BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Desa merupakan lingkup organisasi atau susunan pemerintahan terkecil dan
lebih dekat dengan masyarakat, mempunyai peran penting dalam menjalankan
otonomi yang diamanatkan oleh konstitusi sebagai jalan menuju rakyat sejahtera.
Dari sinilah merupakan titik awal penentu keberhasilan pemerintah dalam
pembangunan baik itu pada tingkat daerah ataupun pusat melalui tugas
pembantuan
yang
diberikan
kepada
Pemerintah
Desa,
yang
kemudian
menyalurkan program pembangunan tersebut kepada masyarakat. Dalam UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa :
Desa merupakan desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut desa adalah kesatuan hukum memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Oleh karena itu pemerintahan desa dibentuk guna menyelenggarakan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Adapun kewenangan desa
adalah
1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul
2. Kewenangan lokal berskala desa
3. Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah propinsi, atau
pemerintah Kabupaten/Kota
4. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh oleh pemerintah, pemerintah propinsi,
atau pemerintah Kabupaten/Kota sesuai ketentuan perundang-undangan.
Sama
halnya
seperti
pemerintah
pusat/pemerintah
daerah
dalam
BPD
sudah
mengambarkan
fungsi
representatifnya
dengan
menekankan makna Badan Permuswaratan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi Pemerintahan yang anggotanya
merupakan Wakil dari Penduduk Desa berdasarkan Keterwakilan Wakil dari
Penduduk Desa berdasarkan keterwakilan Wilayah yang ditetapkan secara
Demokratis. Sebagai perwujudan Demokrasi dalam Penyelengaraan Pemerintah
Desa, BPD memiliki kedudukan penting dalam Sistim Perintahan Desa.
Anggota BPD dibentuk/dipilih disesuaikan dengan kedudukan Desa.
Sebagai penyelengara Pemerintahan Desa dan Pengambil Keputusan,maka
Anggota BPD adalah wakil dari Penduduk Desa bersangkutan berdasarkan
keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara Musyawarah dan Mufakat.
Cara pemilihan/penetapan anggota BPD dapat melalui pemilihan langsung, dipilih
perwilayah
kampung/dusun,
pemilihan/musyawarah
atau
dikirimkan
dipilih
ke
secara
musyawarah.
hasil
untuk
keterwakilan
Desa.
Desa
Pemilihan/penetapan anggota BPD dipilih di Desa dengan pertimbanganpertimbangan dan persetujuan hasil musyawarah . Jumlah anggota BPD di masa
lalu ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling
banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, keterwakilan
perempuan minimal 30% dari jumlah anggota BPD, jumlah penduduk , dan
kemampuan Keuangan Desa.
Dalam
UU
No.
6/2014
diatur
bahwa
jumlah
Anggota
Badan
dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara
berturut-turut.
Akan tetapi aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang telah mampu
ditampung oleh BPD, tidak akan mampu disalurkan jika tidak terdapat kerjasama
yang baik antara BPD dengan Pemerintahan Desa. Adapun aspirasi kebutuhan
masyarakat tersebut di laksanakan melalui musyawrah pembangunan desa yang
diselenggarakan oleh Kepala Desa bersama dengan BPD.
Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. Perangkat
Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya, sedangkan yang
dimaksud Pemerintahan Desa adalah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa. Badan
Perwakilan Desa adalah lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan
peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa dan Keputusan Kepala
Desa. BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah desa.
Hubungan antara Pemerintah Desa dan Badan perwakilan Desa. Pertama,
hubungan dominasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak pertama
menguasai pihak kedua; kedua, hubungan sub koordinasi artinya dalam
melaksanakan hubungan tersebut pihak kedua menguasai pihak pertama, atau
pihak kedua dengan sengaja menempatkan diri tunduk pada kemauan pihak
pertama, Ketiga, hubungan kemitraan artinya pihak pertama dan kedua setingkat
dimana mereka bertumpu pada kepercayaan, kerjasama dan saling menghargai.
Pemerintah
Desa
dalam
melaksanakan
tugas
pembangunan
dan
kewenangan
maupun
tugasnyamasing-masing.
Sehingga
dalam
a. Adanya arogansi BPD yang merasa kedudukannya lebih tinggi dari Kepala
Desa, karena Kepala Desa bertanggung jawab kepada BPD;
b. Dualisme kepemimpinan desa, yaitu kepala desa dengan perangkatnya dan
badan perwakilan desa, yang cenderung saling mencurigai;
c. Sering terjadi mis-persepsi sehingga BPD sebagai unsur legislatif desa tetapi
melakukan tugas dan fungsi eksekutif kepala desa;
d. Anggota BPD sering belum bisa memilah antara fungsi pemerintahan desa
dengan pemerintah desa;
e. Kondisi sumberdaya manusia BPD yang masih belum memadai;
f. Kinerja perangkat desa menjadi tidak efektif karena banyak mantan calon
Kepala Desa yang tidak jadi kepala Desa menjadi anggota BPD dan cenderung
mencari-cari kesalahan perangkat desa bahkan ada kesan pula mereka berusaha
untuk menjatuhkan Kepala Desa ;
g. Dalam hubungan kerja organisasional, (1) dalam pelantikannya BPD dibekali
oleh DPRD; (2). BPD melakukan hubungan langsung dengan DPRD; (3).
Terjadi kontradiksi perilaku kerja BPD, misalnya BPD tidak mau berurusan
dengan Camat.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, makalah ini dibatasi pada
permasalahan :
i) Bagaimana pola/tipe kemitraan hubungan organisasional yang tepat antara
BPD dengan Pemerintahan Desa?
ii) Sejauhmana pengaruh hubungan kemitraan antara BPD dengan Pemerintahan
Desa terhadap optimalisasi pembangunan di desa
c. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan
masalah sebagaimana tersebut diatas, yaitu :
i) Untuk mengetahui bagaimana pola/tipe kemitraan hubungan organisasional
yang tepat antara BPD dengan Pemerintahan Desa?
ii) Untuk mengetahui sejauhmana pengaruh hubungan kemitraan antara BPD
dengan Pemerintahan Desa terhadap optimalisasi pembangunan di desa
d. Kerangka Teori
(1) Konsep kerjasama dan hubungan kemitraan
Kerjasama adalah kegiatan/usaha yang dilakukan oleh beberapa orang
(lembaga, pemerintah, dsb) untuk mencapai tujuan bersama .
Bentuk-bentuk kerjasama dalam masyarakat :
i) Bargaining artinya perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa
antar individu maupun kelompok
ii) Kooptasi artinya penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik suatu organisasi
iii) Koalisi artinya gabungan/kombinasi dua kelompok atau lebih yang
memiliki tujuan yang sama dan berusaha mencapai tujuan tersebut.
iv) Joint venture artinya kerjasama yang dilakukan oleh dua orang/perusahaan
dalam melaksanakan suatu pekerjaan.1
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip salig membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000 : 43)
Sedangkan menurut (Rahmat, 2004 : 40) kemitraan merupakan hubungan
kerjasama usaha diberbagai pihak yang strategis, bersifat sukarela, dan
berdasar prinsip saling membutuhkan, saling mendukung dan saling
menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembanan UKM oleh
usaha besar.
Tujuan kemitraan adalah :
i) Meningkatkan pendapatan usaha kecil masyarakat
ii) Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan
iii) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional
iv) Memperluas kesempatan kerja
v) Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional
Teori Kemitraan
Secara teoritis, Eisler dan Montuori (1997) membuat pernyataan yang
menarik yang berbunyi bahwa memulai dengan mengakui dan memahami
kemitraan pada diri sendiri dan orang lain, dan menemukan alternatif yang
1
http://www.bimbie.com/kerja-sama.htm
yaitu:
Pertama,
hubungan
dominasi
artinya
dalam
2.
Hirarki aktualisasi yang luwes (dimana kekuasaan dipedomani oleh nilainilai seperti caring dan caretaking),
3.
4.
5.
Dimensi-dimensi Kemitraan
Mengenai kemitraan ini, Butler dan Waldroop mengemukakan beberapa
dimensi kemitraan hubungan kerja sebagai berikut 3:
1. Pengaruh: professional yang menikmati pekerjaan mereka dan senang
mengembangkan dan memperluas area pengaruh mereka. Mereka senang
dalam hal persuarsi, negosiasi dan memegang informasi dan ide-ide penting.
Tipikal bagi negosiator pembuat kebijakan/keputusan.
2. Fasilitas interpersonal; orang-orang yang senang dengan aspek interpersonal
dalam situasi pekerjaan. Mereka secara intuitif berfokus pada pengalaman
2
3
Irawan Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h 63
Op cit h 95
orang lain dan mereka bisa bekerja di belakang layar. Degan cara in mereka
membuat rekan-rekan sekerjanya menjadi berkomitmen dan terikat untuk
megerjakan proyek dengan lancar. Tipikal bagi manajer SDM.
3. Kreativitas hubungan: orang-orang yang bagus dalam membina hubungan
dengan sekelompok orang melalui penggambaran visual dan verbal. Tipikal
bagi orang-orang pemasaran dan manajer.
4. Kepemimpinan tim: orang-orang ini ingin melihat orang lain dan
berinteraksi dengan mereka. Mereka menyukai pekerjaan manajemen dan
bekerja dalam tim berenergi tinggi dalam situasi yang padat. Tipikal bagi
manajer program dan manajer delivery.
Kemitraan Antara Pemerintah Desa dengan BPD
Pada awalnya sering terjadi ketidakharmonisan antara Pemerintah Desa
dan BPD karena4 :
1.
Cara pemahaman peraturan yang kurang menyeluruh dan kurang baik yang
disebabkan oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan yang relatif rendah
sehingga pemahaman terhadap UU hanya sepotong-sepotong,
2.
3.
beberapa alasan :
1.
2.
3.
4.
Bayu Surianingrat, Pemerintahan Administrasi Desa & Kelurahan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1985), h 79
tahun 2014, salah satu gagasan yang coba dimunculkan adalah membangun
tata pemerintahan desa yang lebih demokratis. Dengan ditetapkannya Undangundang
tentang
Desa
No.6
tahun
2014,
kedudukan
Badan
turut
membahas
dan
meyepakati
berbagai
kebijakan
dalam
keputusan
hasil
musyawarah
dijadikan
dasar
oleh
Badan
penyelenggaraan
urusan
pemerintahan
dan
kepentingan
kewenangan
untuk
mengatur
dan
mengurus
urusan
yakni Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan
nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa. Jika demikian BPD kedudukannya adalah hanya
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis . Hal ini ditegaskan juga pada Pemerintah
Desa pasal 25 bahwa Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh
perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain berdasarkan konstruksi
hukum yang demikian, jelas Kepala Desa memiliki kedudukan yang strategis
sebagai penyelenggara pemerintahan desa. Namun ketika melaksanakan
kewenangan desa dua lembaga tersebut mempunyai kedudukan yang
sama, yakni Kepala Desa dan BPD.
Untuk
memahami,
perlu
dipahami
konstruksi
hukum
Desa,
pelaksanaan
Pembangunan
Desa,
pembinaan
http://rajawaligarudapancasila.blogspot.co.id/2014/03/memahami-subtansi-uu-nomor-6tahun-2014.html
adalah Pembangunan desa adalah proses perubahan yang terus menerus dan
berkesinambungan yang diselenggarakan oleh masyarakat beserta pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin, mateeri dan spiritual
berdasarkan pancasila yang berlangsung di desa.
Dengan demikian, maka pembangunan desa perlu terus diupayakan karena
secara keseluruhan desa merupakan landasan bagi ketahanan nasional seluruh
rakyat Indonesia. Selain itu, untuk mencapai tujuan dari pembangunan desa itu,
pelaksanaan pembangunan di berbagai aspek kehidupan baik aspek ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama maupun dalam aspek pertahanan
dan keamanan. Melalui pembangunan desa diupayakan agar masyarakat
memiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengatasi
berbagai masalah dalam kehidupan.
Ciri-ciri dan Prinsip Pembangunan Desa
Pembangunan desa dengan berbagai masalahnya merupakan pembangunan
yang berlangsung menyentuh kepentingan bersama. Dengan demikian desa
merupakan titik sentral dari pembangunan nasional Indonesia. Oleh karena itu,
pembangunan desa tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh satu pihak saja, tetapi
harus melalui koordinasi dengan pihak lain baik dengan pemerintah maupun
masyarakat secara keseluruhan. Dalam merealisasikan pembangunan desa
agar sesuai dengan apa yang diharapkan perlu memperhatikan beberapa
pendekatan dengan ciri-ciri khusus yang sekaligus merupakan identitas
pembangunan desa itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh C.S.T
Kansil, (1983:251) yaitu:
(a) Komprehensif multi sektoral yang meliputi berbagai aspek, baik
kesejahteraan maupun aspek keamanan dengan mekanisme dan sistem
pelaksanaan yang terpadu antar berbagai kegiatan pemerintaha dan
masyarakat.
(b) Perpaduan sasaran sektoral dengan regional dengan kebutuhan essensial
kegiatan masyarakat.
(c) Pemerataan dan penyebarluasan pembangunan keseluruhan pedesaan
termasuk desa-desa di wilayah kelurahan.
(d) Satu kesatuan pola dengan pembangunan nasional dan regional dan
daerah pedesaan dan daerah perkotaan serta antara daerah pengembangan
http://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/11/konsep-pembangunan-desa.html
Perencanaan Pembangunan Desa, Buku 6, Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, hal 19-20
8
anak
usia
dini;balai
pelatihan/kegiatan
belajar
11
Bahan Kuliah Ekonomi Politik, Analisa Ratio, Anang Muhtadi, Dr., STIA LAN Bandung,
2015
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Ekonomi Makro
Perekonomian daerah Kabupaten Ciamis dalam kurun waktu tiga tahun terakhir mengalami
pertumbuhan positif, dimana Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Ciamis pada tahun
2015 mencapai 5,05%, dengan tingkat inflasi sebesar 5.79%. Tingkat kesejahteraan masyarakat
Kabupaten Ciamis Tahun 2015 dilihat dari capaian total Produk Domestik Regional Bruto Atas
Dasar Harga Berlaku mencapai Rp. 19.336.914.806,- dan besaran pendapatan penduduk (PDRB
per kapita Atas Dasar Harga Berlaku) adalah sebesar Rp. 12.198.753,- per kapita per tahun.
Secara umum struktur perkeonomian Kabupaten Ciamis masih didominasi oleh sektor
Pertanian dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (khususnya sub sektor perdagangan).
Secara rinci peranan masing-masing sector terhadap PDRB Tahun 2015 Atas Dasar Harga
Berlaku yaitu : Pertanian (Tanaman bahan Makanan, Tanaman perkebunan, Peternakan dan hasilhasilnya, Kehutanan dan Perikanan) sebesar 30,07%; Pertambangan dan Penggalian sebesar
0,30%; Industri Pengolahan sebesar 6,78%; Listrik Gas dan Air Bersih sebesar 0,73%; Bangunan
sebesar 2,94%; Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 26,78%; Pengangkutan dan Komunikasi
sebesar 9,57%; Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 5,58%; serta Jasa-jasa sebesar
17,25%.
Kualitas penduduk Kabupaten Ciamis berdasarkan indikator Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) yang berkaitan dengan komponen pendidikan, kesehatan dan daya beli (pendapatan)
menunjukan semakin meningkat dengan capaian IPM 72,80 pada tahun 2010-2015. Indeks
pendidikan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dengan capaian 82,17 pada tahun 20092013, dengan angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) mencapai 7,51 tahun serta Angka Melek
Huruf (AMH) mencapai 98,24%. Indeks kesehatan juga cenderung semakin meningkat mencapai
71,12 pada tahun 2010-2015, dengan Angka Harapan Hidup (AHH) mencapai 67,67 pada tahun
2010-2015. Indeks Daya Beli meningkat mencapai 65,10 pada tahun 2015, dengan angka
Pengeluaran riil per Kapita penduduk mencapai Rp. 642.720.00 per tahun.
Dengan adanya krisis keuangan global yang melanda dunia termasuk Indonesia dan
pesatnya arus globalisasi dan pembangunan di segala bidang, diperlukan sumber daya yang tepat
untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Masyarakat menuntut adanya transparansi, efisiensi
dan efektivitas kinerja dari aparatur pemerintah. Untuk menunjang harapan tersebut kesiapan
aparat dan kerja sama yang menunjang harapan tersebut kesiapan aparat dan kerja sama yang
solid diantara aparat sangat di butuhkan.
sistem
pemerintahan
yang
SAGULING
SAGULUNG
SAGALANG
Sebelah Utara
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
NAMA PERANGKAT
DESA
No
JABATAN
NOMOR
141.1/Kpts105HUK/2005
D1
5/1/07
141.33/Kpts-02/Ds2007
S1
6/30/10
141.33/Kpts-06/Ds2010
SLTA
12/18/0
6
141.33/Kpts-08/Ds2006
SLTA
4/3/06
141.33/Kpts-05/Ds2006
SLTA
1/30/09
SLTP
1/7/13
141.32/Kpts-01/Ds2013
KENDAR
Kadus
Kelewih
SLTA
3/21/12
141.32/Kpts07/Des2012
ASEP HERYANTO
Kadus
Sagulingkolot
SPG
9/3/12
141.32/Kpts-13/Des2012
Urusan
Keuangan
Urusan Umum
Kasi.Pem.Ka
mtib
SAKRI
AGUS HENDRA S
YUDI HARYADI
OTONG SUTARMAN
TGL
5/11/05
PENDIDIKAN
TERAKHIR
SLTP
Kepala Desa
SURACHMAN
KEPUTUSAN
PENGANGKATAN
Kasi
Kesejahteraan
dan PM
Kasi Ekonomi
dan
Pembangunan
Kadus Desa
141.33/Kpts-08/Ds2009
Adapun daftar anggota BPD Desa Saguling Kecamatan Baregbeg sebagai berikut :
No
Nama
Jabatan
Pendidikan
KETUA
D3
WAKIL KETUA
SARJANA
NANA HERYANA
SEKRETARIS
SLTP
WARSO
Komisi I Bid.
Pemerintahan
Komisi II Bid.
Ekonomi
Komisi III Bid.
Pembangunan
Komisi IV Bid.
Kesra
SARJANA
SLTP
SARJANA
SARJANA
SK. Nomor
Tgl SK
14.2/Kpts.15
6-HUK/2013
14.2/Kpts.15
6-HUK/2013
14.2/Kpts.15
6-HUK/2013
14.2/Kpts.15
6-HUK/2013
14.2/Kpts.15
6-HUK/2013
14.2/Kpts.15
6-HUK/2013
14.2/Kpts.15
6-HUK/2013
14-Mar13
14-Mar13
14-Mar13
14-Mar13
14-Mar13
14-Mar13
14-Mar13
: SAGULING
Jumlah aparat
: 10 Orang
: SLTP/PAKET B
: SLTA
:8
: 37
: 7 Orang
: S1
Lembaga Kemasyarakatan
Organisasi Perempuan
Organisasi Pemuda
Organisasi Profesi
3. Masalah umum hubungan kemitraan yang antara BPD dengan Pemerintahan Desa
pada Desa Saguling Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis
Pada penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Desa Saguling terlihat beberapa
masalah yang menjadi analisis dari kajian Kemitraan Pemdes dan BPD. Guna
memudahkan pembahasan, maka penjelasan atas masalah umum kemitraan Pemdes
dengan BPD ini di kategorikan berdasar aktor-aktor Pemerintahan Desa, seperti
BPD, Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Tokoh masyarakat.
Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara, didapatkan isu/pokok masalah sebagai
berikut :
1. BPD Sering berselisih pendapat dengan kepala desa perihal bagaimana membangun
desa atau menyelesaikan masalah desa.
2. BPD mampu melaksanakan tugasnya sendiri tanpa dibantu oleh kepala Desa.
3. Kepala Desa sering menentang apa yang dilakukan atau diputuskan BPD.
Adapun isu pokok berkaitan dengan pola kemitraan dari perspektif BPD adalah
adanya sebuah pemahaman bahwa BPD mampu melaksanakan tugasnya sendiri
tanpa adanya bantuan dari Kepala Desa. Hal ini terjadi mengingat kades merupakan
mitra kerja dari BPD yang mempunyai kedudukan sejajar, sehingga kapasitas maupun
kualitas BPD dituntut untuk dapat bekerja sesuai dengan apa yang menjadi Tupoksinya
seperti fungsi Pengawasan, Legislasi, dan Anggaran.
Namun disisi lain BPD sebenarnya mengakui bahwa kedudukannya dengan
Kades hubungannya saling membutuhkan dan sebagai mitra kerjasama dalam
penyelenggaraan Pemdes. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, Kades
memiliki peran dan kewenangan lebih untuk mengurus desa, BPD hanya bertindak
sebagai mitra yang dapat atau tidak dapat menyetujui apa yang menjadi kebijakan kades.
BPD beranggapan bahwa dirinya hanya sebagai secondary fungtion (mengontrol
dianggap lebih rendah daripada mengatur) dalam melaksanakan roda pemerintahan desa,
dan merasa bahwa Kades yang lebih mempunyai peran penting dan dominan.
Dalam masalah lainnya adalah bahwa hubungan antara Kepala Desa dengan BPD
seringkali bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini biasa terjadi saat
kordinasi dalam penyusunan kebijakan, rencana, program, maupun pembangunan
Desa dan Pelayanan. Namun hal ini memang biasa terjadi, karena BPD sebagai
pembawa aspirasi Masyarakat/penduduk Desa menginginkan pembangunan yang adil dan
merata, namun sebagai pelaksana (Kepala Desa) sering terlalu memperhitungkan antara
prioritas pembangunan dan pelayanan lain dan juga kaitannya terhadap anggapan yang
dimiliki oleh Pemerintah Desa. Namun beberapa masalah tersebut setidaknya dapat
diselesaikan dengan jalan musrawarah, koordinasi, dan peran komunikasi yang
efektif dalam menjembatani proses pengambilan keputuan untuk kepentingan
bersama.
Selanjutnya selain hal diatas, juga didapatkan hasil wawancara dengan Kades
Desa Saguling berkaian dengan isu pokok masalah dari pandangan Kades tentang
hubungan kemitraan dengan BPD adalah : Posisi Kepala Desa sejajar dengan
BDP
Permasalahan yang sama diungkapkan oleh kepala desa, hampir semua kepala desa
beranggapan bahwa kedudukannya sebagai kepala desa tidaklah sejajar dengan BPD.
Permasalahan ini mempunyai korelasi dengan permasalahan yang dialami oleh BPD.
Kades merasa mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, dan menganggap perannya
sebagai pemimpin desa, pengguna anggaran dan dipilih langsung oleh rakyat merupakan
kedudukan nomor satu di pemerintahan desa. Walaupun disisi lain Kades mengakui
bahwa hubungannya dengan BPD adalah saling membutuhkan dan bersifat mitra yang
saling bekerjasama dalam Pembangunan Desa dan pemberian pelayanan kepada
masyarakat secara adil dan merata.
Adapun hasil wawancara dengan Sekdes Desa Saguling berkaitan dengan isu
pokok masalah dari pandangan Sekdes tentang hubungan kemitraan antara Sekdes
dengan BPD :
1. Sering berselisih pendapat dengan Sekdes terutama dalam hal membangun desa
atau menyelesaikan masalah desa
2. Kinerja sekretaris desa mempengaruhi kinerja aparatur desa lainnya
Sekretaris desa merupakan jabatan yang sangat krusial di suatu desa, biasanya
orang yang menjadi sekretaris desa adalah orang yang mempunyai pengalaman dan
usia kerja yang cukup lama di pemerintahan desa.
Diangkatnya sekretaris desa menjadi PNS salah satunya bertujuan untuk
memberikan apresiasi atas pengabdiannya selama ini. Karena sekdes dianggap pejabat
senior yang menguasai prosedur pekerjaan dan mengetahui seluk beluk pemerintahan
desa, sebagai besar sekdes di seluruh kabupaten yang menjadi responden menganggap
bahwa kinerja yang dilakukan Sekdes tidak banyak mempunyai pengaruh terhadap
kinerja aparatur desa lainnya. Ini disebabkan oleh adanya distribusi pekerjaan yang
tidak merata diantara kaur desa yang lain dengan sekretaris desa.
Sementara itu secara kasuistis, beberapa sekdes menganggap bahwa kedudukan
PNS adalah kedudukan yang sangat aman dalam pemerintahan desa, karena posisi dan
gajinya yang tidak mungkin akan gampang dirubah oleh kepala desa. Sehingga
terkadang urusan pemerintahan desa banyak diserahkan kepada kaur desa lainnya, dan
kinerja sekdes menjadi kurang optimal.
Di hampir pada seluruh, desa diangkatnya Sekdes menjadi PNS tidak
menimbulkan konflik dan kecemburuan dikalangan aparatur desa yang lainnya, karena
kebanyakan telah menyadari bahwa beban kerja sekdes yang dirasa amat berat telah
mendapatkan apresiasi yang pantas dengan diangkatnya sekdes menjadi PNS. Masalah
yang muncul adalah ketika PNS yang telah menjadi PNS namun tetap mendapatkan
dan mengelola tanah bengkok dari pemerintah desa.
Adapun hasil wawancara dengan salah satu anggota BPD Desa Saguling yang
menjadi isu pokok masalah dari pandangan BPD tentang Identitas Organisasi
adalah :
KADES
Regulasi
Pertanggungjawaban
Kades kepada Bupati,
bukan kepada BPD.
Sehingga BPD tidak
12
SEKDES
Regulasi Sekdes
yang telah menjadi
PNS dan masih
menerima bagi hasil
tanah bengkok dirasa
Kelembagaan
Kapasitas
Lokalitas
Pola kemitraan ideal yang terbentuk berdasarkan tabel klasifikasi isu kemitraan
diatas adalah tipe kemitraan dimana masing-masing memahami tugas dan fungsi serta
kapasitas
dalam
bidang
pemerintahan,
organisasi,
kompetensi,
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dibahas pada BAB III butir 3 sampai dengan 5
sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
a) Permasalahan yang sering timbul dalam hubungan kemitraan antara BPD dengan
pemerintahan desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa) adalah pada saat kordinasi
dalam penyusunan kebijakan, rencana, program, maupun pembangunan Desa
dan Pelayanan, hal ini disebabkan, karena BPD sebagai pembawa aspirasi
Masyarakat/penduduk Desa menginginkan pembangunan yang adil dan merata,
namun sebagai pelaksana (Kepala Desa dan Perangkat Desa) sering terlalu
memperhitungkan antara prioritas pembangunan dan pelayanan lain dan juga
kaitannya terhadap anggapan yang dimiliki oleh Pemerintah Desa.
b) Akan tetapi disisi lain sebenarnya kedua belah pihak (pemerintahan desa/Kepala
Desa dan perangkat Desa, BPD) mengakui bahwa kedudukannya hubungannya
saling membutuhkan dan sebagai mitra kerjasama dalam penyelenggaraan
Pemdes dalam upaya peningkatan pembangunan di Desa Saguling. Dalam
konteks penyelenggaraan pemerintahan, Kades dan Perangkat Desa (Pemerintahan
Desa) memiliki peran dan kewenangan lebih untuk mengurus desa, BPD hanya
bertindak sebagai mitra yang dapat atau tidak dapat menyetujui apa yang menjadi
kebijakan kades.
B. Saran
Terhadap permasalahan yang disimpulkan tersebut diatas yaitu permasalahan yang ada
dalam hubungan kemitraan antara BPD dan Pemerintahan Desa dalam upaya
peningkatan pembangunan di Desa Saguling, terdapat beberapa saran/rekomendasi
sebagai berikut :
a) BPD dan Kepala Desa serta Perangkat Desa lebih meningkatkan hubungan
kemitraannya dengan cara saling mengisi, memahami dan memecahkan masalah
bersama-sama, saling percaya, kerjasama dan saling menghargai. Mereka saling
terbuka terhadap kritik dengan secara proporsional, obyektif, rasional, jujur, dan ada
solusi.
b) Meningkatkan kualitas SDM aparat desa (Kepala Desa dan PerangkatDesa) maupun
BPD, serta perangkat desa lainnya melalui pelatihan yang berkesinambungan melalui
capacity building untuk meletakkan kembali peran masing-masing lembaga agar
memahami fungsi dan perannya masing-masing agar dapat bekerja dan saling
mendukung dalam kemitraan dalam upaya tercapainya peningkatan dan optimalisasi
pembangunan di Desa Saguling.