Anda di halaman 1dari 15

Pentingnya Identitas Nasional di Era

Globalisasi
Posted by siskamanurung on Apr 30, 2015 | 0 comments

Memelihara dan menjaga segala yang sudah baik dari kinerja bangsa dan negara dimasa lampau,
mengoreksi segala kekurangannya, sambil merintis pembaharuan untuk menjawab tantangan
masa depan itulah inti dari reformasi. Implementasi kehidupan berbangsa dan bernegara masa
lalu memerlukan identifikasi, mana yang masih perlu pertahankan dan mana yang harus
diperbaiki. Langkah ini mutlak dilakukan dalam upaya pemantapan kebijaksanaan nasional
untuk menyongsong dan mencapai masa depan bangsa yang aman dan sejahtera.

Generasi orangtua sekarang merupakan produk dari sistem pendidikan yang tidak mengajarkan
pentingnya identitas nasional. Makanya, mereka tumbuh dengan menganggap remeh hal-hal
yang sebenarnya fundamental dalam membentuk kepribadian seorang Indonesia. Minimnya
kebijakan yang menghasilkan suasana kondusif bagi pendidikan nasional membuat masyarakat,
terutama orangtua, beralih fungsi ke kurikulum asing. Padahal hal itu dapat mengakibatkan
kesadaran bangsa atas identitas nasional melemah dan beresiko mencetak generasi yang tidak
peduli kesejahteraan bangsa. Saat ini, arah pembangunan tidak lagi sejalan dengan jiwa UUD
1945, dimana pembangunan Indonesia mempersiapkan memasuki peradaban global, tetapi tidak
memperkuat akar ke Indonesiaan.

Identitas Nasional Indonesia menjadi terganggu dan bermasalah, salah satunya adalah maraknya
tentang Globalisasi. Jaman Globalisasi sendiri dapat mempengaruhi bangsa ini dari sisi nilai-nilai
budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang
dan menggeser nilai-nilai yang telah ada sejak dulu. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif
ada pula yang bersifat negatif. Semua ini merupakan ancaman, tantangan, sekaligus sebagai
peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan.

Di dalam pergaulan antar bangsa yang semakin kental itu, akan terjadi proses akulturasi, saling
meniru, dan saling memengaruhi di antara budaya masing-masing, menjadikan setiap perbedaan
adalah pembelajaran yang wajib diikuti dan dilakukan. Untuk itu, berdasarkan sila persatuan
Indonesia, pendidikan, dan pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan
terhadap nilai sosial yang beragam dari seluruh wilayah nusantara menuju pada tercapainya rasa
persatuan sebagai bangsa. Harus ada pengakuan dan penghargaan terhadap pendidikan dan
budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa
dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan rasa persatuan dan kesatuan yang terjalin
antar masyarakat Indonesia akan menjadi identitas bangsa kita. Seperti gotong royong yang sejak
dulu menjadi budaya bangsa Indonesia perlu dipertahankan dan dilestarikan di masa mendatang
karena itu merupakan identitas nasional bangsa Indonesia di mata dunia.
Persamaan hak dalam pandangan hukum kembali dipertanyakan oleh masyarakat, di saat kecelakaan
maut BMW putra Hatta Radjasa (menteri perekonomian ) membawa korban. M.Rasyid Amrullah Hatta
Radjasa telibat kecelakaan maut saat mengemudikan mobil BMW X5 B 272 HR di Tol Jagorawi Km 3,500,
sekitar Cililitan Jakarta Timur. Mobil yang dikemudikannya menghantam mobil Daihatsu Luxio F 1622 CY.
Akibat kejadian ini dua orang tewas dan tiga lainnya terluka.

Sebagaimana yang diungkapkan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, Putra bungsu Menko
perekonomian Hatta Rajasa mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sehingga tidak bisa dia
kendalikan. “kecepatan di atas 100 km lebih”, ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto
Rabu (2/1/2013). Sebelum terjadi kecelakaan Rasyid diketahui menghadiri acara di Kemang, kemudian
mengantar teman wanitanya di daerah Tebet. Rasyid pulang dari Kemang pukul 01.00 WIB. lalu berada
di rumah teman wanitanya hingga subuh. "

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, mengatakan bahwa hasil tes urine yang telah
dilakukan terhadap Rasyid terdapat kandungan obat maag. Sang ayah membenarkan jika anaknya
memiliki penyakit maag kronis. “ada kandungan obat maag dalam tes urine”, ujar Rikwanto.

Namun, Rikwanto belum bisa memastikan apakah kecelakaan tersebut karena obat maag yang
dikonsumsi oleh Rasyid sebelum kecelakaan maut tersebut terjadi. ”kita lihat hasil dokter lebih lanjut
saja,“ papar Rikwanto. Akibat dari kecelakaan maut ini, putra bungsu hatta Rajasa dijerat dengan Pasal
283 junto Pasal ayat 5 pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan
jalan dengan ancaman hukuman 5 tahun ke atas.

Meski demikian Polisi terkesan memberi perlakuan istimewa kepada Rasyid. Misalnya :

1. Polisi rahasiakan keberadaan Rasyid

Usai kecelakaan, Rasyid jejaknya menghilang. polisi dan keluarga bungkan saat ditanya dimana Rasyid.
Polisi beralasan bahwa Rasyid masih trauma dan dirawat di Rumah Sakit. Namun Polisi merahasiakan di
RS mana Rasyid dirawat. ”Kami tidak boleh memberikan informasi“. pasal 18 tentang UU Keterbukaan
Informasi publik. Dimana saat dalam penyidikan kami tidak boleh memberi informasi gamblang”. ujar
Kasubdit Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Sudarmanto. Belakangan diketahui jika
Rasyid dirawat di RS Pusat Pertamina. Mengapa bukan RS Polri?. Apakah hal serupa juga akan dilakukan
polisi jika Rasyid bukan anak menteri ?

2. Tak hanya Rasyid Rajasa yang disembunyikan, mobil BMW SUV X5 yang dikemudikan tersangka juga
diistimewakan. Polisi mengaku sempat memanggil mekanik BMW untuk memperbaiki mobil dengan
pelat B 272 HR itu.

3. Polisi melakukan sejumlah tes urine kepada Rasyid Rajasa untuk mengetahui apakah yang
bersangkutan mengkonsumsi narkoba atau tidak. Pengamat hukum Pidana Bambang Widodo Umar
meminta Kompolnas melakukan tes serupa di rumah sakit swasta untuk mencari perbandingan apakah
tes yang dilakukan Polri benar-benar objektif. Namun hal itu rupanya tidak digubris oleh Poda. Mereka
beranggapan tes yang dilakukan RS Polri Kramatjati sudah objektif

4. Tidak ada sama sekali foto di TKP yang menjelaskan secara detail kronologis dari kecelakaan yang
dialami Rasyid (Merdeka.com)

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah keistimewaan penanganan kasus kecelakaan maut yang
dialami Rasyid Rajasa ini juga akan diberikan kepada orang biasa “yang bukan anak menteri” ?

Kejadian yang nyaris sama juga terjadi di medan. Seorang ABG mengemudikan Xenia menabrak dan
menewaskan bocah. Namun bedanya, tersangka langsung ditahaan Kantor Satlantas Polresta Medan
sejak Selasa (1/1/2013) siang. Padahal, ABG tersebut juga trauma akibat kecelakaan yang dialaminya.

Namun, karena pengemudi Xenia itu bukan putra seorang Menteri, dia langsung ditahan. Tentu saja ini
tidak adil. Lantas, bagaimanakah Islam menjelaskan tentang keadilan hukum? Adakah perlakuan
istimewa yang diberikan Islam kepada pejabat dan keluarganya ketika mereka bermasalah dengan
hukum? Tulisan berikut ini akan menguraikannya.

Paradigma penegakan hukum di dalam sistem kapitalisme

Ketidakjelasan kepada siapa hukum harus berpihak seringkali menimbulkan tarik ulur antar pelaku
hukum. Kondisi ini akan terus terjadi di setiap negeri kaum muslimin yang menegakkan peradilan
dengan asas Sekulerisme, yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini menganggap
tidak akan ada pertanggungjawaban di akhirat, karena menurut mereka, Tuhan hanya mengurus urusan
ritual, dan Tuhan tidak ikut campur urusan kemasyarakatan dan kenegaraan. Jargon mereka “Berikan
hak Kaisar pada Kaisar dan berikan hak Tuhan pada Tuhan.

Asas sekuler ini membentuk peradilan Kapitalisme yang selalu memihak kepada mereka yang memiliki
uang dan kekuasaan. Hukum hanya menjadi aturan yang dibuat untuk dilanggar. Hukum Kapitalisme
adalah hukum buatan manusia yang memang tidak mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan
yang ada secara serasi serta memuaskan semua pihak. Keterbatasan akal manusia dalam membuat
produk hukum yang bisa menjangkau masa depan dan mengakomodir semua kepentingan yang ada,
membuat hukum buatan manusia memiliki banyak celah untuk dijadikan komoditi bisnis dan menjadi
alat mempermainkan rakyat.

Tidak adanya kepastian hukum buatan manusia menjadikan hukum ini sangat lemah dan rentan sekali
ditafsirkan menurut kepentingan mereka yang bermain dalam proses peradilan. Bagi mereka yang
memiliki uang dan kekuasaan bisa dengan mudah membeli hukum dengan menyewa pengacara yang
handal untuk mendapatkan hukuman seringan – ringannya, atau bila mungkin bebas murni yang kadang
dilakukan tanpa melihat bobot kesalahan yang dilakukan terdakwa.

Tentu kita masih ingat kisah nenek Minah yang mencuri 3 buah kakao karena kemiskinannya divonis 1,5
bulan. Padahal harga kakao yang dicurinya tidak lebih dari Rp 10.000. Sedangkan para koruptor yang
telah merugikan negara trilyunan rupiah banyak dari mereka yang akhirnya bisa “melenggang kangkung”
keluar negeri. Bebas dari jeratan hukum karena kepiawaian mereka membeli hukum.

Walhasil, muncullah apa yang disebut ketidakpastian hukum. Karena paradigma proses penegakan
hukum buatan manusia berdasarkan “tawar menawar” antara berbagai kepentingan yang ada di
dalamnya, dengan dukungan uang dan kekuasaan.

Supremasi penegakan hukum seperti ini hanya akan menciptakan masyarakat yang apatis terhadap nilai-
nilai keadilan dan bukan tidak mungkin terjangkiti putus asa hukum. Akhirnya, cita-cita kehidupan yang
aman dan adil akan semakin kabur.

Peradilan Islam

Peradilan Islam adalah metode untuk menegakkan hukum syara’. Peradilan Islam memposisikan baik
rakyat ataupun pejabat, si kaya ataupun si miskin, memiliki hak yang sama di hadapan hukum. Siapa pun
yang bersalah dihadapan hukum maka dia akan mendapatkan hukuman sesuai dengan kejahatan yang
telah dilakukannya.

Hal ini menegaskan, jika ada pejabat negara yang tidak menjalankan tugasnya memberikan pelayanan
terhadap rakyat dalam urusan penjaminan kebutuhan pokok, maka pejabat tersebut dapat dijatuhi
sanksi peradilan dengan proses peradilan yang ditegakkan oleh Mahkamah mahdzalim. Sehingga tidak
ada istilah “kebal hukum“ bagi pejabat negara yang telah bersalah.

Hal ini tentu saja tidak akan kita temukan pada hukum buatan manusia yang ditegakkan di negeri –
negeri Kaum muslimin saat ini. Hukum Islam adalah buatan As Syari’ (Allah) yang tidak memiliki
kepentingan apa pun terhadap manusia. Hukum yang dibuat As Syari’ adalah peraturan hidup yang
diturunkan Allah untuk mengatur kehidupan manusia sehingga tercipta kehidupan yang tertib, adil dan
membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.

Metode peradilan Islam juga memberikan kepastian hukum secara riil, bukan semu, manipulasi, atau
permainan. Sebab dalam peradilan Islam tidak ada banding dalam putusan hakim, harus dijalankan dan
tidak boleh dianulir oleh siapa pun, termasuk oleh Khalifah/Kepala Negara. Rasul SAW bersabda : “Dari
Amru bin Ash telah mendengar Rasul SAW bersabda :”Apabila seorang hakim mengambil keputusan
dalam peradilan dengan ijtihadnya yang kemudian ternyata keputusannya benar, maka dia mendapat
pahala dua, namun jika ternyata keputusan ijtihadnya keliru maka dia mendapat pahala satu” (HR.
Bukhari).

Hukum Islam memiliki kelebihan dibandingkan hukum-hukum buatan manusia, meliputi:

Hukum Islam adalah hukum yang baik, yang ditaati oleh pemeluknya yang memandang bahwa semua
manusia memiliki hak yang sama di hadapan hukum. Peradilan Islam tidak memperlakukan rakyat yang
melanggar hukum sebagai musuh, melainkan pelanggaran hukum saja yang harus diproses secara adil,
tidak disikapi sebagi musuh yang harus dimusnahkan dengan dimata-matai, diinterogasi dan dituduh
dengan berbagai fitnah dan rekayasa untuk menciptakan ketakutan.

Memberi tugas kepada kepolisian secara proporsional, mengumpulkan bukti di lapangan saja.
Sedangkan semua pertanyaan yang diperlukan di BAP adalah tugas hakim menanyakannya di ruang
persidangan terbuka untuk umum, dan tidak boleh dilakukan di ruang yang tertutup interogasi. Begitu
juga sebaliknya, rakyat/pejabat yang telah terbukti di peradilan bersalah, maka tidak ada perlindungan
hukum kepada mereka, apalagi membuat mereka yang bersalah menjadi bebas dari hukum.

Tidak boleh ada diskriminasi kekebalan hukum atas nama menjalankan tugas negara. Rasululullah SAW
pernah mengingatkan bahayanya melakukan diskriminasi hukum. Sebagaimana hadist yang
diriwayatkan Aisyah ra, bahwa orang-orang Quraisy sedang digelisahkan oleh perkara seorang wanita
Makhzum yang mencuri. Mereka berkata: Siapakah yang berani membicarakan masalah ini kepada
Rasulullah saw.? Mereka menjawab: Siapa lagi yang berani selain Usamah, pemuda kesayangan
Rasulullah saw. Maka berbicaralah Usamah kepada Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. bersabda:
Apakah kamu meminta syafaat dalam hudud Allah? Kemudian beliau berdiri dan berpidato: Wahai
manusia! Sesungguhnya yang membinasakan umat-umat sebelum kamu ialah, manakala seorang yang
terhormat di antara mereka mencuri, maka mereka membiarkannya. Namun bila seorang yang lemah di
antara mereka mencuri, maka mereka akan melaksanakan hukum hudud atas dirinya. Demi Allah,
sekiranya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya. (Shahih Muslim
No.3196)

Para penegak hukum Islam memiliki pemahaman yang kuat, bahwa peradilan Islam memiliki aspek
ruhiyah, yaitu mereka akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat terhadap setiap keputusan hukum
yang dibuat. Sehingga proses penegakannya jauh dari unsur manipulasi dan permainan. Rasa takut yang
lahir dari ketakwaan para penegak hukumnya ini yang membuat hukum Islam yang diterapkan mampu
memberikan keadilan untuk semua kalangan tanpa membedakan suku, ras, etnik, agama, status sosial,
rakyat ataupun pejabat.
Hukum Islam berfungsi sebagai kafarat (jawabir) atau pengganti sanksi di akhirat, sehingga ketika sudah
dijatuhkan sanksi oleh peradilan Islam, maka di akhirat akan dibebaskan dari siksa neraka. Berbeda
dengan hukum buatan manusia, tidak akan berfungsi seperti ini, sehingga di akhirat tetap terkena siksa
neraka, kecuali jika dia bertaubat sebelum wafat dan taubatnya diterima Allah swt. Wallhua’lam. Fungsi
jawabir inilah yang mendorong orang yang melanggar hukum dengan kesadaran penuh datang kepada
negara minta dijatuhi sanksi, bukan mencari celah hukum untuk menghindari sanksi sebagaimana dalam
sistem hukum jahiliyyah.

Seperti kasus Maiz dan Ghomidiyah, wanita dari suku Juhainah, ia menghadap Rasulullah SAW dan
mengaku berzina serta minta disanksi sebagai penebusan dosanya, lalu ia dirajam hingga mati.
Rasulullah SAW berkomentar tentang mereka : ” Sungguh ia telah bertaubat, seandainya dibagi antara
70 penduduk Madinah, sungguh akan tertutup semuanya”. Mereka mengakui pelanggaran yang
dilakukannya agar mereka dikenai had (hukuman) oleh Rasulullah dan rela menanggung sakitnya had
dan qishas di dunia, karena takut azab akhirat.

Hukum Islam merupakan Zawajir, yaitu hukum yang akan memberi efek jera terhadap pelakunya dan
akan memberi pelajaran berharga pada masyarakat untuk tidak melakukan hal yang sama, karena akan
mendapatkan sanksi yang sama, tanpa diskriminasi, adil dan kepastian hukum. Allah berfirman :” Dan di
dalam qishash itu (jaminan kelangsungan) hidup bagimu ,hai orang-orang yang berakal supaya kamu
bertakwa”. (TQS. Al Baqarah: 179).

Maksudnya, disyariatkannya (hukum) qishash bagi kalian, yakni membunuh si pembunuh di dalamnya
terdapat hikmah yang sangat besar, yaitu menjaga jiwa. Sebab jika si pembunuh mengetahui akan
dibunuh juga maka ia akan merasa takut untuk melakukan pembunuhan. Itu sebabnya di dalam qishash
ada jaminan hidup bagi jiwa manusia. Dengan Hukuman yang adil tanpa diskriminasi akan memberikan
shock terapi (efek jera) yang hebat untuk tidak melakukan kejahatan.

Khotimah

Peradilan Islam adalah metode untuk menegakkan syari’at Islam. Peradilan Islam bersumber dari aturan-
auran Islam yang dibuat oleh Allah (As Syari’) yang pasti membawa keadilan bagi manusia. Sebab Hukum
Allah tidak akan condong atau berpihak ke salah satu pihak, layaknya hukum manusia yang amat
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masyarakat, sistem maupun personal yang mengambil keputusan.

Penegakkan hukum syara’ di dalam kehidupan masyarakat Islam, mengharuskan adanya 3 pilar yaitu :
ketaqwaan individu, kontrol masyarakat dan penegakan hukum oleh negara. Ketika ketiga pilar ini
berjalan dengan baik, maka terciptalah sebuah masyarakat yang berwibawa yang memiliki peradilan
yang adil.

Sehingga prinsip Equality of Law (persamaan hak di hadapan hukum) di dalam Islam bukan hanya
sebuah jargon kosong tanpa bukti. Inilah kesempurnaan hukum Islam jika dibandingkan hukum yang
lain. Allah berfirman: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan huk

Persamaan hak dalam pandangan hukum kembali dipertanyakan oleh masyarakat, di saat kecelakaan
maut BMW putra Hatta Radjasa (menteri perekonomian ) membawa korban. M.Rasyid Amrullah Hatta
Radjasa telibat kecelakaan maut saat mengemudikan mobil BMW X5 B 272 HR di Tol Jagorawi Km 3,500,
sekitar Cililitan Jakarta Timur. Mobil yang dikemudikannya menghantam mobil Daihatsu Luxio F 1622 CY.
Akibat kejadian ini dua orang tewas dan tiga lainnya terluka.

Sebagaimana yang diungkapkan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, Putra bungsu Menko
perekonomian Hatta Rajasa mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sehingga tidak bisa dia
kendalikan. “kecepatan di atas 100 km lebih”, ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto
Rabu (2/1/2013). Sebelum terjadi kecelakaan Rasyid diketahui menghadiri acara di Kemang, kemudian
mengantar teman wanitanya di daerah Tebet. Rasyid pulang dari Kemang pukul 01.00 WIB. lalu berada
di rumah teman wanitanya hingga subuh. "

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, mengatakan bahwa hasil tes urine yang telah
dilakukan terhadap Rasyid terdapat kandungan obat maag. Sang ayah membenarkan jika anaknya
memiliki penyakit maag kronis. “ada kandungan obat maag dalam tes urine”, ujar Rikwanto.

Namun, Rikwanto belum bisa memastikan apakah kecelakaan tersebut karena obat maag yang
dikonsumsi oleh Rasyid sebelum kecelakaan maut tersebut terjadi. ”kita lihat hasil dokter lebih lanjut
saja,“ papar Rikwanto. Akibat dari kecelakaan maut ini, putra bungsu hatta Rajasa dijerat dengan Pasal
283 junto Pasal ayat 5 pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan
jalan dengan ancaman hukuman 5 tahun ke atas.

Meski demikian Polisi terkesan memberi perlakuan istimewa kepada Rasyid. Misalnya :

1. Polisi rahasiakan keberadaan Rasyid

Usai kecelakaan, Rasyid jejaknya menghilang. polisi dan keluarga bungkan saat ditanya dimana Rasyid.
Polisi beralasan bahwa Rasyid masih trauma dan dirawat di Rumah Sakit. Namun Polisi merahasiakan di
RS mana Rasyid dirawat. ”Kami tidak boleh memberikan informasi“. pasal 18 tentang UU Keterbukaan
Informasi publik. Dimana saat dalam penyidikan kami tidak boleh memberi informasi gamblang”. ujar
Kasubdit Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Sudarmanto. Belakangan diketahui jika
Rasyid dirawat di RS Pusat Pertamina. Mengapa bukan RS Polri?. Apakah hal serupa juga akan dilakukan
polisi jika Rasyid bukan anak menteri ?

2. Tak hanya Rasyid Rajasa yang disembunyikan, mobil BMW SUV X5 yang dikemudikan tersangka juga
diistimewakan. Polisi mengaku sempat memanggil mekanik BMW untuk memperbaiki mobil dengan
pelat B 272 HR itu.

3. Polisi melakukan sejumlah tes urine kepada Rasyid Rajasa untuk mengetahui apakah yang
bersangkutan mengkonsumsi narkoba atau tidak. Pengamat hukum Pidana Bambang Widodo Umar
meminta Kompolnas melakukan tes serupa di rumah sakit swasta untuk mencari perbandingan apakah
tes yang dilakukan Polri benar-benar objektif. Namun hal itu rupanya tidak digubris oleh Poda. Mereka
beranggapan tes yang dilakukan RS Polri Kramatjati sudah objektif

4. Tidak ada sama sekali foto di TKP yang menjelaskan secara detail kronologis dari kecelakaan yang
dialami Rasyid (Merdeka.com)

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah keistimewaan penanganan kasus kecelakaan maut yang
dialami Rasyid Rajasa ini juga akan diberikan kepada orang biasa “yang bukan anak menteri” ?

Kejadian yang nyaris sama juga terjadi di medan. Seorang ABG mengemudikan Xenia menabrak dan
menewaskan bocah. Namun bedanya, tersangka langsung ditahaan Kantor Satlantas Polresta Medan
sejak Selasa (1/1/2013) siang. Padahal, ABG tersebut juga trauma akibat kecelakaan yang dialaminya.

Namun, karena pengemudi Xenia itu bukan putra seorang Menteri, dia langsung ditahan. Tentu saja ini
tidak adil. Lantas, bagaimanakah Islam menjelaskan tentang keadilan hukum? Adakah perlakuan
istimewa yang diberikan Islam kepada pejabat dan keluarganya ketika mereka bermasalah dengan
hukum? Tulisan berikut ini akan menguraikannya.

Paradigma penegakan hukum di dalam sistem kapitalisme

Ketidakjelasan kepada siapa hukum harus berpihak seringkali menimbulkan tarik ulur antar pelaku
hukum. Kondisi ini akan terus terjadi di setiap negeri kaum muslimin yang menegakkan peradilan
dengan asas Sekulerisme, yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini menganggap
tidak akan ada pertanggungjawaban di akhirat, karena menurut mereka, Tuhan hanya mengurus urusan
ritual, dan Tuhan tidak ikut campur urusan kemasyarakatan dan kenegaraan. Jargon mereka “Berikan
hak Kaisar pada Kaisar dan berikan hak Tuhan pada Tuhan.

Asas sekuler ini membentuk peradilan Kapitalisme yang selalu memihak kepada mereka yang memiliki
uang dan kekuasaan. Hukum hanya menjadi aturan yang dibuat untuk dilanggar. Hukum Kapitalisme
adalah hukum buatan manusia yang memang tidak mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan
yang ada secara serasi serta memuaskan semua pihak. Keterbatasan akal manusia dalam membuat
produk hukum yang bisa menjangkau masa depan dan mengakomodir semua kepentingan yang ada,
membuat hukum buatan manusia memiliki banyak celah untuk dijadikan komoditi bisnis dan menjadi
alat mempermainkan rakyat.

Tidak adanya kepastian hukum buatan manusia menjadikan hukum ini sangat lemah dan rentan sekali
ditafsirkan menurut kepentingan mereka yang bermain dalam proses peradilan. Bagi mereka yang
memiliki uang dan kekuasaan bisa dengan mudah membeli hukum dengan menyewa pengacara yang
handal untuk mendapatkan hukuman seringan – ringannya, atau bila mungkin bebas murni yang kadang
dilakukan tanpa melihat bobot kesalahan yang dilakukan terdakwa.

Tentu kita masih ingat kisah nenek Minah yang mencuri 3 buah kakao karena kemiskinannya divonis 1,5
bulan. Padahal harga kakao yang dicurinya tidak lebih dari Rp 10.000. Sedangkan para koruptor yang
telah merugikan negara trilyunan rupiah banyak dari mereka yang akhirnya bisa “melenggang kangkung”
keluar negeri. Bebas dari jeratan hukum karena kepiawaian mereka membeli hukum.

Walhasil, muncullah apa yang disebut ketidakpastian hukum. Karena paradigma proses penegakan
hukum buatan manusia berdasarkan “tawar menawar” antara berbagai kepentingan yang ada di
dalamnya, dengan dukungan uang dan kekuasaan.

Supremasi penegakan hukum seperti ini hanya akan menciptakan masyarakat yang apatis terhadap nilai-
nilai keadilan dan bukan tidak mungkin terjangkiti putus asa hukum. Akhirnya, cita-cita kehidupan yang
aman dan adil akan semakin kabur.

Peradilan Islam

Peradilan Islam adalah metode untuk menegakkan hukum syara’. Peradilan Islam memposisikan baik
rakyat ataupun pejabat, si kaya ataupun si miskin, memiliki hak yang sama di hadapan hukum. Siapa pun
yang bersalah dihadapan hukum maka dia akan mendapatkan hukuman sesuai dengan kejahatan yang
telah dilakukannya.

Hal ini menegaskan, jika ada pejabat negara yang tidak menjalankan tugasnya memberikan pelayanan
terhadap rakyat dalam urusan penjaminan kebutuhan pokok, maka pejabat tersebut dapat dijatuhi
sanksi peradilan dengan proses peradilan yang ditegakkan oleh Mahkamah mahdzalim. Sehingga tidak
ada istilah “kebal hukum“ bagi pejabat negara yang telah bersalah.

Hal ini tentu saja tidak akan kita temukan pada hukum buatan manusia yang ditegakkan di negeri –
negeri Kaum muslimin saat ini. Hukum Islam adalah buatan As Syari’ (Allah) yang tidak memiliki
kepentingan apa pun terhadap manusia. Hukum yang dibuat As Syari’ adalah peraturan hidup yang
diturunkan Allah untuk mengatur kehidupan manusia sehingga tercipta kehidupan yang tertib, adil dan
membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.

Metode peradilan Islam juga memberikan kepastian hukum secara riil, bukan semu, manipulasi, atau
permainan. Sebab dalam peradilan Islam tidak ada banding dalam putusan hakim, harus dijalankan dan
tidak boleh dianulir oleh siapa pun, termasuk oleh Khalifah/Kepala Negara. Rasul SAW bersabda : “Dari
Amru bin Ash telah mendengar Rasul SAW bersabda :”Apabila seorang hakim mengambil keputusan
dalam peradilan dengan ijtihadnya yang kemudian ternyata keputusannya benar, maka dia mendapat
pahala dua, namun jika ternyata keputusan ijtihadnya keliru maka dia mendapat pahala satu” (HR.
Bukhari).

Hukum Islam memiliki kelebihan dibandingkan hukum-hukum buatan manusia, meliputi:

Hukum Islam adalah hukum yang baik, yang ditaati oleh pemeluknya yang memandang bahwa semua
manusia memiliki hak yang sama di hadapan hukum. Peradilan Islam tidak memperlakukan rakyat yang
melanggar hukum sebagai musuh, melainkan pelanggaran hukum saja yang harus diproses secara adil,
tidak disikapi sebagi musuh yang harus dimusnahkan dengan dimata-matai, diinterogasi dan dituduh
dengan berbagai fitnah dan rekayasa untuk menciptakan ketakutan.

Memberi tugas kepada kepolisian secara proporsional, mengumpulkan bukti di lapangan saja.
Sedangkan semua pertanyaan yang diperlukan di BAP adalah tugas hakim menanyakannya di ruang
persidangan terbuka untuk umum, dan tidak boleh dilakukan di ruang yang tertutup interogasi. Begitu
juga sebaliknya, rakyat/pejabat yang telah terbukti di peradilan bersalah, maka tidak ada perlindungan
hukum kepada mereka, apalagi membuat mereka yang bersalah menjadi bebas dari hukum.

Tidak boleh ada diskriminasi kekebalan hukum atas nama menjalankan tugas negara. Rasululullah SAW
pernah mengingatkan bahayanya melakukan diskriminasi hukum. Sebagaimana hadist yang
diriwayatkan Aisyah ra, bahwa orang-orang Quraisy sedang digelisahkan oleh perkara seorang wanita
Makhzum yang mencuri. Mereka berkata: Siapakah yang berani membicarakan masalah ini kepada
Rasulullah saw.? Mereka menjawab: Siapa lagi yang berani selain Usamah, pemuda kesayangan
Rasulullah saw. Maka berbicaralah Usamah kepada Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. bersabda:
Apakah kamu meminta syafaat dalam hudud Allah? Kemudian beliau berdiri dan berpidato: Wahai
manusia! Sesungguhnya yang membinasakan umat-umat sebelum kamu ialah, manakala seorang yang
terhormat di antara mereka mencuri, maka mereka membiarkannya. Namun bila seorang yang lemah di
antara mereka mencuri, maka mereka akan melaksanakan hukum hudud atas dirinya. Demi Allah,
sekiranya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya. (Shahih Muslim
No.3196)

Para penegak hukum Islam memiliki pemahaman yang kuat, bahwa peradilan Islam memiliki aspek
ruhiyah, yaitu mereka akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat terhadap setiap keputusan hukum
yang dibuat. Sehingga proses penegakannya jauh dari unsur manipulasi dan permainan. Rasa takut yang
lahir dari ketakwaan para penegak hukumnya ini yang membuat hukum Islam yang diterapkan mampu
memberikan keadilan untuk semua kalangan tanpa membedakan suku, ras, etnik, agama, status sosial,
rakyat ataupun pejabat.

Hukum Islam berfungsi sebagai kafarat (jawabir) atau pengganti sanksi di akhirat, sehingga ketika sudah
dijatuhkan sanksi oleh peradilan Islam, maka di akhirat akan dibebaskan dari siksa neraka. Berbeda
dengan hukum buatan manusia, tidak akan berfungsi seperti ini, sehingga di akhirat tetap terkena siksa
neraka, kecuali jika dia bertaubat sebelum wafat dan taubatnya diterima Allah swt. Wallhua’lam. Fungsi
jawabir inilah yang mendorong orang yang melanggar hukum dengan kesadaran penuh datang kepada
negara minta dijatuhi sanksi, bukan mencari celah hukum untuk menghindari sanksi sebagaimana dalam
sistem hukum jahiliyyah.

Seperti kasus Maiz dan Ghomidiyah, wanita dari suku Juhainah, ia menghadap Rasulullah SAW dan
mengaku berzina serta minta disanksi sebagai penebusan dosanya, lalu ia dirajam hingga mati.
Rasulullah SAW berkomentar tentang mereka : ” Sungguh ia telah bertaubat, seandainya dibagi antara
70 penduduk Madinah, sungguh akan tertutup semuanya”. Mereka mengakui pelanggaran yang
dilakukannya agar mereka dikenai had (hukuman) oleh Rasulullah dan rela menanggung sakitnya had
dan qishas di dunia, karena takut azab akhirat.

Hukum Islam merupakan Zawajir, yaitu hukum yang akan memberi efek jera terhadap pelakunya dan
akan memberi pelajaran berharga pada masyarakat untuk tidak melakukan hal yang sama, karena akan
mendapatkan sanksi yang sama, tanpa diskriminasi, adil dan kepastian hukum. Allah berfirman :” Dan di
dalam qishash itu (jaminan kelangsungan) hidup bagimu ,hai orang-orang yang berakal supaya kamu
bertakwa”. (TQS. Al Baqarah: 179).

Maksudnya, disyariatkannya (hukum) qishash bagi kalian, yakni membunuh si pembunuh di dalamnya
terdapat hikmah yang sangat besar, yaitu menjaga jiwa. Sebab jika si pembunuh mengetahui akan
dibunuh juga maka ia akan merasa takut untuk melakukan pembunuhan. Itu sebabnya di dalam qishash
ada jaminan hidup bagi jiwa manusia. Dengan Hukuman yang adil tanpa diskriminasi akan memberikan
shock terapi (efek jera) yang hebat untuk tidak melakukan kejahatan.

Khotimah
Peradilan Islam adalah metode untuk menegakkan syari’at Islam. Peradilan Islam bersumber dari aturan-
auran Islam yang dibuat oleh Allah (As Syari’) yang pasti membawa keadilan bagi manusia. Sebab Hukum
Allah tidak akan condong atau berpihak ke salah satu pihak, layaknya hukum manusia yang amat
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masyarakat, sistem maupun personal yang mengambil keputusan.

Penegakkan hukum syara’ di dalam kehidupan masyarakat Islam, mengharuskan adanya 3 pilar yaitu :
ketaqwaan individu, kontrol masyarakat dan penegakan hukum oleh negara. Ketika ketiga pilar ini
berjalan dengan baik, maka terciptalah sebuah masyarakat yang berwibawa yang memiliki peradilan
yang adil.

Sehingga prinsip Equality of Law (persamaan hak di hadapan hukum) di dalam Islam bukan hanya
sebuah jargon kosong tanpa bukti. Inilah kesempurnaan hukum Islam jika dibandingkan hukum yang
lain. Allah berfirman: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan huk

g kemudian dilanjutkan dan dikembangkan oleh Plato, Aristoteles dan Polybios.


Plato : membagi bentuk pemerintahan menjadi :

1. Aristokrasi : pemerintahan yang dipegang sekelompok orang yang dapat mencerminkan


rasa keadilan.
2. Timokrasi : pemerintahan yang dipimpin oleh sekelompok orang yang mengingin kan
kemashuran dan kehormatan
3. Oligarkhi : pemerintahan yang dipimpin oleh sekelompok orang yang dipengaruhi
kemewahan atau harta kekayaan.
4. Demokrasi : pemerintahan yang dipegang oleh rakyat.
5. Tyrani : pemerintahan yang dipimpin oleh seoarang yang jauh dari rasa keadilan.

Menurut Plato, bentuk pemerintahan tersebut di atas dapat berubah secara siklus, dari Aristokrasi
- Timokrasi - Oligarkhi - Demokrasi - Tyrani dan berputar kembali kebentuk asal

Aristoteles :
Berdasarkan kreteria kuantitas (jumlah orang yang memgang kekuasaan) dan kualitas (ditujukan
untuk siapakah pelaksanaan pemerintahan itu), Aristoteles membagi bentuk pemerintahan
menjadi :

1. Monarkhi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh seorang (raja/kaisar) yang


ditujukan untuk kepentingan umum. Bentuk monarkhi dapat merosot menjadi Tyrani.
2. Tyrani : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh seorang (raja/kaisar) yang
kekuasaannya ditujukan untuk kepentingan sendiri.
3. Aristokrasi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah/beberapa orang terbaik
(misalnya kaum cerdik pandai atau bangsawan), yang kekuasaannya ditujukan untuk
kepentingan umum. Bentuk aristokrasi dapat merosot menjadi oligarkhi dan bentuk
oligarkhi dapat melahirkan Plutokrani atau Plutokrasi.
4. Oligarkhi : Adalah pemerintahan yang dipegang oleh beberapa orang, yang kekuasaannya
untuk kepentingan kelompok mereka sendiri.
5. Plutokrani : Adalah pemerintahan yang dijalankan oleh orang–orang kaya untuk
kepentingan mereka sendiri.
6. Polity : Adalah pemerintahan yang dipegang banyak orang, yang pelaksanaan
pemerintahannya ditujukan untuk kepentingan umum.
7. Demokrasi : Adalah pemerintahan yang kekuasaan tertinggi negara dipegang oleh rakyat.

Menurut Aritoteles, bentuk pemerintahan demokrasi merupakan bentuk pemerosotan dari bentuk
polity. Sehingga menurutnya bentuk Monarkhi, Aristokrasi dan Polity merupakan bentuk
pemerintahan yang ideal (terbaik). Pendapat Aristoteles berbeda dengan pendapat Plato, dimana
Plato berpendapat bahwa bentuk demokrasi merupakan bentuk ideal (terbaik) yang dapat
merosot menjadi mobokrasi (Okhlokrasi).

Polybios :
Dalam teorinya (disebut Cyclus Polybios), ia menyatakan bahwa bentuk pemerintahan negara
mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara siklus yaitu bentuk Monarkhi – Aristokrasi –
Demokrasi akan selalu berganti–ganti dan berputar ke bentuk asal.

Teori Modern.
Dalam teori modern, bentuk pemerintahan dibedakan antara bentuk Monarkhi dan Republik.
Pembagian bentuk pemerintahan menjadi Monarkhi dan Republik mula pertama kali
dikemukakan oleh Nicollo Machiavelli. Dalam bukunya yang berjudul “Il Principe”, ia
menyatakan bahwa Monarkhi merupakan pemerintahan negara yang dipegang oleh seorang,
yang dalam menjalankan kekuasaannya untuk kepentingan semua orang, sedangkan Republik
berasal dari kata “Res–Publika” yang berarti organisasi kenegaraan yang mengurus kepentingan
bersama. Akan tetapi Machiavelli tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kreteria
yang dapat digunakan untuk membedakan kedua bentuk tersebut.
Ada beberapa kreteria atau ukuran untuk membedakan antara Monarkhi dan Republik yang
dikemukakan oleh para ahli :
George Jellinek.
Pembedaan antara Monarkhi dan Republik adalah berdasarkan cara pembentukan kehendak
negara :

 Jika kehendak negara terjelma sebagai kehendak seseorang (secara psychologis), maka
terdapat bentuk pemerintahan Monarkhi.
 Jika kehendak negara terjelma sebagai kehendak rakyat atau kemauan dari hasil peristiwa
secara yuridis, maka terdapat bentuk Republik.

Leon Duguit.
Pembedaan antara Monarkhi dan Republik adalah berdasarkan cara penunjukkan kepala negara :
 Monarkhi adalah bentuk pemerintahan yang kepala negaranya (raja) memperoleh
kedudukan berdasarkan hak waris secara turun temurun dan masa jabatannya tidak
ditentukan dalam batas waktu tertentu.
 Republik adalah bentuk pemerintahan yang kepala negaranya (lazim disebut Presiden)
memperoleh kedudukan karena dipilih melalui pemilihan dan memegang jabatannya
dalam kurun waktu tertentu.

Pembedaan atas dasar penunjukkan kepala negara yang dilakukan Leon Duguit itulah yang
banyak diterima dan dianut oleh negara–negara modern pada masa sekarang.

Otto Koellreutter.
Pandangan Otto Koellreutter sependapat dengan Leon Duguit. Ia membedakan Monarkhi dan
Republik atas dasar kreteria “Kesamaan” dan “Ketidak samaan”.

 Monarkhi : merupakan bentuk pemerintahan atas dasar ukuran ketidaksamaan yaitu


bahwa setiap orang tidak dapat menjadi kepala negara.
 Republik : merupakan bentuk pemerintahan berdasarkan kesamaan yaitu bahwa setiap
orang memiliki hak yang sama untuk menjadi kepala negara.

Selain kedua bentuk tersebut di atas, Otto Koellreutter menambahkan bentuk ketiga yaitu
Pemerintahan Otoriter (Autoritarien Fuhrerstaat) yaitu suatu pemerintahan yang dipegang
oleh satu orang yang bersifat mutlak. Dalam pemerintahan otoriter kepala negara diangkat
berdasarkan pemilihan, akan tetapi didalam berkuasa makin lama makin berkuasa secara mutlak.
Contoh : Jerman pada masa Hittler, Italia pada masa Musolini.

Macam–macam Monarkhi :

1. Monarkhi Absolut. Contoh : Perancis pada masa Louis XIV.


2. Monarkhi Konstitusional. Contoh antara lain Belanda, Inggris, Denmark, Perancis tahun
1771 – 1792, dsb.
3. Monarkhi Parlementer. Contoh antara lain : Inggris, Belanda, Belgia, Thailand, Jepang,
dsb.

Macam–macam Republik.

1. Republik Absolut (disebut juga Diktatur). Krenenburg menyebut dengan istilah


Autokrasi, sedangkan Otto Koellreuter menyebut dengan istilah Otoriter. Contoh :
Jerman pada masa Hittler, Uganda pada masa Idi Amin. Pada masa sekarang Autokrasi
modern dimanifestasikan dalam bentuk sistem satu partai (partai tunggal). Diktatur ada 4
macam yaitu : (a) Diktatur legal adalahpemerintahan yang dipimpin oleh seorang untuk
masa tertentu bila negara dalam keadaan bahaya; (b) Diktatur nyata adlalah
pemerintahan diktatur yang tidak bersifat legal dan negara masih bersifat demokrasi; (c)
Diktatur partai adalah pemerintahan yang didukung oleh satu partai; dan (d) Diktatur
proletar adalah pemerintahan yang didukung oleh kaum proletar (buruh dan petani kecil).
2. Republik Konstitusional. Contoh antara lain : Amerika Serikat, Indonesia berdasarkan
UUD 1945.
3. Republik Parlementer. Contoh antara lain : Indonesia pada KRIS 1949 dan UUDS 1950,
India, Pakistan, Israel, Perancis, dsb.

Anda mungkin juga menyukai