Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS KASUS KORUPSI OBLIGOR BLBI

(Bantuan Likuiditas Bank Indonesia )

Disusun oleh
Nama : Chyntia Andreane
Kelas : A
NPM : 20300029

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA


20222
KOMPAS.com - Obligor BLBI atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Sjamsul
Nursalim melunasi utangnya ke pemerintah untuk kredit yang dikucurkan ke eks PT
Bank Dewa Rutji.

“Satgas BLBI telah menerima pembayaran untuk penyelesaian kewajiban pemegang


saham BLBI atas obligor pemegang saham eks PT Bank Dewa Rutji, Sjamsul
Nursalim, sebesar Rp 367.723.869.934,70," kata Ketua Satgas BLBI, Rionald Silaban
dalam keterangannya dikutip pada Minggu (19/6/2022).

Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ini
menyebut, pihaknya juga telah menerima pembayaran dari Sjamsul Nursalim pada
tanggal 18 November 2021.

Pembayaran kedua pada 14 Juni 2022 tersebut tidak lantas membuat utang Sjamsul
Nursalim kepada pemerintah lunas. Ini karena pria yang menetap di Singapura itu
masih memiliki utang BLBI lain, yakni terkait kredit ke Bank Dagang Nasional
Indonesia (BDNI).

"Obligor BLBI ini sebelumnya, pada tanggal 18 November 2021 telah melakukan
pembayaran Rp 150.000.000.000,00 termasuk biaya administrasi 10 persen," beber
Rio
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019 pernah menetapkan Sjamsul dan
istrinya sebagai tersangka dan buron atas dugaan kasus korupsi dalam kewajiban
utang BDNI dalam BLBI sebesar Rp 4,8 triliun. Namun, status ini dicabut pada 2021.

BDNI merupakan salah satu dari 48 bank yang mendapat dana bantuan dari Bank
Indonesia saat krisis moneter 1997/1998.

Kronologi Kasus

1998
Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, saat krisis ekonomi 1998, banyak bank-
bank di Indonesia mengalami kesulitan likuiditas. Pemerintah lewat Bank Indonesia
(BI) kemudian mengucurkan uang negara sebagai pinjaman ke bank-bank tersebut,
kredit ini kemudian disebut dengan BLBI.

BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Bank Dagang
Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim merupakan salah satu bank yang
mendapatkan kucuan uang rakyat tersebut, yakni senilai Rp 47 triliun.

Kucuran dana dilakukan lewat Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA), di


mana BPPN mengambil alih saham dan pengelolaan BDNI.

Dalam MSAA tersebut, jumlah utang BDNI kepada pemerintah adalah sebesar Rp
47,2 triliun, dikurangi aset BDNI sebesar Rp 18,85 triliun, termasuk di dalamnya
pinjaman (piutang) BDNI kepada petampak udang Dipasena Lampung sebesar Rp 4,8
triliun. Aset BDNI dalam bentuk piutang ke petambak udang Dipasena tersebut,
diklaim Sjamsul Nursalim sebagai aset lancar yang seolah tidak bermasalah.
Dalam investigasi BPPN, ditemukan bahwa aset piutang petambak Dipasena tersebut
merupakan kredit macet sehingga Sjamsul Nursalim dianggap melakukan
misrepresentasi.

BPPN kemudian melayangkan surat yang menyatakan Sjamsul Nursalim melakukan


misrepresentasi dan memintanya untuk menggantinya dengan aset lain untuk
membayar utang BLBI, namun Sjamsul Nursalim menolak.

Selain itu, dalam penggunaannya dana BLBI, BDNI melakukan penyimpangan


sehingga BPPN mengkategorikannya sebagai bank yang melanggar hukum atau
bertransaksi tidak wajar yang menguntungkan pemegang saham.

2003
Dikutip dari Antara, BPPN kemudian menggelar rapat dengan pihak Sjamsul
Nursalim yang diwakili istrinya, Itjih Nursalim, guna menyelesaikan masalah piutang
petambak Dipasena.

Namun Itjih Nursalim berkukuh bahwa aset tersebut tak bermasalah dan pihaknya
tidak melakukan misrepresentasi.

2004
Masalah BDNI ini yang kemudian jadi polemik dan kemudian jadi penyelidikan kasus
korupsi di kemudian hari, adalah pemerintah saat itu yang mengeluarkan Surat
Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim.

Megawati Soekarnoputri sewaktu menjabat presiden, menyetujui pemberian Surat


Keterangan Lunas (SKL) kepada debitur penerima BLBI.

SKL tersebut ditandatangani oleh Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung lewat
surat nomor SKL-22/PKPS-BPPN/0404 perihal pemenuhan kewajiban pemegang
saham BDNI yang membuat hak tagih atas petambak udang Dipasena menjadi hilang.

Belakangan karena penerbitan SKL tersebut, Syafruddin kemudian divonis 15 tahun


penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Putusan itu memperberat hukuman 13
tahun penjara di tingkat Pengadilan Tipikor.

Masih dikutip dari Antara, BPPN kemudian menyerahkan petanggungjawaban aset


hak tagih Dipasena kepada Kementerian Keuangan yang kemudian diserahkan ke PT
Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA).

PPA melakukan penjualan hak tagih piutang Dipasena sebesar Rp 220 miliar,
padahal kewajiban atau utang Sjamsul Nursalim yang seharusnya diterima negara
adalah sebesar Rp 4,8 triliun.

Selisih kekurangan inilah yang kemudian dianggap sebagai kerugian negara sebesar
Rp 4,58 triliun.
2019
Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Syafruddin sebagai penerbit SKL
kemudian dinyatakan bebas alias tidak bersalah. Majelis hakim menilai tidak ada
tindak pidana yang dilakukan Syafruddin dalam menerbitkan SKL BLBI.

2021
KPK sempat mengajukan Peninjauan Kembali vonis lepas Syafruddin ke MA pada 17
Desember 2019. Namun, MA menolak upaya hukum luar biasa tersebut pada Juli
2020.

Karena dianggap tidak ada upaya hukum lain, maka KPK memutuskan mengeluarkan
penghentian penyidikan (SP3) atas kasus BLBI Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.

2022
Sjamsul Nursalim melalui kuasa hukumnya di Indonesia melakukan pelunasan utang
BLBI untuk Bank Dewa Rutji. Sementara untuk utang BLBI dari Bank BDNI yang
pernah dimiliki Samsul Nursalim, hingga saat ini masih terus ditagih pemerintah.

Identitas Pelaku
 Sjamsul Nursalim = pemegang saham eks PT Bank Dewa Rutji
 Itjih Sjamsul Nursalim = Istri dari Sjamsul Nursalim

Dasar hukum
Kejahatan bisnis perbankan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dilakukan
ketika uang bantuan BLBI tersebut umumnya bukannya digunakan untuk
menyehatkan manajemen dan kinerja perbankan nasional, melainkan telah
disalahgunakan untuk keperluan pribadi pemilik bank, sehingga merebaklah kejahatan
bisnis perbankan penyalahgunaan dana BLBI yang diarahkan ke tindak pidana
korupsi – memperkaya diri sendiri / kelompoknya dengan merugikan keuangan
negara dan hak-hak sosial masyarakat (Pasal 1, 2,3 dan 4 UU No. 31 tahun 1999
tentang Tindak Pidana Korupsi Jo perubahannya UU No. 20 tahun 2001 ) atau
setidak- tidaknya penggelapan (Pasal 327 KUHPidana) dan perbuatan
melanggar hukum (pasal 1365 KUH Perdata).
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

The 1law is meant to provide us all with the measure of safety we need
function and no matter what its imperfections, it it the best we have. (Morton
Bard and Dawn Sangery, The Crime Victim’s Book)

Politik kriminal merupakan suatu kebijakan atau usaha yang rasional untuk
menanggulangi kejahatan. Sebagai usaha untuk menanggulangi tindak pidana, maka
politik kriminal merupakan bagian dari politik sosial, yakni usaha setiap masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraan warganya2. Yang sering dilupakan orang adalah
seolah-olah terjadi pemisahan yang absolut antara penegakan hukum
pidana,penegakan hukum administrasi dan penegakan hukum perdata. Padahal dilihat
dari sistem hukum nasional, ketiga-tiganya mempunyai kedudukan sebagai sub-sistem
yang membawa konsekuensi tidak boleh bertentangan satu sama lain bahkan harus
saling mendukung.
Ahli hukum pidana, Sudarto menguraikan tersapat 3 arti mengenai kebijakan
kriminal :
1. Keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap
pelanggaran hukum yang berupa pidana (dalam arti sempit);
2. Keseluruhan fungsi dari aparat penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja
pengadilan dan polisi (dalam arti luas);
3. Keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-
badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari
masyarakat.3

1
Elias, Robert. (1986). The Politics of Victimizations, Victims,Victimology and Humans Rights,
New York : Oxford University Press.
2
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang 1995
3
Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti
Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

Kebijakan Kesejahteraan Masyarakat

Kebijakan Sosial
TUJUAN Kebijakan Perlindungan Masyarakat

Penegakan Hukum Pidana


Kebijakan Kriminal

Sarana Lain Bukan Pidana

Salah satu kebijakan masa reformasi yang masih menimbulkan


berbagai reaksi sampai saat ini adalah Instruksi Presiden No 8/2002 yang dikeluarkan
oleh mantan Presiden Megawati Soekaroputri, yaitu mengenai penanganan para
obligor atau debitur yang telah memenuhi kewajiban Penyelesaian Kewajiban
Pemegang Saham ( PKPS). Inpres tersebut menunjuk kepala Badan Penyehatan
Perbankan Nasional untuk membuat perjanjian penyelesaian yang didalamnya
memuat klausul release and discharge (jaminan pembebasan dari proses dan tuntutan
hukum
Upaya penanggulangan korupsi diperlukan suatu kebijakan sosial (social
policy) kemudian dijabarkan dalam kebijakan penegakan hukum (law enforcement
policy) dan pada tataran terumuskan dan ditegakkan dengan kebijakan pidana
(criminal policy)4. Dengan demikian tampak bahwa kebijakan pidana merupakan
bagian dari kebijakan penegakan hukum yang secara keseluruhan berada dalams uatu
sistem kebijakan sosial. Oleh karena itu kebijakan pidana harus memiliki sinkronisasi
dengan kebijakan penegakan hukum, sedangkan kebijakan penegakan hukum harpula
searah dan dijiwai oleh kebijakan sosial atau arah kebijakan penyelenggaraan negara
pada umumnya.

4
Lawrence M. Friedman, Ameican Law an Introduction (New York: W.W.Norton & Company , n.d.),4
Dalam tindak pidana khusus korupsi dalam korporasi menggunakan
pendekatan vicarious liabilities hal itu ditunjukkan dengan dapatnya suatu tindakan
dianggap telah dilakukan korporasi apabila tindakan itu diperbuat oleh orang yang
memliki hubungan pekerjaan dalam segala tingkat jabatan, bahkan hubungan lain
selain hubungan kerja selama tindakan itu dilakukan dalam suatu lingkungan
korporasi (pasal 20 ayat (2) UU Tindak Pidana Korupsi) yang menyatukan perbuatan
orang yang meiliki hubungan kerja atau hubugan lain selain hubungan pekerja adalah
perbuatan korporasi5. Maka knteks mens rea orang yang melakukan perbuatan pidan
itu juga teratribusikan menjadi mens rea dari korporasi. Bentuk bentuk korupsi
merupakan kerugian keuangan negara, suap, penggelapan, pemerasan, perbuatan
curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi.6
Para ahli hukum pidana memberikan pengertian melawan hukum dalam
makna yang beragam, Bemmelem mengartikan melawan hukum dengan dua
pengertian, yaitu ―sebagai bertentangan dengan ketelitian yang pantas dalam
pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau barang dan bertentangan dengan
kewajiban yang diterapkan oleh undang-undang.”7
Turunan dari peraturan tindak pidana korupsi tentunya muncul dari awal mula
aturan pidana di Indonesia yaitu Kitab Undang – Undang Hukum Pidana dan juga
Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, pada dasarnya, peraturan hukum
pidana sudah cukup memadai untuk penegakan kasus pidana di Indonesia tetapi,
karena kejahatan korupsi semakin marak dan korban yang ditimbulkan juga adalah
masyarakat Indonesia, jadi untuk tindak pidana korupsi dibuatkan peraturan khusus di
luar KUHP dan KUHAP yang disebut Undang Undang Tindak Pidana Korupsi( UU
Nomor 19 tahun 2019). KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), mulai bangkit/di
bentuknya badan pelaksana UU Tipikor KPK adalah sebenarnya wujud dari keresahan
masyarakat terhadap ketidak percayaannya dengan pejabat pelaksana di Indonesia,
jadi untuk meminimalisir adanya tindakan tindakan nepotisme dari seorang kepada
orang lain, maka di bentuklah badan pelaksana independen di Indonesia, dengan
harapan benar benar independen dalam melaksanakan tugasnya tanpa adanya
mementingkan kepentingan pribadi maupun suatu kelompok.

5
Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, Sistem Petanggungjawaban Pidana Perkembangan dan
Penerapan (Jakarta: Rajawali Press, 2015), 133
6
Unsur dari delik dalam UU Tindak Pidana Korupsi Jo Putusan MK No25/PUU-
XIV/2016
7
Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana (Jakarta: : Sinar Grafika, 2011), 141.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan pemegang
saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan
istrinya yang bernama Itjih Sjamsul Nursalim. Sjamsul Nursalim dan Itjih merupakan
tersangka dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kerugian
negara dalam kasus ini sejumlah 4,58 Triliun. Adanya penghentian ini merupakan
SP3 atau surat pemberitahuan penghentian penyidikan pertama yang dikeluarkan oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi.8
Ini merupakan kali pertama KPK mengeluarkan SP3 sejak diberlakukannya
UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK atau UU KPK hasil revisi. KPK sebelumnya
sudah melakukan penyidikan sejak 2 Oktober 2017. Saat itu, salah satu tersangka,
Syafruddin Arsyad Tumenggung sempat menjalani pengadilan tingkat pertama.
Selanjutnya sesuai dengan putusan nomor 39/Pidsus-TPK/2018/PN.JKT.PST,
Syafruddin dijatuhi pidana penjara 13 tahun dan denda Rp. 700 Juta. Namun dia
mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi hingga akhirnya masa hukumannya
menjadi 15 tahun dan denda sebesar Rp 1 M. Tidak terima Syafruddin kemudian
mengajikan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung. Kemudian MA
mengabulkan kasasi yang diajukan Syafruddin pada 9 Juli 2019 lalu, MA
membatalkan putusan di pengadilan tingkat sebelumnya, meski telah megajukan
peninjauan kembali namun permohonan itu ditolak.9
Dalam hukum acara pidana10, SP3 pada sistem peradilan pidana ada screening
system yakni harus melihat tidak semua perkara masuk dalam sistem kemudian harus
keluar dengan putusan pidana, dengan begitu maka ini karena ada yang namanya
screening system.11

8
Irfan Kamil, “SP3 Perdana KPK, Penghentian Penyidikan Sjamsul Nursalim di Kasus BLBI Halaman all -
Kompas.com,” last modified 2021, diakses Juni 11,
2021,https://nasional.kompas.com/read/2021/04/01/19190721/sp3-perdana-kpk-penghentian-penyidikan-
sjamsul nursalim-di-kasus-blbi?page=all.
9
Rizkiyan Adhiyudha,”Ini Alasan KPK Hentikan Penyidikan Kasus BLBI |
Republika Online,” last modified 2021, diakses Juni 11, 2021
https:// www.replubika.co.id/berita/qqvwif345/ini-alasan-kpk-hentikan-penyidikan-kasus-blbi.
10
Pasal 109 ayat (2) KUHAP
11
Diskusi tepatkah SP3 kasus BLBI oleh UII 14/04/2021
Pasal 40 ayat (1) UU 19/2019 KPK sangat berbeda dengan aturan sebelumnya
pada pasal 40 UU tahun 2002. Di aturan lama, Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK)
tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan SP3 atau surat
keterangan penghentian penuntutan SKP2 dalam penanganan perkara tindak pidana
korupsi.
Limitasi waktu penyidikan pada pasal 40 ayat (1) UU 19/2019 KPK dapat
menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi
yang penyidikan dan penuntukan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang
penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 tahun.
Pasal 109 ayat (2) KUHAP dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak
terdapat cukup bukti, bukan merupakan tindak pidana dan dihentikan demi hukum.
Kejahatan bisnis BLBI ini melibatkan uang dengan jumlah yang tidak
tanggung- tanggung yaitu triliunan rupiah, dan sebagai pemilik bank yang telah
menjarah uang milik negara/rakyat “tak berdosa” tersebut melarikan diri ke luar
negeri, ada yang sakit dan bahkan sudah meninggal di luar negeri, sementara
uangnya tetap raib. Tidak heran jika banyak orang menyebut- sebut bahwa BLBI
merupakan kejahatan hukum bisnis terbesar di abad ke- 20.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia lahir dalam situasi yang sama. Ketika
krisis ekonomi melanda Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar merosot tajam,
ekspor-impor menurun, pada tanggal 3 September 1997, Presiden menginstruksikan
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia untuk membantu bank nasional
yang sakit dan likuiditasnya kurang. Selain itu, memberikan opsi untuk digabung
dengan bank-bank yang sehat atau jika tidak berhasil juga, fokus utama adalah
melindungi deposan.12

B. Rumusan Masalah
1. Berapa banyak dana yang disalahgunakan oleh Sjamsul Nursalim ?
2. Bagaimana skema penyelesaian kasus BLBI ?
3. Siapa saja obligor yang mendapat Release dan Discharge?
4. Bagaimana Kejaksaan Agung menangani kasus BLBI ?

12
Mengurai Benang Kusut BLBI, Jilid II, Bank Indonesia, 2001.
BAB II
PEMBAHASAN

Dana yang disalahgunakan itu tidak tanggung-tanggung, yaitu sampai Rp


138.000.000.000.000,0 (seratus tiga puluh delapan triliun rupiah), berdasarkan hasil
audit BPK yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.13
1.Ada yang oleh bank penerima BLBI menggunakan dana BLBI tersebut untuk
keperluan membeli devisa dan memindahkan aset ke luar negeri.
2.Ada membayar pinjaman bawaan kepada kelompoknya.
3.Memberikan pinjaman baru.
4.Membawanya kepasar uang.
5.Membiayai operasional bank.
Jumlah BLBI yang jatuh kepada pemiliknya atau kelompoknya sendiri adalah
sebagai berikut:
a.Di Bank Central Asia (BCA), sebesar 60 % (enam puluh persen)
b.Di Bank Danamon, sebsar 60 % (enam puluh persen)
c.Di Bank Umum Nasional (BUN), sebesar 78 % (tujuh puluh delapan persen)
d.Di Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) sebesar 91 % (sembilan puluh satu
persen).
Dana BLBI sejumlah Rp 145.000.000.000.000,00 (seratus empat puluh lima
triliun rupiah) tersebut diberikan kepada 48 (empat puluh delapan) bank swasta
nasional tetapi porsi yang paling banyak diterima oleh :

a.BCA, milik Liem Sioe Liong.


b.Bank Danamon, milik Usman Admadjaja.
c.Bank Umum Nasional, Milik Bob Hasan.
d.BDNI, milik Syamsul Nursalim

13
Munir Fuady: 106;2004
Tabel Daftar 20 Bank dari 54 bank Penerima BLBI14

NO BANK JUMLAH BLBI % Penanggung jawab


1. Bank Dagang Nasional 37.039.76 25,63 Sjamsyul nursalim
Indonesia
2. Bank Central Asia 25.596,28 18,40 Sudono salim
3. Bank Danamon 23.118,38 15,99 Usman atmadjaja
4. Bank Umum Nasional 12.057,95 8,35 M.hasan K.O
5. Bank Indonesia Raya 4.018,24 2,78 Atang latief
6. Bank Harapan Sentosa 3.866,18 2,67 Hendra raharja
7. Bank Nusa Nasional 3.020,32 2,09 -
8. Bank Tiara Asia 2.99,24 2,01 -
9. Bank Modern 2.557,69 1,77 Samadikun.h
10. Bank Pesona (d/h Bank 2.334,89 1,62 Sigit harjo.j
Utama)
11. Bank Pacific 2.133,37 1,48 Hendrik wilem
12. Bank Asia Pacific 2.054,97 1,42 Yhomas suyatno
13. Bank PDFCI 1.995,00 1,38 -
14. Bank Pelita 1.989,83 1,38 Hashim
15. Bank PSP 1.938,95 1,34 Slamet.S
16. Sejahtera Bank Umum 1.687,35 1,17 Hasudungan.T
17. Bank surya 1.653,75 1,14 H.suudwi katmono
18. Bank Central Dagang 1.403,49 0,97 Samhandojo
19. Bank Papan 928,91 0,64 Hasim
20. Bank Picorinvest 917,85 0,64 Dedy nurjaman

Persoalan penyalahgunaan dana BLBI tersebut di atas mulai terkuak


manakala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit
untuk neraca Bank Indonesia dan menghasilkan opini yang “disclaimer” per 14 Mei
1999, masalah penyalahgunaan penyaluran BLBI tersebut. Sebagai akibat
opini disclaimer tersebut, maka DPR meminta BPK untuk melakukan audit
investigasi atas BLBI ini, yang akhirnya hasilnya ke luar angka penyalahgunaan
sebesar Rp 138.000.000.000.000,00 (seratus tiga puluh delapan triliun rupiah) atau
96 % (sembilan puluh enam persen) dari keseluruhan dana BLBI yang telah
dikucurkan bank Indonesia/Pemerintah, yaitu sejumlah 145.000.000.000.000,00
(seratus empat puluh lima triliun rupiah).

14
https://www.asumsi.co/post/61573/daftar-penerima-dana-blbi-dari-tommy-soeharto-hingga-sjamsul-
nursalim/
Penyalahgunaan dana BLBI tersebut diatas BLBI merupakan suatu bentuk
tindak pidana ekonomi perbankan/ kejahatan hukum bisins / kejahatan white Collar
Crime. Istilah White collar crime pertama kali digunakan oleh Edwin Sutherland
pada tahun 1939 dalam bukunya berjudul “ white collar criminality”15.
Adapun white collar crime yang dilakukan oleh para bankir milik
Pemerintah/Swasta dalam kasus BLBI tersebut di atas antara lain :16
1. Ada konspirasi dalam penerbitan BLBI antara para penerbitnya dan pihak
penerimanya.
2. BLBI diberikan kepada pihak yang tidak pantas.
3. BLBI diarahkan untuk diberikan kepada pihak tertentu.
4. BLBI diberikan dengan jumlah yang melebihi dari yang sepantasnya.
5. Penyelesaian masalah perdata BLBI (release and discahrge /MRNIA), yang dalam
hal ini dilakukan dengan mengembalikan seluruh dana BLBI kepada pemerintah,
tidak menghapuskan ancaman pidana terhadap penerima BLBI.
6. Penggelembungan (mark up) nilai aset jaminan yang diserahkan kepada pemerintah
secara sangat signifikan. Bayangkan, jaminan aset yang dikatakan bernilai Rp
129.400.000.000.000,00 (seratus dua puluh sembilan triliun empat ratus miliar rupiah),
ternyata nilai cessie komersilnya hanya berjumlah Rp 12.300.000.000.000,00 (dua
belas triliun tiga ratus miliar rupiah).
7. Penyimpangan dalam penyaluran dana BLBI kepada Bank beku Operasi (BBO),
Bank take Over (BTO), Bank Beku Kegiatan Usaha (BKU) dan Bank Dalam
Likuidasi (BDL) antara lain dalam bentuk penytimpangan dalam enyaluran dana
talangan rupiah/ valuta asing/ fasiltas diskonto dan surat berharga pasar uang.
8. Dana BLBI oleh penerimanya telah disalahgunakan untuk tujuan sebagai berikut:
 Ada yang oleh bank penerima BLBI menggunakan dana BLBI untuk keperluan
membeli devisa dan memindahkan asset ke luar negeri.
 Ada membayar pinjaman bawaan kepada kelompoknya.
 Memberikan pinjaman baru.
 Membawanya ke pasar uang.
 Membiayai operasional bank

15
Muhammad Djumhana: 452 : 2003
16
Munir fuady:110:2004
Tabel skema penyelesaian kasus BLBI17

Perjanjian MSAA ditandatangani oleh lima obligor yaitu Anthony Salim, Sjamsul
Nursalim, M Hasan, Sudwikatmono dan Ibrahim Risyad. Total program MSAA
adalag Rp 85,9 triliun
Perjanjian MRNIA ditandatangani oleh empat obligor yaitu Usman Admajaja,
Kaharudin Ongko, Samadikun Hartono dan Ho Kiarto, Totalnya mencapai Rp 23,8
triliun
Pada periode Pemerintah BJ Habibie, sebanyak 65 bank dalam penyehatan (BPD)
dikelola BPPN dimana 10 di antaranya adalah bank beku operasi (BBO), 42 bank
beku kegiatan usaha (BBKU), 13 bank take over (BTO)

Dengan terbitnya R&D, maka para debitor diberikan kesempatan untuk


memnunaikan kewajibannya melalui penandatanganan PKPS. Setelah itu dibebaskan
dari gugatan hukum, baik perdata maupun pidana. Kebijakan ini dimaksudkan untuk
menggugah para debitor agar mempunyai semangat dan itikad baik untuk melunasi
utangnya kepada negara.

Tabel Daftar Obligor yang mendapat Release and Discharge18


NO NAMA OBLIGOR KEWAJIBAN PENGEMBALIAN
1. ANTHONY SALIM Rp 52,7 T Rp 19,4 T (37%)
2. SJAMSUL NURSALIM Rp 28,4 T Rp 4,9 T (17,3%)
3. M HASAN Rp 6,2 T Rp1,7 T (27,4%)
4. SUDWIKATMONO Rp 1,9 T Rp713 M (37,4%)
5. IBRAHIM RISJAD Rp 664,1 M Rp370,8 M (55,7%)

17
Sumber: Jawaban Pemerintah 12 Februari 2008
18
Sumber: Jawaban Pemerintah 12 Februari 2008
Kebijakan ini mengandung pro dan kontra dari berbagai pihak. Salah satu
pihak yang cukup keras menolak kebijakan itu datang dari Koalisi Tolak
Pengampunan Konglomerat Pengemplang Utang ( KTPKU) yang akan melakukan
judicial review terhadap Inpres tersebut. Namun, tidak sedikit pula pihak yang
memahami keluarnya kebijakan yang dimaksud, salah satunya adalah mantan Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra, yang berpendapat bahwa
pemerintah dalam hal ini harus konsisten menjalankan isi dari perjanjian yang telah
mereka buat bersama pemegang saham.19
Dengan demikian, kebijaksanaan bantuan dan jaminan pemerintah dalam
bentuk BLBI ( Kepres No. 26 tahun 1998)20 , yang mempunyai tujuan utamanya
untuk menyehatkan manajemen dan kinerja perbankan nasional..Dana talangan Bank
Indonesia dalam bentuk BLBI tersebut merupakan hal yang wajar- wajar saja
dilakukan oleh Bank Indonesia selakuthe lender of the last resort. Masalahnya adalah
ketika uang, yang sebenarnya dari pemerintah, yang berarti uang rakyat tersebut
disalahgunakan oleh pemilik bank, yaitu digunakan untuk kepentingan pribadi
pemilik bank, dan setelah itu melarikan diri ke luar negeri, sedangkan banknya tetap
saja dibiarkan dalam keadaan sekarat. Sehingga pelanggaraan terhadap peraturan per
undang-undangan tentang penerbitan BLBI tersebut dapat dikategorikan sebagai
perbuatan melanggar hukum / pebutan tindak pidana korupsi sebgaimana disampaikan
Prof Ramli Atmasasmita,SH LLM dan Prof Djuhaendah hasan SH tersebut di atas.
Sehingga penylesaian kasus BLBI tersebut seyogya diselesaikan berdasarkan hukum
karena Indonesia berdasarkan negara hukum (recht state) dan bukan berdasarkan
politis. Indonesia bukan negara kekuasaan / power ( mach state) karena power trend
to corupt sehingga indonesia dibentuk berdasarkan hukum ( rech state) oleh
founding father bangsa Indonesia, Soekarno – Hatta, yang mencita-citakan
kesejahteran bagi seluruh rakyat indonesia ( pasal 33 UUD 1945 amandemen ke-4),
yang merupakan pemikiran dan konsep Bapak Koperasi dan
penentang awal terjadinya Korupsi di Indoensia di era rezim Orba
karenanya bagi penyelenggara pemerintrah yang bersih dari KKN ( clean
government) diberikan Hatta Award, seperti Gubernur Sumbar, Gunawan Fauzi.

19
Sanjaya, Rahmat. (2003). Aspek Hukum dari Rencana Pemberian Release and Discharge pada
Debitur Pemegang Saham. Tesis Magister tidak diterbitkan, Depok: Universitas Indonesia.
20
Kerpres No 26 Tahun 1998
Tabel penanganan kasus BLBI oleh Kejaksaan Agung
Nama Terdakwa/terpidana Tahap penyelesaian Keterangan
Tiga direksi BI: (Heru Putusan MA 10 Juni Inkracht dan sudah di
Supraptomo (alm), 2005: (Penjara satu eksekusi
Hendrobudiyanto, Paul setengah tahun;denda Rp
Soetopo) 20 J subsidi 2 bulan )
Dua Obligor Pemegang Saham Pengendali (PSP) MRNIA yang Non-Kooperatif
I Gede Darmawan- Bank Penuntutan Belum dilimpahkan ke
Aken (BBKU-kerugian PN, terdakwa sakit stroke
negara Rp167,38M)
David Nusa Wijaya- Bank Putusan MA 23 Juli 2003: Inkracht, telah dieksekusi
Umum Servitia (BBKU- (penjara 8 tahunn; denda (sempat buron dan
kerugian negara Rp3,3 T) Rp 30 J; uang pengganti ditangkap di AS)
1,292 T)
Dua Obligor Pemegang Saham Pengendali (PSP) APU yang Non-Kooperatif
Leonard Tanubrata dan Putusan MA 1 September Inkracht
Kaharudin Ongko-PT Bank 2004: Leonard lepas dari
Umum Nasional (BBO- segala tuntutan hukum,
kerugian negara Rp 2,6 T) Ongko bebas dari segala
dakwaan
Samadikun Hartono-Bank Putusan MA 28 Mei 2002: Inkracht, belum
Modern (BBO-kerugian (penjara 4 tahun; denda dieksekusi karena
negara Rp2,6 T) Rp 20 J subsidi 4 terpidana melarikan diri
bulan;uang pengganti Rp
169,473 M, biaya perkara
Rp2.500
Satu Obligor Pemegang Saham Pengendali (PSP KKSK yang Non-Kooperatif-15
November 2003
Agus Anwar-Bank Pelita Penuntutan Ditunda pelimpahan
(BBO-kerugian negara Rp perkaranya ke PN
557M) menunggu penyesuaian
dari Menkeu
(KP2LN/PUPN)
Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dan anggota kabinet yang
menyetujui pemberian release and discharge (R&D) tampaknya perlu belajar dari
sejarah. Khususnya, sejarah pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI),
yang merupakan salah satu sumber permasalahan utang konglomerat dalam skema
PKPS. Dalam kasus BLBI, sebelum 3 September 1997, Presiden Soeharto
memberikan petunjuk agar Bank Indonesia (BI) tidak melikuidasi bank selama
periode Pemilu Mei 1997 hingga Sidang Umum MPR Maret 1998. Oleh Rapat
Direksi BI 15 Agustus 1997, petunjuk tersebut diterjemahkan dalam bentuk
dispensasi terhadap sanksi skorsing bagi bank-bank yang kalah kliring. Pada 3
September 1997, sidang kabinet Ekkuwasbang dan Prodis memutuskan 10 langkah
peningkatan ketahanan ekonomi nasional, termasuk pemberian bantuan likuiditas bagi
banl-bank yang mengalami mismatch.
Oleh karena BI tidak independen dari kabinet (belum ada UU No 23 Tahun
1999 tentang BI), keputusan ini dilaksanakan. Akibatnya, Presiden Soeharto dan
konglomerat penerima BLBI ternyata 100 persen lolos dari jerat hukum. Hanya Bob
Hasan yang masuk penjara, itu pun bukan karena kasus BLBI. Lalu, siapa yang
sampai sekarang masih berusaha dengan pengadilan? Ternyata, justru para direksi
BLBI yang menandatangani keputusan BLBI. Bahkan, bukan tidak mungkin Menteri
Keuanggan (Menkeu) Boediono pun, sebagai salah satu mantan direksi BI, suatu saat
dipermasalahkan secara hukum.21

21
Wibowo, Drajad H. (2002). Sebuah Tragedi Ekonomi bernama “Release and Discharge”.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/23/ekonomi/sebu14.htm.
BAB III
PENUTUP

Penyalahgunaan dana BLBI tersebut di atas merupakan suatu bentuk


kejahatan hukum bisnis yang disebut kejahatan kerah putih / “ white collar crime” /
tindak pidana ekonomi perbankan/ perbuatan melanggar hukum ( 1365 KUH Perdata
dan tindak pidana korupsi dan penggelapan.. Oleh karena itu , guna memerangi
kejahatan hukum bisnis “ white collar crimer” tersebut, maka ke depannya
perlu penegakan hukum atau law enforcement” meskipun langit akan runtuh esok
hari, penegakan prinsip-prinsip etika bisnis dan good corporate governance dan good
governance di Indonesia. Dan semuanya itu, tergantung dari good will dan political
wil Pemerintah, pelaku bisnis/ Swasta dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/23/ekonomi/sebu14.htm.
Sanjaya, Rahmat. (2003). Aspek Hukum dari Rencana Pemberian Release and
Discharge pada Debitur Pemegang Saham. Tesis Magister tidak diterbitkan,
Depok: Universitas Indonesia.
https://www.asumsi.co/post/61573/daftar-penerima-dana-blbi-dari-tommy-soeharto-
hingga-sjamsul-nursalim.
Irfan Kamil, “SP3 Perdana KPK, Penghentian Penyidikan Sjamsul Nursalim di Kasus
BLBI Halaman all - Kompas.com,” last modified 2021, diakses Juni 11,
2021,https://nasional.kompas.com/read/2021/04/01/19190721/sp3-perdana-kpk-
penghentian-penyidikan-sjamsul nursalim-di-kasus-blbi?page=all.
Rizkiyan Adhiyudha,”Ini Alasan KPK Hentikan Penyidikan Kasus BLBI |
Republika Online,” last modified 2021, diakses Juni 11, 2021
https://www.replubika.co.id/berita/qqvwif345/ini-alasan-kpk-hentikan-penyidikan-
kasus-blbi.
Elias, Robert. (1986). The Politics of Victimizations, Victims,Victimology and
Humans Rights,New York : Oxford University Press.
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang 1995
Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya
Bakti

Anda mungkin juga menyukai