Anda di halaman 1dari 17

RESUME

HUBUNGAN MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


DENGAN PENINGKATAN WAWASAN KEBANGSAAN DAN
SEMANGAT NAHSIONALISME MAHASISWA

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu bidang kajian dalam konteks


pendidikan nasional yang memiliki peran strategis untuk meningkatkan kembali wawasan
kebangsaan dan semangat nasionalisme mahasiswa. Karena itu, untuk memperkuat peran
Pendidikan Kewarganegaraan, maka pemerintah mewajibkan diberikan pada setiap satuan
pendidikan termasuk perguruan tinggi. Sebagaimana dalam pasal 37 ayat (1) Undang-Undang
No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa “Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Jika dikaji lebih jauh maka pemerintah
melalui undang undang tersebut memiliki tujuan menyiapkan generasi muda (mahasiswa)
agar memiliki wawasan kebangsan dan semangat nasionalisme, karena mahasiwa merupakan
kader bangsa yang akan meneruskan tonggak kepemimpinan bangsa dan negara Indonesia.
Karena itu, negara bertanggung jawab untuk mempersiapkan generasi muda/mahasiswa yang
memiliki wawasan kebangsaan yang tinggi dan juga memiliki semangat nasionalisme dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Wawasan Kebangsaan pada hekekatnya merupakan suatu pandangan atau cara
pandang yang mencerminkan sikap dan kepribadian bangsa Indonesia yang memiliki rasa
cinta tanah air, menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan, memiliki rasa kebersamaan
sebagai bangsa untuk membangun Indonesia menuju masa depan yang lebih baik, di tengah
persaingan dunia yang globalistik, tanpa harus kehilangan akar budaya dan nilai-nilai dasar
Pancasila yang telah kita miliki. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 angka 1
Permendagri No.71 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendidikan Wawasan Kebangsaan yaitu
cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah yang dilandasi Pancasila, UUD Negara Republik
Indonesia 1945, Bhinneka tunggal ika, dan Negara Kesatuan RI.
Wawasan kebangsaan meliputi mawas ke dalam dan mawas ke luar. Mawas ke dalam
artinya memandang kepada diri bangsa Indonesia sendiri yang memiliki wilayah tanah air
yang luas, jumlah penduduk yang banyak, keanekaragaman budaya dan lain-lain, harus
diletakan dalam satu pandangan yang mendasarkan pada kepentingan bersama sebagai
bangsa. Mawas ke luar, yaitu memandang terhadap lingkungan sekitar Negara-negara
tetangga dan dunia internasional. Bangsa Indonesia harus memiliki integritas dan kredibilitas
yang kuat dalam memainkan perannya di dunia internasional sebagai bangsa yang berdaulat
dan bermartabat.
Wawasan kebangsaan sebagai salah satu aktualisasi nilai-nilai dasar kebangkitan
nasional perlu ditularkan kepada seluruh rakyat Indonesia lintas generasi untuk
memperkokoh ketahanan bangsa di era globalisasi. Hal ini dikarenakan Wawasan
Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam
mengekspresikan jati diri bangsa di tengah tatanan kehidupan dunia. Wawasan Kebangsaan
juga mencerminkan hasrat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur dalam kebersamaan untuk mengatasi semua hambatan dan
tantangan, baik dari luar maupun dari dalam negeri, termasuk rasa kebersamaan dalam
menghadapi ancaman separatisme dan radikalisme yang dapat membahayakan persatuan dan
kesatuan bangsa.
Wawasan kebangsaan Indonesia mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar
menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di
atas kepentingan pribadi dan golongan. Diharapkan manusia Indonesia sanggup dan rela
berkorban untuk kepentingan bangsa. Berkaitan dengan itu hendaknya dipupuk penghargaan
terhadap martabat manusia, cinta kepada tanah air dan bangsa. Wawasan kebangsaan
mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian rupa sehingga asas Bhinneka tunggal ika
dipertahankan. Persatuan tidak boleh mematikan keanekaan dan kemajemukan. Sebaliknya
keanekaan dan kemajemukan tidak boleh menjadi pemecah belah namun menjadi kekuatan
yang memperkaya persatuan. Sedangkan semangat nasionalisme yang juga harus dimiliki
oleh mahasiswa yaitu “semangat kebersamaan untuk membangun masa depan yang lebih
sejahtera bagi seluru warga negara Indonesia, dengan tidak membedakan suku, agama, ras,
warna kulit, gender atau golongan” (Lemhanas, hlm.107).
Pendidikan kewarganegaraan (citizenship education) memiliki peran penting dalam
suatu kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia juga
berkontiribusi penting dalam menunjang tujuan bernegara Indonesia. Pendidikan
kewarganegaraan secara sistematik adalah dalam rangka perwujudan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 Pendidikan kewarganegaraan
berkaitan dan berjalan seiring dengan perjalanan pembangunan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pendidikan kewarganegaraan merupakan bagian integral dari ide, instrumentasi,
dan praksis kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia (Udin
Winataputra, 2008). Bahkan dikatakan, pendidikan nasional kita hakikatnya adalah
pendidikan kewarganegaraan agar dilahirkan warga negara Indonesia yang berkualitas baik
dalam disiplin sosial dan nasional, dalam etos kerja, dalam produktivitas kerja, dalam
kemampuan intelektual dan profesional, dalam tanggung jawab kemasyarakatan, kebangsaan,
kemanusiaan serta dalam moral, karakter dan kepribadian (Soedijarto, 2008).
Melalui pendidikan kewarganegaraan, warga negara Republik Indonesia diharapkan
mampu memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan konisten cita-cita dan
tujuan nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945.

https://ejournal.upi.edu/index.php/jpis/article/download/1455/1003
RESUME
INOVASI PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN PROSES DAN
PENTINGNYA BELAJAR BAHASA INDONESIA BAGI MAHASISWA

Di masa ini masih banyak guru yang menggunakan teknik pembelajaran secara teoretis
dan hafalan, sehingga kegiatan pembelajaran cenderung berlangsung kaku, monoton, dan
membosankan. Terkhusus pada pelajaran bahasa Indonesia, materi yang disampaikan
nyatanya masih belum mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional,
kognitif, dan afektif. Penggunaan metode pembelajaran yang masih konvensional itulah yang
berimbas pada tingkat penguasaan materi pelajaran bahasa Indonesia siswa yang masih
rendah. Lebih jauh, kondisi pembelajaran semacam ini merupakan bentuk kegagalan siswa
dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan kebahasaan, serta sikap positif
terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kondisi seperti ini dapat diatasi
dengan menerapkan inovasi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam
melaksanakan pembelajaran bahasa Indonesia melalui pendekatan proses, yang tertuang ke
dalam empat aspek keterampilan berbahasa Indonesia, yakni keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis.
6 Model Pembelajaran Inovatif bagi Siswa
1. Discovery-Inquiry.
2. Flipped classroom.
3. Project based learning.
4. Blended learning dengan blog.
5. Berbasis gim.
6. Self organized learning environments (sole)
Jadi inovasi pembelajaran adalah proses belajar pada siswa yang dirancang ,
dikembangkan, dan dikelola dengan kreatif dan menerapkan berbagai macam pendekatan
ke arah yang lebih baik untuk menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang
kondusif terhadap siswa.
Langkah-langkah :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya
permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban.
3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang.
4. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi.

Model pembelajaran:
1. Model pembelajaran langsung.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah.
3. Model pembelajaran kontekstual.
4. Model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Pembelajaran
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT)
Belajar bahasa Indonesia menambah wawasan dan pengetahuan kita. Banyak yang
bisa kita pelajari dalam bahasa Indonesia, seperti huruf, tanda baca, kalimat, paragraf, dan
masih banyak lagi. Dalam bahasa Indonesia, kita juga mempelajari beragam karya sastra,
seperti pantun, puisi dan lainnya.
Jadi inovasi pembelajaran adalah proses belajar pada siswa yang dirancang ,
dikembangkan, dan dikelola dengan kreatif dan menerapkan berbagai macam pendekatan
ke arah yang lebih baik untuk menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang
kondusif terhadap siswa.
Intinya kenapa harus belajar Bahasa Indonesia di perguruan tinggi ? jawabannya
adalah agar memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai standar penulisan
ilmiah yang jadi tugas akhir.
Pentingnya belajar bahasa Indonesia bagi mahasiswa
Bahasa adalah alat yang digunakan untuk berkomunikasi oleh para anggota suatu
kelompok sosial. Kata bahasa Inggris “language” diturunkan dari Indo-Eropa “lidah,
perkataan, bahasa” lewat Bahasa latin lingua, “bahasalidah”, dan Perancis Tua langage
“bahasa”. Kata tersebut terkadang digunakan untuk mengacu pada kode, sandi dan bentuk
lain dari sistem komunikasi yang dibentuk secara artifisial seperti yang digunakan pada
pemrograman komputer. Kajian ilmiah terhadap bahasa disebut dengan linguistik. Makna
bahasa dalam hal ini adalah suatu sistem dari isyarat untuk menyandikan dan
menterjemahkan informasi. Sebagai objek kajian linguistik, “bahasa” memiliki 2 arti
dasar: sebagai sebuah konsep abstrak, dan sebagai sebuah sistem linguistik yang spesifik.
Bahasa Indonesia adalah contoh dari makna bahasa sebagai sebuah sistem linguistik yang
spesifik.

Tujuan dari bahasa itu sendiri adalah menyampaikan maksud atau kemauan kepada lawan
bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat
istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya
dengan segala bentuk masyarakat. Bahasa manusia unik karena memiliki properti-properti
produktivitas, rekursif, dan pergeseran, dan karena ia secara keseluruhan bergantung pada
konvensi sosial, dan pembelajaran. Strukturnya yang kompleks mampu memberikan
kemungkinan ekspresi, dan penggunaan yang lebih luas dibandingkan sistem komunikasi
hewan yang diketahui.

Bahasa diperkirakan berasal sejak hominin mulai secara bertahap mengubah sistem
komunikasi primata mereka, memperoleh kemampuan untuk membentuk suatu teori
pikiran dan intensionalitas berbagi. Perkembangan tersebut terkadang diperkirakan
bersamaan dengan meningkatnya volume otak, dan banyak ahli bahasa melihat struktur
bahasa telah berkembang untuk melayani fungsi sosial, dan komunikatif tertentu.
Manusia mengakuisisi bahasa lewat interaksi sosial pada masa balita, dan anak-anak
sudah dapat berbicara secara fasih kurang lebih umur tiga tahun. Penggunaan bahasa telah
berakar dalam kultur manusia. Oleh karena itu, selain digunakan untuk berkomunikasi,
bahasa juga memiliki banyak fungsi sosial, dan kultural, seperti untuk menandakan
identitas suatu kelompok, stratifikasi sosial, dan untuk dandanan sosial dan hiburan.
Bahasa merupakan tanda yang jelas dari kepribadian manusia. Melalui bahasa yang
digunakan manusia, maka dapat memahami karakter, keinginan, motif, latar belakang
pendidikan, kehidupan sosial, pergaulan dan adat istiadat manusia. Bahasa memiliki
beberapa fungsi umum yaitu bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa sebagai alat ekspresi
diri. Bahasa sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Sebagai alat kontrol sosial. Sifat
bahasa adalah sistemis yaitu terdiri atas pola-pola yang beraturan dan saling berkaitan,
arbitrer yaitu bentuk dan makna bersifat mana suka sesuai dengan masyarakat
pemakainya, konvensional yaitu bentuk dan makna ditentukan berdasarkan kesepakatan
masyarakat pemakai, dinamis yaitu bentuk dan makna berkembang/berubah sesuai
perkembangan. Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar
agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan
pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Bahasa
Indonesia yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten.
Penggunaan bahasa yang baik dan benar harus dikuasai dengan baik dan benar untuk
mewujudkan komunikasi yang sesuai dengan konteks, keadaan (formal atau tidak
formal), tepat sasaran.
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik
Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa
yang bagi orang Indonesia khususnya dipakai dalam kehidupan sehari-hari dan telah
menjadi bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bahasa Indonesia
diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari
sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa
Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja. Penamaan “Bahasa Indonesia” diawali sejak
dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan
“imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini
menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang
digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun dipahami
dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa
ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan bahasa
daerah yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Bahasa Indonesia digunakan sangat luas
di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi,
dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia
digunakan oleh semua warga Indonesia.
Pada perguruan-perguruan tinggi khususnya untuk mahasiswa sistem informasi, bahasa
Indonesia memiliki manfaat yang sangat penting pada ruang lingkup sistem informasi.
Dalam jurusan sistem informasi bahasa Indonesia sangat lah penting, untuk menulis
sebuah data atau sebuah informasi dibutuhkan bahasa Indonesia yang baik agar bisa
dipahami berbagai kalangan. Sistem informasi adalah gabungan yang terorganisasi dari
manusia, perangkat lunak, perangkat keras, jaringan komunikasi dan sumber data dalam
mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam organisasi. Sistem
informasi merupakan suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan
kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan
kegiatan strategi dari suatu organisasi. Dalam menyediakan laporan-laporan yang
diperlukan pihak luar sehingga bahasa Indonesia yang baik sangat berperan dalam jurusan
sistem informasi ini.
Selain itu bahasa Indonesia penting untuk dipelajari diperguruan tinggi oleh mahasiswa
sistem informasi, dikarenakan setiap mahasiswa berasal dari berbagai daerah di
Indonesia. Kemudian, bahasa Indonesia sebagai panduan untuk penyusunan dan
penggunaan tata bahasa yang baik dan benar dalam komunikasi ilmiah (skripsi, tesis,
disertasi, dll). Dalam suatu karya ilmiah, penggunaan bahasa memiliki arti yang sangat
penting. Bahasa adalah alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun
tertulis. Untuk penggunaan bahasa dalam suatu karya ilmiah berarti menitikberatkan
suatu bahasa sebagai alat komunikasi berupa tulisan. Karena itu, penggunaan bahasa
dalam karya ilmiah sangatlah penting. Pengertian dari karya ilmiah sendiri adalah laporan
tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah
dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan.
Terdapat berbagai jenis karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar
atau simposium , artikel jurnal, yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk
dari kegiatan ilmuwan. Selain itu mempelajari bahasa Indonesia bagi mahasiswa di
universitas sama halnya seperti mempelajari mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA,
namun pembahasan di universitas lebih spesifik dan mendalam.
Dalam mata kuliah bahasa Indonesia, mahasiswa mempelajari dan memahami arti
pentingnya tata bahasa dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dalam pembuatan karya
ilmiah dan sejenisnya. Setelah mahasiswa memahami EYD dengan baik dan benar,
mahasiswa dapat mengetahui konsep penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan
sehari-hari dimanapun mereka berada. Seorang mahasiswa, selayaknya dapat menambah
kosakata yang sesuai dengan keilmuan yang ditekuni di perguruan tinggi. Mahasiswa
harus bisa menggunakan diksi-diksi yang baik dan kalimat-kalimat yang efektif sesuai
jenjang pendidikan. Tujuan mata kuliah bahasa Indonesia yang diberikan kepada
mahasiswa memiliki tujuan yaitu :
(a) menumbuhkan kesetiaan terhadap bahasa Indonesia yang nantinya diharapkan dapat
mendorong mahasiswa memelihara bahasa Indonesia;
(b) menumbuhkan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia yang nantinya diharapkan
mampu mendorong mahasiswa mengutamakan bahasanya dan menggunakannya sebagai
lambang identitas bangsa;
Menumbuhkan dan memelihara kesadaran akan adanya norma bahasa Indonesia yang
nantinya diharapkan agar mahasiswa terdorong untuk menggunakan bahasa Indonesia
sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku. Karena bagaimanapun bahasa memiliki
peran penting dalam proses pembangunan karakter setiap mahasiswa. Mahasiswa juga
dituntut untuk mengerti bagaimana menulis karya ilmiah dengan Bahasa Indonesia
dengan susunan kalimat dan tanda baca yang sesuai dengan EYD. Selain itu dapat
menuliskan susunan suatu karya ilmiah dengan baik dan benar.
Di dalam ruang lingkup kemahasiswaan dibutuhkan komunikasi yang baik dalam
berinteraksi dengan sesama dan dalam komunikasi tersebut digunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, apalagi setiap mahasiswa berasal dari suku, adat, dan daerah asal
yang berbeda. Dengan pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mahasiswa dapat
belajar sikap bertutur kata dalam bahasa yang baik dalam kegiatan belajar dan mengajar.
Kenyataan ini membuat adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa
Indonesia dalam fungsinya sebagai alat komunikasi antar sesama. Selain itu pada saat
beradaptasi di lingkungan perguruan tinggi, mahasiswa akan memilih bahasa yang
digunakan tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Seorang mahasiswa akan
menggunakan bahasa yang nonformal pada saat berbicara dengan teman- teman dan
menggunakan bahasa formal pada saat berbicara dengan orang tua atau orang yang
dihormati.
Dengan menguasai bahasa Indonesia memudahkan mahasiswa untuk berbaur dan
menyesuaikan diri dengan mahasiswa lainnya. Hal ini yang menjadikan pentingnya bahasa
Indonesia sebagai alat beradaptasi dengan lingkungan. Sehingga pembelajaran bahasa
Indonesia di perguruan tinggi dianggap sangat penting untuk diajarkan kepada seluruh
mahasiswa. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia selain menjadi media untuk memupuk
rasa memiliki, rasa mencintai,dan menumbuhkan kebanggaan untuk menggunakannya,
pembelajaran ini pun dimaksudkan agar setiap mahasiswa selalu merasa memiliki kewajiban
dan tanggung jawab untuk menjaga, membina, dan melestarikan bahasa Indonesia
RESUME

Meningkatkan Semangat Nasionalisme Melalui Pembelajaran Ppkn Di


Sekolah Dasar

Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai


wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar
pada budaya bangsa Indonesia. Nilai luhur dan moral ini diharapkan dapat diwujudkan
dalam bentuk prilaku kehidupan siswa sehari hari, baik sebagai individu maupun
anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan
usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan
dengan antar warga dan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi
warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Berikut akan akan
dikemukakan berbagai definisi pendidikan kewarganegaraan menurut para ahli.Dalam hal
ini pembelajaran PKn di sekolah dasar dimaksudkan sebagai suatu proses belajar
mengajar dalam rangka membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik dan
membentuk manusia Indonesia seutuhnya dalam pembentukan karakter bangsa yang
diharapkan mengarah 29 pada penciptaan suatu masyarakat yang menempatkan
demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan pada Pancasila,
UUD, dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat dan sekolah.Pengertian
NasionalismeNasionalisme dapat diartikan sebagai rasa kebanggaan, rasa memiliki,
rasa menghargai, rasa menghormati dan loyalitas yang dimiliki oleh setiap individu pada
negara tempat ia tinggal yang tercermin dari perilaku membela tanah airnya, menj aga
dan melindungi tanah airnya, melestarikan warisan kebudayaan bangsa, tolong
menolong antarsesama, rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negaranya. Secara garis
besar sikap nasionalime dapat diartikan sebagai berikut.
1. Paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu kepada negara dan bangsa.
2. Tingginya semangat kebangsaan, yaitu semangat cinta terhadap bangsa dan tanah air.
3. Suatu sikap politik dan sosial dari kelompok-kelompok suatu bangsa yang
mempunyai kesamaan kebudayaan, bangsa dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan
tujuan sehingga merasakan adanya kesetiaan mendalam terhadap kelompok bangsa
itu.

Karakteristik Nasionalisme melambangkan kekuatan suatu negara dan aspirasi yang


berkelanjutan, yaitu mengupayakan peningkatan kemakmuran, pemeliharaan rasa
hormat, membanggakan pribadi bangsa dan sejarah kepahlawanan suatu negara, pembelaan
kaum patriot dalam melawan pihak asing, memiliki hubungan kepercayaan dengan
nilai-nilai tradisi, lambang nasionalisme diberikan untuk sebuah kesucian, dan
penghargaan untuk hukum.Makna nasionalisme secara politis merupakan kesadaran
nasional yang mengandung cita-citadan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut
kemerdekaan atau menghilangkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk
membangun diri, masyarakat, bangsa dan negaranya.
Makna nasionalisme ini dapat ditumbuhkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan
nyata dengan rnernberdayakan nilai-nilai budaya sebagai sumber kearifan lokal.Sebagai
warga negara yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal, tentu merasa bangga dan
rnencintai bangsa dan negara. Kebanggaan dan kecintaan terhadap bangsa dan negara
bukan berarti merasa lebih hebat dan lebih unggul daripada bangsa dan negara lain. Warga
negara yang arif tidak boleh memiliki semangat nasionalisme yang berlebihan
(chauvinisme) dan meninggalkan nilai-nilai budaya lokal, tetapi harus mengembangkan
sikap saling menghormati, saling menghargai, mengutamakan kerukunan hidup
bersama, berjuang bersama untuk membangun kesejehtaraan bersama secara jujur, dan
mampu bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain (Endah:2016).
Nasionalisme tidak cukup diartikan secara sempit, hanya sebagai sikap
meninggikan bangsanya sendiri, dan tidak untuk bangsa lain, akan tetapi juga dalam
arti luas, yaitu memaknai nasionalisme sebagai rasa cinta terhadap bangsa dan negara sendiri,
dan sekaligus bersedia menghormati bangsa lain. Sesuai dengan pernyataan Murtopo
(1978) bahwa manusia tidak hanya membiarkan diri dalam kehidupan lama melainkan
dituntut mencari jalan baru dalam mencapai kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar
dan Tambusai7736arah yang dituju dalam perencanaan kebudayaan adalah manusia
sendiri sehingga hurnanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan.Sikap
NasionalismeJiwa nasionalisme mayoritas masyarakat Indonesia saat ini mengalami krisis.
Salah satu solusi agar dapat keluar dari krisis tersebut dilakukan dengan cara menanamkan
nilai-nilai dan semangat nasionalisme pada seluruh warga bangsa, khususnya pada
generasi muda. Langkah efektif untuk membangun dan menanamkan jiwa nasionalisme
kepada generasi muda ditempuh melalui jalur pendidikan. Nilai-nilai nasionalisme yang
ditanamkan kepada peserta didik dalam setiap kegiatan berbeda-beda. Misalnya pada saat
upacara bendera yang dilaksanakan setiap hari Senin itu, nilai-nilai yang terkandung
dalam pelaksanaan upacara bendera diantaranya membiasakan siswa untuk bersikap
tertib dan disiplin, membiasakan siswa berpenampilan rapi, meningkatkan kemampuan
mempimpin, membuat siswa patuh pada aturan yang ada, dan menanamkan rasa
tanggungjawab. Sehingga diharapkan dengan adanya kegiatan rutin yang dilakukan di
sekolah diharapkan kian mempertebal semangat kebangsaan, cinta tanah air, patriotisme,
semangat dan nilai-nilai kepahlawanan, idealisme serta membangkitkan peran siswa
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Selama kegiatan rutin itu dilakukan guru
selalu berusaha mendampingi siswa. Seperti pada saat kegiatan kerja bakti dan senam pagi,
guru turut serta mendampingi siswa dengan mengikuti kegiatan tersebut. Pada saat
upacara bendera juga guru mengajarkan untuk bersikap disiplin dan tertib. Semua siswa
harus mengikuti kegiatan pembiasaan rutin di sekolah. Apabila ada siswa yang tidak
mengikuti kegiatan tersebut maka akan diberi teguran atau sanksi dari guru.Siswa
diajarkan untuk saling menghormati dan menyayangi antar sesama. Sikap ini terlihat pada
saat masuk ke sekolah, siswa mengucapkan salam dan mencium tangan saat bertemu dengan
bapak/ibu guru. Selain itu, siswa diajarkan untuk mengntre. Karena mengantre
merupakan implementasi dari sikap tertib, disiplin, dan toleran di sekolah dasar semua
pendidik berusaha untuk memberikan teladan yang baik kepada para peserta didiknya.
Keteladanan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan memberikan contoh tentang
pembelajaran pembiasaan yang baik, sehingga diharapkan akan menjadi panutan bagi
para siswa. Keteladanan para pendidik mempunyai kontribusi yang besar dalam
menanamkan nilai-nilai nasionalisme
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan, bahawa sikap nasionalisme bisa di
mulai dari hal kecil saja misalnya membuang sampah pada tempatnya. Dari hal yang
sangat kecil tersebut dapat diambil keuntungan dengan lingkungan menjadi bersih dan
terutama sungai menjadi bersih. Dengan kotornya sungai-sungai yang terdapat di kota-kota
besar sekarang sangat menyusahkan bangsa Indonesia, karena persediaan air bersih
berkurang dan juga bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.Bangsa Indonesia harus
menanamkan sikap nasionalisme sejak dini, sejak kecil, atau sejak masa sekolah dasar.
Karena jika sikap nasionalisme terlambat diimplementasikan kepada bangsa Indonesia,
bangsaIndonesia telah kehilangan generasi muda yang rendah akan sikap nasionalisme.
Maka untuk menanggulangi masalah tersebut dan untuk menambah rasa nasionalisme
bangsa Indonesia adalah dengan dilatih tentang sikap-sikap yang baik sesuai dengan
nilai-nilai dari Pancasila, tidak mengajarkan hal-hal yang melanggar nilai-nilai
Pancasila, menanamkan rasa cinta tanah air sejak dini, dan memberi penyuluhan
kepada seluruh bangsa Indonesia akan pentingnya nasionalisme terhadap masa depan
bangsa Indonesia.Karena rasanasionalisme dan cinta tanah air sangat diperlukan untuk
masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik. Memupuk rasa nasionalisme generasi
muda bisa dilakukan sejak dini, sehingga lambat laun seiring dengan usia
diharapkan rasa nasionalisme tetap bertahan pada diri bangsa Indonesia.
https://www.jptam.org/index.php/jptam/article/view/2230
RESUME

REAKTUALISASI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI


PERGURUAN TINGGI

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1175), warga negara ialah penduduk
sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang
mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai warga dari negara itu,sedangkan Enslen
Chandler dan Renstorm (Gross dan Dynesson, 2001:28) menjelaskan bahwa warganegara
atau citizenship adalah status seseorang yang kepadanya diberikan seluruh jaminan hak-hak
istimewa (privileges) dan dilindungi oleh undang-undang. Siapa warga negara, ditentukan
oleh aturan perundang-undangan baik karena kelahiran maupun melalui naturalisasi.
Berdasarkan hal di atas, dapat diformulasikan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
adalah disiplin ilmu yang merupakan sistem nilai (value system) yang bertujuan untuk
membentuk peserta didik yang memiliki wawasan dan watak kebangsaan serta menjadi warga
negara yang baik (good citizen); dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dengan benar.
Adapun tujuan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan Pasal 37 Ayat 1
disebutkan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Jadi, setelah
mengikuti Pendidikan Kewarganegaraan peserta didik diharapkan dapat menjadi warga
negara yang baik (good citizen) dan memiliki jiwa patriotisme yang mantap.
Sedangkan tujuan umum Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah
sebagai berikut:
1. Membentuk pola sikap dan pola perilaku peserta didik untuk menjadi warga negara yang
memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2. Membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab (good
and responsible citizen) yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta Tanah Air serta
memiliki kesadaran bela negara dengan rela berkorban demi bangsa dan memiliki
nasionalisme dan patriotisme.
3. Membekali peserta didik agar memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajiban
secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara yang terdidik
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selaku warga negara Republik Indonesia yang
bertanggung jawab.
4. Menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang perlu diatasi melalui penerapan
pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, wawasan nusantara, dan ketahanan
nasional secara kritis dan bertanggung jawab.
Karena mahasiswa adalah orang yang telah dewasa dan pada umumnya memiliki
kecenderungan siap belajar, sebaiknya urutan program perkuliahan perlu disusun
berdasarkan muatan tugas mahasiswa dan bukan berdasarkan urutan logis mata pelajaran/
mata kuliah. Penyesuaian materi dan kegiatan belajar harus direlevansikan dengan
kebutuhan belajar dan tugas/ pekerjaan mahasiswa, misalnya makna toleransi, demokrasi,
hak asasi manusia, dan sebagainya.
Hal lain adalah mahasiswa harus diajak memecahkan masalah yang sesuai dengan peranan
mahasiswa dalam masyarakat atau dalam kehidupannya. Seperti terkait dengan kebutuhan
peran dan masalah dalam sosial budaya, politik, hukum, isu mutakhir, dan sebagainya.
Belajar yang berorientasi pada kehidupan berbangsa dan bernegara kaitannya dengan
berbagai isu mutakhir akan menjadi motivasi kuat dalam pembelajaran orang dewasa. Hal ini
sekaligus menjadi indikasi bahwa orang dewasa menginginkan dapat segera memanfaatkan
hasil belajarnya.
Karena orang dewasa pun memiliki kemampuan belajar, dengan cepat dan bukan
karena intensitas dan kapasitas intelektualnya, implikasinya dalam konteks Pendidikan
Kewarganegaraan, dosen perlu mendorong mahasiswa sebagai peserta didik untuk belajar
sesuai dengan kebutuhan belajarnya dan cara belajar yang diinginkan, dipilih, dan ditetapkan
oleh mereka. Karena materi atau pokok-pokok perkuliahan sudah diatur dalam Silabus, maka
yang terpenting adalah memberikan penekanan (stretching) dan membahas kata-kata kunci
(key of term) mengenai substansi bahasan.
Terakhir, karena orang dewasa itu dapat belajar efektif bilamana melibatkan aktivitas
mental dan fisik, mahasiswa dalam konteks pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
harus dilibatkan pikiran dan perbuatannya. Implikasi praktisnya, mahasiswa dapat diminta
merekonstruksi sketsa kepulauan nusantara misalnya, diapresiasi kondisi geografisnya,
kekayaan alamnya, kemampuan penduduknya, menuliskan teks lagu-lagu nasional,
menyanyikan lagu tersebut, menginterpretasikan makna lagu, dan sebagainya. Pendek kata,
fungsi otak kiri dan otak kanan atau kemampuan intelektual dan emosional mahasiswa harus
dilibatkan secara simultan.
Berdasarkan penggunaan metode dan teknik pembelajaran berbasis andragogi
diharapkan terjadi beberapa perubahan dimensi mendewasa sebagaimana dikemukakan Harry
Overstreet yang kemudian dikembangkan oleh Malcolm S. Knowless sebagai berikut:
1. Perubahan dari menggantungkan diri kepada orang lain ke arah kehidupan mandiri.
2. Perubahan dari sikap dan perilaku pasif ke arah sikap dan perilaku aktif.
3. Perubahan dari sikap subjektif ke arah sikap objektif.
4. Perubahan dari sikap dan perilaku menerima informasi ke arah sikap dan perilaku
memberikan informasi.
5. Perubahan dari pemilikan kecakapan rendah ke arah pemilikan kecakapan lebih
tinggi.
6. Perubahan dari tanggung jawab terbatas ke arah tanggung jawab lebih luas.
7. Perubahan dari pemilikan minat khusus ke arah pemilikan minat beragam.
8. Perubahan dari sikap mementingkan diri sendiri ke arah memerhatikan orang lain.
9. Perubahan dari sikap menolak kenyataan diri sendiri ke arah menerima kenyataan diri
sendiri.
10. Perubahan dari identitas diri beragam ke arah integritas diri.
11. Perubahan dari berpikir teknis ke arah berpikir prinsip.
12. Perubahan dari pandangan mendatar ke pandangan mendalam.
13. Perubahan dari sikap dan perilaku meniru ke arah sikap dan perilaku berinovasi.
14. Perubahan dari sikap keseragaman ke arah sikap tenggang rasa terhadap perbedaan.
15. Perubahan dari sikap emosional ke sikap rasional.
Sedangkan filosofi dan spirit (elantivitae)pendekatan andragogi dalam proses
pembelajaran PKn di perguruan tinggi adalah sejauh mana dosen dapat melakukan beberapa
ikhtiar maksimal sebagai berikut: 1) menyadarkan mahasiswa sebagai sosok pribadi yang
telah dewasa dengan berbagai indikator dan konsekuensinya, 2) menyadarkan mahasiswa
untuk berubah secara progresif dan permanen dalam cara berpikir (nalar), cara
bersikap(mental attitude), dan cara berpikir(behavioral), 3) menyadarkan mahasiswa sebagai
subjek dinamik dan agen perubahan (agent of change) kapan dan di mana saja berada, 4)
menyadarkan mahasiswa agar konsekuen dalam melestarikan nilai-nilai Pancasila sebagai
puncak luhur budaya bangsa Indonesia, dan 5) menyadarkan mahasiswa untuk keluar dari
jebakan proses pembelajarandan rutinitas perkuliahan semu.
Dengan demikian,pembelajaran PKn di perguruan tinggi hendaknya tidak diarahkan
untuk menumpuk hapalan serta menjejali ruangkognitif ansich, tetapiharus lebih diarahkan
pada perubahan komprehensif yang dilandasi oleh kesadaran tulus serta panggilan jiwa
peserta didik(mahasiswa) untuk
melaksanakan nilai-nilai Pancasila dan prinsipprinsip pendidikan kewarganegaraan.
Sekarang, mulai dari hal-hal kecil, dan mulai dari diri sendiri. Salvo Meliori Indicio!

KESIMPULAN
Pendidikan Kewarganegaraan negara secara fundamental harus dilihat dan dilaksanakan
berdasarkan perspektif pendidikan (educatio), pendidikan pada dasarnya adalah proses
mendewasakan setiap individu, sedangkan esensi kedewasaan ditentukan oleh kemampuan
setiap individu dalam menyesuaikan diri (adjustment)sesuai dengan konteks.
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi bertujuan untuk meningkatkan
wawasan dan watak kebangsaan, kesadaran bernegara, serta memiliki cara berpikir, sikap,
dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam
bingkai keindonesiaan.
Agar Pendidikan
Kewarganegaraan dapat dilaksanakan secara efesien dan efektif maka diperlukan
pendekatan dan strategi pembelajaran, di antaranya adalah pendekatan andragogi. Andragogi
adalah pendekatan pembelajaran orang dewasa. Melalui proses pendidikan dan pembelajaran
yang berbasis andragogi, diharapkan terjadi perubahan cara berpikir (nalar), bersikap(attitude
of mind), dan berperilaku (behavior)para mahasiswa sesuai dengan tujuan PKn di
perguruantinggi. Inilah makna sesungguhnya dari reaktualisasi Pendidikan Kewarganegaraan
yang dalam praktiknya pernah dibeberbentangkan melalui puncak luhur budaya nenek
moyang kita sepanjang sejarahnya.
Filosofi dan spirit pendekatan andragogi dalam proses pembelajaran PKn di perguruan
tinggi adalah sejauh mana dosen dapat melakukan beberapa ikhtiar maksimal sebagai berikut:
a) menyadarkan mahasiswa sebagai sosok pribadi yang telah dewasa dengan berbagai
indikator dan konsekuensinya, b) menyadarkan mahasiswa sebagai subjek dinamik dan agen
perubahan (agent of change) kapan dan di mana saja berada, c) menyadarkan mahasiswa agar
konsekuen dalam melestarikan nilai-nilai Pancasila sebagai puncak luhur budaya bangsa
Indonesia, dan d) menyadarkan mahasiswa untuk keluar dari jebakan proses pembelajaran
dan rutinitas perkuliahan semu.

https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/sosio_ekons/article/download/2253/1723
RESUME
KENDALA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM
MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK DI DALAM PROSES
PEMBELAJARAN

Pendidikan Kewarganegaraan dalam membangun warga negara yang baik


mengembangkan tiga kompetensi yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),
keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dan karakter (civic disposition). Syarat utama
untuk menjadi warga negara yang baik harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan
karakter yang berdasarkan Pancasila. Apabila ketiga kompetensi dimiliki oleh setiap warga
negara, maka secara langsung maupun tidak langsung warga tersebut adalah individu yang
berkompeten, berkomitmen, dan memiliki kepercayaan diri.
Pendidikan Kewarganegaraan dapat membangun karakter peserta didik dengan baik dan
maksimal, apabila Pendidikan Kewarganegaraan dalam implementasinya bersendikan empat
pilar yang tertuang di dalam laporan Komisi Internasional untuk UNESCO (Komalasari,
2008, p. 744) tentang pendidikan untuk abad XXI, yaitu
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui), yakni memperolah instrumen-
instrumen pengertian.
2. Learning to do (belajar untuk berbuat), yaitu mampu bertindak secara kreatif di
lingkungannya.
3. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama), yaitu berperan serta dan
bekerja sama dengan orang lain dalam semua kegiatan manusia.
4. Learning to be (belajar untuk menjadi seorang), yaitu mampu mengembangkan
kepribadiannya lebih baik dan bertindak dengan otonomi, keputusan dan tanggung
jawab pribadi yang lebih besar.
Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya mampu untuk mengimplementasikan empat
pilar tersebut dengan baik, namun selama ini memiliki beberapa kendala sehingga tujuan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan belum bisa dicapai dengan maksimal.
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan yang sangat besar dalam menghadapi
permasalahan di Indonesia khususnya di dunia pendidikan. Budimansyah (2010, p. 143)
mengungkapkan bahwa peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam menghadapi
permasalahan pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program kurikuler di lembaga pendidikan
formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal (luar sekolah), yang berperan
sebagai wahana pemuliaan dan pemberdayaan anak dan pemuda sesuai dengan
potensinya agar menjadi warga negara yang cerdas dan baik (smart and good citizen).
2. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai gerakan sosio-kultural kewarganegaraan yang
berperan sebagai wahana aktualisasi diri warga negara baik secara perorangan maupun
kelompok sesuai dengan hak, kewajiban, dan konteks sosial budaya, melalui partisipasi
aktif secara tegas dan bertanggung jawab.
3. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program pendidikan politik kebangsaan bagi
para penyelenggara negara, anggota dan pimpinan organisasi sosial dan organisasi politik
yang dikemas dalam berbagai bentuk pembinaan pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills), dan kebajikan kewarganegaraan
(civic disposition) yang mengacu pada prinsip konseptual-pedagogis untuk
mengembangkan daya nalar (state of mind), bukan wahana indoktrinasi politik, sebagai
suatu proses pencerdasan.
Pendidikan Kewarganegaraan dalam membangun warga negara yang baik
mengembangkan tiga kompetensi yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),
keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dan karakter (civic disposition). Syarat utama
untuk menjadi warga negara yang baik harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan
karakter yang berdasarkan Pancasila. Apabila ketiga kompetensi dimiliki oleh setiap warga
negara, maka secara langsung maupun tidak langsung warga tersebut adalah individu yang
berkompeten, berkomitmen, dan memiliki kepercayaan diri.
Pendidikan Kewarganegaraan dapat membangun karakter peserta didik dengan baik dan
maksimal, apabila Pendidikan Kewarganegaraan dalam implementasinya bersendikan empat
pilar yang tertuang di dalam laporan Komisi Internasional untuk UNESCO (Komalasari,
2008, p. 744) tentang pendidikan untuk abad XXI, yaitu
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui), yakni memperolah instrumen-instrumen
pengertian.
2. Learning to do (belajar untuk berbuat), yaitu mampu bertindak secara kreatif di
lingkungannya.
3. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama), yaitu berperan serta dan
bekerja sama dengan orang lain dalam semua kegiatan manusia.
4. Learning to be (belajar untuk menjadi seorang), yaitu mampu mengembangkan
kepribadiannya lebih baik dan bertindak dengan otonomi, keputusan dan tanggung
jawab pribadi yang lebih besar.
Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya mampu untuk mengimplementasikan empat
pilar tersebut dengan baik, namun selama ini memiliki beberapa kendala sehingga tujuan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan belum bisa dicapai dengan maksimal.
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan yang sangat besar dalam menghadapi
permasalahan di Indonesia khususnya di dunia pendidikan. Budimansyah (2010, p. 143)
mengungkapkan bahwa peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam menghadapi
permasalahan pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program kurikuler di lembaga pendidikan
formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal (luar sekolah), yang berperan
sebagai wahana pemuliaan dan pemberdayaan anak dan pemuda sesuai dengan
potensinya agar menjadi warga negara yang cerdas dan baik (smart and good citizen).
2. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai gerakan sosio-kultural kewarganegaraan yang
berperan sebagai wahana aktualisasi diri warga negara baik secara perorangan maupun
kelompok sesuai dengan hak, kewajiban, dan konteks sosial budaya, melalui partisipasi
aktif secara tegas dan bertanggung jawab.
3. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program pendidikan politik kebangsaan bagi
para penyelenggara negara, anggota dan pimpinan organisasi sosial dan organisasi
politik yang dikemas dalam berbagai bentuk pembinaan pengetahuan kewarganegaraan
(civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills), dan kebajikan
kewarganegaraan (civic disposition) yang mengacu pada prinsip konseptual-pedagogis
untuk mengembangkan daya nalar (state of mind), bukan wahana indoktrinasi politik,
sebagai suatu proses pencerdasan.

Pada dasarnya permasalahan yang selama ini melingkupi Pendidikan Kewarganegaraan


adalah peran guru dalam pembelajaran di kelas, sehingga tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan di pendidikan formal belum tercapai dengan maksimal. Guru yang
berkualitas seharusnya memiliki 4 kompetensi yang tertuang di dalam UndangUndang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 10 ayat 1 yaitu:
1. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan guru yang mampu mengelola proses
belajar dan mengajar untuk mencairkan suasana di kelas.
2. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan guru dalam menguasai materi yang
diajarkan kepada peserta didik.
3. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan pendidik dalam berinteraksi dengan
masyarakat, peserta didik atau komponen masyarakat yang lain.
4. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan personal yang harus dimiliki oleh guru
untuk menjadi pribadi yang religius, tanggung jawab, memiliki komitmen, berintegritas,
jujur dan lain sebagainya.
Empat kompetensi tersebut menjadi pegangan bagi seorang guru khususnya yang
mengampu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, namun saat ini banyak guru yang
hanya bisa mengajar saja, tetapi belum bisa menjadi seorang guru yang mampu mendidik dan
menginspirasi peserta didik. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan banyak guru yang
sudah memiliki kompetensi profesional, mampu menguasai teori-teori materi dalam
Pendidikan Kewarganegaraan, namun masih banyak guru yang belum memiliki kompetensi
pedagogik, sehingga pembelajaran di kelas peserta didik selalu mengalami kejenuhan atau
bosan terhadap mata pelajaran karena metode yang digunakan tidak variatif.

SIMPULAN
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan proses pembelajaran yang berusaha untuk
membangun civic knowledge, civic skills, dan civic disposition peserta didik, sehingga tujuan
untuk membentuk warga negara yang baik dapat terwujud. Pendidikan Kewarganegaraan
pada dasarnya ujung tombak untuk membangun karakter bangsa peserta didik, karena
Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan moral yang mengajarkan nilai-nilai
kepribadian bangsa Indonesia yang tertuang di dalam Pancasila. Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan pola pikir,
sikap dan perilaku warga negara. Di sisi lain, Pendidikan Kewarganegaraan adalah solusi
untuk menyelesaikan permasalahan yang menyelimuti pendidikan di Indonesia, yaitu kurang
maksimalnya dalam membangun karakter peserta didik. Meskipun Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan ujung tombak dalam membangun karakter bangsa, namun di
dalam implementasinya sering mengalami kendala sehingga tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan tidak tercapai. Kendala yang dialami Pendidikan Kewarganegaraan di
dalam proses pembelajaran selama ini, yaitu selalu menekankan aspek kognitif sehingga
karakter peserta didik masih kurang diperhatikan. Kompetensi guru juga menjadi penghalang
terbangunnya karakter peseta didik, karena sebagian besar guru di Indonesia belum mampu
menguasai 4 kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian) secara menyeluruh.
Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru di dalam proses pembelajaran yang
monoton juga membuat tidak maksimalnya proses pembangunan karakter peserta didik.
Fenomena ini menjadi salah satu munculnya permasalahan yang dialami pendidikan di
Indonesia, yaitu krisis karakter pemuda sehingga berdampak pada banyak tindakan kriminal
yang dilakukan oleh pemuda.

https://journal.uny.ac.id/index.php/civics/article/download/12743/pdf

Anda mungkin juga menyukai