Anda di halaman 1dari 27

KONSTRUKSI JARING INSANG

Bentuk Umum
Jaring insang pada umumnya berbentuk empat persegi panjang. Ukuran mata jaring (mesh size)
seluruh bagian jaring adalah sama. Ukuran mata jaring yang digunakan disesuaikan dengan jenis
dan ukuran ikan yang menjadi target tangkapan.
Konstruksi jaring insang terdiri dari:
1. Badan jaring (webbing).
2. Tali ris atas.
3. Tali ris bawah.
4. Pelampung.
5. Pemberat.
6. Tali slambar (tali penghubung antar pis.
Jaring insang termasuk kelompok alat penangkap yang selektif, ukuran minimum ikan yang
menjadi target tangkapan dapat diatur dengan cara mengatur ukuran mata jaring yang digunakan.
Ikan-ikan yang menabrak jaring. Ukurannya mata jaring dan bukaannya sangat ditentukan oleh
ikan yang menjadi tujuan penanangkapan.
 

 
Gambar 1. Jaring Insang
 
 
Ikan yang akan dijerat pada overculumnya adalah ikan yang memiliki bentuk dan ukuran yang
sama. Ikan dijerat dengan mengggunakan mata jaring yang dibuat terbuka. Terbukanya mata
jaring ditentukan oleh bentuk dan ukuran potongan melintang di bagian overculum spesies tujuan
penangkapan. Bagaimana potongan melintang ikan dan mata jaringnya perhatikan gambar 2.
Gambar 2 adalah cara mengukur bagian insang ikan dengan menggunakan benang jaring dan
hasil pengukuran. Panjang tali tersebut adalah ukuran mata jaring dibagi dua atau setengan
panjang tali Adalah ukuran mata jaring.
 
Secara umum bentuk potongan melintang ikan terbagi menjadi tiga, yaitu bentuk bulat, bentuk
pipih vertikal dan bentuk pipih horisontal. Sebagai patokan pertama adalah ikan yang
berpotongan melintang bulat (gambar 3 B), maka bentuk bukaan mata jaringnya mirip belah
ketupat. Demikian pula untuk potongan melintang ikan pada gambar 3 A, B dan C dapat
menggambarkan bagaimana besranya bukaan mata jaring insang.
 

Ukuran mata jaring adalah sama dengan panjang tali hasil pengukuran

 
Gambar 2. Mengukur Mata Jaring
 
 
Bentuk segiempat pada gambar 3.A adalah bentuk bukaan mata jaring untuk menjerat ikan yang 
berbentuk melebar, seperti ikan sebelah dan cucut. Segiempat pada gambar 3.A adalah bentuk
bukaan mata jaring yang digunakan untuk menangkap ikan yang berbentuk bulat seperti ikan
tongkol atau cakalang. Sedangkan segiempat pada gambar 3.C adalah bentuk bukaan mata jaring
yang digunakan untuk mennagkan ikan berbentuk pipih seperti ikan tenggiri atau kwee.
 

 
Gambar 3. Bentuk potongan tubuh ikan
 
BAHAN JARING INSANG
 
Benang Jaring
 
Jaring insang pada umumnya terbuat dari bahan Polyamide mono-filamen atau dikenaldjuga
dengan nama benang senar. Benang jaring ini paling banyak digunakan sebagai bahan pembuat
jaring. Benang ini berbentuk bulat, licin dan transparan. Diperlukan benang yang licin dan
berbentuk bulat agar ikan mudah terpeleset masuk ke dalam mata jaring, dan elastis agar benang
dengan sendirinya akan menjerat ikan.
 
Pelampung 
 
Pelampung buatan pabrik (gambar 5) umunya mahal, sehingga nelayan banyak mennggunakan
pelampiung alternatif seperti dari karet sendal jepit. Karet ini mudah didapat dari sisa pabrik
pembuatan sandal jepit. Kadang juga diperoleh dari para pemulung barang bekas.
 
Pelampung utama menggunakan botol plastik bekas akua, atau menggunakan stereoform bekas
yang dibungks denga lembaran jaring.

 
Gambar 4. Benang Jaring Insang
 

 
Gambar 5. Bentuk-bentuk Pelampung Buatan Pabrik
 

 
Gambar 6. Pelampung Utama
 
 
Gambar 7. Pelampung dari Kayu

 
 
Pemberat
 
Bahan pemberat jaring insang umumnya menggunakan timah hitam. Timah yang dibentuk
dengan cara dicor. Pemberat umumnya memiliki lubang di tengahnya (arah mendatar). Bahkan
ada juga yang menggunakan batu kecil bulat yang dibungkus dengan jaring.
 
Webbing
 
Istilah yang umum digunakan untuk badan jaring adalah webbing. Umumnya jika benang jaring
yang dibuat oleh pabrik Indonesia menggunakan nomor benang(60 s/d 2000) atau 210/d/6 maka
panjang weebing adalah ± 90 meter atau 100 yard. Jumlah kedalaman mata jaring adalah 70
mata.
 
 
Gambar 8. Jaring insang dengan pelampung bekas sandal jepit
 
 
BAGIAN-BAGIAN JARING
 
Badan Jaring
 
Bagian utama jaring insang
 

 
Gambar 9. Mengukur jumlah mata jaring
 Tali Ris Atas dan Bawah
 
Tali ris atas merupakan komponen pembentuk jaring dan sekaligus pengatur bukaan mata jaring.
Pada ris atas inilah dipasangkan pelampung dan jaring. Diantara jaring umumnya menggunakan
srampad (selvedge) yang berfungsi sebagai peredam beban tegangan dari dua tali ris yang
berukuran besar dan kuat yang harus diterima oleh benang jaring jauh lebih kecil dan lemah.
Namun demikian, para anelayan kurang memperhatikan hal ini, sehingga webbing langsung
dipasangkan pada ris.
 
Tali ris atas sering juga disebut sebagai tali pelampung adalah tali yang terdapat pada bagian atas
jaring insang. Tali ris atas terdiri dari dua utas tali. Satu utas tali untuk tempat memasang
pelampung dan disebut dengan tali ris utama. Tali yang kedua digunakan untuk memasang
(menggantungkan) badan jaring insang. Kedua tali ris atas biasanya berukuran sama tetapi
berbeda arah pintalannya yaitu pintal kanan dan pintal kiri. Lihat gambar di bawah kedua tali
memiliki arah pintalan yang berbeda. Gunanya adalah agar saat tali ditarik tidak melintir,
sehingga jaring ikut pula terpintal.
 
Pemasangan pelampung dipasang pada jarak yang sama sepanjang ris atas, sama juga dengan
pemsangan pemberat pada ris bawah. Tujuannya adalah daya apung dan daya tenggelam merata
pada seluruh badan jaring insang. Atau dengan kata lain, bukaan mata jaring akan sama disemua
tempat di seluruh permukaan webbing.
 
Ukuran maupun konstruksi ris bawah maupun bahan tali ris bawah sama halnya dengan ris atas.
Juga terdiri dari dua utas tali yang diikat menjadi satu sehingga berperan menjadi satu tali ris
bawah. Satu diantara tali ris bawah digunakan untuk memasang pemberat dan yang lainnya
sebagai tumpuan webbing.
 

 
Gambar 10. Ris bawah dan pemberat
 
Tali Pelampung Utama dan Jangkar 
 
Tali pelampung utama sangat berguna jika akan mengoperasikan jaring insang di lapisan
perairan pertengahan atau di lapisan dasar (perhatikan gambar di bawah)
 
 
Gambar 11. Tali jangkar yang diperlukan pada jaring insang permukaan tetap
 

 
Gambar 12. Tali pelampung utama dan tali jangkar yang dipasang pada gillnet yang dipasang
pada jaring insang yang diharapkan
 

 
 
Gambar 13. Tali pelampung utama pada jarig insang dasar
 
Tali Selambar
 
Tali slambar terdiri dari tiga jenis. Jenis yang pertama adalah tali yang menghubungkan antara
jaring insang yang terpasang di air dengan kapal. Jenis yang kedua adalah yang menghubungan
natara satu pis jaring insang dengan pis lainnya. Sedangkan jenis yang ketiga adalah yang
dipasangkan di ujung terakhir jaring insang yang dipasangi pelampung utama dan lampu (jika
dioperasikan malam hari).

 
Gambar 14. Tali Selambar
 
 
DISAIN JARING INSANG
 
Disain atau gambar rancangan jaring insang suatu gambar atau pola dan uraian rinci suatu alat
penangkap ikan (perhatikan gambar di bawah), yang memuat:
1. Jenis dan ukuran webbing yang digunakan
2. Jumlah mata jaring ke bawah.
3. Panjang tali ris atas.
4. Panjang tali ris bawah.
5. Ukuran dan jenis tali serta bahan jaring yang digunakan.
6. Jenis dan jumlah pelampung.
7. Jenis dan jumlah pemberat serta perlengkapan lainnya.
 

 
Gambar 15. Disain Jaring Insang
Home bubu hasil tangkap bubu jenis bubu konstruksi Metode Penangkapan Ikan operasi bubu
penangkapan pengoperasian bubu Definisi, Pengoperasian, Konstruksi, Hasil Tangkapan Alat
Tangkap Bubu
Definisi, Pengoperasian, Konstruksi, Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bubu
by Eskasatri 2 years ago
10 minute
Read

Alat Tangkap Bubu

A. Pengertian Bubu

Bubu merupakan alat tangkap ikan yang termasuk kedalam kelompok “Trap” atau
”Perangkap”. Berdasarkan kelompoknya bubu adalah alat tangkap yang bekerja secara pasif
yaitu hanya ditempatkan pada suatu perairan, setelah dipasang/ditempatkan pada suatu perairan
kita harus menunggu beberapa waktu sehingga ikan yang akan ditangkap masuk dan
terperangkap di dalam bubu.
Gambar Alat tangkap Bubu

Bahan dasar untuk membuat bubu belakangan ini bermacam – macam mulai dari bubu
berbahan dasar rotan, kawat, besi, jaring, kayu, dan pelastik. Bahan dasar tersebut dianyam dan
dirangkai sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk tabung (mirip bola rugby), balok, ataupun
bentuk yang lainnya dengan satu lubang, dua lubang, atau lebih, yang berfungsi sebagai tempat
masuknya ikan, dan lubang pintu yang digunakan untuk mengambil ikan yang ada di dalamnya.
Prinsip kerja dari bubu adalah dengan cara menjebak pengelihatan ikan sehingga ikan akan
tertangkap di dalamnya. Selain dikenal dengan nama bubu alat ini juga biasa dipanggil dengan
nama “Fishing Pots” atau “Fishing Basket” (Brandt, 1984).

Menurut Rumajar, (2002) Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu
masuk dan dapat diangkat ke beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau tanpa
perahu. Sedangkan menurut Martasuganda, (2005) teknologi penangkapan menggunakan bubu
ini banyak dilakukan di negara – negara menengah maupun negara – negara maju. Untuk sekala
kecil dan menengah alat tangkap bubu banyak digunakan di perairan pantai, biasanya negara –
negara yang perikanannya belum maju yang melakukan hal ini, bubu sekala kecil digunakan
untuk menangkap ikan, kepiting, udang, maupun kerang – kerangan di dasar perairan yang
dangkal. Sedangkan untuk negara yang perikanannya sudah maju bubu digunakan di lepas pantai
yang ditujukan untuk menangkap ikan – ikan dasar, kepiting, dan udang dengan kedalaman
sekitar 20 m sampai 700 m.
Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu bermacam-macam yaitu
bubu berbentuk lipat, sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjakan
(kubus), atau segi banyak, bulat setengah lingkaran dan lain-lainnya. Bubu terbagi kedalam tiga
bagian besar, yaitu bagian badan (body), mulut (funnel), dan pintu. Bagian badan pada bubu
berupa rongga – rongga dimana ikan biasanya terperangkap. Bagian mulut pada bubu biasanya
berbentuk corong, adalah sebuah lubang yang bersifat satu arah (apabila ikan masuk, maka ikan
tidak dapat keluar lagi). Sedangkan bagian pintu pada bubu merupakan tempat dimana hasil
tangkapan diambil.

Brandt (1984), mengklasifikasi bubu menjadi beberapa jenis, yaitu :


1. Berdasarkan sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung :
a. Perangkap menyerupai sisir (brush trap)
b. Perangkap bentuk pipa (eel tubes)
c. Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots)

2. Berdasarkan sifatnya sebagai penghalang


a. Perangkap yang terdapat dinding / bendungan
b. Perangkap dengan pagar-pagar (fences)
c. Perangkap dengan jeruji (grating)
d. Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers)

3. Berdasarkan sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh


a. Perangkap kotak (box trap)
b. Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap)
c. Perangkap bertegangan (torsion trap)

4. Berdasarkan dari bahan pembuatnya


a. Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps)
b. Perangkap dari alam (smooth tubular)
c. Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap)
5. Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilengkapi dengan penghalang
a. Perangkap bentuk jambangan bunga (pots)
b. Perangkap bentuk kerucut (conice)
c. Perangkap berangka besi
B. Teknik Operasi (Sitting dan Hunting)
Berdasarkan teknik pengoprasiannya bubu terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots)
Alat tangkap ini dalam operasional penangkapannya bisa tunggal (umumnya bubu berukuran
besar), bisa ganda (umumnya bubu berukuran kecil atau sedang) yang dalam pengoperasiannya
dirangkai dengan tali panjang yang pada jarak tertentu diikatkan bubu tersebut. Bubu dipasang di
daerah perairan karang atau diantara karang – karang atau bebatuan. Bubu dilengkapi dengan
pelampung yang dihubungkan dengan tali panjang. Setelah bubu diletakkan di daerah operasi,
bubu ditinggalkan, untuk kemudian diambil 2 – 3 hari setelah dipasang, kadang hingga beberapa
hari.

2. Bubu Apung (Floating Fish Pots)


Bubu apung dilengkapi pelampung dari bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang
dan dihubungkan dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan kedalaman air, umumnya 1,5
kali dari kedalaman air.

3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)


Pada waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam kelompok-kelompok yang kemudian
dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga jumlahnya menjadi banyak,
antara 20 – 30 buah, tergantung besar kecil perahu/kapal yang akan digunakan dalam
penangkapan.
4. C.4. Bubu Ambai
5. Hasil tangkapan bubu ambai bervariasi menurut besar kecilnya mata jaring yang
digunakan. Namun, pada umumnya hasil tangkapannya adalah jenis-jenis udang.
6. C.5. Bubu Apolo
7. Hasil tangkapan bubu apolo sama dengan hasil tangkapan dengan menggunakan bubu
ambai, yakni jenis-jenis udang.
8.
C. Cara Pengoprasian Penangkapan
Adapun cara pengoprasian bubu sebagai berikut :
1. Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut.

2. Bubu disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali penonda (drifting
line).

3. Penyusunan kelompok (contohnya ada 20 buah bubu) : 10 buah diikatkan pada ujung tali
penonda terakhir, kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4 buah lalu
disambung dengan tali penonda yang langsung diikat dengan perahu penangkap dan
diulur kira – kira antara 60 – 150 m.

4. Waktu pengoprasian bubu adalah 3 hari 2 malam. Menurut para nelayan bubu, operasi
penangkapan ikan dengan menggunakan bubu idealnya dilakukan selama 3 hari 2 malam
atau maksimal 4 hari 3 malam. Apabila terlalu lama dioprasikan (lebih dari 4 hari), maka
kelungkinan ikan yang tertangkap akan mengalami kematian atau luka – luka.
D. Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan yang dapat dilakukan berdasarkan jenis bubu, sebagai berikut :
1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu dasar biasanya
dilakukan di perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan.
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu apung
dihubungkan dengan tali yang disesuaikan dengan kedalaman tali, yang biasanya
dipasang pada kedalaman 1,5 kali dari kedalaman air.
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu hanyut ini sesuai
dengan namanya yaitu dengan menghanyutkan ke dalam air.
E. Hasil Tangkap Bubu
Hasil tangkap dari alat tangkap bubu ini berupa :
1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots). Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri
dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus
spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor
kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp), udang
penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll.
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots). Hasil tangkapan bubu apung adalah jenis-jenis ikan
pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung, selar, dll.
3. Hal-hal Yang Mempengaruhi Penangkapan
4. Dalam setiap operasi penangkapan nelayan harus memperhatikan hal-hal yang
5. mungkin akan mempengaruhi hasil tangkapannya.Antara lain factor adanya lampu
6. sebagai alat bantu atau mungkin rumpon.Selain hal tersebut diatas perlu
7. diperhatikan efektifitas penangkapan,sehingga perlu adanya perkiraan hari dan
8. hitungan bulan(apakah ini termasuk bulan terang ataukah termasuk bulan mati)

9. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots). Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani, ikan
terbang (flying fish).

F. Alat Bantu Penangkapan


Dalam operasi penangkapan, terdapat alat bantu penangkapan yang bertujuan untuk
mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Alat bantu penangkapan tersebut antara lain :
 Umpan: Umpan diletakkan di dalam bubu yang akan dioperasikan. Umpan yang dibuat
disesuaikan dengan jenis ikan ataupun udang yg menjadi tujuan penangkapan.

 Rumpon: Pemasangan rumpon berguna dalam pengumpulan ikan.

 Pelampung: Penggunaan pelampung membantu dalam pemasangan bubu, dengan tujuan


agar memudahkan mengetahui tempat-tempat dimana bubu dipasang.

 Perahu: Perahu digunakan sebagai alat transportasi dari darat ke laut (daerah tempat
pemasangan bubu).

 Katrol: Membantu dalam pengangkatan bubu. Biasanya penggunaan katrol pada


pengoperasian bubu jermal.
Contoh-contoh Bubu
Ada beberapa macam bubu, setiap jenis bubu berbeda-beda tujuan hasil penangkapannya,
pengoprasiannya namun fungsinya tetap sama sebagai perangkap. Anatara lain contoh bubu,
sebagai berikut :

1. Bubu Keong Macan


Bubu keong macan adalah alat tangkap yang dikhususkan untuk menangkap keong
macan, terbuat dari bambu yang dianyam sedemikian rupa menyerupai persegi atau kotak dan
dioperasikan di dasar perairan. Bubu keong macan diklasifikasikan ke dalam kelompok
perangkap dan penghadang (Martasuganda 2003).

Konstruksi Alat Penangkapan 


Satu unit bubu keong macan terdiri dari bubu, tali utama, tali cabang, pelampung tanda
dan lampu tanda (Esman 2006).
1. BubuBagian-bagian bubu keong macan terdiri atas badan bubu, mulut bubu, pemberat
dan tempat untuk meletakkan umpan. Badan bubu terbuat dari anyaman bambu dengan
ukuran panjang x lebar x tinggi = 20 x 20 x 7 cm. Mulut bubu berbentuk bulat dengan
diameter 10 cm yang berfungsi sebagai tempat masuknya keong macan ke dalam bubu.
Pemberat bubu terbuat dari campuran semen dan pasir yang dipasang pada keempat sudut
di sisi bawah bubu yang berfungsi agar posisi bubu tetap tegak ketika ada di dasar
perairan. Tempat untuk meletakkan umpan terbuat dari kawat yang dipasang melintang
pada diameter mulut bubu sepanjang 15 cm (Esman 2006).

2. Tali utamaBerfungsi untuk merangkai bubu yang satu ke bubu yang lain. Tali utama
terbuat dari bahan PE berdiameter 6 mm dengan jarak antara tali cabang 2-3 m. Panjang
tali utama berkisar 800-1200 m (Esman 2006)

3. Tali cabangSebagai tempat dipasangnya bubu keong macan, terbuat dari PE dengan
diameter 3 mm, panjang tali cabang masing-masing 1 sampai 1,5 m untuk setiap bubu
(Esman 2006)
4. Pelampung tandaBerfungsi untuk menandakan tempat bubu keong macan dipasang.
Pelampung tanda berjumlah satu buah, terbuat dari tiang bambu atau kayu dengan
panjang 1 m dan dilengkapi dengan bendera. Bagian bawah pelampung tanda diberi
pemberat agar pelampung tanda tetap berdiri tegak dan styrofoam agar pelampung tanda
tetap mengapung di atas air. Pelampung tanda dihubungkan ke tali utama sepanjang 3 m
(Esman 2006)

5. Lampu tandaMerupakan pelampung dari kayu berukuran alas 65 x 65 cm dan dipasang


tiang setinggi 50 cm. Tiang tersebut sebagai tempat dipasangnya lampu (1 buah) yang
terbuat dari botol minuman bekas yang diberi sumbu dan minyak tanah serta dilengkapi
tali dengan bahan PE berdiameter 6 mm sepanjang 3 m untuk disambung ke tali utama.
Lampu tanda berfungsi sebagai alat bantu penerangan untuk memudahkan nelayan dalam
menentukan kedudukan bubu keong macan di dalam air (Esman 2006).

Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan

1. Kapal.Perahu yang digunakan pada pengoperasian bubu keong macan adalah perahu
yang menggunakan mesin dalam (inboard engine) berkekuatan 12, 16 dan 20 PK dengan
bahan bakar solar. Perahu yang digunakan terbuat dari bahan kayu dengan ukuran
berkisar 0,87-2,48 GT dengan panjang (L) antara 6-8 m, lebar (B) 1,3-2 m dan dalam (D)
0,5-0,8 m dengan mesin perahu terletak di bagian tengah kapal (Esman 2006).

2. NelayanJumlah nelayan yang mengoperasikan bubu keong macan adalah 3-4 orang, yang
masing-masing nelayan bertugas sebagai juru kemudi dan menentukan daerah
penangkapan keong macan, menurunkan bubu, mengangkat bubu dan memasang umpan
(Esman 2006).

3. Alat Bantu

Alat bantu pada pengoperasian bubu keong macan adalah gardan yang biasa dibuat dari
bambu, kayu atau besi yang berfungsi untuk membantu proses setting dan hauling bubu
keong macan (Martasuganda 2003).

4. UmpanUmpan yang digunakan biasanya ikan pepetek. Ikan tersebut dipotong terlebih
dahulu dengan ukuran 5 cm kemudian diletakkan pada tempat umpan yang terbuat dari
kawat. Selain itu, bisa juga digunakan ikan rucah berupa ikan-ikan kecil (Martasuganda
2003).

Metode Pengoperasian Alat


Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu keong macan ada lima tahap, yaitu sebagai
berikut (Esman 2006).

1. Tahap persiapanPersiapan merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum berangkat


menuju daerah penangkapan berupa pemeriksaan perahu, alat tangkap, mesin, bahan
bakar, umpan dan bahan perbekalan.

2. Tahap pencarian daerah penangkapan keong macanPenentuan fishing ground dilakukan


berdasarkan pengalaman operasi penangkapan sebelumnya dan informasi dari nelayan
bubu keong macan lainnya.

3. Penurunan bubu (setting)Penurunan unit penangkapan bubu keong macan dimulai


dengan penurunan lampu tanda, bubu dan terakhir yaitu penurunan pelampung tanda.

4. Perendaman bubu (soaking)Lama perendaman bubu keong macan adalah 2-4 jam.

5. Pengangkatan bubu (hauling)Pengangkatan bubu dimulai dengan pengangkatan jangkar


ke atas kapal disusul dengan pelampung tanda, kemudian bubu dan lampu tanda. Setelah
hauling selesai, dilakukan persiapan untuk setting berikutnya. Hauling maupun setting
dilakukan dari bagian kiri haluan kapan.
Daerah Pengoperasian
Daerah pengoperasian bubu keong macan biasanya di perairan pantai yang dasarnya
berlumpur, berlumpur bercampur pasir atau perairan yang banyak dihuni oleh keong macan
dengan kedalaman antara 5-20 meter, tergantung keberadaan keong macan di daerah
penangkapan (Martasuganda 2003). Daerah distribusi bubu keong macan adalah di sekitar
perairan Pulau Cangkir, Tanjung Pasir dan Tanjung Kait (Esman 2006).

Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan bubu keong macan adalah keong macan (Babylonia spirata) dan
beberapa jenis keong lainnya (Martasuganda 2003).

2. Bubu Sungai
Bubu sungai adalah alat penangkap ikan dengan mulut berbentuk lingkaran dan pintu
berbentuk lingkaran, terbuat dari bambu yang dianyam sedemikian rupa menyerupai kurungan
berbentuk silindris atau agak lonjong dan dioperasikan di sungai. Bubu sungai diklasifikasikan
ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (von Brandt 1984).

Konstruksi Alat Penangkap Ikan


Menurut Subani dan Barus (1989), bagian-bagian bubu sungai yaitu sebagai berikut :
1. Badan (body)Seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman bambu,
berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung.

2. Mulut berbentuk lingkaranMerupakan lubang tempat masuknya ikan ke dalam bubu


sungai

3. Pintu berbentuk kerucutMerupakan tempat mengambil hasil tangkapan.


Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
1. KapalPerahu digunakan sebagai alat transportasi nelayan (Subani dan Barus 1989)

2. NelayanJumlah nelayan yaitu dua orang yang bertugas untuk mengemudikan perahu dan
mengoperasikan bubu sungai (Subani dan Barus 1989).
Metode Pengoperasian Alat

Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu sungai ada tiga tahap, yaitu sebagai berikut
(Winugroho 2007). Bubu sungai diturunkan dan dioperasikan secara menetap di sungai (setting).
Kemudian bubu sungai direndam selama 5-8 jam. Setelah itu, bubu sungai diangkat (hauling).
Sebelum bubu sungai diangkat, pintu bubu ditutup terlebih dahulu agar ikan yang terperangkap
tidak bisa keluar dari bubu, kemudian bubu diangkat dan hasil tangkapan dapat diambil oleh
nelayan.

Daerah Pengoperasian
Daerah pengoperasian bubu sungai biasanya di daerah sungai yang beraliran deras,
terdapat batuan dan tidak terlalu dalam. Daerah distribusi bubu sungai adalah Kalimantan, Papua
dan Jambi (Winugroho 2007).

Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan bubu sungai adalah ikan air tawar yang hidup di daerah aliran sungai,
seperti gabus (Channa striata), sepat (Trichogaster sp.), mujair (Oreochromis mossambicus) dan
mas (Cyprinus carpio) (Winugroho 2007).

3. Bubu Udang (Shrimp Traps)


Bubu udang adalah alat penangkap ikan yang didesain untuk menangkap udang penaeid,
dan kepiting atau rajungan, berbentuk silinder dengan diameter lingkaran atas lebih kecil
daripada diameter lingkaran bawah dan dioperasikan di dasar perairan. Bubu udang
diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).

Konstruksi Alat Penangkapan 


Menurut Subani dan Barus (1989), bagian-bagian bubu udang yaitu sebagai berikut.

1.  Rangka (frame)Rangka terbuat dari lempengan besi. Rangka berfungsi untuk


mempertahankan bentuk bubu selama pengoperasian
2. Badan (body)Seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman jaring,
berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung

3. MulutSedengan tipe mulut persegi panjang, merupakan lubang tempat masuknya ikan ke
dalam bubu.

Untuk memudahkan mengetahui tempat-tempat di mana bubu udang dipasang, maka


dilengkapi dengan pelampung melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut.
Ukuran bubu udang pada gambar termasuk bubu kecil dengan diameter atas=15 cm, diameter
bawah=20 cm serta tinggi bubu= 18 cm (Subani dan Barus 1989).

Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan

1. KapalKapal kecil atau perahu hanya digunakan sebagai alat transportasi nelayan

2. NelayanUntuk mengoperasikan bubu udang dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang bertugas
untuk memasang dan mengangkat bubu, serta mengambil hasil tangkapan dari dalam
bubu udang.

3. Alat BantuAlat bantu pada pengoperasian bubu udang yaitu mechanical line hauler,
berfungsi untuk membantu menurunkan bubu udang ke dasar perairan tempat bubu akan
dioperasikan (Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).

4. UmpanBubu udang bersifat pasif sehingga dibutuhkan pemikat atau umpan agar ikan
yang akan dijadikan target tangkapan mau masuk ke dalam bubu udang. Jenis umpan
yang dipakai sangat beraneka ragam, ada yang memakai umpan hidup atau ikan rucah
(Martasuganda 2003).

Metode Pengoperasian Alat


Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu udang ada empat tahap, yaitu sebagai berikut
(Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).
1. Pemasangan umpanPosisi umpan harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu
menarik perhatian ikan baik dari bau maupun bentuknya. Biasanya umpan dipasang di
dalam tempat umpan dan diletakkan di atas mulut bubu udang bagian atas.

2. Pemasangan bubu (setting)Bubu yang telah siap diturunkan ke perairan baik dengan
tangan maupun alat bantu mechanical line hauler. Sebagai penanda posisi pemasangan
bubu udang dilengkapi dengan pelampung. Hal ini akan memudahkan nelayan
menemukan kembali bubunya.

3. Perendaman bubu (soaking)Lama perendaman bubu udang adalah 2-3 hari.

4. Pengangkatan bubu (hauling)Proses hauling pada bubu dapat dilakukan dengan alat
bantu. Penggunaan alat bantu akan mempercepat dan mengefisienkan tenaga nelayan
selama proses hauling. Setelah bubu sampai di atas kapal, ikan dikeluarkan dan dilakukan
penanganan.

Daerah Pengoperasian
Daerah pengoperasian bubu udang biasanya di perairan karang atau di antara karang-
karang atau bebatuan (Subani dan Barus 1989).

Hasil Tangkapan 
Hasil tangkapan bubu udang adalah udang penaeid, kepiting (Scylla serrata) dan rajungan
(Portunus spp.) (Subani dan Barus 1989).

Daftar Pustaka

Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya


Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Iskandar, M.D. 2010. Penuntun Praktikum Teknologi Alat Penangkapan Ikan.       Departemen
Pemanfaatan sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut Vol II No.2. Jakarta : Balai Riset Perikanan Laut, Departemen
Pertanian.

Von Brandt, A. 1984. Fish Catching Methods of The World. Fishing News Books. Ltd, London.
190 hal

Bahan ppt
Daerah Pengoperasian
Jaring insang hanyut dapat dioperasikan di dasar perairan, kolom perairan dan perairan
dan dipermukan perairan. Jaring insang hanyut banyak ditemukaan di daerah Gorontalo dan selat
Bali (Subani Barus 1989).

H.     Hasil Tangkapan


Sasaran tangkap utama dari alat ini adalah ikan kembung (Restraliger sp.), ikan layur
(Lepturachantus savala), ikan samge (Pseudocinea amoyensis), ikan tembang (Sardinella
fimriata). Sedangkan hasil tangkapan sampingannnya seperti gurita, ikan belanak (mugil sp.),
udang, rajungan, dan ikan tenggiri (Scomberomorus commersoni) (Hadian 2005).
Metode pengoperasian Alat
Menurut Hadian (2005), pengoperasian jaring insang hanyut biasanya dilakukan pada
malam hari. Nelayan berangkat ke laut sekitar pukul 16.00 dan kembali lagi pada pukul 07.00.
Pada saat nelayan tiba di daerah penangkapan ikan yang dituju, kecepatan kapal atau perahu
dikurangi dan nelayan bersiap-siap untuk melakukan setting.
Setting dimulai dengan menurunkan pelampung tanda, diikuti dengan penurunan badan
jaring, sampai akhirnya penurunan jangkar. Setting membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit.
Pada saat setting, arah perahu harus berlawanan dengan arus dan berada dalam keadaan stabil
dan kecepatan rendah. Setelah seluruh jaring diturunkan ke dalam air, mesin perahu dimatikan
dan jaring dibiarkan hanyut terbawa arus selama kurang lebih 4 jam.
Setelah menunggu berjam-jam, maka jaring insang hanyut dinaikkan lagi ke atas perahu.
Proses ini dinamakan hauling. Hauling dilakukan dari sebelah kiri perahu atau kapal, dimana 1
ABK menarik jaring pada tali ris atas, 2 orang menarik jaring pada bagian bawah sekaligus
memisahkan hasil tangkapan, dan 1 orang bertugas dalam mengurus pelampung. Setelah jaring
diangkat, ikan-ikan yang terjerat kemudian diambil.
Bubu
Teknik Operasi (Sitting dan Hunting)
Berdasarkan teknik pengoprasiannya bubu terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots)
Alat tangkap ini dalam operasional penangkapannya bisa tunggal (umumnya bubu berukuran
besar), bisa ganda (umumnya bubu berukuran kecil atau sedang) yang dalam pengoperasiannya
dirangkai dengan tali panjang yang pada jarak tertentu diikatkan bubu tersebut. Bubu dipasang di
daerah perairan karang atau diantara karang – karang atau bebatuan. Bubu dilengkapi dengan
pelampung yang dihubungkan dengan tali panjang. Setelah bubu diletakkan di daerah operasi,
bubu ditinggalkan, untuk kemudian diambil 2 – 3 hari setelah dipasang, kadang hingga beberapa
hari.

2. Bubu Apung (Floating Fish Pots)


Bubu apung dilengkapi pelampung dari bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang
dan dihubungkan dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan kedalaman air, umumnya 1,5
kali dari kedalaman air.

3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)


Pada waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam kelompok-kelompok yang kemudian
dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga jumlahnya menjadi banyak,
antara 20 – 30 buah, tergantung besar kecil perahu/kapal yang akan digunakan dalam
penangkapan.
C. Cara Pengoprasian Penangkapan
Adapun cara pengoprasian bubu sebagai berikut :
1. Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut.
2. Bubu disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali penonda (drifting
line).

3. Penyusunan kelompok (contohnya ada 20 buah bubu) : 10 buah diikatkan pada ujung tali
penonda terakhir, kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4 buah lalu
disambung dengan tali penonda yang langsung diikat dengan perahu penangkap dan
diulur kira – kira antara 60 – 150 m.

4. Waktu pengoprasian bubu adalah 3 hari 2 malam. Menurut para nelayan bubu, operasi
penangkapan ikan dengan menggunakan bubu idealnya dilakukan selama 3 hari 2 malam
atau maksimal 4 hari 3 malam. Apabila terlalu lama dioprasikan (lebih dari 4 hari), maka
kelungkinan ikan yang tertangkap akan mengalami kematian atau luka – luka.

D. Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan yang dapat dilakukan berdasarkan jenis bubu, sebagai berikut :
1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu dasar biasanya
dilakukan di perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan.

2. Bubu Apung (Floating Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu apung
dihubungkan dengan tali yang disesuaikan dengan kedalaman tali, yang biasanya
dipasang pada kedalaman 1,5 kali dari kedalaman air.
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu hanyut ini sesuai
dengan namanya yaitu dengan menghanyutkan ke dalam air.

E. Hasil Tangkap Bubu


Hasil tangkap dari alat tangkap bubu ini berupa :
1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots). Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri
dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus
spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor
kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp), udang
penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll.
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots). Hasil tangkapan bubu apung adalah jenis-jenis ikan
pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung, selar, dll.
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots). Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani, ikan
terbang (flying fish).

Anda mungkin juga menyukai