Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Hasil Penelitian Sebelum/Terdahulu

Dewi dan Merkusiwati (2018) dalam penelitian terdahulu untuk

mengetahui pengaruh kesadaran wajib pajak, sanksi perpajakan, penerapan sistem

e-filing, dan pengetahuan tax amnesty terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak

orang pribadi di kantor pelayanan pajak pratama dan pasar timur. Populasi

penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi terdaftar di kantor pelayanan pajak

pratama dan pasar timur dan penentuan sampel menggunakan metode non

probability sampling dengan teknik purpusive sampling. Penelitian ini

menggunakan sampel sebanyak 100 responden yang dihitung menggunakan

rumus slovin pengumpulan data yang dilakukan dengan konsioner yang diukur

dengan skala liker. Hasil penelitian ini menjukkan bahwa kesadaran wajib pajak,

sanksi perpajakan, penerapan sistem e-filing, dan pengetahuan tax amnesty

berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di

kantor pelayanan pajak pratama dan pasar timur.

Menurut Marcori (2018) Penelitian ini bertujuan untuk Pengaruh

Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan fiskus dan Sanksi pajak terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak yang menjalankan UKM di KP2KP Sungai Penuh. Jenis penelitian

ini digolongkan sebagai penelitian kausatif. Populasi dari penelitian ini adalah

UKM yang masuk wilayah kerja KP2KP Sungai Penuh. Sampel penelitian

ditentukan menggunakan rumus slovin, sehingga didapatkan responden sebanyak

100 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada pelaku

10
11

UKM Sungai penuh Jambi. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi

berganda menggunakan software SPSS ver 21. Hasil penelitian membuktikan

bahwa (1) Kesadaran Wajib pajak berpengaruh signifikan positif terhadap

kepatuhan Wajib Pajak (2) Pelayanan fiskus tidak terbukti berpengaruh terhadap

kepatuhan Wajib Pajak (4) Sanksi pajak berpengaruh signifikan positif terhadap

kepatuhan Wajib Pajak.

Menurut Muflih (2017) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan

menganalisis apakah pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus,

penyuluhan wajib pajak, dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak

orang pribadi pada KPP pratama medan kota.

Metode penelitian dalam proposal ini adalah analisis statistik deskriptif, uji

kualitas data, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis. Variabel Independen pada

penelitian ini adalah kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus,

penyuluhan wajib pajak, dan sanksi perpajakan sedangkan Variabel Dependennya

adalah kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Jumlah populasi dalam penelitian ini

yaitu 79.690 wajib pajak orang pribadi dengan menggunakan sampel jenuh

diperoleh 100 orang sebagai sampel. Jenis data yang dipakai adalah data primer.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan kesadaran wajib

pajak, kualitas pelayanan fiskus, penyuluhan wajib pajak, dan sanksi perpajakan

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP pratama

medan kota. Secara parsial variabel pengaruh kesadaran wajib pajak dan sanksi

perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP

pratama medan kota. Sedangkan kualitas pelayanan fiskus dan penyuluhan wajib
12

pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP

pratama medan kota.

Menurut Ermawati dan Afifi (2018) Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis bagaimana pengaruh pengetahuan perpajakan dan sanksi perpajakan

terhadap kepatuhan wajib pajak dengan religiusitas sebagai variabel pemoderasi.

Objek penelitian menggunakan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kudus. Teknik pengambilan sampel

menggunakan metode accidental sampling. Teknik analisis data menggunakan

pendekatan Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan metode

alternatif Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1).

Pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, 2). Sanksi

perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, 3). Religiusitas

tidak mampu memoderasi pengaruh pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan

wajib pajak, 4). Religiusitas tidak mampu memoderasi pengaruh sanksi

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Menurut Haryaningsih (2018) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Kualitas Pelayanan Pajak, dan Kesadaran

Perpajakan terhadap Motivasi Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi di

KPP Pratama Kebumen. Penelitian ini bersifat kausal komparatif dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib

Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Kebumen. Pengambilan

sampel menggunakan teknik insidental sampling dengan jumlah sampel sebanyak

200 responden. Metode pengumpulan data dengan kuesioner. Data diambil pada

bulan Maret 2018. Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif, uji
13

prasayarat, analisis regresi linear sederhana, dan analisis regresi linear berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengetahuan Perpajakan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap Motivasi Membayar Pajak Wajib Pajak Orang

Pribadi. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai koefisien regresi bernilai positif

yaitu 0,282 dan thitung lebih besar apabila dibandingkan dengan ttabel

(8,646> 1,972) pada signifikansi (0,000< 0,05) . Kualitas pelayanan pajak

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Motivasi Membayar Pajak Wajib

Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Kebumen. Hal ini dibuktikan dengan nilai

koefisien regresi yang bernilai positif yaitu 0,416 danT hitung lebih besar dari ttabel

(8,327> 1,972)pada signifikansi (0,000< 0,05). Kesadaran Perpajakan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Motivasi Membayar Pajak Wajib

Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Kebumen. Hal ini dibuktikan dengan nilai

koefisien regresi yang bernilai positif yaitu 0,559 dan T hitung lebih besar dari t tabel

(8,519>1,9702) pada signifikansi (0,000< 0,05) .Pengetahuan perpajakan,

Kualitas Pelayanan Pajak, dan Kesadaran Perpajakan berpengaruh positif dan

signifikan secara bersama-sama. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien regresi

yang bernilai positif 0,117 ; 0,228 ; 0,280 serta F huting lebih besar dari Ftabel

( 41,768>2,685) .

Menurut adi (2018) Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1)

Pengaruh Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di

KPP Pratama Cilacap tahun 2018. (2) Pengaruh Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Cilacap tahun 2018. (3) Pengaruh Kesadaran

Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Cilacap

tahun 2018. (4) Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak, dan Kesadaran
14

Wajib Pajak secara bersama-sama terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP

Pratama Cilacap tahun 2018. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat

kausal komparatif dengan pendekatan kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan

dengan teknik insidental sampling dengan 100 responden. Metode pengumpulan

data menggunakan metode kuesioner dalam bentuk pertanyaan tertutup. Sebelum

kuesioner dibagikan dilakukan uji coba istrumen untuk diuji validitas dan

reliabilitasnya agar memperoleh hasil yang sesuai dengan fakta. Selanjutnya

teknik analisis data dilakukan dengan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji

linearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas sebagai syarat uji

regresi untuk pengujian hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan adalah analisis

regresi linier sederhana dan analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian

ini menunjukkan bahwa : (1) Pengetahuan Perpajakan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Cilacap tahun

2018 ditunjukkan dengan persamaan regresi Y =12,728+ 1,051 X , nilai t hitunglebih

besar darit tebal (10,691>4,765) danr square (r 2) sebesar 53,8 % . (2) Sanksi Pajak

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di

KPP Pratama Cilacap tahun 2018 ditunjukkan dengan persamaan regresi

Y =17,962+1,271 X , nilai t hitung lebih besar darit tebal (9,987> 7,676) dan

r square ( r ) 50,4 % .(3) Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif dan signifikan
2

terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Cilacap tahun 2018

ditunjukkan dengan Y =11,396 +1,572 X , nilai t hitung lebih besar dari t tebal yaitu

(16,800>6,384) danr square ( r 2) 74,2 % . (4) Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak

dan Kesadaran Wajib Pajak secara bersama-sama berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Cilacap tahun
15

2018 yang ditunjukkan dengan Y =8,047+0,294 X 1+0,153 X 2+1,183 X 3 , nilai

t hitung lebih besar dari t tebal yaitu (107,051>2,696) dan r square ( r 2) 77,0 % .

Sebagai tolak ukur dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya. Tabel 2.1. ini menunjukkan hasil-hasil

penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan

Wajib Pajak dalam melaksanakan perpajakannya.

No Nama Judul penelitian Variabel Metode Hasil penelitian


penelit penelitian (kesimpulan)
i
1 Dewi Pengaruh kesadaran Kesadaran wajib menggunakan Menyimpulkan
dan wajib pajak, sanksi pajak (X ¿ ¿1) ¿ metode non bahwa kesadaran
Merku perpajakan, penerapan Sanksi probability wajib pajak,
siwati sistem e-filing, dan perpajakan sampling sanksi perpajakan,
(2018) pengetahuan tax amnesty ( X ¿ ¿2)¿ penerapan sistem
terhadap kepatuhan e-filing, dan
Penerapan
pelaporan wajib pajak pengetahuan tax
sistem
orang pribadi di kantor amnesty
pelayanan pajak pratama e-filing( X 3) berpengaruh
dan pasar timur. pengetahuan tax positif terhadap
amnesty kepatuhan
(X ¿ ¿ 4)¿ pelaporan wajib
kepatuhan pajak orang
pelaporan wajib pribadi di kantor
pajak (Y) pelayanan pajak
pratama dan pasar
timur.
2 Marco Pengaruh Kesadaran Kesadaran wajib Analisis data Menyimpulkan
ri WP, Pelayanan fiskus pajak ( X 1 ) menggunakan bahwa
(2018) dan Sanksi pajak Pelayanan fiskus regresi 1. Kesadaran Wajib
terhadap Kepatuhan berganda pajak berpengaruh
( X ¿ ¿2)¿
Wajib Pajak yang signifikan positif
menjalankan UKM di Sanksi pajak ( X 3 terhadap
KP2KP Sungai Penuh ) kepatuhan Wajib
Kepatuhan wajib Pajak
pajak 2. Pelayanan fiskus
(Y) tidak terbukti
berpengaruh
terhadap
kepatuhan Wajib
Pajak
3. Sanksi pajak
berpengaruh
signifikan positif
terhadap
kepatuhan Wajib
Pajak.
3 pengaruh kesadaran Kesadaran wajib Menggunaka Menyimpulkan
Muflih wajib pajak, kualitas pajak ( X 1 ) n analisis bahwa secara
(2017) pelayanan fiskus, statistik simultan
16

penyuluhan wajib pajak, kualitas deskriptif, uji kesadaran wajib


dan sanksi perpajakan pelayanan fiskus kualitas data, pajak, kualitas
terhadap kepatuhan ( X 2) uji asumsi pelayanan fiskus,
wajib pajak orang penyuluhan klasik, dan uji penyuluhan wajib
pribadi pada KPP hipotesis pajak, dan sanksi
wajib pajak ( X 3 )
pratama medan kota. perpajakan
sanksi berpengaruh
perpajakan ( X 4) terhadap
kepatuhan wajib kepatuhan wajib
pajak (Y) pajak orang
pribadi pada KPP
pratama medan
kota sedangkan
Secara parsial
variabel pengaruh
kesadaran wajib
pajak dan sanksi
perpajakan
berpengaruh
terhadap
kepatuhan wajib
pajak orang
pribadi pada KPP
pratama medan
kota. Sedangkan
kualitas pelayanan
fiskus dan
penyuluhan wajib
pajak tidak
berpengaruh
terhadap
kepatuhan wajib
pajak orang
pribadi pada KPP
pratama medan
kota.
4 Ermaw pengaruh pengetahuan Pengetahuan Teknik Menyimpulkan
ati dan perpajakan dan sanksi perpajakan ¿ ¿) analisis data bahwa:
Afifi perpajakan terhadap Sanksi menggunakan 1. Pengetahuan
(2018) kepatuhan wajib pajak perpajakan X 2 pendekatan perpajakan
dengan religiusitas kepatuhan wajib Structural berpengaruh
sebagai variabel pajak (Y) Equation terhadap
pemoderasi. Objek Model (SEM) kepatuhan wajib
penelitian menggunakan dengan pajak,
wajib pajak orang menggunakan 2. Sanksi perpajakan
pribadi yang terdaftar di metode tidak berpengaruh
Kantor Pelayanan Pajak alternatif terhadap
(KPP) Pratama Kudus. Partial Least kepatuhan wajib
Square pajak,
(PLS). 3. Religiusitas tidak
mampu
memoderasi
pengaruh
pengetahuan
perpajakan
terhadap
kepatuhan wajib
17

pajak,
4. Religiusitas tidak
mampu
memoderasi
pengaruh sanksi
perpajakan
terhadap
kepatuhan wajib
pajak.
5 Harya pengaruh Pengetahuan Pengetahuan Data Menyimpulkan
ningsi Perpajakan, Kualitas Perpajakan dianalisis bahwa:
h Pelayanan Pajak, dan ( X ¿ ¿1)¿ dengan 1. Pengetahuan
(2018) Kesadaran Perpajakan Kualitas menggunakan Perpajakan
terhadap Motivasi Pelayanan Pajak statistik berpengaruh
Membayar Pajak Wajib ¿ ¿) deskriptif, uji positif dan
Pajak Orang Pribadi di Kesadaran prasayara, signifikan
KPP Pratama Kebumen. analisis terhadap Motivasi
Perpajakan ( X 3 ) regresi linear Membayar Pajak
terhadap sederhana, Wajib Pajak
Motivasi dan analisis Orang Pribadi.
Membayar Pajak regresi linear2. Kualitas
(Y) berganda. pelayanan pajak
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap Motivasi
Membayar Pajak
Wajib Pajak
Orang Pribadi di
KPP Pratama
Kebumen
3. Kesadaran
Perpajakan
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap Motivasi
Membayar Pajak
Wajib Pajak
Orang Pribadi di
KPP Pratama
Kebumen.

6 Adi Pengaruh Pengetahuan Pengetahuan Menggunaka Menyimpulkan


(2018) Perpajakan, Sanksi Perpajakan ( X 1 ¿ n analisis bahwa:
Pajak, dan Kesadaran regresi linier1. Pengetahuan
Sanksi Pajak ( X 2
Wajib Pajak terhadap sederhana Perpajakan
Kepatuhan Wajib Pajak ) dan analisis berpengaruh
Badan di KPP Pratama Kesadaran Wajib regresi linier positif dan
Cilacap tahun 2018. Pajak ( X 3 ) berganda. signifikan
Kepatuhan terhadap
Wajib Pajak (Y) Kepatuhan Wajib
Pajak Badan di
KPP Pratama
Cilacap tahun
2018
2. Sanksi Pajak
18

berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak Badan di
KPP Pratama
Cilacap tahun
2018
3. Kesadaran Wajib
Pajak berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak Badan di
KPP Pratama
Cilacap tahun
2018
4. Pengetahuan
Perpajakan,
Sanksi Pajak dan
Kesadaran Wajib
Pajak secara
bersama-sama
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak Badan di
KPP Pratama
Cilacap tahun
2018
7 Mete Pengaruh kesadaran Kesadaran wajib analisis Menyimpulkan
(2020) wajib pajak dan pajak ( X 1 ) regresi linier bahwa: kesadaran
pengetahuan perpajakan Pengetahuan berganda. wajib pajak dan
terhadap kepatuhan pengetahuan
perpajakan ( X 2 )
wajib pajak dalam perpajakan
membayar pajak bumi kepatuhan wajib bersama-sama
dan bangunan (PBB-P2) pajak (Y) berpengaruh
Pada wajib pajak Desa positif dan
Sekarpuro RT.03/RW.01 signifikan
terhadap
kepatuhan wajib
pajak dalam
membayar Pajak
Bumi dan
Bangunan
Perkotaan dan
Perdesaan di
Desa Sekarpuro
Rt.03/Rw.01
tahun 2020
Sumber: Data Sekunder Tahun 2020
19

2.2 Kajian teori

2.2.1 Theory of Reasoned Action (TRA)

Teori yang mendasari psikologi sosial ini dikembangkan oleh Fishbein dan

Ajzen (1975) mengemukan bahwa niat seseorang dipengaruhi oleh dua penentu

utama yaitu:

1. Sikap, merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan

evaluasi atas hasil tersebut.

2. Norma subjektif, merupakan kepercayaan-kepercayaan mengenai harapan-

harapan normatif yang muncul karena pengaruh orang lain dan motivasi untuk

menyetujui harapan-harapan tersebut.

Relevansinya dengan penelitian ini adalah bahwa seseorang dalam

menentukan perilaku patuh atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya dipengaruhi rasionalitas dalam mempertimbangkan manfaat dari

pajak dan juga pengaruh orang lain yang mempengaruhi keputusan dalam patuh

pajak. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan memiliki

keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut.

Kemudian yang bersangkutan akan memutuskan bahwa akan melakukannya atau

tidak.

2.2.2 Theory Of Planned Behavior (TPB)

Theory Of Planned Behavior (TPB) Dijelaskan bahwa perilaku yang

ditampilkan oleh induvudu timbul karena adanya niat untuk berperilaku.

Sedangkan munculnya niat berperilaku ditentukan oleh tiga faktor penentu (ajzen,

1991), yaitu:
20

a. Normatif Beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang dan

motivasi untuk memanuhi harapan tersebut (normative motivation comply).

Menurut arum (2012) ketika akan melakukan sesuatu, induvidu akan memiliki

keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain dan mativasi untuk

memenuhi harapan tersebut (normative Beliefs). Hal tersebut dapat dikaitkan

dengan palayanan pajak, dimana dengan adanya pelayang baik dari petus

pajak, sistem perpajakan yang efisien dan efektif, serta penyeluhan-

penyeluhan pajak yang memberikan mativasi wajib pajak agar taat pajak akan

membuat wajib pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak.

b. Behavioral Beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan

evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strenght and outcome evaluation).

Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi

kewajiban perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu

tersebut akan memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari

perilakunya tersebut. Kemudian yang bersangkutan akan memutuskan bahwa

akan melakukannya atau tidak melakukannya. Hal tersebut berkaitan dengan

kesadaran wajib pajak. Wajib pajak yang sadar pajak akan memiliki keyakinan

mengenai pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan

pembangunan negara.

c. Control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung

atau menghambat perilakunya tersebut (perceived pover). Control beliefs

berkaitan dengan sanksi pajak. Sanksi pajak dibuat bertujuan untuk

mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan

wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang


21

beberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk

taat pajak.

Alasan penelitian teori ini adalah kemauan untuk membayar pajak terkait

dengan persepsi wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri.

Persepsi seseorang untuk membuat penilaian mengenai sesuatu sangat

dipengaruhi oleh kondisi yang dialami seseorang tersebut. Wajib pajak yang mau

membayar membayar pajak pasti mempunyai keyakinan jika uang yang diberikan

digunakan untuk pembangunan nasional. Sehingga theory of planned behavior

(TPB) sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut.

2.2.3 Teori keagenan (agency theory)

Teori keagenan terfokus pada hubungan antara dua pelaku ekonomi yang

salaing bertantangan yaitu prinsipal dan agen. Prinsipal adalah pelaku ekonomi

yang membayar orang lain untuk melakukan perkerjaan sedang agen adalah

pelaku ekonomi yang melakukan pekerjaan demi mendapatkan upah. (Mathiesen,

2004) Teori ini mengasumsikan bahwa prinsipal maupun agen merupakan para

pelaku ekonomi yang berpikir rasional dan tindakannya semata-mata untuk

kepentingan pribadi, akan tetapi mereka menemukan kesulitan dalam kepercayaan

dan informasi. Berbagai konflik kepentingan yang muncul antara prinsipal dan

agen yang disebabkan adanya hubngan keagenan atau agency relationship.

Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana pihak prinsipal

memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal

serta memberikan wewenang kepada agen untuk memberikan keputusan yang

terbaik bagi prinsipalnya. Hal tersebut umumnya terjadi karena kondisi prinsipal

yang memungkinkan untuk melakukan sendiri pekerjaan yang di perintahnya.


22

Misalnya dalam sebuah perusahan yang menjadi prinsipal adalah para pemilik

perusahan atau pemegang saham yang bertujuan memajukan perusahan.

Sedangkan agen yang diperintahkan untuk mengelola perusahan supaya perusahan

dapat maju adalah manejer (Jansen dan Meckling, 1976).

Dalam penelitian ini yang dimaksudkan dengan prinsipal adalah

pemerintah/negara yang mempunyai hak untuk menarik pajak pada warganegara,

demi kepentingan pembangunan nasional. Besarnya biaya pembangunan yang

harus di tanggung oleh negara/pemerintah mendorong mereka untuk

mengoptimalkan pajak yang di pungut, dengan memungut apa yang memang

menjadi haknya berdasarkan aturan perundang-undangan perpajakan.

Agen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para pemungut pajak

yang turun langsung kelapangan menghadapi para wajib pajak mereka adalah

orang-orang yang seharusnya mengusahakan agar tujuan pemerintah pusat/negara

dapat tercapai yaitu mengoptimalkan pemungutan pajak. Dalam proses

selanjutnya jika kedua bela pihak mempunyai visi yang sama yaitu

mengoptimalkan pajak, maka diharapkan agen akan bertindak kepentingan

prinsipal, (Dyah Ayu, 2008).

2.2.4 Pajak bumi dan bangunan

1. Pengertian pajak bumi dan bangunan

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.

Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa,

tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. (Mardiasmo, 2009).

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap

pada tanah dan atau perairan. (Mardiasmo, 2009). Yang dimaksud dengan Pajak
23

Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti

besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau

bangunan. (Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994). Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan / atau

bangunan (Setiawan dan Hardi, 2006). Sedangkan menurut (Waluyo, 2010) Pajak

Bumi dan Bangunan adalah Pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya

pajak terutang ditentukan oleh keadaan Objek Pajak yaitu Bumi dan Bangunan,

keadaan Subjek ( siapa yang membayar ) tidak ikut menentukan besarnya jumlah

pajak yang terutang.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan

Bangunan adalah pungutan pajak yang dikenakan terhadap bumi yang meliputi

tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut

wilayah Republik Indonesia dan atau bangunan yang meliputi konstruksi teknik

yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.

2. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan

Landasan Hukum PBB, adalah Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1985

Sebagaimana telah diubah dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1994

tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Ada empat asas utama yang harus

diperhatikan dalam Pajak Bumi dan Bangunan, yaitu:

a. Sederhana, dengan pengertian mudah dimengerti dan dapat dilaksanakan.

b. Adil, dalam arti keadilan vertikal maupun horizontal dalam pengenaan Pajak

Bumi dan Bangunan yang disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak.


24

c. Mempunyai kepastian hukum, dengan pengertian bahwa pengenaan Pajak

Bumi dan Bangunan diatur dengan Undang-Undang dan peraturan atau

ketentuan pemerintah sehingga mempunyai kekuatan dan hukum.

d. Gotong-royong, dimana semua masyarakat baik berkemampuan rendah

maupun tinggi ikut berpartisipasi dan bertanggung-jawab mendukung

pelaksanaan Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan serta

ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

3. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak

merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran

pembangunan. Ada dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur

(regulerend).

Fungsi budgetair maksudnya adalah pajak sebagai sumber dana bagi

pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, sedangkan fungsi

mengatur dapat diartikan pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (Mardiasmo, 2009).

Beberapa fungsi pajak juga dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Fungsi anggaran (budgetair / financial)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas- tugas rutin negara

dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat

diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan

rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
25

Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,

yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan

pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan

pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat ini terutama diharapkan dari

sektor pajak.

b. Fungsi Mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan

pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai

tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam

negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak.

Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea

masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Jadi kesimpulannya adalah fungsi pajak yaitu sebagai sumber dana bagi

pemerintah yang berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

dan mengatur kebijaksanaan pajak untuk mencapai tujuan yang pemerintah.

4. Subyek dan Objek Pajak Bumi Dan Bangunan

Subyek Pajak Bumi dan Bangunan menurut Pasal 4 Ayat (1) Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang

pribadi atau badan yang secara nyata:

a. Mempunyai suatu hak atas bumi

b. Memperoleh manfaat atas bumi

c. Memiliki bangunan

d. Menguasai bangunan
26

e. Memperoleh manfaat atas bangunan.

Menurut ketentuan undang-undang, Wajib Pajak adalah Subyek Pajak

yang dikenakan kewajiban membayar pajak. Dengan demikian maka yang wajib

membayar Pajak Bumi dan Bangunan bukan saja pemilik tanah dan atau

bangunan tetapi juga penyewa atau siapa saja yang memanfaatkan tanah dan atau

bangunan misalnya penghuni rumah dinas suatu instansi (Siahaan, 2004).

Sedangkan Objek Pajak Bumi dan Bangunan diatur dalam pasal 2 dan pasal 3 UU

Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Pasal 2 berbunyi:

a. Yang menjadi obyek pajak adalah bumi dan atau bangunan.

b. Klasifikasi obyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh

Menteri Keuangan.

Pasal 3 berbunyi:

1) Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan adalah objek pajak yang :

a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang

ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak

dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis

dengan itu

c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman

nasional, taman penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara

yang belum dibebani suatu hak;

d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas

perlakuan timbal balik;


27

e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan. Obyek pajak yang digunakan oleh

negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan

pajaknya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

2) Besarnya nilai jual obyek pajak tidak kena pajak ditetapkan setinggitingginya

sebesar Rp 12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak.

3) Penyesuaian besarnya nilai jual obyek pajak tidak kena pajak sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh menteri keuangan.

5. Dasar Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan

Dasar hukum PBB adalah pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945

yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

rakyat”. Sedangkan dasar pemungutannya adalah pasal 23 ayat (2) yang berbunyi

“Segala Pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang”. Dalam

pelaksanaan Pemungutannya adalah Undang-undang No.12 tahun 1985,

sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No.12 Tahun 1994.

6. Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan Official

a. Assessment system, diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB) dan juga diterapkan dalam penentuan besarnya PBB, dimana Kantor

Pelayanan Pajak ( KPP ) akan mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai

besarnya PBB yang terhutang setiap tahun. Jadi wajib pajak tidak perlu

menghitung sendiri, Tetapi cukup membayar PBB berdasarkan Surat

Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP dimana

tempat objek pajak tersebut terdaftar.


28

b. Self assessment system contohnya diterapkan dalam kegiatan menyerahkan

Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) dan dalam hal pengisian SPOP.

c. Withholding System

Withholding System adalah sistem pemungutan pajak dimana besarnya

pajak terhutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang

dimaksud antara lain pemebri kerja dan bendaharawan pemerintah.

7. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)

Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan, pembayaran pajak, objek pajak, bukan objek pajak,

harta, dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan (Suandy, 2008). Menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985

definisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan

oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan Undang-

Undang Pajak Bumi dan Bangunan.

8. Pengelompokan Pajak

Pajak dapat di bedakan menurut golongan, sifat dan lembaga pemungutnya.

a. Jenis Pajak Menurut Golongannya

1) Pajak Langsung

Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak

lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang

bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak

langsung karena pengenaan pajaknya adalah langsung kepada Wajib Pajak

yang menerima penghasilan, tidak dapat dilimpahkan kepada Wajib Pajak

lain.
29

2) Pajak Tak Langsung

Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah contoh dari pajak tak

langsung sebab yang menjadi Wajib Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

seharusnya adalah penjualannya, karena penjualannyalah yang

mengakibatkan adanya per-tambahan nilai, tetapi pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai dapat dilimpahkan kepada pembeli (pihak lain).

b. Jenis Pajak Menurut Sifatnya

1) Pajak Subyektif

Pajak yang didasarkan atas keadaan subjeknya, memperhatikan

keadaan diri Wajib Pajak yang selanjutnya dicari syarat objektifnya

(memperhatikan keadaan Wajib Pajak). Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)

adalah pajak subjektif, karena pengenaan pajak penghasilan

memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak yang menerima penghasilan.

2) Pajak Objektif

Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan diri Wajib

Pajak. Contoh:

a) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), karena pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai adalah peningkatan nilai dari suatu barang, bukan

pada penjual yang meningkatkan nilai barang.

b) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena Pajak Bumi dan Bangunan

dikenakan terhadap keadaan dari tanah dan bangunan, bukan dari

keadaan pemiliknya.
30

c. Jenis Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya

Pemerintah telah menetapkan bagi hasil pajak antara pusat dan daerah,

bagi hasil tersebut dalam APBD dapat diketahui dari jenis-jenis pajak pusat yang

pungutannya dibagi menjadi dua diantaranya sebagai berikut:

1) Pajak Pusat / Pajak Negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada

pada pemerintah pusat yang pelaksnaannya dilakukan oleh Departemen

Keuangan melalui Direktoral Jenderal Pajak (Suandy, 2008). Yang tergolong

jenis pajak ini adalah: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPn BM), Bea Materai, Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) (Mardiasmo, 2009).

2) Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang

dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan

langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah (Mardiasmo,

2009).

Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian (Mardiasmo, 2009), yaitu:

1) Pajak Propinsi, terdiri dari:

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan
31

2) Pajak Kabupaten/ Kota, terdiri dari:

a. Pajak Hotel.

b. Pajak Restoran. Pajak Hiburan.

c. Pajak Reklame.

d. Pajak Penerangan jalan.

e. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.

f. Pajak Parkir.

g. Pajak lain-lain.

2.2.5 Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (PBB-P2)

1. pengertian Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (PBB-

P2)

Menurut Siahan (2010:553) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan

dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan

atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang

digunakan kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Yang

dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan

pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Sedangkan yang dimaksud dengan

bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada

tanah dan atau perairan pedalaman dan atau laut. PBB Pedesaan dan Perkotaan

merupakan jenis pajak kabupaten/kota yang baru diterapkan berdasarkan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009.

2. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan

Pemungutan PBB Pedesaan dan Perkotaan di Indonesia saat ini didasarkan

pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat
32

dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan PBB Pedesaan dan Perkotaan

pada suatu kabupaten/kota adalah sebagaimana dibawah ini:

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Derah dan Retribusi

Daerah.

b. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang PBB Pedesaan dan

Perkotaan.

c. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang PBB Pedesaan dan

Perkotaan sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang PBB Pedesaan

dan Perkotaan pada kabupaten/kota dimaksud.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pemerintah

kabupaten/kota bersama dengan DPRD kabupaten/kota diharapkan dapat

segera membahas dan menerbitkan Peraturan Daerah tentang PBB Pedesaan

dan Perkotaan sebagai dasar hukum pemungutan PBB Pedesaan dan

Perkotaan. Dengan demikian, paling lambat tahun 2014, pemerintah pusat

tidak lagi memungut PBB Pedesaan dan Perkotaan.

3. Obyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Obyek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang

dikemukakan oleh Marihot Pahala Siahaan (2010:555) adalah bumi dan

bangunan.

Obyek pajak PBB Pedesaan dan Perkotaan adalah bumi dan atau bangunan

yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,

kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan,

dan pertambangan. Yang dimaksud dengan “kawasan” adalah semua tanah dan

bangunan yang digunakan oleh perusahaan perkebunan, perhutanan, dan


33

pertambangan di tanah yang diberi hak guna usaha perkebunan, tanah yang diberi

hak pengusahaan hutan, dan tanah yang menjadi wilayah usaha pertambangan.

4. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Menurut pasal 80 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No.28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), tarif PBB Pedesaan dan

Perkotaan ditetapkan paling tinggi sekitar 0,3% (nol koma tiga persen) dan

ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini

dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota

untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-

masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap derah kota/kabupaten

diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda

dengan kota/kabupaten lainya, asalkan tidak lebih dari 0,3% (nol koma tiga

persen).

5. Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Besaran pokok PBB Pedesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung

dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak setelah

dikurangi NJOPTKP. Nilai Jual untuk bangunan sebelum diterapkan tarif pajak

dikurangi terlebih dahulu dengan NJOPTKP sebesar Rp. 10.000.000,-. Secara

umum penghitungan PBB Pedesaan dan Perkotaan adalah sesuai dengan rumus

berikut :

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x (NJOP – NJOPTKP)

= Tafif Pajak x (NJOP Bumi + (NJOP Bangunan – NJOPTKP))


34

2.2.6 Kepatuhan wajib pajak

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan patuh

adalah suka menurut perintah, taat pada aturan atau perintah dan berdisiplin. Jadi

kepatuhan adalah ketaatan, patuh, tunduk dalam menjalankan aturan-aturan yang

telah ditetapkan. Selain itu terdapat beberapa pengertian kepatuhan dalam bidang

perpajakan menurut para ahli, yaitu:

Menurut Tjahjono (2006) kepatuhan wajib pajak adalah perilaku wajib

pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang

berlaku. Sedangkan menurut Purnamasari (2016), kepatuhan pajak yaitu apabila

wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan, pengertian

kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta

melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku. Nurmantu (2010), menjelaskan bahwa

terdapat dua macam kepatuhan yaitu:

1. Kepatuhan Formal

Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi

kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

Undang Perpajakan. Dalam hal ini kepatuhan formal meliputi:

a. Wajib Pajak membayar pajak dengan tepat waktu

b. Wajib Pajak membayar pajak dengan tepat jumlah.

c. Wajib pajak tidak memiliki tanggungan Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Kepatuhan Material
35

Kepatuhan material adalah dimana suatu keadaan dimana Wajib Pajak

secara subtansi/hakekat memenuhi semua ketentuan perpajakan, yakni sesuai

dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Pengertian kepatuhan materiil

dalam hal ini adalah:

a. Wajib pajak bersedia melaporkan informasi tentang pajak apabila petugas

membutuhkan informasi.

b. Wajib pajak bersikap kooperatif (tidak menyusahkan) petugas pajak dalam

pelaksanaan proses administrasi perpajakan.

c. Wajib pajak berkeyakinan bahwa melaksanakan kewajiban perpajakan

merupakan tindakan sebagai warga negara yang baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam

membayar pajak (Rahayu, 2010) yaitu:

a. Faktor pendidikan wajib pajak, yang meliputi pendidikan formal dan

pengetahuan wajib pajak.

b. Faktor pendapatan wajib pajak, yang meliputi besarnya pendapatan bersih

wajib pajak dari pekerjaan pokok dan sampingannya, serta jumlah anggota

keluarga yang masih harus dibiayai.

c. Faktor pelayanan aparatur pajak, disaat pelayanan penyampaian informasi,

pelayanan pembayaran, maupun pelayanan keberatan dan penyaranan. Faktor

penegakan hukum pajak, yang terdiri dari saksi-saksi, keadilan dalam

penentuan jumlah pajak yang dipungut, pengawasan dan pemeriksaan.

d. Faktor sosialisasi, diantaranya pelaksanaan sosialisasi dan media sosialisasi.

Kriteria wajib pajak yang patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 544/KMK.04/2000 adalah:


36

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua

tahun terakhir.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk mengansur atau menunda pembayaran pajak.

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

d. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal

terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, korelasi pada

pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang

paling banyak 5%.

e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh

akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat

dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

3. Kepatuhan sukarela

Kepatuahan sukarela adalah kepatuhan wajib pajak yang berdasarkan

kesadaran tentang kewajiban perpajakan, tidak ada paksaan dan tidak juga karena

takut sanksi perpajakan. Kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang

punggung dari Self assessment system dimana wajib pajak bertanggung jawab

menetapkan sendiri kewajiban perpajakan kemudian secara akurat dan tepat waktu

dalam membayar dan melaporkan pajaknya.

2.2.6.1 Indikator kepatuhan wajib pajak

Adapun beberapa indikator yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak

menurut (Siti Kurnia, 2010), yaitu:


37

1. kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri

2. kepatuhan untuk melaporkan kembali surat pemberitahuan (SPT)

3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.

4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

2.2.7 Kesadasaran wajib pajak

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia kesadaran berarti hal yang

dirasakan atau dialami oleh seseorang atau keadaan mengetahui, sedangkan

perpajakan adalah mengenai pajak. Kesadaran perpajakan adalah kerelaan

memenuhi kewajiban dan memberikan kontribusi kepada negara yang menunjang

pembangunan negara (Rahayu, 2010).

Kesadaran wajib pajak berkonsekuensi logis untuk wajib pajak, yaitu

kerelaan wajib pajak memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi

perpajakan dengan cara membayar pajak tepat waktu dan tepat jumlah

(Tjiptohadi, 2005).

Kesadaran Wajib Pajak berkaitan dengan Pajak Bumi dan Bangunan adalah:

1. Sebagai orang yang memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan wajib pajak

memiliki kewajiban dalam membayar pajak atas objek yang mereka

miliki/manfaatkan.

2. Wajib pajak sadar bahwa pajak merupakan sumber pendapatan daerah, jadi

sebagai warga negara yang merupakan bagian dari sebuah daerah kesadaran

membayar pajak juga dapat diartikan kesadaran untuk turut serta dalam

pembangunan daerah.

Wajib Pajak yang memiliki kesadaran tinggi tidak menganggap membayar

pajak merupakan suatu beban namun mereka menganggap hal ini adalah suatu
38

kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai warga Negara sehingga mereka

tidak keberatan dan membayar pajaknya dengan suka rela (Yusnidar, 2015).

2.2.7.1 Indikator kesadaran wajib pajak

Menurut Manik Asri, (2009), kesadaran wajib pajak dapat

diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan fungsi pajak untuk pembiayaan negara

2. Tingkat pemahaman bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku

3. Tingkat pemahaman fungsi pajak untuk pembiayaan negara

4. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

2.2.8 Pengetahuan perpajakan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengetahuan berarti segala

sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal, dalam hal ini yaitu tentang

perpajakan di Indonesia. Menurut Purnamasari, (2016), pengetahuan perpajakan

adalah pengetahuan perpajakan mengenai konsep ketentuan umum di bidang

perpajakan, jenis pajak yang berlaku di indonesia mulai dari subjek pajak, objek,

tarif pajak, perhitungan pajak terutang, pencatataan pajak terutang, sampai dengan

pelaporan pajak.

Konsep Pengetahuan pajak menurut Rahayu (2010), yaitu wajib pajak

harus meliputi pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, pengetahuan mengenai Sistem Perpajakan di Indonesia dan

pengetahuan mengenai fungsi perpajakan.

Dalam penelitian ini yang dimaksud pengetahuan pajak antara lain adalah

sejauh mana wajib pajak mengetahui fungsi PBB sebagai salah satu sumber
39

pendapatan di Kabupaten Malang, terlebih lagi dengan adanya UU No. 28 tahun

2009 mengenai pengelolaan PBB dari pusat ke daerah menjadi 100 % penerimaan

daerah berpotensi menjadi sumber pendapatan yang sangat signifikan bagi daerah.

Pengetahuan pajak sendiri pada umumnya terkait dalam tingkat pendidikan

seseorang, orang yang memiliki pengetahuan perpajakan lebih tinggi akan

memiliki kepatuhan lebih tinggi karena mereka memikirkan tarif pajak yang

dibebankan kepada mereka dan juga sanksi atau denda yang akan diterima apabila

melanggar (Yusnidar, 2015).

Pengetahuan perpajakan yang Wajib Pajak miliki akan membuat mereka

mengetahui alur uang pembayaran pajak serta manfaat pajak yang akan mereka

dapatkan (Yusnidar, 2015). Dari uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa

pengetahuan pajak adalah informasi pajak yang dapat digunakan Wajib Pajak

sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan mengetahui kewajiban

dan haknya di bidang perpajakan.

Dengan adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu

kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, sehingga tingkat kepatuhan akan

meningkat. Pada umumnya seseorang yang memiliki pendidikan, akan sadar dan

patuh terhadap hak dan kewajibannya, tanpa harus dipaksakan dan diancam oleh

beberapa sanksi dan hukuman. Wajib pajak yang berpengetahuan tentang pajak,

secara sadar diri akan patuh membayar pajak. Mereka telah mengetahui

bagaimana alur penerimaan pajak tersebut akan berjalan, hingga akhirnya manfaat

membayar pajak tersebut dapat dirasakannya.


40

2.2.8.1 Indikator pengetahuan perpajakan

Menurut purnamasari, (2016), menjelaskan bahwa pengetahuan

perpajakan yaitu:

1. Dasar mengenai pajak bumi dan bangunan (PBB)

2. Sumber dana pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin daerah

3. Mengetahui tarif pajak bumi dan bangunan.

2.3 Kerangka berpikir

Dalam penelitian ini akan di jelaskan mengenai pengaruh keasadaran

wajib pajak Dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dapat di gambarkan model penelitian

sebagai berikut:

Gambar: 2.3 Model penelitian

Kesadaran wajib
pajak

‫ܪ‬ଷ
H1
Kepatuhan wajib
H3 pajak (Y)

H2
Pengetahuan
perpajakan

Keterangan:

X1 = Kesadaran wajib pajak


41

X2 = pengetahuan perpajakan

Y = Kepatuhan wajib pajak

= pengaruh interaksi masing-masing variabel X terhadap Y

= Interaksi variabel X secara bersama-sama terhadap variabel Y

2.4 Hipotesis

2.4.1 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib pajak

Kesadaran perpajakan adalah kerelaan memenuhi kewajibannya, termasuk

rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pemerintah dengan

cara membayar kewajiban pajaknya. Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis

untuk wajib pajak, yaitu kerelaan wajib pajak memberikan kontribusi dana untuk

pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara

tepat waktu dan tepat jumlah (Tarjo dan Sawarjuwono, 2005).

Berdasarkan penelitian dewi dan merkusiwati (2018), marcori (2018) dan

mauflih (2017) menyimpulkan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif

terhadap kepatuhan wajib pajak.

H1: Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.4.2 Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan seorang wajib pajak dalam

mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak yang akan mereka bayar,

maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka.

Semua wajib pajak tanpa tergantung dengan latar belakang pendidikan,

mereka setuju bahwa pendidikan pajak membantu meningkatkan kepatuhan pajak

(Noormala, 2008). Seseorang yang berpendidikan pajak akan mempunyai

pengetahuan tentang perpajakan, baik itu soal tarif pajak yang akan mereka bayar,
42

maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka. Dengan

adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan wajib pajak

dalam membayar pajak, sehingga tingkat kepatuhan akan meningkat.

Berdasarkan penelitian Ermawati dan Afifi (2018), Haryaningsih (2018)

dan Adi (2018) menyimpulkan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh

positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

H2: Pengetahuan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.4.3 Kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan terhadap

kepatuhan wajib pajak

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak diantaranya

mengenai pemahaman akan perpajakan yang masih minim ditambah dengan

masih banyaknya pelanggaran yang dilakukan dimana masih rendahnya kesadaran

mereka tentang pentingnya pajak dan kurangnya sosialisasi adanya pengetahuan

yang semakin modern untuk dilakukannya penelitian. Sehingga pemfokusan

penelitian ini adalah pada kedua faktor diatas yang belum dilakukan penelitian

sebelumnya. Dengan tujuan untuk mengevaluasi dan mengetahui penyebab

rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak di bidang perpajakan.

Menurut Tjiptohadi, 2005 adalah Kesadaran wajib pajak berkonsekuensi

logis untuk wajib pajak, yaitu kerelaan wajib pajak memberikan kontribusi dana

untuk pelaksanaan fungsi perpajakan dengan cara membayar pajak tepat waktu

dan tepat jumlah (Tjiptohadi, 2005). Menurut Purnamasari, (2016), pengetahuan

perpajakan adalah pengetahuan perpajakan mengenai konsep ketentuan umum di

bidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku di indonesia mulai dari subjek pajak,

objek, tarif pajak, perhitungan pajak terutang, pencatataan pajak terutang, sampai
43

dengan pelaporan pajak. Menurut Tjahjono (2006) kepatuhan wajib pajak adalah

perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

Berdasarkan hasil penelitian dewi dan merkusiwati (2018), marcori

(2018) mauflih (2017), Ermawati dan Afifi (2018), Haryaningsih (2018), dan Adi

(2018), menyimpulkan bahwa kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan

sama-sama berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

H3: Kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak.

Anda mungkin juga menyukai