Anda di halaman 1dari 56

BAB III

TEORI DASAR LAPANGAN SHALE GAS

3.1. Karakteristik Reservoir Shale Gas


Parameter-parameter penting yang digunakan untuk menentukan potensi
yang bagus sebagai reservoir shale gas adalah tipe kerogen, TOC, kematangan,
tekanan dan temperature reservoir, tingkat adsorpsi, kandungan mineral, porositas
rerata, saturasi air rerata, dan permeabilitas rerata.

3.1.1. Kerogen
Kerogen terdiri dari bahan organik yang tidak larut dalam batuan sedimen
(Durand dan Nicaise, 1980; Groenzin dan Mullins, 1999). Empat jenis umum
kerogen dalam batuan sedimen yang belum matang secara termal didefinisikan
oleh diagram van Krevelen berdasarkan atom asli H/C atau indeks hidrogen (HI;
misalnya, Peters dan Cassa, 1994):

Tipe I
Kerogen tipe ini dikarakterisasikan dengan rasio H/C
(hydrocarbon/carbon) yang tinggi >1,5 dan rasio O/C (oxygen/carbon) rendah
<0,1. Kerogen tipe I ini memiliki index hidrogen >300 dan index oksigen <50.
Kerogen tipe ini juga disebut alginite, mengandung konsentrasi tinggi alkanes dan
asam lemak serta merupakan sumber terbaik untuk maturasi oil-prone. Sumber
utamanya berasal dari sedimen alga seperti endapan lacustrin. Terjadinya kerogen
tipe I ini relatif  jarang jika dibandingkan dengan tipe lainnya.

Tipe II
Kerogen tipe ini dikarakterisasikan dengan rasio H/C relatif tinggi (1,0 –
1,4) dan rasio O/C relatif rendah (0,09 – 0,2). Memiliki index hidrogen antara 200
dan 300, sedangkan index oksigen antara 50 dan 100. Kerogen tipe II ini juga
disebut exinite berada pada lingkungan marine dan umumnya berasosiasi dengan
calcareous atau sedimen dolomitic. Tipe II sangat sering dijumpai pada lapangan
minyak dan gas. Contoh dari kerogen tipe ini adalah group Devonian dan
Colorado berumur Cretaceous di Kanada Barat, berumur Paleozoic di Afrika
Utara, beberapa source beds berumur Cretaceous dan Tertiary di Afrika Barat,
berumur Jurassic di Eropa Barat dan Arab Saudi dsb

Tipe III
Kerogen tipe ini dikarakterisasikan dengan rasio H/C relatif rendah (<1.0)
rasio O/C relatif rendah (0,2 – 0,3). Index hidrogen di bawah 300 dan index
oksigen di atas 100. Tipe kerogen ini juga disebut vitrinite. Sumber utamanya
berupa tanaman darat yang ditemukan pada sedimentasi detrital tebal sepanjang
continental margin. Tipe hidrokarbon yang dihasilkan utamanya adalah gas.
Contoh kerogen tipe III ini dapat ditemukan di negara kita Indonesia tepatnya di
delta Mahakam. Upper Cretaceous pada cekungan Douala (Kamerun) dan di
lower Mannville shale di Alberta juga merupakan contoh dari kerogen tipe III ini.

Tipe IV
Ada juga tipe IV yang dikenal sebagai inertinite. Tipe ini biasanya
berasosiasi dengan batubara atau materi organik yang mengalami proses oksidasi
parah serta tidak mempunyai potensial untuk menghasilkan minyak dan gas.
Kerogen adalah campuran makeral. Komposisi antara tipe I, II, III, dan IV
adalah umum pada diagram van Krevelen. Sebagai contoh, kerogen tipe III dapat
dikomposisikan secara dominan cenderung gas pada vitrinite makeral atau dapat
berupa campuran tipe II dan IV dan dengan demikian memiliki sifat oilprone yang
signifikan. Selanjutnya, jenis kerogen dapat bervariasi dalam pengaturan
pengendapan. Misalnya, batuan sumber lakustrin mungkin mengandung kerogen
tipe I, II, III, dan IV tergantung pada lokasi di dalam cekungan dan pengaturan
pengendapan untuk bahan organik. Kesalahpahaman umum lainnya adalah bahwa
semua tipe I kerogen berasal dari batuan sumber lakustrin, seperti unit Mahogany
Ledge di Formasi Sungai Hijau, dan bahwa semua kerogen tipe II berasal dari
batuan sumber marine, seperti Shale Toarcian di Cekungan Paris.
3.1.2. Total Organic Carbon (TOC)
Batuan yang mengandung banyak kerogen ini yang disebut batuan induk,
yang mana kaya kandungan unsur karbon (high TOC-Total Organic Carbon).
Adapun syarat-syarat sebagai batuan induk, yaitu mengandung kadar organik
yang tinggi dan mempunyai jenis kerogen yang berpotensi menghasilkan
hidrokarbon dan telah mencapai kematangan tertentu sehingga dapat
menghasilkan hidrokarbon. Peter dan Cassa (1994) membagi atas 5 jenis batuan
induk, yaitu:

Tabel III-1
Jenis Batuan Induk (Source Rock)
(www.glossary.oilfield.slb.com)

Untuk keperluan identifikasi batuan induk, maka parameter yang dinilai


dalam penginterpretasiannya ada beberapa hal. Pertama, kuantitas yang dapat
diperoleh dengan mengetahui persentase jumlah material organik di dalam batuan
sedimen. Semakin tinggi TOC maka batuan induk tersebut semakin baik dalam
menghasilkan hidrokarbon. Kedua, kualitas jenis kerogen. Kualitas/jenis diketahui
dengan indeks hidrogen yang dimiliki oleh batuan induk. Dengan mengetahui
besarnya maka tipe kerogennya dapat diketahui sehingga produk yang dihasilkan
pada puncak pematangan dapat pula diketahui.

3.1.3. Kematangan
proses perubahan zat-zat organic menjadi hidrokarbon. Proses pematangan
di akibatkan kenaikan suhu di dalam kerak bumi. Tingkat Kematangan Tingkat
kematangan suatu batuan dapat diketahui dengan pemantulan vitrinit (% Ro) salah
satunya. Adapun penggolongan tingkat kematangan berdasarkan nilai %Ro seperti
terlihat pada tabel III-2 diabawah :

Tabel III-2. Tingkat Kematangan


(Glorioso & Rattia, 2012)

3.1.4. Tekanan dan Temperature Reservoir


Berbagai studi tekanan tentang shale gas dilakukan untuk mengidentifikasi
area dengan overpressure, karena diindikasikan di area tersebut kemungkinan
konsentrasi gas yang tinggi. Tekanan hidrostatis konservatif, yaitu 0,433 psi/ft
digunakan apabila data tekanan aktual tidak tersedia. Tekanan normal dan umum
dijumpai pada shale gas reservoir berkisar antara 2500 samapi 2800 psia.
Reseacrh yang dilakukan juga mengidentifikasi area yang mempunyai
temperatur yang memungkinkan shale gas ter-generate dengan sempurna, karena
temperatur erat kaitannya dengan tingkat kematangan dari material organik untuk
memproduksi gas/minyak. Suatu temperatur gradient sebesar 1,25oF/100ft
ditambah temperatur permukaan (60oF) digunakan apabila data temperatur aktual
belum tersedia. Namun biasanya shale gas akan terbentuk pada suhu antara 75-
160oF.
Dalam beberapa pengembangan lapangan shale gas, kedalaman reservoir
lebih dari 1000 meter, tetapi kurang dari 5000 meter (3300 ft-16500ft). Area yang
lebih dangkal dari 1000 m memiliki tekanan reservoir yang rendah dan pastinya
memiliki gaya dorong dangas recovery yang rendah. Sebagai tambahan, formasi
shallow shale (dangkal) mempunyai memiliki resiko yang besar, karena
dikhawatirkan pada saat melakukan hydraulic fracturing pada formasi, rekahan
akan menjalar sampai shallow water. Di sisi lain, area yang lebih dari 5000 m
memilki resiko pengurang permeabilitas dan biaya pemboran dan pengembangan
yang mahal.

3.1.5. Tingkat Adsorpsi


Penjerapan adalah proses fisik atau kimia yang mana merupakan suatu
proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat pada padatan
dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan tersebut. Penjerapan
secara fisik disebabkan “apabila gaya intermolekuler lebih besar dari gaya tarik
antar molekul atau gaya tarik menarik yang relative lemah antara adsorbat
dengan permukaan adsorben. Gaya ini disebut gaya Van Der Waals, sehingga
adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke bagian permukaan lain
dari adsorben. Panas adsorpsi rendah, berlangsung cepat, dan kesetimbangan
adsorpsi bersifat reversible (dapat bereaksi balik), dan dapat membentuk lapisan
jamak (multilayer)” (Sukardjo, 1997). Contoh : adsorpsi gas pada choncosl.,
sedangkan penjerapan secara kimia terjadi ketika temperatur tinggi yang
mengakibatkan ikatan kimia yang kuat antara material padat dan gas (Ruthven,
1984) atau “Adsorpsi kimia terjadi karena adanya reaksi antara molekul-molekul
adsorbat dengan adsorben, dimana terbentuk ikatan kovalen dengan ion.
Adsorbsi ini bersifat tidak reversible dan hanya membentuk lapisan (monolayer)”
(Sukardjo,1997). Umumnya terjadi pada temperatur tinggi, sehingga panas
adsorpsi tinggi. Adsorpsi ini terjadi dengan pembentukan senyawa kimia, hingga
ikatannya lebih kuat. Contoh : adsorpsi O2 pada Hg, HCl, Pt, C. Dalam adsorpsi
digunakan istilah adsorbat dan adsorban, dimana adsorbat adalah subtansi yang
terjerap atau subtansi yang akan dipisahkan dari pelrutnya, sedangkan adsorban
adalah merupakan suatu media penjerap yang dalam hal ini beruapa senyawa
karbon. Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat adsopsi,
diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Adsorben
Tiap jenis adsorben mempunyai karakteristik tersendiri, artinya sifat
dasar adsorben yang berperan penting
b. Adsorbat
Dapat berupa zat padat eletrolit maupun non-elektrolit. Untuk zat
elektrolit adzopsinya besar, karena mudah mengion, sehingga antara
molekul-molekulnya saling tarik menarik, sedangkan untuk zat non-
elektrolit tingkat adsorpsinya sangat kecil.
c. Konsentrasi
Makin tinggi konsentrasi larutan, kontak antara adsorben dan
adsorbat akan semakin besar, sehingga tingkat penjerapannya
semakin besar.
d. Luas Permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, gaya adsorpsi akan semakin
besar sebab kemungkinan zat untuk diadsorpsi juga makin luas.
e. Temperatur
Temperatur tinggi, molekul adsorbat bergerak cepat, sehingga
kemungkinan menjerap molekul-molekul semakin sulit.

Sebagai tambahan, semakin meningkatnya tekanan gas bebas, maka


tingkat adsorpsi juga semakin meningkat, namun ketiga tekanan gas bebas turun,
maka tingkat desorpsi akan meningkat dan gas mulai lepas dari permukaan
padatan. Untuk menentukan kapasitas adsorpsi maksimal sering digunakan pada
kondisi isothermal dana pada tekanan pori yang berbeda-beda.
Gambar 3.1. Penjerapan Molekul Gas Pada Karbon Aktif
(Zee Ma, 2016)

Diantara beberapa model mendeskripsikan keseimbangan perilaku


penjerapan termasuk hukum isothermal Henry (Henry’s law isotherm). Hukum
tersebut menganggap adanya hubungan linier antara gas adsorpsi dan gas bebas,
yang mana dapat di turunkan menjadi persamaan :

C μ=KC .....................................................................................................(3-1)

Dimana Cμ adalah konsentrasi gas teradsorpsi (adsorbat), K adalah konstanta


Henry dan C adalah adalah konsentrasi dari gas bebas. Namun dalam kenyataanya
meskipun hubungan antara gas teradsorpsi dan gas bebas tidak linier, persamaan
tersebut tetap digunakan secara ekstensif karena kesederhanaanya.
Ada model isothermal lainnya, diantaranya Gibbs, Teori potensial, dan
Langmuir. Model Gibbs memperkenalkan konsep “excess sorption”, dimana dia
memberikan penjelasan sederhana dari pengukuran jumlah adsorpsi dengan
mempertimbangan volume terbatas dari fasa penjerapan.

n e=na−V ad × ρg =na × 1− ( ρg
ρad )
................................................................(3-2)
Dimana ne adalah jumlah fasa terserap yang berlebih (Gibbs excess
sorption), na adalah jumlah fasa yang terserap sebenarnya , Vad adalah volume fasa
terserap, ρad adalah desitas dari fasa terserap, ρg adalah densitas bulk gas.

Gambar 3.2. Model Penjerapan Molekul Gas dalam Metode Gibbs


(Xu Tang, 2016)

Dari gambar diatas, dapat diketahui desitas dari fasa gas teradsopsi yang
dekat dengan permukaan padatan lebih tinggi dari desitas free gas dan akan
menurun seiring dengan bertambah jauh jarak dari permukaan padatan. Pada jarak
tertentu, permukaan tidak dapat memberikan pengaruh pada free gas. Jika volume
fasa teradsorbsi sangat kecil atau desitas fasa teradsorbsi sangat besar daripada
volume free gas dibawah tekanan rendah, maka jumlah Gibbs excess adsorbed
hampir sama dengan jumlah fasa teradsorpsi sebenarnya. Konsep ini biasanya
digunakan dalam pengukuran penjerapan gas pada lapisan batubara. Teori
potensial mendefinisikan volume penjerapan sebagai potensial penjerapan secara
thermodinamik. Penggunaan konsep ini sama halnya dengan Gibbs yaitu secara
luas digunakan unutk pengukuran tingkat penjerapan gas pada batubara (Yee et
al.,2011).
Langmuir model didefinisikan sebagai kesetimbangan antara kondensasi
dan evaporasi. Model Langmuir terdiri dari tiga tipe kondisi isothermal yang
berbeda meliputi Langmuir, Freundlich dan kombinasi keduanya. Irvin Langmuir
mengembangkan teori Langmuir isotherm, yang mana merupakan model yang
paling umum digunakan pada industri minyak dan gaa untuk mengdiskripsikan
hubungan proses penjerapan. Asumsi utama dalam penurunan persamaan
Langmuir adalah sebagai berikut :

 Dalam setiap satu molekul penyerap (adsorban), ada satu gas yang
diadsorpsi (adsorbat)
 Tidak ada interaksi antara gas yang sudah terabsopsi pada satu
molekul dengan molekul pengabsopsi yang lainya meskipun
berdekatan
 Energi pada setiap molekul pengabsorbsi memiliki harga yang sama
Setelah mempertimbangan hal-hal diatas, maka persamaan Langmuir diturunkan
sebagai :

P
V =V L + ..........................................................................................(3-3)
P+ P L

Dimana :

V = Volume gas yang teradsorpsi (gas content), scf/ton

VL = Kapasitas maksimal penjerapan pada monolayer, scf/ton

P = Tekanan pori batuan, psi

PL = Tekanan Langmuir, yang merupakan tekanan pori pada saat

separuh molekul pengabsorbsi sudah terambil, psi

Persamaan diatas juga dapat diubah menjadi bentuk linier, sehingga dapat
diperoleh hasil sebagai :

1 1 P 1
( )
= + L .....................................................................................(3-4)
V VL VL P

Dari persamaan tersebut, dapat direpresentasi ke dalam bentuk grafik antara


Tekanan vs Volume penjerapan :
Gambar 3.3. Skema dari Tipikal Langmuir Isoterm
(Zee Ma, 2016)

Persamaan Freunlich isotherm memberikan bentuk sebagai berikut :

n
V =K P ....................................................................................................(3-4)

Dengan mengkombinasikan kedua metode diatas diperoleh bentuk persamaan


(Yee et al., 2011) :

K Pn
V =V L × .......................................................................................(3-5)
1+ K Pn

Hubungan antara volume gas teradsopsi dengan tekanan gas bebas adalah
tidak linier pada kondisi setimbang, kondisi homogen, dan isotropic. Percobaan
pada perilaku penjerapan melalui meterial yang berbeda menunjukkan bahwa ada
enam tipe penjerapan isotherm yang berbeda (Sing, 1985) :
Gambar 3.4. Tipe Penjerapan Isoterm Sing Model
(Belyadi, 2016)

Pada Gambar 3.4. diatas, terlihat bahwa jumlah penjerapan diplot


terhadap relatif pressure (perbandingan tekanan absolut terhadap tekanan
saturasi). Tekanan saturasi dapat dicari secara impiris untuk berbagai gas melalui
peningkatan tekanan gas sampai terjadi kondensasi. Sedangkan tekanan absolut
mendekati tekanan maksimal saturasi penjerapan. Desorption isotherm
(pelepasan) dapat juga diperoleh dengan mencapai penjerapan maksimum, dan
kemudian secara sistematis mengurangi tekanan, sehingga didapatkan hasil plot
antara molekul yang terlepas terhadap tekanan. Bentuk penjerapan isotherm dan
juga digunakan untuk karakterisasi struktur pori suatu material. Tipe I adalah
secara khusus merupakan representasi dai micropores materials dengan
penjerapan monolayer yang telah dijelaskan pada konsep Langmuir sebelumnya,
ini merupakan tipe penjerapan natural gas pada organic-rich shale. Tipe II dan IV
merupakan tipe yang hampir mirip, tipe IV merupakan hasil pengalaman
histeresis, atau sebuah kurva yang menyimpang pada desorption isoterm yang
dapat dihubungkan dengan kondensasi, dan tipe II, (model BET Isoterm)
mempunyai tekanan saturasi yang lebih besar dan juga dapat dilihat ketika terjadi
penjerapan monolayer dan multilayer pada permukaan padatan. Hal ini sering
mengindikasikan dari material nonporous atau macroporous. Tipe III dan V
merupakan tipe yang mirip. Tipe III menunjukkan hubungan interaksi antara
adsorben dan adsorbat yang sangat lemah dan secara histeresis sulit unutk
menentukan bentuk permukaannya, sedangkan tipe V sama halnya dengan tipe
tiga yaitu menunjukkan hubungan yang lemah antara adsorben dan adsorbat,
tatapi histeresis tipe ini menunjukan material mesopores. Yang terakhir adalah
tipe VI yang merupakan tipe penjerapan layer demi layer tanpa adanya pori.
IUPAC memperkenalkan 4 tipe yang berbeda dalam menentukan tingkat
penjerapan seperti Gambar 3.5. dibawah ini :

Gambar 3.5. Tipe Penjerapan Isoterm IUPAC Model


(Belyadi, 2016)

Dari gambar diatas dapat dijelaskan untuk tipe I merepresentasikan


distribusi pori yang seragam berbentuk tubular tanpa terusan yang saling
berhubungan. Tipe II memiliki pori besar namun memliki terusan saling
berhubungan yang kecil. Tipe III memiliki tipe pori yang tebentuk dari ruang plat-
plat molekul dengan butiran, sedangkat tipe IV memiliki pori yang terbentuk dari
ruang antara plat-plat molekul yang saling tumpang tindih di ujung-ujungnya.
Ada beberapa perbedaan dari tiap teknik percobaan untuk mengukur
kapasitas penjerapan dari sebuah sampel, meliputi teknik volumeteric, gravimetric,
chromatographic, pulsa dan dynamic adsorption methods. Dari semua teknik
tersebut, teknik volumetrik yang paling umum digunakan pada industri minyak
dan gas untuk mengukur kapasitas penjerapan resevoir shale. Teknik penjerapan
nitrogen bertemperatur rendah merupakan salah satu dari teknik volumetrik untuk
mengukur kapasitas penjerapan sampel. Pengukuran penjerapan volumetric
biasanya terdiri dari dua tabung ekspansi gas dengan temperatur yang konstan.

3.1.6. Kandungan Mineral


Karena sumber daya konvensional berada di batuan berkualitas tinggi,
penyelidikan petrofisika berfokus pada fasies batupasir dan karbonat, porositas,
saturasi cairan, dan permeabilitasnya selama sekitar satu abad terakhir. Dalam
beberapa formasi non konvensional, seperti batupasir yang ketat (tight) dan
karbonat, reservoir bukanlah source rock; interpretasi litofasies dan analisis
berdasarkan core dan/atau log wireline sering merupakan cara yang efektif untuk
karakterisasi reservoir dan pemodelan (Ma et al., 2011). Meskipun mineralogi
memainkan peran penting dalam memahami lithofacies dan jenis batuan (Rushing
et al., 2008) dan lithofacies dapat mengatur penyimpanan dan aliran cairan,
rincian rinci komposisi mineral umumnya tidak diperlukan. Dalam reservoir
shale, bagaimanapun, deskripsi komposisi mineral mereka sangat penting.
Shales dapat secara mineralogis dijelaskan menggunakan diagram terner
dengan tiga komponen mineral dominan, silica, clay, dan karbonat. Analisis
geokimia, bersama dengan data log inti dan sumur, dapat membantu menentukan
posisi sampel shale khusus atau reservoir pada plot terner tersebut. Gambar 3.6
(a) mengaitkan beberapa reservoir non-konvensional yang terkenal dengan
kerangka komposisi mineralogi ini. Reservoir yang dikenal ini umumnya
memiliki kandungan clay lebih sedikit daripada shale rata-rata, yang dihitung dari
semua shale yang mencakup batuan organik dan anorganik. Perhatikan juga
bahwa reservoir ini memiliki komposisi mineral dan litologi yang berbeda, tetapi
mereka telah berhasil dalam proyek hidrokarbon, menyiratkan bahwa mineralogi
bukan satu-satunya variabel penentu untuk kualitas reservoir. Sebaliknya, formasi
lain mungkin memiliki komposisi litologi yang mirip dengan beberapa reservoir
ini, tetapi mereka mungkin atau, mungkin bukan reservoir yang baik tergantung
pada variabel lain. Selain itu, untuk reservoir serpih yang diberikan, komposisi
mineralogi dapat bervariasi secara luas sebagai fungsi dari lokasi vertikal dan
lateral, seperti yang ditunjukkan oleh Barnett dan Eagle Ford plays (Gambar. 3.6
(b)). Variasi ini hanya mencerminkan heterogenitas mineralogi dari formasi.
Model mineralogi yang akurat sangat penting untuk evaluasi formasi shale
resource. Reservoir Shale individu dan bahkan lokasi yang berbeda dalam
reservoir yang sama dapat sangat bervariasi dalam mineralogi (Gambar 3.6).
Memahami campuran mineralogi formasi shale sangat penting untuk menganalisis
kualitas reservoir dan kualitas komplesi. Shales organik yang baik memiliki
kandungan clay yang jauh lebih rendah daripada shale konvensional, dan mereka
memiliki sedikit air yang terikat dengan clay. Kebanyakan reservoir shale
produktif yang terkenal sangat mengandung silika, tetapi beberapa reservoir shale
yang dikenal memiliki kandungan berkapur yang tinggi (misalnya, Eagle Ford dan
Niobrara). Ketika reservoir shale memiliki kandungan clay yang relatif tinggi,
seperti Bazhenov, umumnya perlu memiliki faktor menguntungkan lainnya,
seperti jaringan fraktur yang lebih intensif, untuk mengkompensasi efek negatif
dari kandungan clay yang tinggi.
Salah satu yang umum digunakan, dijelaskan kemudian, komposisi dalam
evaluasi formasi adalah volume clay (Vclay). Dalam formasi konvensional, Vclay
sering diperkirakan dari sinar gamma (GR), tetapi dalam reservoir shale, GR
sering mempnyai korelasi yang lemah juga, dan kadang-kadang bahkan
berkorelasi negatif dengan Vclay, yang sering dikaitkan dengan fenomena statistik
yang disebut Paradoks Simpson (Ma et al., 2014, 2015), seperti yang ditunjukkan
pada Gambar. 3.6 (c). Ini sering menunjukkan keberadaan bahan organik yang
signifikan dalam shale, terutama untuk shale yang disimpan di bawah kondisi
marine (Passey et al., 2010). Korelasi yang lemah juga dapat mencerminkan
anomali GR yang disebabkan oleh konsentrasi tinggi mineral radioaktif yang tidak
selalu terkait dengan clay di reservoir tight sandstone (Ma et al., 2011, 2014).
Dengan demikian, memperkirakan Vclay secara independen dari GR sangat
penting dalam mengevaluasi reservoir shale, dan terkadang reservoir tight
sandstone juga. Pencatatan geokimia memberikan komposisi mineralogi dasar
dari batuan, seperti clay, kuarsa, karbonat, dan pirit, serta dapat menjadi alat
penting untuk mengevaluasi reservoir shale karena alasan ini. Selain itu, untuk
evaluasi yang akurat, clay harus dibagi lagi menjadi komponen-komponennya,
seperti ilit, klorit, dan smektit (smektit dapat menyebabkan ekspansi, yang
menyebabkan penutupan fraktur). Demikian pula, karbonat harus dibagi menjadi
kalsit, dolomit, dan fosfat sehingga komposisi mereka dapat digunakan untuk
menilai kualitas batuan, seperti untuk menghitung kerapuhan(brittlenes) batu
(Wang dan Gale, 2009).

Gambar 3.6. Ternary Plot Komposisi Mineral dan Hubungan Beberapa


Reservoir Shale yang diketahui dengan Segitiga Mineralogi Komposisinya.
(Kang et al., 2016)
3.1.7. Brittlness Index
Ketika batu dikenai stres meningkat, melewati tiga tahap berturut-turut
dari deformasi: elastis, kaku, dan patah (Zoback, 2002). Berdasarkan perilaku ini,
dimungkinkan untuk mengklasifikasikan batuan menjadi dua kelas: kaku dan
rapuh. Jika batuan memiliki wilayah yang lebih kecil dari perilaku elastis dan
wilayah yang lebih besar dari perilaku kaku, menyerap banyak energi sebelum
patah, itu dianggap kaku. Sebaliknya, jika bahan di bawah tekanan memiliki
wilayah yang lebih besar dari perilaku elastis tetapi hanya wilayah yang lebih
kecil dari perilaku kenyal, batuan dianggap rapuh. Pengukuran energi yang
tersimpan sebelum patah dikenal sebagai kerapuhan, dan itu adalah fungsi
kompleks kekuatan batuan, litologi, tekstur, tegangan efektif, suhu, dan TOC.
Kerapuhan didefinisikan ketika kohesi internal batuan rusak, batu
dikatakan rapuh. Beberapa definisi kerapuhan lebih umum digunakan
mengabaikan faktor geologi seperti komposisi batu dan asal dan kebiasaan
komponen batuan mineral (seperti kuarsa dan kalsit, dan / atau jenis semen di
batuan). Secara umum, apabila shale semakin rapuh menunjukkan bahwa shale
dapat menghasilkan jalur rekahan yang semakin besar. Karena sifat rapuhnya,
perekahan batuan lebih mudah dilakukan. Pemahaman tentang sifat rapuh dari
shale dapat memberikan arahan penempatan perforasi yang baik, titik isolasi dan
tahapan perekahan. Konsep kerapuhan batuan dapat mencerminkan
kemampuan batu menahan retakan akibat tekanan. Serpih yang rapuh
cenderung dapat merekah alami dan juga lebih mudah untuk merespon
perlakuan perekahan perekahan hidrolik dari sumur.
Untuk memperkirakan pengukuran kerapuhan reservoir. Pengukuran
kerapuhan batuan ini dinyatakan dalam Brittle Index (BI). Perhitungan BI ini
menggunakan kandungan fractional komposisi berat mineral yang terukur.
Berikut merupakan pengukuran Brittle Index menurut Jarvie (2002) dan Wang
(2007), yaitu sebagai berikut:

Qz
BI Jarvie (2007)= .........................................................................(3-6)
Qz +C a +Cly
Qz+ Dol
BI Wang(2009)= ......................................................(3-7)
Qz+ Dol+Ca+Cly +TOC
Keterangan :
Qz = Fractional Berat Quartz (wt,%)
Ca = Fractional Berat Calcite (wt,%)
Dol = Fractional Berat Dolomite (wt,%)
Cly = Fractional Berat Clay (wt,%)
TOC = Total Organic Carbon (wt,%)

3.1.8. Parameter Penting dalam Evaluasi Reservoir Shale

Tabel III-3. Parameter Reservoir Shale


(Kang et al., 2016)
3.2. Perkiraan Gas In Place Metode Lewis
Lewis et al (2007), telah diterbitkan paper untuk Shale Gas Reservoir dan
telah dipresentasikan di Reservoir Simposium 2004 (Schlumberger). Ini
menjelaskan cara baru mengevaluasi shale gas reservoir.

Berikut adalah rumus:

.................. (3-8)

Keterangan :

Gcfm = Volume free gas (scf/ton)

Bg = Faktor Volume Formasi Gas (rfc/scf)

Φeff = Porositas Efektif

Sw = Saturasi Air

ρb = densitas batuan (g/cc)

φ = Konstanta Konversi (32,1052)

Pada dasarnya rumus ini identik dengan formula konvensional dari sudut
pandang-rumus, satu-satunya yang berbeda adalah rumus ini menghitung
kandungan gas per ton untuk shale, tidak secara langsung menghitung sumber gas
di reservoir. Itu cocok untuk shale gas karena mempertimbangkan tentang gas
yang teradsorbsi dalam bahan organik di dalam batuan induk. Lewis
menggunakan isoterm Langmuir untuk menghitung konten gas yang teradsorpsi.
Isoterm Langmuir diukur pada TOC dan suhu tertentu. Aplikasi untuk
evaluasi log harus berisi koreksi untuk memperhitungkan variabilitas dalam dua
parameter ini. Sehinnga koreksi suhu disajikan dalam Persamaan 3-9 hingga 3-
10 dibawah ini, Konstanta c3 dan c7 awalnya dikembangkan untuk CBM.
.........................................................................................(3-9)

..........................................................................................(3-10)

.................................................................................(3-11)

...............................................................................(3-12)

Keterangan :

Vlt = Volume Langmuir @T reservoir (Scf/ton)

Plt = Tekanan Reservoir @T Reservoir (Psia)

c3 = 0,0027

c7 = 0,005

T = Suhu Reservoir (0C)

Ti = Suhu Isoterm (0C)

Koreksi juga diperlukan untuk TOC karena gas hanya dapat menyerap ke
kerogen. Hubungan linear sederhana dalam Persamaan 3-13 telah terbukti secara
memadai mengekspresikan efek itu

......................................................................... (3-13)

Keterangan :

Vlc = Volume Langmuir yang telah terkoreksi TOC @Tres (Sct/ton)

TOClg = TOC dari Log (wt%)

TOCiso = TOC dari Isoterm (wt%)


Kombinasi persamaan di atas mengarah ke isoterm Langmuir berikut yang
digunakan untuk menghitung gas yang teradsorpsi.

........................................................................(3-14)

Koreksi diperlukan untuk menghitung gas yang hilang — gas yang


dibebaskan sebelum mengisolasi dan menyegel sampel. Jenis analisis ini tidak
berguna untuk karakterisasi shale gas dengan isoterm Langmuir karena ada
potensi kesalahan dalam menghitung gas yang hilang, dan tidak mungkin untuk
membedakan gas bebas dari gas yang teradsorpsi. Langmuir isoterm adalah
analisis yang disukai. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kesalahan dalam estimasi gas
yang hilang, tidak termasuk penambahan potensial dari gas bebas, dan
menghasilkan input yang diperlukan untuk menghitung gas yang teradsorpsi:
Volume Langmuir, tekanan Langmuir, suhu, tekanan, dan TOC. Kelemahan
utama dengan isoterm Langmuir adalah bahwa ia mengukur jumlah shale gas
yang dapat terikat, sehingga akan melebih-lebihkan volume gas jika shalenya
deplesi (habis).

3.3. Kinerja Aliran Shale Gas

3.3.1. Desorption, Difusi, dan Aliran Media Rekah


Bahan organik dalam serpih memiliki potensi adsorpsi yang kuat karena
luas permukaan yang besar dan afinitas terhadap metana (Yu et al. 2014). Untuk
mensimulasikan produksi gas di reservoir shale gas, model adsorpsi gas yang
akurat sangat penting. Menurut sistem klasifikasi standar Uni Internasional Kimia
Murni dan Terapan (IUPAC) (Sing et al. 1985), ada enam jenis adsorpsi yang
berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7. Bentuk isoterm adsorpsi
terkait erat dengan sifat-sifat adsorben dan adsorben padat, dan pada geometri
ruang pori (Silin dan Kneafsey 2012). Deskripsi terperinci dari enam klasifikasi
isoterm dapat ditemukan di Sing et al. (1985).
Gambar.3.7. Jenis-Jenis sorption isotherm (Sing et al. 1985)
(Lee, Kun Sang, Kim, Tae Hong, 2016)

Gambar.3.8. Skema (a) (b) pada monolayer dan multilayer gas adsorption
(Yu et al. 2014). (a) Monolayer Langmuir adsorption (b) Multilayer BET
adsorption.
(Lee, Kun Sang, Kim, Tae Hong, 2016)

Desorpsi gas sepanjang isoterm BET memberikan kontribusi lebih


signifikan pada saat awal produksi dibandingkan dengan dengan kurva isoterm
Langmuir. Ini karena kemiringan kurva BET isoterm pada tekanan tinggi lebih
besar dari pada kurva isoterm Langmuir, menghasilkan pelepasan gas yang lebih
teradsorpsi pada waktu produksi awal. Selain itu, di bawah penurunan tekanan
yang sama dari tekanan reservoir awal ke tekanan bottomhole, jumlah gas
teradsorpsi yang dilepaskan dengan kurva isoterm BET lebih besar daripada
dengan kurva isoterm Langmuir.

Gambar 3.9. Perbandingan Langmuir Isoterm (a) dengan Bet Isoterm (b)
(Yu, Wei,et.al, 2016)

Gambar 3.10. Mekanisme Produksi Shale Gas


(Zang, Tongwei, 2018)
Gas yang telah terdesorpsi akan bergerak dengan pelan melalui matriks
shale dengan cara difusi hingga mencapai permukaan rekahan, kemudian molekul
gas bergerak melalui sistem rekahan dengan aliran darcy menuju tekanan yang
lebih rendah di lubang sumur (Zang, Tongwei, 2018).
Dalam media rekah ini, rezim aliran yang terjadi adalah aliran linear,
aliran linear dapat berlangsung beberapa tahun dan seringkali merupakan satu-
satunya rezim aliran yang diamati dalam analisis. Selain rekahan yang dibuat
dalam reservoir, aliran linier dapat disebabkan oleh rekah alami atau peningkatan
rekahan alami (“Unconventional Reservoir Theory”, 2014, IHS Fekete Harmony).
Batas drainase yang efektif untuk sumur-sumur ini seringkali bertepatan
dengan panjang rekahan, dengan kata lain, drainase di luar wilayah yang
distimulasi tidak signifikan, dan dalam metode analisis yang disajikan kontribusi
ini diabaikan. Geometri reservoir dasar yang digunakan untuk mengembangkan
metode ini adalah fraktur tunggal yang berpusat di reservoir persegi panjang, di
mana lebar fraktur meluas ke batas reservoir. Dalam geometri ini, aliran linier
diamati sampai batas lebar reservoir (Ye) tercapai, dan sumur memasuki aliran
yang didominasi batas. Geometri reservoir ditunjukkan di bawah ini:

Gambar 3.11. Geometri Reservoir


(IHS Fekete Harmony, 2014)
Gambar 3.12 Linear Flow – Properties
(IHS Fekete Harmony, 2014)

Aliran Linear tidak sensitive terhadap orinetasi dan distribusi rekahan.


Gambar 3.12. Memperlihatkan bahwa jumlah rekahan ganda yang tidak seragam,
sebanding dengan rekahan single plannar, oleh karena itu yang terpenting adalah
panjang rekahan sehingga diperoleh luasan pengurasan yang lebih besar.

Gambar 3.13 Linear Flow-Properties(2)


(IHS Fekete Harmony, 2014)

Terlihat pada Gambar 3.13 menunjukkan bahwa rekahan yang panjang


dengan permeabilitas rendah, sebanding dengan rekahan pendek dengan
permeabilitas tinggi. Sesuai dengan Ac √ k , jika permeabilitas matrik rendah, maka
dibutuhkan rekahan yang panjang agar diperoleh Ac (cross section area) yang
luas.

Gambar 3.14. Nominal Cross-Sectional Area, Ac=L*h


(IHS Fekete Harmony, 2014)

Gambar 3.15 Model Sederhana-Linear Flow


(IHS Fekete Harmony, 2014)

Gambar 3.15 jelas menunjukkan bahwa distrbusi rekahan tidak


berpengaruh, yang terpenting adalah panjang rekahan tersebut serta panjang
sumur horizontalnya, karena gambar sebelah kiri equivalent dengan gambar
sebelah kanan.
3.3.2. Peramalan Profil Produksi Sumur Shale Gas

Constant Flowing Pressure


Teknik analisis saat ini di industri menggunakan material balance time.
Karena material balance time sebenarnya adalah waktu superposisi aliran yang
didominasi boundary, analisis ini mungkin tampak menunjukkan aliran yang
didominasi boundary bahkan ketika reservoir masih menunjukkan aliran transien.
Dalam metode yang disajikan, tidak ada fungsi superposisi yang digunakan, yang
menghindari bias terhadap rezim aliran apa pun. Data produksi dianalisis
menggunakan plot resiprokal rate versus square root time. Dalam plot ini, aliran
linier muncul sebagai tren garis lurus. Asumsi dasar adalah konduktivitas tak
terbatas dalam fraktur; konduktivitas terbatas memanifestasikan dirinya sebagai
intersep positif pada plot. Persamaan yang disajikan didasarkan pada asumsi
constant flowing pressure di sumur. Ini adalah penyederhanaan yang masuk akal
untuk produksi gas ketat dan serpih, di mana sumur biasanya diproduksi di bawah
drawdown tinggi.

Gambar 3.16. ∆P/q Vs √ t


(IHS Fekete Harmony, 2014)

Berdasarkan perilaku garis lurus plot square root time seperti terlihat pada
Gambar 3.16., bentuk paling sederhana dari persamaan aliran linier adalah :
1
=m √ t+b .....................................................................................................(3-15)
'
q
Dalam persamaan ini, intersep (b’) menangkap sejumlah efek dekat sumur, seperti
skin dan finite fracture conductivity, atau bisa disebut juga skin apparent akibat
pressure loss reservoir non konventional, jika di reservoir konventional seperti
pressure pada perforasi.

Gambar 3.17. Mekanisme Skin Apparent


(IHS Fekete Harmony, 2014)

Jika konektivitas rekahan semakin tinggi makan nilai b’ semakin rendah,


demikian sebaliknya.

m=
( 315,4 T
)(
h √ ( φ μ g c t )i

1
P pi −Pwf
∗ )( )
1
xf √ k
..........................................................(3-16)

Dari persamaan slope, fracture half-length dan permeabilitas ditentukan sebagai


produk tunggal. Untuk menentukan secara eksplisit, parameter lain harus
diketahui.
Untuk menentukan efek skin sebenarnya (s’), intersep garis (b’) digunakan
dengan persamaan berikut:

'
' b ( P pi −P pwf ) k ( 2 x f )
s= ..................................................................................(3-17)
1,417 x 106 T

( ) ( ( ) ( ( ) ( )))
6
' 1,417 x 10 T h h π
F CD = ' ∗ 1+ ∗ ln − ................................(3-18)
b ( P Pi−P Pwf ) kh n f xf 2rw 2
Duration of Linear Flow
Ketika sebuah sumur memproduksi di bawah constant flowing pressure,
jarak investigasi dapat diperoleh dari persamaan berikut selama periode aliran
linier:

Y =0,159
√( kt
( φμ c t )i )
........................................................................................(3-19)

Menggabungkan persamaan ini dengan geometri reservoir yang diperinci dalam


diagram yang disajikan sebelumnya, akhir dari aliran linear diberikan sebagai
berikut:
Ye
2
=0,159
k t elf
( φμ c t )i√.........................................................................................(3-20)

Persamaan (3-20), dapat disusun sebagai berikut :

( )
2
Y e √( φμ c t )i
t elf = .........................................................................................(3-21)
2 x 0,159 √ k
Ini bukan bentuk praktis dari persamaan, karena permeabilitas (k) dan lebar
reservoir (Ye) biasanya tidak diketahui secara eksplisit. Permeabilitas terkait
dengan istilah (xf√k) dan lebar reservoir terkait dengan area drainase (A); Namun,
keduanya terkait dengan fraktur half-lenght (xf). Dengan menggunakan definisi
area drainase (A = 2*xf*Ye), persamaan (3-21) menjadi:

( ( ))
2
A √ ( φμ ct )i 1
t elf = ∗ .............................................................................(3-22)
4 x 0,159 xf √ k

Istilah (xf√k) ditentukan dari kemiringan plot waktu akar kuadrat menggunakan
bentuk persamaan sebelum-sebelumnya yang disusun ulang. Untuk reservoir gas
tidak konvensional, xf√k menyimpang dari nilai analitisnya ketika drawdown
tekanan, DD, menjadi lebih tinggi. Untuk mengoreksi efek drawdown ini, faktor
koreksi, fcp, diimplementasikan dalam modul tekanan gas konstan, yang
memungkinkan penentuan xf√k yang lebih akurat.

DD dan fcp didefinisikan sebagai berikut:


PPi−P Pwf
D D= ...............................................................................................(3-23)
P pi
2
f cp=1−0,0852 D D −0,0857 D D .....................................................................(3-24)
xf√k dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

x f √ k =f cp
315,4 T
√1
mh ( P Pi −P pwf ) ( φμ c t )i
..................................................................(3-25)

Mensubstitusikan persamaan (3-25) ke persamaan (3-22), durasi aliran linier


(dimulainya boundary-dominated flow) ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut:

( )
2
Ah ( φ μ g ct ) m ( P Pi−PPwf )
t elf = .....................................................................(3-26)
200,6 T
Hal tidak diketahui utama dalam menentukan akhir aliran linier adalah area
drainase yang efektif. Sumur analog dapat digunakan untuk menentukan kisaran
area drainase yang sesuai untuk sumur subjek. Penempatan sumur dapat
memberikan batas atas pada area drainase dalam pengembangan dengan kerapatan
tinggi. Interpretasi flowing material balance dapat digunakan untuk menentukan
area minimum berdasarkan data produksi saat ini.

Boundary-Dominated Flow
Mengingat geometri reservoir dipertimbangkan, aliran linier diikuti
langsung oleh aliran boundary dominated. Ada dua cara untuk mewakili rezim
aliran ini untuk tujuan forecasting: (a) persamaan pseudo steady state, material
balance time, dan pseudo time; (b) decline hiperbolik (Arps) tradisional. Demi
menjaga agar metode ini tetap sederhana dan praktis, metode decline hiperbolik
digunakan. Decline hiperbolik didefinisikan dalam persamaan berikut:
qi
q= 1 ................................................................................................(3-27)
(
1+b a t b
)
( i )
Dalam persamaan ini, qi dan ai adalah laju aliran dan decline rate (masing-
masing) pada awal periode forecast; dan t adalah waktu yang telah berlalu sejak
awal perkiraan. Karena perkiraan decline hiperbolik dimulai pada akhir aliran
linier, laju aliran, laju penurunan, dan waktu akan berkenaan dengan waktu pada
akhir aliran linier (telf). Eksponen decline (b) dipilih antara 0 dan 0,5, yang
merupakan nilai tipikal untuk aliran boundary dominated dalam gas. Persamaan
(3-27) kemudian ditulis ulang untuk mewakili ini:
qelf
q= 1 ....................................................................................(3-28)
( )
(1+b a elf ( t−t elf ) ) b
Persamaan (3-15) ditulis ulang untuk menunjukkan bagaimana laju pada akhir
aliran linier (qelf) ditentukan berdasarkan interpretasi plot square root time:
1
q elf = ' ...............................................................................................(3-29)
m √t elf +b
Decline rate dari persmaan hyperbolic decline didefinisikan sebagai berikut:
−1 dq
a= .......................................................................................................(3-30)
q dt
Untuk menentukan decline rate pada akhir aliran linier (aelf), diperlukan ekspresi
untuk decline rate selama aliran linier. Ini diperoleh dengan menggabungkan
Persamaan (3-15) dan Persamaan (3-30):
1 m
a= ..............................................................................................(3-31)
m √ t+ b 2 √ t
'

Persamaan ini sekarang ditulis untuk mencerminkan decline rate pada akhir aliran
linier:
1 m
a elf = .....................................................................................(3-32)
m √t elf +b 2 √ t elf
'

Dari Persamaan (3-32), juga jelas bahwa jika b dapat diabaikan, persamaannya
berkurang menjadi:

a= ( 21t )...........................................................................................................(3-33)
Setelah eksponen decline (b) dipilih, Persamaan (3-28) dapat digunakan untuk
setiap durasi forecast, dan bahkan untuk menentukan perkiraan produksi
berdasarkan abandonment rate.
Gambar 3.18. Production Forecast-Modified Hiperbolic
(IHS Fekete Harmony, 2014)

Garis hijau putus-putus menunjukkan telah waktu dimana telah


berakhirnya aliran transient (tetf).

3.4. Komplesi Shale Gas Reservoir (Horizontal Well Multi Fracture)


Mayoritas sumur dalam produksi gas non konvensional adalah sumur
horizontal dengan multiple stage fracturing. Pendekatan pertama yang
dipertimbangkan dengan pengembangan metode ini adalah untuk memperlakukan
lubang sumur horizontal sebagai fraktur, dan memasukkan stimulasi fraktur dalam
sumur ini sebagai bagian dari permeabilitas efektif yang diinterpretasikan pada
plot square root time. Metode tambahan telah dimasukkan menggunakan proses
yang sama seperti yang dikembangkan untuk fraktur tunggal. Jika sumur
horizontal dicasing, atau berkontribusi produksi yang sangat sedikit dibandingkan
dengan fraktur, sumur dapat diperlakukan sebagai serangkaian fraktur di reservoir.
Dalam sebuah sumur dengan n fraktur yang mempunyai jarak dan ukuran yang
sama, model fraktur tunggal dapat dikalikan dengan n fraktur untuk mewakili
keseluruhan sumur. Aliran linier ke dalam fraktur diikuti oleh boundaries
dominated flow ketika no-flow boundaries yang terbentuk di antara fraktur yang
berdekatan. Layout dibawah ini menampilkan hubungannya dengan model single-
fractured .
Gambar 3.19. Hubungan Model Single Fractured
(IHS Fekete Harmony, 2014)

Aplikasi Teori pada IHS Harmony Reservoir™


Teori ini diaplikasikan dengan menggunakan data produksi untuk
mengidentifikasi parameter aliran linier dan menafsirkan parameter aliran linier
untuk berbagai jenis komplesi.

Penggunaan Data Produksi untuk Mengidentifikasikan Parameter Aliran


Linear

Untuk Gas :

..............................................(3-34)

Persamaan ini diturunkan untuk kasus di mana sumur diproduksi melalui


fraktur tunggal. Untuk kasus ini, total area untuk mengalir (Ac) dapat dihitung
sebagai:

..........................................................................................(3-35)
Gambar 3.20. Single Fractured
(IHS Fekete Harmony, 2014)

Oleh karena itu, persamaan (3-36) dapat ditulis ulang dalam bentuk umum:

Untuk Gas :

.....................................................(3-36)
Dimana Ac adalah total area untuk mengalir.

Dalam persamaan (3-36), sisi kanan persamaan diketahui: m, dan


didefinisikan oleh data produksi (kemiringan garis untuk tekanan normal yang
diplot terhadap fungsi√ t ), dan parameter lainnya diketahui untuk sifat reservoir
dan fluida. Oleh karena itu, kita dapat menghitung parameter aliran linier Ac √ t
menggunakan plot kiri atas pada dashboard model reservoir non konvensional
(URM).
Gambar 3.21. Plot Superposition Time
(IHS Fekete Harmony, 2014)
Catatan :
Ac mewakili total area untuk mengalir, tanpa asumsi apakah sumur memproduksi
melalui fraktur tunggal, melalui beberapa fraktur, atau melalui sumur bor
horizontal yang tidak rekah.

Interpretasi Parameter Aliran Linear untuk Tipe Komplesi yang Berbeda


Setelah nilai untuk parameter aliran linier A c √ k dihitung, dapat
diinterpretasikan berbeda tergantung pada jenis kompllesi. Dengan analisis URM,
tiga jenis komplesi dapat dipilih dari daftar Tipe Model drop-down.

Gambar 3.22. Pemilihan tipe komplesi di IHS


(IHS Fekete Harmony, 2014)

Bagian berikut menjelaskan bagaimana parameter aliran linier


diiterpretasikan untuk setiap jenis model.
Vertical – Single Frac Model Type
Dalam hal ini, diasumsikan bahwa sumur diproduksi melalui fraktur
tunggal. Kita dapat mengamati aliran linear menuju fraktur dari kedua sisi. Total
area untuk mengalir (Ac) dapat dihitung sebagai:

...........................................................................................(3-37)
Di mana h adalah ketebalan net pay yang diketahui. Setelah A c √ k dihitung,
Xf √ k juga dihitung dan dilaporkan.
Jika Anda memasukkan nilai untuk permeabilitas, xf akan dihitung
berdasarkan nilai permeabilitas yang diketahui, dan yang sebelumnya dihitung
Xf √ k .

Gambar 3.23. Tipe Komplesi di IHS


(IHS Fekete Harmony, 2014)

Horizontal Multifrac – Effective k Model Type


Dalam hal ini, diasumsikan bahwa sumur diproduksi melalui lubang bor
horizontal tanpa rekahan. Model ini juga dapat digunakan ketika sumur rekah,
tetapi kami tidak memodelkan setiap fraktur individu; sebagai gantinya
memperhitungkan semua fraktur dengan menggunakan permeabilitas efektif yang
lebih tinggi. Kemudian, kita dapat mengamati aliran linear menuju lubang sumur.
Total area untuk mengalir (Ac) dapat dihitung sebagai:

........................................................................................(3-38)

Gambar 3.24. Aliran Lubang Bor Sumur Horizontal


(IHS Fekete Harmony, 2014)
Di mana h adalah tebal net pay yang diketahui. Setelah A c √ k dihitung, ¿ √ k bisa
juga dihitung.
Catatan :
Karena tidak ada xf dalam tipe model ini, parameter Xf √ k harus
¿
diinterpretasikan sebagai 2 ( )√ k.
Jika Anda memasukkan nilai untuk panjang lubang sumur horizontal efektif,
Le, permeabilitas efektif Ke akan dihitung berdasarkan Le yang diketahui dan yang
sebelumnya dihitung , ¿ √ k .

Gambar 3.25. Tipe Komplesi di IHS


(IHS Fekete Harmony, 2014)
Horizontal Multifrac – Matrix Model Type
Dalam hal ini, diasumsikan bahwa sumur diproduksi melalui multiple
fraktur (nf = jumlah fraktur). Kemudian, kita dapat mengamati aliran linear
menuju setiap fraktur.

Total area untuk mengalir (Ac) dapat dihitung sebagai:

...................................................................................(3-39)

Gambar 3.26. Horizontal Multi-Fract


(IHS Fekete Harmony, 2014)
Di mana h adalah tebal net pay yang diketahui. Setelah Ac √ k dihitung, nf xf √ k
bisa juga dihitung.

Gambar 3.27. Pemilihan Tipe Komplesi di IHS


(IHS Fekete Harmony, 2014)
3.5. Model Area Pengurasan Sumur Horizontal Multifract

3.5.1. Teori Stimulated Reservoir Volume (SRV)


Dalam model SRV, permeabilitas zona luar diabaikan. Ilustrasi model ini
disajikan pada gambar 3.28 history match dengan data produksi perlu
dilakukannya regresi pada dua parameter: permeabilitas efektif dalam SRV
(kSRV) dan apparent fracture conductivity (FCD). FCD, dalam konteks ini,
adalah catch-all untuk semua efek non-linear-flow, termasuk: finitie conductivity,
konvergensi aliran, dll. Regresi meminimalkan kesalahan antara simulasi dan
flowing pressure aktual. Setelah kecocokan dengan tekanan diperoleh, model
kemudian dikonfirmasi dengan membandingkan rate yang dihitung dengan rate
yang diukur.

Gambar 3.28. Model SRV


(IHS Fekete Harmony, 2014)

3.5.2. Teori Model Composite (Optimis)


Dalam model ini, permeabilitas zona luar tidak diabaikan. Permeabilitas
ini sesuai dengan permeabilitas matriks shale. Ketika permeabilitas ini adalah 10-6
md, masuk akal untuk mengabaikannya dan kembali ke model SRV. Namun,
sering dilaporkan bahwa permeabilitas matriks dapat setinggi 10-3 md. Dalam
kondisi ini, kontribusi gas dari zona luar ke SRV menjadi signifikan. Untuk
mendapatkan perkiraan paling optimis, km (permeabilitas matriks) ditingkatkan
ke nilai setinggi mungkin tanpa kehilangan pressure history match. Sementara km
(permeabilitas matriks) bertambah kSRV (permeabilitas SRV) mungkin
berkurang untuk mempertahankan history match. Namun, setiap saat km
(permeabbilitas matrisk) harus lebih kecil dari kSRV (permeabilitas SRV) (karena
sesungguhnya kSRV adalah km yang ditingkatkan akibat suatu komplesi). Model
ini digambarkan dalam gambar 3.29.
Gambar 3.29. Model Composite
(IHS Fekete Harmony, 2014)

3.6. Pad Drillingi


Pad Drilling, rekah hidrolik dan pengeboran horizontal, adalah salah satu
inovasi paling berpengaruh untuk industri minyak dan gas alam dalam beberapa
tahun terakhir. Ini menjadi standar untuk operasi pengeboran yang lebih efisien,
dan diharapkan menjadi sesuatu yang umum kedepannya.
Pad Drilling, disebut juga multi-well pad drilling, adalah praktik
pengeboran yang memungkinkan beberapa wellbores untuk dibor dari satu bidang
tanah tunggal yang dikenal sebagai pad. Untuk dipertimbangkan pengeboran pad,
beberapa sumur harus dibor pada satu pad, dan sumur-sumur tersebut harus dibor
dari rig pengeboran yang ada dalam periode tersebut. Misalnya, jika rig
pengeboran mengebor tiga wellbores pada pad dan kemudian pergi, sumur
tersebut akan dianggap pad drilling. Jika kembali setahun kemudian dan
mengebor lain pada pad yang sama, wellbore tidak bias disebut pad drilling.
Pad Drilling, area tanah yang dibuka untuk dikerjakan rig pengeboran,
seringkali antara empat atau lima hektar persegi dan dapat berisi sejumlah sumur
yang aman dan ekonomis, dua sumur hingga lebih dari 20 (pada umumnya 6-8
sumur), tergantung pada faktor-faktor termasuk ukuran pad, geografi tanah,
ketersediaan gas dan banyak lagi. Semua faktor ini perlu dipertimbangkan ketika
merencanakan operasi drilling pad multi well.
Pad Drilling berbeda dengan pemboran vertikal yang mana selalu
membutuhkan wilayah baru untuk melakukan pemboran lagi, dalam drilling pad
horizonyal well, cukup dalam pad yang sama untuk melaukan beberapa pemboran
sehingga mengurangi jumlah ruang dan jumlah rig yang diperlukan untuk suatu
operasi. Sumur-sumur dalam drilling pad berdekatan satu dengan yang lainnya
untuk kondisi permukaannya, seperti terlihat pada gambar 3.30, namun untuk
kondisi bawah permukaan jarak antar sumur horizontalnya cukup jauh yang
disesuiakan dengan panjang setengah rekahannya.

Gambar 3.30. Pad Drilling dengan Horizontal Multifract Well


(Charlez P., 2015)

Keuntungan utama lain dari pengeboran multi-sumur pad drilling adalah


mengurangi waktu untuk memindahkan rig untuk pemboran selanjutnya karena
sangat dekatnya jarak anatar sumur (wellhead) dan ini menjadi hal yang relatife
mudah untuk dilakukan dengan rig yang mobile, dengan rig seperti terlihat pada
gambar 3.31. Adapun Inovasi baru yang telah dilakukan oleh suatu perusahaan
dengan membuat jalur antar pad untuk rig berpindah dari satu pad ke pad yang
lain, seperti terlihat pada gambar 3.32.
Gambar 3.31. Mobile Rig pada Drilling Pad
(NABORS Industries Ltd, 2017)

Gambar 3.32. Perpindahan Rig antar Pad


(U.S. Energy Information Administration, 2012)

Pada Gambar 3.33 memperlihatkan beberapa pad yang tereletak


berjauhan namun mampu memberi area pengurasan penuh untuk area bawah
permukaan.
Gambar 3.33 Beberapa Drilling Pad
(U.S. Energy Information Administration, 2012)

3.7. Dasar Teori Perhitungan Keekonomian Minyak dan Gas Bumi


Pendapatan dari sektor minyak dan gas bumi merupakan sumber yang
sangat penting bagi negara. Perhitungan keekonomian perlu untuk dilaksanakan
mengingat kegiatan eksplorasi dan pengusahaan produksi migas merupakan
industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat resiko sehingga diperlukan
perhitungan untuk mengetahui keuntungan dan parameter ekonomi lainnya. Pada
prinsipnya perhitungan keekonomian eksplorasi dan produksi sumber daya migas
tergantung pada produksi migas yang akan dihasilkan, biaya yang telah atau akan
dikeluarkan, harga migas per-satuan volume, dan sistem perhitungan
keekonomian yang dipakai.
Produksi migas yang dihasilkan tergantung dari potensi cadangan migas
yang terdapat dibawah permukaan tanah. Untuk mengetahui potensi cadangan
terbukti (Proven Reserves) diperlukan biaya untuk melakukan kegiatan eksplorasi
dan produksi. Besarnya biaya yang akan dikeluarkan tergantung dari keadaan
perilaku fisik permukaan maupun bawah permukaan dimana migas ditemukan dan
akan diproduksikan, juga sangat terkait dengan letak geografis dan geologis
dimana sumber daya migas itu berada.
3.7.1. Time Value of Money
Time Value of Money merupakan metode yang biasa digunakan untuk
mengetahui nilai uang atau keuntungan dari suatu cash flow di waktu yang akan
datang, yaitu dengan menggunakan konsep compounding dan discounting.
Compounding merupakan cerminan suatu nilai uang di masa datang dari
sejumlah uang yang diinvestasikan saat ini. Dirumuskan:
P (1 + i)n = F ....................................................................................(3-40)
Keterangan:
P = Jumlah uang saat sekarang (pada saat t = 0)
F = Jumlah uang di masa datang (pada saat t = n)
(1+i)n = Compound interest factor
n = Periode waktu tahunan, dari P sampai F
Sedangkan discounting merupakan cerminan jumlah uang saat sekarang dari
sejumlah uang pada saat t = n tahun, dirumuskan:
F
P = ( 1+ i)
n
=F
1
(1+ i)n[ ] ................................................................(3-41)
Keterangan:
1
(1+i)n = Discount rate factor
Dari Persamaan 3-40 dan Persamaan 3-41 dapat memberikan perbandingan
nilai dari sejumlah uang yang diterima pada waktu yang berbeda. Biasanya
compounding interest dan discount rate dihitung dalam periode tahunan, tetapi
dapat pula dihitung untuk periode waktu kurang dari 1 tahun, seperti dirumuskan:

( )
m
j
i= 1+ −1
m . ..............................................................................(3-42)
Keterangan:
i = Effective interest rate tahunan
j = Nominal interest rate tahunan
m = Jumlah periode waktu per tahun
3.
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
3.6.
3.7.
3.8.
3.8.1.
3.7.2. Cash Flow
Cash flow merupakan gambaran aliran dana akhir yang dapat diperoleh
kontraktor maupun pemerintah. Besarnya Contractor Cash Flow (CCF) adalah
Total Contractor Share (TCS) setelah dikurangi total biaya pengeluaran
(expenditure). Expenditure meliputi biaya investasi (capital dan non capital) dan
biaya operasi yang sudah dikenakan eskalasi (escalated operating cost). Elemen-
elemen yang diperlukan dalam perhitungan Contractor Cash Flow (CCF) antara
lain :

3.7.2.1. Gross Revenue


Gross revenue atau pendapatan kotor merupakan hasil perkalian laju
produksi minyak/gas dengan harga minyak/gas. Laju produksi minyak/gas
ditentukan berdasarkan prediksi profil produksi yang sebelumnya sudah dihitung
menggunakan metode-metode peramalan produksi.

3.7.2.2. Investasi
Investasi merupakan besarnya biaya atau besarnya modal yang ditanamkan
dalam suatu proyek. Investasi atau penanaman modal dilakukan dengan suatu
alasan akan memperoleh keuntungan ekonomi dalam suatu kurun waktu di masa
yang akan datang.
Para ahli ekonomi pada umumnya sependapat bahwa investasi terutama
ditentukan oleh faktor – faktor berikut :
1. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.
2. Tingkat bunga.
3. Perubahan dan perkembangan teknologi.
4. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan – perubahannya.
5. Keuntungan yang dicapai perusahaan.
Investasi yang dikeluarkan pada setiap proyek perminyakan merupakan
jumlah dari investasi untuk keperluan eksplorasi dan investasi untuk
pengembangan lapangan. Investasi terbagi menjadi dua, yaitu: capital (tangible)
cost dan non capital (intangible) cost.

1. Capital Cost
Biaya kapital (capital cost / tangible cost) yaitu pengeluaran yang
berkaitan dengan benda–benda fisik, seperti mesin-mesin, peralatan pemboran,
peralatan konstruksi, fasilitas penyimpanan minyak (tanki), konstruksi dan alat
transportasi yang mengalami depresiasi nilai karena waktu pemakaian.
Adapun contoh biaya kapital pada industri perminyakan yaitu silang
sembur, kepala sumur, tubing, packer, flowline, manifold, header, storage tank,
pompa, dan sebagainya.

2. Non Capital Cost


Biaya non kapital (non capital cost / intangible cost) adalah biaya yang
berkenaan dengan pengadaan atau penggunaan barang-barang yang tak
terdepresiasi, misalnya lumpur bor dalam operasi pemboran.
Berdasarkan kontrak bagi hasil seluruh biaya non kapital yang diperlukan
untuk pemboran sumur minyak dan pengembangan dapat dibebankan langsung
pada perhitungan pengembalian biaya, sehingga dapat mempercepat
pengembalian investasi yang dilakukan oleh kontraktor. Adapun yang termasuk
dalam biaya non kapital meliputi :
1). Eksplorasi dan Pengembangan
(1). Geologic And Geophisic (G&G) Work
Yang termasuk diantaranya adalah biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan informasi G&G, gaji, perlengkapan, transportasi (survey)
dan berbagai biaya yang berhubungan dengan personalia.
(2). Intangible Drilling Eksploration And Development Cost
Biaya ini mewakili pengeluaran yang di dalamnya tidak terdapat nilai sisa
dan dikeluarkan dalam rangka pengeboran sumur migas, seperti rig
up/down service, mud & engineering service, cement & cementing service,
equipment installation, coring, mud logging service, DST service, dan
sebagainya.
(3).Workovers, Plug-Backs, Deepening
Di dalamnya terdapat reperforasi, shooting, acidicing, KUPL dan aktifitas
lain yang merupakan bagian dari biaya eksplorasi dan pengembangan yang
termasuk non capital cost.
2). Produksi
Non Capital Production Cost adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
mengoperasikan kegiatan produksi migas serta memelihara sumur dan
fasilitasnya.

3.7.2.3. Operating Cost (OPEX)


Biaya Operasi (Operating Cost) merupakan biaya yang dikeluarkan baik
sehubungan dengan adanya operasi produksi (variable cost) maupun biaya yang
pasti dikeluarkan oleh perusahaan berupa administrasi umum yang tidak
berpengaruh terhadap besar kecilnya produksi (fixed cost). Contoh biaya operasi
yang termasuk dalam variable cost adalah lifting cost, safety & environmet,
production tools & equipment maintenance, gaji pegawai non staf dan sebagainya.
Contoh biaya operasi yang termasuk dalam fixed cost adalah general
administration, yaitu meliputi :
1. Finance & administration : audit, perpajakan, sewa kantor, stationary.
2. Technical services : pengadaan dan servis alat telekomunikasi & komputer
3. Transportation cost : pengadaan, servis dan bahan bakar mobil kantor
4. Salary & personal expenditure : gaji pegawai (staf), biaya yang
dikeluarkan untuk training & menyekolahkan pegawai.
5. Community development : pembangunan sekolah, puskesmas & perbaikan
jalan untuk masyarakat sekitar perusaahan

3.7.2.4. Escalation Rate


Dalam melakukan perhitungan net cash flow sebaiknya juga
diperhitungkan kemungkinan terjadinya inflasi di masa yang akan datang. Adanya
inflasi akan mempengaruhi kenaikan investasi yang berupa kapital dan biaya
operasi. Sebagai contoh, di masa yang akan datang biaya untuk membangun
platform akan dipengaruhi kenaikan harga besi baja dan biaya buruh yang akan
membangun platform tersebut. Besarnya inflasi dinyatakan dalam escalation rate.
Adapun rumus escalation factor yang akan dilakukan dalam perhitungan net cash
flow adalah sebagai berkut :
Escalation Factor = (1 + Escalation Rate) (n-1) ................................(3-24)
Keterangan:
n = tahun ke-n

3.7.2.5. Pembagian Pendapatan (Share)


Pada prinsipnya dalam kontrak bagi hasil yang dibagi adalah minyak
mentah dari hasil produksi dari wilayah kerja, apabila mungkin terus-menerus
sampai berakhir jangka waktu kontrak. Dasar perhitungan pembagian pendapatan
adalah kuantitas, bukan nilai.
Berdasarkan kontrak bagi hasil, pembagian pendapatan (equity share gas)
antara kontraktor dan negara (before tax) secara umum adalah 70% : 30%.
Penerimaan masing-masing adalah dalam bentuk minyak mentah. Sampai dengan
saat ini kontrak bagi hasil telah mengalami beberapa perubahan, yang tujuannya
adalah untuk menaikkan bagian negara.

3.7.2.6. Domestic Marketing Obligation (DMO)


Peraturan Pemerintah No 35 tahun 2004, Bab V Pasal 46 mengatur bahwa
kontraktor ikut bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidrokarbon untuk
keperluan dalam negeri, dimana besaran kewajiban kontraktor adalah 25 %
dari bagiannya (Contractor Share) setelah 5 tahun produksi berjalan yang dibeli
dengan harga 25% lebih dari harga pasar.

3.7.2.7. Taxable Income


Taxable income merupakan seluruh pendapatan kontraktor yang dapat
dikenakan pajak. Besarnya taxable income adalah contractor share yang sudah
dikurangi DMO kemudian ditambahkan dengan investment credit.

3.7.2.8. Pajak (Tax)


Pajak adalah salah satu sumber pendapatan pemerintah. Pemerintah
mengambil bagiannya dari hasil produksi minyak dan gas bumi melalui pajak
yang dikenakan terhadap semua pemasukan kontraktor yang didapat dari
usahanya tersebut. Sistem perpajakan yang dibuat oleh pemerintah dimaksudkan
untuk memaksimalkan pendapatan pemerintah. Pajak yang diberlakukan sekarang
terhadap adalah sebesar 44%.

3.7.2.9. Net Contactor Take (NCT)


Net Contractor Take merupakan pendapatan bersih kontaktor atau
besarnya pendapatan kontraktor yang sudah dikenai pajak atau taxable income
dikurangi tax.

3.7.2.10.Net Government Take (NGT)


Government Take atau Indonesia Take merupakan total pendapatan yang
diterima oleh pemerintah. Pendapatan ini merupakan hasil perhitungan
government imi merupakan penjualan gas (gross revenue) dikurangi dengan total
penenrimaan dari kontraktor.

3.7.3. Indikator Keuntungan


Untuk mengetahui bahwa suatu kegiatan workover pada suatu sumur akan
memberikan nilai ekonomis atau tidak, maka perlu dilakukan analisa
keekonomian. Dalam studi ini analisa keekonomian dilakukan dengan
menggunakan standart penilaian keekonomian dalam industri perminyakan
dengan menghitung indikator keuntungan :
1. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) atau Rate of Return menunjukkan nilai
relatif earning power dari modal yang diinvestasikan dalam proyek yaitu discount
rate yang menyebabkan NPV sama dengan nol. Harga ROR harus memenuhi
persamaan berikut:
n
CFn
0 =∑ CFo +
t=1 (1+ROR )n ...................................................................(3-25)
Biasanya setiap perusahaan mempunyai batasan nilai minimum dari ROR
yang diinginkan yang dinyatakan dalam MARR (Minimum Attractive Rate of
Return). Suatu proyek dianggap layak apabila IRR lebih besar dari bunga bank
atau lebih besar dari MARR. Contoh kurva interpolasi ROR atau IRR disajikan
pada Gambar 3.34.

Gambar 3. 34. Interpolasi ROR


(W. Partowidagdo, 2001)

Rate of Return mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan parameter lainnya,


adapun ciri-ciri tesebut adalah:
a. Memerlukan pemecahan dengan trial and error.
b. Memasukkan nilai waktu dan uang ke dalam kesanggupan mendapatkan
untung.
c. Memberikan indikator keuntungan yang tidak tergantung pada ukuran mutlak
dari cash flow.
d. Rate of Return tidak dapat dihitung untuk kondisi:
 Cash flow negatif (misal dry hole)
 Semua cash flow positif
 Penghasilan total kurang dari investasi permulaan (misal sumur produksi
kering sebelum berhasil mengembalikan investasi)
 ROR sangat peka terhadap kesalahan dalam memperkirakan besarnya
investasi.
 ROR meliputi anggaran implisit yang menyatakan bahwa semua cash flow
ketika diterima ditanamkan kembali pada ROR yang dihitung.

2. Net Present Value (NPV)


Net Present Value (NPV) merupakan nilai keuntungan bersih dari suatu
proyek yang diukur pada waktu sekarang. Suatu proyek dikatakan layak dilakukan
jika NPV bernilai positif atau lebih besar dari target minimal NPV yang bisa
diperoleh perusahaan, jika nilai NPV suatu proyek bernilai negatif maka dapat
dikatakan proyek tersebut mengalami kerugian. Nilai NPV suatu proyek bernilai
nol maka besarnya pengeluaran untuk menyelenggarakan proyek sama dengan
besarnya penerimaan. Bentuk umum persamaan NPV adalah:
n
CFn
NPV =∑ CFo +
t=1 (1+ r )n …...............................................................(3-26)
Keterangan:
CFo = cash flow pada awal investasi (cash in flow)
CFn = cash flow pada tahun ke-n (cash out flow)
r = discount rate
n = tahun ke-n

3. Profit to Investment Ratio (PIR)


Profit to Investment Ratio (PIR) disebut juga Return of Investment (ROI)
merupakan perbandingan dari keuntungan bersih yang tidak dipotong
(undiscounted net cash flow) terhadap besarnya investasi yang ditanam. PIR
merupakan bilangan yang tidak berdimensi yang menghubungkan jumlah yang
dihasilkan dari proyek investasi tiap dollar yang ditanam. Profit to Investment
Ratio dirumuskan sebagai berikut:

Total Undiscounted Net Cashflow


PIR = .............................................. (3-27)
Investasi

4. Discounted Profit to Investment Ratio (DPIR)


Discounted Profit to Investment Ratio (DPIR) adalah suatu ukuran yang
merefleksikan kesanggupan memberikan keuntungan total. DPIR didefinisikan
sebagai perbandingan antara NPV terhadap investasi.
Total Discounted Net Cashflow
DPIR = ...............................................(3-28)
Investasi
Dari persamaan di atas dapat diinterpretasikan jumlah discounted cash flow dari
tiap dollar yang diinvestasikan. Suatu proyek dikatakan layak dilakukan jika
DPIR bernilai positif atau lebih besar dari target minimal DPIR yang bisa
diperoleh perusahaan.

5. Pay Out Time (POT)


Pay Out Time (POT) atau Pay Back Period (PBP) adalah suatu periode
yang diperlukan untuk dapat menutup kembali pengeluaran investasi dengan
menggunakan ”proceeds” atau aliran kas netto (netto cash flows).
POT dari suatu investasi menggambarkan panjangnya waktu yang
diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu investasi dapat diperoleh kembali
seluruhnya. Beberapa kelemahan dari POT adalah mengabaikan nilai waktu dari
uang (time value of money) dan tidak dapat menunjukkan besarnya keuntungan
yang akan diperoleh atau dengan kata lain POT bukan alat pengukur
”profitability” namun hanya alat ukur ”rapidity” atau kecepatan kembalinya dana.
Suatu proyek dikatakan layak dilakukan jika POT kecil dibandingkan dengan
umur proyek atau lebih kecil dari waktu target minimal perusahaan dapat
mengembalikan modal atau investasinya. Kurva cumulatif net cash flow dengan
memperlihatkan POT disajikan pada Gambar 3.35.
Gambar 3. 35. Kurva Posisi Net Cash Flow yang Menunjukkan POT
(W. Partowidagdo, 2001)

3.7.4. Analisa Sensitivitas


Analisa sensitivitas adalah cara untuk melihat pengaruh perubahan
besaran-besaran yang mempengaruhi keuntungan sehingga dapat mengurangi
resiko.Besaran-besaran yang sering digunakan untuk analisa sensitivitas adalah
total produksi, harga minyak, investasi dan biaya operasi. Keuntungan dari
analisis sensitivitas adalah:
- Sangat membantu untuk mengindentivikasi besaran-besaran yang sangat
mempengaruhi keuntungan (dilihat dari berapa besarnya perubahan
keuntungan yang diakibatkan oleh perubahan besaran tersebut).
- Mudah dilakukan dengan komputer.
Kelemahan dari analisa sensitivitas adalah :
- Tidak memberikan indikasi kemungkinan (likehood) sesuatu yang
diandaikan akan terjadi, misalnya berapa kemungkinan jika harga turun
20%.
- Tidak memperlihatkan ketergantungan antar besaran-besaran yang
mempengaruhi keuntungan.
Suatu lapangan atau proyek perminyakan masih layak/prospek untuk
dikembangkan apabila POT memberikan harga yang relatif kecil, NPV berharga
positif, harga PIR dan DPIR yang relatif besar, serta ROR yang lebih besar
daripada bunga bank. Untuk membuat analisa sensitivitas dibuat diagram laba-
laba seperti pada Gambar 3.36.

Gambar 3. 36. Diagram Laba-laba


(W. Partowidagdo, 2001)

3.7.5. Sistem Kontrak PSC Gross Split


Untuk mendukung penerapan sistem bagi hasil ini, Kementerian ESDM
telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 08 Tahun 2017 tentang
kontrak bagi hasil Gross Split. Permen ini menetapkan bentuk dan ketentuan-
ketentuan pokok Kontrak Bagi Hasil yang memuat persyaratan antara lain:
kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik
penyerahan; modal dan risiko seluruhnya ditanggung Kontraktor; serta
pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas. Gambaran diagram
alir Production Sharing Contract Gross Split diperlihatkan pada Gambar 3.37.
berikut

Gambar 3.37. Struktur PSC Gross Split


i

Anda mungkin juga menyukai