BAB I
PENDAHULUAN
C. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Total
Quality Manajemen serta prinsip-prinsipnya.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:
Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari Total Quality Manajemen serta konsepnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Total Quality Manajemen
Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa studi dan gerak oleh bapak manajemen
Ilmiah, Frederick Winston Taylor, pada dekade 1920-an. Ada beberapa peristiwa dalam evolusi
gerakan total quality di Amerika Serikat yang telah dirangkum dibawah ini yaitu:
Tahun Kejadian Bersejarah
1911 Frederick W. Taylor mempublikasikan bukunya The Principles of Scentific
Management, yang melahirkan berbagai teknik, seperti studi waktu dan gerak.
1931 Walter A. Shewhart dari Bell Laboratories memperkenalkan statistical quality
control dalam bukunya Economic Control of Quality of Manufacturing Products.
1940 W. Edwards Deming membantu U.S. Bureau of Census dalam menerapkan teknik-
teknik sampling statistic.
1941 W. Edwards Deming mengajarkan teknik-teknik pengendalian kualitas di U.S. War
Department.
1950 W. Edwards Deming mengajarkan mata kuliah mengenai kualitas kepada para
ilmuan, insinyur, dan eksekutif perusahaan Jepang.
1951 Joseph M. Juran mempublikasikan bukunya yang berjudul Quality Control
Handbook.
1961 Martin Company (kemudian bernama Martin-Marietta) membangun rudal pershing
yang memiliki tingkat kerusakan nol.
1970 Philip Crosby memperkenalkan konsep zero defects.
1979 Philip Crosby mempublikasikan bukunya yang berjudul Quality is Free.
1980 Siaran dokumentasi TV if Japan Can …. Why Can’t We? Memberi pengakuan
kepada W. Edwards Deming di USA.
1981 Ford Motor Company mengundang W. Edwards Deming untuk berbicara di
hadapan eksekutif puncaknya, memelopori hubungan produktif antara produsen
mobil dan pakar kualitas.
1982 W. Edwards Deming menerbitkan buku berjudul Quality, Productivity, and
Comperative Position.
1984 Philip Bing Crosby menerbitkan buku berjudul Quality Without Tears: The Art of
Hassle Free Management.
1987 Konggres Amerika Serikat menetapkan Malcolm Baldrige National Quality
Award.
1988 Secretary of Defense Frank Carlucci memerintahkan U.S. Department of Defense
untuk mengadopsi total quality.
1989 Florida Power and Light berhasil menjadi perusahaan non-Jepang pertama yang
berhasil memenangkan Deming Prize.
1993 Total quality approach diajarkan universitas-universitas di Amerika Serikat.
Aspek yang paling fundamental dari manajemen ilmiah adalah adanya pemisahan antara
perencanaan dan pelaksanaan. Meskipun pembagian tugas telah menimbulkan peningkatan besar
dalam hal produktivitas, sebenarnya konsep pembagian tugas tersebut telah menyisihkan konsep
lama mengenai keahlian/keterampilan, di mana individu yang sangat terampil melakukan semua
pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Manajemen ilmiah
Taylor mengatasi hal ini dengan membuat perencanaan tugas manajemen dan tugas tenaga kerja.
Untuk mempertahankan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan, maka dibentuklah departemen
kualitas yang terpisah.
Seiring dengan meningkatnya volume dan kompleksitas manufacturing, kualitas juga
menjadi hal yang makin sulit. Volume dan kompleksitas mendorong timbulnya quality
engineering pada tahun 1920-an dan reliability engineering pada tahun 1950-an. Quality
engineering sendiri mendorong timbulnya penggunaan metode-metode statistik dalam
pengendalian kualitas, yang akhirnya mengarah pada konsep control charts dan statistical
process control. Kedua konsep terakhir ini merupakan aspek fundamental dari total quality
management.
Sekalipun konsep TQM banyak dipengaruhi oleh perkembangan-perkembangan Jepang,
tetapi tidak dapat dinyatakan bahwa TQM ‘made in Japan’. Hal ini dikarenakan banyak aspek
TQM yang bersumber dari Amerika Serikat (Schmidt dan Finnigan, 1992 dalam Bounds, et.al,
1994 : 61) di antaranya sebagai berikut:
1. Manajemen ilmiah, yaitu berupaya menemukan satu cara terbaik dalam melakukan suatu
pekerjaan.
2. Dinamika kelompok, yaitu mengupayakan dan mengorganisasikan kekuatan pengalaman
kelompok.
3. Pelatihan dan pengembangan yang merupakan investasi dalam sumber daya manusia.
4. Motivasi berprestasi.
5. Keterlibatan karyawan.
6. Sistem sosioteknikal, di mana organisasi beroperasi sebagai sistem yang terbuka.
7. Pengembangan organisasi.
8. Budaya organisasi, yakni menyangkut keyakinan, mitos, dan nilai-nilai yang mengarahkan
perilaku setiap orang dalam organisasi.
9. Teori kepemimpinan baru, yakni menginspirasikan dan memberdayakan orang lain untuk
bertindak.
10. Konsep lingking-pin dalam organisasi, yaitu membentuk tim fungsional silang.
11. Perencanaan strategik.
B. Pengertian TQM
Total quality management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan
usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus
menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungan.1[1]
Total quality management juga dapat diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari
perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork,
produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993, p. 135).
Definisi lainnya menyatakan bahwa Total quality management merupakan sistem manajemen
yang menyangkut kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasaan pelanggan
dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p. 33)2[2]
1[1] M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), hlm.24-28
2[2] Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana, Total Quality Management, (Kawasan Candi Gebang: Andi
Offset Yogyakarta, 1998), hlm. 4
Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar
dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang
terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan
terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Cara terbaik agar dapat memperbaiki
kemampuan komponen-komponen tersebut secara berkesinambungan adalah dengan
menerapkan TQM.
Penerapan TQM dalam suatu perusahaan dapat memberikan beberapa manfaat utama
yang pada gilirannya meningkatkan laba serta daya saing perusahaan yang bersangkutan. Dengan
melakukan perbaikan kualitas secara terus-menerus maka perusahaan dapat meningkatkan
labanya melalui dua rute, yaitu:
1. Rute pasar. Perusahaan dapat memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya
semakin besar dan harga jualnya dapat lebih tinggi. Kedua hal ini mengarah kepada penghasilan
sehingga laba yang diperoleh juga semakin besar.
2. Perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan
kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang. Dengan demikian laba yang
diperoleh akan meningkat.
4[4] Dorothea Wahyu Ariani, Manajemen Kualitas, (Yogyakarta: cetakan pertama, 1999), hlm.23-35
TQM merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas
kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu
organisasi. Menurut Hensler dan Brunell (dalam scheuning dan Christopher, 1993: 165-166), ada
empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip tersebut adalah:
1. Kepuasan pelanggan
Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna
kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan
itu sendiri meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan
diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk didalamnya harga, keamanan, dan
ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk
memuaskan para pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang
diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Makin tinggi nilai yang
diberikan, maka makin besar pula kepuasan pelanggan.
2. Respek terhadap setiap orang
Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai
individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan
merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam
organisasi diperlukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam
tim pengambil keputusan.
3. Manajemen berdasarkan fakta
Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Meksudnya bahwa setiap keputusan selalu
didasarkan pada data, bukan sekedar perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan
dengan hal ini. Pertama, prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak
dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan mengingat katerbatasan sumber
daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam
organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua, variasi atau
variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas
yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksi hasil
dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perubahan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan
perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus PDCAA (plan-
do-check-act-analyze) yang terdiri atas langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan
korektif terhadap hasil yang diperoleh.5[5]
Sepuluh unsur utama TQM adalah:
a. Fokus pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal
merupakan driver. Pelangan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan
kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan ualitas
manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.6[6]
b. Terobsesi dengan mutu, yaitu dengan menjadikan mutu sebagai pegangan atau pandangan hidup
seluruh anggota organisasi atau perusahaan.
c. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. Hal
ini disebabkan pendekatan ilmiah dapat dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.
d. Komitmen jangka panjang. Usaha peningkatan atau perbaikan mutu bukan merupakan loncatan
(quantum leap). Melainkan merupakan suatu proses jangka panjang yang berkesinambungan.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan total quality, perhatian kita harus berpusat pada masa
mendatang yang berjangka jauh ke depan, bukan untuk jangka pendek.
e. Kerja tim (teamwork). Ada prinsip yang mengatakan bahwa pemikiran sekumpulan orang lebih
baik daripada hanya satu orang, sehingga hasil yang dapat diperoleh akan lebih baik bila semua
pekerjaan dikerjakan secara bersama-sama. Pemberian upah dan penghargaan pun tidak
dilaksanakan secara individu, melainkan juga merupakan penilaian kelompok.
f. Continual process improvement. Mutu hanya bisa dicapai bila selalu diadakan perbaikan dan
penyempurnaan walau hanya kecil. Hal ini sesuai dengan prinsip Kaizen “little better everyday”.
g. Pendidikan dan pelatihan. Karena untuk menciptakan sesuatu yang bermutu, maka orang harus
mau belajar dan berlatih sampai kapan pun. Hal ini akan membentuk dan meningkatkan pola
pikir yang selalu berorientasi pada proses perbaikan.
h. Tidak ada pengendalian (freedom from control). Perusahaan atau organisasi yang berorientasi
pada total quality tidak lagi menggunakan statistical process control yang hanya merupakan
5[5] M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), hlm. 33-34
6[6] 15
penilaian produk akhir, melainkan setiap karyawan harus mengendalikan sendiri dirinya untuk
membuat atau memberikan atau menerima produk yang benar-benar bebas cacat.
i. Keseragaman tujuan. Dengan adanya kesamaan tujuan maka kegiatan akan dapat dilakukan
dengan mudah dan tidak ada pertentangan dalam pelaksanaannya.7[7]
j. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan
membawa dua manfaat utama. Pertama, meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan
yang yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif karena juga mencakup
pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja.
Kedua, meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan
orang-orang yang harus melaksanakannya.
7[7] M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), hlm. 33-34
Pertama, baik penyelia maupun karyawan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap
perannya masing-masing. Penyelia perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif,
sedangkan karyawan perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baik. Kedua, organisasi
harus melakukan perubahan budaya supaya
kerja sama tim tersebut dapat berhasil. Apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan sebelum
pembentukan tim, maka hanya akan timbul masalah, bukannya pemecahan masalah.
3. Proses penyebarluasan (deployment)
Ada organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa secara berbarengan
mengembangkan rencana untuk menyatukannya ke dalam seluruh elemen organisasi (misalnya
operasi, pemasaran, dan lain-lain). Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan
para manajer, serikat kerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha itu meliputi
pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan keterampilan, pendidikan, dan
kesadaran.
4. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis.
Ada pula organisasi yang hanya menggunakan pendekatan Deming, pendekatan Juran, atau
pendekatan Crosby dan hanya menerapkan prinsip-prinsip yang ditentukan di situ. Padahal tidak
ada satu pun pendekatan yang disarankan oleh ketiga pakar tersebut maupun pakar-pakar kualitas
lainnya yang merupakan satu pendekatan yang cocok untuk segala situasi. Bahkan pakar kualitas
mendorong organisasi untuk menyesuaikan program-program kualitas dengan kebutuhan mereka
masing-masing.
5. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.
Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama beberapa hari, bukan
berarti telah membentuk keterampilan mereka. Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik,
mengilhami, dan membuat para karyawan sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan
waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan proses baru,
bahkan seringkali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama untuk sampai terasa
pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas dan daya saing perusahaan.
6. Empowerment yang bersifat prematur.
Banyak perusahaan yang kurang memahami makna pemberian empowerment kepada para
karyawan. Mereka mengira bahwa karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam
mengambil suatu tindakan, maka para karyawan tersebut akan dapat menjadi self-directed dan
memberikan hasil-hasil positif. Seringkali dalam praktik, karyawan tidak tahu apa yang harus
dikerjakan setelah suatu pekerjaan diselesaikan. Oleh karena itu sebenarnya mereka
membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu.8[8]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1. Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa studi dan gerak oleh bapak manajemen Ilmiah,
Frederick Winston Taylor, pada dekade 1920-an.
2. TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa,
tenaga kerja, proses dan lingkungan.
3. Perbedaan TQM dengan manajemen lainnya adalah:
a. Asal intelektualnya;
b. Sumber inovasinya;
c. Asal negara kelahirannya;
d. Proses diseminasi atau penyebarannya.
4. Yang terpenting dalam penerapan TQM adalah keterlibatan secara menyeluruh setiap orang
dalam organisasi atau perusahaan tersebut untuk mengubah budaya (culture) yang lama menjadi
budaya baru.
5. Prinsip-prinsip TQM adalah:
a. Kepuasan pelanggan;
b. Respek terhadap setiap orang;
c. Manajemen berdasarkan fakta;
d. Perbaikan berkesinambungan.
8[8] Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana, Total Quality Management, (Kawasan Candi Gebang: Andi
Offset Yogyakarta, 1998), hlm. 18-21
6. Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan TQM:
a. Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior;
b. Team mania;
c. Proses penyebarluasan (deployment);
d. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis;
e. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis;
f. Empowerment yang bersifat premature.