan strategi dalam pelaksanaan suatu budaya,
proses dan struktur yang diciptakan atau dikembangkan untuk merealisasikan
peluang-peluang potensial selain untuk menangani efek negatifnya.

15. FMEA
Failure mode and effects analysis (FMEA) adalah salah satu teknik untuk
perbaikan sistem yang dapat meningkatkan keselamatan. FMEA adalah,

13
sistematis proaktif, dan teknik berbasis tim, berdasarkan beralasan yang
digunakan untuk mencegah proses dan produk masalah sebelum terjadi. Ini
menyediakan lihat tidak hanya pada apa masalah bisa terjadi tetapi juga di
seberapa parah dampak dari masalah bisa menjadi (The Joint Commission, 2010)
 Failure: Ketika sistem atau bagian dari sistem melakukan cara yang tidak
dimaksudkan atau diinginkan.
 Mode: Cara di mana sesuatu, seperti kegagalan, bisa terjadi.
 Failure mode adalah cara di mana sesuatu bisa gagal.
 Effects: Hasil atau konsekuensi dari modus kegagalan.
 Analysis: Pemeriksaan rinci dari elemen atau struktur dari suatu proses.

16. Dimensi Mutu


Mutu adalah kemampuan untuk memenuhi persyaratan yang berdasarkan
karakteristik yang dimiliki oleh suatu produk. Mutu pelayanan kesehatan
berarti memberikan pelayanan kepada pasien dengan kompetensi yang handal,
komunikasi yang baik, pengambilan keputusan yang tepat, dan sensitifitas
budaya yang kuat. Mutu adalah konsep yang bersifat komprehensif dan
multisegi yang mengukur 1 atau lebih dimensi mutu, seperti diantaranya
kompetensi teknis, akses pelayanan, efektifitas, efisiensi, hubungan
interpersonal, kontinuitas, keselamatan, dan fasilitas (Brown, na).

Dimensi mutu ini merupakan kerangka kerja yang dapat digunakan untuk
menganalisa masalah kesehatan dan melakukan pengukuran standar mutu.
Setiap dimensi harus didefinisikan sesuai dengan konteks lokal dan program
spesifik yang digunakan rumah sakit.
Dimensi Mutu menurut World Health Organisation (WHO) (2006) yang
meliputi:
1) Aman (Safe) , topik masalah yang diangkat merupakan suatu kondisi yang
dapat meningkatkan keamanan bagi pasien, keluarga pasien, dan seluruh
staf dan karyawan R
2) Efektif (effective), masalah yang diselesaikan berdasarkan kajian terkini
(evidence based) dan hasil yang dilakukan perbaikan memperbaiki status
pasien dan masyarakat

14
3) Effisien (efficient), masalah yang diambil akan diharapkan meningkatkan
efisiensi pelayanan dengan meningkatkan penggunaan sumber sumber
yang ada, mengurangi hal hal yang tidak berguna
4) Berfokus pada pasien (patient centered), upaya yang dilakukan berfokus
pada pasien yang disesuaikan dengan budaya pasien, dan pilihan pasien
5) Equitable, masalah yang diambil berlaku sama untuk setiap pasien tanpa
melihat, jenis kelamin, ras, suku, status social ekonomi
6) Waktu dan kesempatan (Timely and accessible), masalah yang
diselesaikan disesuaikan dengan waktu dan dilakukan sesuai dengan
kondisi yang nyata dengan sumber daya yang ada/tersedia.

Penjelasan dimensi mutu adalah sebagai berikut:


Kompetensi teknis Dimensi ini mengacu pada pengetahuan,
ketrampilan, capability, dan performa actual para staf
klinis dan non klinis. Untuk professional kesehatan,
kompetensi teknis termasuk pengetahuan klinis
tentang pencegahan penyakit, penetapan diagnosa,
pemberian treatment dan konsuling kesehatan.
Kompetensi teknis yang terkait manajemen
kesehatan menyangkut ketrampilan melakukan
pengawasan, memberi pelatihan, dan
menyelesaikan masalah.
Akses pelayanan Akses pelayanan yang dimaksud adalah bahwa
pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh letak
geografis, tingkat sosial, ekonomi, budaya,
organisasi, dan perbedaan bahasa. Pasien harus
mendapatkan pelayanan kesehatan yang tepat pada saat
yang tepat dan oleh staf medis yang tepat.
Efektifitas Kualitas pelayanan tergantung pada efektifitas
pelaksanaan norma pelayanan kesehatan dan pedoman
klinis. Efektifitas pelayanan terkait dengan tingkatan
dimana hasil (outcome) yang diharapkan dari
pelayanan dapat tercapai. Pasien harus mendapat
pelayanan yang berdasarkan pada informasi ilmiah
dan pengetahuan terkini.
Efisiensi Pelayanan yang efisien adalah pelayanan yang
diberikan secara optimal ketimbang maksimal.
Efisiensi pelayanan adalah pelayanan yang
memberikan benefit yang besar meskipun dengan
sumber daya yang terbatas untuk menghindari
terbuangnya suplai, peralatan, waktu, ide-ide, dan
informasi secara percuma.
Hubungan Hubungan interpersonal terkait dengan interaksi
interpersonal antara pemberi pelayanan dan pasien, manager dan

15
pemberi pelayanan, serta antara tim kesehatan dan
masyarakat. Hubungan interpersonal yang baik
terbangun apabila ada kepercayaan, kredibilitas,
respek, kerahasiaan, daya tanggap, dan empati.
Kontinuitas Kontinuitas berarti pasien menerima pelayanan
kesehatan secara lengkap dan berkelanjutan sesuai
kebutuhannya tanpa ada interupsi, penghentian
sementara, atau bahkan pengulangan yang tidak perlu.
Ketiadaan kontinuitas dapat berimbas pada efektifitas
pelayanan, mengurangi efisiensi, serta mengurangi
kualitas hubungan interpersonal.
Keselamatan Keselamatan / safety berarti meminimalkan resiko
terjadinya luka, infeksi, bahaya efek samping, dan
bahaya lain yang berhubungan dengan pemberian
pelayanan kesehatan. Dimensi ini melibatkan pasien
dan pemberi pelayanan. Safety tidak hanya menjadi
faktor yang penting pada pelayanan kesehatan yang
kompleks tapi juga pada pelayanan dasar.
Infrastruktur fisik Infrastruktur fisik berarti tampilan fisik dari fasilitas,
kebersihan, kenyamanan, privacy, dan aspek lain yang
penting bagi pasien. Insfrastruktur fisik yang memadai
dan membuat pasien/keluarga/pengunjung nyaman
dapat meningkatkan kepuasan mereka serta
menunculkan keinginan untuk kembali lagi
mendapatkan pelayanan kesehatan.

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan harus terintegrasi dan


ditunjang dengan sumber daya yang memadai. Hal ini bertujuan untuk
menciptakan pelayanan yang efisien, efektif, dapat selalu diakses, dan adil.
Untuk mewujudkan hal tersebut, selain dimensi mutu tersebut terdapat
pula prinsip panduan yang digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan. Prinsip panduan ini merupakan atribut yang digunakan untuk
penyesuaian terhadap inisiatif strategik (Ontario Hospital Association,
2010). Adapun prinsip panduan tersebut adalah sebagai berikut:

Aman Pasien harus menerima pelayanan yang aman dan


bebas dari bahaya insiden dan kesalahan.
Efektif Pasien harus menerima pelayanan yang sesuai dan
berdasarkan ilmu pengetahuan terkini.
Efisien: Pelayanan yang diberikan harus mengutamakan
pelayanan yang dapat memberikan benefit yang
besar dan secara berkelanjutan dapat
menghindari pemborosan.
Terpusat pada pasien: Pemberi pelayanan kesehatan harus
memberikan pelayanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan pilihan setiap individu. Dalam hal
ini provider harus melibatkan pasien dan
keluarga dalam menentukan dan memutuskan

16
pelayanan yang akan diberikan.
Akses Pasien harus menerima pelayanan tepat waktu
untuk mendapatkan outcome kesehatan yang
terbaik.
Adil Setiap pasien harus mendapat pelayanan yang
berkualitas sama tanpa memandang dari mana
mereka berasal dan dimana mereka tinggal.
Terintegrasi Semua bagian/elemen dari pelayanan kesehatan
harus diorganisir, saling terhubung, dan dapat
bekerja sama untuk dapat memberikan pelayanan
yang berkualitas.
Sumber daya yang Untuk dapat memberikan pelayanan yang
memadai berkualitas harus didukung dengan sumber daya
yang memadai seperti sumber daya manusia, dana,
peralatan, suplai, dan fasilitas fisik yang dibutuhkan
oleh pasien.

17
Apabila divisualisasi maka prinsip panduan mutu di atas tampak seperti di
bawah:

Gambar 1. Delapan Prinsip Panduan Mutu


Sumber: QPSP Ontario Hospital Association, 2010
Mutu adalah konsep yang bersifat komprehensif dan multisegi yang
mengukur satu atau lebih dimensi mutu, seperti diantaranya kompetensi
teknis, akses pelayanan, efektifitas, efisiensi, hubungan interpersonal,
kontinuitas, keselamatan, dan fasilitas. Program Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien RSIA Mutiara Bunda Salatiga mulai tahun 2017
mengukur 6 dimensi mutu yaitu: (1) Aman, (2) Efektif, (3) Efisien, (4)
Akses, (5) Terpusat pada Pasien dan (6) Ketepatan Waktu. Rincian
masing-masing dimensi mutu sebagai berikut ini:
1. Aman
Pasien harus menerima pelayanan yang aman dan bebas dari
bahaya insiden dan kesalahan.
2. Efektif
Pasien harus menerima pelayanan yang sesuai dan berdasarkan
ilmu pengetahuan terkini.
3. Efisien
Pelayanan yang diberikan harus mengutamakan pelayanan yang
dapat memberikan benefit yang besar dan secara berkelanjutan
dapat menghindari pemborosan.
4. Akses

18
Setiap pasien harus mendapat pelayanan yang berkualitas sama
tanpa terhalang atau memandang dari mana mereka berasal dan
dimana mereka tinggal.
5. Terpusat pada pasien
Pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan pelayanan yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan pilihan setiap individu. Dalam
hal ini provider harus melibatkan pasien dan keluarga dalam
menentukan dan memutuskan pelayanan yang akan diberikan.
6. Ketepatan Waktu
Pasien harus menerima pelayanan tepat waktu untuk mendapatkan
outcome kesehatan yang terbaik.

Elemen pada prinsip dan dimensi mutu di atas pada dasarnya adalah sama
dan merupakan faktor yang penting dalam menentukan sasaran dan tujuan
yang akan menjadi fokus dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Elemen-elemen inilah yang menjadi dasar penyusunan Pedoman PMKP


sehingga memudahkan menentukan indikator-indikator yang akan
dipantau, baik indikator klinis maupun non klinis. Bagan di bawah
menampilkan prinsip dan dimensi mutu yang saling terintegrasi dengan
Pedoman PMKP.

19
Gambar 2. Overview Dimensi Mutu dalam Program PMKP

20
BAB V
KEBIJAKAN

A. Kebijakan Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring dan Pelaporan Upaya


PMKP, dimana Direktur RS terlibat atau berperan serta

Perencanaan mutu adalah suatu proses mengidentifikasi indikator mutu sesuai


dengan standar mutu yang relevan dan menentukan bagaimana memenuhi
standar mutu yang telah ditetapkan. Collaborative for Excellence in
Healthcare Quality (CEHQ) 2012 menyebutkan beberapa konsep penting
dalam perencanaan mutu yaitu:
1. Sejalan dengan rencana strategis organisasi
2. Sesuai dengan framework mutu yang dipilih oleh organisasi
3. Memiliki trend yang lebih meningkat dengan perencanaan mutu tahun
sebelumnya
4. Mendiskripsikan hal yang jelas dan mudah dipahami oleh semua
stakeholder
5. Disusun memiliki target setiap indicator yang telah disusun
6. Dilakukan evaluasi secara reguler setidaknya setahun sekali
7. Memungkinkan disesuaikan dengan sumber yang tersedia di organisasi
8. Bermanfaat dalam mempengaruhi budaya perubahan pada mutu

Kepemimpinan (leadership) dan perencanaan adalah hal yang sangat penting


bagi rumah sakit dalam upaya peningkatan mutu dan upaya mengurangi resiko
terhadap pasien dan staf. Pimpinan Rumah Sakit bersama Dewan Pengawas
bertangung jawab penuh terhadap komitmen upaya Rumah Sakit dalam
kegiatan mutu dan keselamatan pasien. Perencanaan mutu di tingkat Rumah
Sakit meliputi :
1. Pimpinan Rumah Sakit terlibat secara aktif di perencanaan mutu dengan
melibatkan staf klinis dan non klinis melalui pendekatan multidisiplin hal
ini memiliki tujuan staf dapat memberikan masukan terhadap area yang
beresiko, menetapkan prioritas, target, setting dan implementasi
2. Pimpinan Rumah Sakit berpartisipasi melakukan monitoring seluruh
kegiatan mutu dan keselamatan pasien

21
3. Pimpinan Rumah sakit berpartisipasi menetapkan proses dan mekanisme
pengawasan program mutu dan keselamatan pasien
4. Semua staf dan peserta didik harus diedukasi tentang mutu dan tanggung
jawabnya terhadap perencanaan mutu
 Inisiatif perbaikan mutu dipandu oleh perencanaan mutu yang
komprehensif yang diteruskan ke staf dan peserta didik dibawahnya
sehingga staf dan peserta didik memahami perannya dalam mencapai
target
 Rencana sosialisasi perencanaan mutu harus dipersiapkan kepada
semua stakeholder di dalam rumah sakit dan di luar dari luar rumah
sakit melalui konsultasi sebagai bagian dari rencana strategis RS

Perencanaan mutu merupakan bagian dari rangkaian F-O-C-U-S P-D-C-A


yang terdiri dari tahapan menemukan masalah, mengorganisir tim kerja,
mengklarifikasi teori terbaru tentang permasalahan, memahami penyebab
masalah, memilih proses potensial untuk menyelesaikan masalah,
perencanaan kerja, pelaksanaan kerja, pengawalan kerja dan perbaikan
kerja yang dilakukan terus-menerus dan berkesinambungan. Perencanaan
mutu memiliki beberapa tahapan, yaitu:
1) Perencanaan manajemen mutu
2) Merupakan tahapan bagaimana kebijakan mutu akan
diimplementasikan oleh tim manajemen, baik secara formal maupun
informal.
3) Definisi operasional mutu
4) Merupakan tahapan bagaimana mendefinisikan istilah-istilah yang
dipakai dalam mengukur hasil output.
5) Daftar Monitoring mutu
6) Merupakan tahapan bagaimana memandu pengecekan apakah tindakan
yang didefinisikan sudah dilaksanakan.
7) Rencana peningkatan mutu
8) Merupakan bagian dari rencana manajemen mutu sebagai rincian
langkah untuk menganalisis proses.
9) Kertas kerja mutu
10) Rencana manajemen

22
Perencanaan mutu dalam sistem manajemen mutu secara umum dapat
dilihat pada skema berikut ini.

Analisis Kebutuhan Analisis Kepuasan


Pasien Pasien

Tanggungjaw
ab
manajemen
Pengadaan dan (pimpinan)
Alokasi

konsumen
Pasien /
Pengukuran,
Sumberdaya Analisis, dan
Perbaikan

Perancangan,
perencanaan,
dan
Penyera
pelaksanaan han

Produk/Layanan

Gambar 1. Skema Sistem Manajemen Mutu

1. Ruang Lingkup Perencanaan Mutu

a. Dewan Pengawas
Secara umum peran dewan pengawas dalam perencanaan mutu banyak
yang didelegasikan kepada Direktur Utama, namun peran dan pengawas
sangat penting dalam hal:
1) Memastikan program mutu dan keselamatan pasien sesuai dengan visi
organisasi/Rumah Sakit
2) Memastikan nilai nilai dalam perencanaan mutu dan keselamatan
pasien sesuai dengan rencana strategis RS
3) Memastikan perencanaan mutu sesuai dengan strategi RS
4) Menetapkan gambaran besar tentang penetapan prioritas mutu dalam
perencanaan mutu
5) Menyetujui perencanaan mutu RS

23
6) Mengalokasikan sumber daya untuk implementasi perencanaan mutu
7) Melakukan pengawasan terhadap progress dan kinerja perencanaan
mutu yang telah ditetapkan
8) Memberikan rekomendasi terhadap laporan seluruh kegiatan mutu dan
keselamatan pasien

b. Direktur Utama
Direktur utama memiliki tanggung jawab terhadap:
1) Menyetujui quality framework/kerangka mutu organisasi
2) Menyetujui proses perencanaan mutu tingkat Rumah Sakit
3) Menyetujui penetapan ruang lingkup, prioritas, panduan dan
parameter perencanaan mutu, termasuk memastikan perencanaan
mutu sesuai dengan prioritas strategis Rumah Sakit, prioritas terhadap
kepatuhan penuh sasaran keselamatan pasien, prioritas terhadap
kepatuhan panduan praktek klinik dan clinical pathway, prioritas
terhadap JCI Library of Measure serta prioritas terhadap riset dan
pendidikan kedokteran dan upaya upaya yang berdampak luas
terhadap efisiensi sumber daya rumah sakit
4) Memastikan perencanaan mutu terpadu dan layak diimplementasikan
dengan sumber daya yang tersedia
5) Melakukan monitoring terhadap rencana dan pencapaian hasil seluruh
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
6) Menetapkan mekanisme pengawasan terhadap kegiatan mutu dan
keselamatan pasien
7) Memberikan motivasi dan dukungan kepada staf untuk mencapai
target
8) Menyetujui dan memastikan program pendidikan diberikan ke seluruh
staf dan peserta didik terhadap terkait mutu dan keselamatan pasien
9) Memastikan dukungan berupa pendampingan dan koordinasi telah
diberikan kepada setiap unit untuk melakukan upaya kegiatan mutu
dan keselamatan pasien

c. Ka Instalasi/Bidang/Bagian
1) Menetapkan indikator prioritas di tingkat instalasi/departemen

24
2) Memberikan expertise/keahlian dalam menetapkan target, tujuan dan
ide ide tentang perencanaan mutu yang dtetapkan
3) Memberikan masukan klinis terhadap target yang ditetapkan yang
sesuai dengan hasil klinis dan benchmark terhadap standar yang ada
4) Menentukan objectives/tujuan dari perencanaan mutu
5) Menindaklanjuti laporan untuk memastikan perencanaaan mutu sudah
mencapai target
6) Melakukan penilaian keefektifan rencana dan implementasi dan
melakukan perubahan tentang rencana mutu yang dibutuhkan
7) Mengajukan perencanaan mutu di tingkat bidang/bagian ke UPM
8) Memastikan seluruh staf di instalasi mendapatkan edukasi terkait
seluruh perencanaan mutu

d. Unit Penjaminan Mutu


1) Melakukan koordinasi dan memfasilitasi proses penyusunan
perencanaan mutu tingkat RS
2) Menuliskan dan menyusun draft rencana mutu tingkat RS untuk
diberikan persetujuan oleh Direktur Utama dan Dewan Pengawas
3) Memberikan edukasi tentang perencanaan mutu kepada seluruh Staf
dan peserta didik
4) Memberikan dukungan berupa pendampingan terhadap perencanaan
program, bidang dan staf dalam perencanaan mutu
5) Melakukan monitoring dan pengawasan pelaksanaan perencanaan
mutu dengan seluruh stakeholder yang terkait
6) Menyusun laporan terhadap seluruh kegiatan perencanaan mutu setiap
triwulan kepada pimpinan Rumah Sakit

2. Tata Laksana

Tata laksana kegiatan perencanaan mutu:


a. Instalasi/bidang/bagian unit kerja
1) Menggali permasalahan mutu dari staf klinis maupun nonklinis
melalui brainstorming dalam agenda rapat mutu

25
2) Setelah didapatkan beberapa masalah mutu dari hasil brainstorming
kemudian dilakukan penentuan prioritas mutu yang akan
direncanakan.
3) Unit/bidang/bagian menetapkan minimal 2-3 indikator mutu yang
akan dikembangkan
4) Mengajukan indikator mutu yang telah ditetapkan kepada Unit
Penjaminan Mutu pada bulan Desember tahun sebelumnya
5) Menetapkan perencanaan mutu dalam bentuk program mutu yang
dilaporkan ke pimpinan Rumah Sakit
6) Mengukur /memantau terkait dengan ukuran yg diwajibkan oleh
regulasi nasional dan RS yaitu SP-Min

b. Unit Penjaminan Mutu


1) Merekapitulasi perencanaan mutu yang diajukan oleh seluruh unit
kerja ke UPM.
2) Mengagendakan rapat perencanaan mutu tahunan yang dibahas
bersamaan pada rapat mutu triwulan III, dengan seluruh unit
kerja/bidang/bagian untuk melakukan kajian tentang indikator
mutu yang telah diajukan.
3) Melakukan koordinasi dengan pihak terkait/stakeholder misalnya
tim PPI dan Tim Patient Safety dalam rapat perencanaan mutu
4) Melakukan konsultasi dan mengagendakan rapat perencanaan mutu
dengan Direksi dan Direktur Utama untuk menetapkan
perencanaan mutu RS sekali dalam setahun yaitu bulan Desember
5) Menyiapkan perencanaan Indikator mutu berdasarkan persyaratan
standar meliputi jenis indikator klinik, manajerial, sasaran
internasional keselamatan pasien, kejadian yang tidak diharapkan,
indikator PPI dan indikator 5 area prioritas (Clinical Pathway) dan
PPK, serta indikator JCI Library of Measure, indikator pendidikan
kedokteran dan Riset klinik, indikator terhadap upaya yang
berdampak terhadap efisiensi dan penggunaan sumber daya rumah
sakit.

26
6) Pedoman praktik klinis, alur perawatan klinis (clinical care
pathway), dan protokol klinis yang sesuai dengan populasi pasien
dan misi rumah sakit harus:
a) Dipilih dari semua hal yang dapat diberlakukan terhadap jenis
layanan dan pasien rumah sakit yang bersangkutan (jika ada,
pedoman nasional yang bersifat wajib disertakan dalam proses
ini);
b) Dievaluasi kesesuaiannya bagi populasi pasien rumah sakit
c) Jika perlu, disesuaikan, dengan teknologi, obat-obatan dan
sumber daya lainnya yang tersedia di rumah sakit atau dengan
norma profesional yang diakui secara nasional;
d) Dinilai seberapa jauh pedoman tersebut terbukti secara ilmiah;
e) Disetujui atau diterapkan oleh rumah sakit secara formal;
f) Diterapkan dan diukur konsistensi penggunaan dan
efektivitasnya;
g) Didukung oleh staf yang terlatih untuk menerapkan pedoman
atau alur klinis (clinical pathway);
h) Diperbarui secara berkala berdasarkan perubahan-perubahan
yang ada dalam bukti dan evaluasi terhadap proses dan hasilnya
7) Indikator mutu yang sudah ditelaah berdasarkan prioritas, dan
persyaratan standar dijadikan indikator RS yang dimasukkan dalam
program mutu tahunan RS.
8) Menyiapkan draft program mutu untuk disahkan pemberlakuan
program oleh Direktur Utama bulan Desember
9) Melakukan sosialisasi kepada seluruh unit kerja/bidang bagian di
RS tentang perencanaan mutu yang telah ditetapkan
10) Melakukan edukasi kepada semua staf di RS tanggung jawab
dalam monitoring dan pencapaian target
11) Memberikan dukungan dan koordinasi terhadap semua
perencanaan mutu di masing instalasi/bidang/bagian
12) Melaukan pengawasan terhadap pelaksanaan perencanaan mutu di
seluruh areal rumah sakit

27
c. Direktur Utama beserta jajaran Direksi
1) Memimpin rapat dalam perencanaan mutu tahun berikutnya
2) Para Direktur memberikan rekomendasi dan arahan dalam
perencanaan mutu yang diajukan oleh Instalasi dan UPM dalam
perencanaan mutu tahunan
3) Memastikan perencanaan mutu RS sesuai dengan rencana strategis
RS
4) Mengesahkan perencanaan mutu RS
5) Memberikan motivasi dan dukungan kepada staf untuk
melaksanakan perencanaan mutu yang telah ditetapkan
6) Meyediakan sumber daya dan dukungan teknologi yang
dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan mutu dan keselamatan
pasien
7) Melakukan pengawasan terhadap kegiatan perencanaan mutu di
seluruh area di rumah sakit
8) Memberikan rekomendasi dan saran terhadap laporan indikator
mutu dari instalasi/bidang/bagian

d. Dewan Pengawas
1) Menelaah perencanaan mutu yang akan datang yang disampaikan
oleh Direktur Utama
2) Mengagendakan rapat perencanaan mutu dengan Direktur Utama
dan Direksi RS
3) Menyetujui perencanaan mutu RS dan memastikan sumber daya
sumber daya untuk implementasi perencanaan mutu
4) Melakukan monitoring secara terus menerus terhadap progress dan
kinerja perencanaan mutu yang telah ditetapkan
5) Memberikan rekomendasi monitoring pencapaian perencanaan
mutu yang telah ditetapkan

B. Penetapan Prioritas Kegiatan Yang Di Evaluasi.

1. Definisi

Beberapa definisi yang harus dipahami dalam hal melaksanakan prioritas masalah
mutu adalah sebagai berikut:

28
a. Pimpinan Rumah Sakit mempertimbangkan penentuan prioritas termasuk
kepatuhan sasaran keselamatan pasien, Fokus terhadap upaya pencapaian
layanan unggulan Rumah Sakit, upaya peningkatkan efisiensi, penuruanan
readmisi, upaya mengatasi permasalahan di unit gawat darurat flow pasien,
yang berdampak terhdap perbaikan luas di rumah sakit misalnya system obat
dan berdampak terhadap efisiensi sumber daya rumah sakit, prioritas terhadap
panduan praktek klinik dan clinical pathway.
b. Identifikasi masalah adalah kegiatan merumuskan atau mengidentifikasi
masalah di unit kerja untuk mengenali masalah akan diselesaikan atau
dijadikan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien oleh rumah sakit
ataupun unit kerja.
c. Penentuan prioritas adalah suatu proses yang dilakukan oleh sekelompok orang
dengan menggunakan metode tertentu untuk menentukan urutan prioritas dari
yang paling penting sampai yang kurang penting.
d. Penentuan prioritas masalah adalah upaya untuk menyusun atau menentukan
permasalahan apa yang akan diselesaikan terlebih dahulu berdasarkan elemen-
elemen penilaian dalam menentukan prioritas.
e. Penetapan prioritas dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Cara
pemilihan prioritas masalah ada banyak macamnya, secara sederhana dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu: scoring techninque (metode penskoran)
dan non scoring techninque (non skoring).
f. Teknik non skoring sering digunakan bila tidak tersedia data dalam
menetapkan prioritas masalah. Metode yang digunakan seperti metode
Delbecq dan metode Delphi.
g. Teknik skoring: pada cara ini pemilihan prioritas dilakukan dng memberikan
score (nilai) untuk berbagai parameter tertentu yang telah ditetapkan.
Parameter yang dimaksud adalah: Prevalensi penyakit (prevalence) atau
besarnya masalah, Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate of increase),
Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree of
unmeet need), Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi
(social benefit), Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical
feasibility) dan Sumber daya yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk
mengatasi masalah (resources availibility)
h. Teknik skoring yang sering digunakan yaitu: Metode Bryant, Technique
Matrix Criteria, dll.

29
2. Ruang Lingkup Penentuan Prioritas
Adapun pelaksanaan penentuan prioritas masalah adalah sebagai berikut:
a. Penentuan Masalah
 Kepala unit sebagai penanggung jawab mutu mengundang kelompok
kerja mutu dan staf mutu yang ada untuk hadir pada diskusi round
table untuk melakukan brainstorming ide ide tentang masalah mutu
yang akan dilakukan pengukuran
 Kepala unit sebagai fasilitator mencatat semua ide-ide yang diajukan
oleh peserta brainstorming
 Ide ide yang telah dicatat, direview ulang, didiskusikan dan
diklarifikasikan bersama anggota team yang terlibat.
 Kepala unit kerja memutuskan penetuan masalah di unit kerjanya
masing masing yang akan dilakukan pengukuran.

b. Prioritas masalah
 Kepala unit setelah melakukan identifikasi masalah melakukan
brainstorming penentuan prioritas masalah
 Prioritas masalah ditentukan dengan memberikan skoring 1- 5 terhadap
berbagai masalah yang teridentifikasi dengan menggunakan form
penentuan prioritas masalah berdasarkan 10 faktor penimbang
 Masalah yang telah teridentifikasi yang memiliki skor tinggi dan
analisis beban kerja yang dipilih
 Kepala unit memutuskan masalah yang akan diprioritaskan untuk
dilakukan pengukuran sebagai indicator mutu di unit/bidang/instalasi

c. Keputusan Indikator
 Kepala unit kerja merumuskan akar penyebab dari setiap
permasalahan yang telah dipilih dan wajib memilih masalah yang
telah dipersyaratkan pada Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
 Kepala unit kerja memilih akar penyebab masalah yang memiliki
skor tinggi untuk dijadikan fokus penyelesaian
 Kepala unit kerja memilih akar masalah yang dominan untuk
diangkat menjadi indikator

30
 Kepala unit kerja mengumpulkan form penentuan prioritas masalah yang
sudah terisi dan daftar indikator ke Unit Penjaminan Mutu (UPM)
d. Prioritas tingkat Rumah Sakit
 UPM melakukan rekapitulasi masalah dan indikator yang
dikumpulkan oleh seluruh unit kerja
 UPM memfasilitasi proses penentuan prioritas masalah dan indikator
mutu di tingkat rumah sakit dengan melibatkan Direksi, Manajemen,
Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Tim Manajemen Resiko, dan
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dengan memastikan
Pimpinan Rumah Sakit mempertimbangkan penentuan prioritas
termasuk kepatuhan sasaran keselamatan pasien, indikator areal klinis,
indikator manajemen, indikator Fokus terhadap upaya pencapaian
layanan unggulan Rumah Sakit, upaya peningkatkan efisiensi,
penuruanan readmisi, upaya mengatasi permasalahan di unit gawat
darurat flow pasien, yang berdampak terhdap perbaikan luas di rumah
sakit misalnya system obat dan berdampak terhadap efisiensi sumber
daya rumah sakit
 UPM mengusulkan surat keputusan (SK) pemberlakuan Program Mutu
Rumah Sakit (Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien)
yang memuat indikator mutu rumah sakit

3. Tata Laksana Penetuan Prioritas


a. Metode Non Skoring
1) Metode Delbecq
Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah melalui
diskusi kelompok namun peserta diskusi terdiri dari para peserta yang
tidak sama keahliannya, maka sebelumnya dijelaskan dahulu sehingga
mereka mempunyai persepsi yang sama terhadap masalah-masalah yang
akan dibahas. Hasil diskusi ini adalah prioritas masalah yang disepakati
bersama. Peringkat masalah ditentukan oleh sekelompok ahli yang
berjumlah antara 6 sampai 8 orang
a) Mula-mula dituliskan pada white board masalah apa yang akan
ditentukan peringkat prioritasnya
b) Kemudian masing-masing orang tersebut menuliskan peringkat urutan
prioritas untuk setiap masalah yang akan ditentukan prioritasnya

31
c) Penulisan tersebut dilakukan secara tertutup
d) Kemudian kertas dari masing-masing orang dikumpulkan dan hasilnya
dituliskan di belakang setiap masalah
e) Nilai peringkat untuk setiap masalah dijumlahkan, jumlah paling kecil
berarti mendapat peringkat tinggi (prioritas tinggi).

2) Metode Delphi
Masalah-masalah di diskusikan oleh sekelompok orang yang mempunyai
keahlian yang sama.Melalui diskusi tersebut akan menghasilkan prioritas
masalah yang disepakati bersama. Pemilihan prioritas masalah dilakukan
melalui pertemuan khusus. Setiap peserta yang sama keahliannya
dimintakan untuk mengemukakan beberapa masalah pokok, masalah yang
paling banyak dikemukakan adalah prioritas masalah yang dicari Adapun
cara melakukan skoring teknik Delphi yaitu:
a) Identifikasi masalah yang henadak /perlu diselesaikan
b) Membuat kuisioner dan menetapkan peserta/para ahli yang dianggap
mengetahui dan menguasai permasalahan
c) Mengirim kuisioner ke para ahli kemudian menerima kembali jawaban
kuisoner yang beriiskan ide dan alternative solusi epenyelesaian
masalah
d) Membentuk tim khusus untuk merangkum seluruh respon yang muncul
dan mengirim kembali hasil rangkuman kepada partisipan
e) Partisipan menelaah ulang hasil rangkuman, menetapkan skala
prioritas / memeringkat alternative solusi yang dianggap terbaik dan
mengembalikan kepada pemimpin kelompok/pembuatan keputusan
b. Metode Skoring
1) Metode Bryant
Prevalence (Besarnya masalah yang dihadapi), Seriousness (Pengaruh buruk
yang diakibatkan oleh suatu masalah dalam RS dan dilihat dari besarnya
angka kesakitan dan angka kematian, data IKP akibat masalah kesehatan
tersebut). Manageability (Kemampuan untuk mengelola dan berkaitan dengan
sumber daya) dan Community concern (Sikap dan perasaan masyarakat
terhadap masalah kesehatan tersebut)

32
Parameter diletakkan pada baris dan masalah-masalah yang ingin dicari,
prioritasnya diletakkan pada kolom. Kisaran skor yang diberikan adalah satu
sampai lima yang ditulis dari arah kiri ke kanan untuk tiap masalah. Kemudian
dengan penjumlahan dari arah atas ke bawah untuk masing-masing masalah
dihitung nilai skor akhirnya. Masalah dengan nilai tertinggi dapat dijadikan
sebagai prioritas masalah. Tetapi metode ini juga memiliki kelemahan, yaitu
hasil yang didapat dari setiap masalah terlalu berdekatan sehingga sulit untuk
menentukan prioritas masalah yang akan diambil.

2) Criteria Matrix Technique Modifikasi dengan 10 Kriteria/Elemen


Penimbang
Menetapkan prioritas masalah dengan memberikan kisaran skor satu sampai
lima yang di tulis dari arah kiri ke kanan untuk setiap masalah. Masing masing
masalah dihitung nilai skor terakhirnya. Masalah dengan skor tertinggi akan
dijadikan prioritas. Teknik skoring 1-5 dengan kriteria 1= tidak, 2 =
kurang/hampir, 3 = cukup/sedang, 4 = baik/tinggi dan 5 = sangat/paling
dengan 10 kriteria/faktor/elemen penimbang sebagai berikut ini:
(1) Memiliki risiko tinggi (high risk): Apabila topik masalah yang diangkat
merupakan suatu kondisi yang memiliki resiko tinggi pada pasien
sesuai dengan analisa manajemen resiko
(2) Sering sekali dilakukan (high volume): Apabila topik masalah yang
diangkat merupakan suatu kondisi yang sering terjadi
(3) Merupakan rawan masalah (problem prone): Apabila topik masalah
yang diangkat merupakan suatu kondisi yang rawan masalah
(4) Penting untuk mewujudkan misi rumah sakit (important to mission):
Apabila topik masalah yang diangkat merupakan suatu kondisi yang
sangat penting untuk mewujudkan misi RS
(5) Kepuasan pelanggan (customer satisfaction): Apabila topik masalah
yang diangkat merupakan suatu kondisi yang dapat meningkatkan
kepuasan pasien
(6) Kepuasan staf (staff satisfaction): Apabila topik masalah yang diangkat
merupakan suatu kondisi yang dapat meningkatkan kepuasan staf

33
(7) Kepuasan dokter (physician satisfaction): Apabila topik masalah yang
diangkat merupakan suatu kondisi yang dapat meningkatkan kepuasan
dokter

(8) Keluaran klinis (clinical outcome): Apabila topik masalah yang


diangkat merupakan suatu kondisi yang berpengaruh pada outcome
pelayanan klinis
(9) Keamanan (safety): Apabila topik masalah yang diangkat merupakan
suatu kondisi yang dapat meningkatkan keamanan bagi pasien, keluarga
pasien, dan seluruh staf dan karyawan RS
(10) Memenuhi persyaratan/peraturan yang berlaku (regulatory
requirement): Apabila topik masalah yang diangkat bertujuan untuk
memenuhi peraturan yang berlaku
Adapun cara melakukan skoring Teknik Matrik Kriteria modifikasi yaitu:
1) Peringkat masalah di tentukan oleh sekelompok ahli yang berjumlah
6- 8 orang melalui brainstorming
2) Memberikan skor 1 paling rendah dan lima tertinggi untuk setiap
bobot masalah yang diprioritaskan berdasarkan 10 kriteria/faktor
penimbang yaitu high risk, high volume, problem prone, important to
mission, customer satisfaction, staf satisfaction, physician
satisfaction, clinical outcome, safety dan regulatory requirement
3) Nilai peringkat untuk setiap masalah, nilai tiap elemen
dijumlahkan atau dikalikan, jumlah/skor paling besar berarti
mendapat prioritas tertinggi.

C. Ruang Lingkup Program

Ruang lingkup PMKP adalah sebagai berikut:


1. Meningkatkan Mutu
Memperkuat dan meningkatkan secara kontinyu budaya mutu dan
keselamatan pasien
a) Pemantauan Sasaran Internasional Keselamatan Pasien
b) Pemantauan indikator klinik dan manajerial
c) Pemantauan kejadian yang tidak diinginkan
d) Pemantauan pedoman praktik klinis dan alur klinis untuk 5 area
prioritas

34
2. Meningkatkan Keselamatan Pasien
Menurunkan angka infeksi
a) Survailans kegiatan cuci tangan
b) Pemantauan angka infeksi
c) Pemberian pelatihan dan pendidikan terkait pencegahan dan
pengendalian infeksi
d) Pemantauan sensitifitas dan pola bakteria terhadap penggunaan
antibiotika
3. Memantau Kepatuhan Terhadap Aturan Eksternal
a) JCI Library of Measures
b) Mengidentifikasi kesalahan (error) : Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
dan Sentinel Event

D. Kebijakan/Strategi Komunikasi
1. Program PMKP dapat diketahui oleh front line staf dan juga
staf lainnya di RS,
a. Komunikasi Penanggung Jawab Mutu ke staf mutu di tingkat
instalasi

1) Penanggung jawab mutu di masing masing Instalasi/bidang/bagian


dan UPM melaksanakan analisis hasil pencapaian indikator mutu
prioritas di tingkat unit /bidang/bagian
2) Penanggung jawab mutu di masing masing Instalasi/bidang/bagian
melakukan komunikasi ke staf mutu melalui rapat mutu bulanan di
masing masing Instalasi/bidang/bagian dan didokumentasikan
dalam notulen rapat mutu bulanan
3) Penanggung jawab mutu di masing masing Instalasi/bidang/bagian
wajib mengkomunikasikan kegiatan mutu dan keselamatan pasien
secara tertulis melalui publikasi data mutu kepada staf di papan
informasi setiap triwulan
4) Penaanggung jawab mutu melakukan komunikasi ke atasan
langsung para Direktur dan melakukan koordinasi dengan Unit
Penjaminan Mutu terkait kegiatan mutu dan keselamatan pasien di
masing masing areanya

b. Komunikasi Direktur Utama ke instalasi/bidang bagian dan staf

35
1) Unit Penjaminan Mutu menyusun laporan pemantauan data mutu
dan keselamatan pasien setiap tri wulan
2) Unit Penjaminan Mutu menyiapkan rapat mutu dan keselamatan
pasien setiap triwulan
3) Direktur Utama melakukan komunikasi secara tertulis melalui
surat resmi mengundang seluruh penanggung jawab mutu dan PIC
pengumpul data di masingmasing instalasi/bidang/bagian untuk
hadir pada rapat mutu dan keselamatan pasien setiap triwulan
4) Unit Penjaminan mutu mempresentasikan laporan peningkatan
mutu dan keselamatan pasien di tingkat Rumah Sakit kepada
seluruh penanggungjawab mutu dan PIC pengumpul data di
tingkat instalasi/bidang/bagian
5) Unit penjaminan mutu mengkomunikasikan rekomendasi dari
Direktur Utama ke penanggung jawab mutu di masing
instalasi/bidang/bagian melalui edaran rekomendasi rapat mutu
dan keselamatan pasien setiap triwulan
6) Unit Penjaminan Mutu melakukan koordinasi ke masing masing
penanggung jawab instalasi/bidang/bagian untuk melaksanakan
rekomendasi dari Direktur utama
7) Unit Penjaminan Mutu melakukan evaluasi hasil tindak lanjut
rekomendasi Direktur Utama kepada Penanggung Jawab Mutu di
masing masing Instalasi/bidang/Bagian
8) Unit Penjaminan Mutu menyusun laporan hasil tindak lanjut
rekomendasi Direktur Utama terhadap laporan mutu dan
keselamatan pasien

2. Program PMKP Dapat Diketahui Oleh Pemilik atau Yang Mewakili


Pemilik RS (Dewan Pengawas)
a. Komunikasi Direktur Utama ke Dewan Pengawas
1) Unit Penjaminan Mutu menyiapkan laporan mutu dan keselamatan
pasien setiap triwulan ynag dilaporkan oleh Direktur Utama ke
Dewan Pengawas
2) Direktur Utama menyiapkan agenda rapat mutu dan keselamatan
pasien dalam rapat Dewan Pengawas

36
3) Direktur Utama meminta rekomendasi tertulis dari Dewan
Pengawas tentang laporan tertulis kegiatan mutu dan keselamatan
pasien setiap triwulan
4) Unit Penjaminan Mutu melakukan koordinasi dengan Penanggung
jawab di masing masing Instalasi/bidang bagian untuk melakukan
tindak lanjut rekomendasi Dewas
5) Unit Penjaminan Mutu menyusun laporan evaluasi dan tindak
lanjut rekomendasi dari Dewan Pengawas

b. Komunikasi dari Dewan Pengawas ke Direktur Utama

1) Rumah sakit menyelenggarakan rapat Dewas dengan Direktur


Utama dan jajaran Direksi
2) Dewan pengawas dan Direktur utama beserta jajaran Direksi hadir
dalam rapat Dewas
3) Kegiatan Mutu dan keselamatan pasien diagendakan dalam rapat
Dewas
4) Dewas Melakukan komunikasi lisan dalam rapat Dewas dan
tertulis dalam bentuk rekomendasi semua kegiatan peningkatan
mutu dan keselamatan pasien
5) Notulen rapat dewas di komunikasikan ke Unit Penjaminan Mutu

c. Komunikasi dari Direktur Utama ke Kementrian Kesehatan


1) Direktur Utama bersurat resmi ke Kementrian Kesehatan mengirim
laporan hasil kegiatan mutu dan keselamatan pasien secara berkala
2) Tim Kementrian Kesehatan melakukan evaluasi secara periodik
melalui kunjungan kerja implementasi kegiatan mutu dan
keselamatan pasien di RSIA Mutiara Bunda Salatiga serta
melakukan komunikasi secara lisan maupun tertulis

3. Publikasi Data Hasil Kegiatan Program PMKP


a. Publikasi external adalah proses penerbitan laporan data mutu ke
media publikasi secara eksternal (masyarakat umum) melalui website
rumah sakit atau data yang diberikan untuk benchmark ke rumah sakit
lain dimana data yang dipilih adalah data yang telah dilakukan validasi

37
internal serta mendapatkan persetujuan dari Direktur Utama. Berikut
langkah-langkah dalam melakukan publikasi secara external rumah
sakit
1) Siapkan data mutu PMKP yang hendak dipublikasikan berupa
grafik tren pencapaian selama 6 bulan sesuai dengan data terpilih
yang layak dipublikasi oleh UPM
2) Laporkan data mutu PMKP yang layak dipublikasikan ke Direktur
Utama oleh UPM
3) Mintakan persetujuan tertulis data yang hendak dipublikasikan
4) Buat surat permohonan publikasi sesuai dengan data yang sudah
mendapatkan persetujuan Direktur Utama oleh UPM kepada Sub
Bagian Humas.
5) Tembuskan surat permohonan publikasi sesuai dengan data yang
sudah mendapatkan persetujuan Direktur Utama ke Instalasi
Teknologi dan Informasi untuk dapat diunggah ke website resmi
RSIA Mutiara Bunda Salatiga
6) Lakukan kordinasi antar sub bagian Humas dan Instalasi Teknologi
dan Informasi untuk proses unggah data di website
7) Lakukan unggah data mutu ke website resmi RSIA Mutiara Bunda
Salatiga oleh Instalasi Teknologi dan Informasi

b. Publikasi Internal adalah proses penerbitan laporan data mutu ke media


publikasi secara internal (masyarakat internal rumah sakit) melalui
laporan resmi, presentasi, deseminasi, dan media informasi lainnya
baik media cetak dan elektronik (intranet), untuk memberikan
cerminan kualitas pelayanan yang telah dilaksanakan pada periode
tertentu. Berikut langkah-langkah publikasi internal di rumah sakit:
1) Lakukan analisis data oleh Instalasi/bidang/bagian/ unit kerja dan
UPM terkait hasil pencapaian indikator mutu di unit /bidang/bagian
dan rumah sakit sesuai dengan tanggungjawab masing masing
setiap 3 bulan dan atau sesuai dengan periode analisis tiap
indikator
2) Buatkan laporan terkait seluruh hasil pencapaian indikator mutu
Rumah Sakit oleh UPM
3) Siapkan dan koordinasikan kegiatan Presentasi dan Deseminasi

38
hasil pencapaian indikator mutu dari masing masing Bidang
/bagian/instalasi / unit kerja melalui rapat triwulan kepada seluruh
perwakilan komponen rumah sakit
4) Edarkan hasil capaian indikator dan notulen rapat triwulan mutu ke
seluruh ka Bidang, bagian, instalasi, unit oleh unit penjaminan
mutu
5) Lakukan kordinasi dengan Instalasi Tehnologi informasi untuk
mengungggah dta ke dalam intranet sesuai ketentuan publikasi
data
6) Lakukan publikasi data internal oleh Unit
Kerja/Bagian/Bidang/Instalasi melalui papan informasi sesuai
dengan kelayakan data yang boleh dipublikasi dengan membuatkan
pajangan hasil pencapaian data mutu dengan tampilan grafik yang
dilengkapi dengan definisi operasional indikator, numerator,
denominator, interpretasi data serta tindak lanjut
7) Pastikan data yang dipublikasi di papan informasi RS, dan intranet
RS. Indikator yang dipilih untuk publikasi adalah data bukan data
terkait informasi pasien , KTD dan sentinel event
8) Lakukan koordinasi dengan Sub. Bagian Humas agar data yang
dipublikasikan ke dalam bentuk media dinding (poster) di internal
rumah sakit sepengetahuan sub bagian Humas
9) Laksanakan monitoring dan evaluasi data yang dipublikasikan
secara internal melalui intranet, papan informasi di unit
kerja/bidang/bagian / unit kerja sesuai dan ter-update

E. Quality Improvement Exposition/Rewards Etc. (Penghargaan Departemen,


Yang Telah Melaksanakan Kegiatan Sangat Bagus)
RSIA Mutiara Bunda Salatiga menetapkan pelaksanaan gugus kendali mutu
sebagai ssalah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit
dan hasil perbaikan atau inovasi masing-masing gugus dilombakan untuk
mendapatkan penilaian terbaik melalui konvensi GKM.
Konvensi Gugus Kendali Mutu diselenggarakan satu kali dalam setahun yang
melibatkan seluruh panitia pengarah/Steering Comitee/kordinator/panitia

39
GKM sebagai penyelenggara dan Gugus Kendali Mutu di lingkup RSIA
Mutiara Bunda Salatiga sebagai peserta. Kegiatan Konvensi Gugus Kendali
Mutu (GKM) bertujuan untuk memperoleh masukan/perbaikan berupa
inovasi-inovasi dalam peningkatan mutu di instalasi/bagian/bidang/unit
sebagai suatu tahapan diseminasi. Keberhasilan yang sudah dicapai
dipertahankan dan ditingkatkan untuk seluruh area rumah sakit. Teknis
pelaksanaan Konvensi GKM dilakukan dengan membagi seluruh peserta
GKM dalam dua kelompok yang sama, yaitu Stream A dan Sream B yang
masing-masing memiliki pemenang sebagai peserta GKM terbaik.

F. Dukungan Sistem Informasi


1. Intranet
Adalah jaringan komputer yang saling berhubungan atau tersambung yang
digunakan oleh suatu sistem organisasi maupun lembaga. Atau Definisi
Intranet yang lain adalah Intranet merupakan suatu jaringan komputer
yang berbasis protokol TCP/IP, layaknya jaringan internet hanya saja
penggunaannya yang dibatasi atau lebih tertutup jadi tidak semua
pengguna atau orang dapat secara mudah mengakses jaringan intranet serta
hanya orang atau pengguna tertentu saja yang dapat masuk dan
menggunakan jaringan intranet.
Dapat disimpulkan Fungsi Intranet adalah berfungsi mengkomunikasikan
komputer satu dengan yang lain, persis seperti internet tatapi memiliki
layanannya yang terbatas, tak seluas dan seberagam di jaringan internet.
Jaringan intranet sifatnya tak terbuka, artinya dimana hanya dapat diakses
oleh orang-orang atau pengguna yang memiliki akses terhadap jaringan
intranet.
Jangkauan yang luas tapi terbatas, artinya dimana hanya menjangkau pada
area-area yang di perlukan untuk jaringan intranet saja.

2. SIMARS
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMARS) adalah paket
software SIM Rumah Sakit yang dikembangkan secara profesional dengan
modul yang lengkap sehingga mampu mengcover dan mengintegrasikan

40
seluruh subsistem dan fungsional yang ada dalam sebuah rumah sakit
menjadi suatu sistem terpadu dan real-time

3. SISMADAK

Sistem Manajemen Dokumen Akreditasi adalah sebuah aplikasi alat bantu


bagi Rumah Sakit (RS) untuk mengumpulkan mengumpulkan,
menyimpan, dan mencari kembali dokumen bukti yang berhubungan
berhubungan dengan akreditasi akreditasi, dan SISMADAK dikelola oleh
masing-masing RS sehingga menjamin kerahasiaan dokumen RS:
 Bahwa SISMADAK adalah aplikasi milik rumah sakit, dan hanya bisa
diakses oleh rumah sakit yang bersangkutan, tidak semua database
untuk diupload atau dibenchmark oleh rumah sakit lain. (jadi bukan
aplikasi browser yang bisa diakses dari luar rumah sakit langsung).
Yang diakses RS lain adalah aplikasi SIKARS.
 Server dan penyimpanan database SISMADAK ada di server RS dan
bukan di upload ke server KARS dan tidak bisa terhubung langsung
dengan KARS, tanpa melakukan bridging khusus dan atas seijin rumah
sakit. Dari komunikasi dengan IT KARS, server KARS pun belum siap
untuk bridging. Jadi SISMADAK adalah mutlak milik RS dan
kewenangan penuh RS untuk menggunakan database tersebut.

4. Website Rumah Sakit:


Web adalah sebuah penyebaran informasi melalui internet. Sebenarnya
antara www (world wide web) dan web adalah sama karena kebanyakan
orang menyingkat www menjadi web saja. Web merupakan hal yang tidak
dapat dipisahkan dari dunia internet. Melalui web, setiap pemakai internet
bisa mengakses informasi-informasi di situs web yang tidak hanya berupa
teks, tetapi juga dapat berupa gambar, suara, film, animasi, dll.
Sebenarnya, web merupakan kumpulan-kumpulan dokumen yang banyak
tersebar di beberapa komputer server yang berada di seluruh penjuru dunia
dan terhubung menjadi satu jaringan melalui jaringan yang disebut
internet.
Alamat situs web RSIA Mutiara Bunda Salatiga yaitu:
www.mutiarabundasalatiga.com

41
G. Confidentiality (Data Rekam Medis Sangat Rahasia, Harus Memiliki
Wewenang dengan Baik) Pengumpulan Data Klinis.

1. Yang dimaksud dengan keamanan data dan informasi RSIA yaitu :


Perlindungan yang diberikan terhadap data dan informasi baik berupa
manual maupun electronik yang dimiliki RSIA Mutiara Bunda Salatiga,
yang berasal dari internal maupun external RSIA Mutiara Bunda Salatiga
terhadap pihak yang tidak memiliki akses/unauthorised person, ancaman
kerusakan, pengerusakan, kehilangan, penghilangan, dan pengubahan data
dan informasi.
2. Yang dimaksud dengan kerahasiaan data dan informasi RSIA Mutiara
Bunda Salatiga yaitu : pembatasan pengungkapan data dan informasi
tertentu baik berupa tulisan, elektronik maupun verbal kepada pihak
tertentu
3. Semua data dan informasi yang dimiliki oleh RSIA Mutiara Bunda
Salatiga yang dikeluarkan kepada pihak tertentu yang tidak memiliki
akses/unauthorised person hanya dengan sepengetahuan dan izin pihak
tertentu dalam hal ini pasien yang bersangkutan, penanggung jawab dan
Direktur Utama.
4. Yang maksud dengan informasi adalah data yang telah diberi makna dapat
berupa tulisan, elektronik maupun verbal dalam hal ini mencakup rekam
medis pasien, informasi email dan surat Rumah Sakit, laporan Rumah
Sakit, laporan dari luar Rumah Sakit
5. Yang dimaksud dengan informasi rahasia di RSIA Mutiara Bunda Salatiga
adalah data baik tulisan maupun verbal penting yang harus dibatasi
pengungkapannya oleh karena sifatnya yang sensitif dan pribadi, sehingga
harus dipertanggungjawabkan penggunaannya, dan pengungkapannya
kepada pihak-pihak tertentu dan pengeluarannya harus mendapatkan izin
dari pasien yang bersangkutan dan Direktur Utama
6. Semua staf,kepala bidang/unit memiliki tanggung jawab menjaga
keamanan dan kerahasiaan data dan informasi yang ada di RSIA Mutiara
Bunda Salatiga
7. Yang dimaksud dengan izin pengungkapan informasi adalah persetujuan
yang diberikan oleh pihak-pihak tertentu yang mempunyai kewenangan
dalam memberikan izin pengungkapan informasi di RSIA Mutiara Bunda
Salatiga sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku

42
8. Yang dimaksud pengungkap informasi yaitu pihak-pihak yang mempunyai
kewenangan (oleh karena jabatan, tanggung jawab dan kompetensinya)
dalam melakukan pengungkapan informasi yang bersifat rahasia sesuai
dengan peraturan dan prosedur yang berlaku
9. Yang dimaksud dengan Pengguna Informasi yaitu pihak-pihak yang
menggunakan data dan informasi Rumah Sakit untuk kepentingan
pengobatan (pasien), penelitian, melaksanakan pekerjaan, membayar
klaim, kepentingan hukum, audit, dll baik dari data dari dalam dan luar RS

10. Yang dimaksud dengan yang berhak mengakses data dan informasi yaitu
pihak-pihak yang mempunyai hak akses terhadap informasi tertentu oleh
karena melaksanakan tugas yang diembannya, serta jabatan dan
kewenangannya dalam mengakses informasi tertentu yang diatur dalam
peraturan dan prosedur yang berlaku
11. Semua data dan informasi yang rahasia harus dicantumkan peringatan
‘RAHASIA ’ pada setiap data dan informasi yang dicetak disetiap
halaman pada pojok kanan atas dengan menggunakan jenis huruf kapital
arial 11
12. Semua pengeluaran data dan informasi penting baik melalui surat
menyurat, fax, email, atau secara verbal melalui telpon, harus
didokumentasikan dengan mencatat :
 nama dan tanda tangan staf yang memberikan informasi,
 informasi yang disampaikan,
 nama dan no telp/instansi yang meminta informasi di buku khusus
pengeluaran data dan informasi
13. Semua pengeluaran informasi melalui email atau faximile, harus diberikan
catatan bahwa ‘apabila informasi rahasia ini tidak sampai kepada yang
berhak, rumah sakit tidak bertanggung jawab’
14. Semua rekam medis pasien baik yang masih hidup maupun yang
meninggal adalah rahasia bila dibawa keluar dari RSIA Mutiara Bunda
Salatiga harus dalam keadaan tertutup dan diberi label ‘RAHASIA’
15. Data dan Informasi rahasia yang bisa diakses di komputer harus diproteksi
dengan password. Password komputer tidak dijinkan dibagikan kepada
pihak yang tidak memiliki akses/unauthorised person
16. Semua komputer yang ada di area pasien dan area umum/public screen
saver harus diatur maksimal selama 3 menit yang bertujuan untuk

43
mengurangi peluang orang yang tidak berkepentingan melihat informasi di
komputer yang ditinggalkan
17. Semua percakapan rahasia melalui telepon harus dipastikan bahwa sumber
dan penerima informasinya adalah orang yang memiliki kewenangan
untuk memberikan ataupun menerima informasi. Semua pembicaraan
rahasia yang dilakukan melalui telepon harus didokumentasikan dan
tidak boleh dilakukan di tempat umum
18. Semua percakapan yang berhubungan dengan pasien tidak dijinkan
dilakukan di tempat umum seperti koridor, di lift dan di cafetaria Rumah
Sakit. Semua informasi yang berhubungan dengan pasien adalah rahasia
yang harus dijaga kerahasiaannya dan hanya dilakukan dalam ruangan
khusus dan hanya boleh didengar oleh orang/ tertentu yang telah
berwenang
19. Informasi rahasia yang berupa dokumen tertulis dibagikan kepada pihak
tertentu harus diberi label ‘RAHASIA ’. Jika informasi tersebut sudah
tidak
dipergunakan lagi harus disimpan pada tempat khusus, dijaga
keamanannya oleh yang berwenang sebelum dilakukan proses
pemusnahan sesuai ketentuan.
20. Kerahasiaan dan keamanan data terkait kontribusi rumah sakit terhadap
data external meliputi:
 Data benchmark dari RS luar hanya untuk perbandingan data mutu
sebagai bahan belajar.
 Data dari RS luar tidak dilakukan publikasi/posting
 Data dari RS luar tidak dipublikasikan tanpa seijin RS yang
bersangkutan
 Akses pengiriman dan penyimpanan data mutu dari luar RS
bersifat terbatas
 Sifat data merupakan katagori data ’RAHASIA ’
21. Kerahasiaan dan keamanan data mutu internal Rumah Sakit meliputi :
 Data Indikator mutu RS atau unit kerja yang dipublikasikan untuk
informasi umum hanya seijin Direktur Utama
 Publikasi atau posting data di web RS dilakukan dengan satu pintu

yaitu melalui bagian humas

44
 Publikasi atau posting data mutu di internal RS yang bisa diakses
oleh orang umum dipilih bukan merupakan data terkait informasi
pasien, Keselamatan pasien, wabah, data infeksi dan sentinel event.
22. Data dan informasi yang bersifat rahasia dan sangat rahasia disimpan di
tempat yang aman, terlindung dengan baik (ada kunci pengaman, CCTV
yg bisa memantau pihak-pihak yg mengakses, APAR, dll), tidak mudah
diakses oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hak akses (ruangan
khusus), terjaga dari hal-hal yang bisa merusak secara fisik dari data dan
informasi tersebut (misalnya dari jamur oleh karena kelembaban, rayap
atau tikus, dll), terhindar dari pihak-pihak yang berkepentingan yang bisa
merubah dan atau menghilangkan data dan informasi tertentu (staf yang
mempunyai akses harus sudah disumpah untuk menjaga keamanan dan
kerahasiaan data dan informasi)

H. Kebijakan Alokasi Sumberdaya Untuk Program Memerlukan


Sumberdaya Manusia Dan Dukungan Teknologi Informasi.
Dalam upaya mencapai dan mempertahankan peningkatan maka rumah sakit
memerlukan sumber daya yang tepat dan melibatkan individu, kelompok
disiplin ilmu dan departemen yang terkait dengan kegiatan yang diperbaiki.
Selain itu diperlukan juga pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan manajemen
informasi untuk mendukung upaya perbaikan dan mempertahankan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien. RSIA Mutiara Bunda Salatiga
membuat rancangan baru dan melakukan modifikasi sesuai dengan prinsip
peningkatan
mutu yang konsisten dengan visi, rencana strategis rumah sakit, kebutuhan
pasien, kebutuhan staf, kebutuhan keluarga, menggunakan PPK dan Clinical
pathway dalam memberikan pelayanan, berdasarkan analisis tim risiko serta
informasi lain dari berbagai kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien. Hasil analisis data mutu dan keselamatan pasien digunakan sebagai
dasar oleh pimpinan dalam pengambilan kebijakan, perencanaan dan
pengembangan di rumah sakit. Berikut ini berkaitan dengan penggunaan data
untuk rencana dan tindak lanjut:
1. Data Mutu dan Keselamatan Pasien

45
a. Laksanakan analisis hasil pencapaian indikator mutu prioritas di
tingkat unit /bidang/bagian oleh Penanggung jawab mutu di masing
masing Instalasi/bidang/bagian
b. Laksanakan analisis hasil pencapaian indikator mutu prioritas di
tingkat rumah sakit oleh UPM
c. Laporkan hasil pemantauan data mutu yang wajib di pantau ke atasan
masing masing dan ditembuskan ke Unit Penjaminan Mutu
d. Lakukan pengumpulan data pemantauan seluruh Indikator mutu di
tingkat Rumah Sakit oleh Unit Penjaminan mutu
e. Lakukan analisis data dalam bentuk laporan data pencapaian mutu
tingkat Rumah sakit untuk dilaporkan kepada Direktur Utama dan dari
Direktur utama ke Dewan Pengawas
f. Jadikan Hasil analisis data mutu dan keselamatan pasien untuk
digunakan sebagai dasar oleh pimpinan dalam pengambilan
kebijakan, perencanaan dan pengembangan di rumah sakit

2. Perbaikan dengan FOCUS-PDCA, RCA dan FMEA


a. Buatkan upaya perbaikan dengan FOCUS PDCA untuk indikator
yang tidak tercapai yang membutuhkan upaya perbaikan Penanggung
Jawab Program mutu disetiap instalasi/bidang/bagian/unit
b. Buat RCA untuk setiap insiden yang masuk dalam grading merah dan
kuning oleh TKPRS
c. Membuat daftar resiko serta melakukan FMEA minimal 1 ( satu )
dalam setahun oleh Tim Manajemen resiko sebagai upaya pro aktif
d. Laporkan hasil FOCUS PDCA oleh Penanggung Jawab Program
mutu disetiap instalasi /bidang /bagian /unit kerja ke atasan masing
masing dan ditembuskan ke Unit Penjaminan Mutu
e. Laporkan hasil RCA ke direktur utama ditembuskan ke UPM oleh
TKPRS
f. Laporkan FMEA ke direktur utama ditembuskan ke UPM oleh Tim
manajemen resiko
g. Jadikan Hasil Upaya perbaikan FOCUS PDCA , RCA , FMEA dan
upaya pengendalian resiko untuk digunakan sebagai dasar oleh

46
pimpinan dalam pengambilan kebijakan, perencanaan dan
pengembangan di rumah sakit

3. Rekomendasi Dirut/Direksi dan Dewas


a. Mintakan Rekomendasi dari Direktur Utama terhadap laporan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien setiap Triwulan dan RCA
b. Mintakan Rekomendasi dari Dewan pengawas oleh Direktur Utama
terhadap laporan peningkatan mutu dan keselamatan pasien setiap
Triwulan dan RCA
c. Tindak lanjuti Rekomendasi Dirut dan Dewas oleh Instalasi, bidang /
Bagian dan unit kerja serta TIM terkait
d. Berikan dukungan oleh atasan langsung masing masing dan direktur
utama terhadap upaya pengendalian risiko serta pencegahan insiden
keselamatan pasien serta upaya perbaikan yang dilakukan terkait data
pencapaian program mutu dan keselamatan pasien
e. Lakukan pendampingan dan MONEV terhadap upaya tindak lanjut
perbaikan serta laksanakan evaluasi.

4. Regulasi yang ditetapkan berdasarkan data


a. Lakukan kajian terhadap data hasil perbaikan yang sudah dilakukan
b. Lakukan kajian terhadap data yang menunjukkan perbaikan setelah
upaya perbaikan dilakukan
c. Tetapkan regulasi oleh Direktur utama terkait upaya perbaikan serta
pengendalian resiko yang sudah berhasil menghasilkan peningkatan
d. Lakukan re- design untuk mempertahankan perbaikan yang sudah
menghasilkan peningkatan
e. Lakukan edukasi terkait regulasi dan atau re-design baru
f. Laksanakan regulasi dan atau terapkan re- design baru oleh bidang /
bagian / instalasi / unit kerja terkait
g. Lakukan MONEV terkait implementasi regulasi dan atau re-design
baru untuk memastikan upaya perbaikan yang sudah berhasil
ditingkatkan dipertahankan

I. Kebijakan Review Dokumen Tahunan

47
Rumah sakit menetapkan panduan dalam melakukan monitoring dan evaluasi
dokumen di rumah sakit seperti SPO, Panduan dan Pedoman dengan tujuan
mewujudkan tertib admnistrasi dan tata laksana instansi pemerintah yang
efektif dan efisien.
Salah satu upaya untuk mencapai visi, misi, tujuan dan penataan di lingkungan
RSIA Mutiara Bunda Salatiga diwujudkan dalam bentuk penyusunan dan
implementasi Standar Prosedur Operasional, Panduan dan Pedoman. Oleh
karena itu pengendalian dokumen tersebut wajib dilakukan oleh pimpinan unit
masing-masing, berikut langkah-langkah mengendalikan dokumen yang
meliputi:
1. Dokumen SPO, panduan dan Pedoman dievaluasi (direview) oleh Unit
Kerja pemohon sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali dengan tetap
memperhatikan keberlakuan dan efektivitas dokumen setelah dibahas
dengan bidang/bagian masing-masing.
2. Evaluasi SPO, Panduan dan Pedoman dilakukan oleh masing-masing unit
kerja yang dimonitor oleh kepala bagian/bidang yang memuat:
 Judul dan nomor SPO, Panduan dan Pedoman;
 Masa berlaku (masih berlaku/expired);
 Efektivitas implementasi (efektif/tidak efektif);
 Masa laksana (ya/tidak);
 Kelengkapan sarana pendukung (ada/tidak);
 Cataan hasil penilaian/evaluasi;
 Tindakan /langkah-langkah yang harus diambil.
3. Melakukan koordinasi dengan unit penyimpan dokumen master (subbag
Hukum) dan Unit Pengendali Dokumen (Subbag Tata Usaha) jika ada
perubahan/revisi atau adanya pembatalan terhadap dokumen tersebut.
4. Perbaikan /revisi perlu dilakukan bila:
 Alur di dokumen sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada;
 Adanya perkembangan IPTEK;
 Adanya perubahan organisasi atau kebijakan baru;
 Adanya perubahan fasilitas.
5. Tidak perlu dilakukan revisi jika terjadi pergantian Direktur
Utama/pimpinan RS sedangkan dokumen tersebut masih
sesuai/dipergunakan.

48
6. Menggunakan formulir perubahan dokumen sebagai bukti jika ada
perubahan/revisi ataupun pembatalan dokumen tersebut
7. Dokumen yang direvisi dilengkapi dengan nomor revisi
8. Cara mereview (merevisi/membatalkan) dokumen, sama cara prosedur
pembuatan dokumen baru/perubahan dokumen.
9. Pemberian stempel “Uncontrolled Document” untuk dokumen master
yang dicopy oleh unit kerja yang memerlukan dokumen tersebut
10. Master dokumen lama yang sudah tidak digunakan lagi maka diberikan
stempel “Obsolete Document”
11. Penarikan dokumen yang akan dihapuskan dan digantikan dengan yang
baru dilakukan oleh subbag tata usaha kemudian dokumen yagn akan
dihapuskan diserahkan ke sub bagian hukum dan humas.
12. Bagian hokum dan humas bertugas memastikan bahwa hanya ada satu
dokumen yang mengatur hal yang sama.
13. Soft copy master dokumen SPO disimpan dalam bentuk PDF.

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dimulai dengan pembentukan tim monev


(para direktur dan kepala pejabat struktural di lingkungan rumah sakit), tugas
kepala unit kerja untuk melakukan evaluasi dan tugas dari tim monitoring dari
mengidentifikasi, observasi, melakukan koordinasi dan melakukan pencatatan
serta pelaporan.
Metode monitoring dan evaluasi dokumen meliputi: observasi, wawancara,
diskusi, pengarahan dalam pelaksanaan, evaluasi waktu pelaksanaan terhadap
dokumen telah 6 bulan masa berlakunya dan sudah 3 tahun masa berlakukanya
untuk direvisi, melakukan pelaporan dan tindak lanjutnya.

J. Kebijakan persetujuan program PMKP

Penyusunan Program PMKP merupakan salah satu upaya rumah sakit untuk
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dan sebelum kegiatan peningkatan
PMKP dilaksanakan oleh UPM maupun Unit Kerja maka ada keterlibatan dan
persetujuan dari Pemilik Rumah Sakit (Dewas) dan Pimpinan RS terhadap
program PMKP. Berikut ini program PMKP dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Program PMKP Unit Kerja
Unit Kerja menyusun dan membuat program PMKP di unitnya masing-masing
yang berdasarkan permasalah yang diidentifikasi di unit kerjanya. Program

49
PMKP unit kerja disusun berdaarkan sistematika penulisan program dan
disertakan lembar persetujuan yang ditandatangani oleh ketua penanggung
jawab program mutu di unit kerja (kepala Instalasi) disetujui oleh atasan
langsung (direksi) dan diketahui oleh Direktur Utama. Oleh karena itu
pelaporan ke atasan langsung dan dimintakan rekomendasinya sebagai upaya
perbaikan dan tidak lanjutnya.
2. Program PMKP Rumah Sakit
Program PMKP di tingkat rumah sakit merupakan koordinasi dan Integrasi
kegiatan Mutu keselamatan pasien di Rumah Sakit dengan semua unit yang
terkait meliputi: kegiatan Surveilance PPI, Patient Safety dan Manajemen
risiko, SDM, dan bidang pelayanan medis serta Instansi terkait lainnya.
Program PMKP Rumah Sakit difasilitasi oleh UPM dari penyusunan sampai
program siap untuk dilaksanakan dengan persetujuan Pemilik RS yang
diwakili oleh Dewan Pengawas dan ditetapkan oleh Pimpinan RS (Direktur
Utama). Maka dari itu pelaporan yang dilaksanakan setiap tiga bulan
dilaporkan langsung ke direktur dan laporan dari direktur ke dewan pengawas
serta rekomendasinya masing-masing untuk ditindaklanjuti.

50
BAB VI
PENGORGANISASIAN

A. Organisasi/Unit Yang Menangani Program PMKP (Tim/Komite) dan


Uraian Tugas, Tata Hubungan Kerja Dengan Unit Kerja Lainnya serta
Dengan Komite Medis.
Struktur Organisasi Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien

Unit Penjaminan Mutu sebagai unit kerja yang mengkoordinir kegiatan


peningkatan mutu di RSIA Mutiara Bunda Salatiga berada di bawah Direktur
Utama. Oleh karena itu UPM bertanggung jawab dan melaporkan langsung
pertanggungjawaban hasil kerja kepada Direktur Utama. Di samping itu UPM
juga memiliki dan menerima komando kerja dari para direktur terkait pelaksanaan
berbagai kegiatan mutu. Dan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan
program mutu rumah sakit dan unit kerja, maka UPM melakukan koordinasi
dengan berbagai instalasi, bagian/bidang, komite-komite, tim-tim terkait, serta
unit kerja fungsional lainnya.

Disamping itu koordinasi dan fasilitasi juga dilakukan terkait program mutu
penentuan indikator, penyusunan profil indikator, pembuatan kertas kerja,
manajemen data mulai dari pengumpulan data, validasi data, analisa serta
pelaporan sebagai upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Upaya ini
dilakukan dengan berkoordinasi dengan para penanggung jawab atau person in
charge (PIC), Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), dan Tim
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS).
1. Struktur Organisasi PMKP

Gambar: Struktur Organisasi PMKP RSIA Mutiara Bunda Salatiga

51
2. Tugas, Tanggung jawab, dan Kewenangan

Dalam pelaksanaan program PMKP di RSIA Mutiara Bunda Salatiga, para


penanggung jawab atau Person In Charge (PIC) memegang peranan dalam
mengumpulkan data dan menyusun laporan. Laporan ini selanjutnya disampaikan
kepada atasan langsung para PIC (direktur terkait}. Laporan juga ditembuskan ke
Unit Penjaminan Mutu. Direktur Utama selaku pimpinan tertinggi di RSIA
Mutiara Bunda Salatiga kemudian akan melaporkan hasil pelaksanaan program
PMKP kepada Dewan Pengawas.

Unit Penjaminan Mutu selaku unit yang mengkoordinasi pelaksanaan program


PMKP rumah sakit akan mengkompilasi seluruh data hasil capaian dari
instalasi/bidang/bagian dan laporan yang ditembuskan oleh para PIC, Komite PPI,
dan TKPRS. Laporan kompilasi ini akan dianalisis setiap 3 bulan dan setahun
sekali dan hasilnya akan dipaparkan, dibahas dan rekomendasi serta tindak
lanjutnya pada agenda rapat mutu setiap 3 bulan. Selanjutnya laporan ini akan
diserahkan kepada Direktur Utama sebagai bahan untuk dilaporkan ke Dewan
Pengawas.

Gambar 4: Tanggung Jawab dan Kewenangan dalam Program PMKP

52
Secara detail tugas, tanggung jawab dan kewenangan dari masing-masing pihak
adalah sebagai berikut:
1. Dewan Pengawas
a. Dewan Pengawas terdiri dari para professional yang berasal dari luar
rumah sakit. Dewan Pengawas bertanggung jawab dalam memberikan
arahan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program PMKP Rumah
Sakit.
b. Dewan Pengawas menyetujui program PMKP Rumah Sakit
c. Dewan Pengawas menerima laporan secara berkala tentang pelaksanaan
program PMKP Rumah Sakit
d. Dewan Pengawas menindaklanjuti laporan dengan membuat rekomendasi
yang dibutuhkan sesuai dengan laporan pelaksanaan program PMKP
Rumah Sakit yang diberikan.

2. Direktur Utama
a. Direktur Utama berpartisipasi dalam merancang program PMKP melalui
kegiatan rapat evaluasi dan penyusunan program.
b. Direktur Utama menetapkan proses atau mekanisme pengawasan
program PMKP dengan menetapkan struktur mekanisme pengawasan
program
c. Direktur Utama menyetujui program PMKP tingkat rumah sakit dan
program PMKP tingkat instalasi/bidang/bagian/Unit Kerja
d. Direktur Utama menerima laporan secara berkala terkait program PMKP
dari Direktur.
e. Direktur Utama menindaklanjuti laporan dengan membuat rekomendasi
yang dibutuhkan sesuai dengan laporan yang diberikan.
f. Direktur Utama melaporkan pencapaian program PMKP Rumah Sakit ke
Dewan Pengawas secara berkala.
g. Direktur Utama memonitoring dan mengawasi pelaksanaan program
PMKP rumah sakit.
3. Direktur
a. Direktur terdiri dari Direktur Medis dan Keperawatan, Direktur SDM dan
Pendidikan, Direktur Keuangan, dan Direktur Umum dan Operasional

53
b. Direktur menerima laporan secara berkala terkait program PMKP oleh
Penanggung Jawab Mutu.

c. Direktur menindaklanjuti laporan dengan membuat rekomendasi yang


dibutuhkan sesuai dengan laporan yang diberikan sesuai dengan
tanggungjawab dan kewenangan masing masing
d. Direktur memantau dan mengawasi program PMKP di wilayah kerjanya

4. Penanggung Jawab Mutu di Instalasi/Bidang/Bagian


a. Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian adalah para
pejabat kepala instalasi, kepala bagian dan kepala bidang dengan
kualifikasi mempunyai pengalaman dalam hal penentuan prioritas,
metode analisa dan proses perbaikan.
b. Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian memiliki
tanggung jawab dalam membuat program PMKP dengan memilih ukuran
sendiri terkait prioritas di tingkat instalasi/bidang/bagian, ukuran mutu
yang ditetapkan oleh rumah sakit dan ukuran berdasarkan regulasi
nasional sesuai dengan area masing masing yang terkait
c. Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian
bertanggungjawab memimpin pelaksanaan program PMKP di wilayah
kerjanyanya
d. Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian
bertanggungjawab menyusun arahan strategik untuk seluruh aktivitas
yang berkaitan dengan peningkatan mutu di instalasi/bidang/bagian.
e. Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian
bertanggungjawab terhadap kegiatan upaya peningkatan mutu agar
dijalankan sesuai ketentuan oleh ketua pelaksana program mutu,
kelompok kerja mutu dan staf pelaksanan mutu.
f. Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian
bertanggungjawab dalam me-review data, menganalisa data hasil
pencapaian program, melakukan telusur kemajuan data dari ukuran-
ukuran yang direncanakan, membandingkan data secara internal dari
bulan ke bulan serta berdasarkan ketentuan yang sudah ada dan praktek
terbaik terhadap ukuran-ukuran yang direncanakan dalam program
PMKP.

54
g. Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian
bertanggungjawab mengkomunikasikan program dan capaian hasil
secara regular melalui rapat mutu instalasi/bidang/bagian dan
penggunaan media informasi
h. Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian melakukan
upaya perbaikan dengan metode FOCUS PDCA apabila target tidak
tercapai.
i. Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian memberikan
laporan pencapaian program mutu secara berkala ke Direktur terkait
dengan ditembuskan ke Unit Penjaminan Mutu.
j. Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian
merencanakan, mengkoordinasikan pelatihan serta melatih stafnya dalam
kontribusinya terhadap program PMKP.
k. Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian
memfasilitasi, mengkoordinasikan kebutuhan sumberdaya yang
diperlukan dalam melaksanakan program.
l. Penanggung Jawab Program Mutu melakukan edukasi, menyusun
regulasi baru terkait perbaikan yang dipertahankan.

5. Ketua Pelaksana Program Mutu


a. Ketua pelaksana program mutu adalah orang yang ditunjuk yang
mempunyai jabatan setara dengan koordinator di tingkat instalasi atau Ka
Seksi, Ka Sub Bagian ditingkat Bagian atau Bidang dengan kualifikasi
mempunyai pengalaman dalam hal penentuan prioritas, metode dan
proses perbaikan.
b. Ketua pelaksana program mutu memiliki tanggung jawab dalam
mengkoordinir pelaksanaan program mutu, mentabulasi dan menganalisa
data di unit kerja masing-masing.
c. Ketua pelaksana program mutu mengawasi dan memantau
perkembangan pelaksanaan program mutu.
d. Ketua pelaksana program mutu melaporkan hasil pelaksanaan program
mutu ke Penanggung Jawab Mutu di Instalasi/Bidang/Bagian.
e. Ketua pelaksana program mutu mengkoordinir dalam merancang upaya
perbaikan mutu berkelanjutan dan melaksanakan proyek perbaikan mutu
secara regular dan berkelanjutan.

55
f. Ketua pelaksana program mutu mengkoodinir upaya inovasi mutu,
konvensi mutu internal dan eksternal.

g. Melakukan rencana edukasi dan pembuatan regulasi baru terhadap


perbaikan yang dipertahankan
h. Melakukan permintaan terkait perbaikan yang sudah berhasil agar tidak
menurun

6. Kelompok Kerja Program Mutu


a. Kelompok kerja program mutu adalah kumpulan orang yang terpilih
sebagai champion dalam pelaksanana program mutu di setiap wilayah
kerjanya dengan kualifikasi mempunyai pengalaman dalam aspek
pengumpulan data, validasi data, analisis data dan upaya perbaikan mutu.
b. Kelompok kerja program mutu di tingkat instalasi/bagian/bidang dapat
berupa anggota SMF, kelompok Gugus Kendali Mutu, PIC Pengumpul
data, dan lain-lain sesuai kebutuhan program.
c. Kelompok kerja program mutu memiliki tanggung jawab dalam
mengedukasi, mengumpulkan memvalidasi, menganalisa data mutu di
unit kerja masing-masing.
d. Kelompok kerja program mutu mengawasi dan memantau perkembangan
pelaksanaan program PMKP.
e. Kelompok kerja program mutu melaporkan hasil pencatatan data mutu
yang telah divalidasi ke Ketua Pelaksana Program Mutu.
f. Kelompok kerja program mutu berpartisipasi dalam merancang,
melaksananakan upaya perbaikan mutu berkelanjutan dengan melakukan
proyek perbaikan mutu secara regular dan berkelanjutan.
g. Kelompok kerja program mutu berpartisipasi aktif dalam upaya inovasi
mutu, konvensi mutu internal dan eksternal.

7. Staf Pelaksana Program Mutu


a. Staf pelaksana program mutu adalah seluruh staf yang bertugas di
Instalasi/Bidang/Bagian masing-masing.
c. Staf pelaksana program mutu berkewajiban untuk melaksanakan program
mutu yang ditetapkan di Instalasi/Bidang/Bagian masing-masing. Staf
pelaksana program mutu ikut serta dan berpartisipasi dalam upaya

56
perbaikan, menjaga mutu pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan
di wilayah kerjanya.

8. Unit Penjaminan Mutu


a. Unit Penjaminan Mutu adalah unit kerja yang berada dibawah garis
komando direktur utama, terdiri dari beberapa orang yang memahami
tentang penentuan prioritas, metode pengumpulan data, validasi data dan
analisa data.
b. Unit Penjaminan Mutu memformulasikan program PMKP rumah sakit
sesuai dengan referensi dari standar JCI dan standar KARS.
c. Unit Penjaminan Mutu bertanggung jawab dalam menggkordinasikan,
menfasilitasi serta mengawasi implementasi program setelah mendapat
persetujuan dari Direktur Utama agar berjalan sesuai ketentuan.
d. Unit Penjaminan Mutu memfasilitasi pemberian bantuan terkait
koordinasi dan integrasi kegiatan pengukuran mutu rumah sakit.
e. Unit Penjaminan Mutu melakukan koordinasi dengan Penanggung Jawab
Mutu di Instalasi/Bidang/Bagian dalam pemantauan program PMKP
rumah sakit dan program PMKP unit kerja.
f. Unit Penjaminan Mutu menerima tembusan laporan secara regular hasil
pemantauan program PMKP dari Penanggung Jawab Mutu.
g. Unit Penjaminan Mutu mengevaluasi dan mengkompilasi seluruh laporan
hasil pemantauan program PMKP dari instalasi/bidang/bagian menjadi
sebuah laporan mutu yang telah dilengkapi dengan pembahasan dan
analisa FOCUS PDCA
h. Unit Penjaminan Mutu mengkomunikasikan hasil pencapaian mutu
secara regular melalui rapat mutu ke seluruh instalasi/bagian/bidang serta
dengan mengedarkan notulen rapat mutu dan rekomendasi mutu
i. Unit Penjaminan Mutu memberikan laporan pencapaian program mutu
rumah sakit secara berkala ke Direktur Utama.
j. Unit Penjaminan Mutu melakukan follow-up terhadap kasus-kasus
terkait keselamatan pasien dan kejadian yang tidak diharapkan,
mengumpulkan data untuk melakukan analisa serta melaporkan kepada
Direktur Utama untuk selanjutnya dapat dilakukan diskusi yang
mendalam serta merumuskan rekomendasi untuk perbaikan.

57
k. Unit Penjaminan Mutu merancang, mengkoordinasikan, memfasilitasi
dan atau memberikan pelatihan PMKP sesuai kebutuhan dan sesuai
kontribusi staf dalam program PMKP.
l. Unit Penjaminan Mutu mengkoordinasikan, memfasilitasi upaya
perbaikan mutu dalam konvensi mutu internal dan eksternal, melaporkan
hasilnya dan mengawasi implementasinya.
m. Unit Penjaminan Mutu memfasilitasi upaya perbaikan yang berhasil
dilakukan yang dipertahankan di seluruh rumah sakit dan mengawasi
implementasinya.

B. Staf Pendukung Program (PIC Pengumpul Data, Champoin) Dan Uraian


Tugas Serta Tata Hubungan Kerjanya Dengan Komite/Tim PMKP
1. PIC Pengumpulan Data:

TUGAS POKOK :
a. Ikut berpartisipasi di dalam identifikasi masalah, dan menentukan
prioritas indikator mutu di masing masing instalasi
b. Memahami profil indikator mutu yang dipantau termasuk kertas
kerja/worksheet
c. Melaksanakan pengumpulan data mealui SIMARS
d. Ikut Berpartisipasi dalam merancang , melaksanakan upaya perbaikan
mutu secara berkelanjutan melalui siklus FOCUS PDCA
e. Ikut berperan serta secara aktif di dalam upaya inovasi mutu , konvensi
mutu internal dan eksternal
f. Membantu menyusun laporan setiap triwulan termasuk analisis data
mutu dengan membandingkan dari waktu ke waktu, perbandingan
dengan RS luar jika ada dan membandingkan dengan parktek terbaik
g. Mengirim laporan mutu instalasi ke Direktur masing masing dan di
tembuskan ke Unit Penjaminan Mutu
h. Membantu penanggung jawab mutu untuk melakukan publikasi data
mutu internal di masing masing instalasi , data yang dipublikasikan
adalah bukan KTD dan data infeksi
i. Membantu kegiatan edukasi dan sosialisasi semua upaya perbaikan
mutu dan keselamatan pasien yang dilakukan di Rumah Sakit

58
FUNGSI:

a. Memudahkan melakukan koordinasi dan penyamaan persepsi data


yang didapat sesuai kertas kerja indikator dan indikator mutu di SIM
RS
b. Bertanggungjawab terhadap semua data indikator di wilayahnya
(Indikator RS, Indikator SPM, Indikator BLU, dan Unit Khusus).
c. Melakukan Cross Check kesesuaian data dengan kertas kerja dan
SIMRS
d. Melakukan koordinasi dan persamaan persepsi terkait data di wilayah
kerjanya.
e. Memfasilitasi Kepala Instalasi dalam membuat laporan pencapaian
bulan sesuai format lengkap dengan analisa dan tindak lanjut
f. Memfasilitasi Kepala Instalasi dan PIC dalam membuat analisa
FOCUS PDCA
g. Memfasilitasi kegiatan rapat mutu setaip bulan di masing masing
instalasi serta mendokumentasikan dalam notulen rapat mutu
h. Melakukan koordinasi dengan Unit Penjaminan Mutu secara rutin
terkait kebutuhan pendampingan, pelatihan, dan bimbingan yang
dibutuhkan oleh masing masing unit instalasi
i. Berperan serta secara aktif mensosialisasikan dan komunikasi terkait
data mutu dan keselamatan pasien ke seluruh staf
j. Berperan serta aktif di dalam kegiatan publikasi data mutu melalui
media informasi yang tersedia di masing masing instalasi

2. Champion-Champion
Keterlibatan peserta didik dalam program mutu adalah setiap orang yang
telah terdaftar sebagai peserta didik dalam jenjang pendidikan tertentu
yang sedang menjalankan proses pendiidkan di rumah sakit, terlibat dalam
kegiatan pemantauan indikator mutu yang telah ditetapkan oleh rumah
sakit

Keterlibatan spesialis dan peserta didik dalam kegiatan peningkatan mutu


dan keselamatan pasien dalam kegiatan Akreditasi KARS dan JCI. Untuk
itu kami mohon masing masing SMF Mengirimkan 3 org dokter spesialis
dan KPS mengirimkan nama 3 residen yang akan menjadi champion

59
akreditasi di masing masing SMF dan KPS.

3. Orientasi Peserta Didik Terhadap Program Mutu dan Keselamatan


Pasien

a. Semua peserta didik wajib mengikuti orientasi tentang program mutu


dan keselamatan pasien sebelum kegiatan pembelajaran di area
pelayanan
b. Semua peserta didik memahami dan mampu melaksanakan program
mutu dan keselamatan pasien di akhir orientasi program
c. Semua peserta didik mampu secara aktif terlibat dalam budaya aman
dan keselamatan pasien setelah kegiatan orientasi
d. Orientasi program mutu dan keselamatan pasien diselenggarakan oleh
Instalasi Pendidikan dan Pelatihan dengan menggunakan narasumber
yang kompeten dan memastikan semua peserta didik memiliki
pengetahuan tentang mutu dan keselamatan pasien
e. Perserta dilakukan evaluasi sebelum dan setelah akhir orientasi
program
f. Semua hasil kegiatan orientasi program mutu dan keselamatan pasien
kepada peserta didik dilaporkan kepada pimpinan Rumah Sakit dan
Dewan Pengawas sebagai bagian dari laporan tahunan Rumah Sakit

4. Training Berkelanjutan Tentang Mutu Dan Keselamatan Pasien

a. Semua peserta didik wajib diberikan training berkelanjutan berkaitan


dengan mutu dan keselamatan pasien
b. Training berkelanjutan di berikan dalam bentuk sosialisasi/re-edukasi
tentang mutu dan keselamatan pasien baik yang dilaksnakan oleh
Rumah Sakit maupun oleh masing masing SMf dan KPS
c. Perwakilan/champion mutu peserta dididk terlibat aktif dalam
memberikan edukasi kepada peserta didik di masing masing SMF
d. Champion mutu dilibatkan dalam rapat mutu triwulan untuk bisa
berperan dalam mensosialisasikan kembali kepada peserta didik lain
tentang hasil kegiatan mutu dan keselamatan pasien

60
5. Pembentukan Champion Mutu Program Pendidikan Dokter Spesialis
(PPDS)
a. Unit Penjaminan Mutu mengirim surat kepada pimpinan SMF dan
KPS penunjukan champion mutu dan keselamatan pasien
b. Unit Penjaminan Mutu menerima usulan daftar nama dokter spesialis
dan PPDS dari tiap tiap SMF dan KPS dan mengajukan ke Direktur
Utama
c. Direktur Utama menetapkan kebijakan tentang struktur
pengorganisasian akreditasi Rumah Sakit yang termasuk di dalamnya
nama nama dokter spesialis dan PPDS yang menjadi champion mutu di
masing masing SMF dan KPS
d. Para Champion mutu memliki tanggung jawab mensosialisaikan
seluruh standar mutu dan keselamatan pasien yang berlaku di Rumah
Sakit kepada peserta didik lain.
e. Para Champion mutu memastikan seluruh peserta diidk lainnya
mengimplementasikan seluruh standar mutu dan keselamatan pasien
yang berlaku di Rumah Sakit

6. Pengukuran Kepatuhan PPDS terhadap program mutu dan


keselamatan pasien
a. Semua peserta didik di evaluasi kepatuhannya dalam kegiatan
monitoring dan pemantauan data mutu dan keselamatan pasien
b. Hasil kepatuhan peserta didik dalam kegiatan mutu dan keselamatan
pasien sebagai bagian penilaian kompetensi peserta didik serta
pertimbanagan dalam kenaikan level peserta didik

C. Tim Peningkatan Mutu Spesifik Di Departemen/Instalasi/Unit dan


Uraikan Fungsi, Peran, Tanggung Jawabnya Serta Tata Hubungan Kerja
Dengan Komite/Tim PMKP

RSIA Mutiara Bunda Salatiga mempunyai tim/kelompok pengendali mutu


yang spesifik di departemen/instalasi/unit yang disebut dengan Gugus Kendali
Mutu (GKM). Gugus Kendali Mutu merupakan suatu kelompok gugus yang
dibentuk oleh anggota dari instalasi/bidang/bagian/unit yang memahami

61
permasalahan di lingkungan unit kerja serta dapat mengupayakan perbaikan
dan peningkatan mutu sesuai dengan kondisi yang ada di masing-masing
instalasi/bidang/bagian/unit.

Gugus Kendali Mutu sangat berperan dalam pengembangan organisasi dalam


lingkup terkecil (instalasi/bagian/bidang/unit) hingga lingkup yang lebih besar
(organisasi pelayanan kesehatan) melalui pengendalian mutu yang dilakukan
secara kontinu (berkelanjutan). Penerapan Gugus Kendali Mutu dilakukan
dengan menggunakan alat kendali mutu dan proses pemecahan masalah, serta
memiliki pengorganisasian yang jelas dalam panitia pengarah dan struktur
organisasi gugus. Konvensi GKM merupakan tahapan diseminasi yang sangat
penting dalam memperoleh masukan/perbaikan peningkatan mutu di masing-
masing instalasi/bagian/bidang/unit.

Peran dan tata hubungan kerja dengan UPM yaitu terkait dengan pemantauan
indikator mutu sebagai berikut:
a) Merancang kertas kerja/format pemantauan indikator terkait dengan upaya
inovasi mutu di unit kerjanya.
b) Melaksanakan pemantauan data mutu sesuai dengan kertas kerjanya
c) Merekapitulasi hasil pengumpulan data inovasi mutu di unit kerjanya.
d) Menganalisis dan membuat laporan pelaksanaan inovasi mutu.
e) Melaporkan laporan inovasi/GKM atasan dan ditembuskan Unit
penjaminan Mutu
f) Ikut berpartisipasi dalam konvensi mutu internal maupun internal setiap
tahun
g) Mempertahankan upaya perbaikan yang sudah dicapai secara
berkesinambungan.

62
BAB VII
KEGIATAN

Kegiatan yang dilaksanakan terkait upaya peningkatan mutu dan keselamatan


pasien dijelaskan lebih rinci di setiap kegiatan seperti berikut ini:
A. Clinical Pathway
1. RSIA Mutiara Bunda Salatiga membuat rancangan baru dan melakukan
modifikasi sesuai dengan prinsip peningkatan mutu yang konsisten dengan
visi, rencana strategis rumah sakit, kebutuhan pasien, kebutuhan staf,
kebutuhan keluarga, menggunakan PPK dan Clinical pathway dalam
memberikan pelayanan, berdasarkan analisa tim risiko serta informasi lain
dari berbagai kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

2. Rumah sakit dalam hal ini Direktur Medik dan Keperawatan melalui
bidang pelayanan Medis melakukan koordinasi dengan SMF dan Komite
Medik, menentukan paling sedikit 5 area prioritas setipa tahun dengan
fokus penggunaan pedoman klinik dan clinical pathways atau protokol
klinik. RSIA Mutiara Bunda Salatiga melaksanakan pedoman klinik dan
clinical pathways atau protokol klinik di setiap area prioritas yang
ditetapkan. Pedoman praktik klinis, alur perawatan klinis (clinical care
pathway), dan protokol klinis yang sesuai dengan populasi pasien dan misi
rumah sakit harus:
a. Dipilih dari semua hal yang dapat diberlakukan terhadap jenis layanan
dan pasien rumah sakit yang bersangkutan (jika ada, pedoman nasional
yang bersifat wajib disertakan dalam proses ini);
b. Dievaluasi kesesuaiannya bagi populasi pasien rumah sakit
c. Jika perlu, disesuaikan, dengan teknologi, obat-obatan dan sumber daya
lainnya yang tersedia di rumah sakit atau dengan norma profesional
yang diakui secara nasional;
d. Dinilai seberapa jauh pedoman tersebut terbukti secara ilmiah;
e. Disetujui atau diterapkan oleh rumah sakit secara formal;
f. Diterapkan dan diukur konsistensi penggunaan dan efektivitasnya;
g. Didukung oleh staf yang terlatih untuk menerapkan pedoman atau alur
klinis (Clinical Pathway);

63
h. Diperbarui secara berkala berdasarkan perubahan-perubahan yang ada
dalam bukti dan evaluasi terhadap proses dan hasilnya

3. Bidang Pelayanan Medik melakukan koordinasi dengan Komite Medik,


SMF, Direktur Medik dan Keperawatan, serta Direktur Utama terkait
pemilihan 5 area klinik prioritas dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Bidang Pelayanan Medik melakukan koordinasi dengan Komite Medik,
SMF, Direktur Medik dan Keperawatan, serta Direktur Utama terkait
pemilihan 5 area klinik prioritas.
b. Bidang Pelayanan Medik menetapkan 5 area klinik prioritas yang
menjadi fokus pemantauan setiap tahun.
c. Bidang Pelayanan Medik menyusun Program Pengembangan Area
Klinik Prioritas.
d. Bidang Pelayanan Medik melakukan koordinasi dengan Unit
Penjaminan Mutu untuk memasukkan Program Pengembangan 5 Area
Klinik Prioritas ke dalam Program PMKP rumah sakit selanjutnya
disetujui dan di terapkan oleh rumah sakit.
e. Bidang pelayanan medik melakukan pelatihan pelaksanaan dan
penerapan clinical pathway dan PPK yang telah di tetapkan

4. Rumah Sakit dalam hal ini Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan
melalui bidang Pelayanan Medis melakukan monitoring penggunaan
pedoman klinis, Clinical Pathway dan menganalisa secara periodik dalam
upaya mengurangi variasi dalam proses dan hasil.

B. Indikator Mutu (Klinis, Manajemen, Sasaran Keselamatan Pasien, Unit


Kerja, Surveilance PPI)
1. Indiaktor Mutu Klinis Adalah
Pimpinan RSIA Mutiara Bunda Salatiga menetapkan indikator kunci untuk
masing-masing struktur, proses, dan hasil (outcome) setiap upaya klinis.
Pemilihan indikator yang terkait dengan area klinis yang penting meliputi:
a. Asesmen terhadap area klinik
b. Pelayanan laboratorium
c. Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
d. Prosedur bedah

64
e. Penggunaan antibiotika dan obat lainnya
f. Kesalahan medis dan kejadian nyaris cedera
g. Anestesi dan penggunaan sedasi
h. Penggunaan darah dan produk darah
i. Ketersediaan, isi dan penggunaan catatan medik
j. Pencegahan dan kontrol infeksi, surveilans dan pelaporan
k. Riset klinik

Pimpinan RSIA Mutiara Bunda Salatiga menetapkan setidak-tidaknya 5


indikator JCI Library of Measures sebagai prioritas pemantauan ke dalam
Program PMKP. Library of Measures yang menjadi prioritas pemantauan
ke dalam Program PMKP rumah sakit dip[ilih dari dari 36 (tiga puluh
enam) measurement dalam buku JCI Library of Measures,yang
kesemuanya itu berhubungan dengan ukuran klinis berikut:
1) Asesmen pasien
2) Layanan radiologi and pencitraan diagnostic
3) Penggunaan antibiotik dan pengobatan lainnya
4) Pencegahan dan pengendalian, pengawasan, serta pelaporan infeksi
5) Prosedur-prosedur beda

2. Indikator Mutu Manajemen


Pimpinan RSIA Mutiara Bunda Salatiga menetapkan indikator kunci untuk
masing-masing struktur, proses-proses dan hasil manajerial. Indikator yang
dipilih terkait dengan upaya manajemen meliputi:
a. Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat untuk memenuhi
kebutuhan pasien.
b. Pelaporan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
c. Manajemen risiko.
d. Manajemen penggunaan sumber daya.
e. Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga.
f. Harapan dan kepuasan staf.
g. Demografi pasien dan diagnosis klinik.
h. Manajemen keuangan.
i. Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan
masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien, dan staf.

65
3. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien Adalah

Pimpinan RSIA Mutiara Bunda Salatiga menetapkan indikator kunci untuk


masing-masing sasaran keselamatan pasien. Indikator dalam penilaian
Sasaran Keselamatan Pasien termasuk area sasaran sebagai berikut:
a. Ketepatan identifikasi pasien
b. Peningkatan komunikasi yang efektif
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
f. Pengurangan risiko pasien jatuh

4. Indikator Unit Kerja

Pimpinan bidang / bagian, instalasi dan unit kerja berpartisipasi dalam


upaya peningkatan mutu dan keselamatan rumah sakit melalui pemilihan
2-3 indikator proyek perbaikan prioritas di unit kerja didasarkan kepada
permasalahan yang ada di unit kerja masing masing. Pimpinan Bidang /
bagian, Instalasi /unit kerja memilih prioritas perbaikan sesuai dengan
prioritas yang ditetapkan di tingkat rumah sakit yang berhubungan dengan
unit layanannya, serta indikator yang spesifik di unit
layanan/departemennya untuk mengurangi variasi, meningkatkan
keamanan prosedur/tindakan yang resiko tinggi, meningkatkan kepuasan
pasien dan meningkatkan efisiensi. Setiap indikator yang telah ditetapkan
sebgai proyek perbaikan mutu di masing masing instalasi ditetapkan
target. Jika target telah tercapai, unit/instalasi tetap melakukan pemantauan
selama empat periode kemudian indikator baru bisa ditetapkan.

5. Indikator Kegiatan Surveillance Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi

Pimpinan RSIA Mutiara Bunda Salatiga menetapkan indikator PPI yang


menjadi fokus pemantauan dalam program PMKP terdiri dari indicator
indicator sebagai berikut:
a. Infeksi daerah operasi (IDO) – adalah infeksi pada semua kategori luka
daerah operasi bersih dan bersih terkontaminasi yang dilaksanakan di
rumah sakit.

66
b. Infeksi saluran kemih (ISK) – adalah infeksi saluran kemih simtomatik
yang diakibatkan karena pemasangan kateter urine.
c. Ventilator associated pneumonia (VAP) – adalah pneumonia yang
terjadi pada pasien setelah 48 jam pemasangan ventilator.
d. Hospital aquired pneumonia (HAP) – adalah pneumonia yang terjadi
pada pasien yang diawali dengan prosedur tirah baring dan terjadi
setelah 48 jam pasien dirawat.
e. Infeksi aliran darah primer (IADP) akibat pemasangan Central Vena
Catheter (CVC) - adalah infeksi yang timbul tanpa ada organ atau
jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi, diawali dengan
pemasangan CVC yang terjadi setelah 48 jam pemasangan.
f. Dan lain lain sesuai dengan kebijakan rumah sakit serta standar yang
ditetapkan

C. Keselamatan Pasien (IKP, Risk Manajemen, FMEA)


1. Insiden Keselamatan Pasien
Pimpinan RSIA Mutiara Bunda Salatiga melakukan evaluasi (analisis)
trend insiden yang kemudian ditetapkan sebagai KTD dengan berdasarkan
hal-hal sebagai berikut:
a. Analisis secara intensif terhadap data dilakukan jika terjadi
penyimpangan tingkatan, pola atau kecenderungan dari KTD.
b. Semua reaksi transfusi, jika terjadi di rumah sakit, dianalisis.
c. Semua reaksi obat tidak diharapkan yang serius, jika terjadi sesuai
definisi yang ditetapkan rumah sakit, dianalisis.
d. Semua kesalahan medis (medical error) yang signifikan dianalisis.
e. Semua ketidakcocokan (discrepancy) antara diagnosis pra dan pasca
operasi dianalisis.
f. KTD atau pola KTD selama sedasi moderat atau dalam dan anestesi
dianalisis.
g. Kejadian lainnya yang ditetapkan oleh rumah sakit dianalisis.

2. Risk Manajemen

Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai proses yang berkelanjutan


sistematis mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengelola risiko dengan
tujuan mengurangi dampak yang merugikan bagi organisasi dan individu.

67
Dengan penekanan pada perubahan budaya kerja dari organisasi dan
manajemen pencegahan. Pencegahan risiko dalam manajemen risiko di
rumah sakit adalah risiko klinis dan non-klinis. Risiko klinis adalah semua
risiko yang dapat dikaitkan langsung dengan pelayanan medis, dan
layanan lain yang dialami pasien di institusi kesehatan. Seperti manajemen
farmasi, masuk dan keluar dari rumah sakit, pengendalian infeksi,
kecukupan jumlah perawat yang melayani, dan sebagainya.

Risiko sebagai kejadian potensial, akan sangat berdampak pada suatu


organisasi yang dapat memanage risikonya dengan baik dalam rangka
mempertahankan dari terjadinya kerugian, baik keuangan ataupun non
keuangan. Sama dengan sebuah bank, rumah sakit juga sangat rentan
terhadap risiko. Implementasi manajemen risiko dalam rumah sakit berarti
melakukan manajemen atas risiko yang kemungkinan dapat terjadi melalui
identifikasi, analisa dan evaluasi, sehinga risiko tersebut dapat diterima
atau di transfer. Paling tidak rumah sakit harus melaksanakan langkah-
langkah dalam menganalisis risiko yang dimulai dari: (1) Identifikasi
risiko yang mungkin terjadi, (2) Dampak terhadap keuangan perusahaan,
kemudian, (3) Kontrol risiko, demikian juga, (4) Pendanaan risiko.

Secara umum, Strategi Manajemen Risiko menyediakan kerangka kerja


manajemen risiko dalam RSIA Mutiara Bunda Salatiga. Tujuannya adalah
untuk menjamin keamanan pasien, staf dan masyarakat dan untuk
memberikan kualitas, pelayanan berpusat pada pasien dalam mencapai
hasil yang sangat baik serta dapat mempromosikan penggunaan terbaik
dari sumber daya yang ada, melalui pendekatan terpadu untuk mengelola
risiko dari semua sumber.
Berbagai jenis kebijakan mutu telah dilaksanakan dirumah sakit yang
kegiatannya dilaksanakan oleh tim antara lain: Tim Program Pengendalian
Resistensi Antimikroba (PPRA), Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI), Tim Patient Safety, Tim Akreditasi Rumah Sakit, Tim
Penerapan ISO, Tim Penerapan JCI, Sub Komite Mutu Pelayanan Medis,
Unit Pelayanan Mutu (UPM) dan Tim Manajemen Risiko. Risiko ada

68
disetiap unit pelayanan dan disetiap proses pelayanan risiko perlu
diidentifikasi agar supaya seluruh personil dan manajemen merasa lebih
tenang karena risiko sudah diketahui sebelumnya. Dengan mengetahui
dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja atau kejadian yang tidak
diinginkan pada pasien. Sebagai hasil akhir dari teridentifikasinya risiko
maka pengeluaran biaya akibat terjadinya kecelakaan kerja dan kejadian
yang tidak ddinginkan pada pasien dapat dihindarkan sehingga secara
umum mutu pelayanan menjadi lebih baik.

Tujuan dari Rumah Sakit Kebijakan dan Manajemen Risiko Strategi RSIA
Mutiara Bunda Salatiga adalah:
1. Sebagai pedoman penerapan manajemen risiko yang terintegrasi dengan
tata kelola klinis untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik
di semua tingkat organisasi.
2. Untuk memberikan peran yang jelas, tugas dan tanggung jawab staf
dengan manajemen risiko.
3. Untuk memberikan budaya terbuka di mana orang merasa terpacu untuk
mengambil tanggung jawab untuk meminimalkan risiko.
4. Untuk mengembangkan budaya belajar untuk mendukung perbaikan
keselamatan pelayanan
5. Untuk menyediakan manajemen risiko yang terintegrasi ke dalam
proses bisnis rumah sakit untuk memenuhi persyaratan akreditasi.

Struktur tata kelola dari manajemen risiko meliputi: (1) Peran rumah
sakit dan Tanggung Jawab Manajemen Risiko, (2) Keterlibatan Staf , (3)
Keterlibatan pasien dan keluarga pasien. Pedoman manajemen risiko
untuk RSIA Mutiara Bunda Salatiga dibagi dalam 5 langkah
1. Menegakkan Konteks: (a) Menegakkan Konteks Manajemen Risiko,
(b) Menegakkan ekternal konteks dan (c) Menegakkan internal
konteks.
2. Identifikasi Risiko
a) Termasuk dalam area operasional :
b) Credensialing dan staffing, Klinis, Penilaian kewajiban umum
(General Liability Assessment Topics), Parkir (Penerangan,
Lokasi, Keamanan), Laboratory dan Radiology.

69
c) Area Keuangan meluputi:Manajemen risiko keuangan,
Kemampuan untuk meningkatkan modal, Billing
(reimbursment),
Pencatatan & pengumpulan (Billing dan Collection), Kontrak
administrasi.
d) Area Sumber Daya Manusia meliputi:Ketentuan Pegawai
(Employment practices/ Human resources Topics), Isu
Lingkungan terkait Pegawai:
e) Area Stratejik meliputi: Perencanaan Stratejik dan Misi, Bisniss
venture: Merger, Joint Ventures), Status Kompetisi, Kewajiban
pemasaran (Advertising Liability), Risiko Reputasi, Pelayanan
baru & topik pelayanan, Konstruksi/ renovasi.
f) Area Hukum dan Peraturan meliputi: Statutes, Standar dan
peraturan : regional, state dan impak lokal, Licensure,
Akreditasi, Program Corporate Compliance.
g) Area Teknologi meliputi: Informasi sitem, Peralatan, Teknologi
baru, Pemeliharaan Peralatan.
3. Analisis Risiko: Analisis risiko mengacu pada proses yang sistematis
untuk memahami sifat risiko dan untuk mengurangi tingkat risiko
untuk memisahkan risiko minor diterima dari risiko utama, dan
menyediakan data untuk membantu dalam evaluasi dan pengobatan
mereka. Analisa risiko terdiri dari Risk grading Matrix, Root Cause
Analysis (RCA) and Failure Modes and Effects Analysis (FMEA).
Risk Grading Matrix: "Risiko sebagai fungsi probabilitas dari suatu
peristiwa yang tidak diinginkan, dan tingkat keparahan atau besarnya
dampak dari insiden”.
4. Evaluasi Dan Prioritas Risiko: Evaluasi Risiko Dan Prioritas Adalah
dengan membandingkan tingkat risiko yang ditemukan selama proses
analisis dengan kriteria risiko yang sebelumnya ditetapkan dan
mengembangkan daftar prioritas risiko untuk tindakan lebih lanjut.
Kejadian dengan risiko tinggi akan diidentifikasi untuk prioritas
untuk tindakan lebih lanjut.
5. Kelola Risiko: Perlakuan risiko melibatkan mengidentifikasi berbagai
pilihan untuk mengobati risiko, menilai pilihan mereka, menyiapkan
rencana penanganan risiko dan mengimplementasikannya. Hal ini

70
meliputi: Alternatif pengelolaan risiko, Evaluasi pengelolaan risiko
yang dipilih, Mempersiapkan rencana perawatan / Rencana
Kontinjensi dan Pelaksanaan pengelolaan risiko.
6. Investigasi Dari Adverse Events: RSIA Mutiara Bunda Salatiga
mendefinisikan suatu peristiwa buruk sebagai insiden atau peristiwa
yang mengakibatkan cedera atau kerusakan pada pasien sebagai
akibat dari melakukan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang harus diambil, dan bukan karena pasien dasarnya penyakit atau
kondisi. Cedera dapat disebabkan oleh kesalahan medis atau
kesalahan tidak medis karena tidak dapat dicegah.

3. FMEA
Program Mutu dan keselamatan pasien menetapkan program analisis yang
berdampak terhadap biaya dan efisiensi sekurang kurangnya 1 (satu)
project dalam setahun yang menggambarkan peningkatan efektifitas dari
segi penggunaan sumberdaya rumah sakit.
Tim Manajemen Risiko bertanggunga jawab atas dokumentasi dan
komunikasi yang meliputi: Laporan tahunan, Risk register dan FMEA.
Langkah-langkah FMEA: Langkah 1: Tentukan topik FMEA, Langkah 2:
Membentuk Tim, Langkah 3: Menggambarkan alur proses, Langkah 4:
Melakukan analisis hazard, Langkah 5: Tindakan dan Hasil Tindakan,
Langkah 6: Menindaklanjuti Tindakan yang Diambil.

Berikut ini adalah Langkah-langkah


FMEA: Langkah 1: Tentukan topik FMEA
Topik FMEA yang diangkat didefinisikan secara jelas pada setiap
proses-proses yang terjadi
Langkah 2: Membentuk Tim,
Tim yang dibentuk beranggotakan dari multidisiplin
ilmu Langkah 3: Menggambarkan alur proses
Membuat bagan alur dari proses yang ada.
Setiap proses digambarkan dalam bagan alur.
Jika prosesnya kompleks, identifikasi proses yang menjadi fokusnya.
Langkah 4: Melakukan analisis hazard

71
 Daftar semua kemungkinan / potensi modus kegagalan untuk langkah
langkah proses diidentifikasi pada Langkah 3. Modus kegagalan
mencakup apa saja yang bisa salah yang akan mencegah langkah
proses dari yang dilakukan. Menggunakan berbagai metode termasuk
memicu pertanyaan, brainstorming, sebab dan akibat diagram untuk
mengidentifikasi mode kegagalan potensial.
 Urutkan modus kegagalan. Daftar semua efek potensial /
kemungkinan modus kegagalan. Efek mencakup apa saja yang bisa
terjadi jika kegagalan benar-benar terjadi.
 Tentukan keparahan masing-masing efek dengan menggunakan
Severity Peringkat meja.
 Menentukan potensi penyebab dari setiap mode kegagalan. Setiap
mode kegagalan mungkin memiliki beberapa penyebab modus
kegagalan. Mendokumentasikan penyebab pada formulir FMEA.
 Menentukan probabilitas terjadinya untuk masing-masing penyebab
potensial dengan menggunakan Probability Peringkat meja dan
merekam tersebut pada formulir FMEA.
 Menentukan Skor Hazard dengan mengalikan Probability Score oleh
Skor Severity Hazard. Gunakan Hazard Keputusan Matrix untuk
menentukan apakah warna modus kegagalan
 Tindakan lebih lanjut. Jika skor 8 atau lebih tinggi, pertimbangan yang
kuat harus diberikan untuk mengembangkan rencana aksi. Catatan
dari tindakan korektif akan dikembangkan, untuk setiap mode
kegagalan, pada formulir FMEA. Jika skor bahaya adalah> 8 dan
keputusan adalah untuk tidak mengembangkan dan rencana aksi,
mendokumentasikan alasan pada formulir FMEA.

Langkah 5: Tindakan dan Hasil Tindakan


 Mengidentifikasi Rencana Aksi untuk setiap mode kegagalan yang
akan diperbaiki, menggunakan FMEA Action Perencanaan
Worksheet.
 Tempatkan tindakan perbaikan dalam proses pada titik layak awal.
 Beberapa tindakan dapat ditempatkan dalam proses untuk mengontrol
bahaya tunggal.
 Action dapat digunakan lebih dari satu kali dalam proses. Meminta
masukan dari pemilik proses jika mereka tidak terwakili dalam tim.

72
Cobalah untuk mensimulasikan perubahan proses dianjurkan untuk
menguji mereka sebelum pelaksanaan fasilitas-lebar.
 Mengidentifikasi proses dan / atau hasil tindakan yang akan
digunakan untuk menganalisis dan menguji proses didesain ulang.
 Mengidentifikasi tunggal, individu yang bertanggung jawab dengan
judul untuk menyelesaikan tindakan yang disarankan.
 Menunjukkan apakah manajemen puncak telah setuju dengan tindakan
yang disarankan.
 Catat tindakan yang disarankan, tanggung jawab dan target pada
formulir FMEA.

Langkah 6: Menindaklanjuti Tindakan yang Diambil


 Setelah tanggal target untuk tindakan yang disarankan (s), tindak
lanjut untuk memastikan tindakan dilaksanakan dan pada tanggal apa.
Mendokumentasikan temuan Anda pada formulir FMEA.
 Sekarang bahwa tindakan yang direkomendasikan telah dilaksanakan,
skor bahaya harus lebih rendah. Jadi, kembali probabilitas bahwa
modus penyebab kegagalan menggunakan Probability Peringkat meja
dan mendokumentasikan rating baru pada formulir FMEA.
 Mendapatkan skor bahaya baru dengan mengalikan kali keparahan
probabilitas dan dokumen pada formulir FMEA. Skor bahaya yang
baru sekarang sudah ada.

D. Penilaian Kinerja (RS, Unit Kerja, Para Pimpinan RS, Tenaga Profesi,
Staf) Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penilaian
kinerja rumah sakit, penilaian para pimpinan rumah sakit, penilaian kinerja
individu (dokter, perawat/bidan dan tenaga profesional lain (penunjang) dan
penilaian unit kerja yang dijabarkan sebagai berikut ini:

a. Penilaian Kinerja Rumah Sakit


Rencana Strategi (Renstra) 5 tahunan rumah sakit akan dijabarkan dalam
rencana kerja tahunan, dimana rencana kerja tahunan ini terdiri dari target
layanan serta target manajemen/keuangan rumah sakit. Kinerja rumah sakit
dinilai satu tahun sekali dengan menilai perjanjian kinerja yang dinilai
dengan LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) dan

73
perencanaan dan realisasi dalam RBA dinilai dengan realisasi belanja
anggaran. Adapun 5 komponen penilaian kinerja rumah sakit terdiri dari:
1. Perencanaan kinerja dan anggaran
2. Implementasi
3. Cara pengukuran
4. Pemanfaatan
5. Evaluasi

Penilaian kinerja rumah sakit dari lima komponen tersebut akan


mendapatkan angka/skor dari 0 – 100 yang dimasukkan dalam enam
kategori. Berikut ini hasil evaluasi yang diperoleh berupa kategori yaitu:
Skor : AA : Memuaskan; dengan skor > 85 – 100
A : Sangat baik; dengan skor > 75 – 85
B : Baik; dengan skor > 65 – 75
CC : Cukup; dengan skor > 50 – 75
C : Kurang; dengan skor > 30 – 50
D : Sangat Kurang; dengan skor 0 – 30

b. Penilaian Kinerja Para Pimpinan Rumah Sakit

Penilaian kinerja Direktur dan para pimpinan dinilai sesuai dengan


ketentuan yaitu penilaian kinerja direktur dinilai dari IKI Dirut dan
penilaian dari Dewan Pengawas rumah sakit setiap tahunnya.

c. Penilaian Kinerja Individu


Penilaian kinerja individu dilakukan untuk mengevaluasi performa kerja
masing-masing individu atau karyawan dalam mencapai target kerja yang
telah ditentukan. Setelah penilaian kinerja selesai dilakukan, maka
selanjutnya akan diberikan hasil evaluasi terhadap karyawan yang
bersangkutan sebagai dasar tindak lanjut. Penilaian kinerja karyawan
merupakan bentuk motivasi sekaligus apresiasi dalam dunia kerja. Dengan
penilaian tersebut, seorang karyawan diharapkan akan termotivasi untuk
selalu memberikan performa terbaiknya.

Penilaian kinerja individu (Dokter, Perawat/Bidan dan Profesi


lain/Penunjang) dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai
dengan standar yang tinggi terhadap keselamatan pasien di RSIA Mutiara

74
Bunda Salatiga sesuai dengan enam (6) aspek kompetensi umum yang
meliputi:
(1) Perawatan Pasien (Patient Care)
(2) Pengetahuan Medis/Klinis (Medical/Clinical Knowledge)
(3) Pembelajaran dan perbaikan berbasis praktik (Practice base learning
improvement)
(4) Keterampilan Interpersonal dan Komunikasi (Interpersonal and skill
communication)
(5) Praktek Berbasis Sistem (System Base Practice)
(6) Profesionalisme

Penilaian kinerja individu dilakukan terhadap profesi dokter, Perawat dan


profesi lain dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penilaian Kinerja Dokter
Ruang Lingkup dari penilaian kinerja dokter dilakukan setiap empat
bulan yang meliputi semua Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP)
yang bekerja di RSIA Mutiara Bunda Salatiga. Penilaian kinerja dokter
dilakukan dengan Ongoing Professional Practice Evaluation (OPPE)
atau Evaluasi Praktik Profesional Berkelanjutan adalah dokumen
pengumpulan data yang dilaksanakan secara berkelanjutan yang
bertujuan untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi dan prilaku
professional, Informasi ini dikumpulkan selama proses kegiatan sampai
dengan keputusan untuk memelihara, merevisi atau mencabut
kewenangan klinis yang telah diberikan kepada dokter tersebut.
Disamping OPPE juga delakukan penilaian dengan Focused
Professional Practice Evaluation (FPPE) atau Evaluasi Terfokus
Praktik Profesional yaitu evaluasi kompetensi Dokter Penanggung
Jawab Pasien dalam waktu tertentu dalam rangka memberikan
kewenangan klinis. Proses ini diimplementasikan untuk permintaan
kewenangan klinis baru atau jika ada issue dari dokter yang berkaitan
dengan pelayanan yang diberikan berkaitan dengan penurunan kualitas
dan keselamatan pasien.

Jika kasus yang terjadi di bawah trigger yang ditentukan maka focus
review dilakukan setiap empat bulan, sedangkan jika kasus yang terjadi
tidak melampaui trigger yang ditentukan maka focus review dilakukan

75
satu tahun. Selain dari data Ongoing Professional Practice Evaluation
(OPPE), Focused Professional Practice Evaluation (FPPE) juga
dilakukan berdasarkan adanya:
a) Kejadian Sentinel
b) Keluhan Pelanggan
c) Tingkat Infeksi yang tinggi
d) Jumlah pasien MRS sedikit
e) Tindakan dilakukan terlalu lama dibandingkan dokter lain
f) Memanjangnya lama perawatan
g) Seringnya re-admisi pada kasus yang sama
h) Pemeriksaan penunjang atau pemberian obat yang tidak perlu
i) Kegagalan memberikan pelayanan sesuai dengan Pedoman
Pelayanan Medis
Untuk memelaksanaan penilaian kinerja dokter di RSIA Mutiara Bunda
Salatiga telah dibuat sebuah standar prosedur operasional dengan
formulir penilaian sebagai berikut:
a) Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) melakukan kegiatan di
Instalasi
b) Instalasi melalui petugas ruangan melakukan absensi terhadap
kehadiran DPJP
c) Selain melakukan pencatatan kehadiran, juga melakukan
pencatatan terhadap indikator kinerja dokter yang telah
dilaksanakan.
d) Indikator Kinerja Dokter direkapitulasi dan dilaporkan setiap
bulan kepada Direktur Medik dan Keperawatan sebagai atasan
langsung instalasi
e) Indikator Kinerja Dokter yang dilaporkan kepada Direktur Medik
dan Keperawatan adalah indikator yang tidak memenuhi trigger
f) Indikator Kinerja Dokter dibuat dalam prosentase (%) dan dalam
nilai absolute seperti yang tertulis dalam formulir Penilaian
Kinerja Dokter
g) Prosentase dihitung dengan membagi antara pelaksanaan kegiatan
dengan seluruh kegiatan yang seharusnya dilakukan dan dikali
seratus persen

76
h) Direktur Medik dan Keperawatan mendisposisi laporan Instalasi
kepada Bidang Pelayanan Medis untuk direkapitulasi
i) Bidang Pelayanan Medis akan melakukan rekapitulasi setiap
bulan dan empat bulan sekali menyampaikan trigger kinerja
dokter
kepada ketua SMF/Bagian untuk dilakukan review lebih lanjut
oleh SMF/Bagian
j) SMF/Bagian setelah menerima pemberitahuan DPJP yang
memperoleh trigger dari Direktur Medik dan Keperawatan
melakukan review dan mendiskusikan trigger tersebut dengan
DPJP bersangkutan
k) Setelah melakukan review, SMF/Bagian memberikan laporan
hasil review tersebut kepada Direktur Medik dan Keperawatan.
l) Hasil review SMF/Bagian bisa merekomendasikan antara lain:
tidak perlu tindakan, atau perlu tindakan atau perludilakukan
review terfokus oleh peer review
m) DPJP yang kena trigger penilaian kinerja tersebut diberikan
tindakan lanjut oleh Direktur Medik dan Keperawatan
berdasarkan pertimbangan rekomendasi dari ketua SMF/Bagian
atau dari peer review dapat berupa pencabutan sementara
kewenangan klinis

2. Penilaian Kinerja Perawat


Penilaian kinerja perawat dilakukan setiap setahun sekali dan sasaran
dari penilaian kinerja ini adalah semua tenaga keperawatan (Perawat,
Bidan, dan Perawat Gigi) yang bekerja di RSIA Mutiara Bunda
Salatiga. Penilaian Kinerja perawat dilakukan dengan langkah langkah
sebagai berikut:
a) Pre Penilaian: Kepala Ruangan melakukan penilaian pelaksanan
Asuhan Keperawatan/ Kebidanan yang diberikan oleh Perawat,
Bidan dan Perawat Gigi di lingkungan kerjanya dicocokkan dengan
(Buku Catatatan Pribadi) BCP.
b) Kepala Ruangan mengumpulkan hasil penilaian ke Tim Fungsional
Verifikator Remunerasi yang telah ditunjuk .

77
c) Tim Verifikator melakukan verifikasi terhadap nilai tersebut, dan
memasukan kedalam komputer sesuai dengan format dan rumus pembagi yang telah di
tentukan. Bila ditemukan nilai yang tidak sesuai maka tim verifikator akan melakukan
telusur dan koordinasi dengan penanggung jawab ruangan (atasan langsung).
d) Hasil Verifikasi dari Tim verifikator tersebut akan diusulkan ke
Bidang Keperawatan selaku atasan pejabat penilai ditingkat
manajemen.
e) Bidang Keperawatan selaku atasan pejabat penilai melakukan
verfikasi kembali, dan bila ditemukan ketidak sesuaian, akan
ditelaah berdasarkan bukti pada Rekam Medik.
f) Bidang Keperawatan menyerahkan hasil penilaian ke Bagian
Sumber Daya Manusia

Indikator Penilaian Kinerja Individu perawat terdiri dari :


1) Perawatan Pasien:
(a) Pengkajian Keperawatan
(b) Diagnosa Keperawatan
(c) Rencana Tindakan Keperawatan
(d) Tindakan Keperawatan
(e) Evaluasi Keperawatan
2) Pengetahuan Perawat
Perawat/bidan mengikuti diklat wajib minimal 20 jam dalam
setahun yang meliputi:
(a) Bantuan Hidup Dasar (BHD)
(b) Fire Safety
(c) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
3) Pembelajaran dan Perbaikan Berbasis Praktek
Penggunaan singkatan yang tepat pada dokumentasi keperawatan
4) Ketrampilan Interpersonal dan Komunikasi
(a) Menerima komplin dari pasien atau keluarga
(b) Menerima komplin dari teman sejawat
5) Praktek Berbasis Sistem
Disesuaikan dengan ketrampilan dimasing-masing area
pelayanan keperawatan dan kebidanan. Area pelayanan
keperawatan meliputi Kamar Operasi, Anesthesi, Intensive Care

78
Unit (ICU), Intensive Coronary Care Unit (ICCU), Luka Bakar,
Rawat Inap, Rawat Jalan, Gawat Darurat, Hemodialisa,
Endoscopi dan Chemotherapi, PICU, NICU, Neonatus,
Kebidanan (Kamar Bersalin, Ruang Nifas, Poliklinik
Kebidanan, Ginekologi), form penilaian ketrampilan terlampir.

6) Profesional
(a) Orientasi pelayanan (ramah, cuci tangan, cepat tanggap, dan
pasien puas): tidak ada komplin dari pasien dan keluarga.
(b) Integritas (taat terhadap aturan rumah sakit): jujur dan
dipercaya dalam setiap tindakannya.
(c) Komitmen (berpedoman pada standard operational procedure
(SOP), clinical pathway, laporan kejadian kasus): tidak ada
insiden (Keselamatan Pasien).
(d) Disiplin (kehadiran) : taat kepada aturan jam kerja dan
menggunakan uniform yang telah ditetapkan
(e) Kerjasama : mampu bekerja dalam tim dan tidak ada komplin
dari tim kerja

3. Penilaian Kinerja Profesional Lain (Tenaga Penunjang)


Penilaian kinerja untuk tenaga penunjang dilakukan setiap empat bulan
dengan ruang lingkup dari Pedoman Penilaian Kinerja Tenaga
Penunjang Medis ini meliputi semua tenaga penunjang medis yang
bekerja di RSIA Mutiara Bunda Salatiga yaitu Analis Kesehatan,
Radiografer, Nutrisionis, Apoteker, Fisioterapi, Perekam Medis,
Elektro Medis, Sanitarian.

Penilaian kinerja tenaga penunjang medis di RSIA Mutiara Bunda


Salatiga telah dibuat sebuah standar prosedur operasional dengan
formulir penilaian sebagai berikut:
1) Tenaga Penunjang Medis melakukan kegiatan di Instalasi
2) Instalasi melalui peer group melakukan absensi terhadap kehadiran
tenaga penunjang medis

79
3) Selain melakukan pencatatan kehadiran, juga melakukan pencatatan
terhadap indikator kinerja tenaga penunjang medis yang telah
dilaksanakan.
4) Indikator Kinerja Dokter direkapitulasi dan dilaporkan setiap emapt
bulan kepada Direktur Medik dan Keperawatan sebagai atasan
langsung Instalasi
5) Indikator Kinerja tenaga penunjang medis yang dilaporkan kepada
Direktur Medik dan Keperawatan adalah indikator yang tidak
memenuhi trigger
6) Indikator Kinerja tenaga penunjang medis dibuat dalam prosentase
(%) dan dalam nilai absolute seperti yang tertulis dalam formulir
Penilaian Kinerja tenaga penunjang medis
7) Prosentase dihitung dengan membagi antara pelaksanaan kegiatan
dengan seluruh kegiatan yang seharusnya dilakukan dan dikali
seratus persen
8) Direktur Medik dan Keperawatan mendisposisi laporan Instalasi
kepada Bidang Penunjang Medis untuk direkapitulasi
9) Bidang Penunjang Medis akan melakukan rekapitulasi setiap bulan
dan empat bulan sekali menyampaikan trigger kinerja penunjang
medis kepada kepala Instalasi untuk dilakukan review lebih lanjut
oleh peer group terkait
10) Kepala Instalasi setelah menerima pemberitahuan tenaga penunjang
medis yang memperoleh trigger dari Direktur Medik dan
Keperawatan melakukan review dan mendiskusikan trigger tersebut
dengan tenaga penunjang medis bersangkutan
11) Setelah melakukan review, Kepala Instalasi memberikan laporan
hasil review tersebut kepada Direktur Medik dan Keperawatan.
12) Hasil review Kepala Instalasi bisa merekomendasikan antara lain:
tidak perlu tindakan, atau perlu tindakan atau perludilakukan
review terfokus oleh peer review
13) Tenaga Penunjang Medis yang kena trigger penilaian kinerja
tersebut diberikan tindakan lanjut oleh Direktur Medik dan
Keperawatan berdasarkan pertimbangan rekomendasi dari ketua
Kepala Instalasi atau dari peer review dapat berupa pencabutan
sementara kewenangan klinis

80
d. Penilaian Kinerja Unit Kerja
Di samping penilaian kinerja individu, penilaian juga dilakukan terhadap
kinerja unit. Penilaian terhadap kinerja unit dilaksanakan berdasarkan
penetapan program kerja unit kerja. Program kerja ditetapkan setiap tahun
dan dievaluasi setiap akhir tahun oleh Bagian Perencanaan dan Evaluasi
(PE). Penilaian kinerja unit kerja berdasarkan elemen penilaian pada
dokumen kinerja di unit kerja antara lain: (1) Indikator telah selaras dengan
renstra rumah sakit, (2) Indikator unit kerja telah memenuhi kriteria
indikator yang baik, (3) Target yang ditetapkan dapat dicapai, (4) Informasi
kinerja dapat diandalkan dan (5) Rencana tindak lanjut yang dilakukan
sebagai upaya perbaikan.

E. Evaluasi Kontrak & Perjanjian Lainnya

Ruang lingkup Pelaksanaan Mitra Kerjasama meliputi: Pelaksanaan kerjasama


terhadap pelayanan kesehatan dan pelayanan penunjang serta Kerjasama
administrasi terkait pendidikan, sewa lahan/bangunan dan tenaga profesional.
Pelaksanaan kegiatan pelayanan di rumah sakit tidak bisa lepas dari campur
tangan pihak ketiga. Kerjasama dengan pihak ketiga dilakukan untuk saling
melengkapi pelayanan yang ada dan tidak ada atau tidak dimiliki baik oleh
pihak rumah sakit maupun oleh pihak ketiga. Adapun kerjasama dengan pihak
ketiga meliputi kerjasama:
 Penggunaan alat kesehatan / penunjang
 Pemberian pelayanan kesehatan
 Praktek kerja lapangan bagi peserta didik jenjang diploma dan sarjana
 Penyewaan lahan / tanah / bangunan untuk kegiatan bisnis
 Rujukan dengan rumah sakit jejaring
 Administrasi dan keuangan

Terkait dengan kerjasama dimaksud maka agar kualitas tetap terpantau


diperlukan suatu kegiatan monitoring evaluasi dengan alat ukur sesuai
standar item kerjasama. Kegiatan monitoring dilakukan oleh pelaksana
kerjasama (user) sebagai pihak yang melaksanakan kontrak kerjasama.
Monitoring dilakukan untuk menjamin agar tahapan-tahapan pekerjaan

81
dapat terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Monitoring dapat dilakukan dengan merujuk pada faktor-faktor kelayakan
untuk suatu pelaksanaan pekerjaan, sehingga setiap jenis kegiatan kerjasama
akan memiliki faktor kelayakan yang berbeda-beda. Hasil monitoring
kemudian dijadikan bahan untuk mengevaluasi apakah kegiatan kerjasama
dapat dilanjutkan, diperbaiki atau bahkan dihentikan.

Evaluasi kontrak kerjasama dilakukan oleh tim pengkaji dan evaluasi ikatan
kerjasama yang terdiri dari berbagai pihak internal rumah sakit yang
memiliki otoritas untuk melakukan evaluasi yang disetujui secara bersama.
Adapun tugas tim pengkaji dan evaluasi adalah:
1. Melakukan kajian dan evaluasi terhadap seluruh IKS baik menyangkut
bidang pelayanan, penunjang, SDM dan pendidikan, keuangan, umum
dan operasional
2. Melakukan telaah dan analisis untuk kelangsungan IKS baik dari segi
substnasi maupun keuangan
3. Melakukan koordinasi dengan unit terkait sehubungan dengan
pelaksanaan IKS
4. Memantau pelaksanaan IKS
5. Membuat laporan kegiatan kepada Direktur Umum dan Operasional

Kegiatan evaluasi dilakukan setiap tahun sekali dengan merujuk pada


ketentuan yang telah dibuat dan disepakati bersama .Apabila berdasarkan
hasil evaluasi kegiatan kerjasama dipandang perlu/layak untuk dilanjutkan
maka kerjasama dapat diteruskan/diperpanjang kembali. Namun demikian
kegiatan kerjasama dapat dihentikan oleh salah satu pihak apabila terdapat
penyimpangan-penyimpangan yang tidak dapat diperbaiki. Pemutusan
kerjasama ini dilakukan setelah kedua belah pihak bernegosiasi dan tidak
dapat menemukan kata sepakat.

F. Diklat PMKP
1. Ruang Lingkup Pendidikan dan Pelatihan PMKP
Adapun ruang lingkup Pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien adalah sebagai berikut :

82
a) Pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien bagi pimpinan
adalah pelatihan mutu dan keselamatan pasien yang diberikan kepada Direksi
dan dan semua jajaran pimpinan dan penanggung jawab mutu di masing
masing instalasi baik yang dilakukan di lingkungan Rumah sakit maupun di
luar Rumah sakit. Pelatihan ini dilakukan secara kontinyu minimal satu tahun
sekali dan mengikuti perkembangan dan pengetahuan terkini

b) Pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien kepada, ketua


program mutu, PIC Pengumpul Data
adalah pelatihan mutu dan keselamatan pasien yang diberikan kepada ketua
program mutu , PIC pengumpul data mutu yang bertanggung jawab di dalam
pengumpulan data indikator mutu kedalam Sistem Informasi Rumah Sakit
(SIMRS). Pelatihan dilakukan minimal setahun sekali serta menggunakan
update pengetahuan dan informasi terkini.

c) Pelatihan Peningkatan Mutu dan keselamatan pasien kepada staf


pelaksana mutu
adalah pelatihan mutu dan keselamatan pasien yang diberikan kepada semua
staf yang melaksanakan program mutu dan keselamatan pasien yang diberikan
secara rutin minimal setahun sekali dan mendapatkan update pengetahuan
terkini.

d) Training Berkelanjutan tentang Mutu dan Keselamatan pasien adalah


pelatihan berkelanjutan yang dilakukan kepada semua staf dalam bentuk in
house training dan program pendampingan mutu di masing masing instalasi
yang diberikan sewaktu waktu oleh Unit Penjaminan Mutu

e) Pelatihan Champion Mutu Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)


adalah pelatihan yang diberikan kepada champion di masing masing SMF dan
Program study yang berperan penting sebagai pendidik dan narasumber bagi
peserta didik lain dalam kegiatan peningkatan mutu
dan keselamatan pasien untuk meningkatkan peran mereka dalam program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien

2. Tata Laksana Pendidikan dan Pelatihan PMKP

83
Adapun prosedur tata laksana Pelatihan Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien
di RSIA Mutiara Bunda Salatiga adalah sebagai berikut:
a. Pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Bagi Pimpinan
1) Unit Penjaminan Mutu mengirimkan kerangka acuan pelatihan mutu kepada
Direktur Utama untuk mendapatkan persetujuan penyelenggaraan pelatihan

2) Instalasi Pelatihan dan Perpustakaan mengirimkan surat undangan kepada


semua jajaran pimpinan termasuk direksi, kepala bagian dan jajaran
struktural dan penanggung jawab mutu wajib mengikuti pelatihan program
mutu dan keselamatan pasien setelah penetapan program mutu oleh Direktur
Utama dan Dewan Pengawas minimal setahun sekali

3) Semua jajaran pimpinan dan struktural memahami dan mampu


melaksanakan pengawasan program mutu dan keselamatan pasien, terlibat
secara aktif dalam budaya aman dan keselamatan pasien

4) Instalasi Pelatihan dan Perpustakaan menyelenggarakan pelatihan dengan


menggunakan narasumber yang kompeten serta menyiapkan bahan dan
materi pembelajaran yang meliputi kebijakan mutu RS, Konsep dasar mutu,
pedoman dan program mutu , indikator mutu, manajemen resiko dan FMEA,
Analisa FOCUS PDCA serta manajemen informasi data

5) Peserta dilakukan evaluasi setelah akhir pelatihan

6) Peserta yang memenuhi standar kelulusan diberikan sertifikat

7) Semua hasil kegiatan pelatihan mutu dan keselamatan pasien dilaporkan


kepada pimpinan Rumah Sakit dan Dewan Pengawas
sebagai bagian dari laporan tahunan Rumah Sakit oleh instalasi pelatihan
dan perpustakaan

b. Pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien kepada Ketua


Program Mutu dan PIC Pengumpul Data
1) Unit penjaminan Mutu berkoordinasi dengan bagian Instalasi pelatihan dan
perpustakaan untuk menyelenggarakan pelatihan kepada semua ketua
program mutu dan PIC pengumpul data sebagai pelatihan wajib yang
dilaksanakan minimal setahun sekali

84
2) Unit Penjaminan Mutu melaksanakan training berkelanjutan di berikan
dalam bentuk sosialisasi/re-edukasi tentang mutu dan keselamatan pasien
baik yang dilaksanakan sewaktu
3) Unit penjaminan Mutu menyiapkan bahan dan modul yang terkait meliputi
Indikator mutu, penetapan prioritas, pengumpulan data , input data indikator,
insiden dan pelaporan keselamatan pasien, investigasi sederhana, analisis
data serta pelaporan
4) Instalasi Pelatihan dan perpustakaan mengorganisasikan pelatihan dan
menyiapkan pelaksanaan post test .
5) Instalasi Pelatihan dan perpustakaan mengeluarkan serifikat pelatihan

c. Pelatihan Peningkatan Mutu dan keselamatan pasien kepada staf


pelaksana mutu
1) Unit Penjaminan Mutu berkoordinasi dengan instalasi pelatihan dan
perpustakaan untuk menyelenggarakan in house training di semua instalasi
untuk melatih semua staf pelaksana terkait program mutu dan keselamatan
pasien
2) Instalasi pelatihan dan perpustakaan wajib menyelenggarakan pelatihan
mutu dan keselamatan pasien kepada semua staf dan peserta didik saat
pertama kali mulai bekerja di Rumah sakit
3) Pelatihan mutu dan keselamatan pasien dilaksanakan secara kontinyu yang
wajib diterima oleh staf meliputi program mutu, pemantauan indikator mutu
dan pelaporan serta publikasi data mutu dilakukan minimal setahun sekali
d. Training Berkelanjutan tentang Mutu dan Keselamatan pasien
1) Unit penjaminan mutu melaksanakan training berkelanjutan dan edukasi
melalui inhouse training atau pendampingan kepada instalasi jika ditemukan
ada permasalahan terkait mutu dan keselamatan pasien
2) Semua kegiatan pendampingan didokumentasikan

e. Pelatihan mutu dan keselamatan pasien kepada Champion Mutu Program


Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)
1) Direktur Utama menetapkan kebijakan tentang struktur pengorganisasian
akreditasi Rumah Sakit yang termasuk didalamnya nama nama dokter
spesialis dan PPDS yang menjadi champion mutu di masing masing SMF
dan Program Study

85
2) Unit penjaminan mutu memberikan edukasi kepada para Champion mutu
untuk selanjutnya champion mutu mempunyai tanggung jawab
mensosialisaikan seluruh standar mutu dan keselamatan pasien yang berlaku
di Rumah Sakit kepada peserta didik lain melalui rapat/pertemuan dan rapat
mutu triwulan

3. Agenda dan Narasumber


a. Pendidikan dan Pelatihan Wajib
Pelatihan wajib dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Desember 2017
dan sebagai pelaksana pelatihan yaitu Instalasi Pendidikan, Pelatihan dan
Perpustakaan dengan jadwal pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan dari
instalasi/bidang/bagian/unit yang sertifikat pelatihan dari stafnya yang perlu
diperbaharui masa berlakunya. Disamping itu untuk seluruh peserta didik yang
akan praktek di rumah sakit wajib mengikuti pelatihan wajib sebelum kegiatan
praktek profesi/praktikum dilaksanankan.

RSIA Mutiara Bunda Salatiga mengadakan pelatihan bagi pimpinan, staf dan
peserta didik saat orientasi peserta didik sesuai dengan peranan mereka dalam
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Pelatihan yang diterima
merupakan bagian dari pekerjaan rutin. Pelatihan terdiri dari:
a. Bantuan Hidup Dasar minimal setiap 2 tahun
b. Fire Safety setiap tahun
c. Pencegahan dan pengendalian infeksi setiap tahun
d. Patient Safety
e. Pelatihan Peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta Upaya perbaikan
mutu dengan focus PDCA setiap tahun
f. Komunikasi Effektif
g. Manajemen data dan informasi
h. Pelatihan Nyeri
i. Pelatihan/ simulasi code blue
j. Pelatihan pasien terminal
k. Dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan pelatihan setiap unit kerja
berdasarkan kualifikasi dan kompetensi staf yang dipersyaratkan untuk
melaksanakan tugas sebagai bagian dari pekerjaan rutin staf.

86
b. Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Kegiatan diklat PMKP ini dilaksanakan setiap tahun oleh Instalasi Pendidikan
dan Pelatihan RSIA Mutiara Bunda Salatiga bekerja sama dengan Unit
Penjaminan Mutu dengan sasaran para pimpinan dan staf PPA (profesi pemberi
asuhan) dengan materi terkait penjelasan PMKP di rumah sakit, cara
penyusunan program PMKP, cara melaksanakan program PMKP dan
memonitoring serta evaluasi program PMKP. pembuatan program mutu
Pemateri/narasumber yang ditunjuk karena mempunyai pengetahuan luas dan
kompetensi dibidangnya yang terkait dengan mutu, narasumber tersebut disertai
dengan CV narasumber dan narasumber tersebut ditetapkan oleh rumah sakit.

Pelatihan dibagi menjadi 2 sesi yaitu sesi pertama bagi pimpinan (Kepala
Bidang/ Bagian, Ka SMF, Kepala Program Studi, Kepala Unit, dan Kepala
Instalasi, Koordinator instalasi) Sedangkan hari kedua bagi Kepala Instalasi,
TIM Implementasi Akreditasi serta penanggung jawab pengumpul data dan
validasi data.
Materi hari pertama (bagi pimpinan) menyoroti tentang bagaimana komitmen
pimpinan dalam mengembangkan dukungan kepemimpinan yang lebih besar
bagi program rumah sakit, maka partisipasi pimpinan rumah sakit terkait dengan
program mutu dan keselamatan pasien mulai dari merencanakan, pelaksanaan
monitoring dan pengawasan serta melaporkan hasilnya kepada dewan pengawas
rumah sakit. Selain itu pimpinan rumah sakit bertanggung jawab dalam
menetapkan prioritas apa yang harus diukur, membuat keputusan berdasarkan
data pengukuran, memberikan bantuan teknologi dan dukungan lainnya untuk
mendukung peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Pada hari kedua (bagi
staf) materi pelatihannya lebih banyak terkait dengan apa dan bagaimana mutu
tersebut dirancang, diukur/dipantau dianalisis, dilaporkan dan upaya yang
dilakukan untuk peningkatan dan mempertahankan mutu.

Pada akhir dari pelatihan mutu ini dilakukan post test dan hasil
evaluasi akan dilampirkan dalam laporan pelaksanaan pelatihan oleh
bagian pendidikan dan penelitian. Berikut ini jadwal pelatihan hari
pertama dan hari kedua:

87
Jadwal Pelatihan Mutu bagi Pimpinan dan Staf
Materi pelatihan mutu yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Hari pertama: Materi Pelatihan Bagi Pimpinan

NARASUMBER /
MATERI FASILITATOR

Registrasi Bagian Pendidikan dan Pelatihan

Pembukaan oleh MC , Laporan Ketua


Panitia Bagian Pendidikan Dan Pelatihan
dan Sambutan Direktur Utama Direktur Utama

Materi 1: Kebijakan Mutu Rumah Sakit Direktur Utama

Direktur Pelayanan medik dan


Materi 2: Konsep Mutu dan Standar Mutu
Keperawatan

Materi 3: Pedoman dan Program Mutu,


Unit Penjaminan Mutu
Indikator mutu

ISHOMA Bagian Pendidikan dan Pelatihan

Materi 4: Manajemen Risiko dan FMEA Ka Tim Manajemen Risiko

Materi 5: Patient safety ( Jenis insiden,


RCA,
Ka Tim Keselamatan Pasien RS
dan investigasi sederhana)

88
Materi 6: Analisis FOCUS PDCA Direktur SDM dan Pendidikan

Materi 7: Manajemen Informasi Data Ka Instalasi IT

Post Test Bagian Pendidikan dan Pelatihan

2. Hari kedua: Materi Pelatihan Bagi Ketua Program


mutu instalasi , Staf terkait program mutu,
Penanggung Jawab Pengumpul Data dan Validasi
Data Indikator
NARASUMBER /
MATERI FASILITATOR

Registrasi Bagian Pendidikan dan Pelatihan

Pembukaan Direktur utama

Materi 1: Program Mutu RS dan Program


Ka Unit Penjaminan Mutu dan tim
Prioritas Unit Kerja (Pembuatan Program)

Materi 2: Penentuan Prioritas UPM

Materi 3: Indikator Mutu UPM

Materi 4: Pemanatauan dan Input Data


UPM
Capaian Indikator Mutu

Materi 5: Analisis Data Mutu UPM

Materi 6: Validasi Data Mutu UPM

Materi 7: Pelaporan Data Mutu UPM

ISHOMA Bagian Pendidikan dan Pelatihan

Materi 8: Manajemen Informasi Data Ka Instalasi IT

Materi 9: Insiden dan pelaporan


keselamatan
Ka Tim Keselamatan Pasien RS
pasien, investigasi sederhana

Post Test Bagian Pendidikan dan Pelatihan

Penutupan Direktur Utama

89
G. Program PMKP di Unit Kerja
1. Program PMKP di unit kerja disusun berdasarkan identifikasi
masalah yang ada di unit kerja dengan mempertimbangan 10
kriteria untuk memprioritaskan masalahnya dan dipilih 2-3
masalah prioritas yang tertuang sebagai indikator yang ada pada
program PMKP unit kerja.
2. Program ini direncanakan, dilaksanakan, dimonitoring dan
dievaluasi secara berkala oleh kepala unit kerja. Hasil kegiatan
tersebut dilaporkan secara berkala kepada atasan langsung dan
ditembuskan ke UPM.
3. Pencatatan dilakukan sesuai dengan profil indikatornya dan data
dikumpulkan lalu dilakukan analisis, jika hasilnya tidak mencapai target
maka dilakukan upaya perbaikan dengan metode FOCUS PDCA dan
dibuatkan laporannya.
4. Unit kerja melaporkan hasil kegiatan dari pelaksanaan program di unit
kerjanya setiap triwulan atau sesuai evaluasi program masing-masing ke
atasan langsung dan ditembuskan ke UPM.
5. Pencatatan dan pelaporan Insiden Keselamatan Pasien dilakukan oleh unit
kerja jika ada kejadian ke Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai
ketentuan pelaporan insiden keselamatan pasien.
6. Penilaian kinerja individu/staf (tenaga profesi dan non profesi) dilakukan
oleh masing-masing pimpinan unit kerja.
7. Penilaian kinerja unit dilakukan oleh Bagian Perencanaan dan Evaluasi
setiap tahun berdasarkan Tapja yang sudah disusun sebelumnya dan
disampaikan pada rapat tapja.

H. Program Spesifik dan Panduan Terkait Upaya PMKP


1. ANALISIS DATA
MUTU a. Definisi:
1) Analisis adalah suatu proses penguraian suatu hasil data atas
berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta

90
hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat
dan pemahaman arti keseluruhan data.
2) Data Mutu adalah data pencapaian hasil pemantaun indikator mutu,
yang meliputi indikator RS, indikator unit kerja serta indikator lain
sesuai persyaratan regulasi dan atau akreditasi nasional dan atau
internasional
3) Analisis Data Mutu adalah suatu proses dalam menguraikan
sekumpulan data mutu hasil penelitian/survei untuk menjadi
informasi dan pemahaman arti keseluruhan data sehingga dapat
digunakan untuk mengambil suatu kesimpulan atau keputusan
dalam peningkatkan mutu di Rumah Sakit.
4) Analisi Data Mutu

5) Analisi Data Mutu adalah suatu proses dalam menguraikan


sekumpulan data mutu hasil penelitian/survei untuk menjadi
informasi dan pemahaman arti keseluruhan data sehingga dapat
digunakan untuk mengambil suatu kesimpulan atau keputusan
dalam peningkatkan mutu di Rumah Sakit. Analisis dilakukan jika
sudah terkumpul data mutu lalu dilakukan pengolahan data mutu
dari melakukan persiapan /melakukan editing data, menginput data,
tabulasi baik dengan pemberian koding atau skoring lalu disajikan
dalam bentuk grafik sehingga dari grafik tersebut akan ditemukan
hubungan antar bagian data.

6) Interpretasi Data
Interpretasi data merupakan suatu kegiatan yang menggabungkan
hasil analisis dengan pernyataan, kriteria, atau standar tertentu
untuk menemukan makna dari data yang dikumpulkan untuk
menjawab permasalahan yang dihadapi.

b. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup kegiatan analisis data yaitu dimulai dari
langkah-langkah pengumpulan data secara garis besar adalah sebagai
berikut:

91
(1) Penanggung jawab pengumpul data mencatat data kedalam
formulir sensus harian / kertas kerja untuk data indikator mutu, (2)
Data direkapitulasi dan dianalisa dalam bentuk grafik, (3) Interpretasi
data,
(4) Lakukan perbaikan untuk peningkatan mutu, (5) Buat laporan dari
unit ke pimpinan/komite PMKP sesuai SPO di Rumah Sakit.
Ruang lingkup kegiatannya sesuai dengan level area pemantauan
indikator mutu adalah sebagai berikut :
1) Unit Kerja
a) Unit kerja membuat worksheet / kertas kerja berkoordinasi
dengan bidang / bagian / komite yang ada diatasnya dan
berkoodinasi dengan Unit Penjamin Mutu
b) Unit kerja menetukan alat analisis sesuai dengan kebutuhan
c) Unit kerja mengumpulkan data sesuai dengan kebutuhan alat
analisis / worksheet
d) Frekuensi pengumpulan data dilakukan setiap bulan oleh
kepala instalasi / koodinator unit dalam bentuk rekapitulasai
laporan dari beberapa sub unit
e) Analisa data dilakukan setiap bulan oleh ka. Instalasi /
koordinator unit dalam bentuk kalkulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai formula kemudian
dibandingkan dengan target
f) Pelaporan triwulan dilakukan setiap 3 bulan oleh Ka. Instalasi /
koordinator unit dalam bentuk rekapan jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai dengan format dari beberapa
sub unit yang harus dilaporkan ke atasan masing-masing serta
laporannya ditembuskan ke Unit Penjamin Mutu dalam berupa
rekapitulasi pencapain target, dalam bentuk grafik garis atau
grafik kontrol yang dibandingkan dengan target, lengkap
dengan interpretasi, serta laporan pelaksanaan program
peningkatan mutu FOCUS – PDCA bila target tidak tercapai.

2) Unit Penjamin Mutu


a) Melakukan pemantauan ke unit kerja

92
b) Melakukan sosialisasi pencatatan, pengumpulan dan
pengolahan data serta cara menyajikan dalam bentuk grafik
c) Menerima laporan setiap bulan sesuai dengan indikator mutu
masing-masing unit kerja
d) Melakukan validasi internal data indikator mutu
e) Unit Penjamin Mutu melaksanakan analisa periodik tingkat
rumah sakit berdasarkan hasil laporan lanjutan yang diterima
dari masing-masing PIC
f) Membandingkan data indikator mutu dengan standar nasional
g) Melaporkan ke Direksi

3) Direksi
a) Menerima laporan dari unit penjamin mutu
b) Memberi arahan dan rekomendasi

c. Tata Laksana

Adapun prosedur tata laksana kegiatan analisa data mutu di RSIA


Mutiara Bunda Salatiga adalah sebagai berikut:
1) Instalasi / Bidang / Bagian / Komite / Unit:
a) Kumpulkan data setiap berupa rekapitulasi data berdasarkan
format pencatatan.
b) Lakukan pemeriksaan data (editing) dangan cara meneliti
kelengkapan semua data yang terkumpul dari penyebaran alat
ukur / format pemantauan.
c) Lakukan tabulasi data diantaranya dengan memberikan kode
(coding) sesuai dengan kriteria coding.
d) Lakukan penyajian data dengan tabel dan atau grafik (Run
charts, diagram kontrol (control charts), histogram, dan
diagram Pareto).
e) Lakukan interpretasi data mutu.
f) Buat laporan bulanan sesuai dengan format pelaporan bulanan,
dilaporkan ke atasan masing-masing ditembuskan ke UPM.
g) Buat laporan 3 bulan sesuai dengan format laporan triwulan
yang akan dibahas dalam Rapat Evaluasi Triwulan berupa

93
rekapitulasi pencapaian target, dalam bentuk grafik yang
dibandingkan dengan target lengkap dengan interpretasi serta
laporan pelaksanaan program peningkatan mutu FOCUS-PDCA
bila target tidak tercapai.

2) Unit Penjamin Mutu (UPM):


a) Lakukan rekapitulasi pencapaian data mutu berdasarkan
laporan bulanan dari Instalasi / Bidang / Bagian / SMF / Unit.
b) Lakukan analisis dengan target pencapaian.
c) Lakukan analisis dan interpretasi dari tabel atau grafik dalam 3
bulan
d) Bandingkan data dari bulan ke bulan, Standar, Benchmark
dengan Rumah Sakit lain bila ada dan Evidance Based Practice.
e) Buat laporan analisis data mutu tingkat Rumah Sakit setiap
bulan sesuai dengan format laporan bulanan
f) Buat laporan analisis data mutu tingkat Rumah Sakit tiap 3
bulan sesuai dengan format laporan triwulan
g) Laporakan hasil analisis tiap 3 bulan dalam bentuk rapat mutu
dan laporan triwulan.
h) Minta rekomendasi hasil analisis ke Direktur Utama

2. VALIDASI DATA MUTU


Adapun beberapa definisi yang harus dipahami dalam hal melaksanakan
proses validasi data internal indikator mutu adalah sebagai berikut:
a. Definisi Validasi, Validator, Dan Data Valid
1) Validasi adalah proses penting untuk memahami mutu dari data
mutu dan untuk mencapai tingkat di mana data tersebut cukup
meyakinkan bagi para pembuat keputusan
2) Validator adalah orang kedua yang mempunyai kemampuan
khusus (second Abstractor) yang tidak terlibat dalam proses
pengumpulan data sebelumnya.
3) Data valid adalah hitungan tingkat keakuratan dilakukan dengan
membandingkan data orang pertama (first abstractor) dengan data
orang kedua (second abstractor) dikalikan dengan 100 % dan
akurasi hasil pengukuran data ≥ 90 %.

94
b. Tujuan Validasi Data Mutu
1) Tujuan dari validasi data secara umum adalah tersedianya data dan
informasi mutu yang valid sebagai dasar menajemen rumah sakit
untuk mengambil keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi program dan peningkatan kewaspadaan serta
respon terhadap kejadian luar biasa yang cepat dan tepat.
2) Tujuan Khususnya yaitu:
a. Untuk menyediakan data dan informasi mutu yang valid
sebagai dasar mengambil keputusan manajemen dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program.
b. Monitoring akurasi data yg dikumpulkan
c. Verifikasi bahwa pengambilan data adalah konsisten dan
reproducible
d. Verifikasi ekspektasi tentang volume data yang dikumpulkan.
e. Tanggung jawab mutu pelayanan kesehatan untuk
masyarakat/publik.
f. Mendorong peningkatan dalam proses pengumpulan data.
g. Ukuran yang dapat dipercaya untuk potensial benchmarking
selanjutnya

c. Penyahihan/validasi data dilakukan ketika :


1) Terdapat suatu ukuran baru diterapkan (khususnya, pengukuran
klinis yang dimaksudkan untuk membantu rumah sakit
mengevaluasi dan meningkatkan proses atau hasil klinis yang
penting)
2) Data akan ditampilkan kepada publik lewat situs web rumah sakit
atau cara lain
3) Terdapat suatu perubahan pada pengukuran yang ada, seperti jika
ada alat pengumpulan data telah diubah atau proses abstraksi data
atau abstractor telah diubah
4) Data yang dihasilkan dari pengukuran sebelumnya berubah tanpa
alasan yang jelas;

95
5) Sumber data berubah, misalnya jika ada bagian dari catatan pasien
yang diubah ke bentuk elektronik sehingga sumber data berubah
menjadi data elektronik dan data cetak; atau
6) Subjek pengumpulan data berubah, misalnya perubahan dalam
umur pasien rata-rata, perubahan protokol penelitian, penerapan
practice guideline (pedoman praktik) baru, atau pemakaian
teknologi dan metodologi perawatan baru.

d. Indikator yang dilakukan validasi data


RSIA Mutiara Bunda Salatiga dalam kegiatan validasi data hanya
dapat dilakukan pada data indikator mutu klinik dan keselamatan
pasien sedangkan untuk data hasil observasi langsung dan data mutu
yang telah masuk JCI Library of Measurement tidak dilakukan validasi
data. Validasi data dilaksanakan bila memenuhi persyaratan untuk
dilakukan validasi terhadap indikator mutu RS setiap tahunnya yang
diusulkan sesuai dengan program validasi data internal.

e. Jumlah Sampel Validasi Data


Pengambilan sampel validasi data berdasarkan Initial Sampel Size
yaitu penggunaan 100% sampel (total sampling) hanya diperlukan
apabila jumlah rekor, kasus, atau data lainnya dengan jumlah total
sumber data original sebesar 1-16 sampel, jika jumlah sumber data
antara 17-160 sampel maka pengambilan sampel data untuk validasi
minimal 16 atau 10% dari sumber sampel dan jika jumlah sampel besar
antara 161-480 pengambilan sampel validasinya 10%. Jika sumber
data > 480 maka jumlah sampel minimalnya sebanyak 48 sampel data
validasi.

f. Data Valid/Akurat
Hitungan keakuratan dilakukan dengan membandingkan hasil data
orang pertama (First Abstractor) dengan hasil validasi orang
kedua/validator (Second Abstractor) dikalikan dengan 100%. Hasil
perbandingan tersebut dikatakan valid/akurat jika ≥ 90%.

96
g. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup melaksanakan proses validasi internal data
indikator mutu adalah sebagai berikut:
1) Validator
a) Validator adalah orang yang telah memiliki kewenangan
melakukan validasi data. Validator menilai kebutuhan validasi
dengan menentukan indikator yang dipilih dari indikator
rumah sakit yang layak untuk dilaksankan validasi.
b) Validator menentukan jumlah sampel untuk validasi data mutu.
Penggunaan 100% sampel (total sampling) hanya diperlukan
apabila jumlah rekor, kasus, atau data lainnya dengan jumlah
total sumber data original sebesar 1-16 sampel, jika jumlah
sumber data antara 17-160 sampel maka pengambilan sampel
data untuk validasi minimal 16 atau 10% dari sumber sampel
dan jika jumlah sampel besar antara 161-480 pengambilan
sampel validasinya 10%. Jika sumber data > 480 maka jumlah
sampel minimalnya sebanyak 48 sampel data validasi.
c) Hitungan akurasi data dengan metode membandingkan hasil
data orang pertama (First Abstractor) dengan orang kedua
(Second Abstractor). Hasil akurasi data ≥ 90% dikatakan
sebagai data valid/akurat. (Richard. 2012)
d) Validator melakukan pengumpulan ulang dengan mengisi
kerta kerja sesuai dengan cara pengumpulan data yang
dikumpulkan oleh pengumpul data pertama.
e) Validator menghitung keakuratan data dengan metode
membandingkan hasil data orang pertama dengan validator
dengan rumus sebagai berikut:
(1) Metode 1

Data Valid/akurat jika hasil perbandingan akurasinya ≥ 90%


(2) Metode 2
X= P1 x
10%

97
(P2 dikatakan valid: bila nilai P2 berada diantara rentang
jumlah pada P1 – X atau P1 + X)
(3) Metode 3
0.9 x P1 = X%, maka hasil re-abstraksi (P2) dalam rentang (+)
atau (–) 90% dari hasil original, atau hasilnya kurang/lebih dari
90%. (Richard. 2012)
Keterangan:
(P1) : First Abstractor / Pengumpul Data Pertama
(P2) : Second Abstractor / Pengumpul Data Kedua
f) Validator menyimpulkan validitas data dengan laporan validasi.
g) Validator melakukan validasi data internal indikator mutu
sesuai ketentuan validasi.

2) Unit Penjamin Mutu (UPM)


a. UPM melakukan koreksi apabila datanya tidak Valid, alasan-
alasannya (misalnya, definisi, numerator dan denominator data
yang tidak jelas) harus dicatat dan dilakukan tindakan korektif.
b. UPM melakukan identifikasi tindakan korektif dengan
mereview kembali teknis pengukuran yang telah dilaksanakan
bersama dengan pengumpul data pertama dan validator.
c. UPM menyusun laporan dan melaporkan kepada direksi
berupa laporan validasi data internal.

3) Direksi
Direksi menerima laporan setiap kegiatan validasi data internal
indikator mutu yang akan dijadiakan bahan rapat untuk perbaikan
dan peningkatan mutu sehingga dapat berdaya guna bagi tenaga
kesehatan dan memberikan kepuasan bagi masyarakat.

h. Tata Laksana
Adapun prosedur tata laksana validasi internal data indikator mutu di
RSIA Mutiara Bunda Salatiga adalah sebagai berikut:
1) Tentukan tim validasi yang merupakan orang kedua diluar
pengumpul data pertama

98
2) Tentukan data yang membutuhkan validasi, validasi dilakukan
ketika:
a) Terdapat suatu ukuran baru diterapkan (khususnya, pengukuran
klinis yang dimaksudkan untuk membantu rumah sakit
mengevaluasi dan meningkatkan proses atau hasil klinis yang
penting)
b) Data akan ditampilkan kepada publik lewat situs web rumah
sakit atau cara lain
c) Terdapat suatu perubahan pada pengukuran yang ada, seperti
jika ada alat pengumpulan data telah diubah atau proses
abstraksi data atau abstractor telah diubah
d) Data yang dihasilkan dari pengukuran sebelumnya berubah
tanpa alasan yang jelas;
e) Sumber data berubah, misalnya jika ada bagian dari catatan
pasien yang diubah ke bentuk elektronik sehingga sumber data
berubah menjadi data elektronik dan data cetak; atau
f) Subjek pengumpulan data berubah, misalnya perubahan dalam
umur pasien rata-rata, perubahan protokol penelitian,
penerapan practice guideline (pedoman praktik) baru, atau
pemakaian teknologi dan metodologi perawatan baru
3) Cek sumber data (data asli) untuk dilakukan validasi
4) Tentukan sumber data untuk dilakukan validasi
5) Tentukan jumlah sampel validasi oleh validator
6) Hitung jumlah sampel oleh validator berdasarkan perhitungan
sebagai berikut jika:
a) Jumlah sumber data sampel 1-16 maka diambil sampel validasi
100% sampel (total sampling) yaitu 16 sampel
b) Jumlah sumber data sampel anatra 17-160 sampel maka sampel
validasi minimal 16 atau 10% dari sumber data
c) Jumlah sampel antara 161-480 maka pengambilan sampel
validasinya 10 %
d) Jumlah sumber data > 480 maka jumlah sampel minimalnya
sebanyak 48 sampel data validasi
7) Buat kertas kerja validasi, kertas kerja validasi sama dengan kertas
kerja pada profil indikator mutu

99
8) Lakukan pengumpulan data validasi oleh validator
9) Hitung hasil validitas dengan menggunakan dengan
membandingkan hasil data orang pertama dengan validator dengan
rumus sebagai berikut :

(P2 dikatakan valid bila nilai P2 ≥ 90% atau nilai P2 berada pada
rentang P1 - x dan atau P1 + x)
Ket : First Abstractor / Pengumpul Data Pertama (P1)
Second Abstractor / Pengumpul Data Kedua (P2)

10) Bandingkan hasil data orang pertama (First Abstractor) dengan


orang kedua (Second Abstractor) dikalikan dengan 100%. Hasil
data perbandingan dengan akurasi ≥ 90% dikatakan sebagai data
valid/akurat
11) Lakukan review terhadap hasil yang tidak valid atau jika ada
elemen data yang ditemukan tidak sama dalam rekam medis,
dengan catatan alasannya seperti definisi, numerator dan
denominator yang tidak jelas.
12) Lakukan tindakan korektif dari validator untuk yang tidak valid,
berupa pendekatan untuk membuat keputusan dan pemahaman
yang sama pada kedua abstraktor dalam mengulas definisi
operasional, numerator dan denominator.
13) Lakukan ulasan elemen data yang didokumentasikan untuk
numerator dan denominator dan pastikan kedua abstraktor
konsisten bagaimana data diabstraksi.
14) Latih ulang/edukasi untuk pengumpul data dan pihak yang terkait
indikator tersebut
15) Lakukan validasi ulang setelah tindakan korektif
16) Buat laporan hasil validasi
17) Lakukan validasi kembali jika ada perubahan PIC pengumpul data,
sumber data, numerator, denomerator, sistem RM menjadi E-RM
dan data yang dihasilkan dari pengukuran sebelumnya berubah
tanpa alasan yang jelas

100
18) Lakukan publikasi terkait data valid dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Data mutu bukan insiden / Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
di rumah sakit
b) Hasil data mutu valid (jika hasil akurasinya ≥ 90 %)
c) Data mutu disetujui oleh Direktur Utama
d) Unggah data dalam webside di satu pintu yaitu Humas
e) Publikasikan data melalui intranet
f) Publikasikan data melalui papan informasi
g) Publikasi data melalui presentasi rapat mutu

i. Dokumen
Profil Indikator Yang Divalidasi
Sesuai dengan indikator yang disetujui untuk
Judul Indikator divalidasi

Numerator Sesuai profil indikator


Denominator Sesuai profil indikator

Kriteria Eksklusi Jika ada yang harus dieksklusi


Data dari RM yang diambil secara retrospectif
Sumber Data sesuai
denominator
Capaian Indikator Jumlah capaian Bulan sebelumnya
Berapa Pasien? / Berapa RM/Sampel
Jumlah Data Original Populasi/kasus

Jumlah Sampel
Validasi Lihat Initial Sampel Size Validasi

Justifikasi Perlu Sesuai Dengan Ketentuan Validasi


Validasi
Lihat Ukuran Sampel Validasi dan cara
Metode Validasi pengambilan jumlah
sampelnya
Hasil dari pengumpulan data oleh second
Hasil Validasi abstractor
Perhitungan first abstractor dengan second
Hasil Analisis abstractor

Kesimpulan Sudah Akurat/Belum Akurat?


Rencana Tindak Tindkan korektif / Upaya Apa Yang Dilakukan
Lanjut Agar Target
Tercapai Dan Datanya Akurat/Valid dan perlu
divalidasi lagi apa

101
tidak

Form Rekapan Hasil Validasi Data

HASIL
%
CAPAIA
N HASIL KET
VALID First (Valid
ORANG ASI =
STAND Abstract
N AR INDIKATO PERTA or jika
O R MA (Second nilai
QPS Abstrac dengan validas
(First tor) i
Abstract Second
or) (%) Abstract ≥ 90%)
or
(%)
1
2
3
4 dst

3. BENCHMARKING DATA MUTU


a. Definisi
Beberapa definisi yang harus dipahami dalam hal melaksanakan
benchmarking mutu adalah sebagai berikut:
1) Benchmarking didefinisikan sebagai proses perbaikan mutu
dimana organisasi mengukur performance dengan
membandingkan nya dengan organisasi lain yang terbaik,
menentukan bagaimana Rumah Sakit mencapai performance
nya dan menggunakan infromasinya untuk meningkatkan
performance nya (Sower, Duffy dan Gerald 2008).

2) Benchmark Data Mutu adalah membandingkan hasil pencapaian


data mutu internal rumah sakit dengan data mutu rumah sakit lain,
evidence base dan ketentuan lainnya untuk membantu rumah sakit
memahami sumber dan sifat perubahan yang tidak dikehendaki
serta membantu fokus pada upaya perbaikan.
3) Data Mutu adalah data pencapaian hasil pemantauan indikator
mutu sesuai dengan standar PMKP 3 yang telah dilakukan analisis.

102
4) Proses analisis komparasi sesuai Standar PMKP 4.2 yaitu, Proses
analisis dilakukan dengan membandingkan secara internal,
membandingkan dengan rumah sakit lain bila tersedia, dan
membandingkan dengan standar keilmuan serta membandingkan
dengan praktek yang baik. Maksud dan tujuannya sebagai berikut:
Sasaran dari analisis data adalah agar dapat dilakukan
perbandingan bagi rumah sakit melalui empat cara:
a) Dengan diri sendiri dalam waktu tertentu, seperti dari bulan ke
bulan atau satu tahun ke tahun berikutnya.
b) Dengan rumah sakit luar yang memiliki performance yang baik
c) Dengan standar, seperti ditetapkan oleh badan akreditasi,
ikatan profesional atau menggunakan ketentuan yang
ditetapkan dalam undang-undang atau peraturan.
d) Dengan database external yang didapatkan dari literature yang
diakui referensinya sebagai acuan praktek yang paling baik
5) Proses benchmarking harus memenuhi prinsip prinsip yang
ditentukan oleh standar Etika benchmarking Internasional (Sower,
Duffy dan Gerald 2008) yaitu :
a) Prinsip legalitas
b) Prinsip pertukaran/exchange
c) Prinsip kerahasiaan/confidentiality
d) Prinsip Penggunaan
e) Prinsip Kontak dengan orang pertama/first party contact
f) Prinsip kontak dengan orang ketiga/third party contact
g) Prinsip penyelesaian/completion
h) Prinsip pemahaman and tindak lanjut/understanding and
action.

103
b. Ruang Lingkup Benchmarking

Ruang lingkup kegiatan benchmarking data mutu Rumah Sakit adalah


sebagai berikut:
1) Unit Penjaminan Mutu
a) Memastikan data hasil pencapaian indikator mutu pada periode
satu tahun telah selesai di analisis dan siap untuk dilaksanakan
benchmark
b) Melakukan koordinasi dengan Direksi menentukan rumah sakit
yang akan dimohon benchmark data mutu
c) Melakukan browsing di internet untuk mencari literature terkini
dari external database baik dari jurnal maupun organisasi
professional lainnya
d) Melakukan koordinasi lanjutan dengan rumah sakit lain, untuk
memastikan data benchmark telah diterima dan dilengkapi
untuk dikirim kembali ke RSIA Mutiara Bunda Salatiga
e) Melakukan analisis komparasi hasil pencapaian indikator mutu
RSIA Mutiara Bunda Salatiga dengan data benchmark Rs luar
dan literature yang terkini dan mengambil suatu kesimpulan
bagaimana level performance RSIA Mutiara Bunda Salatiga
dibandingkan dengan data lain untuk membantu RS belajar dari
data external dan melakukan upaya perbaikan
f) Membuat laporan dalam bentuk laporan tahunan atas hasil
analisis komparasi nilai pencapaian indikator mutu yang telah
di benchmark kepada Direktur Utama.
2) Sub Bagian Tata Usaha
a) Melayangkan surat baik secara elektronik maupun Pos sesuai
dengan alamat Rumah Sakit yang akan dilakukan Benchmark
b) Menerima balasan surat permohonan benchmark dengan data
yang sudah terisi sesuai denganform isian, kemudian
meneruskan ke Unit Penjaminan Mutu
3) Direktur Utama
a) Menyetujui dan menandatangani surat permohonan benchmark
ke rumah sakit lain

104
b) Menerima laporan hasil benchmark dalam bentuk analisis
komparasi
c) Memberi rekomendasi terkait laporan

c. Tata Laksana Benchmarking

Prosedur tata laksana kegiatan Benchmark Data di RSIA Mutiara


Bunda Salatiga adalah sebagai berikut:
1) Unit Penjaminan Mutu memastikan data hasil pencapaian indikator
mutu pada periode satu tahun telah selesai di analisis dan siap
untuk dilaksanakan benchmark
2) Unit Penjaminan Mutu melakukan koordinasi dengan Direksi
menentukan rumah sakit yang akan dimohon benchmark data mutu
3) Melakukan browsing di internet untuk mencari literature terkini
dari external database baik dari jurnal maupun organisasi
professional lainnya
4) RSIA Mutiara Bunda Salatiga melalui Direktur Utama membuat
surat permohonan benchmark ke rumah sakit lain
5) Bagian Tata Usaha mengirim surat baik secara elektronik maupun
Pos sesuai dengan alamat Rumah Sakit yang akan dilakukan
Benchmark
6) Unit Penjaminan Mutu melakukan koordinasi lanjutan dengan
rumah sakit lain, untuk memastikan data benchmark telah diterima
dan dilengkapi untuk dikirim kembali ke RSIA Mutiara Bunda
Salatiga
7) Bagian Tata Usaha menerima balasan surat permohonan
benchmark dengan data yang sudah terisi sesuai dengan form isian,
kemudian meneruskan ke Unit Penjaminan Mutu
8) Unit Penjaminan Mutu melakukan analisis komparasi hasil
pencapaian indikator mutu yang telah dibenchmark untuk
memberikan gambaran pencapaian data mutu di RSIA Mutiara
Bunda Salatiga kepada Direktur Utama dalam bentuk laporan
tahunan

105
4. ROOT CAUSE ANALYSIS (RCA)
a. Langkah Analisis Akar Masalah
Sesuai dengan panduan Joint Commission International, terdapat 4
bagian besar langkah analisis akar masalah. Keempat bagian besar
langkah ini diuraikan lebih lanjut menjadi 21 langkah.

Persiapan analisis
akar masalah

Penentuan apa yang


terjadi dan
mengapa:
penetapan
proximate causes

Identifikasi akar
masalah

Penyusunan dan
Implementasi
Actions for
Improvement

Diagram. Tahap analisis akar masalah

Langkah-langkah analisis akar masalah (21 langkah) sebagai berikut:


1) Persiapan Analisis Akar Masalah
(1) Menyusun tim
(2) Menetapkan masalah
(3) Mempelajari masalah lebih lanjut

106
2) Penentuan Apa yang Terjadi dan Mengapa: Penentuan
Proximate Causes
(4) Menetapkan apa yang terjadi
(5) Mengidentifikasi faktor yang berkontribusi atas terjadinya
masalah
(6) Mengidentifikasi faktor pendukung lain
(7) Mengukur – mengumpulkan dan menganalisis data untuk
menetapkan proximate causes dan underlying causes.
(8) Merencanakan dan melaksanakan perubahan segera yang dapat
dilakukan
3) Identifikasi Akar Masalah
(9) Mengidentifikasi sistem yang terlibat
(10) Merinci daftar akar masalah
(11) Mengkonfirmasi akar-akar masalah dan mempelajari
hubungannya
4) Penyusunan dan Implementasi Actions for Improvement
(12) Mengeksplorasi dan mengidentifikasi strategi pengurangan
risiko
(13) Menyusun langkah perbaikan
(14) Evaluasi langkah perbaikan yang telah disusun
(15) Merancang perbaikan
(16) Memastikan akseptabilitas langkah perbaikan
(17) Melaksanakan langkah perbaikan
(18) Merumuskan cara pengukuran efektivitas langkah perbaikan
(19) Melakukan evaluasi seluruh upaya perbaikan
(20) Mengambil langkah tambahan
(21) Mengkomunikasikan hasil

b. Uraian Langkah-Langkah RCA


Masing-masing langkah diuraikan menjadi lebih sederhana sebagai
berikut.

LANGKAH 1: INISIASI DAN MERUMUSKAN MASALAH


Objektif : Menginisiasi tim dan merumuskan masalah

107
Hasil : Terbentuk Tim RCA
Terdapat rumusan masalah
Tim memahami awal masalah
Form : Peran, kualifikasi dan uraian tugas masing-masing anggota tim

1) Membentuk Tim RCA


a) Tim dibentuk secara ad hoc, terdiri dari :
(1) staf yang berkaitan dengan bidang yang berhubungan dengan
kejadian yang tidak diharapkan
(2) staf yang memiliki tugas untuk meningkatkan mutu pelayanan.
(3) staf yang memililki kewenangan untuk memutus
(4) staf yang memiliki pengetahuan yang luas mengenai pelayanan
kesehatan.
(5) Keikutsertaan staf yang terkait langsung dimungkinkan namun
harus disesuaikan dengan kejadian tergantung dengan situasi
dan kondisi. Selain itu juga dapat diikutsertakan, atau
(6) Jumlah anggota tim tidak lebih dari 9 (Sembilan) orang.
b) Ahli dapat dihadirkan dalam pertemuan tim sewaktu-waktu
diperlukan.
c) Pemimpin atau ketua tim harus merupakan orang yang memiliki
pengetahuan, minat dan kemampuan untuk melakukan RCA.
Pemimpin berperan sebagai fasilitator yang mampu membangun
komunikasi terbuka dan mengaktifkan partisipasi anggota tim.

2) Merumuskan masalah
a) Masalah yang akan dianalisis menggunakan RCA adalah kejadian
sentinel atau kejadian yang menyebabkan kematian atau cedera
berat atau kasus yang setelah dilakukan grading memerlukan
analisis RCA.
b) Kejadian yang akan dianalisis berfokus kepada kejadian “salah”
bukan mengapa kejadian tersebut terjadi. Merumuskan kejadian
dengan menggunakan kata tanya: Apa, Siapa, Dimana, Kapan dan
Bagaimana.
c) Kejadian didefinisikan dengan satu-dua kalimat pernyataan yang
sederhana. Misal: operasi dilakukan pada area yang salah.

108
LANGKAH 2: MERUMUSKAN ALUR PERISTIWA YANG TERJADI
Objektif : melakukan pengumpulan datadan pemetaan peristiwa
Hasil : alur peristiwa
Form : daftar bukti-bukti: wawancara, bukti fisik lainnya
1) Melakukan pengumpulan data: kronologis, laporan keselamatan
pasien, wawancara, observasi. Pengumpulan data dicatat dalam bentuk
tertulis, foto-foto, rekaman wawancara, dan rekaman video.
Pengumpulan data akan menghasilkan data berupa pernyataan saksi
dan observasi, bukti fisik dan bukti dokumen.
2) Melakukan wawancara dengan menggunakan pertanyaan terbuka dan
pada akhir wawancara dilakukan konfirmasi terhadap hasil wawancara
tersebut untuk memastikan kesesuaian informasi yang dicatat dengan
yang disampaikan saat wawancara.
3) Melakukan pemetaan urutan kejadian dengan menggunakan satu
kalimat berisi 1 subjek dan 1 predikat. Alur berjalan secara linier yang
dimulai dari kejadian yang paling lampau hingga kejadian yang tidak
diharapkan.

LANGKAH 3: MENETAPKAN CRITICAL EVENT


Objektif : menentukan Primary Effect (PE) berdasarkan hasil
brainstorming
tim
Hasil : disepakatinya PE
Form : Analisis Perubahan
1) Setelah menetapkan alur kejadian dari kejadian masa lampau hingga
kejadian yang tidak diharapkan, maka selanjutnya dilakukan
penentuanPE.
2) Kejadian kritis disebut juga sebagai Primary Effect, yang merupakan:
a) Peristiwa yang jika tidak ada maka kejadian yang tidak diharapkan
tersebut tidak terjadi.
b) Dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang terdiri dari kata benda
dan kata kerja.
c) Memiliki lokasi dan waktu yang dapat ditentukan.

109
d) Titik awal untuk bertanya MENGAPA di dalam mencari akar
masalah (Five Why)
3) Menentukan primary effect dapat dilakukan dengan menggunakan
analisis komparasi yaitu mengidentifikasi gap yang terjadi antara
proses yang telah ditetapkan sebelumnya dengan fakta pelaksanaan
proses yang menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan.
4) Menetapkan primary effect dilakukan berdasarkan kesepakatan
anggota Tim.

LANGKAH 4: MENETAPKAN AKAR MASALAH (tambahkan


gambar dan slide)
Objektif : menemukan akar masalah dengan metode 5 Why
Hasil : diperoleh daftar akar masalah
Form : 5 Why dan Fish Bone
1) Titik awal untuk mencari akar masalah dimulai dari Primary Effect
dengan menggunakan pertanyaan MENGAPA PRIMARY EFFECT
tersebut terjadi.
2) Penyebab dari primary effect dirumuskan dalam dua hal, yaitu AKSI
DAN KONDISI.
3) AKSI merupakan perbuatan manusia yang menyebabkan terjadinya
PE, sedangkan KONDISI adalah faktor-faktor yang berkontribusi
terjadinya PE (akibat).
4) Faktor kontribusi tersebut dapat berupa peralatan, lingkungan,
informasi dan human factor. Yang dimaksud sebagai human factor
adalah situation awareness, kerja sama tim, kepemimpinan,
pengambilan keputusan, stress, kelelahan, dan komunikasi.
5) Setiap AKSI dan KONDISI harus didukung oleh bukti-bukti yang
didapat melalui investigasi.
6) Dalam menentukan KONDISI dapat dibantu antara lain dengan
metode tulang ikan (fish bone method).
7) Setiap KONDISI yang diidentifikasi dicari penyebabnya dengan
metode 5 WHY yang menghasilkan AKSI dan KONDISI kembali,
dan demikian seterusnya sampai 5 kali. Hanya KONDISI lah yang
dicari penyebabnya. Biasanya jika sudah dilakukan sebanyak lima kali
maka akan ditemukan akar masalah.

110
8) Dalam mengidentifikasi KONDISI, tim tetap berfokus kepada proses
bukan kepada individu.
9) Setelah mengetahui akar masalah, tim mengkaji situasi/proses di
dalam pelayanan rumah sakit berkaitan dengan akar masalah dan
penting untuk dikelola.
10) Pengelolaan tersebut dilakukan dengan mencari barrier atau
penghalang agar kejadian tersebut tidak terulang kembali.

LANGKAH 5: MENETAPKAN UPAYA PENANGGULANGAN


RISIKO
Objektif : menemukan upaya penanggulangan risiko
Hasil : rekomendasi upaya penanggulangan risiko.
Form : Daftar barrier
1) Strategi menurunkan risiko adalah melalui pendekatan sistem, bukan
melalui pendekatan individu. Terdapat tiga upaya penanggulangan
risiko, yaitu:
a) mencegah terjadinya error,
b) melindungi pasien dari dampak error jika terjadi, atau
c) melakukan mitigasi error yang dapat mencederai pasien.
2) Yang menjadi titik penekanan pembuatan strategi adalah hal-hal yang
paling mungkin untuk terjadi kegagalan dan harus dieliminasi dari
proses tersebut. Dimulai dari situasi/proses yang berkaitan dengan akar
masalah untuk mencegah berulangnya PE dengan menciptakan
penghalang (barrier).
3) Penghalang tersebut dapat dilakukan dalam bentuk penghalang fisik,
penghalang natural, penghalang tindakan manusia dan penghalang
administrasi, yaitu:
a) Menggunakan sistem proaktif untuk mencegah kegagalan.
b) Membuat sistem yang yang mudah dan aman untuk dilakukan
c) Membuat desain sistem yang paling sulit untuk terjadi
kesalahan
d) Prosedur dibuat sederhana dan sesuai standar
e) Membuat suatu sistem yang mampu mendeteksi kegagalan.
f) Membuat prosedur otomatis

111
g) Pastikan pelatihan dan proses asesmen kompetensi.
h) Memastikan suatu sistem pelaporan non punitive terhadap
kejadian nyaris cedera
i) Mengeliminasi titik-titik risiko.
4) Dilakukan brainstorming bentuk-bentuk penghalang/barrier dan
dibuat skala 1 (paling tidak efektif) hingga 6 (paling efektif).
Menetapkan skala tersebut dilakukan dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
a) Kemungkinan keberhasilan untuk mencegah terjadi ulangnya
kejadian
b) Kesesuaian dengan visi dan misi Rumah Sakit
c) Risiko
d) Mampu laksana
e) Kemungkinan barrier tersebut untuk menimbulkan kejadian
tidak diinginkan yang lain
f) Dapat diterima oleh pihak manajemen, dokter dan staf lainnya.
g) Adanya kendala terhadap pelaksanaan barrier tersebut.
h) Waktu implementasi
i) Solusi jangka pendek vs solusi jangka panjang
j) Biaya
k) Kemampuan untuk diukur keberhasilannya

5) Rekomendasi penghalang tersebut disampaikan kepada pimpinan


fasilitas pelayanan kesehatan untuk dilakukan uji coba dan
implementasi.

LANGKAH 6: UJI COBA PENANGGULANGAN RISIKO


Objektif : melakukan uji coba terhadap barrier ditetapkan oleh pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan
Hasil : menemukan proses yang telah teruji efektif
Form : Rekomendasi barrier
1) Memilih uji coba terhadap barrier/upaya penanggulangan risiko yang
paling efektif
2) Teknik uji coba dapat menggunakan PDSA (Plan,Do,Study Act), yaitu
:

112
a. Plan (Rencana)
(1) Membuat atau mendesain atau mendesain ulang proses atau
memperbaiki proses yang telah ada.
(2) Menetapkan cara untuk uji terhadap proses tersebut
(3) Menetapkan tolok ukur keberhasilan strategi dan tujuan
yang ingin dicapai
(4) Menetapkan cara mengumpulkan data untuk menilai
keberhasilan
(5) Menetapkan tim untuk melakukan pengujian

b. Do (Pelaksanaan)
(1) Melakukan proses yang akan dilakukan pada area kecil
(2) Mengumpulkan data keberhasilan pelaksanaan strategi.
(3) Menetapkan hasil pengujian
(4) Memutuskan apakah perubahan pada proses berhasil atau
tidak
(5) Mengidentifikasi pelajaran yang dapat ditarik dari proses
uji coba

c. Study (Analisis)
(1) Menganalisis hasil dari uji proses
(2) Memutuskan apakah perubahan terhadap proses berhasil
atau tidak
(3) Mengidentifikasi dan menarik pelajaran yang dapat terjadi

d. Act (Implementasi)
(1) Jika uji coba berhasil, implementasi proses harus
dilaksanakan
(2) Jika uji coba tidak berhasil, dilakukan modifikasi dan siklus
uji coba diulang kembali
(3) Identifikasi pelajaran yang dapat ditarik.

3) Teknik uji coba proses dapat juga dilakukan dengan Failure Mode
and Effect Analysis (FMEA).
Tahap dalam melakukan FMEA adalah sebagai berikut:

113
a. Memilih proses yang berisiko dan membentuk tim
b. Membuat diagram proses tersebut
c. Melakukan “brainstorming” potensi terjadi kegagalan dan
menentukan efek yang dapat terjadi jika proses mengalami
kegagalan.
d. Membuat prioritas terhadap bentuk kegagalan yang mungkin
terjadi dalam proses.
e. Identifikasi akar masalah dari kegagalan yang mungkin terjadi
tersebut.
f. Dilakukan redesain proses.
g. Analisis dan uji proses yang baru tersebut.
h. Proses yang telah diredesain diimplementasi dan tetap
dilakukan pengawasan.

LANGKAH 7: IMPLEMENTASI UPAYA PENANGGULANGAN


RISIKO
Objektif : penerapan kebijakan upaya penanggulangan risiko dan
melalukan monitoring serta evaluasi upaya tersebut.
Hasil : Kebijakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
1) Setelah tim mengidentifikasi apa yang terjadi atau mungkin terjadi,
akar masalah dan aksi perbaikan proses yang akan dilakukan, tim
membuat laporan tertulis agar permasalahan dapat dipahami oleh
pimpinan dan dapat diimplementasi upaya penanggulangan risiko
tersebut.

2) Format Pelatihan RCA di RS


Bentuk pelatihan, apa saja yang dikerjakan, bagaimana materi, teknik
penyampaian, peserta dll

5. MANAJEMEN RISIKO
a. Definisi
1) Tata kelola klinis adalah suatu kerangka kerja yang meliputi
seluruh kerangka kerja organisasi termasuk seluruh staf dapat
memberikan pelayanan kepada pasien dengan kualitas pelayanan

114
klinis yang terukur dan akuntabel. Kerangka kerja ini telah
disetujui sebagai
sistem dan proses untuk kontrol perbaikan kualitas pelayanan yang
berorientasi bagi pasien.
2) Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai proses yang
berkelanjutan sistematis mengidentifikasi, mengevaluasi dan
mengelola risiko dengan tujuan mengurangi dampak yang
merugikan bagi organisasi dan individu. Dengan penekanan pada
perubahan budaya kerja dari organisasi dan manajemen
pencegahan
3) Risiko klinis adalah semua risiko yang dapat dikaitkan langsung
dengan pelayanan medis, dan layanan lain yang dialami pasien di
institusi kesehatan. Seperti manajemen farmasi, masuk dan keluar
dari rumah sakit, pengendalian infeksi, kecukupan jumlah perawat
yang melayani, dan sebagainya.
4) Risiko non-medis dapat berupa risiko organisasi, serta risiko
keuangan. Risiko organisasi yang secara langsung berkaitan
dengan komunikasi, layanan produk, perlindungan data, sistem
informasi dan semua risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian
tujuan organisasi. Risiko dalam hal keuangan yang pasti dapat
mengganggu kontrol keuangan yang efektif, termasuk sistem yang
harus mampu untuk memberikan catatan akuntansi yang baik.

b. Tujuan
Untuk menjamin keamanan pasien, staf dan masyarakat dan untuk
memberikan kualitas, pelayanan berpusat pada pasien dalam mencapai
hasil yang sangat baik serta dapat mempromosikan penggunaan terbaik
dari sumber daya yang ada, melalui pendekatan terpadu untuk
mengelola risiko dari semua sumber.

Tujuan Strategis dari Kebijakan dan Manajemen Risiko RSIA Mutiara


Bunda Salatiga adalah:

115
1. Sebagai pedoman penerapan manajemen risiko yang terintegrasi
dengan tata kelola klinis untuk meningkatkan tata kelola
perusahaan yang baik di semua tingkat organisasi.
2. Untuk memberikan peran yang jelas, tugas dan tanggung jawab
staf dengan manajemen risiko.
3. Untuk memberikan budaya terbuka di mana orang merasa terpacu
untuk mengambil tanggung jawab untuk meminimalkan risiko
4. Untuk mengembangkan budaya belajar untuk mendukung
perbaikan keselamatan pelayanan
5. Untuk menyediakan manajemen risiko yang terintegrasi ke dalam
proses bisnis rumah sakit untuk memenuhi persyaratan akreditasi

c. Ruang Lingkup
Struktur tata kelola dari manajemen risiko meliputi:
1. Peran rumah sakit dan Tanggung Jawab Manajemen Risiko
a. Direktur Utama
Direktur Utama bertanggung jawab secara menyeluruh untuk
implementasi dari manajemen risiko di rumah sakit. Direktur utama
Memastikan bahwa tanggungjawab dan koordinasi dalam hal
manajemen risiko dilaksanakan dengan baik. Dalam hal
pengembangan strategi manajemen risiko ini Direktur Utama
mendelegasikan tanggungjawabnya kepada Para Direktur sesuai
areanya untuk memastikan bahwa proses manajemen risiko telah
dikoordinasikan serta sesuai dengan tujuannya.
b. Direktur Medik dan Keperawatan
Direktur Medik dan Keperawatan memiliki tanggung jawab
keseluruhan untuk memimpin, dan pengiriman, agenda
keselamatan pasien dan untuk memastikan kualitas dan terbaik
hasil klinis mungkin, serta memungkinkan staf medis untuk
mencapai hasil yang lebih baik dan layanan yang aman.
Bertanggung jawab untuk koordinasi antar departemen dalam
pelaksanaan manajemen risiko
Direktur Medis memiliki tanggung jawab keseluruhan untuk
kebijakan insiden serius dan proses yang terjadi
c. Direktur SDM dan Pendidikan.

116
Direktur Sumber Daya Manusia dan Pendidikan bertanggung jawab
untuk manajemen sumber daya manusia dan pendidikan terkait
dengan keselamatan dan manajemen risiko pendidikan.
Memastikan dan program pembelajaran diidentifikasi, dilaksanakan
dan dievaluasi.
Memastikan laporan insiden yang terkait dengan kesempatan
belajar bagi staf diidentifikasi dan diimplementasikan, Bertanggung
jawab untuk program pelatihan manajemen risiko.

d. Direktur Umum dan Operasional


Direktur Umum dan Operasional bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa program yang komprehensif dari penilaian
risiko diterapkan di semua bidang termasuk infrastruktur,
pemeliharaan, kebakaran dan pengelolaan limbah Bertanggung
jawab untuk memastikan monitoring dan evaluasi

e. Direktur Keuangan
Direktur Keuangan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
perencanaan dan pelaksanaan manajemen risiko
keuanganMemberikan bantuan analisis biaya manfaat Mengelola
biaya dukungan untuk manajemen risiko Memantau pelaksanaan
manajemen risiko keuangan

f. Kepala Bagian/Bidang/Instalasi
1) Bertanggung jawab untuk memastikan sistem manajemen
risiko di tempat untuk mengidentifikasi, menilai dan mengelola
risiko melalui risk register
2) Memastikan sistem yang efektif bekerja untuk pelaporan,
pencatatan dan investigasi terhadap semua efek samping,
seperti insiden serius, insiden, nyaris, keluhan dan klaim.
3) Bertanggung jawab untuk tindakan yang tepat
diimplementasikan di unit mereka untuk mengurangi risiko
4) Memastikan kepatuhan staf mereka dengan prosedur dan
standar diidentifikasi

117
5) Memastikan pendidikan dan pembelajaran di antara staf dengan
manajemen risiko dibagi di unit mereka
6) Untuk memberikan koordinasi lintas departemen dalam proses
manajemen risiko

g. Unit Penjamin Mutu


1) Bertanggung jawab untuk memastikan pengukuran beberapa
data yang terkait dengan manajemen risiko
2) Melakukan analisis dan tren
3) Memberikan pelatihan komprehensif untuk data kualitas

h. Tim Keselamatan pasien


1) Tim Keselamatan pasien bertanggung jawab untuk
mengumpulkan laporan kejadian, memberikan laporan, analisis
dan mengidentifikasi tren
2) Melakukan Root Cause Analysis (RCA) untuk laporan kejadian
dan mengidentifikasi tren insiden keamanan.
3) Melakukan keselamatan pasien pelatihan komprehensif untuk
semua staf
i. Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1) Mengidentifikasi risiko karyawan dan pasien
2) Mengidentifikasi risiko non klinis untuk pengunjung
3) Membangun program kesehatan dan keselamatan kerja untuk
staf
4) Menyiapkan rekomendasi atas kejadian kecelakaan non klinis
terkait dengan kesehatan kerja
j. Tim Manajemen Risiko
1) Membuat program manajemen risiko
2) Membuat risk
3) Memastikan integrasi manajemen risiko antar unit kerja
4) Membuat FMEA
5) Melakukan rapat setiap 6 bulan
6) Mengadakan training manajemen risiko

118
2. Keterlibatan Staf
Rumah Sakit mendorong semua staf di semua tingkatan untuk
terlibat dalam manajemen risiko dan mendorong staf untuk bekerja
dengan budaya yang kuat untuk meningkatkan kekhawatiran
tentang masalah risiko. Rumah Sakit mendorong keterlibatan staf
melalui beberapa mekanisme termasuk:
a. Induksi / program orientasi
b. Strategi dalam manajemen risiko
c. Budaya keselamatan
d. Sistem pelaporan kejadian

3. Keterlibatan pasien dan keluarga pasien


Rumah Sakit mendorong pasien dan keluarga mereka terlibat
dalam manajemen risiko melalui beberapa mekanisme termasuk:
a. Memberikan persetujuan umum yang mencakup hak pasien dan
tanggung jawab untuk melaporkan acara / situasi yang
menyebabkan keselamatan mereka
b. Komplain formal dan informal
c. Survey kepuasan pasien

d. Tata Laksana Manajemen Risiko


1. Proses Manajemen Risiko
Pedoman manajemen risiko untuk RSIA Mutiara Bunda Salatiga
dibagi dalam 5 langkah merujuk dari Clinical Risk Management
Guidelines for the Western Australian Health System

119
Figure 1 : Risk Management Process

Menegakkan Konteks

ltasi

Monitoring da
Kons

Identifikasi Risiko

n Review
u
n
a

Analisis Risiko
i d
s

RI S K A S S E S M E N
ni
k
a

Evaluasi Risiko
mu
Ko

Kelola Risiko

RI S K R E G I S T E R

120
(1) MENEGAKKAN KONTEKS
Menegakkan konteks mengacu pada parameter organisasi dan lingkungan
di mana proses manajemen risiko klinis harus dilakukan, tujuan dari
kegiatan risiko dan konsekuensi potensial yang bisa timbul dari pengaruh
internal dan eksternal.
a. Menagakkan Konteks manajemen Risiko
Tujuan, sasaran, strategi, ruang lingkup dan parameter aktivitas, atau
bagian dari organisasi dimana proses manajemen risiko sedang
diterapkan, harus ditetapkan terlebih dahulu. Proses ini harus
dilakukan dengan penuh pertimbangan dari kebutuhan untuk
menyeimbangkan biaya, manfaat dan peluang. Sumber daya yang
diperlukan dan catatan untuk disimpan juga harus ditentukan.
Pengaturan ruang lingkup dan batas-batas aplikasi manajemen risiko
klinis melibatkan:
1) Mendefinisikan organisasi, proses, proyek atau kegiatan dan
menetapkan tujuan dan sasaran;
2) Menentukan sifat dari keputusan yang harus dibuat;Defining the
extent of the project activity or function in terms of time and location;
3) Mengidentifikasi setiap scoping atau framing studi yang dibutuhkan
dan ruang lingkup, tujuan dan sumber daya yang diperlukan; dan
4) Mendefinisikan kedalaman dan luasnya kegiatan manajemen risiko
klinis harus dilakukan, termasuk inklusi dan pengecualian tertentu.

b. Menegakkan ekternal konteks


Menetapkan konteks eksternal adalah mengidentifikasi siapa stakeholder
terkait dan apa hubungan mereka dengan organisasi Anda. Tujuan dan
kepentingan organisasi-organisasi ini perlu diidentifikasi serta ancaman
atau peluang yang mereka dapat menimbulkan proses manajemen risiko
organisasi Anda.
Hal berikut harus dipertimbangkan:
1) Pengelola, lingkungan peraturan, keuangan dan politik seperti:
meminimalkan gangguan terhadap layanan; persyaratan kerja
Kesehatan dan Keselamatan yang mempengaruhi organisasi Anda;

121
ketersediaan dana dan / atau pembatasan ditempatkan pada
penggunaan dana; - Frame waktu dan arah strategis
2) Kekuatan organisasi, kelemahan, peluang dan ancaman.
3) Pemangku kepentingan eksternal dan driver bisnis utama, seperti: -
penyedia dana; dan - kebutuhan pelanggan / pasien.

c. Menegakkan internal konteks


Penegakkan konteks internal yang perlu untuk memulai dengan
identifikasi pemangku kepentingan internal kunci. Dalam rangka untuk
melakukan proses manajemen risiko klinis, perlu bagi suatu organisasi
untuk memahami dirinya sendiri, dalam hal budaya, struktur, keuangan
dan sumber daya manusia kemampuan, serta tujuan dan sasaran dan
strategi yang berada di tempat untuk mencapai mereka.

Beberapa contoh untuk dipertimbangkan termasuk:


1) Apakah budaya organisasi Anda telah memeluk konsep manajemen
risiko dan strategi
2) Sumber daya keuangan ketersediaan untuk melakukan proses
manajemen risiko
3) Dukungan dari semua pemangku kepentingan internal kunci
4) Tujuan dan sasaran organisasi termasuk manajemen risiko klinis
sebagai prioritas

(2) IDENTIFIKASI RISIKO


Mengidentifikasi risiko klinis mengacu pada identifikasi komprehensif risiko
harus dikelola dengan menggunakan suatu proses yang sistematis terstruktur
dengan baik adalah penting, sebagai risiko potensial tidak diidentifikasi pada
tahap ini dikecualikan dari analisis lebih lanjut dan pengobatan. Semua risiko
material harus diidentifikasi, apakah mereka berada di bawah kendali
organisasi
RSIA Mutiara Bunda Salatiga mungkin memiliki eksposur risiko di banyak
daerah yang berkaitan dengan proses penyediaan pelayanan kesehatan, yang
dapat mengakibatkan risiko klinis spesifik, misalnya (a) Operasional, (b)

122
Keuangan, (c) Sumber Daya, (d) Strategik, (e) Hukum dan (f) Teknologi.
Berikut ini adalah detail area:
a. Termasuk dalam area operasional :
1. Credensialing dan staffing
a) Perjanjian awal (initial appointment)
b) Perjanjian ulang (reappointment)
c) Staf afiliasi (Affiliated staff)

2. Klinis
a) Komunikasi pasien (Patient communication)
b) Catatan perawatan pasien (Patient care record)
c) Kerahasiaan ( Confidentiality)
d) Memberitahukan keputusan yang dibuat (Informed decision making)
e) Protokol menelpon (Telephone Protocol)
f) Informasi diagnose (Tracking Diagnostic Information)
g) Skrening dan monitoring perawatan primer (Primary care screening &
monitoring)
h) Supervisi
i) Kepuasan/ komplin pasien
j) Isu – isu yang dicover (Coverage issues)
k) Kontrol infeksi
l) Keamanan obat
m) Respon gawat darurat
n) Edukasi pasien dan staf

3. Penilaian kewajiban umum (General Liability Assessment Topics):


a) Safety Program (Safety Program)
b) Security Program (Security Program)
c) Management Facility (facilty Management)

4. Parkir (Penerangan, Lokasi, Keamanan) :


a) Prosedur pengontrolan pengunjung
b) Barang – barang berharga (Valuables)

5. Laboratory
a) Reagen exposes

123
b) Specimen exposes

6. Radiology
a) Radiation
b) Reagen exposes

b. Area Keuangan meluputi:


1. Manajemen risiko keuangan
a) Asuransi
b) Asuransi individu
2. Kemampuan untuk meningkatkan modal
3. Billing (reimbursment)
4. Pencatatan & pengumpulan (Billing dan Collection)
5. Kontrak administrasi:
a) Ruang lingkup pelayanan dan metode pembayaran

b) Isi Kontrak (Contractual Term) Risk Sharing Agreement (Risk -


Sharing Agreement)
c) Remidies for breach

c. Area Sumber Daya Manusia meliputi:


1. Ketentuan Pegawai (Employment practices/ Human resources Topics):
a) Kompensasi pegawai
b) Harassment
c) Negligent Firing
d) Diskriminasi
e) Kerahasiaan
f) Pendidikan
g) Kesehatan pegawai
h) Hak dan Kompetensi Staf

2. Isu Lingkungan terkait Pegawai:


a) Keselamatan
b) Keamanan
c) Hazard pekerjaan (Occupational hazard)
d) Hazard lingkungan(Environmental hazard)

124
d. Area Stratejik meliputi:
1. Perencanaan Stratejik dan Misi
2. Bisniss venture: Merger, Joint Ventures)
3. Status Kompetisi
4. Kewajiban pemasaran (Advertising Liability)
5. Risiko Reputasi:
a) Hubungan dgn pasien & masyarakat
b) Hubungan dengan media
c) Pemasaran dan penjualan (marketing & sales)

6. Pelayanan baru & topik pelayanan:


d) Identifikasi kebutuhan asuransi
e) Syarat syarat staf
f) Kebutuhan kontrak
g) Dampak Kompetisi

7. Konstruksi/ renovasi:
a) Ijin
b) Kontrak
c) Pengurangan pelayanan (disruption of services)
d) Hazard (kualitas air, design keselamatan)
e) Approvals

e. Area Hukum dan Peraturan meliputi:


1. Statutes, Standar dan peraturan: regional, state dan impak lokal
2. Licensure
3. Akreditasi
4. Program Corporate Compliance :
a) Indentifikasi faktor – faktor compliance yang berkaitan
b) Komponen Program: Edukasi, Laporan, Pemeliharaan data, Review dan
monitoring
c) Hubungan (Relationship)

f. Area Teknologi meliputi:


1. Informasi sitem
2. Peralatan
3. Teknologi baru

125
4. Pemeliharaan Peralatan

Identifikasi risiko klinis memerlukan tingkat eksekutif dan manajer untuk


memiliki pemahaman yang menyeluruh dari komponen-komponen berikut:
1. Sumber risiko klinis atau bahaya yang memiliki potensi untuk
menyebabkan kerusakan;
2. Acara atau insiden yang terjadi dan dampak pada organisasi atau
pemangku kepentingan internal / eksternal;
3. Identifikasi konsekuensi, hasil atau dampak dari risiko klinis atau
peristiwa / kejadian tentang Organisasi dan stakeholder;
4. Faktor yang berkontribusi (apa dan mengapa) untuk kehadiran risiko
klinis atau bahaya atau peristiwa yang terjadi;
5. Kapan dan di mana akan risiko klinis atau bahaya terjadi

Metode dalam identifikasi risiko :


1. Data yang Pengaduan dari pemasaran dan layanan pelanggan
2. Laporan Insiden di setiap Unit dari tim keselamatan pasien
3. Wawancara/Focus Group Discussion
4. Survey/ questionnaire
5. Audit medis
6. Laporan Sentinel event
7. Analisi SWOT
8. Ronde
9. Facility tour

(3) ANALISIS RISIKO


Analisis risiko mengacu pada proses yang sistematis untuk memahami sifat
risiko dan untuk mengurangi tingkat risiko untuk memisahkan risiko minor
diterima dari risiko utama, dan menyediakan data untuk membantu dalam
evaluasi dan pengobatan mereka.
Analisa risiko terdiri dari Risk grading Matrix, Root Cause Analysis (RCA)
and Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
Risk Grading Matrix: "Risiko sebagai fungsi probabilitas dari suatu peristiwa
yang tidak diinginkan, dan tingkat keparahan atau besarnya dampak dari
insiden”

126
Risk = Probability (of the event) X Impact (Consequence)

Tabel 1. PROBABILITY / FREQUENSI /LIKELIHOOD

Level DESKRIPSI

1 Sangat Jarang (>5 thn/x)

2 Jarang (> 2-5 thn/x)

3 Mungkin (1-2 thn/x)

4 Sering (Bebrp x /thn)

5 Sangat Sering

(Tiap mgg /bln)

Level DESKRIPSI
1 Sangat Jarang (>5 thn/x)
2 Jarang (> 2-5 thn/x)
3 Mungkin (1-2 thn/x)
4 Sering (Bebrp x /thn)
5 Sangat Sering
(Tiap mgg /bln)

127
Tabel 2. Skor dampak

1 2 3 4 5

INSGNIFI MODER CATASTR


CANT MINOR ATE MAJOR OPHIC

Berkuran
gnya
fung motori
Dapat si k / Cedera
diatasi luas
sensorik
CIDERA dengan Kehilang
an
Tidak ada Set kasus
pertolonga iap uta Kematian
cedera
PASIEN n fungsi ma
yang perma
pertama nent
memperpan
jang
perawatan
PELAYA
NAN/ TERHENTI TERHENT TERHENTI TERHENT TERHENT
OPERAS LEBIH I LEBIH LEBIH I LEBIH I
IO DARI 1 DARI 8 DARI 1 DARI 1 PERMANE
JAM JAM HARI MINGGU N
NAL
KERUGIA KERUGIA KERU KERUGIA
N N LEBIH GIAN N LEBIH
BIAYA / LEBIH LEBIH
KERUGIAN DARI DARI 0,25 DARI
KEUAN KECIL 0,1% % 0,5% DARI 1%
GAN ANGGAR ANGGARA ANGGAR ANGGARA
AN N AN N

MEDI MEDIA
- MEDIA A NASIONA
LOKAL MEDIA NASI L
PUBLIK - LOKAL ONAL LEBIH
ASI RUMOR - WAKTU WAKTU KURANG DARI 3
- LAMA DARI 3
SINGKAT HARI
HARI
DAMPAK DAMPAK DAMPAK
KECIL BERMAKN SERIUS
THD A THD THD
MORIL MO MORIL MENJADI
REPUTA KARYAW RIL KARYAW MASALAH
SI RUMOR AN DAN KARYAW AN DAN BERAT
KEPERCA AN DAN KEPERCA
YAAN KEPERCA YAAN BAGI PR
MASYAR YAAN MASYAR
AKAT MASYARA AKAT
KAT

128
129
Tabel 3. Matrix Assessment

Potencial Concequences / Impact

Frekwensi/ Insignifican
t Minor Moderate Major Catastropic
Probability
Likelihood 1 2 3 4 5

Sangat sering
Modera Extre
(Tiap mgg /bln) Moderate te High me Extreme
5
Sering (Bebrp x
/thn) Modera Extre
Moderate te High me Extreme
4
Mungkin (1-2 Modera
thn/x) te Extre
Low High me Extreme
3

Jarang (2-5
thn/x) Moderate
Low Low High Extreme
2

Sangat
jarang(>5
Moderate
thn/x) Low Low high Extreme
1
Tindakan:

Risiko
Risiko rndah, Risiko Tinggi, ekstrim,
Risiko sdg, dilakukan dilakukan RCA
dilakukan dilakukan RCA paling lama 45 paling
investigasi sederhana hr kaji lama 45
investigasi paling dgn detil &perlu hari
sederhana lama 2 mgg. tindakan membutuh
paling Pimpinan klinis segera kan
sebaiknya menilai serta
lama 1 mgg dampak thd membutuhkan tindakan segera,
biaya dan kelola perhatian perhatian
diselesaikan dg risiko sampai ke
Top manajemen
prosedur rutin direktur

130
(4) EVALUASI DAN PRIORITAS RISIKO
Evaluasi risiko dan prioritas adalah dengan membandingkan tingkat
risiko yang ditemukan selama proses analisis dengan kriteria risiko
yang sebelumnya ditetapkan dan mengembangkan daftar prioritas
risiko untuk tindakan lebih lanjut. Kejadian dengan risiko tinggi akan
diidentifikasi untuk prioritas untuk tindakan lebih lanjut .
Keputusan tentang penerimaan risiko dan perlakuan resiko mungkin
didasarkan pada kriteria klinis, operasional, teknis, keuangan,
hukum, sosial, kemanusiaan atau lainnya. Ini sering tergantung pada
kebijakan internal organisasi, tujuan, sasaran dan kepentingan
stakeholders.
Keputusan apakah risiko klinis dapat diterima atau tidak adalah
dengan mempertimbangkan kepentingan risiko klinis, kebijakan,
program, proses atau kegiatan, tingkat kontrol, potensi dampak biaya,
manfaat dan peluang. Konsekuensi potensial dan risiko ditanggung
oleh pemangku kepentingan lainnya juga harus dipertimbangkan.
Alasan mengapa suatu risiko dapat diterima meliputi:

1. Kemungkinan dan / atau konsekuensi dari risiko yang sangat rendah


sehingga pengobatan spesifik tidak pantas diberikan sumber daya yang
tersedia;
2. Ada kesulitan untuk deteksi untuk risiko.

Jika risiko tidak diterima organisasi, maka tetap harus diperlakukan.


Risiko ini kemudian harus diprioritaskan untuk tindakan manajemen yang
tepat. Pertanyaan kunci dalam evaluasi dan peringkat risiko tersebut kami:
1. Bagaimana tingkat risiko yang dapat diterima klinis?
2. Apa yang dimaksud dengan potensi hasil yang positif dan / atau
negatif?
3. Apa tingkat risiko (misalnya tinggi, menengah, rendah)?
4. Apakah Rumah Sakit memiliki kemampuan untuk mendeteksi risiko?

(5) KELOLA RISIKO

131
Perlakuan resiko melibatkan mengidentifikasi berbagai pilihan untuk
mengobati risiko, menilai pilihan mereka, menyiapkan rencana
penanganan resiko dan mengimplementasikannya. Hal ini meliputi:
a. Alternatif pengelolaan risiko.
(1) Hindari Risiko :
Rumah sakit dapat menghindari risiko dengan memutuskan baik
untuk tidak melanjutkan dengan kegiatan yang mengandung risiko
yang tidak dapat diterima, memilih alternatif kegiatan yang
memiliki lebih sedikit risiko bagi organisasi, atau memilih alternatif
metodologi kurang berisiko atau proses untuk menyelesaikan
kegiatan yang diinginkan
(2) Menurunkan tingkat risiko
Mengurangi tingkat risiko melibatkan pengurangan kemungkinan
dan konsekuensi dari risiko, atau keduanya. Layanan kesehatan
dapat mengurangi kemungkinan risiko klinis melalui peningkatan
kontrol yang ada atau kontrol tambahan
(3) Tranfer Risiko:
Mentransfer risiko klinis mungkin melibatkan berbagi risiko
dengan pihak lain. Sebagai prinsip umum, risiko dapat ditransfer
oleh kontrak, undang-undang, proses administrasi atau asuransi ke
pihak lain yang dapat melaksanakan kontrol yang paling efektif
atas risiko tersebut.
(4) Menerima Risiko :
Menerima risiko dalam organisasi dapat berlangsung dalam situasi
di mana itu adalah baik tidak mungkin atau terlalu mahal untuk
menghindari, mengurangi atau mentransfer risiko ke organisasi
lain.

b. Evaluasi pengelolaan risiko yang dipilih


Masing-masing pilihan pengobatan alternatif harus dievaluasi atas
dasar tingkat pengurangan risiko klinis, dan manfaat atau peluang yang
diciptakan. Berikut proses evaluasi, Rumah Sakit dapat menerapkan
pilihan pengobatan alternatif baik secara individual maupun dalam
kombinasi. Pemilihan opsi pengobatan yang paling tepat akan

132
membutuhkan rumah sakit untuk mengevaluasi biaya pelaksanaan
setiap pilihan terhadap manfaat yang dapat diperoleh dari itu.

c. Mempersiapkan rencana perawatan / Rencana Kontingensi


Ketika mempersiapkan rencana perawatan, rumah sakit harus
mendokumentasikan bagaimana pilihan pengobatan yang dipilih (s)
akan dilaksanakan. Rencana kontingensi (lihat Lampiran C) idealnya
menguraikan tanggung jawab individu, jadwal, hasil yang diharapkan
dari proses pengobatan risiko klinis, penganggaran dan kinerja langkah
dan mekanisme untuk memantau dan meninjau hasil dari proses
pengobatan.

d. Pelaksanaan pengelolaan risiko


Tanggung jawab Organisasi untuk pengelolaan risiko harus dipegang
oleh orang-orang/petugas yang paling mampu dalam mengelola dan
mengendalikan risiko. Layanan kesehatan harus menetapkan rencana
aksi pengelolaan risiko dengan efektif (lihat Lampiran), dengan
melihat metode pengelolaan risiko yang dipilih, individu yang
bertanggung jawab atas pengelolaan risiko tersebut, akuntabilitas
dalam pemantauan hasil dari pengelolaan risiko yang terpilih.

e. Investigasi Dari Adverse Events


RSIA Mutiara Bunda Salatiga mendefinisikan suatu peristiwa buruk
sebagai insiden atau peristiwa yang mengakibatkan cedera atau
kerusakan pada pasien sebagai akibat dari melakukan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang harus diambil, dan bukan karena
pasien dasarnya penyakit atau kondisi. Cedera dapat disebabkan oleh
kesalahan medis atau kesalahan tidak medis karena tidak dapat
dicegah.
Peristiwa yang merugikan dalam kasus keselamatan pasien terdeteksi
ketika ada perubahan yang tidak diinginkan dari apa yang diharapkan.
Oleh karena itu, analisis mendalam harus dilakukan jika tingkat, pola,
atau tren bervariasi secara signifikan terkait dengan peristiwa
setidaknya pada poin-poin berikut:

133
1) Reaksi transfusi yang telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan
uji IgE dilakukan di rumah sakit
2) Efek samping obat yang serius
3) Kesalahan pemberian obat yang menyebabkan reaksi
4) Perbedaan diagnosis antara pra operasi dan pasca operasi
5) efek samping atau pola efek samping selama sedang atau dalam
sedasi dan penggunaan anestesi Infeksi yang disebabkan oleh
infeksi perawatan kesehatan terkait
6) Wabah penyakit menular di rumah sakit
7) Insiden pasien jatuh yang menyebabkan cedera (ringan, sedang,
besar).
8) Cedera karena prosedur
9) Cedera akibat penggunaan fasilitas
10) Kesalahan memberikan transfusi darah

Ketika efek samping diidentifikasi laporan harus sudah disampaikan ke


tim keselamatan pasien tidak lebih dari 48 jam. Tim keamanan pasien
akan melakukan matrix gradasi risiko, penetapan gradasi berdasarkan
dampak (konsekuensi) dan probabilitas (kemungkinan) grading warna
hijau itu akan menjadi penyelidikan sederhana melakukan oleh kepala
langsung dari unit / departemen dalam 2 minggu dan jika gradasi
kuning dan merah, harus menganalisis akar masalah Root Cause
Analysis (RCA) dalam waktu 45 hari untuk menentukan tindakan yang
diperlukan dilakukan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
meningkatkan kualitas dan keselamatan pasien. Tim akan melaporkan
kegiatan mereka ke rumah sakit Direktur Chief Executive RSIA
Mutiara Bunda Salatiga melalui Direktur Medik dan Keperawatan.

f. Manajemen Klaim
Aturan dari klaim manajemen:
1) Pelaporan atas peristiwa berpotensi rugi, keluhan pasien ke manajer
departemen yang terlibat, dan tim manajemen risiko
2) Melakukan penyelidikan awal dan berkelanjutan dan wawancara
3) Kegiatan Mendokumentasikan dan korespondensi yang berkaitan
dengan penyelidikan acara

134
4) Melindungi dan melestarikan pasien informasi kesehatan merekam
dan / atau dokumen lain dan bukti untuk litigasi potensial di masa
depan Organizing, managing and maintaining claim files
5) Membatasi akses untuk mengklaim file ke individu hanya
berwenang di bawah pengawasan langsung dari tim manajemen
risiko
6) Koordinasi kegiatan dengan tim dan memberikan masukan ke
dalam strategi untuk setiap klaim
7) kegiatan pengelolaan Pelaporan klaim pemimpin rumah sakit
8) Menyelesaikan klaim dalam batas yang ditetapkan otoritas
9) Menjaga kerahasiaan dokumen yang dilindungi
10) Meninjau dan menerima layanan hukum yang sesuai
11) Tepat waktu dalam menindaklanjuti panggilan dari pengadilan,
panggilan dan keluhan ke penasehat hukum

g. Dokumentasi Proses Manajemen Risiko


Dokumentasi merupakan bagian integral dari proses manajemen risiko
klinis oleh karena itu, rumah sakit memerlukan tim manajemen risiko
untuk mempertahankan tingkat yang tepat dari dokumentasi mereka,
dalam rangka untuk memungkinkan mereka untuk:
1) Menyampaikan harapan kebijakan;
2) Menyediakan semua staf dengan informasi yang tepat dari proses
manajemen risiko klinis organisasi dan masukan yang relevan
untuk pelatihan;
3) Memastikan bahwa proses manajemen risiko klinis dikelola dengan
benar;
4) Mengaktifkan keputusan, proses dan rencana aksi untuk ditinjau
oleh auditor internal dan eksternal yang relevan;
5) Menunjukkan akuntabilitas dan memberikan jejak audit;

Tim Manajemen Risiko bertanggung jawab atas dokumentasi dan


komunikasi yang meliputi:
1) Laporan tahunan

135
Tim manajemen risiko memberikan laporan berkala ke rumah sakit
setidaknya setiap tahun. Laporan ini akan merangkum kegiatan,
prestasi, dan isu-isu manajemen risiko yang terjadi sejak laporan
sebelumnya.
2) Risk register
Register risiko adalah dokumen hidup dan akan mencakup risiko
yang teridentifikasi dari semua jenis sumber, termasuk ulasan
strategis, penilaian audit klinik, sesuai dengan standar dan tren
pemantauan dari sistem. register risiko dapat membentuk bagian
dari daftar risiko yang terintegrasi yang menggabungkan risiko
organisasi klinis dan lainnya. Setiap risiko klinis diidentifikasi,
daftar risiko mencatat: Sumber risiko; Area risiko; Kontrol risiko
yang ada; Frekwensi dan dampak; Level risiko; dan Kerentanan
risiko terhadap faktor internal ataupun eksternal.

6. BUDAYA AMAN
a. Definisi
1. Budaya adalah sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan
akal manusia.
2. Budaya sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,
nilai, sikap, makna, hierarki, agama, waktu, peranan, hubungan,
ruang, konsep alam semesta, objek objek
materi, dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari
generasi ke generasi melalui usaha individu dalam kelompok.
3. Aman adalah suatu keadaan yang bebas dari ganguan dan
terlindungi dari bahaya yang mengancam.
4. Budaya aman adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka untuk menciptakan rasa aman
dan nyaman dalam lingkungan rumah sakit.
5. Budaya aman adalah kepercayaan, sikap dan nilai sebuah
organisasi kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan berdasarkan struktur, praktek, peraturan dan kontrol
keselamatan pasien.

136
6. Budaya aman ini mencakup tiga komponen yaitu budaya kerja,
budaya pelaporan (insiden) dan budaya belajar (Croll, Coburn, &
Pearson, 2012).
7. Budaya keselamatan pasien terfokus pada nilai, kepercayaan, dan
asumsi staf terhadap iklim organisasi (pelayanan kesehatan)
dalam peningkatan program keselamatan pasien (The Health
Foundation, 2013).

b. Tujuan Penciptaan Budaya Aman


Adapun tujuan pengaturan penciptaan Budaya Aman di rumah sakit
adalah sebagai berikut:
1. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di
rumah sakit
2. Meningkatnya kemampuan masyarakat serta seluruh sumber daya
manusia di rumah sakit dalam menolong diri sendiri dari ancaman
gangguan dan risiko kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Memberikan kepastian hukum kepada seluruh pihak yang terlibat
dalam pelayanan di rumah sakit.
4. Mengembangkan dan meningkatkan sistem pelaporan, sistem
pengaduan, sistem investigasi dan survey budaya aman yang lebih
efektif.
5. Agar RSIA Mutiara Bunda Salatiga mempunyai acuan dalam
menciptakan budaya aman bagi pegawai dan peserta didik dalam
melaksanakan tugasnya di RSIA Mutiara Bunda Salatiga.
6. Mengimplementasikan proses dan prosedur dalam rangka
pencegahan, deteksi dan koreksi yang berhubungan dengan
budaya aman.
7. Menciptakan sebuah lingkungan yang mendorong pegawai untuk
melaporakan masalah etika, insiden/kejadian tanpa rasa takut dan
ragu.
8. Menciptakan pengendalian internal yang efektif untuk
mempertahankan praktek bisnis yang etis dan transparan.

137
c. Ruang Lingkup
Pedoman budaya aman ini berlaku bagi semua pegawai RSIA Mutiara
Bunda Salatiga dan termasuk dokter diknas, mitra kerja dan peserta
didik dalam melaksanakan tugas sehari-hari sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi serta kewenangannya.

d. Tata Laksana Budaya Aman


1) Survei Budaya Aman
Survei budaya aman/keselamatan pasien dapat dilakukan
berdasarkan elemen yang mendasari dan berdasarkan tingkat
maturitas dari organisasi dalam menerapkan budaya keselamatan
pasien. Standar pengukuran budaya keselamatan pasien
dikembangkan oleh beberapa organisasi AHRQ, Standford, dan
MapSaf. Survei tersebut menggunakan metode kuantitatif yang
menggunakan instrumen berupa kuesioner. Instrumen tersebut
sebagian besar melihat budaya dari prespektif staf di rumah sakit
(AHRQ, 2004).
Survei yang dikembangkan oleh Agency for Health Care Reseach
Quality (AHRQ) adalah The Hospital Survey on Patient safety
dengan 12 elemen untuk mengukur budaya keselamatan pasien,
meliputi: kerja sama dalam unit, kerja sama antar unit, ekspektasi
manajer, pembelajaran organisasi, dukungan manajemen, persepsi
keselamatan pasien, umpan balik dan komunikasi, komunikasi
terbuka, pelaporan kejadian, staffing, hand over dan transisi, dan
respon non punitive (respon tidak menghukum).

Standford mengembangkan instrumen Safety Attitudes


Questionnare (SAQ) mengidentifikasikan 6 elemen yang meliputi:
kerja sama, iklim keselamatan, kepuasan kerja, kondisi stress,
persepsi manajemen dan kondisi kerja. Standford Instrument (SI)
melihat dari 5 elemen budaya keselamatan pasien, antara lain:
organisasi, departemen, produksi, pelaporan, dan kesadaran diri.
Sedangkan modifikasi dari Standford Instrument yaitu Modified
Stanford Instrumen hanya mengidentifikasi 3 elemen yang

138
mempengaruhi budaya keselamatan pasien, yaitu nilai
keselamatan, takut dan reaksi negatif, persepsi keselamatan.
Walaupun instrumen yang dikembangkan menggunakan elemen
yang berbeda-beda, namun pada dasarnya elemen-elemen yang
ada pada setiap instrumen tersebut untuk mengukur 4 dimensi
budaya keselamatan kerja, yaitu keterbukaan (informed culture),
keadilan (just culture), pelaporan (report culture), dan
pembelajaran dari masalah (learning culture).

2) Tingkat kematangan (maturity) organisasi


Dalam menerapka budaya keselamatan pasien terdiri dari 5
elemen, yaitu: patologis, reaktif, kalkulatif, proaktif, dan generatif.
Manchester Patient Survey Assessment Framework (MaPSaf)
mengembangkan 5 elemen tersebut sebagai pedoman bagi
organisasi dalam mengembangkan budaya keselamatan pasien
(NPSA, 2004). Tingkat maturitas budaya keselamatan pasien
dapat dilihat pada tabel:

Tingkat Maturitas Budaya Keselamatan Pasien


Tingkat
No Pendekatan Dalam Budaya Keselamatan Pasien
Maturitas
Organisasi belum memliliki sistem yang
1 Patologis mendukung budaya keselamatan pasien yang
positif.
Organisasi hanya berpikir tentang keselamatan
setelah terjadi insiden. Sistem bersifat fragmentasi,
2 Reaktif
dikembangkan hanya pada saat akreditasi dan reaktif
terhadap indiden yang terjadi.
Sistem sudah tertata baik, tetapi implementasinya
3 Kalkulatif
masih bersifat segmental dan pada event tertentu
Organisasi aktif meningkatkan persepsi keselamatan
pasien dan memberikan reward atas peningkatan
4 Proaktif keselamatan pasien. Sistem bersifat komprehensif
dan melibatkan stakeholder pendekatan berbasis
pada bukti (evidence based).
Budaya keselamatan pasien sudah terintegrasi
dengan tujuan rumah sakit. Organisasi
5 Generatif mengevaluasi efektivitas intervensi dan selalu
belajar dari kegagalan sebelumnya

139
3) Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Budaya
Aman Menurut Geller dalam Chooper (2000), tentang Total
Safety Culture, menyebutkan bahwa ada tiga kelompok
faktor yang dapat mempengaruhi budaya keselamatan pasien,
yaitu sebagai berikut:
a) Faktor Personal
yaitu cenderung dari orang/ manusia yang bekerja dalam
suatu orgaisasi rumah sakit. Faktor personal ini terdiri
dari:
(1) Pengetahuan
(2) Sikap
(3) Motivasi
(4) Kompetensi
(5) Kepribadian
b) Faktor Perilaku Organisasi
yaitu kondisi lingkungan kerja yang diukur dari segi
organisasi pelayanan kesehatan secara umum. Faktor
perilaku organisasi yaitu:
(1) Kepemimpinan
(2) Kewaspadaan Situasi
(3) Komunikasi
(4) Kerja Tim
(5) Stress
(6) Kelelahan
(7) Kepemimpinan Tim
(8) Pengambilan Keputusan
c) Faktor Lingkungan
merupakan pendukung proses pelayanan dalam organisasi
kesehatan, yang terdiri dari :
(1) Perlengkapan
(2) Peralatan
(3) Mesin
(4) Kebersihan
(5) Teknik
(6) Standar prosedur operasional

140
4) Membangun Budaya Aman Di Rumah Sakit
Menciptakan budaya aman yang efektif adalah proses yang
berkelanjutan dan merupakan komitmen besar atas nama Rumah
Sakit, bagaimanapun hasil usaha dalam sikap positif terhadap
keselamatan dan pengurangan kecelakaan dan insiden. Berikut ini
merupakan gambaran kerangka budaya aman menurut Akenedo
2010:
PERILAKU
PENGETAHUAN
EDUKASI /
TRAINING KETRAMPILAN

SIKAP
PEMODELAN BUDAY
A
KEPEMIM (MODELING) (ATTITUDE)
PINAN AMAN
(LEADERS (SAFET
HIP) Y
CULTU
PENGHARGAAN RE)
(REWARDS)
HUKUMAN
(PUNISHMENT)
ISYARAT (CUES) PENGUATAN
KONTRAK (REINFORCEMENT
)
KEBIJAKAN
MANAJEMEN
(POLICY) KESELAMATAN

Gambar: Kerangka Budaya Aman (Ekenedo, 2010)

141
Berikut adalah beberapa tips untuk mulai membangun budaya
aman yang kuat di Rumah Sakit:
a) Tentukan tanggung jawab
Penanggung jawab ada di setiap tingkat dalam organisasi. Ini
harus mencakup kebijakan, tujuan dan rencana untuk budaya
aman.
b) Bagi visi keselamatan
Setiap orang harus berada di perahu yang sama ketika
menetapkan tujuan dan sasaran untuk budaya aman untuk
semua.
c) Menegakkan akuntabilitas
Buat proses untuk merangkul semua orang agar bertanggung
jawab ikut terlibat, terutama manajer dan supervisor. Mereka
adalah pemimpin dalam perubahan ke arah positif.
d) Menyediakan beberapa pilihan
Menyediakan pilihan/solusi yang berbeda bagi karyawan untuk
menangani keluhan mereka. Harus ada garis komando untuk
memastikan supervisor yang bertanggung jawab untuk lebih
responsif.
e) Laporan, laporan, dan melaporkan
Mendidik karyawan tentang pentingnya melaporkan insiden,
mempersiapkan diri untuk meningkatan pelaporan.
f) Budaya Melapor
Rumah Sakit membangun budaya Berani Melapor atas tindakan
yang mengancam keamanan dan keselamatan pasien, keluarga,
staf dan masyarakat / pengunjung melaui sosialisasi, edukasi
dan ronde keselamatan pasien.
g) Membangun kembali sistem investigasi
Sistem investigasi/penyelidikan suatu insiden perlu dievaluasi,
hal ini penting dilakukan untuk memastikan penyelidikan
dilaksanakan secara lebih efektif dalam menemukan akar
penyebab kecelakaan atau insiden.
h) Membangun “Budaya Belajar” dari kejadian dan kesalahan

142
Rumah Sakit mengembangkan proses pembelajaran terhadap
kejadian keselamatan pasien melalui proses analisa akar
masalah sederhana atau proses analisa akar masalah
komprehensif sesuai ketentuan.
i) Membangun kepercayaan
Ketika hal-hal mulai berubah di tempat kerja, penting untuk
menjaga ketenangan dan kepercayaan. Membangun
kepercayaan akan membantu setiap orang bekerja sama untuk
perbaikan.
j) Rayakan keberhasilan
Rumah Sakit merayakan keberhasilan untuk menjaga semua
orang tetap termotivasi dan usaha itu diperbarui sepanjang
proses.
k) Penetapan Program
Rumah sakit menetapkan budaya aman sebagai salah satau
program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah
Sakit
l) Pelaksanana Survey Budaya Aman
Rumah sakit melakukan evaluasi pelaksanaan budaya mana
melalui kegiatan survey budaya aman secara regular.
m) Sistem Pengaduan
Rumah sakit memfasilitasi pengaduan pasien, keluarga pasien,
staf, dan masyarakat melalui Alur Pengaduan, hotline
pengaduan penanganan pengaduan.
n) Budaya tidak menyalahkan
Rumah sakit mengembangkan sistem tidak menyalahkan (no
blame) terhadap laporan dan insiden keselamatan pasien serta
memberikan perlindungan terhadap yang melapor sesuai
ketentuan yang berlaku dan tidak mencatat pada log book.

5) Pedoman Perilaku
a) Komitmen Terhadap Pemangku Kepentingan
(Stakeholders)
Standar Perilaku: kami akan mematuhi tanggung jawab
kepada para pemangku lepentingan (stekeholder)

143
(1) Kami akan mematuhi tugas dan tanggung jawab organisasi
kepada Dewan Pengawas sesuai ketentuaan dalam hospital
bylaws
(2) Kami akan memperlkakukan dan memberikan kesempatan
kerja sama kepada seluruh pegawai dengan adil tanpa
memandang ras, suku, agama, jenis kelamin,
kewarganegaraan , status perkawinan, keyakinan dan politik
(3) Kami akan memelihara hubungan baik dengan menggalang
kerjasama dengan mitra kerja kami
(4) Kami akan menjalankan tata kelola yang baik (good
governance) dengan mematuhi kebijakan dan peraturan dari
pemerintah
(5) Kami akan bertanggung jawab terhadap lingkungan agar
tidak terjadi pencemaran yang merugikan masyarakat sekitar

b) Komitmen Dan Perilaku Pegawai


(1) Kepatuhan terhadap tata tertib, didiplin dan etika
Standar perilaku: kami akan mematuhi tata tertib,
disiplin dan etika dalam melaksanakan tugas tanggung
jawab pekerjaan
 Kami akan mematuhi tata tertib dan disiplin pegawai
sesuai peraturan yang berlaku
 Kami akan melakukan segala bentuk tindakan yang
melanggar nilai kesusilaan antara lain pelecehan,
penghinaan, memfitnah, perilaku yang mengarah pada
sexualitas yang mengganggu
 Kami tidak akan menggunakan, mengedarkan dan
menjual yang menjual yang berkaitan dengan narkotika
dan obat-obatan terlarang lainnya, serta minuman keras.
 Kami tidak akan melakukan perjudian dalam bentuk
apapun yang dapat merusak moralitas

144
(2) Perilaku Profesional

Standar perilaku: kami akan bersikap dan berperilaku


profesional sesuai Kode Etik Pegawai RSIA Mutiara
Bunda Salatiga
 Kami akan bekerja sesuai dengan standar dalam bidang
tugas dan berorientasi pada hasil terbaik
 Kami akan senantiasa mengmbangkan diri dan belajar
terus menerus
 Kami akan bekerja mengikuti etika profesi kami
 Kami tidak menutup diri terhadap perubahan dan
perkembangan

(3) Perilaku hubungan antar pegawai


Standar perilaku: kami akan menghormati dan saling
menghargai antara atasan dan bawahan serta antar
rekan kerja yang didasari bahwa kewajiban dan hak
setiap individu dihormati untuk menciptkan lingkungan
kerja yang sehat.
 Sebagai atasan, kami akan memberikan keteladanan dan
panutan, memberikan apresiasi, motivasi, membimbing
bawahan serta terbuka terhadap kritik
 Sebagai rekan kerja, kami akan membangun “budaya
saling mengingatkan” agar bekerja sesuai dengan
standar dan meningkatkan pengelolaan risiko terhadap
rekan kerja yang berpotensi menimbulkan suatu
kejadian/masalah serta kami akan bekerja dengan
harmonis, membangun kompetisi sehat, tolerasi,
menghargai pendapat dan terbuka terhadap kritik.
 Sebagai bawahan, kami akan membangun “budaya
berani bicara”, kami akan bersikap santun,
meningkatkan kemampuan, berani mengemukan
pendapat, menginformasikan kepada pimpinan bila
terdapat indikasi penyimpangan, menghindari ucapan
intimidasi / fitnah / merendahkan atasan

145
c) Mutu Dan Keselamatan
Standar perilaku: Kami berkomitmen untuk memberikan
pelayanan yang bermutu dan aman untuk pasien dan
keluarga, pengunjung serta masyarakat
(1) Kami akan memberikan pelayanan sesuai sasaran
keselamatan pasien dalam ketepatan identifikasi,
komunikasi efektif, keamanan obat yang perlu diwaspadai,
kepastian dan ketepatan pasien operasi, pengurangan risiko
infeksi dan risiko jatuh
(2) Kami akan berkontribusi aktif dalam program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien
(3) Kami berkomitmen bekerja sesuai standar yang ditetapkan.
(4) Kami akan membangun “budaya berani melapor”, kami
akan melaporakan setiap kejadian terkait keselamatan dan
keamanan tanpa takut sanksi
(5) Kami mengembangkan budaya pelaporan keselamatan
pasien internal dan external
(6) Kami membangun budaya no blame culture terhadap staf
yang melapor dan atau terlibat insiden keselamatan pasien

(7) Kami memfasilitasi dan menginformasikan alur


penyampaian keluhan terkait pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar mutu dan keselamtan pasien
(8) Kami akan menindaklanjuti keluhan pasien, keluarga, staf,
masyarakat, dan mengupayakan perbaikan.
(9) Kami megembangkan ronde keselamatan pasien untuk
meningkatkan penerepan budaya keselamatan pasien
(10) Kami akan memberikan pelayanan yang manusiawi, adil,
jujur, dan tanpa diskriminasi dan hak-hak lain sesuai
regulasi Penghargaan Hak Pasien dan Keluarga.

d) Kerahasiaan Informasi Medik


Standar Perilaku: Kami berkomitmen menjaga privasi dan
kerahasiaan informasi medik pasien

146
a) Kami akan menjaga kerahasiaan informasi medik pasien
sesuai peraturan yang berlaku

b) Kami hanya akan membuka informasi medik yang


dibutuhakan apabila terhadap permintaan pembukaan
informasi medik
c) Kami tidak akan membuka atau mendiskusikan informasi
medis asien kecuali hanya dengan tenaga kesehatn yang
terlibat dlam pelayanan pasien, penyandang biaya dan pihak
lain yang berwenang untuk mendapatkan informasi pasien
dalam rangka perawatan dan pembayaran
d) Kami akan membatasi akses ke informasi medik pasien
hanya didasarkan pada kebutuhan klinis atau hanya untuk
kepentingan Rumah Sakit.

e) Kepatuhan Terhadap Hukum Dan Peraturan


Standar perilaku: kami berkomitmen untuk menegakkan
dan meningkatkan kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku di RSIA Mutiara Bunda Salatiga
a) Kami akan melakukan tugas sesauai dengan regulasi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
b) Kami akan melaporkan kepada manajemen atau instansi
yang berwenang terhadap setiap potensi pelanggaran hukum,
peraturan, atau kebijakan RSIA Mutiara Bunda Salatiga
c) Kami akan memastikan bahwa semua pegawai, staf medis
dan pihak ketiga penyedia pelayanan memiliki kompetensi
yang sesuai
d) Kami akan menjaga dan melindungi privasi pasien
e) Kami akan membantu Satuan Pemeriksaan Internal (SPI)
dalam kegiatan melakukan investigasi, audit atau review
sesuai petunjuk dari pimpinan apabila terdapat tuntutan
hukum atau pemeriksaan dari Badan Pemeriksa

f) Benturan Kepentingan

147
Standar perilaku: kami berkomitmen untuk menjalankan
tugas sesuai dengan kedudukan dan wewenang yang
dimiliki tanpa dipngaruhi kepentingan pribadi

a) Kami akan selalu mengutamakan kepentingan rumah sakit


diatas kepentingan pribadi atau golongan
b) Kami tidak akan melakukan transaksi dan atau
menggunakan aset rumah sakit untuk kepentingan diri
sendiri, keluarga atau golongan
c) Kami tidak akan menerima dan atau memberi hadiah /
manfaat dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan
kedudukan di dalam rumah sakit
d) Kami tidak akan memanfaatkan informasi rahasia dan data
rumah sakit untuk kepentingan di luar rumah sakit
e) Kami tidak akan memberikan perlakukan istimewa kepada
pelanggan, pemasok, mitra bisnis, pemerintah atau pihak
lain melebihi dari kebijakan yang ditetapkan rumah sakit

g) Perlindungan Dan Pengguanaan Informasi, Properti Dan


Aset
Standar perilaku: kami berkomitmen untuk melindungi
informasi properti dan aset RSIA Mutiara Bunda Salatiga
lainnya terhadap kehilangan, pencurian, perusakan dan
penyalahgunaan
a) Kami akan mengelola setiap informasi yang menjadi
tanggung jawab kami dengan penuh kehati-hatian serta
menjaga kerahasian informasi dan penyampaiannya hanya
dapat dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk
b) Kami akan menjaga, memelihara, mengamankan dan
menyelamatkan aset rumah sakit sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
c) Kami tidak akan menggunakan dan memanfaatkan aset
rumah sakit untuk kepentingan pribadi, kepentingan

148
kelompok dan atau aktivitas politik serta pihak ketiga
lainnya
d) Kami tidak akan memalsukan atau mengubah informasi
pada catatan atau dokumen yang ada
e) Kami dilarang menggunakan teknologi untuk mengirim
pesan menghina, mendiskriminasi atau melecehkan

h) Keselamatan Lingkungan Kerja


Standar perilaku: kami berkomitmen untuk
mempromosikan budaya keselamatan dan menjamin
kualitas kesehatan dan keselamatan pasien dan keluarga,
pengunjung, karyawan, dokter dan penyedia layanan
lainnya
a) Kami akan mentaati setiap peraturan perundang-undangan
dan / atau standar tentang keamanan dan keselamatan
kesehatan kerja
b) Kami akan mendorong pasien dan keluarga mereka untuk
melaporkan pengamatan dan keluhan apabila menemukan
kondisi yang tidak aman
c) Kami berkomitmen untuk menindak lanjuti risiko terkait
daftar resiko yang sudah diidentifikasi oleh unit kerja untuk
mencegah terjadinya insiden
d) Kami melakukan tour fasility secara regular untuk
mengidentifikasi secara lebih cepat terhadap resiko yang
berpotensi membahayakan pasien, keluarga, staf, dan
pengunjung.
e) Kami berkomitmen untuk menyediakan lingkungan kerja
yang aman
f) Kami akan segera melaporkan setiap kecelakaan kerja yang
mengakibatkan cidera pegawai, dokter dan tenaga kesehatan
atau penyedia layanan lain, pihak lain atau pengunjung
melalui proses pelaporan sesuai ketentuan berlaku.
g) Kami akan mengingatkan unit kerja dan pegawai yang
terkait, apabila didapatkan praktik atau kondisi tidak aman

149
yang berpotensi terjadinya suatu kejadian yang diamati
dalam lingkungan kerja
h) Kami akan mematuhi semua peraturan dan prosedur untuk
membuang limbah medis dan bahan berbahaya.
i) Kami akan segera memberitahu atasan kami jika kami
terluka atau penyakit akibat kerja
j) Kami akan segera melaporkan insiden yang membahayakan
keselamatan pasien kepada TIM Patient Safet
k) Manager Fasilitas bersama Tim K3 RS, IPSMNP , IPSPGS,
IKKL akan melakukan pemeriksaan, inspeksi dan evaluasi
secara berkala terhadap semua sarana termasuk sumber
daya, peralatandan sistim detektif secara fungsional sesuai
kewenangan

i) Penagihan Biaya Perawatan Dan Koding


Standar perilaku: kami berkomitmen untuk membuat
tagihan biaya perawatan yang akurat sesuai dengan tarif m,
ketentuan dan peraturan yang berlaku dan tidak
melakukan kecurangan untuk pelayanan dan penagihan
pasien umum maupun jaminan asuransi
a) Kami akan membuat kebijakan tentang tarif / biaya
pelayanan yang akurat, transparan dan terbuka
b) Kami akan menerapkan tarif dan penagihan sesuai peraturan
yang berlaku dan perjanjian yang dilakukan dengan pihak
penjamin biaua / asuransi
c) Kami akan mengenakan biaya untuk semua layanan
kesehatan yang tersedia sesuai tarif dan pengkodingan yang
berlaku
d) Kami akan segera melaporkan dan mengembalikan sesuai
ketentuan berlaku, apabila terdapat kelebihan pembayaran
e) Kami akam melakukan verifikasi apabila terdappat tagihan
dan pembayaran yang tidak akurat
f) Kami akan merespon pertanyaan dan keluhan terkait tagihan
pasien dengan jujur

150
g) Kami akan menyiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk
menanggapi, atau mengantisipasi, permintaan oleh badan
pemeriksa atau pengadilan yang terkait dengan pembiayaan
pasien

j) Tanggung Jawab Sebagai RS Pendidikan


Standar perilaku: sebagai RS Pendidikan kami bertanggung
jawab terhadap pendidikan klinis yang berlangsung di
RSIA Mutiara Bunda Salatiga dengan mengutamakan
keselamatan pasien
a) Kami akan melakukan supervisi dan bimbingan kepada
peserta didik yang ikut dalam perawatan untuk menjamin
keselamatan pasien
b) Kami akan selalu mempertahankan dan meningkatkan
kompetensi sebagai tenaga pendidik klinis
c) Kami mengembangkan sistem untuk melibatkan peserta
didik dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
d) Kami melakukan evaluasi terhadap pelayanan yang yang
diberikan oleh peserta didik

k) Kepatuhan Terhadap Penelitian Klinis


Standar perilaku: kami akan melakukan penelitian klinis
sesuai dengan prinsip-prinsip etika dalam menghargai
manusia, mempunyai azas manfaat dan keadilan
a) Kami akan memperlakukan subyek penelitian sebagai
individu yang otonom dan tidak memanfaatkan mereka
semata sebagai alat untuk mencapai tujuan semata
b) Kami memahami pasien kami yang berpartisipasi dalam
penelitian klinis berhak atas semua hak dan perlindungan
yang diberikan kepada pasien kami umumnya
c) Kami yang terlibat dalam penelitian klinis akan memenuhi
dan mematuhi prinsip-prinsip perlindungan subyek manusia
dan praktek klinis yang baik untuk penelitian (good clinical

151
Praptice /GCP) dan mematuhi pedoman penelitian klinis di
RSIA Mutiara Bunda Salatiga
d) Kami akan memberikan informasi kepada pasien subyek
penelitian sebelum melakukan enelitian (informed concent)
dan mereka berhak menyetujui atau menolak
e) Kami akan meminta komite etik penelitian kesehatan
(KEPK) untuk melakukan uji /kajian etik (ethical clearence)
pada setiap penilitian klinik yang akan dilakukan di RSIA
Mutiara Bunda Salatiga
6) Penegakan Pedoman Perilaku (Code Of Conduct)
Pedoman bersikap dan bertindak dalam melaksanakan tugas-tugas
di rumah sakit selalu berpedoman pada ketentuan – ketentuan dan
pedoman perilaku yang berlaku, jika ada pelanggaran disiplin baik
secar langsung ataupun tidak langsung akan dapat merugikan
rumah sakit baik dari sisi finansial maupun non finasial, maka dari
itu patut dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggarannya
terhadap tindakan indisipliner.
a) Penanggung Jawab Penegakan Etika dan Perilaku
Direktur SDM dan Pendidikan bertanggung jawab atas
penegakan etika dan perilaku bagi seluruh pegawai RSIA
Mutiara Bunda Salatiga. Untuk menjaga efektivitas pelaksanaan
dibentuk Komite Etik dan Hukum, Komite Medik dan Komite
Keperawatan dengan tujuan terselenggaranya pelayanan
konsultasi dan dilema etik, pelanggaran etik dan sengketa
hukum meliputi anatara lain: interdisiplin ilmu, antar profesi,
antar staf, antara pasien dan rumah sakit serta antar staf dengan
pasien.
Bagian SDM bertanggung jawab dalam mensosialisasikan
dasar-dasar penerapan etika dalam pelaksnaan kerja oleh semua
pegawai di RSIA Mutiara Bunda Salatiga.
Penanggung jawab penegakan etika perilaku profesi medik
dilaksanakan oleh Komite Medik (sub Komite Etika Profesi
Medik), penanggung jawab penegak etika dan perilaku profesi
keperawatan adalah komite keperawatan (sub Komite Etik

152
Profesi Keperawatan) dan profesi lain di bawah tanggung jawab
bagian SDM

b) Pelaporan Tindakan Penyimpangan


Pelaksanan pedoman perilaku merupakan komitmen dan
tanggung jawab seluruh pegawai RSIA Mutiara Bunda Salatiga
Setiap indikasi maupun terjadinya pelanggaran terhadap
pedoman perilaku ini yang diketahuinya, Pegawai RSIA
Mutiara Bunda Salatiga berkewajiban untuk melaporkan kepada
atasan langsung pegawai RSIA Mutiara Bunda Salatiga yang
melakukan pelanggaran dengan tembusan Direktur SDM dan
Pendidikan.

Terhadap laporan atau pengaduan atas pelanggaran terhadap


pedoman perilaku akan ditangani sebagai berikut:
(1) Memperlakukan setiap pengaduan baik dari sumber internal
maupun eksternal rumah sakit sebagai “rahasia”
(2) Melindungi siapa saja yang memberikan laporan dan
pengaduan atas dugaan perilaku yang menyimpang
(3) Tindak lanjut dari pelaporan dan pengaduan terhadap
dugaan perilaku yang menyimpang adalah melakukan
pemeriksaan untuk memastikan kebenaran duganaan
penyimpangan tersebut
(4) Pelaporan atas dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh
anggota Direksi disampaikan kepada Dewan Pengawas

c) Sanksi dan pelanggaran


(1) Setiap Pegawai RSIA Mutiara Bunda Salatiga yang terbukti
melakukan pelanggaran terhdap pedoman perilaku ini akan
dijatuhi sanksi
(2) Sanksi bagi pegawai yang melakukan pelanggaran
ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian setelah
mendapat masukan dari Komite Etik da Hukum yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan rumah sakit

153
(3) Pegawai yang melakukan pelanggaran pedoman perilaku ini
dapat dikenakan sanksi moral, administrastif dan atau
disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(4) Pegawai yang dikenakan sanksi moral dan tidak bersedia
mengajukan permohonan maaf secara lisan dan atau tertulis
atau membuat pernyataan penyesalan dapat dijatuhi
hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

154
BAB VIII
METODE

RSIA Mutiara Bunda Salatiga mengadopsi metode FOCUS PDCA (Shewhart


Cycle) dalam upaya peningkatan mutu.

Find Organize ClarifyUnderstand Select

Sumber: HCA Quality Resource Group

FOCUS-PDCA adalah merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari


menemukan masalah, mengorganisir tim kerja, mengklarifikasi teori terbaru
tentang permasalahan, memahami penyebab masalah, memilih proses potensial
untuk menyelesaikan masalah, perencanaan kerja, pelaksanaan kerja,
pengawalan kerja dan perbaikan kerja yang dilakukan terus-menerus dan
berkesinambungan.
FOCUS PDCA terdiri dari:
F = Find : Menemukan / Mengidentifikasi
O = Organize : Mengorganisir Tim Kerja
C = Clarify : Mengklarifikasi Teori Terbaru Tentang Permasalahan
U = Understand : Memahami Penyebab Masalah
S = Select : Memilih Proses Potensial Untuk Menyelesaikan Masalah
P = Plan : Perencanaan
D = Do : Pelaksanaan
C = Check : Pemeriksaan
A = Action : Perbaikan

155
Berikut ini langkah-langkah dalan melakukan upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dengan metode FOCUS PDCA:
1. Lakukan identifikasi terkait data dan permasalahan mutu yang tidak mencapai
target di setiap unit kerja oleh kepala Instalasi/bidang/bagian/ unit kerja dan
kelompok kerja mutu yang membutuhkan upaya perbaikan .
2. Lakukan upaya perbaikan terhadap indikator yang belum mencapai target
dengan gap antara target dan pencapaian lebih dari 0.5 % dengan metode
FOCUS PDCA
3. Kepala Instalasi/bidang/bagian/ unit kerja bersama kelompok kerja mutu
melaksanakan langkah langkah perbaikan dengan FOCUS PDCA
4. Tentukan proses permasalahan yang akan diperbaiki (F: FIND ) :
 Tentukan proses dan komponen yang terlibat dalam proses tersebut.
 Catat keuntungan yang dapat diterima bila dilaksanakan perbaikan pada
proses tersebut.
 Pahami bagaimana proses tersebut sesuai dengan ketentuan dan prioritas
Rumah Sakit.
5. Lakukan Pengorganisasian TIM ( O : Organize) yang memahami proses dan
yang berpengetahuan luas dalam proses tersebut melalui :
 Tentukan ukuran tim, yang terdiri dari anggota yang mewakili berbagai
komponen yang terlibat dalam organisasi,
 Pilih anggota, dan mempersiapkan diri untuk mendokumentasikan rencana
perbaikan.
 Tetapkan tim yang memahami proses
 Libatkan seluruh karyawan yang terlibat dalam proses (Team member)
 Tetapkan penanggung jawab perbaikan (team leader)
6. Lakukan pembelajaran (C : Clarify Current Understanding) terhadap
masalah yang akan diperbaiki melalui : dengan cara :
 Uraikan dalam proses terkait teori / kajian literatur untuk memahami
proses yang seharusnya terjadi dan untuk memperjelas pengetahuan terkini
dalam proses, termasuk faktor yang berkontribusi terhadap masalah
berdasarkan pengetahuan terkini (text book, jurnal, best practice,
penelitian, dll )
 Perjelas pengetahuan terkini dalam proses.
 Pahami proses yang seharusnya terjadi

156
 Ulas pengetahuan terkini yang kemudian menghubungkan dengan proses
yang telah terlaksana untuk dapat menganalisa dan membedakan
kesenjangan dalam proses tersebut.
7. Pahami Penyebab masalah (U : Understanding causes of variation) dengan
cara
 Uraikan terkait pemahaman penyebab masalah, memahami penyebab
variasi/ kesenjangan/permasalahan, mengukur proses dan mempelajari
penyebab variasi/kesenjangan/permasalahan yang terjadi
 Uraikan tentang penyebab mengapa proses tidak berjalan sebagaimana
mestinya
 Uraikan tentang apa penyebab variasi
 Cari akar masalah dengan menggunakan brainstorming , diagram tulang
ikan dan 5 why
 Laksanakan Root Cause Verification melalui interview dan atau observasi
8. Pilih Proses yang menjadi focus perbaikan berdasarkan analisis penyebab
masalah (S : Select the process improvement )dengan cara :
 Tentukan proses apa yang terpilih untuk diperbaiki
 Buat keputusan pilihan harus berdasarkan data dan dipahami oeh seluruh
anggota tim
 Tentukan penyelesaian berdasarkan akar masalah
 Pilih proses dengan memikirkan risiko dari setiap alternatif
 Pilih proses dengan mempertimbangkan mana yang lebih sederhana dan
mudah dikerjakan
 Pastikan pilihan penyelesaian masalah menjadi lebih sederhana, tidak
menjadi lebih ruwet dan sesuai akar masalah
9. Buat Rencana Kerja (P : Planning )
 Buat rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang akan diselenggarakan
10. Laksanakan Perencanaan yang sudah dibuat (D : Do) Laksanakan rencana
perbaikan dengan cara :
 Laksanakan proses perbaikan, dokumentasi data dan catatatan
kejadian/data yang tidak terduga
 Laksanakan supervisi terhadap perbaikan yang sedang dikerjakan
11. Lakukan pengecekan terhadap hasil perbaiakan(C:Check )

157
 Pemeriksaan data yang dilakukan secara berkala
 Uraikan tentang hasil data sebelum dan sesudah perbaikan
 Gunakan grafik (line chart, control chart, dll) untuk membandingkan dan
menganalisa data sebelum dan setelah perbaikan
12. Buat Rancang baru terkait upaya perbaikan yang sudah berhasil dilakukan (A:
Act to maintain the gains)
 Buat rancangan baru dari proses yang sudah dilakukan perbaikan
(Kebijakan, Panduan, SPO, Flowchart).
 Lakukan Sosialisasi /edukasi terkait kebijakan/panduan/SPO yang telah
dihasilkan
 Lakukan monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan/panduan/SPO yang
baru
13. Lakukan penetapan regulasi dan atau rancang baru yang sudah di buat
14. Sosialisasaikan ke staf terkait rancang baru
15. Buat laporan kegiatan dan hasil FOCUS PDCA untuk disetorkan ke atasan
langsung masing masing dan ditembuskan ke UPM
16. Pilih hasil upaya perbaikan untuk diikutsertakan dalam konvensi GKM di
rumah sakit setiap tahun

158
BAB IX
PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Pencatatan

Proses pencatatan kegiatan PMKP dilakukan oleh PIC pengumpul data yang ada
di unit kerja dengan teknik pengambilan sampel data misalkan teknik retrospektif
atau concurent yang disesuaikan dengan profil indikator yang dilakukan
pemantauan.
1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup melaksanakan proses pemantauan indikator mutu adalah
sebagai berikut:
a. Penanggung Jawab Mutu di Instalasi/Bidang/Bagian/Unit Kerja
1) Penanggung Jawab Mutu di Bidang/Bagian/Instalasi/Unit bertanggung
jawab terhadap pemantauan indikator area klinis maupun area non
klinis (manajemen).
2) Bertanggung jawab dalam mereview data, menganalisi data hasil
capaian program, melakukan telusur kemajuan data dari ukuran-ukuran
yang direncanakan, membandingkan data secara internal dari bulan ke
bulan serta berdasarkan ketentuan yang sudah ada dan praktek terbaik
terhadap ukuran-ukuran yang direncanakan dalam program PMKP.
3) Bertanggung jawab dalam mengkomunikasikan program dan capaian
hasil secara regular melalui rapat mutu instalasi/bidang/bagian dan
penggunaan media informasi
4) Bertanggung jawab dalam melakukan upaya perbaikan dengan metode
FOCUS PDCA apabila target tidak tercapai.
5) Penanggung jawab program mutu di instalasi/bidang/bagian
memberikan laporan pencapaian program mutu secara berkala ke
Direktur terkait dengan ditembuskan ke Unit Penjaminan Mutu.
6) Bertanggung jawab dalam memberikan laporan pemantauan selambat-
lambatnya tanggal 5 setiap bulan berikutnya melalui input data secara
online SIMARS.
7) Bertanggung jawab dalam melaporkan hasil pemantauan indikator
secara keseluruhan di unit kerjanya masing-masing ke atasan langsung

159
dan ditembuskan ke Unit Penjaminan Mutu setiap tiga bulan berupa
laporan triwulan dan laporan tahunan.
8) Bertanggung jawab untuk melakukan pemantauan ulang terkait hasil
indikator mutu yang hasil pemantauan tahun sebelumnya tidak
mencapai target.

b. Ketua Pelaksana Program Mutu


1) Memastikan pelaksanaan pemantauan dengan pencatatan yang sesuai
kertas kerja/worksheet untuk setiap kamus indikator mutu yang
dipantau di unit kerjanya
2) Memastikan data yang dikumpulkan akurat dan bisa dipercaya.
3) Melaksanakan monitoring pemantauan indikator berdasarkan frekuensi
pemantauan indikator-indikator yang wajib dipantau di unit kerjanya.
4) Melakukan tabulasi data dan menganalisis hasil pemantauan di unit
kerja masing-masing.
5) Mengkoodinir pelaksanaan pemantauan data terkait upaya inovasi
mutu, konvensi mutu internal dan eksternal rumah sakit.

c. Kelompok Kerja Mutu


1) Kelompok kerja program mutu di tingkat instalasi/bagian/bidang dapat
berupa anggota SMF, kelompok Gugus Kendali Mutu, PIC Pengumpul
data, dan lain-lain sesuai kebutuhan program.
2) PIC Pengumpul Data melaksanakan tugas dan fungsinya terkait
pemantauan indikator mutu sebagai berikut:
a) Memahami profil indikator mutu termasuk kertas kerja yang
dipantau di unit kerjanya.
b) Ikut berpartisipasi dalam menentukan jumlah sampel yang akan
diambil dari populasi
c) Ikut berpartisipasi dalam menentukan sampel yang akan diambil
dengan menggunakan metode simple random sampling.
d) Mengumpulkan data sesuai kertas kerja sesuai profil indikator
terhadap indikator yang dipantau.

160
e) Merekapitulasi pemantauan indikator mutu setiap bulan, triwulan
dan tahunan Menginput data hasil capaian indikator sesuai
frekuensi pelaporannya secara online dalam SIMARS.
f) Melaporkan hasil pengukuran trend insiden yang dipantau di unit
kerjanya ke PIC / penanggung jawab terhadap pengukuran tersebut.
g) Melaporkan jika ada insiden keselamatan pasien ke Tim KPRS
h) Melakukan pemantauan ulang terkait hasil indikator mutu yang
hasil pemantauan tahun sebelumnya tidak mencapai target.

3) Kelompok Gugus Kendali Mutu perannya dalam pemantauan indikator


mutu sebagai berikut:
a) Merancang kertas kerja/format pemantauan indikator terkait
dengan upaya inovasi mutu di unit kerjanya.
b) Melaksanakan pemantauan data mutu sesuai dengan kertas
kerjanya
c) Merekapitulasi hasil pengumpulan data inovasi mutu di unit
kerjanya.
d) Menganalisis dan membuat laporan pelaksanaan inovasi mutu.
e) Melaporkan laporan inovasi/GKM atasan dan ditembuskan Unit
penjaminan Mutu
f) Ikut berpartisipasi dalam konvensi mutu internal maupun internal
setiap tahun
g) Mempertahankan upaya perbaikan yang sudah dicapai secara
berkesinambungan.

d. Staf Pelaksana Mutu


1) Melaksanakan program mutu di wilayah kerjanya
2) Ikut serta dan berpartisipasi dalam upaya perbaikan dan menjaga mutu
pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan di unit kerjanya.

e. Unit Penjaminan Mutu (UPM)


1) Mengumpulkan/mengkompilasi hasil pemantauan seluruh indikator
mutu yang dilakukan oleh unit/bidang /bagian/instalasi

161
2) Menganalisis data hasil pemantauan dari unit kerja/ bidang/ bagian/ instalasi
3) Melakukan validasi data/pegumpulan data oleh orang ke dua (second
abstractor) terhadap indikator mutu sesuai dengan ketentuan validasi data.
4) Menyusun laporan hasil pemantauan setiap bulan, triwulan, dan tahunan
5) Melaporkan ke Direksi dan dewan pengawas hasil pemantauan indikator mutu
tingkat Rumah Sakit setiap 3 bulan

f. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS)


1) Tim TKPRS bertanggung jawab memantau dan merekapitulasi hasil
pemantauan sasaran keselamatan pasien rumah sakit (SIKP), KTD, sentinel
dan near miss. TKPRS memberikan laporan bulanan ke UPM.
2) Mengumpulkan data dengan format /kertas kerja yang telah ditentukan
3) Melakukan koordinasi ke instalasi/bidang/bagian untuk pemantuan kejadian
KTD, sentinel dan near miss secara rutin

g. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)


1) Melakukan pemantauan indikator pencegahan dan pengendalian infeksi
Rumah Sakit
2) Memastikan data yang dikumpulkan adalah valid dan reliable
3) Melaporkan hasil pemantauan indikator tersebut setiap bulan, triwulan dan
tahunan ke UPM

2. Tata Laksana
Adapun prosedur tata laksana pemantauan indikator mutu di RSIA Mutiara Bunda
Salatiga adalah sebagai berikut:
a. Kepala Instalasi memastikan jalannya pemantauan dengan pencatatan (inputing)
yang sesuai format untuk setiap indikator mutu yang dipantau di areanya yang
mengandung unsur what, who, when dan how.
What mengandung arti populasi dan sampel yang akan pantau/diukur. Who yang
dimaksud adalah siapa yang akan mengumpulkan data, When mengandung arti
frekuensi data dikumpulkan dan dilaporkan, dan How
mengandung arti bagaimana proses pengumpulan data yang akan dilakukan. Hal-
hal yang perlu diperhatikan adalah:

162
1) Format Pencatatan adalah instrumen teknis pencatatan indikator mutu yang
dibuat sesuai dengan definisi operasional masing-masing. Format Pencatatan
ini merupakan matrik/ table yang dibuat untuk diisi informasi: demografi
sampel, data sesua dengan definisi numerator, data sesuai dengan definisi
denominator dan data tambahan yang dibutuhkan setiap indikator.
2) Sampel adalah objek/ kondisi atau peristiwa yang akan dicatat sesuai dengan
definisi operasional indikator mutu. Denominator tidak harus semua pupulasi
bisa dilakukan dengan mengambil sampel. Joint Commission dalam
Spath (2009) menetapkan besar sampel sebagai berikut:
a) Untuk populasi <30 dan > 30, jumlah sampel adalah 100 % dari populasi
(total sampel)
b) Untuk populasi 30 -100, jumlah sampel adalah minimal 30
c) Untuk populasi 101-500, jumlah sampel minimal 50
d) Untuk populasi lebih dari 500, jumlah sampel minimal 70
3) Numerator dan Denominator merupakan bagian formula dari definisi
operasional indikator mutu. Numerator (pembilang) adalah nilai / angka yang
akan dibagi oleh Denominator (penyebut). Pembilang merupakan bagian dari
penyebut. Denominator (penyebut) adalah nilai / angka yang digunakan
sebagai faktor pembagi.
b. PIC melakukan pemantauan berdasatkan format pemantauan/worksheet yang ada
pada setiap profil indikator
c. PIC melaksanakan pemantauan indikator berdasarkan frekuensi pemantauan
indikator sebagai berikut:
1) Frekuensi pemantauan indikator mutu dilakukan sesuai profil indikator
2) Hasil pemantauan indikator mutu dilakukan analisis setiap 3 bulan atau sesuai
dengan kebutuhan analisis berdasarkan profil indikator
3) Hasil Pemantauan indikator yang sudah berhasil mencapai target
dipertahankan untuk tetap dipantau dalam 4 periode pemantauan
4) Frekuensi pemantauan indikator yang sudah berhasil mencapai target dan tetap
bertahan baik dalam 4 periode pemantauan, untuk pemantuan selanjutnya bisa
diperjarang atau hanya dilakukan bila ada
kecenderungan pencapaian tidak konsisten atau menurun kembali setidak
tidaknya sesuai dengan jumlah sampel minimal (30 sampel untuk setiap
variable) selama 5 tahun sesuai dengan periode Rencana Strategis (renstra)
rumah sakit.

163
5) Frekuensi pemantauan indikator SPM dilakukan setiap bulan atau setiap 3
bulan atau setiap 6 bulan sesuai dengan profile indikator secara terus menerus
selama indikator SPM masih berlaku.
d. Melakukan pemantauan ulang terkait hasil indikator mutu yang hasil pemantauan
tahun sebelumnya tidak mencapai target.
e. UPM membuat laporan triwulan dari hasil rekapitulasi seluruh laporan kegiatan
mutu dalam 3 bulan, untuk mengevaluasi seluruh pemantauan indikator mutu yang
akan di laporkan kepada Direktur Utama dan Dewan Pengawas.
f. PIC pengumpul data membuat rekapitulasi seluruh laporan kegiatan pemantauan
data indikator mutu unit kerja setiap 3 bulan sekali sesuai profil indikator.
g. Penaggung jawab mutu di setiap bidang / bagian / instalasi dan unit kerja
melakukan koordinasi dengan atasan masing-masing dan UPM untuk
kemungkinan mengangkat kembali indikator yang belum mencapai target untuk
tetap dipantau pada periode berikutnya atau diangkat sebagai pemantauan
indikator di tingkat Rumah sakit.

h. Pelaporan
1. Alur Pelaporan Data Indikator Mutu : Unit Kerja ke Komite PMKP ke
Direktur RS ke Pemilik
a. DEFINISI
Beberapa definisi yang harus dipahami dalam hal melaksanakan proses
pelaporan data mutu adalah sebagai berikut:
1) Laporan adalah bentuk dokumentasi dari kegiatan yang berkelanjutan,
dilaksanakan secara periodik diakhir kegiatan sebagai bahan evaluasi dan
perencanaan kegiatan selanjutnya.
2) Data mutu adalah data pencapaian hasil pemantauan indikator mutu sesuai
dengan standar PMKP 3, data infeksi rumah sakit dan keselamatan pasien.
3) Laporan mutu rumah sakit adalah rekapitulasi seluruh laporan kegiatan
mutu yang dibuat unit kerja/bidang/bagian/Instalasi dan UPM dalam suatu
periode, untuk mengevaluasi seluruh pemantauan indikator mutu yang
akan dilaporkan kepada Direktur Utama dan Dewan Pengawas. Adapun
jenis laporan mutu sesuai dengan periode adalah:
a) Laporan Bulanan adalah laporan kegiatan mutu yang dibuat
instalasi/bidang/bagian/unit dan UPM untuk mengevaluasi seluruh

164
pemantauan indikator setiap bulannya, dengan ringkasan pencapaian,
penyebab masalah/analisis sederhana dan tindak lanjutnya.
b) Laporan Triwulan adalah laporan kegiatan mutu yang dibuat oleh
instalasi/bidang/bagian dan UPM untuk mengevaluasi seluruh
pemantauan indikator setiap 3 bulan, dengan rangkaian kegiatan, grafik
pencapaian, analisis dari waktu ke waktu, benchmark dengan RS luar
dan analisis berdasarkan jurnal/panduan praktek terkini/evidence based
dan tindak lanjut, laporan validasi data dan laporan FOCUS PDCA.
c) Laporan Pemantauan Standar Pelayanan Minimal 2012 merupakan
laporan indikator mutu sesuai dengan edaran Standar Pelayanan
Minimal 2012 dari Kementerian Kesehatan, periode pelaporan akan
dilaksanakan setiap 6 bulan.
d) Laporan FOCUS PDCA adalah laporan yang dibuat setiap 3 bulan
untuk menyelesaikan masalah mutu yang belum mencapai target, yang
terdiri dari menemukan masalah, mengorganisir tim kerja,
mengklarifikasi teori terbaru tentang permasalahan, memahami
penyebab masalah, memilih proses potensial untuk menyelesaikan
masalah, perencanaan kerja, pelaksanaan kerja, pengawalan kerja dan
perbaikan kerja yang dilakukan terus-menerus dan berkesinambungan.
e) Laporan Tahunan adalah laporan kegiatan mutu yang dibuat oleh
bidang/bagian/instalasi dan UPM untuk mengevaluasi seluruh
pemantauan indikator dan keselamatan pasien selama satu tahun,
dengan rangkaian kegiatan, grafik pencapaian, analisis dari waktu ke
waktu, benchmark dengan RS lain,
membandingkan dengan standar dan analisis berdasarkan
panduan/jurnal terkini (evidence based). Disamping itu ada laporan
kegiatan validasi data dan laporan hasil tindak lanjut upaya perbaikan
dengan metode FOCUS PDCA, serta kegiatan dan project mutu di
unit/instalasi/bidang/bagian yang berupa GKM dan hasil-hasil
perubahan yang telah dicapai dalam bentuk kebijakan/standar prosedur
yang baru yang telah ditetapkan.

b. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup proses pelaporan data mutu adalah sebagai berikut:
1) Laporan Data Mutu Bulanan

165
Ka Instalasi/Bidang/Bagian dan UPM membuat laporan bulanan yang
berisikan rekapitulasi pencapaian indikator mutu pada bulan itu dengan
kelengkapan jumlah numerator, denominator, pencapaian sesuai formula
dan penyebab masalah serta tindak lanjutnya. Capaian data diinput secara
online system terintegrasi melalui SIMARS selambat-lambatnya setiap
tanggal 5 bulan berikutnya.
2) Laporan Data Mutu Triwulan
Ka Instalasi/Bidang/Bagian/Unit dan UPM membuat laporan setiap tiga
bulan yang berisikan rekapitulasi pencapaian indikator mutu per 3 bulan,
data triwulan disajikan dalam bentuk grafik dengan interpretasi seperti
hasil capaian dibandingkan dengan target pencapaian, dan data
dibandingakan dari waktu ke waktu, benchmark dengan RS luar dan
analisis dengan kajian terkini atau best practice. Ka
Instalasi/Bidang/Bagian/Unit melaporkan laporan triwulan ke atasan
langsung dan dimintakan rekomendasi dari atasannya sedangkan UPM
melaporkan laporan triwulan di tingkat rumah sakit ke direktur utama
melalui rapat mutu dan dimintakan rekomendasinya.
3) Laporan FOCUS PDCA
Laporan yang dibuat oleh Bidang/Bagian dan instalasi untuk
merencanakan suatu perbaikan mutu secara komprehensif, berdasarkan
evidence based dan yang dilakukan secara

berkesinambungan dengan menggunakan metode FOCUS PDCA.


4) Laporan Tahunan
Laporan yang dibuat oleh Ka Instalasi/Bidang/Bagian/Unit dan
UPM untuk memberikan gambaran hasil kegiatan mutu setiap
tahun yang berisi grafik pemantauan selama setahun, serta analisis
pencapaian dari waktu ke waktu, analisis dengan RS luar,
benchmark dengan database dari evidence based yang dilaporkan
ke Direktur Utama dan Dewan Pengawas.
Ka Instalasi/Bidang/Bagian/Unit melaporkan laporan tahunan ke
atasan langsung dan dimintakan rekomendasinya sedangkan UPM
melaporkan laporan tahunan langsung ke direktur melalui rapat
mutu dan dimintakan rekomendasinya dan direktur melaporkan ke
dewan pengawas serta dimintakan rekomendasinya.

166
c. TATA LAKSANA
Prosedur tata laksana pelaporan kegiatan mutu di RSIA Mutiara Bunda
Salatiga adalah sebagai berikut:

Dewas Laporan Bulanan


Laporan kegiatan mutu yang
dibuat oleh instalasi/bidang
Setiap /bagian/unit melalui input
Tahun data capaian secara online
Setiap 3 (SIMARS)
Bulan
Direktur Utama
Laporan Triwulan

Laporan kegiatan mutu yang


Para Direktur dibuat oleh
instalasi/bidang/bagian/unit
dan UPM
untuk mengevaluasi seluruh
pemantauan indikator setiap
ditembus 3 bulan, dengan rangkaian
Ka. Instalasi/ kan UPM kegiatan, grafik pencapaian,
bidang / (Quality Control) analisis masalah dan tindak
lanjut, upaya perbaikan
dengan metode FOCUS
bagian/unit
PDCA.
Setiap Bulan (SIMARS)
Setiap 3 Bulan Laporan Tahunan
Setiap Tahun
Laporan kegiatan mutu yang
dibuat oleh
Instalasi/bidang/bagian/unit
dan UPM
untuk mengevaluasi seluruh
pemantauan indikator dan
keselamatan pasien selama
satu tahun, dengan rangkaian
kegiatan, grafik pencapaian,
analisis dan tindak lanjut
dengan metode FOCUS
PDCA, serta kegiatan-
kegiatan seperti Validasi
Data, Benchmark, Rapat
Mutu dan Lain-lain

167
1) Tata Laksana Pembuatan Laporan Bulanan
a) Laporan bulanan dibuat oleh masing masing Unit/
Instalasi/Bidang/Bagian dan UPM yang berisikan rekapitulasi
pencapaian indikator mutu dengan kelengkapan jumlah
numerator, denominator, pencapaian sesuai formula yanag ada
pada SIMARS
b) Laporan bulanan masing masing disetor ke atasan masing
masing dan menembuskan ke UPM.
c) Laporan bulanan diinput oleh Unit Kerja/Bidang/
Bagian/Instalasi melaui system online terintegrasi (SIMARS)
d) Laporan bulanan dibuat selambat lambatnya setiap tgl 5 bulan
berikutnya
e) Atasan masing masing bagian/bidang memberikan saran dan
arahan atas laporan yang telah disusun.
f) Laporan bulanan dijadikan agenda pembahasan rapat rutin
mutu setiap bulan di instalasi/bidang/bagian/unit kerja

2) Tata Laksana Pembuatan Laporan Triwulan


a) Laporan triwulan dibuat oleh Ka instalasi/bidang bagian/unit
serta UPM yang disajikan dalam bentuk grafik dengan
interpretasi data dari bulan ke bulan, perbandingan dengan RS
luar, analisis berdasarkan evidence based/kajian terkini.
b) Analisa FOCUS-PDCA harus dilakukan sebagai upaya
perbaiakan bila target tidak tercapai (gap pencapaian dengan
target > 5 %)
c) Laporan triwulan dibuat oleh masing masing instalasi/
unit/bidang/bagian setiap 3 bulan dilaporkan ke atasan masing
masing serta ditembuskan ke UPM.
d) Laporan triwulan yang dibuat di UPM dilaporkan ke Direktur
utama.
e) Direktur utama melaporkan laporan triwulan ke Dewan
Pengawas.
f) Isi Minimal dari laporan triwulan adalah: Pendahuluan, Tujuan
Umum dan Khusus, Kegiatan pokok dan Rincian Kegiatan,

168
Hasil kegiatan dalam bentuk rekapitulasi dan grafik (sesuai
data yang ditampilkan: untuk data pencapaian mutu sebaiknya
gunakan, Interpretasi dan analisa data, Pembahasan, Rencana
tindak lanjut, Kesimpulan.
g) Laporan triwulan dibuat dengan melanjutkan data pada
triwulan sebelumnya sehingga dapat dilihat kesinambungan
data secara utuh mulai awal pelaporan
h) Laporan triwulan dibuat setiap 3 bulan selambat-lambatnya
pada setiap tgl 5 bulan berikutnya.
i) Atasan masing masing memberikan saran dan arahan hasil
laporan triwulan yang telah disusun oleh
instalasi/bidang/bagian/unit kerja
j) Direktur utama memberikan rekomendasi terkait laporan
triwulan yang dibuat oleh UPM
k) Dewan pengawas memberikan rekomendasi terkait laporan
triwulan direktur utama.
l) Rekomendasi dari laporan dilakukan tindak lanjut

3) Tata laksana Pembuatan Laporan Tahunan


a) Laporan tahunan disusun oleh Ka Instalasi/bidang/bagian yang
berisi rekapitulasi seluruh laporan kegiatan mutu di unit
kerjanya yang dibuat setiap bulan dan triwulan termasuk hasil
kegiatan gugus kendali mutu (GKM).
b) Laporan tahunan merupakan laporan triwulan 1, 2 ,3 dan 4
c) Laporan tahunan dilaporkan ke atasan masing-masing dan
ditembuskan ke UPM.
d) UPM merekapitulasi data tahunan yang berasal dari masing
masing bagian/instalasi menjadi laporan tahunan mutu Rumah
Sakit.
e) Atasan masing masing bagian/bidang memberikan saran dan
arahan atas laporan yang telah disusun.
f) Laporan tahunan yang dibuat di UPM dilaporkan ke Direktur
Utama

169
g) Direktur Utama melaporkan laporan tahunan ke Dewan
Pengawas.
h) Direktur Utama dan Dewan pengawas memberikan arahan,
saran dan rekomendasi atas seluruh laporan yang dilaporkan.
i) Pembuatan laporan tahunan dilaporkan pada bulan Januari
tahun berikutnya selambat lambatnya tgl 15
j) Item laporan tahuan minimal berisi: Pendahuluan, Tujuan
Umum dan Khusus, Kegiatan pokok dan Rincian Kegiatan,
Hasil kegiatan dalam bentuk rekapitulasi dan grafik (sesuai data
yang ditampilkan: untuk data pencapaian mutu disajikan dalam
bentuk grafik disertai Interpretasi dan analisis data,
Pembahasan, Rencana tindak lanjut dan Kesimpulan.
k) Laporan tahunan yang dibuat wajib ditanda tangani oleh ka
instalasi/ Bidang/Bagian/Unit Kerja.
l) Laporan tahunan yang dilaporkan ke Dewan Pengawas wajib
ditandatangani oleh Direktur Utama

4) Tatalaksana pembuatan laporan FOCUS PDCA


a) Laporan FOCUS PDCA dibuat bila pencapaian indikator tidak
mencapai target atau gap antara target dan pencapaian yaitu > 5
%
b) Laporan FOCUS PDCA dibuat dengan menuliskan secara
lengkap proses yang sudah dilakukan dan jika setelah dilakukan
PDCA dan evaluasi capaian belum menunjukkan peningkatan
hasil yang signifikan maka upaya perbaikan terus menerus
dilakukan dengan PDCA lanjutan atau action plan yang baru.

2. Alur Laporan IKP


Unit Kerja ke Komite PMKP/UPM ke Direktur RS ke Pemilik
1. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
a. Alur Pelaporan Insiden Ke TKPRS di RS (Internal):
1) Apabila terjadi suatu insiden (KNC / KTD dan sentinel) di
rumah sakit, wajib segera ditindak lanjuti (dicegah / ditangani)
untuk mengurangi dampak / akibat yang tidak diharapkan.

170
2) Setelah ditindak Ianjuti, segera buat laporan insidennya dengan
mengisi formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja / shift
kepada atasan langsung.
3) (paling lambat 2 x 24 jam); jangan menunda laporan.
4) Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada atasan
Iangsung pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai
keputusan Manajemen: Supervisor/ Kepala Bagian / Instalasi /
departemen / unit, Ketua Komite Medis/ Ketua K.SMF).
5) Atasan Iangsung akan memeriksa laporan dan melakukan
grading resiko terhadap insiden yang dilaporkan.
6) Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa
yang akan dilakukan.
b. Grading
1) Grade Biru: Investigasi sederhana oleh Atasan Langsung,
waktu maksimal 1 minggu.
2) Grade Hijau: Investigasi sederhana oleh Atasan Langsung,
waktu maksimal 2 minggu.
3) Grade Kuning: Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah
/RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
4) Grade Merah: Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah /
RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.

c. Tindak lanjut TKPRS atas laporan insiden


1) Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil
investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke TKPRS di RS.
2) Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan
Laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan
investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan Regrading.
3) Untuk grade Kuning / Merah, TKPRS di RS akan melakukan
Analisis Akar Masalah/Root Cause Analysis(RCA).
4) Setelah melakukan RCA, TKPRS di RS akan membuat laporan
dan Rekomendasi untuk perbaikan serta “Pembelajaran”
berupa: Petunjuk /”Safety alert” untuk mencegah kejadian yang
sama terulang kembali.

171
5) Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada
Direksi.
6) Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan
umpan balik kepada unit kerja terkait.
7) Unit Kerja membuat analisis dan trend kejadian di satuan
kerjanya masing - masing.
8) Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh TKPRS di Rumah Sakit.

d. Alur Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Ke Komite


Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit /KNKP-RS
(Eksternal):
1) Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah/
RCA yang terjadi pada pasien dilaporkan oleh TimKeselamatan
Pasien di RS (Internal) / Pimpinan RS ke KKPRS dengan
mengisi Formulir Laporan Insiden KeselamatanPasien.
2) Laporan dikirim ke KKP-RS lewat POS atau KURIR ke alamat:

e. Analisis Matriks Grading Risiko


Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisis kualitatif
untuk menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan
Dampak dan Probabilitasnya.
1) Dampak (Concequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat
akibat yang dialami pasien mulai dan tidak ada cedera sampai
meninggal (tabel 1).
2) Probabilitas / Frekuensi / Likelihood
Penilaian tingkat probabilitas/frekuensi risiko adalah seberapa
seringnya insiden tersebut terjadi (tabel 2).

172
Tabel I: PENILAIAN DAMPAK KLINIS / KONSEKUENSI / severity
Level DESKRIPSI CONTOH DESKRIPSI

Insignificant Tidak ada cedera


1

2 Minor Cedera ringan

Dapat diatasi dengan pertolongan


pertama,

3 Moderate Cedera sedang


Berkurangnya fungsi motorik / sensorik /
psikologis atau
intelektu secara dan tidak
al reversibel berhubungan
dengan penyakit yang mendasarinya
Setiap kasus yang memperpanjang
perawatan

Cedera luas /
4 Major berat

Kehilang permane
an fungsi utama nt (motorik,
sensorik, psikologis, intelektual) / irreversibel,
tidak
berhubungan dengan penyakit yang
mendasarinya

Kematian yang berhubungan perjalana


5 Cathastropic tidak dengan n

penyakit yang
mendasarinya

TabeI 2: PENILAIAN PROBABILITAS / FREKUENSI/LIKELIHOOD


Level Frekuensi Kejadian aktual

1 Sangat Jarang Dapat terjadi dalam lebih dari 5 tahun

Dapat terjadi
2 Jarang dalam 2 – 5 tahun

Dapat terjadi tiap


3 Mungkin 1– 2 tahun

4 Sering Dapat terjadi beberapa kali dalam setahun

173
5 Sangat Sering Terjadi dalam minggu / bulan

Setelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam


Tabel Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan
mencari warna Bands risiko.
a) SKOR RISIKO

SKOR RISIKO = DAMPAK x PROBABILITY

Cara menghitung skor risiko:


Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko(tabel3):
(1) Tetapkan frekuensi pada kolom kiri.
(2) Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan.
(3) Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pentemuan antara frekuensi
dan dampak.
Skor risiko akan menentukan Prioritas risiko, Jika pada asesmen
risiko ditemukan dua insiden dengan hasil skor risiko yang nilainya
sama, maka untuk memilih prionitasnya, dapat menggunakan warna
Bands risiko.

b) BANDS RISIKO

Band risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna
yaitu: Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Warna Bands akan menentukan
Investigasi yang akan dilakukan: (Tabel 3)
1. Bands Biru dan Hijau : Investigasi sederhana
: Investigasi Komprehensif
2. Bands Kuning dan Merah /RCA

Warna Bands: Hasil pertemuan antara nilai dampak yang diurut kebawah
dan nilai probabilitas yang diurut ke samping kanan.

174
Contoh : Pasien jatuh dan tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti ini
di RS X terjadi pada 2 tahun yang lalu.
Nilai Dampak : 5 (katastropik) karena pasien meninggal.
Nilai Probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah terjadi 2 th lalu
Skor risiko : 5 x 3 = 15
Warna Bands : merah (ekstrim)

175
TabeI 3: Matrik Grading Risiko

Potencial Concequences

Frekuensi/
Insignificant Minor Moderate Major Catastropic
Likelihood
1 2 3 4 5

Sangat Sering Terjadi


Moderate Moderate High Extreme Extreme
(Tiap mgg /bln)
5

Sering terjadi
Moderate Moderate High Extreme Extreme
(Bebrp x /thn)
4

Mungkin terjadi
Low Moderate High Extreme Extreme
(1-2 thn/x)

Jarang terjadi
Low Low Moderate High Extreme
(2-5 thn/x)
2

Sangat jarang sekali (>5


Low Low Moderate High Extreme
thn/x)
1

3. Feedback data hasil analisis indikator mutu: Komite


PMKP melaporkan ke Direktur RS ke unit kerja dan
Feedback insiden report: Direktur ke unit kerja
a. Definisi
Adapun beberapa definisi yang harus dipahami dalam hal
melaksanakan panduan penggunaan data mutu dan

176
keselamatan pasien dalam pengembangan Rumah Sakit
adalah sebagai berikut:
1) Data adalah angka atau fakta yang diinterpretasikan
untuk tujuan pengambilan kesimpulan (Spath, 2009)
2) Pemantauan dalam mutu adalah elemen yang
berhubungan dengan semua kegiatan manajemen mutu
(Spath, 2009)
3) Performance/Kinerja diukur untuk mengetahui mutu di
suatu area, upaya peningkatan mutu yang akan
dikembangkan,
mengevaluasi apakah perubahan telah mencapai hasil yang
diharapkan (Spath, 2009)
4) Indikator Mutu Rumah Sakit adalah indikator mutu yang
ditetapkan oleh rumah sakit dengan Surat Keputusan (SK)
pemberlakuan dari Direktur Utama dan selanjutnya dipantau di
seluruh area baik area klinis maupun non klinis (manajemen),
indikator PPI, indicator sasaran keselamatan pasien di tingkat
rumah sakit dan indikator prioritas di Instalasi/bidang/bagian
5) Data Mutu dan keselamatan pasien adalah data yang berupa
angka atau persentase hasil pemantauan kegiatan indikator
mutu dan keselamatan pasien yang telah di tetapkan di seluruh
Rumah Sakit
6) Penggunaan Data PMKP untuk pengembangan rumah sakit
yaitu data mutu dan keselamatan pasien yang digunakan untuk
dasar pengambilan kebijakan dan perencanaan di tingkat rumah
sakit

b. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penggunaan mutu dan keselamatan pasien
sebagai dasar pengembangan Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1) Data Mutu dan Keselamatan Pasien adalah data pemantauan
mutu dan keselamatan pasien yang telah dilakukan analisis dan
dilaporkan kepada pimpinan Rumah sakit dan Dewan
Pengawas setiap Triwulan

177
2) Perbaikan dengan focus PDCA
Adalah kegiatan perbaikan yang dilakukan terhadap upaya
perbaikan di masing masing Unit/Bidang/Bagian dan terhadap
indikator yang belum mencapai target melalui FOCUS PDCA
yang dilaporkan kepada atasan masing masing
3) Rekomendasi Dirut/Direksi dan Dewas
Adalah kegiatan pemberian rekomendasi dan feedback terkait
kegiatan mutu dan keselamatan pasien yang diberikan oleh
Direkur Utama dan Dewan Pengawas kepada
instalasi/departemen terkait untuk dilakukan tindak lanjut
4) Regulasi yang di tetapkan berdasarkan data
Adalah Kebijakan, panduan dan SPO yang ditetapkan oleh
pimpinan RS berdasarkan data peningkatan mutu dan
keselamatan pasien

c. Tata Laksana
Adapun prosedur tata laksana komunikasi kegiatan mutu dan
keselamatan pasien di RSIA Mutiara Bunda Salatiga adalah sebagai
berikut:
1) Data Mutu dan Keselamatan Pasien
a) Penanggung jawab mutu di masing masing
Instalasi/bidang/bagian dan UPM melaksanakan analisis
hasil pencapaian indikator mutu prioritas di tingkat unit
/bidang/bagian dan melaporkan pemantauan data mutu yang
wajib di pantau ke Unit Penjaminan Mutu setiap bulan

b) Unit Penjaminan Mutu melakukan pengumpulan data


pemantauan seluruh Indikator mutu di tingkat Rumah Sakit

c) Unit Penjaminan Mutu melaporkan data pencapaian mutu


tingkat Rumah sakit kepada Direktur Utama dan Dewan
Pengawas

2) Perbaikan dengan focus PDCA


a) PJ Program mutu disetiap instalasi/bidang/bagian/unit
membuat upaya perbaikan dengan FOCUS PDCA untuk

178
indikator yang tidak tercapai yang membutuhkan upaya
perbaikan
b) TKPRS membuat RCA untuk setiap insiden yang masuk
dalam grading merah dan kuning
c) Tim Manajemen resiko membuat daftar resiko serta FMEA
minimal 1 ( satu) dalam setahun
d) PJ Program mutu disetiap instalasi /bidang /bagian /unit
melaporkan hasil FOCUS PDCA setiap rapat mutu triwulan
ke atasan masing masing dan ditembuskan ke Unit
Penjaminan Mutu
e) TKPRS melaporkan hasil RCA ke direktur utama
ditembuskan ke UPM
f) Hasil Upaya perbaikan laporan focus PDCA , RCA , FMEA
dan upaya pengendalian resiko untuk menurunkan tingkat
resiko dijadikan data untuk pengembangan dan perencanaan
Rumah sakit

3) Rekomendasi Dirut/Direksi dan Dewas


a) Direktur Utama memberikan rekomendasi laporan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien setiap Triwulan
b) Direktur Utama memberikan rekomendasi dan upaya tindak
lanjut data mutu dan keselamatan pasien untuk dilaporkan
ke Dewas
c) Dewas memberikan rekomendasi terkait laporan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta upaya
tindak lanjut yang dilaporkan oleh direktur utama
d) Direktur Utama memberikan rekomendasi hasil analisis RCA
e) Direktur Utama memberikan dukungan terhadap upaya

pengendalian resiko serta pencegahan insiden keselamatan


pasien
f) Masing masing penanggungjawab program mutu ditingkat
instalasi / bidang / bagian / unit menindaklanjuti
rekomendasi sesuai tanggungjawab masing masing

179
g) UPM melakukan pendampingan terhadap upaya tindak
lanjut perbaikan serta melaksanakan evaluasi .

4) Regulasi yang di tetapkan berdasarkan data


a) Direktur Utama menetapkan regulasi terkait upaya
perbaikan serta pengendalian resiko yang sudah berhasil
menghasilkan peningkatan
b) Masing masing penanggung jawab program mutu ditingkat
instalasi / bidang / bagian / unit melaksanakan regulasi yang
telah ditetapkan

4. Alur Laporan Evaluasi Kontrak & Feedbacknya


a. Definisi
Terkait dengan kerjasama dimaksud maka agar kualitas tetap
terpantau diperlukan suatu kegiatan monitoring evaluasi dengan
alat ukur sesuai standar item kerjasama. Kegiatan monitoring
dilakukan oleh pelaksana kerjasama (user) sebagai pihak yang
melaksanakan kontrak kerjasama.
Monitoring dilakukan untuk menjamin agar tahapan-tahapan
pekerjaan dapat terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan yang
diharapkan. Monitoring dapat dilakukan dengan merujuk pada
faktor-faktor kelayakan untuk suatu pelaksanaan pekerjaan,
sehingga setiap jenis kegiatan kerjasama akan memiliki faktor
kelayakan yang berbeda-beda. Hasil monitoring kemudian
dijadikan bahan untuk mengevaluasi apakah kegiatan kerjasama
dapat dilanjutkan, diperbaiki atau bahkan dihentikan.
Evaluasi kontrak kerjasama dilakukan oleh tim pengkaji dan
evaluasi ikatan kerjasama yang terdiri dari berbagai pihak internal
rumah sakit yang memiliki otoritas untuk melakukan evaluasi yang
disetujui secara bersama.

b. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari Panduan Pelaksanaan Mitra Kerjasama, yaitu:


Pelaksanaan kerjasama yang meliputi pelayanan kesehatan dan

180
pelayanan penunjang serta Kerjasama administrasi meliputi
kerjasama pendidikan, sewa lahan/bangunan dan tenaga
profesional. Pelaksanaan kegiatan pelayanan di rumah sakit tidak
bisa lepas dari campur tangan pihak ketiga. Kerjasama dengan
pihak ketiga dilakukan untuk saling melengkapi pelayanan yang
ada dan tidak ada atau tidak dimiliki baik oleh pihak rumah sakit
maupun
oleh pihak ketiga. Adapun kerjasama dengan pihak ketiga meliputi
kerjasama:
 Penggunaan alat kesehatan / penunjang
 Pemberian pelayanan kesehatan
 Praktek kerja lapangan bagi peserta didik jenjang diploma dan
sarjana
 Penyewaan lahan / tanah / bangunan untuk kegiatan bisnis
 Rujukan dengan rumah sakit jejaring
 Administrasi dan keuangan

c. Tata Laksana

Adapun tugas tim pengkaji dan evaluasi adalah:


1) Melakukan kajian dan evaluasi terhadap seluruh IKS baik
menyangkut bidang pelayanan, penunjang, SDM dan
pendidikan, keuangan, umum dan operasional
2) Melakukan telaah dan analisis untuk kelangsungan IKS baik dari
segi substansi maupun keuangan
3) Melakukan koordinasi dengan unit terkait sehubungan dengan
pelaksanaan IKS
4) Memantau pelaksanaan IKS
5) Membuat laporan kegiatan kepada Direktur Umum dan
Operasional

Kegiatan evaluasi dilakukan setiap tahun sekali dengan merujuk


pada ketentuan yang telah dibuat dan disepakati bersama. Apabila
berdasarkan hasil evaluasi kegiatan kerjasama dipandang
perlu/layak untuk dilanjutkan maka kerjasama dapat

181
diteruskan/diperpanjang kembali. Namun demikian kegiatan
kerjasama dapat dihentikan oleh salah satu pihak apabila terdapat
penyimpangan-penyimpangan yang tidak dapat diperbaiki.
Pemutusan kerjasama ini dilakukan setelah kedua belah pihak
bernegosiasi dan tidak dapat menemukan kata sepakat.

182
BAB X
MONITORING DAN EVALUASI

A. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Pengawasan program mutu dan keselamatan pasien
adalah sebagai berikut:

1. Pengawasan langsung
Pengawasan langsung merupakan ruang lingkup pengawasan yang
dilakukan secara langsung oleh pemimpin atau pengawas dalam hal ini
adalah Derektur utama, Direksi, UPM, dan SPI dengan mengamati,
meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara on the spot di tempat
pekerjaan, dan menerima laporan-laporan secara langsung dari pelaksana.
Hal ini dilakukan dengan inspeksi. Pengawasan secara langsung ini
dilakukan dengan telusur lapangan rapat koordinasi serta pembinaan on
site.
2. Pengawasan tidak langsung
Pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan-laporan
yang diterima dari pelaksana yang dalam hal ini adalah para
penaggungjawab program baik lisan maupun tulisan, mempelajari
pendapat pasien dan pengunjung dan sebagainya tanpa on the spot.
Pengawasan secara tidak langsung dilakukan melalui analisis laporan hasil
pencapaian kegiatan mutu di wilayah kerja, rekomendasi serta tindak
lanjut.
3. Item Pengawasan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam item pengawasan mutu dan
keselamatan pasien adalah sebagai berikut
a. Dokumen regulasi
b. Laporan
c. Tidak lanjut dan upaya perbaikan
d. Program Pencapaian indikator dan atau program
e. Pemahaman staf terkait standar dan kriteria yang harus dipenuhi
diwilayah kerjanya
f. Implementasi berdasarkan persyaratan standar

183
g. Dokumentasi (catatan pendukung implementasi) seperti Catatan
Rekam Medis, laporan, kertas kerja pengumpulan data, posting data,
jadwal rapat, sosialisasi, notulen, sertifikat pelatihan, personal file dan
lain lain yang digunakan untuk membuktikan bahwa imlpementasi
sudah dilakukan sesuai standar
h. Pengawasan terhadap pelaksanaan program koordinasi dan integrasi
yang terdiri dari program integrasi Komite Pencegahan dan
Pengendalian infeksi (Komite PPI), Tim Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (TKPRS), Tim Manajemen Resiko, Bagian Sumber Daya
Manusia (SDM), Bagian Perencanaan dan Evaluasi (PE), Bidang
Pelayanan Medis, serta Tim Evaluasi Kontrak Kerjasama.
4. Mekanisme Pengawasan
Mekanisme pengawasan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien digambarkan dalam bagan mekanisme pengawasan sebagai berikut:

DEWAN PENGAWAS

SATUAN
PEMERIKSAAN

DIREKTUR UTAMA

INTERNAL

DIREKTUR

PENANGGUNG JAWAB PROGRAM MUTU


DI UNIT
INSTALASI/BIDANG/BAGIAN PENJAMINAN MUTU

KETUA PELAKSANA PROGRAM


MUTU

KELOMPOK KERJA PROGRAM


MUTU

5. Pelaporan hasil Pengawasan


Pelaporan hasil pengawasan yang dilakukan terdiri dari:

184
a. laporan hasil pengawasan
b. alur laporan
c. item laporan pengawasan
Isi laporan Laporan hasil pengawasan adalah terdiri dari :
a. Kondisi

b. Kriteria
c. Akibat
d. Penyebab ketidaksesuaian
e. Rekomendasi.

B.Tatalaksana Pengawasan

Tatalaksana Pengawasan dalam pelaksanaan program PMKP di RSIA


Mutiara Bunda Salatiga dilakukan secara berjenjang dan menjadi tanggung
jawab melekat pada setiap pimpinan yang terdiri dari Dewan Pengawas,
Direktur Utama dan para Direktur yang dalam pelaksanaannya dibantu
oleh UPM dan Satuan Pemeriksa Intern (SPI). Adapun tatalaksana
pengawasan adalah sebagai berikut:
1. Direktur Utama sebagai pimpinan tertinggi melakukan pengawasan
pelaksanaan program PMKP melalui analisa laporan dan pemberian
rekomendasi secara regular serta melakukan observasi lapangan dan
pembinaan langsung.

2. Dewan Pengawas melakukan pengawasan melalui analisa laporan


pencapaian program peningkatan mutu dan keselamatan Pasien yang
diberikan oleh Direktur Utama.

3. Pengawasan yang dilakukan oleh para direktur dilakukan secara


langsung dan tidak langsung sesuai dengan tanggungjawab masing
masing direktur yang menjadi tugas melekat sebagai pimpinan.

4. Dalam melakukan kegiatan pengawasan program PMKP, UPM


berkoordinasi dengan SPI melalui pemberian laporan kegiatan PMKP
rumah sakit secara regular sebagai bahan audit SPI. Satuan Pemeriksa
intern dalam hal ini melakukan pengawasan melalui kegiatan audit
berdasarkan analisa laporan pencapaian program PMKP yang
ditembuskan oleh UPM secara regular serta dengan telusur lapangan

185
dengan melakukan pengecekan langsung terhadap pelaksanaan
program PMKP melalui metode uji petik

5. Dalam melaksanakan pengawasan program. Oleh UPM bertujuan


untuk memastikan bahwa program PMKP sebagai upaya perbaikan
mutu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

6. Pengawasan yang dilakukan oleh UPM juga termasuk melakukan


pengawasan terhadap pelaksanaan program koordinasi dan integrasi
yang terdiri dari program integrasi Komite Pencegahan dan
Pengendalian infeksi (Komite PPI), Tim Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (TKPRS), Tim Manajemen Resiko, Bagian Sumber Daya
Manusia (SDM), Bagian Perencanaan dan Evaluasi (PE), Bidang
Pelayanan Medis, serta Tim Evaluasi Kontrak Kerjasama.

7. Kegiatan Pengawasan dilaksanakan secara regular dengan sistem uji


petik sesuai dengan analisa kebutuhan pengawasan

C. Tatalaksana Pelaporan

Laporan Pengawasan adalah bentuk dokumentasi dari kegiatan pengawasan


yang berkelanjutan, dilaksanakan secara periodik diakhir satu periode kegiatan
sebagai bahan evaluasi dan perencanaan kegiatan selanjutnya dengan
tatalaksana sebagai berikut:
1. Para Pimpinan dan atau pengawasan melaporkan hasil pengawasannya
berupa laporan tertulis dan atau lisan kepada Direktur Utama.
2. SPI melaporkan hasil pengawasannya berupa laporan tertulis kepada
Direktur utama dan menembuskan laporan hasil pengawasan program
mutu ke UPM
3. Laporan hasil Pengawasan bersifat laporan rahasia yang tidak ditujukan
untuk informasi umum
4. Laporan hasil pengawasan setidak - tidaknya terdiri dari
a. Kondisi: menyangkut hasil observasi atau wawancara yang didapatkan
pada saat pengawasan serta laporan tertulis yang dilaporkan.
b. Kriteria : berisikan standar yang ada harus sesuai standar PMKP

186
c. Akibat: harus dijelaskan akibat yang terjadi apabila program PMKP
yang dilakukan tidak sesuai dengan standar .
d. Penyebab ketidaksesuaian : sudah jelas

e. Rekomendasi dari pengawasan: hal hal apa yang akan


direkomendasikan untuk perbaikan mutu.
5. Laporan Pengawasan dibuat setiap akhir periode pengawasan sesuai
jadwal pengawasan
6. Pengawasan yang dilakukan oleh Unit Penjaminan Mutu ( UPM )
sekaligus dalam program pendampingan
7. Item area pengawasan yang dilaporkan dalam laporan pengawasan oleh
Unit Penjaminan Mutu yang menjadi objek pengawasan adalah
a. Dokumen regulasi yaitu dokumen yang yang menjadi persyaratan dan
dijadikan dasar dalam melaksanakan kegitan yang dapat berupa
kebijakan, pedoman, panduan ataupun SPO
b. Tindak lanjut dan upaya perbaikan yang telah dan atau sedang berjalan
atau yang direncanakan
c. Program Pencapaian mutu dan atau program kerja instalasi /
bidang/bagian
d. Pemahaman staf terkait dokumen regulasi, pemahaman terkait
implementasi standar dan kriteria yang harus dipenuhi di wilayah
kerjanya
e. Implementasi berdasarkan persyaratan standar
f. Dokumentasi (catatan pendukung implementasi) seperti Catatan
Rekam Medis, laporan, kerta kerja pengumpulan data, posting data,
jadwal rapat, sosialisasi, notulen, sertifikat pelatihan, personal file dan
lain lain yang digunakan untuk membuktikan bahwa implementasi
sudah dilakukan sesuai standar.
g. Pengawasan terhadap pelaksanaan program koordinasi dan integrasi
yang terdiri dari program integrasi Komite Pencegahan dan
Pengendalian infeksi (Komite PPI), Tim Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (TKPRS), Tim Manajemen Resiko, Bagian Sumber Daya
Manusia (SDM), Bagian Perencanaan dan Evaluasi (PE), Bidang
Pelayanan Medis, serta Tim Evaluasi Kontrak Kerjasama.
8. Laporan hasil pengawasan dibuat dalam bentuk laporan tertulis dengan
format minimal berisi kondisi hasil pengamatan kriteria yang seharusnya

187
ada dan dilakukan, akibat yang ditimbulkan dari ketidak sesuaian,
penyebab terjadinya ketidaksesuaian.

188
BAB XI
PENUTUP

Mutu dan keselamatan pasien sebenarnya sudah ada (tertanam) dalam kegiatan
pekerjaan sehari-hari dari tenaga kesehatan professional dan tenaga lainnya.
Dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat karena impak dari kesadaran
dan tuntutan akan pentingnya memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu,
oleh karena itu upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien harus terus
menerus dilakukan yang disebut dengan “never ending proses” dan upaya
peningkatan tersebut seyogyanya dididukung oleh para pimpinan rumah sakit dan
seluruh staf serta didukung sumber daya dan dana yang memadai.

Dalam implementasinya tidaklah mudah karena menyangkut monitoring banyak


hal maka rumah sakit membuat program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien yang mana Program PMKP ini merupakan kegiatan Peningkatan Mutu
yang berjalan secara berkesinambungan & berkelanjutan.

Upaya pengendalian mutu pelayanan kesehatan di RS tidak bisa diwujudkan


hanya dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan saja, akan tetapi dibutuhkan
upaya peningkatan sistem dan pemikiran yang holistik. Upaya peningkatan mutu
pelayanan dilakukan di semua unit pelayanan, baik pada unit pelayanan medik,
pelayanan penunjang medik, maupun pada unit pelayanan administrasi dan
manajemen melalui program jaminan mutu. Salah satu indikator yang digunakan
untuk menilai kualitas pelayanan rumah sakit dikatakan bermutu adalah
pencapaian terhadap indikator klinik pelayanan rumah sakit yang sesuai dengan
standar.

Demikian telah disusun program kerja Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, diharapkan program kerja ini dapat dipakai sebagai pedoman kerja
dalam meningkatakan mutu pelayanan di rumah sakit.
Buku Pedoman PMKP akan di review secara berkala, paling lambat 3 tahun sekali

189
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. n.d What is benchmarking?, http://www.eyehospital.eu/ diakses tgl 25


Desember 2016
Davidoff , F., et al. 2008, “Publication Guidelines for quality improvement in
helath care:evolution of the squire project”, Quality and Safety Health Care,
vol. 17, no 13-19
Fuller, S.R. dan Miller, D. W., 2000, ‘Information Security and confidentiality
near you’, Hospital Physcian, diakses 3 Januari 2015
Hasan, Iqbal. 2010. Analisis Data Penelitian Dengan Statistika Jakarta: PT Bumi
Aksara
Kelly, E dan Hurts, J., 2006, ‘Health Care Quality Indicators Project, Conceptual
Frammework’, OECD, diakses www.oecd/org/els.health.system
McNeese, William 2006. Over-controlling a Process: The Funnel Experiment.
BPI Consulting, LLC. Diakses tanggal 11 Agustus 2016
Usman, Husaini dan R. Purnomo Setiady Akbar. 2011. Pengantar Statistika.
Jakarta : Bumi Aksara
Sower, V.E, Duffy, J.O, Kohers, G (2008). Benchmarking for Hospitals:
Achieving Best- In Class Performance without having to re-invent the wheel.
Amerika: American Society for Quality
Spath, P., 2009 , Introduction to Health Care Quality Management, Health
Administration Press, Washington DC
Sudijono, Anas. 2010. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Wheeler, Donald J. 2000. Understanding Variation. Knoxville, Tennessee: SPC
Press, 2007, “Guidelines for measuring statistical quality”, National
Statistics,https://unstats.un.org/unsd/dnss/docs-nqaf/UK-Guidelines
Subject.pdf , diakses tgl 2 Januari 2016

DITETAPKAN DI : SALATIGA
PADA TANGGAL : AGUSTUS 2018
DIREKTUR UTAMA,

dr. Robby Hernawan, Sp.OG (KFM)

NIP:

190

Anda mungkin juga menyukai