Anda di halaman 1dari 18

BAB III

ANALISIS EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

DALAM PELAKSANAAN TUGAS DAN FUNGSI LEGISLASI

DI DESA ARANG LIMBUNG KECAMATAN SUNGAI RAYA,

KABUPATEN KUBU RAYA

A. Hubungan Kelembagaan Antara Kepala Desa Dan Badan

Permusyawaratan Desa Dalam Proses Legislasi di Desa Arang Limbung

Dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005

tentang Desa, seorang Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa

mempunyai hubungan yang horizontal (sejajar) dengan Badan

Permusyawaratan Desa. Hal ini tergambar jelas dengan penerbitan setiap

kebijakan yang ditetapkan secara bersama, terutama dalam penyelenggaraan

tugas-tugas khusus seperti : menetapkan peraturan desa; menyusun rancangan

peraturan desa; membina kehidupan dan perekonomian desa;

mengkoordinasikan pembangunan desa secara aktif berperan serta dalam

setiap kegiatan dan lain-lain.

Demikian juga yang terjadi di desa Arang Limbung, sudah seharusnya

Kepala Desa menumbuhkembangkan penyelenggaraan pemerintahan desa

secara bersama-sama dengan Badan Permusyawaratan Desa Arang Limbung

sebagai lembaga perwakilan masyarakat desa. Lebih luas lagi adalah bahwa

Kepala Desa wajib memberikan laporan keterangan pertanggung jawaban

kepada Badan Perwakilan Desa sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 15

50
51

ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tahun 2005 tentang

Desa. Laporan tersebut disampaikan 1 (satu) kali dalam satu tahun melalui

musyawarah dengan Badan Permusyawarah Desa.Sedangkan untuk

pengusulan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa tersebut adalah

menjadi hak dan wewenang dari Badan Permusyawaratan Desa (sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa Pasal 35 huruf c).

Memperhatikan hubungan kelembagaan tersebut yang secara rinci

tergambar pada hak dan wewenang kedua lembaga tersebut, memberikan

makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa yang dimotori oleh seorang

Kepala Desa adalah bersifat horizontal (sejajar) karena dalam pelaksanaan

tugas,fungsi masing-masing lembaga tersebut dilakukan secara partisipasi

(bersama-sama) dalam setiap bentuk kegiatan di pedesaan.

Berdasarkan hubungan dan kewenangan masing-masing kedua

lembaga tersebut, maka selama masa kerja periode 2007 – 2012 tersebut,

maka jumlah pertemuan yang dilakukan dalam satu tahun hanya sekali saja

pada setiap akhir tahun dengan kehadiran anggota Badan Permusyawaratan

Desa yang tidak mencapai maksimal (dihadiri oleh Ketua, Wakil Ketua dan

Sekretaris saja), dengan topik pembahasan evaluasi kinerja Kepala Desa,

sedangkan untuk evaluasi kinerja anggota Badan Permusyawaratan Desa jelas

tidak dibicarakan, karena vakum dalam aktifitasnya.

Untuk pengaturan kinerja Kepala Desa Arang Limbung oleh Badan

Permusyawaratan Desa, tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor

72 Tahun 2005 tentang Desa, tanpa adanya pengaturan khusus oleh


52

Badan Permusyawaratan Desa. Bersasarkan keadaan tersebut, maka

pertanggung jawaban kinerja Kepala Desa Arang Limbung kepada Badan

Permusyawaratan Desa hanya sebatas kinerja yang bersifat rutin dilakukan

sehari-hari oleh Kepala Desa, seperti pemberian surat keterangan, laporan

keadaan pertumbuhan jumlah penduduk (keadaan perkawinan, kelahiran

dan/atau kematian), laporan pendidikan. Dari hubungan kedua lembaga

tersebut, kiranya dapat disimpulkan bahwa dalam penyelenggaraan

pemerintahan desa khususnya yang berhubungan dengan tugas, fungsi Badan

Permusyswaran Desa di desa Arang Limbung sebagai lembaga legislasi

dirasakan tidak terlaksana secara efektif dalam menjalankan peranannya

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa Arang Limbung.

Seyogyanya hubungan kedua lembaga penyelenggara pemerintahan desa

tersebut diharapkan berjalan harmonis untuk meningkatkan pembangunan

masyarakat desa sebagaimana yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah

Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.

Secara umum, hubungan diartikan sebagai suatu kerjasama antar dua

subyek hukum atau lebih dalam sesuatu hal baik yang bersifat individu

maupun yang berhubungan dengan kepentingan umum (orang banyak).

Dengan adanya jalinan kerjasama tersebut, maka menimbulkan ikatan pada

kedua belah pihak yang mengadakan huhungan tersebut. Dalam pamahaman

hubungan kerjasama ini, maka hubungan yang terjadi antara Kepala Desa

dengan Badan Permusyawaratan Desa secara umum adalah berhubungan

dengan tugas dan fungsi keduanya menyangkut penyelenggaraan


53

pemerintahan desa, termasuk penyelenggaraan pemerintahan desa di desa

Arang Limbung.

Hubungan antara Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa

di desa Arang Limbung sudah jelas bersifat kelembagaan. Pengangkatan

Kepala Desa oleh Bupati adalah berdasarkan pengajuan atau pengusulan dari

Badan permusyawaratan Desa melalui rapat anggota. Oleh karena itu dalam

kerjasama untuk urusan penyelenggaraan pemerintahan desa ini, ada ikatan

ketergantungan, yakni Kepala Desa bergantung pada Badan Permusyawaratan

Desa, sementara anggota Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri berasal,

dipilih dan diangkat oleh masyarakat desa setempat.

Karena keterkaitan hubungan tersebutlah maka mekanisme kerja kedua

lembaga tersebut harus berjalan sejalan, seiring dan bertujuan akhir untuk

kepentingan masyarakat secara umum. Sangat banyak kepentingan-

kepentingan masyarakat yang harus diperhatikan untuk kedumian

dilaksanakan melalui suatu pencanangan atau rancangan peraturan yang

dilakukan oleh kedua lembaga tersebut secara bersama-sama. Dalam

kehidupan bersmayarakat di suatu wilayah (pedesaan) umumnya kepentingan

sektor ekonomi sangat dominan mempengaruhi kehidupan masyarakat desa.

Kepentingan akan kebutuhan pangan dan sandang menjadi masalah utama

yang harus ditanggulangi oleh pemerintah desa, mengingat sektor ini akan

mempengaruhi daya beli masyarakat apakah masyarakat desa mempunyai

daya beli yang tinggi sesuai dengan income perkapita mereka.


54

Persoalan inilah yang menjadi tanggung jawab pertama lembaga

Kepala Desa serta Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan roda

pemerintahan di desa (termasuk desa Arang Limbung). Jika persoalan

ekonomi sudah dapat ditanggulangi sehingga kebutuhan masyarakat

terhadap sandang dan pangan sudah terpenuhi, maka tata pemerintahan

pada penyelenggaraan pemerintahan desa sudah dapat dikatakan berhasil.

Apabila terjadi hubungan kerjasama yang baik antara Kepala Desa sebagai

kepala pemerintahan desa dengan pihak Badan Permusyawaratan Desa

sebagai lembaga perwakilan masyarakat desa, maka tentunya segala

sesuatunya akan berjalan lancer dan segala macam bentuk peraturan akan

dapat dijalankan sesuai dengan pola rencana pembangunan desa.

Faktor-faktor lainnya (immaterial) yang dibutuhkan masyarakat desa

hanyalah sebagai pendukung yang terganung pada kemampuan masyarakat

desa untuk untuk memenuhinya. Dalam kaitan untuk pencapaian tingkat

kebutuhan ekonomi yang merata, adil dan berkesinambungan inilah

dibutuhkan hubungan kerjasama yang baik, seia-sekata dalam perumusan dan

pemecahan masalah, lebih mendahulukan kepentingan umum daripada

kepentingan individu, walaupun terkadang kepentingan individu dalam suatu

organisasi kelembangaan masih terasa mendominasi para penyelenggara

pemerintahan baik Kepala Desa maupun para anggota Badan

Permusyawaratan Desa.

Setiap arah kebijakan yang berwujud peraturan desa, yang diperankan

oleh Kepala Desa berdasarkan penampungan aspirasi masyarakat desa melalui


55

Badan Permusyawaratan Desa akan berdampak positif dan negatif, tergantung

pada sikap penerimaan dari masyarakat desa. Demikian juga yang terjadi di

desa Arang Limbung, bahwa hubungan kelembagaan kedua lembaga tersebut

secara nyata di lapangan keadaannya tidaklah demikian, karena kedua

lembaga tersebut tidak secara aktif memerankan tugas dan fungsi mereka

dengan keterbatasan fasilitas pendukung untuk penyelenggaraan

pembangunan desa yang di dalamnya menyangkut sumber keuangan desa

sebagai penopang kebijakan penyaluran aspirasi masyarakat desa Arang

Limbung.

Sistem atau mekanisme kerja anggota Badan Permusyawaratan Desa di

desa Arang Limbung selama ini, jelas tidak menampakkan aktifitas yang

berarti, karena tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.

Sehingga tidak ada kegairahan untuk beraktifitas, dengan sendirinya kinerja

anggota Badan Permusyawaratan Desa tersebut tidak dapat dinilai untuk

keberhasilan tugas dan fungsinya sebagai lembaga legislasi memenuhi aspirasi

masyarakat desa. Sarana yang dimaksudkan tersebut adalah segala sesuatu

yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencapai maksud atau tujuan

penyelenggaraan pembangunan desa seperti misalnya penyediaan dana.

Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama

terselenggaranya suatu proses pembangunan, proyek, seperti misalnya jalan

dan angkutan merupakan hal penting untuk pembangunan sampai ke pelosok

pedesaan. Kedua hal ini sarana dan prasarana sangat penting dalam proses

penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pada pemerintahan desa di desa


56

Arang Limbung. Semuanya itu tidak tersedia bagi pelaksanaan kinerja anggota

Badan Permusyawaratan Desa, dan berpengaruh langsung pada efektifitas

pelaksanaan tugas maupun fungsi lembaga perwakilan masyarakat desa Arang

Limbung tersebut.

Hubungan kerjasama Kepala Desa Arang Limbung dengan Badan

Permusyawaratan Desa dibatasi oleh keadaan keuangan desa, yang

menyebabkan para penyelenggara pemerintahan desa ini tidak dapat berjalan

secara pro-aktif memperjuangkan kepentingan masyarakat desanya.

Berdasarkan keadaan tersebut, maka hubungan yang ada pada kedua lembaga

tersebut dapat dikatakan bersifat semu tanpa adanya realisasi di lapangan

terhadap kepentingan masyarakat desa.

Apabila hubungan kerjasama antara lembaga pemerintahan Kepala

Desa dengan Badan Permusyawaratan tersebut tergantung pada nilai atau

keadaan ekonomi (keuangan) desa, maka yang dialami adalah kegagalan

pembangunan desa, karena pembangunan tidak didukung oleh penyediaan

sumber dana yang memadai. Hingga sejauh ini masyarakat desa Arang

Limbung tidak dapat menuntut banyak dari kedua lembaga tersebut untuk

menuntut penyaluran aspirasi mereka.

Pola hubungan yang terjadi antara Kepala Desa dengan Badan

Permusyawaratan Desa di desa Arang Limbung selama ini memang sangat

sederhana, di mana secara formalitas dan koordinasi yang terjalin tetap

mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,

baik mengenai tugas, fungsi, hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana


57

yang telah diuraikan pada bab terdahulu. Akan tetapi dengan

kendala/hambatan yang berupa keterbatasan material desa untuk memfasilitasi

pelaksanaan atau kinerja serta perbedaan persepsi yang dipengaruhi oleh

kualitas anggota Badan Permusyawaratan Desa, maka perangkat desa

tersebut lebih memilih pasif dari pada harus berkorban secara individu

untuk kepentingan masyarakat lainnya.

Keberadaan Badan Permusyawaratan Desa bagi masyarakat desa

Arang Limbung sebenarnya sangat membantu dalam pembangunan desa

mereka. Diharapkan pertumbuhan ekonomi akan meningkat, keadaan sosial

masyarakat desa akan membaik, pendidikan dan kesehatan akan mencapai

mutu yang tinggi. Namun karena hubungan kerjasama antara kedua lembaga

mereka yang tidak berjalan dengan sempurna, bahkan dapat dikatakan tak

berfungsi terutama Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga legislasi,

maka mereka masyarakat desa Arang Limbung merasa atau bersikap tidak

tergantung lagi pada tindakan lembaga perwakilan mereka. Mereka

masyarakat desa menempuh jalan sendiri-sendiri dalam upaya menanggulangi

kepentingan mereka. Ini berpangkal pada hubungan kerjasama yang terkesan

tidak harmonis antara lembaga Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan

Desa, sehingga badan legislasi tersebut sudah tidak berfungsi lagi

menyalurkan aspirasi masyarakat.

Di dalam penyelenggaraan pemerintahan desa baik bagi Kepala Desa

maupun bagi Badan Pemerintahan Desa di desa Arang Limbung, sudah

seharusnya mengacu pada penjabaran pembangunan pedesaan yang


58

berlandaskan pada kebersamaan, keseragaman, berkeadilan, bekelanjutan,

kreativitas, kemandirian, kesetaraan, keterbukaan, efesiensi, efektifitas dan

tanggung jawab.

Kebersamaan dimaksudkan agar pembangunan pedesaan

diselenggarakan secara bersama-sama oleh seluruh komponen yang ada di

masyarakat desa dengan memperhatikan keaneka ragaman budaya yang

hidup dan tumbuh dalam masyarakat desa. Pembangunan desa haruslah

mencerminkan keadilan bagi setiap masysrakat desa agar tercipta

kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat desa Arang limbung. Dalam

penyelenggaraan pembangunan desa, perangkat desa tersebut harus

mendukung kemampuan dan respon masyarakat desa dengan memperhatikan

lingkungan sebagai bagian penting bagi peningkatan kualitas masyarakat desa.

Terhadap masyarakat desa Arang Limbung melalui hubungan kerjasama

antara Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa perlu

menumbuhkembangkan kemandirian masyarakat desa untuk mampu

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan mengerahkan seluruh

kemampuan yang ada, disertai dengan rasa tanggung jawab bersama.

Keterbukaan secara luas dari pemerintahan desa Arang Limbung dan

Badan Permusyawaratan Desa sangat dibutuhkan bagi masyarakat desa untuk

mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pembangunan pedesaan, dan

berkaitan dengan masalah keterbukaan hubungan Kepala Desa dengan Badan

Permusyawaratan Desa adalah keseimbangan antara hasil dan tindakan yang

dilakukan terutama dalam mengakses dan mengelola sumber keuangan


59

dan/atau sumber pembiayaan pedesaan. Dengan keterbukaan ini, maka

masyarakat merasa ikut bertanggung jawab dan merupakan bagian dari proses

penyelenggaraan pemerintahan desa.

Landasan penyelenggaraan pemerintahan desa ini, bagi Kepala desa

dan Badan Permusyawaratan Desa di desa Arang Limbung dalam kaitannya

dengan pola hubungan penyelenggaraan pemerintahan desa, apakah Kepala

Desa sebagai kepala pemerintahan di desa maupun Badan Permusyawaratan

Desa sebagai lesgislasi kenyataannya tidak tampak berjalan harmonis, yang

berpangkal pada kurangnya koordinasi, kurangnya keterbukaan antara sesama

Badan Permusyawaratan Desa dan kurangnya sosialisasi dari Badan

Permusyawaratan Desa terhadap masyarakat desa Arang Limbung.

B. Analisis Terhadap Kinerja Badan Permusyawaratan Desa Dalam Proses

Legislasi Pembentukan Peraturan Desa di Desa Arang Limbung

Diyakini bahwa melalui penetapan peraturan desa, semua aspirasi

masyarakat terserap dan dapat dilaksanakan penerapannya untuk mewujudkan

kepentingan masyarakat. Demikian juga yang terjadi pada lembaga Badan

Permusyawaratan Desa pada masyarakat Desa Arang Limbung Kecamatan

Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Bahwa selama ini Badan

Permusyawaratan Desa Arang Limbung telah berupaya untuk melaksanakan

peraturan desa yang dibuat, namun penerapannya di masyarakat masih terasa

belum terpenuhi secara maksimal, mengingat kondisi keuangan desa yang

belum memadai untuk pelaksanaan secara optimal penerapan peraturan desa.


60

Kewenangan telah dijalankan, namun aspirasi masyarakat masih belum

terjangkau dengan kondisi keuangan beserta aparatur atau sumber daya

manusia nya sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa yang tidak

berdedikasi tinggi untuk menjalankan peraturan desa dikarenakan anggota

Badan Permusyawaratan Desa mempunyai kesibukan masing-masing.

Sesuai dengan tugas, hak dan kewajiban serta wewenang masing-

masing Kepala Desa maupun Badan Permusyawaratan Desa di Desa

Arang Limbung, maka peraturan desa yang diharapkan terbentuk atas

kerjasama tersebut tidak terealisasi sebagaimana mestinya. Hal ini

disebabkan oleh hambatan operasional pelaksanaan tugas, wewenang yang

dilatarbelakangi oleh keadaan keuangan desa.Benturan tersebut menyebabkan

tidak pernah terjadi pembentukan peraturan desa untuk penyaluran aspirasi

masyarakat. Dengan kata lain bahwa selama masa periode tahun 2007 – 2012

tidak terdapat peraturan desa yang dihasilkan oleh Badan Permusyawaratan

Desa Arang Limbung.

Jika ditinjau dari segi sumber daya manusianya, bahwa para anggota

Badan Permusyawaratan Desa Arang Limbung cukup memadai di mana rata-

rata tingkat pendidikan para anggota tersebut minimal SMA / sederajat,

sehingga mempunyai potensi wawasan yang cukup tinggi untuk berpikir ke

depan dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat desa Arang Limbung.

Sementara itu mereka para anggota Badan Permusyawaratan Desa tersebut

juga memiliki pekerjaan yang tetap, baik sebagai karyawan swasta maupun

pegawai negeri sipil.


61

Namun dengan keberadaan tingkat pendidikan maupun pekerjaan

tersebut, para anggota Badan Permusyawaratan Desa Arang Limbung dalam

peranannya sebagai lembaga legislasi, tidak secara aktif bersosialisasi

terhadap masyarakat desa. Hal ini juga dipengaruhi oleh kesibukan kerja

sehari-hari yang menyebabkan tidak mempunyai waktu dan peluang untuk

mempublikasikan kinerja mereka, baik dalam waktu tertentu maupun pada

setiap akhir tahun pertanggungjawaban kinerja yang tidak pernah

dilaksanakan secara rutin.

Berkaitan dengan ketidak efektifan tugas dan fungsi Badan

Permuasyawaratan Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di desa

Arang Limbung adalah tidak adanya dukungan sarana dan prasarana yang

memadai untuk pelaksanaan tugas operasional di lapangan, sehingga

menghambat dan tidak memberikan semangat dalam menjalankan tugas

memperjuangkan aspirasi masyarakat desa. Apalagi untuk melaksanakan hak-

hak mereka untuk mengajukan rancangan peraturan desa, mengajukan usul

dan pendapat, semuanya itu tidak terlaksana sebagaimana yang diwajibkan.

Berangkat dari situasi tersebut, maka yang ditemui saati ini adalah

kewenangan Badan Permusyawaratan Desa Arang Limbung sebagai lembaga

legislasi menjadi tidak jelas dalam arti tidak berfungsi sama sekali sebagai

wadah penyaluran aspirasi masyarakat desa. Terhadap keadaan demikian sikap

dan tindakan dari Badan Permusyawaratan Desa Arang Limbung adalah pasif

melakukan kegiatan yang bersifat membangun masyarakat pedesaan,


62

sementara respon dari masyarakat desa adalah tidak dapat berbuat banyak.

Ini membuktikan tidak adanya daya dukung dari anggota masyarakat.

Sejauh ini tidak tampak adanya tindak lanjut atau upaya dari pihak

Badan Permusyawaratan Desa Arang Limbung untuk memperbaiki struktur

organisasi maupun kinerja mereka, sehingga dengan kepasifan tersebut

menyebabkan kevakuman kegiatan di desa Arang Limbung, yang

dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan keuangan desa sebagai sumber

pembiayaan untuk melakukan tindakan operasional BPD dalam menyalurkan

aspirasi masyarakat desa.

Berdasarkan keadaan demikian, kiranya dapat dikatakan bahwa

efektifitas kinerja Badan Permusyawaratan Desa dalam proses pembentukan

peraturan desa ternyata tidak berjalan efektif sebagaimana yang diharapkan,

dan ini sebagai tolok ukur kegagalan peranan Badan Permusyawaratan Desa

Arang Limbung dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga

legislasi. Titik tolak dari keadaan ini adalah kembali pada individu anggota

Badan Permusyawaratan Desa apakah bekerja untuk kepentingan pribadi atau

untuk ruang lingkup kepentingan masyarakat sebagai pembawa dan pelaksana

amanah rakyat di tingkat bawah.

Dari sudut pandang organisasi kelembagaan, sejauh ini Badan

Permusyawaratan Desa di desa Arang Limbung hanya sebagai simbolis saja.

Kegiatan yang menjurus pada perwujudan aspirasi masyarakat desa setempat

tidak tampak menunjukkan jati diri sebagai lembaga perwakilan masyarakat

desa. Sehingga dengan demikian tidak membawa perubahan pada


63

pembangunan desa dan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas

dan loyalitas terhadap masyarakatnya.

Kiprah dari Badan Permusyawaratan Desa di desa Arang Limbung

hingga saat ini tidaklah sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat desa.

Dengan beberapa alasan kendala yang dihadapi seperti penyediaan fasilitas

yang tidak memadai untuk menunjang pelaksanaan operasional di lapangan,

maka kegiatan anggota Badan Permusyawaratan Desa menjadi lumpuh untuk

menyalurkan aspirasi dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan yang

dibutuhkan oleh masyarakat desa Arang Limbung.

Mekanisme kerja yang telah dicanangkan bersama-sama dengan

Kepala Desa, seyogyanya di realisasikan sebagai upaya penyelenggaraan

pemerintahan desa yang baik, namun tidak terlihat adanya realita dari

pencanangan program kegiatan kerja Badan Permusyawaratan Desa tersebut.

Kewajiban yang semestinya dilaksanakan ternyata hanya berupa simbolis

dalam struktur organisasi Badan Permusyawaratan Desa.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa di desa Arang Limbung sejauh

ini hanya berperan sebagai perangkat desa yang pasif, tidak sebagai

lembaga legislasi. Hal ini terbukti lagi dengan tidak adanya peraturan desa

yang diterbitkan selama berjalannya penyelenggaraan pemerintahan desa.

Banyak permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh masyarakat desa Arang

Limbung seperti masalah ekonomi keluarga, sosial budaya, kesehatan,

pendidikan yang tidak terselesaikan, sehingga masyarakat desa harus

menanggulangi secara mandiri persoalan yang mereka alami di mana


64

seharusnya dapat diselesaikan oleh Badan Perwakilan Desa sebagai lembaga

legislasi dan perwakilan masyarakat desa.

Kinerja Badan Permusyawaratan Desa di desa Arang Limbung sebagai

lembaga legislasi hingga saat ini dapat dikatakan tidak berfungsi. Berkaitan

dengan tidak berfungsinya Badan Permustawaratan Desa ini, maka struktur

keanggotaan yang telah terbentuk mengalami kegagalan dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa sehubungan dengan tugas dan fungsinya

serta kewajiban-kewajiban yang dibebankan atau diamanahkan kepada para

anggota. Ini sangat tidak relevan dengan tujuan pembentukan Badan

Permusyawaratan Desa sebagai lembaga legislasi untuk menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat desa Arang Limbung.

Beberapa kendala dan hambatan telah diuraikan di atas sebagai alasan

tidak berperannya atau tidak berfungsinya lembaga Badan Permusyawaratan

Desa hingga saat ini. Hubungan kerjasama dengan Kepala Desa dalam

merumuskan rencana kerja untuk membuat peraturan desa menjadi tidak

berarti. Dampak yang ditimbulkan tentunya berpengaruh pada sistem

penyelenggaraan pemerintahan desa khususnya pembangunan desa yang

tampak berjalan di tempat. Langsung atau tidak langsung masyarakat desa

Arang Limbung menerima dampak negative yang ditimbulkannya sebagai

akibat tidak berfungsinya lembaga legislasi sebagai penyalur aspirasi

masyarakat desa. Kinerja yang tidak jelas dari Badan Permusyawaratan Desa

tidak saja disebabkan karena masalah intern anggota yang menyangkut segi

kualitas, namun secara administratif pengaruh tersebut dilatar belakangi oleh


65

penyediaan dana yang bersumber dari keuangan desa yang sangat minim

untuk kegiatan operasional di lapangan. Sementara kepentingan masyarakat

desa secara umum sangat komplek. Dengan demikian maka terjadi ketidak

seimbangan antara modal kerja dengan kepentingan/kebutuhan yang harus

dipenuhi, dan ini tidak selamanya merupakan kesalahan dari lembaga

Badan Permusyawaratan Desa sebagai lesgislasi dalam menyuarakan

kepentingan masyarakat desa Arang Limbung.

Upaya yang dilakukan oleh pihak Badan Permusyawaratan Desa

sejauh ini dalam menanggulangi keadaan keuangan desa belum maksimal,

perlu dukungan penuh dari masyarakat desa, karena berhubungan dengan

upaya pemenuhan kepentingan bersama. Hal ini juga harus memperhatikan

pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat. Berpijak pada situasi dan

keadaan yang demikian, maka pihak Badan Permusyawaratan Desa Arang

Limbung tidak dapat berbuat banyak, kecuali mengharapkan perhatian dan

bantuan dari pemerintah setempat yang terkait langsung dengan

penyelenggaraan pemerintahan desa yakni pihak Kecamatan maupun Bupati.

Penyelenggaraan pemerintahan desa tidak dapat berjalan dengan sendirinya

melalui struktur organisasai kemasyarakatan tanpa adanya dukungan

pemerintah setempat yang lebih tinggi dari pemerintah desa.

Jika sumber daya manusia dalam struktur organisasi kelembagaan

pedesaan sudah dipandang memadai, maka harus diimbangi pula dengan

dukungan sumber keuangan yang cukup sebagai modal kerja untuk

pelaksanaan operasional, namun tidak boleh lepas dari monitoring


66

pelaksanaan lapangan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan

penggunaan keuangan yang tidak terarah. Hingga saat ini fasilitas tersebut

tidak diperoleh oleh lembaga Badan Permusyawaratan Desa Arang Limbung.

Maka wajarlah jika fungsi Badan Permusyawaratan Desa sebagai legislasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa menjadi tidak aktif menjalankan

tugas dan peranannya sebagai lembaga perwakilan masyarakat desa.

Selain hambatan-hambatan pelaksanaan tugas Badan

Permusyawaratan Desa Arang Limbung yang telah dikemukakan di atas,

maka hambatan intern dari para anggota Badan Permusyawaratan Desa itu

sendiri tentu juga ada, antara lain :

1. Kurangnya keterbukaan dan koordinasi Kepala Desa terhadap Badan

Permusyawaratan Desa, sehingga tidak terjalin komunikasi yang baik

antara kedua lembaga pemerintahan tersebut, seperti sosialisasi pengelolaan

anggaran dasar desa.

2. Kurangnya komunikasi terhadap sesama anggota Badan Permusyawaratan

Desa yang berdampak pada kurangnya minat untuk mengadakan rapat-rapat

anggota, sehingga menimbulkan kurangnya inisiatif untuk membahas

perkembangan-perkembangan dalam masyarakat untuk menghimpun

aspirasi masyarakat desa.

3. Kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh anggota Badan

Permusyawaratan Desa Arang Limbung kepada masyarakat setempat,

sehingga masyarakat desa kurang memahami tugas dan fungsi badan


67

perwakilan mereka, apalagi lembaga legislasi ini masih tergolong baru

dibentuk oleh pemerintah.

Berhubung dengan faktor intern anggota Badan Permusyawaratan

Desa Arang Limbung tersebut, maka penyelenggaraan pemerintahan desa

tidak dapat berjalan lancar karena tidak terjalinnya kerjasama yang baik

sebagai mitra kerja antara Badan Permusyawaratan Desa dengan Kepala Desa

sebagai kepala pemerintahan desa Arang Limbung. Ini adalah faktor inern

yang melatar belakangi tidak berhasilan kinerja Badan Permusyawaratan Desa

tersebut. Walaupun demikian dalam menjalankan fungsinya, Badan

Permusyawaratan Desa Arang Limbung dalam menghadapi berbagai

hambatan, tetap diharapkan dapat berperan aktif dalam setiap pelaksanaan

kegiatan-kegiatan sesuai dengan tugas pokok lembaga legislasi untuk

menyalurkan aspirasi masyarakat desa Arang Limbung.

Anda mungkin juga menyukai