3.1.1. Kerogen
Kerogen terdiri dari bahan organik yang tidak larut dalam batuan sedimen
(Durand dan Nicaise, 1980; Groenzin dan Mullins, 1999). Empat jenis umum
kerogen dalam batuan sedimen yang belum matang secara termal didefinisikan
oleh diagram van Krevelen berdasarkan atom asli H/C atau indeks hidrogen (HI;
misalnya, Peters dan Cassa, 1994):
Tipe I
Kerogen tipe ini dikarakterisasikan dengan rasio H/C
(hydrocarbon/carbon) yang tinggi >1,5 dan rasio O/C (oxygen/carbon) rendah
<0,1. Kerogen tipe I ini memiliki index hidrogen >300 dan index oksigen <50.
Kerogen tipe ini juga disebut alginite, mengandung konsentrasi tinggi alkanes dan
asam lemak serta merupakan sumber terbaik untuk maturasi oil-prone. Sumber
utamanya berasal dari sedimen alga seperti endapan lacustrin. Terjadinya kerogen
tipe I ini relatif jarang jika dibandingkan dengan tipe lainnya.
Tipe II
Kerogen tipe ini dikarakterisasikan dengan rasio H/C relatif tinggi (1,0 –
1,4) dan rasio O/C relatif rendah (0,09 – 0,2). Memiliki index hidrogen antara 200
dan 300, sedangkan index oksigen antara 50 dan 100. Kerogen tipe II ini juga
disebut exinite berada pada lingkungan marine dan umumnya berasosiasi dengan
calcareous atau sedimen dolomitic. Tipe II sangat sering dijumpai pada lapangan
minyak dan gas. Contoh dari kerogen tipe ini adalah group Devonian dan
Colorado berumur Cretaceous di Kanada Barat, berumur Paleozoic di Afrika
Utara, beberapa source beds berumur Cretaceous dan Tertiary di Afrika Barat,
berumur Jurassic di Eropa Barat dan Arab Saudi dsb
Tipe III
Kerogen tipe ini dikarakterisasikan dengan rasio H/C relatif rendah (<1.0)
rasio O/C relatif rendah (0,2 – 0,3). Index hidrogen di bawah 300 dan index
oksigen di atas 100. Tipe kerogen ini juga disebut vitrinite. Sumber utamanya
berupa tanaman darat yang ditemukan pada sedimentasi detrital tebal sepanjang
continental margin. Tipe hidrokarbon yang dihasilkan utamanya adalah gas.
Contoh kerogen tipe III ini dapat ditemukan di negara kita Indonesia tepatnya di
delta Mahakam. Upper Cretaceous pada cekungan Douala (Kamerun) dan di
lower Mannville shale di Alberta juga merupakan contoh dari kerogen tipe III ini.
Tipe IV
Ada juga tipe IV yang dikenal sebagai inertinite. Tipe ini biasanya
berasosiasi dengan batubara atau materi organik yang mengalami proses oksidasi
parah serta tidak mempunyai potensial untuk menghasilkan minyak dan gas.
Kerogen adalah campuran makeral. Komposisi antara tipe I, II, III, dan IV
adalah umum pada diagram van Krevelen. Sebagai contoh, kerogen tipe III dapat
dikomposisikan secara dominan cenderung gas pada vitrinite makeral atau dapat
berupa campuran tipe II dan IV dan dengan demikian memiliki sifat oilprone yang
signifikan. Selanjutnya, jenis kerogen dapat bervariasi dalam pengaturan
pengendapan. Misalnya, batuan sumber lakustrin mungkin mengandung kerogen
tipe I, II, III, dan IV tergantung pada lokasi di dalam cekungan dan pengaturan
pengendapan untuk bahan organik. Kesalahpahaman umum lainnya adalah bahwa
semua tipe I kerogen berasal dari batuan sumber lakustrin, seperti unit Mahogany
Ledge di Formasi Sungai Hijau, dan bahwa semua kerogen tipe II berasal dari
batuan sumber marine, seperti Shale Toarcian di Cekungan Paris.
3.1.2. Total Organic Carbon (TOC)
Batuan yang mengandung banyak kerogen ini yang disebut batuan induk,
yang mana kaya kandungan unsur karbon (high TOC-Total Organic Carbon).
Adapun syarat-syarat sebagai batuan induk, yaitu mengandung kadar organik
yang tinggi dan mempunyai jenis kerogen yang berpotensi menghasilkan
hidrokarbon dan telah mencapai kematangan tertentu sehingga dapat
menghasilkan hidrokarbon. Peter dan Cassa (1994) membagi atas 5 jenis batuan
induk, yaitu:
Tabel III-1
Jenis Batuan Induk (Source Rock)
(www.glossary.oilfield.slb.com)
3.1.3. Kematangan
proses perubahan zat-zat organic menjadi hidrokarbon. Proses pematangan
di akibatkan kenaikan suhu di dalam kerak bumi. Tingkat Kematangan Tingkat
kematangan suatu batuan dapat diketahui dengan pemantulan vitrinit (% Ro) salah
satunya. Adapun penggolongan tingkat kematangan berdasarkan nilai %Ro seperti
terlihat pada tabel III-2 diabawah :
a. Adsorben
Tiap jenis adsorben mempunyai karakteristik tersendiri, artinya sifat
dasar adsorben yang berperan penting
b. Adsorbat
Dapat berupa zat padat eletrolit maupun non-elektrolit. Untuk zat
elektrolit adzopsinya besar, karena mudah mengion, sehingga antara
molekul-molekulnya saling tarik menarik, sedangkan untuk zat non-
elektrolit tingkat adsorpsinya sangat kecil.
c. Konsentrasi
Makin tinggi konsentrasi larutan, kontak antara adsorben dan
adsorbat akan semakin besar, sehingga tingkat penjerapannya
semakin besar.
d. Luas Permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, gaya adsorpsi akan semakin
besar sebab kemungkinan zat untuk diadsorpsi juga makin luas.
e. Temperatur
Temperatur tinggi, molekul adsorbat bergerak cepat, sehingga
kemungkinan menjerap molekul-molekul semakin sulit.
C μ=KC .....................................................................................................(3-1)
n e=na−V ad × ρg =na × 1− ( ρg
ρad )
................................................................(3-2)
Dimana ne adalah jumlah fasa terserap yang berlebih (Gibbs excess
sorption), na adalah jumlah fasa yang terserap sebenarnya , Vad adalah volume fasa
terserap, ρad adalah desitas dari fasa terserap, ρg adalah densitas bulk gas.
Dari gambar diatas, dapat diketahui desitas dari fasa gas teradsopsi yang
dekat dengan permukaan padatan lebih tinggi dari desitas free gas dan akan
menurun seiring dengan bertambah jauh jarak dari permukaan padatan. Pada jarak
tertentu, permukaan tidak dapat memberikan pengaruh pada free gas. Jika volume
fasa teradsorbsi sangat kecil atau desitas fasa teradsorbsi sangat besar daripada
volume free gas dibawah tekanan rendah, maka jumlah Gibbs excess adsorbed
hampir sama dengan jumlah fasa teradsorpsi sebenarnya. Konsep ini biasanya
digunakan dalam pengukuran penjerapan gas pada lapisan batubara. Teori
potensial mendefinisikan volume penjerapan sebagai potensial penjerapan secara
thermodinamik. Penggunaan konsep ini sama halnya dengan Gibbs yaitu secara
luas digunakan unutk pengukuran tingkat penjerapan gas pada batubara (Yee et
al.,2011).
Langmuir model didefinisikan sebagai kesetimbangan antara kondensasi
dan evaporasi. Model Langmuir terdiri dari tiga tipe kondisi isothermal yang
berbeda meliputi Langmuir, Freundlich dan kombinasi keduanya. Irvin Langmuir
mengembangkan teori Langmuir isotherm, yang mana merupakan model yang
paling umum digunakan pada industri minyak dan gaa untuk mengdiskripsikan
hubungan proses penjerapan. Asumsi utama dalam penurunan persamaan
Langmuir adalah sebagai berikut :
Dalam setiap satu molekul penyerap (adsorban), ada satu gas yang
diadsorpsi (adsorbat)
Tidak ada interaksi antara gas yang sudah terabsopsi pada satu
molekul dengan molekul pengabsopsi yang lainya meskipun
berdekatan
Energi pada setiap molekul pengabsorbsi memiliki harga yang sama
Setelah mempertimbangan hal-hal diatas, maka persamaan Langmuir diturunkan
sebagai :
P
V =V L + ..........................................................................................(3-3)
P+ P L
Dimana :
Persamaan diatas juga dapat diubah menjadi bentuk linier, sehingga dapat
diperoleh hasil sebagai :
1 1 P 1
( )
= + L .....................................................................................(3-4)
V VL VL P
n
V =K P ....................................................................................................(3-4)
K Pn
V =V L × .......................................................................................(3-5)
1+ K Pn
Hubungan antara volume gas teradsopsi dengan tekanan gas bebas adalah
tidak linier pada kondisi setimbang, kondisi homogen, dan isotropic. Percobaan
pada perilaku penjerapan melalui meterial yang berbeda menunjukkan bahwa ada
enam tipe penjerapan isotherm yang berbeda (Sing, 1985) :
Gambar 3.4. Tipe Penjerapan Isoterm Sing Model
(Belyadi, 2016)
Qz
BI Jarvie (2007)= .........................................................................(3-6)
Qz +C a +Cly
Qz+ Dol
BI Wang(2009)= ......................................................(3-7)
Qz+ Dol+Ca+Cly +TOC
Keterangan :
Qz = Fractional Berat Quartz (wt,%)
Ca = Fractional Berat Calcite (wt,%)
Dol = Fractional Berat Dolomite (wt,%)
Cly = Fractional Berat Clay (wt,%)
TOC = Total Organic Carbon (wt,%)
.................. (3-8)
Keterangan :
Sw = Saturasi Air
Pada dasarnya rumus ini identik dengan formula konvensional dari sudut
pandang-rumus, satu-satunya yang berbeda adalah rumus ini menghitung
kandungan gas per ton untuk shale, tidak secara langsung menghitung sumber gas
di reservoir. Itu cocok untuk shale gas karena mempertimbangkan tentang gas
yang teradsorbsi dalam bahan organik di dalam batuan induk. Lewis
menggunakan isoterm Langmuir untuk menghitung konten gas yang teradsorpsi.
Isoterm Langmuir diukur pada TOC dan suhu tertentu. Aplikasi untuk
evaluasi log harus berisi koreksi untuk memperhitungkan variabilitas dalam dua
parameter ini. Sehinnga koreksi suhu disajikan dalam Persamaan 3-9 hingga 3-
10 dibawah ini, Konstanta c3 dan c7 awalnya dikembangkan untuk CBM.
.........................................................................................(3-9)
..........................................................................................(3-10)
.................................................................................(3-11)
...............................................................................(3-12)
Keterangan :
c3 = 0,0027
c7 = 0,005
Koreksi juga diperlukan untuk TOC karena gas hanya dapat menyerap ke
kerogen. Hubungan linear sederhana dalam Persamaan 3-13 telah terbukti secara
memadai mengekspresikan efek itu
......................................................................... (3-13)
Keterangan :
........................................................................(3-14)
Gambar.3.8. Skema (a) (b) pada monolayer dan multilayer gas adsorption
(Yu et al. 2014). (a) Monolayer Langmuir adsorption (b) Multilayer BET
adsorption.
(Lee, Kun Sang, Kim, Tae Hong, 2016)
Gambar 3.9. Perbandingan Langmuir Isoterm (a) dengan Bet Isoterm (b)
(Yu, Wei,et.al, 2016)
Berdasarkan perilaku garis lurus plot square root time seperti terlihat pada
Gambar 3.16., bentuk paling sederhana dari persamaan aliran linier adalah :
1
=m √ t+b .....................................................................................................(3-15)
'
q
Dalam persamaan ini, intersep (b’) menangkap sejumlah efek dekat sumur, seperti
skin dan finite fracture conductivity, atau bisa disebut juga skin apparent akibat
pressure loss reservoir non konventional, jika di reservoir konventional seperti
pressure pada perforasi.
m=
( 315,4 T
)(
h √ ( φ μ g c t )i
∗
1
P pi −Pwf
∗ )( )
1
xf √ k
..........................................................(3-16)
'
' b ( P pi −P pwf ) k ( 2 x f )
s= ..................................................................................(3-17)
1,417 x 106 T
( ) ( ( ) ( ( ) ( )))
6
' 1,417 x 10 T h h π
F CD = ' ∗ 1+ ∗ ln − ................................(3-18)
b ( P Pi−P Pwf ) kh n f xf 2rw 2
Duration of Linear Flow
Ketika sebuah sumur memproduksi di bawah constant flowing pressure,
jarak investigasi dapat diperoleh dari persamaan berikut selama periode aliran
linier:
Y =0,159
√( kt
( φμ c t )i )
........................................................................................(3-19)
( )
2
Y e √( φμ c t )i
t elf = .........................................................................................(3-21)
2 x 0,159 √ k
Ini bukan bentuk praktis dari persamaan, karena permeabilitas (k) dan lebar
reservoir (Ye) biasanya tidak diketahui secara eksplisit. Permeabilitas terkait
dengan istilah (xf√k) dan lebar reservoir terkait dengan area drainase (A); Namun,
keduanya terkait dengan fraktur half-lenght (xf). Dengan menggunakan definisi
area drainase (A = 2*xf*Ye), persamaan (3-21) menjadi:
( ( ))
2
A √ ( φμ ct )i 1
t elf = ∗ .............................................................................(3-22)
4 x 0,159 xf √ k
Istilah (xf√k) ditentukan dari kemiringan plot waktu akar kuadrat menggunakan
bentuk persamaan sebelum-sebelumnya yang disusun ulang. Untuk reservoir gas
tidak konvensional, xf√k menyimpang dari nilai analitisnya ketika drawdown
tekanan, DD, menjadi lebih tinggi. Untuk mengoreksi efek drawdown ini, faktor
koreksi, fcp, diimplementasikan dalam modul tekanan gas konstan, yang
memungkinkan penentuan xf√k yang lebih akurat.
x f √ k =f cp
315,4 T
√1
mh ( P Pi −P pwf ) ( φμ c t )i
..................................................................(3-25)
( )
2
Ah ( φ μ g ct ) m ( P Pi−PPwf )
t elf = .....................................................................(3-26)
200,6 T
Hal tidak diketahui utama dalam menentukan akhir aliran linier adalah area
drainase yang efektif. Sumur analog dapat digunakan untuk menentukan kisaran
area drainase yang sesuai untuk sumur subjek. Penempatan sumur dapat
memberikan batas atas pada area drainase dalam pengembangan dengan kerapatan
tinggi. Interpretasi flowing material balance dapat digunakan untuk menentukan
area minimum berdasarkan data produksi saat ini.
Boundary-Dominated Flow
Mengingat geometri reservoir dipertimbangkan, aliran linier diikuti
langsung oleh aliran boundary dominated. Ada dua cara untuk mewakili rezim
aliran ini untuk tujuan forecasting: (a) persamaan pseudo steady state, material
balance time, dan pseudo time; (b) decline hiperbolik (Arps) tradisional. Demi
menjaga agar metode ini tetap sederhana dan praktis, metode decline hiperbolik
digunakan. Decline hiperbolik didefinisikan dalam persamaan berikut:
qi
q= 1 ................................................................................................(3-27)
(
1+b a t b
)
( i )
Dalam persamaan ini, qi dan ai adalah laju aliran dan decline rate (masing-
masing) pada awal periode forecast; dan t adalah waktu yang telah berlalu sejak
awal perkiraan. Karena perkiraan decline hiperbolik dimulai pada akhir aliran
linier, laju aliran, laju penurunan, dan waktu akan berkenaan dengan waktu pada
akhir aliran linier (telf). Eksponen decline (b) dipilih antara 0 dan 0,5, yang
merupakan nilai tipikal untuk aliran boundary dominated dalam gas. Persamaan
(3-27) kemudian ditulis ulang untuk mewakili ini:
qelf
q= 1 ....................................................................................(3-28)
( )
(1+b a elf ( t−t elf ) ) b
Persamaan (3-15) ditulis ulang untuk menunjukkan bagaimana laju pada akhir
aliran linier (qelf) ditentukan berdasarkan interpretasi plot square root time:
1
q elf = ' ...............................................................................................(3-29)
m √t elf +b
Decline rate dari persmaan hyperbolic decline didefinisikan sebagai berikut:
−1 dq
a= .......................................................................................................(3-30)
q dt
Untuk menentukan decline rate pada akhir aliran linier (aelf), diperlukan ekspresi
untuk decline rate selama aliran linier. Ini diperoleh dengan menggabungkan
Persamaan (3-15) dan Persamaan (3-30):
1 m
a= ..............................................................................................(3-31)
m √ t+ b 2 √ t
'
Persamaan ini sekarang ditulis untuk mencerminkan decline rate pada akhir aliran
linier:
1 m
a elf = .....................................................................................(3-32)
m √t elf +b 2 √ t elf
'
Dari Persamaan (3-32), juga jelas bahwa jika b dapat diabaikan, persamaannya
berkurang menjadi:
a= ( 21t )...........................................................................................................(3-33)
Setelah eksponen decline (b) dipilih, Persamaan (3-28) dapat digunakan untuk
setiap durasi forecast, dan bahkan untuk menentukan perkiraan produksi
berdasarkan abandonment rate.
Gambar 3.18. Production Forecast-Modified Hiperbolic
(IHS Fekete Harmony, 2014)
Untuk Gas :
..............................................(3-34)
..........................................................................................(3-35)
Gambar 3.20. Single Fractured
(IHS Fekete Harmony, 2014)
Oleh karena itu, persamaan (3-36) dapat ditulis ulang dalam bentuk umum:
Untuk Gas :
.....................................................(3-36)
Dimana Ac adalah total area untuk mengalir.
...........................................................................................(3-37)
Di mana h adalah ketebalan net pay yang diketahui. Setelah A c √ k dihitung,
Xf √ k juga dihitung dan dilaporkan.
Jika Anda memasukkan nilai untuk permeabilitas, xf akan dihitung
berdasarkan nilai permeabilitas yang diketahui, dan yang sebelumnya dihitung
Xf √ k .
........................................................................................(3-38)
...................................................................................(3-39)
( )
m
j
i= 1+ −1
m . ..............................................................................(3-42)
Keterangan:
i = Effective interest rate tahunan
j = Nominal interest rate tahunan
m = Jumlah periode waktu per tahun
3.
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
3.6.
3.7.
3.8.
3.8.1.
3.7.2. Cash Flow
Cash flow merupakan gambaran aliran dana akhir yang dapat diperoleh
kontraktor maupun pemerintah. Besarnya Contractor Cash Flow (CCF) adalah
Total Contractor Share (TCS) setelah dikurangi total biaya pengeluaran
(expenditure). Expenditure meliputi biaya investasi (capital dan non capital) dan
biaya operasi yang sudah dikenakan eskalasi (escalated operating cost). Elemen-
elemen yang diperlukan dalam perhitungan Contractor Cash Flow (CCF) antara
lain :
3.7.2.2. Investasi
Investasi merupakan besarnya biaya atau besarnya modal yang ditanamkan
dalam suatu proyek. Investasi atau penanaman modal dilakukan dengan suatu
alasan akan memperoleh keuntungan ekonomi dalam suatu kurun waktu di masa
yang akan datang.
Para ahli ekonomi pada umumnya sependapat bahwa investasi terutama
ditentukan oleh faktor – faktor berikut :
1. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.
2. Tingkat bunga.
3. Perubahan dan perkembangan teknologi.
4. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan – perubahannya.
5. Keuntungan yang dicapai perusahaan.
Investasi yang dikeluarkan pada setiap proyek perminyakan merupakan
jumlah dari investasi untuk keperluan eksplorasi dan investasi untuk
pengembangan lapangan. Investasi terbagi menjadi dua, yaitu: capital (tangible)
cost dan non capital (intangible) cost.
1. Capital Cost
Biaya kapital (capital cost / tangible cost) yaitu pengeluaran yang
berkaitan dengan benda–benda fisik, seperti mesin-mesin, peralatan pemboran,
peralatan konstruksi, fasilitas penyimpanan minyak (tanki), konstruksi dan alat
transportasi yang mengalami depresiasi nilai karena waktu pemakaian.
Adapun contoh biaya kapital pada industri perminyakan yaitu silang
sembur, kepala sumur, tubing, packer, flowline, manifold, header, storage tank,
pompa, dan sebagainya.