sebagai suatu sistem perkembangan di Amerika Serikat. Buah pikiran mereka pada mulanya kurang
diperhatikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat bisnis. Namun, beberapa dari mereka
merupakan pemegang kunci dalam pengenalan dan pengembangan konsep mutu. Sejak 1980
Adapun konsep-konsep mereka tentang mutu terpadu secara garis besar dapat
Seorang insinyur yang mengembangkan satu seri konsep yang merupakan dasar dari pembagian
kerja (division of work). Ia melakukan analisis dengan pendekatan gerak dan waktu ( time and motion
study) untuk pekerjaan manual dan memperoleh gelar “Bapak Manajemen Ilmiah” ( The Father of
Scientific Management). Dalam bukunya tersebut Taylor menjelaskan beberapa elemen tentang teori
Setiap orang harus mempunyai tugas yang jelas dan harus diselesaikan dalam satu hari
Pekerjaan harus memiliki peralatan yang standar untuk menyelesaikan tugas yang menjadi
bagiannya.
Penalti yang merupakan kerugian bagi pekerjaan yang tidak mencapai sasaran yang telah
Taylor memisahkan perencanaan dari perbaikan kerja. Dengan demikian, dia memisahkan pekerjaan
2. Shewart (1891-1967)
Seorang ahli statistik yang bekerja pada “Bell Labs” selama periode 1920-1930. Dalam bukunya The
Economic Control of Quality Manufactured Products, diperoleh suatu kontribusi yang menonjol dalam
usaha untuk memperbaiki mutu barang hasil pengolahan. Dia mengatakan bahwa variasi terjadi pada
setiap segi pengolahan dan variasi dapat dimengerti melalui penggunaan alat statistik yang
sederhana. Sampling dan probabilitas digunakan untuk membuat control chart untuk memudahkan
para pemeriksa mutu, untuk memilih produk mana yang memenuhi mutu dan tidak. Penemuan
Shewhart sangat menarik bagi Deming dan Juran, yaitu kedua sarjana ahli dalam bidang statistik.
3. Edward Deming
Lahir tahun 1900 dan mendapat Ph.D. pada 1972 sangat menyadari bahwa ia telah memberikan
pelajaran tentang pengendalian mutu secara statistik kepada para insinyur bukan kepada para
manajer yang mempunyai wewenang untuk memutuskan. Katanya “ Quality is not determined on the
shop floor but in the executive suite”. Pada tahun 1950 beliau diundang oleh “ The Union to Japanese
Scientists and Engineers (JUSE)” untuk memberikan ceramah tentang mutu/kualitas. Pendekatan
Quality is primarily the result of senior management actions and not the results of actions
taken by workers.
The system of work that determines how work is performed and only managers can create
system.
Only manager can allocate resources, provide training to workers, select the equipment and
tools that worekers use, and provide the plant and environment necessary to achieve quality.
Only senior managers determine the market in which the firm will participate and what
Hal ini berarti bahwa tanpa keterlibatan pimpinan secara aktif tidak mungkin tercapai manajemen
4. Prof. Juran
Ia mengunjungi Jepang pada tahun 1945. Di Jepang Juran membantu pimpinan Jepang di dalam
menstrukturisasi industri sehingga mampu mengekspor produk ke pasar dunia. Ia membantu Jepang
untuk mempraktikkan konsep mutu dan alat-alat yang dirancang untuk pabrik ke dalam suatu seri
konsep yang menjadi dasar bagi suatu “management process” yang terpadu. Juran
mendemonstrasikan tiga proses manajerial untuk mengelola keuangan suatu organisasi yang dikenal
dengan trilogy Juran, yaitu finance planning, financial control, financial improvement.
akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian
pelanggan.
Quality control, yaitu suatu proses di mana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi,
diperbaiki.
Quality improvement, yaitu suatu proses di mana mekanisme yang sudah mapan
dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi
para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu, dan pada umumnya menetapkan suatu
struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah dicapai
sebelumnya.
Sejak tahun 1950-an pola pikir mengenai mutu terpadu atau TQM sudah muncul di daratan
Amerika dan Jepang. Kebangkitan Jepang dalam bidang industri terjadi setelah kekalahan perang
dunia kedua yaitu dimulai dengan pembangunan sistem kualitas modern. Pembangunan sistem itu
dipicu oleh W.Edward Deming yang berbicara di depan para ilmuwan dan insinyur Jepang pada
tahun 1950. Deming mengemukakan bahwa proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan
yang terus menerus (Continuous quality improvement) yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya
ide untuk menghasilkan suatu produk, pengembangan produk, proses produksi sampai dengan
distribusi kepada pelanggan; seterusnya berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang
dikumpulkan dari konsumen dari produk ide-ide untuk menciptakan produk baru atau meningkatkan
kualitas produk lama beserta proses produksi yang ada saat ini.
Terpicu oleh pemikiran Deming maka tercapai keberhasilan yang dramatis dari industri
industri kelas dunia yang berhasil, sehingga menghasilkan suatu konsep yang dinamakan Total
mempopulerkan TQM, yang dia lakukan pada saat memberikan pidato pada pemberian penghargaan
proses yang terjadi pada organisasi menjadi visible (dapat dilihat), repeatable (dapat dilakukan
b. Atarimae Hinshitsu: berfokus pada efek intangible pada proses dan optimisasi dari efek tersebut.
c. Kansei: meneliti cara penggunaan produk oleh konsumen untuk peningkatan kualitas produk itu
sendiri.
d. Miryokuteki Hinshitsu: manajemen taktis yang digunakan dalam produk yang siap untuk
diperdagangkan.
Pengertian
Total Quality Management (TQM) dapat didefinisikan dari tiga kata yang
membentuknya, yaitu Total (keseluruhan), Quality (kualitas/derajat keunggulan barang dan
jasa), Management (tindakan, seni, cara menangani, pengendalian).
1. Terpadu ( total)
Mutu menjadi bagian integral dari setiap fase atau proses dalam organisasi.
Dengan tumbuhnya saling keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain.
2. Mutu ( quality)
Merupakan inti dari TQM. Apabila kita mengadopsi TQM, maka mutu didasarkan
kepada ebutuhan pelanggan. Bukan atas dasr ukuran atau parameter dari suatu
produk. Mutu dirancang kedalam produk dari proses, mutu mengalir dari proses,
dan membudaya dalam organisasi.
3. Manajemen
Merupakan bagian yang penting dalam konsep TQM, oleh karena itu dorongan
untuk TQM harus datang dari unsur pimpinan puncak.
Pengertian kualitas yang diambil dari “American Society for Quality Control”
(Kotler: 1994) bahwa:
“Quality is the totality of features and characteristics of a product or service that
bear on its ability to satisty stated of implied needs.
Definisi di atas berkonotasi kepada pelanggan. Produk bermutu kalau dapat
memuaskan para pelanggan yang mengkonsumsi produk tersebut.
Definisi dari ISO, bahwa TQM adalah:
"Suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas,
berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka
panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua
anggota dalam organisasi serta masyarakat."
TQM diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan kedalam falsafah
holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian
serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993). Defenisi lainnya menyatakan
bahwa TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha
dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi
(Santosa, 1992).
Menurut Tjiptono & Diana (2004) TQM merupakan suatu pendekatan dalam
menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui
perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Sementara itu
menurut Pulungan (2001), TQM adalah salah satu pola manajemen organisasi yang berisi
seperangkat prosedur yang dapat digunakan oleh setiap orang dalam upaya memperbaiki
kinerja secara terus menerus.
Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total
merupakan sebuah konsep yang meliputi usaha meningkatkan mutu secara terus menerus
pada semua tingkatan manajemen dan seluruh struktur yang terdapat dalam organisasi
(Harianto, 2005). Hanafiah dkk (1994) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total adalah suatu
pendekatan yang sistematis, praktis dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi,
yang mengutamakan kepentingan pelanggan. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan
dan mengendalikan mutu.
Konsep manajemen terpadu merupakan pendekatan manajemen untuk memadukan
upaya-upaya pengembangan mutu, pemeliharaan mutu, dan peningkatan mutu dari berbagai
kelompok dalam organisasi untuk menghasilkan produk yang ekonomis serta terpenuhinya
kepuasan konsumen.
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan TQM khususnya bagi
pelanggan perusahaan maupun bagi staf dan karyawan. Manfaat tersebut didasarkan pada
sistem kerja dari program TQM yang berlandaskan pada perbaikan berkesinambungan atau
berkelanjutan. Hal ini akan mengurangi berbagai bentuk pemborosan dan meningkatkan
kepuasan pelanggan. Kedua faktor itu pada akhirnya akan meningkatkan profit atau
keuntungan.
Dalam persaingan semakin tajam dan sangat kompetitif diantara pengelola jasa
pendidikan, mutu adalah agenda utama. Peningkatan mutu merupakan tuntutan dari
paradigma baru manajemen organisasi. Untuk meraih predikat sehat yang bermutu dan
berkualitas tinggi harus menjadi tugas setiap lembaga penyelenggara kesehatan termasuk
Rumah Sakit Umum. Upaya peningkatannya terus menerus dilakukan, salah satunya
dilakukan dengan pengelolaan sistem layanan rumah sakit secara menyeluruh dan
berorientasi pada mutu dan cepat tindakan. Pendekatan ini dikenal dengan Total Quality
Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu pada rumah sakit yang menuntut
keunggulan pelayanan kesehatan seperti kecepatan, daya tanggap, kelincahan, penanganan,
tindakan dan kompetensi dokter dan suster.
TQM sebagai suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas
kelas dunia, untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu
organisasi. Menurut Hensler dan Brunel (dalam Christoper, 1993), ada empat prinsip utama
dalam TQM.
Dalam TQM, konsep mengenai pelanggan dan kualitas diperluas. Kualitas tidak lagi
hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas
tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan
eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek,
termasuk didalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karena itu segala
aktivitas pelayanan kesehatan harus dikoordinasikan untuk memuaskan pelanggan.
Dalam rumah sakit yang kualitasnya kelas dunia, setiap dokter dan suster dipandang
sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas tersendiri yang cepat dan tanggap.
Dengan demikian tenaga kesehatan merupakan sumber daya organisasi yang paling
bernilai. Oleh karena itu setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan
diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
Pelayanan kesehatan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya bahwa setiap
keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan (feeling). Ada dua
konsep pokok berkaitan hal ini. Pertama, prioritisasi (prioritization) yakni suatu konsep
bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan,
mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu dengan menggunakan
data maka manajemen dan tim dalam perusahaan dapat memfokuskan usahanya pada
situasi tertentu yang vital.
Konsep kedua, variasi (variation) atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik
dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar
dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari
setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan Berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses secara sistematis dalam
melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus
PDCA (plan-do-chek-act), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan
rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil
yang diperoleh.
Sementara itu Russel dan Taylor (dalam Fitriani, 2008; 23) mengemukakan prinsip TQM
antara lain;
1. Customer-oriented (fokus pada konsumen)
2. Leadership (kepemimpinan)
3. Strategy planning (perencanaan strategi)
4. Employee responsibility (keterlibatan semua orang)
5. Constinuous improvement (perbaikan terus menerus)
6. Cooperation (kerjasama)
7. Statistical methods (penggunaan metode-metode statistik)
8. Training and education (pendidikan dan latihan)
Prinsip-prinsip dalam TQM harus bersumber dari atas ke bawah dan beroperasi dari
bawah ke atas bila diinginkan berjalan efektif, ini bisa dicapai bila organisasi menganut
sistem desentralisasi.
Komponen dalam TQM memiliki sepuluh unsur utama (Goetsch dan Davis, 1994) yang
masing-masing dijelaskan sebagai berikut
Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver.
Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada
mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas
manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan
eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk
memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut. Hal ini berarti bahwa semua
sivitas akademik pada setiap level berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya
berdasarkan perspektif ”bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik?” Bila
suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka berlaku prinsip ’good enough is never
good enough’.
3. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain
pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang
berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan
dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan
melaksanakan perbaikan.
4. Komitmen Jangka Panjang
TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan
budaya rumah sakit yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat
penting guna mengadakan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional seringkali diciptakan persaingan antar
departemen yang ada dalam organisasi tersebut agar daya saingnya terdongkrak. Akan
tetapi persaingan internal tersebut cenderung hanya menggunakan dan menghabiskan
energi yang seharusnya dipusatkan pada upaya perbaikan kualitas yang pada gilirannya
untuk meningkatkan daya saing eksternal.
Sementara itu dalam organisasi perusahaan yang menerapkan TQM, kerja sama tim,
kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar sivitas akademik maupun dengan
lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
Setiap produk dan/ atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di
dalam suatu sistem/ lingkungan. Oleh karena itu sistem yang ada perlu diperbaiki secara
terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata terhadap pentingnya
pendidikan dan latihan. Mereka beranggapan bahwa perusahan bukanlah sekolah, yang
diperlukan adalah tenaga terampil yang siap pakai. Jadi perusahan-perusahan seperti itu
hanya akan memberikan pelatihan sekadarnya kepada para karyawannya. Kondisi seperti
itu menyebabkan perusahan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit bersaing
dengan perusahaan lainnya, apalagi dalam era persaingan global. Sedangkan dalam
organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang
fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini
berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak
mengenal batas usia. Dengan belajar setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan
keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
9. Kesatuan Tujuan
Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik maka perusahaan harus memiliki kesatuan
tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Akan
tetapi kesatuan tujuan ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/kesepakatan
antara pihak manajemen dan sivitas akademik mengenai upah dan kondisi kerja.
Keterlibatan dan pemberdayaan sivitas akademik merupakan hal yang penting dalam
penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa 2 manfaat utama.
Pertama, hal ini akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik,
rencana yang lebih baik, atau perbaikan yang lebih efektif karena juga mencakup
pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi
kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga meningkatkan ’rasa memiliki’ dan tanggung
jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.
Dale H. Besterfield (1995) menyatakan bahwa untuk dapat berhasil dengan baik,
penerapan sistem TQM harus berpedoman pada enam prinsip dasar yang menjadi acuannya.
Keenam prinsip dasar tersebut adalah:
Sedangkan Bill Creech (1995) mengatakan bahwa program TQM harus mempunyai
empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya, yaitu:
1. Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada
kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang program, termasuk dalam setiap proses
dan produk.
2. Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam memperlakukan
karyawan, mengikutsertakannya dan memberikan inspirasi.
3. Program TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan
wewenang di semua tingkat, terutama di garis depan, sehingga antusiasme keterlibatan
dan tujuan bersama bisa jadi kenyataan.
4. Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip,
kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi.
Inti dari TQM adalah bagaimana memberikan kepuasan kepada customer, baik itu
kualitas pelayanan maupun kualitas produk. Semuanya bisa tercapai jika process, system, dan
people saling terintegrasi satu sama lain. Dan semuanya itu disertai oleh commitment
terhadap pencapaian perbaikan mutu/kualitas serta mengkomunikasikan tujuan semua lini.
Pencapaian ini juga akan sangat dipengaruhi oleh budaya kerja perusahaan.
Pada proses ini manajemen dan karyawan harus memahami sepenuhnya bahwa untuk
mencapai kelangsungan hidup organisasi secara berkesinambungan dalam iklim
persaingan, maka perusahaan harus mencapai kualitas total.
Dari tahap pertama, maka CEO (Chief Executive Officer) harus mampu memberikan
contoh baik dalam pola sikap, pola pikir, maupun pola tindak dan menunjukkan
kepemimpinan yang teguh dalam gerakan mutu.
Tahap ketiga adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sistem dan prosedur yang ada
dalam organisasi, apakah sistem tersebut masih kondusif dan konsistem terhadap kualitas
total. Hal-hal yang perlu dievaluasi meliputi; struktur organisasi, proses kegiatan,
prosedur kendali mutu, kebijaksanaan pengembangan sumber daya manusia, metode
insentif dan lain-lain.
Setelah tahap pembenahan sistem dan prosedur dalam organisasi, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan pelatihan tentang kualitas total kepada seluruh anggota
organisasi, termasuk para manajer. Dalam pemberdayaan ini seluruh karyawan diberi
kepercayaan, tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk mengorganisasikan diri ke
dalam self-managing teams guna perbaikan proses dalam mencapai mutu produk atau
jasa.
Tujuan yang diterapkan secara jelas menunjukkan bahwa pimpinan mengetahui apa
yang dicari dan ini menjadi dasar untuk dapat mengorganisasikan program TQM guna
mencapai tujuannya.
4. Ranking preferensi
Alat ini merupakan suatu alat interpretasi yang dapat digunakan untuk memilih
gagasan dan pemecahan masalah di antara beberapa alternatif.
5. Analisis tulang ikan
Analisis tulang ikan (juga dikenal sebagai diagram sebab-akibat) merupakan alat
analisis, antara lain untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari suatu
masalah dan menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi dalam suatu proses.
6. Penilaian kritis
Penilaian kritis adalah alat bantu analisis yang dapat digunakan untuk memeriksa
setiap proses manufaktur, perakitan, atau jasa. Alat ini membantu kita untuk
memikirkan apakah proses itu memang dibutuhkan, tepat, dan apakah ada alternatif
yang lebih baik.
7. Benchmarking
Benchmarking adalah proses pengumpulan dan analisis data dari organisasi kita dan
dibandingkan dengan keadaan di dalam organisasi lain. Hasil dari proses ini akan
menjadi patokan untuk memperbaiki organisasi kita secara terus menerus. Tujuan
benchmarking adalah bagaimana organisasi kita bisa dikembangkan sehingga menjadi
yang terbaik.
8. Diagram analisis medan daya (bidang kekuatan)
Diagram medan daya merupakan suatu alat analisis yang dapat digunakan, antara lain
untuk mengidentifikasi berbagai kendala dalam mencapai suatu sasaran dan
mengidentifikasi berbagai sebab yang mungkin serta pemecahan dari suatu masalah
atau peluang.
Implementasi TQM bukanlah suatu pendekatan yang sifatnya langsung jadi atau
hasilnya diperoleh dalam sekejap, tetapi membutuhkan suatu proses yang terdiri dari
beberapa fase yang sistematis.
Menurut Goestch & Davis yang dikutip Fandy Tjiptono (2003), fase implementasi
TQM dikelompokkan menjadi tiga fase, yaitu:
1. Fase Persiapan
Fase ini terdiri atas sepuluh langkah. Sebelum memulainya, syarat utama yang harus dipenuhi
adalah komitmen penuh dari manajemen puncak atas waktu dan sumber dana yang
dibutuhkan. Langkah-langkah tersebut adalah:
a. Membentuk Total Quality Steering Committee
Eksekutif puncak sebagai ketua steering committee menunjuk staf terdekat sebagai
anggotanya serta pejabat senior dan serikat pekerja.
b. Membentuk Tim
Steering committee perlu mengadakan suatu sesi pembentukan tim sebelum memulai
kegiatan TQM. Langkah ini membutuhkan konsultan dari luar perusahaan agar
memperoleh hasil lebih obyektif.
c. Pelatihan TQM
Steering committee membutuhkan pelatihan berkaitan dengan filosofi, teknik, dan
alat-alat TQM sebelum memulai aktivitas TQM. Biasanya pelatihan ini dilakukan
dengan mendatangkan konsultan dari luar perusahaan. Pelatihan ini diteruskan dalam
jangka panjang melalui pengembangan diri dan mengikuti seminar-seminar relevan.
6. Pengukuran
Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses
manajemen mutu. Penjelasan dan pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus
diberi tahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan, melainkan yang diketahuinya
berdasarkan data. Di dalam menentukan penggunaan data, kepuasan pelanggan eksternal
harus diukur untuk menentukan seberapa jauh kita memiliki pengetahuan atas pelanggan
sehingga kebutuhan mereka benar-benar dipenuhi.
Di samping keenam elemen pendukung di atas, ada unsur yang tidak bisa diabaikan,
yaitu gaya kepemimpinan dalam organisasi/perusahaan bersangkutan. Suatu cara/gaya
bagaimana seorang manajer sebagai seorang pimpinan melakukan sesuatu sangat
berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh bawahan/karyawan.
DAPUS
https://www.scribd.com/doc/65158465/Total-Quality-Management-Manajemen-Mutu-Terpadu
https://id.scribd.com/document/362703007/Sejarah-Perkembangan-Mutu
(http://www.managementfile.com/journal.php?id=14&sub=journal&page=quality&awal=50)