Anda di halaman 1dari 4

LATSAR CPNS 2022

BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONNGAN

TUGAS KELOMPOK

ANALISIS DAN EVLUASI VIDEO YOUTUBE

“BOLA DAN TUKANG BECAK”

KELOMPOK II

ANGGOTA :

1. YUNISIA LIKA
2. FAJAR BAKTI TANDI DATU
3. KRISTIANTO FIRMANDA

ANGKATAN : 1 (SATU)

KELOMPOK : 2 (DUA)

UNIT KERJA : KANTOR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN


1. KASUS I “ BOLA DAN TUKANG BECAK ”

Di kasus I ini kita melihat pada awalnya Susanto dan kawan-kawannya sedang bermain bola.
Lalu bola Susanto tertendang keluar lapangan dan mengenai becak yang sedang berjalan.
Sehingga becak tersebut terjatuh dan membuat penumpang serta pengendara becak ikut terjatuh.
Lalu pengendara becak dan Susanto bertengkar. Pengendara becak menuduh Susanto lah yang
telah menyebabkan becaknya jatuh. Namun, Susanto tidak terima dengan pernyataan pengendara
becak tersebut. Susanto menganggap itu adalah sebuah ketidaksengajaan. Lalu datanglah Pak
Prapto yang merupakan ayah dari Susanto untuk melerai pertengkaran. Pak Prapto meminta
anaknya untuk meminta maaf kepada pengendara becak, mengganti rugi biaya kerusakan becak,
dan Pak Prapto memberikan biaya pengobatan untuk penumpang yang terluka. Begitulah
ketegasan Pak Prapto dalam menjungjung hukum.

Analisis dan evaluasi : dari kasus tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kita harus
menyampaikan kebenaran dengan komitmen yang tinggi meskipun sulit dan beresiko
mengorbankan kepentingan pribadi. Karena Tidak ada imunitas dalam hukum tidak terkecuali
keluarganya maupun para pejabat negara. Begitu juga dengan kita para CPNS maupun PNS
sesuai dengan nilai-nilai dasar ASN lebih tepatnya Akuntabel, kita juga harus memiliki integritas
yang tinggi dalam mengungkapkan kebenaran. Yang dimana akuntabel adalah sikap jujur dan
bertanggungjawab, memiliki disiplin dan berintegritas yang tinggi dalam setiap pelaksanaan
tugas. Akuntabel merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk
memenuhi tanggung jawab yang menjadi amanahnya. Amanah seorang PNS adalah menjamin
terwujudnya nilai-nilai publik. Nilai-nilai publik tersebut antara lain adalah:
Mampu mengambil pilihan yang tepat dan benar ketika terjadi konflik
kepentingan, antara kepentingan publik dengan kepentingan sektor, kelompok, dan pribadi,
Memperlakukan warga negara secara sama dan adil dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan public, Menunjukan sikap dan perilaku yang konsisten dan dapat
diandalkan sebagai penyelenggara pemerintahan.
2. KASUS II “ TERTUSUK GUNTING SANG SUAMI “

Di kasus II ini kita melihat seputar permasalahan Sjafruddin prawiranegara dengan istrinya.
Dimana saat itu Sjafruddin prawiranegara menetapkan kebijakan “gunting Sjafruddin” namun
Sjafruddin prawiranegara tidak memberitahu istrinya perihal itu. Kebijakan “gunting Sjafruddin”
adalah kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Syafrudin Prawiranegara, Menteri Keuangan
dalam Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal 10 Maret 1950.[1] Kebijakan
itu dikenal sebagai kebijakan berani yang ditetapkan Pemerintah Indonesia dengan cara
menggunting fisik uang kertas. Ketika itu, ada tiga jenis mata uang yang beredar di Indonesia.
Ketiga mata uang tersebut adalah Oeang Republik Indonesia (ORI), mata uang peninggalan
pemerintah kolonial Hindia Belanda yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank, serta mata uang
yang digunakan ketika NICA (Belanda) berada di Indonesia pasca-kemerdekaan atau selama
masa revolusi fisik.[3]

Menurut kebijakan itu, "uang merah" (uang NICA) dan uang De Javasche Bank dari pecahan
Rp 5 ke atas digunting menjadi dua.[4] Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang
sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal 9 Agustus pukul 18.00. Mulai 22
Maret sampai 16 April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan
tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak
berlaku lagi. Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi
negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar tiga puluh tahun kemudian dengan
bunga 3% setahun. [5]
"Gunting Sjafruddin" itu juga berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp
2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik
Indonesia).

Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat itu sedang
terpuruk—utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung. Dengan kebijaksanaan yang
kontroversial itu, Sjafruddin bermaksud sekali pukul menembak beberapa sasaran: penggantian
mata uang yang bermacam-macam dengan mata uang baru, mengurangi jumlah uang yang
beredar untuk menekan inflasi dan dengan demikian menurunkan harga barang, dan mengisi kas
pemerintah dengan pinjaman wajib yang besarnya diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 miliar.
Analisis dan evaluasi : dari kasus tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setiap orang yang
mempunyai wewenang atau yang bekerja pada instansi pemerintah untuk menjaga kerahasiaan
terutama kerahasiaan negara diatas kepentingan pribadi/keluarga. Hal ini sesuai nilai-nilai dasar
ASN yaitu Loyal. Loyalitas dan kesetiaan ASN terletak pada ideologi dan dasar negara
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI serta
pemerintahan yang sah. Dan tidak pada satu sosok atau pihak tertentu. Dengan nilai dasar loyal
ini ASN harus dapat menjaga nama baik sesama ASN, nama baik pimpinan, nama baik instansi
dan tentu saja harus selalu dapat menjaga nama baik negara. Konsekuensi logis dari adanya
loyalitas dan kesetiaan adalah setiap ASN harus selalu menjaga rahasia jabatan dan negara.

Anda mungkin juga menyukai