Anda di halaman 1dari 7

Nama : Bob Marta

NIM : 1801113335

Mata Kuliah : Pemikiran Politik Timur A+B

Tugas Ringkasn Buku Benedict ROG Anderson dengan judul The Idea of Power
in Javanese Culture tentang THE SIGNS OF POWER, POWER AND
HISTORY

1. The Sign of Power (Tanda dari Kekuatan)


Politik tradisional Jawa berpikiran dengan suatu tipikal yang lebih
besar dari sebuah tanda konsentrasi suatu kekuatan tidak adanya suatu
Pendemonstrasian dari bentuk kegunaan itu sendiri di mana tanda tersebut
terlihat antara dua orang yang memegang kekuasaan dan juga masyarakat
yang memiliki kekuatan yang luas. Dua-duanya itu tentunya memiliki
hubungan. Kata tersebut menunjukkan suatu permulaan dari intelektual
kontemporer Di mana pusat dari Indonesia pada saat itu adalah pandangan
dari tradisional Jawa yang menyatakan hubungan antara negara dan orang
yang ada didalamnya serta kapasitas dari orang tersebut untuk mengontrol
lingkungan di sekitar.
Hal yang paling menakjubkan dari dari simbol orang yang memiliki
kekuatan adalah suatu konsisten dari kemampuannya yang fokus terhadap
kekuatan personal dan mengambil kekuatan dari luar serta
mengkonsentrasikan nya dengan antagonistik Sisi yang berlainan. Tipe
pertama dari hal ini adalah adanya suatu hal yang berlaku umum merupakan
gambaran dari suatu pertapaan yang terutama terjadi dalam hal mencari
konsentrasi dari kekuatan itu sendiri titik kemampuan dalam mengambil
konsentrasi kekuatan dari luar merupakan suatu Legenda wajang dan berlaku
secara sejarah turun temurun, ada satu tipikal yang menghubungkan antara
pengambilan kekuatan dengan konsentrasi dari kekuatan lainnya di mana
antara keduanya tersebut berlainan ada seorang yang pahlawan ada seorang
yang memiliki nasehat yang kuat keduanya saling beradu di mana dalam hal
ini ada sesuatu hal yang terpendam dari unsur patriotik dan menambah
kekuatan dalam konteks perpolitikan.
Salah satu contoh yang terkenal adalah tentang literatur wajang yang
merupakan kisah dari Raja parta yang memasuki tubuh dari Arjuna. Setelah
bergulat satu sama lain tetapi tidak ada sebuah ada sebuah cerita lain yang
mendeskripsikan tentang Bengawan Banupati yang masuk ke dalam tubuh
Yudistira Yang menyuruh Yudistira untuk membunuh raja king Radja Satya
Raja Satya Titik akan tetapi terdapat suatu perspektif sejarah yang mungkin
akan memperluas secara signifikan dari kemampuan pengkonsentrasian
kekuatan dalam hal ini dimana secara klasikal terdapat sebuah kombinasi
antara laki-laki dan perempuan di dalam pemikiran jawa. Dimana kombinasi
tersebut tidak hanya berupa literatur dunia semata tetapi terdapat ambiguitas
secara tradisional antara kedua konteks tersebut. Tetapi dalam hal ini menjadi
maskulin dan feminin merupakan suatu karakteristik yang berbeda secara
justicia. Sebagai sebuah bukti adalah patung yang menunjukkan ciri fisik dari
wanita dan di sisi kanannya adalah pria ini merupakan suatu karakter yang
esensi dari Kombinasi yang dinamis antara simultan dengan suatu identitas
tunggal. Akan tetapi ada nari merupakan suatu bentuk interpretasi vitalitas dan
suatu peran dari bentuk maskulin dan feminin yang bercampur dengan satu
konflik sitas elemen di dalam tubuhnya sendiri dan memiliki dua esensi yang
saling seimbang.
Walaupun di dunia suatu kausalitas tentang maskulin dan feminin
merupakan suatu kompilasi yang harus memiliki suatu representasi kekuatan
Dimana ada berupa alasan besar yang dinamis dan sistematis dari pemikiran
Jawa yang dalam hal ini memiliki cara lain. Hal yang paling kuat dari suatu
ikatan dinamakan dengan bentuk nasakom politik yang dikemukakan oleh
Presiden Soekarno ketika itu Soekarno menyatakan bahwasanya dirinya
merupakan seseorang yang nasionalis religius dan komunis di mana dalam hal
ini Soekarno m. Petasikan suatu observasi dari bentuk pemikiran politik Jawa
tradisional yang berbicara tentang arti dari sebuah kompromi dengan
perubahan situasi yang dipromosikan dalam bentuk hal yang tidak
memerlukan alasan tetapi memiliki suatu intelektual yang tinggi dan memiliki
substansi yang kuat namun di sisi lain ada terdapat suatu hal yang kontra
terhadap pemikiran komunis yang memiliki kekuatan yang besar yang
bernama nasionalis dan juga dari kelompok agamis.
Beberapa interpretasi yang pernah gagal dalam menempatkan nasakom
sebagai pandangan politik di dalamnya dalam pemikiran politik Jawa dan juga
orientasi politik dunia di mana formula ini diinterpretasikan sebagai suatu
bentuk kompromi yang strategis dari kekuatan yang yang dimaksud dimaksud
sebagai bentuk dari pada pandangan politik dari aktor lain yang ke
subordinasi dalam suatu sistem. Soekarno sendiri dalam hal ini menyatakan
bahwasanya terdapat suatu konsekuensi yang sistemik dalam konteks
nasakom ini Didik tetapi itu tidak hanya menjadi suatu simbolis dari nasakom
yang mana ditemukan adanya suatu kesatuan antara formula yang berbeda
pandangan dalam sisi kekuatan namun kesamaannya adalah sama-sama
ditemukan suatu kekuatan yang besar yang dibuat atas dasar tekanan yang
maksimal. Dalam hal ini Ki Hajar Dewantara pernah menggabungkan antara
pemikiran tentang pendidikan dan juga ekonomi tradisional yang mana Ki
Hajar Dewantara dalam hal ini menurut Suri tentang pemikiran Jawa yang
mempromosikan antara kedudukan tradisional di dalam suatu kelompok yang
disebut dengan paguyuban dengan kelompok pertemanan biasa ada suatu
tipikal antara dua kualitas kelompok tersebut dimana kelompok yang dalam
hal ini berbeda secara sumber memiliki satu konteks sosiologi dan historical
yang hampir sama dan dapat dijelaskan tanpa keraguan dan merefleksikan
suatu eksplorasi dari pemikiran Jawa. Dalam hal ini terdapat suatu konteks
kemampuan yang saling bertolak belakang antara kepentingan dari elemen itu
sendiri dengan konteks kekuatan dalam hal ini masyarakat tradisional di dunia
Jawa pada saat itu mencerminkan Suatu bentuk interpretasi lain yang bernama
Wahyu. Dalam hal ini terdapat suatu interpretasikan visualisasi an yang
berbeda antara bentuk bintang dan "dengan apa yang sering terjadi di dalam
suatu masyarakat yang memberikan suatu bentuk pencahayaan.
Pergerakan Wahyu ini merupakan tipikal dari bentuk salah satu
justifikasi dalam transformasi bentuk cahaya ke dalam presensi kekuatan yang
diilhami oleh masyarakat yang dinamakan dengan Tedja (radian) yang
merupakan suatu bentuk emulasi dari fase presisi pada saat itu. Psikologi
psikologi pada saat itu menyatakan bahwasanya adanya bentuk konsentrasi
dan kepercayaan Soekarno ketika itu tentang optimisme nasakom berdasarkan
kebudayaan Jawa itu dikatakan oleh salah satu peneliti di Universitas
Indonesia di Jakarta. Cahaya yang dikeluarkan oleh Tedja secara tradisional
memiliki esensi bagi masyarakat sebagai suatu aturan dan momentum untuk
suatu kasus baru dan peristiwa untuk memecahkan suatu permasalahan yang
disampaikan oleh tanuatmadja dan mata room yang berkaitan dengan
pengikutnya
Ketika itu terjadi suatu ekspresi yang kuat tanpa adanya suatu
pemikiran yang menjadi standar dalam menentukan konteks kekuatan. Tetapi
tedja secara eksternal merupakan satu manifestasi energi yang universal dan
itu bukan satu-satunya aturan yang mengidentifikasikan kekuatan dari
seseorang 72 lagi say terdapat suatu akumulasi antara pemikiran pada krisis
Amangkurat II tahun 1703 yang mau dikasihkan Suatu bentuk asistensi dari
Belanda dari bentuk Amangkurat III dan melakukan suatu legitimasi atas
kedaulatan pada saat itu. Secara terdapat suatu pandangan bahwasanya ada
kekuatan diluar kekuatan manusia yang dapat menolong kerajaan pada saat itu
namun dalam hal ini kekuatan masyarakatlah yang menjadi ekspansi bagi
kerajaan. Presiden Soekarno dalam hal ini membentuk suatu model yang
pararel secara modern dari ide yang sudah ada terdahulu. Terdapat suatu
frekuensi yang menganalisis kekuatan Jawa dan juga aspek Soekarno secara
personal yang dalam hal ini memiliki perspektif tentang indikator politik yang
masih ada dan memiliki kekuatan kontradiksi dalam hal ini adalah adanya
penggadaian terhadap kemampuan gender dalam hal meningkatkan suatu
kekuatan dan pandangan terhadap implikasi suatu demokrasi ketika itu Yang
mana tidak adanya afiliasi secara signifikan dari kehidupan presiden secara
personal sebagai bagian dari suatu otoritas dengan konteks kebijakan pada
saat itu terdapat kontradiksi antara pemikiran secara dialektis dengan aplikasi
di lapangan. Ikatan sosial memiliki konsentrasi yang kuat ketika itu dan
tumbuh subur di masyarakat yang menentukan stabilitas dan kesejahteraan.
Profesi dalam pun ketika itu memiliki indikasi politik dimana pada saat itu
ada wayang beber yang menyatakan bahwasanya terdapat suatu keasingan
dari bentuk kerajaan Jawa dipraktekkan oleh Soekarno.
Adapun Kediri mendeskripsikan bahwasanya terdapat suatu
perbandingan yang cukup jauh dan luas antara kehidupan kerajaan yang
tumbuh subur dan berkelanjutan di tengah masyarakat dengan konteks yang
dipraktekkan ketika itu. Terdapat dua pemuda mental yang mendasari hal
tersebut dimana pertama adalah tentang kreativitas antara menggabungkan
kekuatan dengan keberlanjutan dan yang kedua adalah Harmoni Vitas yang
mendeskripsikan suatu bentuk kesinambungan di tengah masyarakat
keduanya memiliki kekuatan yang besar. Terdapat bentuk anti sosial yang
mendeskripsikan suatu perilaku yang menolak kekuatan tetapi mereka sendiri
lupa tentang konteks asli pada kekuatan itu ada suatu bentuk kausalitas secara
natural dan sosial memiliki konteks yang sulit dari rekonstruksi otoritas ketika
itu di mana Jawa ketika itu percaya bahwasannya masih ada suatu bentuk
kekuatan yang tidak bisa dimunculkan ketika itu dari bentuk sosial ekonomi
secara kondisi pada masa pemerintahan tetapi dari bentuk yang hilang tersebut
ada suatu kekuatan dari negara yang dapat diakomodir.

2. Power and History (Kekuatan dan Sejarah)


Bagian ini akan menjelaskan tentang implikasi dari kekuatan terhadap
pandangan tradisional Jawa yang terstruktur secara alami dan memiliki proses
sejarah. Sartono pernah aku mentasi tentang esensi yang berbeda antara
pandangan tradisional Jawa dengan pandangan modern dari barat ketika itu
pandangan modern barat menyatakan bahwasanya sejarah terlihat sebagai
suatu pergerakan yang linier dengan waktu di mana pandangan tradisional
Jawa merupakan bentuk dari pada sejarah yang memiliki sisi yang saling
berkaitan. Namun dia menyatakan bahwasanya sejarah dari barat dan politik
ilmu politik yang dibedakan dari diseksi sejarah secara linier dan memiliki
objek yang esensi serta dipengaruhi oleh revolusi teknologi selama 200 tahun.
Oleh sebab itu sejarah dalam hal ini memiliki suatu pergeseran yang unik dan
bahkan Kompleks secara kausalitas. Dari pernyataan yang kontra tersebut dia
percaya bahwasanya sejarah tradisional Jawa secara pemikiran mengajak
bagian dari kosmologi sankrit yang ditulis yang menyatakan bahwasanya
terdapat suatu perputaran antara Zaman Yuga dengan zaman emas atau
Kifayuga dan dalam hal ini terdapat suatu poin yang baru dan saling
bertentangan interpretasi ini di utilisasi secara lemen dari bentuk Indo
kosmopolit dalam bentuk formal dan proses sejarah yang fundamental secara
logis dan kronologis dari konsep kekuatan itu sendiri.
Bentuk pemikiran populer Jawa saat ini terdapat di teratur yang logis
dan ditemukannya suatu kesinambungan antara penolakan dan melahirkan
kembali pemikiran tersebut secara kontras antara zaman emas dengan zaman
edan. Terdapat dua bentuk tipe secara sejarah yang terlihat sebagai bentuk
yang kritis dan pemikiran Jawa ini secara sejarah bersifat kosmopolit yang
berasosiasi antara periode atau konsentrasi secara kekuatan dengan periode
difusi. Terdapat suatu bentuk sejarah yang konsekuen dan dekonsentrasi yang
mana konsentrasi yang fungsi tersebut memiliki bentuk dari pada pusat
kekuatan terbaru secara dinamis dan difusi dimulai dari jalan sendiri sampai
dengan pusat kegiatan tersebut berupa dinasti yang memiliki proses dari mulai
awal sejarah sampai dengan kompleksitas konsentrasi kekuatan dari dinasti itu
sendiri yang secara perspektif memiliki bentuk yang terintegrasi maupun
disintegrasi yang pernah ada.
Adapun konsepsi dari sejarah ini menyatakan dua bentuk tetapi
terdapat kontradiksi antara psikologi Jawa secara politik dengan rasa pesimis
pada saat waktu yang sama terhadap kesuksesan dari pemikiran tersebut. Rasa
pesimis yang terlihat dari bentuk psikologi politik Jawa itu terkonsentrasi
pada orang-orang yang memiliki kekuasaan rasa pesimis itu harus diiringi
dengan bentuk yang dapat diubah. Mesianis ini menyatakan bahwasanya
terdapat suatu kualitas yang linear antara pergerakan Eropa yang pada saat itu
terlihat memiliki hubungan dekat dengan sia-sia tradisional Jawa memiliki
esensi sejarah yang datang dan berakhir dengan konteks yang pada saat itu
Messiah pada saat itu di mana terdapat suatu konfigurasi kekuatan yang
berkesinambungan antara keduanya jadi dapat dikatakan bahwasanya sumber
kekuatan Jawa itu diakomodir oleh orang yang memiliki kekuasaan dan
memiliki hubungan dengan mesianisme dan terdapatnya oportunis maupun
pessimistic dalam konteks psikologi politik Jawa ketika itu sebagai sumber
kekuatan utama dalam hal pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai