Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang "Birokrasi Pemerintahan Desa Periode Kerajaan
Hingga Orde Lama" ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada
kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah
serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa
diperbaiki.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
1.3. Manfaat dan Tujuan.........................................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Birokrasi Pemerintahan.....................................................................................................4
B. Birokrasi Pemerintahan Desa............................................................................................5
C. Birokrasi Pemerintahan Desa Periode Kerajaan Hingga Orde Lama................................8
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan Saran ...................................................................................................28
Daftar Pustaka ...................................................................................................31
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2
sebagai penentu keberhasilan program yang ada. Penyelenggaraan pemerintahan desa
merupakan sub sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai suatu
sistem sosial dengan lembaganya sendiri, desa memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus sendiri kepentingan masyarakatnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
dari speriode kerajaan-orde lama dalam makalah ini ialah:
a. Struktur pemerintahan desa
b. Tugas pokok dan fungsi struktur pemerintahan desa
c. Hubungan di dalam struktur pemerintahan desa
Tujuan
3
Untuk menggambarkan struktur pemerintahan desa yang ada di 5 periode.
Untuk mendeskripsikan tugas pokok dan fungsi dari struktur pemerintahan desa
yang ada di 5 periode.
Untuk mendeskripsikan hubungan di dalam struktur pemerintahan desa yang ada di
5 periode.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIROKRASI PEMERINTAHAN
Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang
kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai konsekuensi
logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk menyelenggarakan kesejahteraan
masyarakat (social welfare). Negara dituntut terlibat dalam memproduksi barang dan
jasa yang diperlukan oleh rakyatnya (public goods and services) baik secara langsung
maupun tidak. Bahkan dalam keadaan tertentu negara yang memutuskan apa yang
terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu negara mernbangun sistem administrasi yang
bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah
birokrasi.
4
Birokrasi pemerintah merupakan garis terdepan yang berhubungan dengan
pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Oleh karena itu, birokrasi
pemerintah harus bersikap netral baik dari sisi politik yaitu bukan merupakan
kekuasaan politik maupun dari sisi administrative. Birokrasi pemerintahan diharapkan
tidak akan memihak kepada kelompok tertentu dengan tujuan agar pelayanan umum
yang dilakukan oleh pemerintah bisa diberikan pada seluruh masyarakat, tanpa
membedakan aliran atau partai politik yang diikuti oleh anggota masyarakat tersebut.
5
pengolahantanah yang diserahkan untuk diolah.Di daerah Jawa dikenal dengan tanah
“bengkok” atau tanah “carik”.Setelah masa jabatannya habis, tanah itu harus
dikembalikan kepada pemerintah.Dengan demikian, kepala desa tidak mendapatkan
uang pensium seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kepala desa mempunyai tugas dan
tanggung jawab, di antaranya:
6
Pengurus LKMD umumnya tokoh masyarakat setempat.Pembentukan LKMD
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa berdasarkan musyawarah anggota
masyarakat.Fungsi LKMD adalah membantu pemerintah desa dalam merencanakan,
pelaksanaan, dan pengendalian pembangun desa.Pada pemerintahan desa terdapat
orgaisasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).Anggota PKK terdiri atas
ibu-ibu rumah tangga di suatu desa.Ketua PKK biasanya dijabat oleh istri kepala desa
atau lurah.PKK bertujuan memberdayakan keluarga, meningkatkan kesejahteraan, dan
kemandirian keluarga.Misalnya, PKK memberi bantuan sosial, pelatihan
keterampilan, pos pelayanan terpadu (Posyandu), memberikan bantuan beasiswa, atau
mengadakan pengobatan gratis.
5. Pinjaman desa
Sumber pendapatan desa dikelola melalui anggaran pendapatan dan belanja desa
(APBD).Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan oleh kepala desa bersama
BPD dengan berpedoman pada APBD yang ditetapkan Bupati.Dengan demikian, pada
dasarnya, kepala desa bertanggung jawab kepada rakyat desa.Kepala desa harus
7
menyampaikan pokok-pokok pertanggungjawabannya.Oleh karena itu, wewenangnya
tidak boleh disalahgunakan.
Oleh karena tidak adanya sumber yang pasti seperti landasan hukum ataupun
Undang-Undang pada masa itu, maka untuk mengetahui bagaimana praktik
penyelenggaraan pemerintahan desa pada waktu itu bisa dilihat pada praktik
pemerintahan desa dalam masyarakat Baduy di Kabupaten Serang, Provinsi
Banten. Asumsinya, apa yang dipraktikkan masyarakat Baduy dalam
8
menyelenggarakan pemerintahan desanya tidak banyak berbeda dengan yang
dipraktikkan nenek moyangnya pada zaman Kerajaan Pajajaran abad ke 11-15.
Selain itu, masyarakat Baduy adalah contoh kesatuan masyarakat hukum adat
yang bersifat geneologis, terdiri atas satu keturunan yang diduga kuat adalah
pelarian sisa-sisa pasukan Pajajaran yang terdesak oleh pasukan Kesultanan Banten
yang menyebarkan agama Islam. Mereka lalu lari ke hutan yang kemudian
membentuk komunitas yang tertutup. Sejak saat itulah mereka mempertahankan
semua lembaga yang mengatur perkehidupannya sampai sekarang.
2. Geurang Seurat, adalah wakil Puun yang memiliki tugas dan fungsi
melaksanakan tata pemerintahan, atau sejenis perdana menteri;
5. Jaro, adalah wakil Puun untuk mengurusi masyarkat Baduy Luar. Jaro
berfungsi mengelola, membin, dan menjaga keselamatan warga
9
kampung. Meskipun sebagai wakil Puun, Jaro tidak mempunyai
kekuasaan memutuskan perkara. Ia hanyalah penerus kebijakan Puun;
10
2. Teungku, atau “ibu” warga gampong. Istilah Teungku berkaitan dengan
gelar yang diberikan kepada orang yang mengemban jabatan yang
berhubungan dengan agama. Teungku mempunyai tugas khusus yang
berhubungan dengan pelbagai hal yang berkaitan dengan agama Islam seperti
imam salat, pengurusan meunasah/musalla, pengajaran Al-Qur’an, nikah-cerai-
talak, dan fatwa untuk pelanggaran-pelanggaran syari’at;
3. Ureueng Tuha, adalah kelompok sesepuh gampong. Mereka adalah kaum
yang dianggap mempunyai pengalaman, kebijaksanaan, sopan santun, dan
mempuunyai pengetahuan yang cukup tentang adat. Biasanya mereka terdiri
atas para orangtua yang sudah berumur dan dipandang cakap. Mereka tidak
diangkat secara formal, hanya melalui pengakuan saja. Mereka mempunyai
pengaruh yang cukup kuat dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan
masalah gampong. Urusan gampong diselesaikan oleh para pemimpin yang
terdiri atas 3 unsur tadi dengan cara mufakat.
11
desa yang berpengaruh. Pemerintah desa mengatur dan mengurus tanah komunal
yang terdiri atas tiga fungsi: 1) tanah bengkok yang diperuntukkan bagi kepala desa
dan perangkat desa; 2) tanah norowito yang diperuntukkan bagi warga desa; 3) dan
tanah banda desa yang diperuntukkan untuk biaya penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan desa. Pemerintah desa juga mengatur dan mengurus masalah
pengairan desa dibawah koordinasi Ulu-ulu, mengatur dan mengurus lumbung
desa, lembaga simpan pinjam padi, sekolah desa, pasar desa, dan kesehatan warga
terutama pencegahan terhadap penyakit seperti cacar tipus, kolera, disentri, dan
malaria.
Sampai dengan akhir abad ke-15 bangsa Indonesia adalah bangsa yang
merdeka. Namun ketentraman dan kemakmuran bangsa Indonesia mulai terusik
ketika bangsa Eropa mulai berdatangan ke Nusantara.
Belanda dengan armada dagangnya yang disebut VOC kemudian
menundukkan kerajaan-kerajaan Nusantara, sehingga pada abad ke-16 sampai ke-
17 satu persatu Kerajaan-Kerajaan Nusantara menyerahkan kedaulatan politiknya
kepada VOC. Oleh karena itu, secara politis desa juga berada di bawah kekuasaan
VOC. Setelah wilayah Indonesia diurus langsung oleh pemerintah Hindia Belanda,
desa mendapat pengaturan yang formal.
Tidak sedikit peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur Desa-
desa atau yang semacam dengan Desa; sekalipun secara formal dan politis
pemerintah kolonial Hindia Belanda menghormati dan mengakui serta
“mempersilahkan” Adat dan Hukum Adat berlaku dan dapat digunakan sebagai
landasan hukum bagi berbagai kegiatan Hukum “Golongan Pribumi” dan sebagai
hukum dasar bagi desa-desa, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
politik dan sistem kolonialisme.
Peraturan perundang-undangan yang cukup penting dan sebagai pedoman
pokok bagi desa-desa antara lain adalah :
1. Indische Staatsregeling pasal 128 ayat 1 sampai 6. (mulai berlaku 2
september 1854, Stb 1854.2.)
2. Inlandsche Gemeente Ordonanntie Java en Modoera, disingkat dengan nama
I.G.O (Stb.1906-83) dengan segala perubahannya. I.G.O adalah undang-
undang tentang desa yang berlaku untuk Jawa dan Madura.
12
3. Inlandsche Gemeente Ordonanntie Buitengewesten, disingkat dengan nama
I.G.O.B (Stb. 1938-490 yo.681) dengan segala perubahannya. I.G.O.B adalah
undang-undangtentang desa yang berlaku untuk daerah di luar Jawa dan
Madura.
4. Reglement op de verkiezing, de schorsing en het onslag van de hoofden der
Inlandsche Gemeenten op Java en Madoera (Stb. 1907-212) dengan segala
perubahannya.
5. Nieuwe regelen omtrent de splitsing en samenvoeging van desa op Java en
Madoera met uitzondering van de Vorstenlanden (Bijblad 9308).
6. Herziene Indonesische Reglement, disingkat H.I.R atau Reglemen Indonesia
yang diperbaharui, disingkat R.I.B (Stb 1848-16 yo Stb.1941-44).
Berdasarkan kepada ketata negaraan Hindia Belanda, sebagaimana tersurat
dalam Indische Staatsrwgwling, maka pemerintah kolonial Hindia Belanda
memberikan hak untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri kepada Kesatuan-
Kesatuan Masyarakat Hukum “Pribumi” dengan sebutan Inlandsche gemeente
yang terdiri dari dua bentuk, yaitu Swapraja dan Desa atau yang dipersamakan
dengan Desa.Bagi Swapraja-Swapraja yaitu bekas-bekas kerajaan-kerajaan yang
ditaklukkan tetapi masih diberi kelonggaran yaitu berupa hak menyelenggarakan
pemerintahan sendiri (self bestuur) berdasarkan Hukum Adatnya dengan
pengawasan penguasa-penguasa Belanda dan dengan pembatasan-pembatasan atas
hal-hal tertentu, disebut dengan nama Landschap.
Selanjutnya bagi Desa-desa atau yang dipersamakan dengan Desa (Kesatuan-
Kesatuan Masyarakat Hukum di luar Jawa, Madura dan Bali) mendapat sebutan
Inlandsche Gemeente dan Dorp dalam H.I.R.Untuk kepentingan pelaksanaan
pemerintahan dan kemantapan sistem kolonialisme maka para pejabat pemerintah
Belanda telah memberikan sekedar perumusan tentang sebutan Inladsche
Gemeente sebagai berikut :
Suatu kesatuan masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah
tertentu, yang memiliki hak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri
berdasarkan kepada Hukum Adat dan peratuaran perundang-undangan Hindia
Belanda untuk hal-hal tertentu, dan pemerintahannya merupakan bagian terbawah
dari susunan pemerintah Kabupaten dan Swapraja.
Contoh pemerintahan desa berdasarka IGO (di Jawa) adalah pemerintahan
desa di keraton Cirebon, yang susunan aparat desa serta tugas dan fungsinya adalah
sebagai berikut:
13
1. Kuwu, berfungsi sebagai pemimpin masyarakat formal yang
menjalankan pemerintahan desa;
2. Ngabihi, adalah wakil Kuwu;
3. Juru tulis atau carik, berfungsi sebagai sekretaris desa;
4. Raksabumi, berfungsi sebagai pengurus pengairandan pemeliharaan
selokan-selokan;
5. Mayor, berfungsi sebagai wakil pengurus pengairan yang langsung terjun
ke lapangan;
6. Juru tala, berfungsi sebagai pengurus lingkungan masyarkat;
7. Cap Gawe, berfungsi sebagai pengurus jalan desa;
8. Pancalang atau Jaga Karsa, berfungsi sebagai polisi desa yang menjaga
keamanan dan ketentraman masyarakat;
9. Tukang cangkal, berfungsi sebagai pengurus pajak desa;
10. Lebe atau Amil, berfungsi sebagai pengurus masalah agama Islam;
11. Kepala Dusun, berfungsi sebagai wakil masyarakat dari sebuah
dusun/dukun, bagian dari desa;
12. Lembaga Sosial Desa, berfungsi sebagai dewan penasihat.
14
2. Kepala Kampung, mempunyai tugas, fungsi, dan kedudukan sebagai
berikut:
a. Membantu Pesirah dalam menjalankan pemerintahan di tingkat
kampung;
b. Mengepalai kepala-kepala suku di wilayah kampung;
c. Sebagai penyeimbang adat
3. Pembarap, adalah pembantu Pesirah dalam hal administrasi dan
penghubung antara pesirah dan kepala-kepala kampung;
4. Dewan Marga, berkedudukan sebagai penasihat, bukan lembaga
legislasi.
15
5. Gunseibu membawahi Residen-Residen yang disebut Syucokan. Pada masa
Jepang Keresidenan (Syu) merupakan Pemerintah Daerah Tertinggi. Para
Syucokan semuanya terdiri dari orang-orang Jepang.
6. Daerah Syu terbagi atas Kotamadya (Si) dan Kabupaten (Ken).
7. Ken, terbagi lagi atas beberapa Gun (Kewedanan).
8. Gun terbagi lagi atas beberapa Son (Kecamatan).
9. Son Terbagi atas beberapa Ku (Desa).
10. Ku terbagi lagi atas beberapa Usa (Kampung).
Sekalipun menurut susunan pemerintahan Keresidenan menurut Pemerintah
Daerah yang tertinggi, berarti juga termasuk kategori penting bagi strategi militer,
namun ternyata Jepang mempunyai perhatian yang cukup besar terhadap Desa-
desa.
Desa-desa oleh Jepang dinilai sebagai bagian yang cukup vital bagi strategi
memenangkan “Perang Asia Timur Raya”. Oleh karenanya Desa-desa dijadikan
basis logistik perang. Kewajiban Desa-desa semakin bertambah banyak dan
bebannya semakin bertambah berat. Desa-desa harus menyediakan pangan dan
tenaga manusia yang disebut Romusya untuk keperluan pertahanan militer Jepang.
Dengan demikian bagi Jepang pengertian Ku (Desa) adalah Suatu Kesatuan
Masyarakat berdasarkan Adat dan peraturan perundang-undangan pemerintah
Hindia Belanda serta pemerintah Militer Jepang, yang bertempat tinggal dalam
suatu wilayah tertentu, memiliki hak menyelenggarakan urusan rumah tangganya
sendiri, merupakan kesatuan ketata negaraan terkecil dalam daerah Syu, yang
kepalanya dipilih oleh rakyatnya dan disebut Kuchoo, dan merupakan bagian dari
sistem pertahanan militer.
Dalam kurun waktu penguasaan Jepang ini, desa dibagi-bagi atas beberapa
kampung yang terdiri atas beberapa rumah tangga. Kampung-kampung tersebut
diorganisir dalam RK (Rukun Kampung) dan kelompok rumah tangga diorganisir
ke dalam RT (Rukun Tetangga). Istilah inilah yang sampai saat ini dikenal dengan
sebutan RW dan RT.
Pemerintahan desa pada zaman Jepang lebih menekankan fungsi
pengawasan, pengendalian, dan pengerahan rakyat untuk kepentingan
pemerintahan atasnya (Jepang).
Sudah barang tentu pengertian yang terurai di atas itu tidak dapat dianggap
sesuai lagi ketika Tentara Jepang bertekuk lutut kepada Sekutu pada tanggan 14
Agustus 1945.
4. Zaman Kemerdekaan
16
UU NO 1 TAHUN 1945 TENTANG KOMITE NASIONAL DAERAH
Atas fakta tersebut tidak heran jika terdapat banyak kelemahan didalamnya,
antara lain adanya dualistik pemerintah daerah, yaitu :
17
a. Jenis pemerintah di daerah
Sifat Dualistik ini sangat ditonjolkan sebagai salah satu kelemahan utama
Undang-undang No.1 tahun 1945 yang menyebutkan bahwa Kepala Daerah yang
memimpin KNID dan Badan Eksekutif Daerah adalah pejabat pemerintah pusat di
daerah.
18
Disamping itu, Kepala Daerah sebagai pejabat pusat juga menyelenggarakan
urusan-urusan pemerintah pusat di daerah. Dengan kata lain bahwa dalam diri
Kepala Daerah menyatu tugas, wewenang dan tanggung jawab
menyelenggarakan semua urusan, baik urusan rumah tangga daerah maupun
urusan pemerintahan pusat di daerah.
Dengan struktur demikian, jelas kedudukan KDH adalah sangat dominan dan
secara teoretik dan praktik penyelenggaraan pemerintahanh dapat dikatakan
bergantung kepada kemauan KDH semata, sehingga pelaksanaan prinsip-prinsip
demokrasi di daerah masih jauh dari harapan, begitu pula kontrol dari KDH hampir
tidak terlihat sama sekali dan sangat lemah.
Oleh karena itu, wajar bila ada yang menyimpulkan bahwa Undang-undang
No. 1 tahun 1945 mengandung beberapa hal :
2. Kepala Daerah sebagai pejabat pusat didaerah, juga sebagai kepala badan
legislatif daerah / KND dan badan eksekutif daerah mempunyai kedudukan yang
sangat dominan untuk mengendalikan pemerintahan daerah otonom agar berjalan
sesuai dengan kebijaksanaan pusat.
19
bertentangan dengan peraturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang
lebih luas dari padanya.
5. Hubungan antara DPRD dengan Badan Eksekutif Daerah dikepalai oleh Kepala
Daerah menunjukkan betapa kuatnya Kepala Daerah sebagai alat pemerintah pusat
yang juga mendominasi dua lembaga (organ) daerah lainya (DPRD dan Badan
Eksekutif Daerah).
20
Berdasarkan penjelasan tersebut, tergambar bahwa pentingnya Undang-
undang No. 22 tahun 1948 tentang pemerintahan daerah, selain sebagai pengganti
Undang-undang No. 1 tahun 1945 yang sangat sederhana dan peraturan perundang-
undangan yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda bersifat sentralistis, juga
untuk memenuhi tuntutan akan pemerintahan kolegial yang demokratis beserta
pengaturan-pengaturan lainnya yang belum sempat diatur dalam UU sebelumnya.
Di dalam Undang-undang ini dikenal dua jenis daerah otonom yaitu daerah
otonom biasa dan daerah istimewa yang keduanya berhak mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri.
Berpedoman pada ketentuan Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) yang merumuskan
bahwa DPRD mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya dan hal-hal yang
masuk urusan rumah tangganya ditetapkan dalam Undang-undang
pembentukannya, maka termuat didalamnya tentang kewenangan DPRD Untuk
melakukan pengaturan dan pengurusan rumah tangga daerahnya.
1. Zaman Kemerdekaan
Awal Kemerdekaan :
21
Segala Peraturan Negara mengenai daerah akan mengingati hak asal usul
daerah tersebut
2. Pasca Kemerdekaan :
22
Pada tahun 1965, pemerintah mengeluarkan undang-undang nomor 19 tahun
1965 tentang desapraja sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat terwujudnya
daerah tingkat III di seluruh wilayah Indonesia. Pada pasal 1 dijelaskan tentang
desapraja, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya,
berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya, dan mempunyai
harta benda sendiri.
Pengertian desa diatas lebih merupakan definisi yang lebih konkret dari apa
yang telah ditentukan dalam undang-undang nomor 22 tahun 1948. Dalam undang-
undang ini, pemberian hak mengatur rumah tangga sendiri lebih tegas, sebagai
mana diatur dalam pasal 34. Secara organisatoris desapraja didukung oleh alat-alat
kelengkapan yang diatur dalam pasal 7. Menurut pasal ini alat-alat kelengkapan
desapraja terdiri atas kepala desapraja, badan msyawarah desapraja, petugas
desapraja, pamong desapraja, panitera desapraja, dan badan pertimbangan
desapraja. Adapun fungsi dan tugas-tugas alat kelengkapan desapraja tersebut
adalah sebagai berikut :
23
Undang-undang nomor 19 tahun 1965 tidak sempat dilaksanakan karena
terjadi peristiwa G 30 S/PKI.Akibat peristiwa tersebut terjadi pergantian
rezim.Rezim soekarno/orde lama jatuh dan digantikan oleh rezim baru/orde baru.
Rezim orde baru yang berorientasi pembangunan menata ulang system
ketatanegaran untuk disesuaikan dengan tujuan pembangunan yang menjadi
paradigmanya.Undang-undang nomor 19 tahun 1965 tentang desa praja ini tidak
sempat dilaksanakan. Pemerintah orde baru yang menggantikanorde lama
memandang undang-undang ini tidak sesuai dengan perkembangan kenegaraan dan
tujuan pembangunan yang sedang dilaksanakan.Untuk itu, melalui undang-undang
no 6 tahun1969, undang-undang tentang desapraja dinyatakan tidak berlaku.Mulai
saat itu dasar hokum desa menjadi tidak jelas. IGO dan IGOB sudah dicabut oleh
undang-undang no 19 tahun 1965, sedangkan undang-undang no 19 tahun 1965
dicabut dengan UU nomor 6 tahun 1965.
1. Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat hokum termasuk didalamnya kesatuan masyarakat
hokum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah
camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan
Negara kesatuan republic Indonesia.
2. pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan lembaga musyawarah desa.
24
3. dalam menjalankan tugasnya kepala desa diantu oleh perangkat desa yang
terdiri atas unsur staf dan unsur pelaksanaan : sekertariat desa sebagai unsur
staf dan kepala dusun sebagai unsur pelaksana.
25
penduduk Desapraja yang sudah berumur 18 tahun atau sudah (pernah) kawin dan
menurut adat-kebiasaan setempat sudah menjadi warga Desapraja yang
bersangkutan.Kepala Desapraja diangkat oleh Kepala Daerah tingkat I dari sedikit-
dikitnya dua dan sebanyak- banyaknya tiga orang calon, berdasarkan hasil
pemilihan yang sah, untuk suatu masa jabatan paling lama delapan tahun.Kepala
Daerah tingkat I dapat menguasakan kewenangan tersebut kepada Kepala Daerah
tingkat II yang bersangkutan.
Yang dapat dipilih dan diangkat menjadi Kepala Desapraja ialah penduduk
yang menurut adat-kebiasaan setempat telah menjadi warga Desapraja, yang:
4. tidak sedang dipecat dari hak memilih atau hak dipilih dengan keputusan
pengadilan yang tidak dapat diubah lagi;
26
oleh penduduk Desapraja yang sudah berumur 18 tahun atau sudah (pernah) kawin
dan menurut adat-kebiasaan setempat sudah menjadi warga Desapraja yang
bersangkutan.Peraturan pemilihan, pengangkatan dan penggantian anggota Badan
Musyawarah Desapraja ditetapkan oleh Pemerintah Daerah tingkat I, dengan
mengingat pula adat-kebiasaan setempat serta seboleh- bolehnya menjamin bahwa
semua dukuh dalam daerah Desapraja sekurang-kurangnya mempunyai seorang
wakil.
4. tidak sedang dipecat dari hak memilih atau hak dipilih dengan keputusan
pengadilan yang tidak dapat diubah lagi;
27
Desapraja.Pamong Desapraja memulai jabatannya sesudah diangkat oleh Kepala
Daerah tingkat II.Peraturan pemilihan, pengangkatan, pemecatan sementara dan
pemberhentian Pamong Desapraja ditetapkan oleh Pemerintah Daerah tingkat I.
Mengacu pada hal tersebut, kami telah mencari tahu secara lebih mendalam
mengenai struktur organisasi pemerintahan desa dengan Bada Permusyawaratan Desa
(BPD) maupun Lembaga Musyawarah Desa (LMD) yang ada di setiap periode
berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.
Melihat lebih jauh, kami menemukan kenyataan bahwa pada kelima periode
tersebut kedudukan Desa sebagai wilayah yang memiliki wewenang dalam mengurus
rumah tangganya sendiri masih belum jelas. Pada era Kolonial Belanda, desa atau
nama lain dibolehkan berkembang dengan adat istiadat dan hak asal-usulnya srta
mengurus rumah tangganya sendiri dengan tetap memperhatikan hokum Belanda.
Namun, ketika era jepang otonomi desa dibatasi dan desa dianggap sebagai basis
logistic perang untuk mempersiapakan keprluan pertahanan militer Jepang. Pasca
29
kemrdekaan, masa orla, desa kembali diberikan hak asal usulnya dan penyebutan nana
desa tidak diseragamkan tidak seperti halnya masa pemerintahan Jepang.
Hal ini menegaskan bahwa secara tidak langsung, negara masih membatasi
eksistensi hukum adat yang ada dalam desa adat. Namun, desa atau desa adat adalah
merupakan bagian dari NKRI hingga memang perlu untuk taat dan patuh pada hukum
negara.
Saran
1. Desa perlu mendapat perhatian dari Pemerintahan Indonesia dan masyarakat
karena mempunyai peranan yang strategis untuk kemajuan negara.
2. Nilai-nilai tradisional yang hidup di desa harus tetap dipegang teguh karena
pada umumnya akan berdampak baik bagi desa yang bersangkutan.
30
DAFTAR PUSTAKA
http://www.keuangandesa.com/wp-content/uploads/2015/04/UU-No-19-
Tahun-1965-Tentang-Desapraja-Sebagai-Bentuk-Peralihan-Untuk-
Mempercepat-Terwujudnya-Daerah-Tingkat-III-Di-Seluruh-Wilayah-
Republik-Indonesia.pdf
https://www.scribd.com/document/351311874/BAB-I-Birokrasi-
Pemerintahan-Desa-kelurahan
http://staff.unila.ac.id/ekobudisulistio/files/2013/09/01-Konsep-Birokrasi.pdf
http://aguzssudrazat.blogspot.co.id/2014/01/pemerintahan-desa-pada-zaman-
orde-lama.htmlS
31