Anda di halaman 1dari 3

*B.

MENCIPTAKAN BUDAYA PELAYANAN*

Sebagaimana dikemukakan di atas, salah satu kelemahan yang melekat pada birokrasi untuk
melaksanakan profesionalisme pelayanan adalah kareka posisi alamiah mereka sebagai pelaksana
kekuasan yang cenderung mengontrol, dari pada melayani, masyarakat. Oleh karenanya, perlu
diubah paradigma "mengontrol" ini menjadi "melayani". Sikap mental yang berkeinginan untuk
melayani masyarakat sebagai sebuah kehormatan perlu untuk ditumbuh kembangkan. Dalam kaitan
ini, perlu kiranya pelaku pelayanan publik mengadopsi teori kepemimpinan pelayanan yang
dikemukakan oleh Robert K. Greenleaf dalam buku The Servant As Leader (1970), yqng pada
hakikatnya mengemukakan bahwa seorang pemimimpin bukanlah mereka yang ingin
menyenangkan diri sendiri, melainkan mereka yang ingin menyenangkan orang lain. Pemimpin besar
menurut Greenleaf menjadikan fase "menyenangkan orang lain" sebagai tujuan hidup. Pemimpin
seperti ini rela meluangkan waktu, memeras tenaga, mengotori dirinya dengan lumpur dan oli, serta
berdiri paling depan untuk melindungi rakyat. Gaya kepemimpinan seperti ini harus dimulai dari para
pimpinan tertinggi. Mereka melayani manajer menengah, sehingga para manajernya bersedia juga
melayani anak buahnya masing-masing. Pada akhirnya para staf juga rela melayani pengguna jasa
dengan sepenuh hati. Sebagaimana dikemukakan Greenleaf:

"The servant-leader is servant first... It is begins with the natural feeling that one wants to serve first.
Then conscious choice brings one to aspire to lead. That person is sharply different from one who is
leader first, perhaps because of the need to assuage an unusual power drive or to acquaire material
possessions... The leader-first and the servant-first are two extreme type" (pemimpin pelayan
bermula dari melayani... Ini dimulai dengan perasaan alami bahwa seorang ingin melayani, untuk
melayani terlebih dahulu. Kemudian secara sadar membawa dia bercita-cita untuk memimpin. Orang
ini berbeda sama sekali dari orang yang ingin jadi pemimpin dulu baru melayani, yang mungkin
karena kebutuhan untuk mendapat kekuasan atau untuk memperoleh harta benda... Orang yang
ingin jadi pemimpin dulu dan orang yang ingin melayani dulu adalah dua jenis yang sama sekali
berbeda).

Rakyat

⬆️

Staff frontline

⬆️

Pejabat Eselon IV

⬆️

Pejabat Eselon III

⬆️

Pejabat Eselon II

⬆️

Pejabat Eselon I
Sumber: diadopsi penulis dari beberapa literatur

Gambar 6.1

Burokrasi Berdimensi Pelayanan Publik

Pemimimpin pelayanan memiliki karakter yang unik karena apa yang dilakukan bukan untuk
memenuhi hasrat kekuasaan semata, melainkan menjadikan kekuasaan sebagai sarana
menyejahterakan orang lain. Seorang pemimpin pelayanan berfokus terutama pada pertumbuhan
dan kesejahteraan rakyat dan masyarakst mama mereka berasal. Sementara kepemimpinan
tradisional umumnya membuat akumulasi dan pelaksanasn kekuasaan dirinya di "puncak piramida".
Pemimpin pelayan justru berbagi kekuasaan, menempatkan kebutuhan orang lain terlebih dahulu
dan membantu keperluan orang lain sebisa mungkin. Berikut ini beberapa kriteria yang dibutuhkan
sebagai ciri seorang pemimpin yang melayani (Greenleaf 1970; Prichard 2009).

1. Pertama, *menghargai perbedaan (values diverse opinions)*. Seorang pemimpin yang melayani
menghargai kontribusi semua orang dan secara teratur berusaha menyerap pendapat mereka.
Pemimpin/pejabat mau mendengarkan pendapat orang lain berkaitan dengan apa yang seharusnya
dia lakukan untuk melayani bawahan (dan rakyatnya), bukan semata-mata memerintah

2. Kedua, *memupuk budaya kepercayaan* (cultivates a culture of trust). Mereka memberi


kepercayaan kepada orang untuk menetapkan tujuan dan menyusun cara mencapai tujuan dengan
cara yang paling kreatif dan efektif.

3. Ketiga, mengembangkan pemimpin lainnya (develops other leaders). Replikasi adalah faktor yang
sangat penting. Pemimpin yang besar tidak mengejar ambisi pribadi, melainkan mengajar dan
membimbing orang lain untuk memimpin, memberikan kesempatan mereka untuk tumbuh dan
menunjukan dengan contoh. Itu berarti pemimpin tidak selalu terkemuka, melainkam menyerahkan
kekuasaan dan mewakili orang lain untuk memimpin.

4. Keempat, membantu orang lain dengan masalah kehidupan (helps other with life issue).
Pemimpin tidak hanya menolong sesama dalam kehidupan mereka. Esensi pelayanan adalah
menjadikan orang lain senang manakala persoalan hidup mereka teratasi. Pekerja dan Kepala Kantor
Perijinan, misalnyq bukanlah sekedar membuat-mengeluarkan dokumen perijinan, melainkan
membantu orang mendirikan perusahaan dan menciptakan lapangan pekerjaan.

5. Kelima, mendorong (encourages). Ciri seorang pemimpin yang melayani adalah mendorong dan
mengajak. Seorang pemimpin sejati tidak mengatakan "Do It!" (Lakukan!), Melainkan, "Lets do it"
(mari kita lakukan bersama). Pemimpin bukan sekedar orang yang suka pidato dan menggunting pita
dalam acara-acara seremonial, tetapi orang-orang yang selalu ingin, berpikir dan berusaha untuk
selalu memberikan apa yang terbaik untuk orang lain.

6. Keenam, membujuk, bukan memerintah (sells instead of tells). Seorang pemimpin yang melayani
adalah kebalikan dari seorang diktator. Cara yang dipakai adalah membujuk, bukan memerintah.
Membujuk berarti menghayati kesulitan-kesulitan yang dihadapi bawahan (dan juga rakyat), serta
bersama-sama mencari jalan keluar. Mereka tidak sekedar meminta orang lain bekerja, tetapi
menggerakan hati untuk secsra sadar dan senang melayani masyarakat tanpa mengeluh.
7. Ketujuh, berpikir tentang "Anda,"bukan "Saya" (thinks "you" not "me"). Ada kulitas tanpa pamrih
dalam diri seseorang pemimpin yang melayani. Mereka tidak berpikir "bagaimana suatu hal
menguntungkan saya?" Tapi "bagaimana hal ini memberi manfaat bagi sesama?" Kebahagiaan bagi
mereka adalah melihat orang lain bahagia.

8. Kedelapan, berpikir jangka panjang (thinks the future). Seorang pemimpin yang melayani
memikirkan generasi berikutnya. Itu berarti mentransformasikan apa yang penting hari ini sebagai
pengalaman untuk besok yang lebih baik, dan membuat pilihan untuk memberi manfaat bagi masa
depan. Mereka tidak sekedar "ber-aji mumpung" mengeksploitasi semua kesempatan selagi
menjabat, melainkan selalu mempersiapkan peralatan, sistem, personil, sehingga penggantinya
kelak akan dapat bekerja lebih baik.

9. Kesembilan, bekerja dengan kerendahan hati (acts with humility). Pemimimpin tidak perlu
memakai tanda pangkat dan gelar sebagai cara untuk menunjukan siapa dia, tidak berpikir dia lebih
baik dari orang lain, melainkan mengutamakan kepedulian terhadap sesama. Dia bahkan tidak segan
mengambil sampah atau membersihkan meja. Memberi contoh bagaimana melayani, dan
menyadari bahwa yang penting bukan dirinya, tapi bagaimana membuat dirinya berarti bagi orang
lain.

10. Kesepuluh, berorientasu kebaikan bersama (focuses on community wellbeing). Pemimpin sejati
menginginkan kebaikan bagi bangsa dan masyarakatnya. Dia tidak terlalu memikirkan dirinya. Dia
juga tidak mengutamakan kelompoknya sendiri. Yang menjadi cita-cita tertingginya adalah
berkontribusi, sekecil apapun, bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.

Sejalan dengan konsep filosofi "pelayanan" itu, maka dalam konsep pelayanan publik, maka
masyarakat dilayani langsung oleh staf garis depan (frontline) dengan semangat pengabdian,
sedangkan birokrat pada setiap jenjang eselon melayani birokrat pada lapis di bawahnya (lihat
gambar 6.1).

Anda mungkin juga menyukai